NILAI-NILAI SOSIOLOGIS CERITA RAKYAT KERAMAT KUDA PADA MASYARAKAT DESA MATAPAO KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
Skripsi Sarjana
Dikerjakan Oleh
NAMA : Bobby Heryawan Tarigan NIM : 080702005
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN
NILAI-NILAI SOSIOLOGIS CERITA RAKYAT KERAMAT KUDA PADA MASYARAKAT DESA MATAPAO KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKIRIPSI SARJANA
Dikerjakan Oleh
NAMA : BOBBY HERYAWAN TARIGAN
NIM : 080702005
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Yos Rizal, MSP. Dra. Herlina Ginting, M.Hum. NIP 196606171992031003 NIP 196402121988032001
Diketahui Oleh : Departemen Sastra Daerah
Ketua
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu
Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
Hari / Tanggal : ………..
Fakultas Ilmu Budaya USU
Dekan
Dr. Syahron Lubis, M.A
NIP 195110131976031001
Panitia Ujian :
No Nama Tanda Tangan
1. ……….. ……….
2. ……….. ……….
3. ……….. ……….
4. ……….. ……….
Disetujui Oleh :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
MEDAN
2013
Departemen Sastra Daerah
Ketua
Drs. Warisman Sinaga, M.Hum.
ABSTRAK
Bobby Heryawan Tarigan, 2013. Judul Skripsi : Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Terdiri dari 5 bab, 60 halaman.
Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita Keramat Kuda tersebut. Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik penelitian lapangan dan tinjuan pustaka.
Hasil yang dicapai dalam penelitian dilapangan menunjukan bahwa cerita Keramat Kuda terdapat unsur-usur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan seorang Datok Pao terhadap penduduk dan masyarakat setempat, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita Keramat Kuda terdiri dari beberapa tokoh yaitu Datok Pao, Tuan Syekh Maulana Maghribi dan Ramli. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa di dalam teks cerita lisan Keramat Kuda terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : sifat- sifat kikir, kejam, sombong dan angkuh serta kasih sayang, nasihat, balas budi, sabar dan tabah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan.
Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu :. Bab I : Pendahuluan, Bab II : Tinjaun Pustaka, Bab III : Metode Penelitian, Bab
IV : Pembahasan, Bab V : Kesimpulan dan Saran.
Judul ini dipilih berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Mata Pao yang terdapat di desa Mata Pao, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Sedang
Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Terwujudnya skripsi ini bukanlah semata –
mata jerih payah penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Maka dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan
moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Hal ini
dapat dilaksanakan berkat bantuan berbagai pihak yaitu Kepala Desa Mata Pao,
Masyarakat Desa Mata Pao, Departemen Sastra Daerah, Dosen Pembimbing,
Teman-teman Seangkatan dan Orang Tua saya.
membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca
terutama bagi penulis.
Medan, Juni 2013 Penulis,
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra
Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah
bersedia dan selalu membimbing sampai selesainya skripsi ini.
3. Bapak Drs. Yos Rizal, MSP, selaku pembimbing I penulis yang telah
banyak mengorbankan waktu dan tenaga, serta di bawah arahan dan
bimbingan dari beliaulah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku pembimbing II dan sekretaris
Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara yang telah membantu dan membimbing penulis demi
menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen / staf pengajar Departemen Sastra Daerah dan Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan
membimbing penulis demi kelancaran dalam menyelesaikan
perkuliahan penulis.
6. Yang teristimewa kepada Ayahanda Aiptu Artinus Tarigan dan Ibunda
tercinta Lilis, yang telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga
kepada penulis sedari kecil sampai dengan sekarang sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana dari
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
7. Kakanda Nenny Widya Tarigan S.Pd yang telah memberikan motivasi
dan dorongan serta bantuan kepada penulis selama penyelesaian skripsi
ini.
8. Indah Lestari Sembiring yang telah banyak merubah hidup penulis
menjadi lebih baik, serta yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi
kepada penulis.
9. Rekan – rekan stambuk 2008, Surya Dharma, Fakhrizal Fahri ,
Mustaqim Tanjung, Rahmad Fadhlan Syahdi, Rendi Novrizal, Juni
Chaniago, Hasudungan, Girson Tarigan, Ardiani Tarigan, Rama Astika,
Widya, Fitri, Pinky, Nadila serta kawan – kawan lainnya.
10. Abang-abang, kawan-kawan dan adik-adik HMI, Kakanda Alang Vay,
Om Dari Irawadi, Kakanda Riki Likur, Kakanda Dera Sitinjak, Eka
Riwanda Sitepu, Eri Gondrong, Putra Jabal, Hasan Basri, Maya Ismed,
serta kawan-kawan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu per satu.
Terima kasih kepada kalian semua yang selalu memberikan masukan –
masukan serta dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat di PEMA USU, yaitu Oki Ferianda, Kakanda Mitra
Nasution (Pak Pres), Kakanda Arbi, Kakanda Habib, Kakanda Adi
Wika, Mahdi Fauzi, rahmad panjaitan serta seluruh jajaran
12. Seluruh keluarga besar IMSAD yang telah banyak memberikan
dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Bapak Kepala Desa dan Masyarakat Desa Mata Pao yang telah
memberi bantuan dalam memberikan izin penelitian dan memberikan
informasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat
mengucapkan terimakasih sedalam – dalamnya. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi kita semua.
Medan, Juni 2013
Penulis
Bobby Heryawan Tarigan
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR……….…... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI……….………...…... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1
1.2 Rumusan Masalah………... 6
1.3 Tujuan Penelitian………... 7
1.4 Manfaat Penelitian………...7
1.5 Anggapan Dasar ... 7
1.6 Lokasi Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra ………... 10
2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra...14
2.2 Teori Yang Digunakan..………... 16
2.2.1 Teori Struktural ... 16
2.2.2 Teori Sosiologi Sastra ... 20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar………..22
3.3 Jenis dan Sumber Data ...……….23
3.4 Instrumen Penelitian………...23
3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data...……...23
3.6 Metode Analisis Data ...24
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Keramat Kuda...25
4.1.1 Tema ...25
4.1.2 Alur atau Plot...26
4.1.3 Latar atau Setting...30
4.1.4 Perwatakan...35
4.2 Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Keramat Kuda... 42
4.2.1 Sifat Kikir dan Kejam...42
4.2.2 Sifat Sombong dan Angkuh...43
4.2.3 Kasih Sayang...44
4.2.4 Nasehat...45
4.2.5 Balas Budi...46
4.2.6 Sabar dan Tabah... 46
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan...48
5.2 Saran...49
Lampiran 2. Daftar Nama Informan...59
Lampiran 3. Foto Keramat Kuda...61
ABSTRAK
Bobby Heryawan Tarigan, 2013. Judul Skripsi : Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Terdiri dari 5 bab, 60 halaman.
Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita Keramat Kuda tersebut. Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik penelitian lapangan dan tinjuan pustaka.
Hasil yang dicapai dalam penelitian dilapangan menunjukan bahwa cerita Keramat Kuda terdapat unsur-usur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan seorang Datok Pao terhadap penduduk dan masyarakat setempat, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita Keramat Kuda terdiri dari beberapa tokoh yaitu Datok Pao, Tuan Syekh Maulana Maghribi dan Ramli. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa di dalam teks cerita lisan Keramat Kuda terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : sifat- sifat kikir, kejam, sombong dan angkuh serta kasih sayang, nasihat, balas budi, sabar dan tabah.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan cerminan dari sebuah realitas kehidupan sosial
masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiliki sifat-sifat yang abadi dengan
muatan kebenaran-kebenaran yang hakiki yang selalu ada selama manusia masih
ada. Karya sastra dipersiapkan sebagai ungkapan realitas kehidupan dan konteks
penyajiannya disusun secara terstruktur, menarik, serta menggunakan media
bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman pengetahuan secara
potensial memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan. Ditinjau dari
segi pembacaan karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat
menghadirkan gambaran dari refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan
nyata.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas beragam etnik, salah
satunya ialah etnik Melayu. Etnik Melayu memiliki karya sastra dan umumnya
masih berkisar pada sastra lisan. Sastra lisan itu sebagian besar tersimpan di dalam
ingatan orang tua atau tukang cerita yang saat ini jumlahnya semakin berkurang
karena perkembangan zaman dan tertutupnya orang tua atau tukang cerita untuk
menceritakan sastra lisan tersebut kepada generasi muda. Sastra lisan merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sastra tertulis. Sebelum munculnya sastra
sedangkan dengan adanya sastra tulis, sastra lisan terus hidup mendampingi sastra
tulis.
Oleh sebab itu, studi tentang sastra lisan merupakan hal yang penting bagi
para ahli yang ingin memahami peristiwa perkembangan sastra, asal mula
timbulnya genre sastra, serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Hal ini
disebabkan oleh adanya hubungan antara studi sastra lisan dengan sastra tulis
sebagaimana adanya kelangsungan tidak terputus antara sastra lisan dan sastra
tertulis ( Wellek dan Werren, 1998 : 47).
Sastra lisan merupakan suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat dan diwariskan turun menurun secara lisan. Ragam
sastra yang demikian tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan, pengisi waktu
senggang, serta penyalur perasaan, melainkan juga sebagai alat cermin sikap
pandangan kebudayaan serta alat pemelihara norma-norma masyarakat.
Sastra lisan termasuk cerita lisan, merupakan warisan budaya nasional dan
masih mempunyai nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, antara lain dalam hubungan
pembinaan apresiasi sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana
pemahaman gagasan dan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat.
Bahkan sastra lisan telah berabad-abad berperan sebagai dasar komunikasi antara
pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang berdasarkan lisan akan lebih
mudah digauli karena ada unsur yang dikenal masyarakat.
Dalam keadaan masyarakat yang sedang membangun, seperti halnya
sastra lisan, bahkan mustahil akan terabaikan di tengah-tengah kesibukan
pembangunan dan pembaharuan yang sedang meningkat. Sehingga dikhawatirkan
lama kelamaan akan hilang tanpa bekas atau berbagai unsurnya yang asli tidak
dapat dikenal lagi.
Mengingat kedudukan dan peranan sastra lisan yang cukup penting maka
penelitian sastra lisan perlu dilakukan sesegera mungkin, lebih-lebih lagi bila
diingat bahwa terjadinya perubahan dalam masyarakat, seperti adanya
kemajuan-kemajuan teknologi, adanya radio, televisi yang dapat menyebabkan berangsur
hilangnya sastra lisan di seluruh Nusantara. Dengan demikian, penelitian sastra
lisan berarti melakukan penyelamatan sastra lisan dari kepunahan, yang dengan
sendirinya merupakan usaha pewaris nilai budaya, karena dalam sastra lisan
banyak ditemui nilai-nilai serta cara hidup dan berfikir masyarakat (nilai-nilai
sosiologis masyarakat) yang memiliki sastra lisan. Hampir setiap suku bangsa
Indonesia mengenal adanya sastra lisan, demikian pula halnya dengan sastra lisan
Melayu Serdang.
Salah satu genre prosa rakyat dari kesusastraan Melayu adalah cerita
rakyat yang lahir dari etnik Melayu Serdang. Sastra lisan Melayu Serdang
merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang perlu diselamatkan. Salah satu
usaha penyelamatan adalah dengan mengadakan penelitian dan inventarisasi.
Di samping itu, penelitian ini bermanfaat pula sebagai salah satu upaya
pembinaan dan pengembangan sastra lisan yang bersangkutan, sekaligus
mempunyai manfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan budaya daerah
Keramat Kuda menceritakan tentang Datok Pao yang sombong dan angkuh, masyarakat sangat tidak menyukai Datok Pao karena sifatnya itu. Datuk
Pao memiliki kuda putih yang dirawat oleh Ramli salah satu pengurus kuda yang
dimiliki Datuk Pao. Ketika menunggangi kudanya yang bernama siputih datok
pao sangat sombong, karena tidak segan-segan menabrak orang atau masyarakat
setempat yang tidak mau minggir ketika dia ingin melintas. Suatu hari
diperjalanan, ketika Ramli dan Syekh Maulana Maghribi kembali dari menyiarkan
ajaran Rasulullah, samar-samar diujung jalan mereka melihat seorang gemuk
berkaca mata hitam, dipinggangnya tergantung pedang panjang mengendarai kuda
putih dengan kecepatan luar biasa hingga menyebabkan banyak debu
berterbangan diudara.
Biasanya setiap orang yang melihat pengendara kuda itu, mereka akan
menepi, untuk menghindar dari pengendara kuda yang sangat mereka benci Datok
Pao namanya. Datok Pao mempunyai sifat sombong, angkuh, kejam da tidak
pernah menghargai orang lain.
Dari jauh pun Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang
tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang
berbaju putih itu untuk menabraknya.
Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat ke
depan menghadang kuda agar jangan sampai menabrak gurunya tuan Syekh
Disaat akan terjadi benturan, tiba-tiba Siputih yang tidak pernah
melupakan Ramli memutar arah 180 derajat kebelakang, mengakibatkan kaca
mata Datok Pao tercampak jatuh dan pecah mengenai batu. Menerima keadaan itu
Datok Pao marah, iya melompat dari punggung siputih sembari mencabut pedang
dan menebaskannya kearah leher Ramli, untuk menghindarkan Ramli dari sabetan
pedang Datok Pao, Siputih mengangkat kedua kaki depannya dan menendang
Datok Pao. Pedang Datok Pao mengoyak perut Siputih, hingga mengakibatkan
Siputih tewas dan Datok Pao meninggal dengan kepala pecah terkena terjangan
Siputih. Melihat kejadian itu Ramli melompat memeluk tubuh Siputih dan
menangis sekuat-kuatnya. Orang yang tadinya menjauh, berdatangan dengan
wajah sedih dan penuh simpati kepada Siputih.
Ramli memohon izin kepada Syekh Maulana Maghribi untuk membuka
jubah putihnya sebagai pembalut tubuh kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli,
Syekh Maulana Maghribi dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu
menggali lubang untuk tempat peristirahatan siputih di tepi jalan dekat kejadian
tragis itu. Selesai mengubur siputih mereka beramai-ramai membawa mayat datok
pao untuk diserahkan kepada keluarganya di Istana duka. Tempat tewasnya datok
pao dan siputih sekarang disebut Desa Mata Pao, sementara kuburan Siputih
binatang yang tahu membalas budi itu, sampai sekarang terawat bersih yang
dinamakan masyarakat sekitar dengan sebuatan Keramat Kuda.
Penulis memilih judul ini karena masih minimnya pengetahuan masyarakat
tentang cerita ini dan banyaknya versi cerita yang tersebar di kalangan
Ditinjau dari segi kemasyarakatan, cerita ini sangat penting untuk dibahas
agar terhindar dari kepunahan, khususnya untuk masyarakat Melayu di Kabupaten
Serdang Bedagai. Maka penulis berusaha mengkaji kembali cerita Keramat Kuda
yang terdapat di desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu. Hal ini juga
menjadi tantangan tersendiri bagi penulis, karena sedikitnya informasi yang dapat
dijadikan referensi untuk menyempurnakan cerita rakyat Keramat Kuda ini. Maka
dengan ini penulis mengangkat cerita ini agar dapat menjadi dokumentasi dan
pengetahuan bagi generasi berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan maka diperlukan perumusan
masalah yang tepat agar pembahasan terhadap cerita rakyat Keramat Kuda tidak
meluas dan mencapai sasaran yang dikehendaki.
Permasalahan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini pada hakikatnya
mencakup aspek nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda. Untuk
mengetahui dan memahami aspek-aspek sosiologis dalam cerita rakyat tersebut
maka dianggap perlu untuk menelaah terlebih dahulu aspek-aspek pembangun
dari cerita rakyat tersebut atau unsur-unsur pembentuk dalam cerita (unsur
intrinsik) rakyat Keramat Kuda.
Adapun masalah yang akan dibahas dalam proposal adalah :
1. Struktur intrinsik yang membangun cerita rakyat Keramat Kuda yang
terdiri dari tema, alur, latar, dan perwatakan.
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah maka kajian sosiologis dalam cerita
rakyat Keramat Kuda secara khusus bertujuan untuk :
1. Mengetahui struktur intrinsik cerita rakyat Keramat Kuda yang terdiri atas
tema, alur, latar, dan perwatakan.
2. Mengetahui nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda
sebagai karya sastra Melayu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti adalah :
1. Membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur yang membangun
cerita rakyat Keramat Kuda.
2. Membantu pembaca untuk memahami nilai-nilai sosiologis dalam cerita
rakyat Keramat Kuda.
3. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat
diwariskan pada generasi yang akan datang.
4. Menjadi sumber informasi tentang kebudayaan Melayu, khususnya tentang
cerita rakyat Keramat Kuda pada masyarakat di Kabupaten Serdang
Bedagai.
1.5 Anggapan Dasar
Suatu penelitian memerlukan anggapan dasar yang dapat memberikan
gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang
titik tolak yang dapat diterima kebenarannya. Maka penulis memiliki anggapan
dasar bahwa dalam cerita rakyat Keramat Kuda terkandung nilai-nilai sosiologis
dari masyarakat pemilik cerita tersebut.
1.6 Lokasi Penelitian
Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu Kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara dengan luas Kabupaten 1.900.22 Km2 yang terletak pada
koordinat 03040’31 - 2230” LU 98056’37 - 9830” BT. Kabupaten Serdang
Bedagai memiliki 17 Kecamatan diantaranya adalah Kecamatan Kotarih, Silinda,
Bintang Bayu, Dolok Masihul, Serba Jadi, Sipis-Pis, Dolok Merawan, Tebing
Tinggi, Tebing Sei Bandar, Bandar Kalipah, Tanjung Beringin, Sei Rampah, Sei
Bamban, Teluk Mengkudu, Perbaungan, Pegajahan dan Pantai Cermin.
Kecamatan Teluk Mengkudu adalah daerah yang menjadi tempat penelitian,
tepatnya di Desa Mata Pao.
Kecamatan Teluk Mengkudu memiliki beberapa Desa diantaranya adalah
Desa Liberia, Sei Buluh, Pematang Setrak, Mata Pao, Makmur, Pasar Baru,
Sialang Buah, Pekan Sialang Buah, Pematang Guntung, Sentong, Bogak Besar
Dan Pematang Kualah.
Keadaan Penduduk
Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan data Biro pusat
Statistik pada tahun 2010 berjumlah 594.383 jiwa dengan komposisi yang
Masyarakat yang tinggal di Desa Mata Pao terdiri dari berbagai macam
suku, seperti Melayu, Jawa, dan Batak.
Penduduk yang berada di desa Mata Pao rata- rata mata pencariannya
adalah berkebun. Produk perkebunan unggulan di desa ini adalah kelapa sawit.
Namun sebagian masyarakat ada juga yang bekerja sebagai buruh pabrik dan
membuka warung makan dan bekerja di instansi Pemerintah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sosiologi dan Sastra
Membicarakan sosiologi dan sastra adalah membicarakan sampai di mana
hubungan antara sosiologi dan sastra. Secara institusional objek sosiologi dan
sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman
adalah gejala-gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama
dan menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiologi melukiskan
kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sastrawan
mengungkapkan melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif. Sastra juga
memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosionalitas.
Karena itu, Damono (1978: 6-8), mengatakan,
“Apabila ada dua orang sosiolog yang melakukan penelitian terhadap suatu masalah masyarakat yang sama, maka kedua penelitiannya cendrung sama. Sebaliknya, apabila dua orang seniman menulis mengenai masalah masyarakat yang sama, maka hasil karyanya pasti berbeda. Hakikat sosiologi adalah objektivitas,sedangkan hakikat karya sastra adalah subjektivitas dan kreativitas, sesuai pandangan masing-masing pengarang. Karya sastra yang sama dianggap plagiat”.
Sastra begitu dekat dengan manusia. Sastra tercipta untuk dinikmati,
dipahami dan dimanfaatkan manusia dalam suatu masyarakat. sebagai sesuatu
yang perlu dinikmati karya sastra harus mengandung keindahan yang berasal dari
keoriginalitas sehingga dapat memenuhi dan memuaskan kehausan estetika
masyarakat penikmatnya. Sebagai sesuatu yang perlu dipahami, karya sastra
sungguh-sungguh dan teliti oleh masyarakat pembacanya. Dengan demikian,
untuk mengungkap kandungan karya sastra dibutuhkan kepekaan luar biasa.
Sebagai sesuatu perlu dimanfaatkan, karya sastra mengandung nilai berharga yang
dapat dipergunakan untuk kesejahteraan manusia.
Banyak kenyataan sosial yang dihadapi manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Kenyataan sosial itu dapat berupa tantangan untuk
mempertahankan hidup, kebahagian dalam situasi keberhasilan, frustasi dalam
situasi kegagalan, kesedihan dalam situasi kemalangan, dan lain sebagainya.
Kenyataan sosial tersebut muncul sebagai akibat hubungan antar manusia,
hubungan antar masyarakat dan hubugan antar peristiwa dalam batin seseorang.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Damono (1984 : 4-5),
Bahwa,
“Kenyataan sosial tersebut mendapatkan perhatian sang pengarang,baik karena dia menyaksikan maupun dia mengalami sendiri. Dengan demikian, sastra, melalui ramuan pengarang, merefleksikan gambaran kehidupan. Namun,tujuan utama sang pengarang bukanlah menampilkan kenyataan sosial atau gambaran kehidupan,melainkan dia hendak menjadikan sastra sebagai resep kehidupan yang mampu menangkal penyakit dan manjur sebagai obat penyembuh. Sastra menjadi peralatan kehidupan manusia. Sastra dengan demikian berperan sebagai : 1. Pelipur lara, 2. Ungkapan kekesalan, 3. Kritik sosial, 4. Nasihat, 5. Teguran, 6. Pemasyarakatan manusia yang menderita”.
Secara sosiologi, sastra adalah strategi untuk menghadapi situasi yang
dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan. Situasi yang dialami
manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan
demikian, pengarang merupakan ahlu strategi.
Pengarang harus mampu menilai sesuatu dengan tepat dan teliti. Apabila
ahli strategi yang bijaksana tidak akan puas dengan strategi yang hanya
memuaskan dirinya sendiri. Pengarang akan waspada terhadap ancaman atau
bahaya yang sewaktu-waktu dapat menghadang.
Dengan ini dapat dilihat tiga aspek yang saling berhubungan yaitu
hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Hubungan ini bersifat sosial
dan tertuang dalam suatu karya sastra sebagai sarana penghubung antar sastrawan
dan masyarakat pembaca. Dengan demikian, pembicaraan ini bersifat sosiologis
yang disebut sosiologi sastra.
Dalam pembicaraan ini terdapat dua istilah ilmu yang perlu dijelaskan
untuk memberikan pengertian yang lebih dalam yaitu istilah sosiologi dan sastra.
Sosiologi (Soekanto, 1989 : 15-16), mengatakan,
“Suatu telaah atau studi yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama ; keluarga dengan moral ; hukum dengan ekonomi ; gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya), mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis, geologis dan sebagainya), dan mempelajari ciri-ciri umum semua jenis-jenis gejala sosial”.
Apabila kita berbicara tentang gejala sosial maka perhatian kita tertuju
pada hubungan manusia dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat dengan
lingkungannya, baik yang bersifat sosial budaya maupun tidak. Dengan
mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian,
keagamaan, politik, dan yang lainl-lain, kita mendapat tentang cara-cara manusia
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan, serta
Menurut Damono (1984 : 7) Sastra sebagaimana halnya sosiologi seperti yang
disebutkan di atas, “Berurusan dengan manusia dengan masyarakat yakni usaha
manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu.
Dalam hal ini, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi hasil atau masalah yang
sama”.
Sosiologi sastra juga mempunyai cakupan yang cukup luas sebagaimana
halnya dengan cakupan sastra seperti yang diuraikan diatas. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi sosiologi terhadap karya sastra yang
membicarakan hubungan dan pengaruh timbal balik antara sastrawan, sastra dan
masyarakat ( masyarakat pembaca dan kenyataan nilai-nilai sosiologis dalam
masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut), dengan menitik beratkan pada
realitas dan gejala nilai-nilai sosiologis yang ada diantara ketiganya. Dengan
batasan seperti itu tampaklah kecendrungan ke arah penyelidikan atau relasi
antara kenyataan yang hidup antara masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut
serta sikap budaya dan kreativitas pengarang sebagai anggota masyarakat.
Danandjaya (1999 : 414) mengatakan bahwa
“Berbagai alasan dapat mendorong seseorang untuk menganalisis keadaan sosial suatu masyarakat melalui karya sosial suatu masyarakat melalui karya sastra. Misalnya dengan membaca karangan Ranggawarsito maka ia dapat menemukan suatu khazanah nasihat-nasihat bijaksana mengenai sikap dan prilaku seseorang dalam masyarakat. Bahkan untuk karya sastra yang semacam itu, sangat relevan untuk mengerti kode etika dan harapan-harapan yang berlaku dalam masyarakat”.
Untuk mengetahui sikap dan prilaku seseorang di dalam suatu masyarakat
tertentu, apabila di daerah yang belum dikenal seseorang maka seseorang itu dapat
membaca atau menganalisis karya sastra. Sebab, katya sastra akan membicarakan
Dengan demikian, karya sastra melukiskan sikap dan prilaku suatu masyarakat
pada zamannya.
2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendekati sebuah karya sastra,
misalnya melalui aspresiasi. Apresiasi adalah penghargaan dan pemahaman atas
hasil seni atau budaya. Natawijaya (1980 : 3), mengatakan,
“Membuat tingkat aspresiasi dalam sosiologi sebagai pendekatan sastra. Tingkat aspresiasi sastra itu di bagi lima yaitu:
Tingkat penikmatan, tingkat penghargaan, tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan tingkat implikasi. Tingkat penikmatan dan penghargaan berdasarkan tingkat oprasionalnya masih bersifat monoton atau merasa senang serta bersifat pemilikan atau merasa kagum. Sedangkan tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan implikasi berdasarkan tindakan oprasionalnya telah bersifat studi dan meyakini akan karya sastra yang diapresiasi. Selain itu, pendekatan sastra dapat juga dilakukan melalui kritik. Kritik adalah upaya menentukan nilai hakiki pada sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan melalui pemahaman dan penafsiran yang tepat”.
Di samping tingkat apresiasi, ada pula cara lain yang dilakukan dalam
upaya mendekati sebuah karya sastra. Karya sastra terbagi atas dua yakni
berdasarkan bentuk dan isi. Maka cara lain yang penulis maksud adalah
berdasarkan isi karya sastra, yang misalnya nengandung nilai agama, psikologi,
filsapat dan lain-lain.
Meskipun bentuk pendekatan melalui salah satu tingkatan apresiasi atau
melalui satu jenis kritik, akan tetapi terkandung pendekatan tetap mengutamakan
isi karya sastra tersebut. Artinya, mendekati karya sastra itu melalui isi yang
dalam hal ini adalah sosiologi. Hanya yang menjadi masalah sekarang, apakah
Salleh (1980 : 64), juga mengatakan bahwa,
“Sosiologi menerima sumbangan dari sastra begitu pula sastra menerima sumbangan dari sosiologi. Hemat penulis, sumbangan yang dimaksud itu adalah sumbangan sosiologi pada sastra yakni masalah-masalah sosiologi dapat dijadikan sebagai saran pengembangan sosiologi kepada karya sastra, yakni masalah-masalah sosiologi dapat dijadikan sebagai sarana sosiologi”.
Dengan demikian, jelaslah sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu
pendekatan sastra, sebab antar sosiologi dan sastra saling menguntungkan. Hanya
perlu disadari bahwa karya sastra bukanlah merupakan cermin yang mendahului
pikiran masyarakat zamannya, melainkan karya sastra hanyalah cerminan
masyarakat zamannya.
2.2 Teori yang Digunakan
Penulis membahas penelitian ini berdasarkan teori struktur dari segi
intrinsik dan teori sosiologi sastra yang sesuai sehingga tidak menyimpang dari
apa yang diharapkan.
Pengertian teori menurut Pradopo, dkk (2001 : 35) ialah “Seperangkat
proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk
meramalkan, atau menjelaskan suatu fenomena. Teori juga dapat dilepaskan dari
fakta atau menjelaskan suatu fenomena”.
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk dan
berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam
memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang diperlukan untuk
membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi
penulis. Teori yang digunakan dalam pembahasan yaitu teori sruktur dari segi
rakyat keramat kuda dan sosiologi sastra dalam buku karangan Sapardi Djoko Damono.
2.2.1 Teori Struktural
Untuk melihat unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra diterapkan
teori struktural. Teori struktural diharapkan mendapatkan suatu hasil yang optimal
dari karya sastra yang akan dianalisis.
Teeuw (1984 : 135) berpendapat, “Analisis struktural bertujuan untuk
membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua
unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang
menyeluruh”.
Berdasarkan pedapat diatas, teori struktural adalah pendekatan yang
bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang
membangun karya sastra tersebut dalam suatu hubungan antara unsur
pembentuknya.
Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas
unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur, latar dan
penokohan.
1. Tema
Stanton (1965 : 88), tema adalah “Makna yang dikandung sebuah cerita.
Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung didalamnya menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring
Kemudian Fananie (2000 : 84) mengatakan, “Tema adalah ide, gagasan,
pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra”. Selanjutnya
Sudjiman (1978 : 74), “Tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama didalam
karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap”.
Dari pendapat di atas, jelas terungkap bahwa tema adalah suatu hal yang
penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin diungkapkan
pengarang.
2. Alur atau Plot
Semi (1984 : 45), “Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam
cerita yang disusun sebagai buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”.
Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa
yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau
masalah.
Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang
dikemukakan oleh Lubis (1981 : 17), yaitu :
“1. Situation ( pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
2. GeneratingCircumtances ( peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)
3. Rising Action ( keadaan mulai memuncak) 4. Climax ( peristiwa mencapai puncak)
5. Denowment ( pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua
peristiwa)”
3. Latar atau Setting
Daryanto ( 1997 : 35 ), “Latar atau setting adalah jalan (aturan, adap)
Selanjutnya, Sumarjo dan Saini ( 1991 : 76 ), menjelaskan bahwa “Latar bukan
hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita
menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu
menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang
menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya”.
Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara
konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada
pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah ada dan terjadi.
Pembaca, dengan demikian merasa dipermudah untuk mengoprasikan daya
imajinasi-nya, disamping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis
sehubungan dengan pengetahuan tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan
menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang di ceritakan sehingga
merasa lebih akrab. Hal ini dapat terjadi jika latar mampu mengangkat suasana
setempat , warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita.
Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, latar
waktu dan latar sosial.
4. Perwatakan atau Penokohan
Perwatakan atau karakter kadang-kadang disebut juga penokohan. Dalam
sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini
Hubungan perwatakan dan alur mejadi penting karena perwatakan adalah sifat
menyeluruh manusia yang disorot, termasuk perasaan, keinginan, cara berfikir dan
cara bertindak.
Bangun, dkk (1993 : 32), “Perwatakan atau tokoh dapat dilihat melalui
tiga aspek yaitu aspek psikologis, visiologis dan sosiologis”.
Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam hal ini pengertian sifat atau
ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh
dengan yang lainnya. Gambaran watak tokoh dapat diketahui melalui apa yang
diperankan dalam cerita tersebut, kemudian jalan pikirannya serta bagaimana
penggambaran fisik tokoh.
Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam
membentuk suatu personalita tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang
sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seseorang tokoh yang ada
dalam karyanya.
2.2.2 Teori Sosiologi Sastra
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sosiologi sastra sebagai
landasan teori dalam menganalisis cerita rakyat Keramat Kuda. Menurut teori ini,
karya sastra dilihat hubungannya dan kenyataan, di mana karya sastra itu
mencerminkan kenyataan-kenyataan yang mengandung arti luas, yakni segala
sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh sosiologi sastra.
Abrams (Damono, 1981 : 179), mengatakan bahwa “Sosiologi sastra
prihatin utama pada cara atau keadaan seseorang pengarang dipengaruhi kelas
sosialnya, ideologi sosialnya, kondisi ekonominya, profesinya, dan pembaca”.
Welleek dan Warren dalam (Damono,1999 : 84),
“Mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi : pertama, sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yanag memasalahka karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra”.
Adapun nilai-nilai sosiologis menurut pendapat Welleek dan Werren
adalah sistem politik, ekonomi dan sosial. Hal ini untuk melihat pengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan bersifat
deskriptif, yang oleh Nawawi (1987 : 63) diartikan “Sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek
atau subjek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.
Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendeskripsikan
data-data fakta yang terdapat didalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur
pembentuk ceritanya dan nilai-nilai sosiologisnya.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di desa Mata Pao kecamatan Teluk Mengkudu
kabupaten Serdang Bedagai. Penulis memilih lokasi ini karena masih banyak
masyarakat yang melakukan ritual di Keramat Kuda tetapi tidak mengetahui
benar cerita Keramat Kuda yang sebenarnya, penulis juga mengetahui lokasi ini
karena penulis tinggal di kabupaten yang sama. Maka penulis ingin mengetahui
lebih dalam tentang cerita rakyat Keramat Kuda tersebut agar nanti nya cerita ini
3.3 Jenis Sumber Data
Jenis sumber data dalam penelitian ini adalah lisan, yang diambil langsung
kelapangan dengan mengambil data dari beberapa informan di desa Mata Pao
Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.
3.4 Instrumen Penelitian
Alat instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat perekam,
alat tulis, buku catatan, dan kamera.
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Metode observasi, yaitu dimana penulis langsung melakukan
pengamatan pada objek penelitian.
2. Metode wawancara tidak berstruktur, yaitu melakukan wawancara
terhadap informan yang dianggap dapat memberikan informasi atau
data-data tentang objek yang diteliti tanpa memberikan daftar
pertanyaan, dengan menggunakan teknik :
a. Teknik rekam, yaitu merekam informasi atau data yang diberikan
informan.
b. Teknik catat, mencatat semua keterangan yang diperoleh dari
3. Metode kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan
mempelajari buku-buku, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang
berhubungan dengan topik penelitian.
3.6 Metode Analisis Data
Tahap untuk menyelesaikan sebuah data yang terkumpul adalah
menganalisisnya. Penulis menggunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif
yaitu penelitian yang menentukan, dan menganalisis melalui studi pustaka, seperti
berikut :
a. Mengadakan penyeleksian terhadap data yang diperoleh, data yang
dianggap kurang mendekati akan dieleminasi dan data yang mendekati
akan menjadi prioritas utama dalam menyeleksi data.
b. Menetapkan langkah-langkah pendekatan analisis struktur dari segi
intrinsik berdasarkan data yang telah diklasifikasikan.
c. Menganalisis data dan menginterprestasikan data dengan pendekatan
sosiologi.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Keramat Kuda
4.1.1 Tema
Tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan
seorang Datok Pao terhadap penduduk atau masyarakat setempat. Unsur-unsur
kesombongan yang dijumpai dalam cerita Keramat Kuda dapat dilihat dari
kutipan berikut :
“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil".
Hal ini mengingatkan kita agar tidak sombong karena kekayaan yang
dimiliki. Diceritakan pula bahwa Datok Pao sebagai orang yang kaya sangat
sombong dan angkuh ketika menunggangi kuda miliknya, terlihat jelas pada
kutipan berikut :
Hal ini melihatkan begitu sombong dan agkuhnya Datok Pao ketika
menunggangi kuda miliknya tanpa memperdulikan penduduk lain yang melitas
atau sekedar berpapasan dengannya.
Dalam bagian cerita ini diceritakan bahwa kesombongan dan keangkuhan
Datok Pao tidak terlepas dari kekuatan yang dimilikinya, kekuatan itu terletak
pada kaca mata hitam yang dikenakannya, hal itu menyebabkan dalam
perkelahiannya Datok Pao tidak sekalipun terkalahkan.
Akan tetapi sesombong dan sekuat apapun Datok Pao, iya akhirnya
meninggal dunia akibat kesombongan dan keangkuhanya sendiri, ia meninggal
akibat terjangan kaki kuda nya (Siputih) sendiri yang tidak terima orang yang
selalu merawatnya aka ditebas lehernya oleh Datok Pao.
Dari cerita Keramat Kuda tampak unsur-unsur kesombongan yang dimilki
oleh Datok Pao sebagai orang kaya pada zamannya. Berdasarkan paparan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa tema dari Keramar Kuda adalah kesombongan
dan keangkuhan dapat merugikan diri sendiri.
4.1.2 Alur atau Plot
1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
Situation merupakan tahap awal dari bagian sebuah cerita dan
memperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah kisah atau
Cerita Keramat Kuda ini mengisahkan tentang seorang anak yang bernama Ramli, yang terpaksa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Hal ini didukung oleh kutipan cerita berikut :
“Dikampung mengkudu, tinggal seorang anak bernama Ramli, Ramli sejak kecil sudah mejadi yatim piatu, ia terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai pengurus kuda juragan kaya Datok Pao namanya”.
2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)
Peristiwa selanjutnya mulai terjadi setelah melihat sifat Datok Pao yang
kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita
berikut :
“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil”.
3. Rising Action (keadaan mulai memuncak)
Keadaan mulai memuncak ketika Datok Pao dengan sombong dan angkuh
menunggangi kuda putihnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :
“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai Siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli orang itu anak-anak atau pun yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan Siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung mengkudu sangat membencinya, da bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.
Rising Action terus meningkat saat Datok Pao melempar keluar Ramli dari
“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh Ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.
“Datok Pao terkejut melihat keadaan Siputih, langkahnya lamban, matanya merah berair, hidungnya mengeluarkan lendir dan tubuhnya panas tinggi”.
“Hei, budak celaka, kenapa siputih?”, bentaknya dengan suara kasar. Ramli menjawab dengan ketakutan, “Siputih, siputih sakit Datok.” “Sakit? Kenapa dia sakit, apa tidak kau urus?” sergahnya kasar, sambil mendekati ramli dan melayangkan tangannya yang besar ke pipi Ramli”.
“Menerima tamparan itu Ramli tersungkur, pipinya merah, bibirnya pecah berdarah. “Ampun, ampunkan hamba Datok,” mohon Ramli dengan suara kesakitan”.
“Tanpa merasa kesihan, dengan barangnya Datok Pao menendang Ramli, kemudian melemparkannya keluar Istana. Ramli pingsan, melihat itu Datok Pao meninggalkannya, kemudian dia membawa Siputih ke tabib hewan yang ada di kampung Mengkudu”.
4. Climax (peristiwa mencapai puncak)
Peristiwa mencapai puncak setelah Datok Pao melihat dua pria tak mau
menepi ketika iya ingin lewat, kebetulan dua pria itu adalah Ramli dan gurunya
Tuan Syekh Maulana Maghribi yang baru pulang dari menyiarkan ajaran
Rasulullah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :
“Dari jauh pun Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang berbaju putih itu untuk menabraknya”.
“Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat kedepan menghadang kuda, jangan sampai menabrak gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi yang sangat dicintai dan dihormatinya”.
“Disaat akan terjadi benturan, tiba-tiba Siputih yang tidak pernah melupakan Ramli memutar arah 180 derajat kebelakang, mengakibatkan kaca mata Datok Pao tercampak jatuh dan pecah mengenai batu”.
untuk menghindarkan Ramli dari sabetan pedang Datok Pao, Siputih mengangkat kedua kaki depannya dan menerkam Datok Pao”.
“Pedang Datok Pao mengoyak perut Siputih, hingga mengakibatkan Siputih tewas dan Datok Pao meninggal dengan kepala pecah terkena terjangan Siputih. Melihat kejadian itu Ramli melompat memeluk tubuh Siputih dan menangis sekuat-kuatnya”.
5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dalam sebuah
peristiwa)
Pada tahapan ini Tuan Syekh Maulana Maghribi memberikan wajangan
kepada masyarakat yang melihat kejadian tersebut. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan cerita berikut :
“Orang yang tadinya menjauh, berdatangan dengan wajah sedih dan penuh simpati kepada siputih. Orang tua bijak Tuan Syekh Maulana Maghribi menatap kejadian itu dengan wajah penuh kasih sayang dan berwibawa sembari mengucapkan, “Innalillahi Wa Inna lllahi Raji’un. Dari Allah kembali kepada Allah. Binatang tahu balas budi mudah-mudahan dia menjadi binatang penghuni Surga kelak”.
“Kemudian orang tua bijak itu memberi wejangan kepada yang hadir bahwa, dalam hidup ini kita harus saling kasih mengasihi antara sesama makhluk hidup. Jalan merupakan transportasi umum, janganlah berbuat sesuka hati, misalnya dijalanan kita berkendara haruslah menghargai pemakain jalan lainnya, jangan berkendara sangat cepat karena dapat mengganggu orang lain”.
“Hargai yang lebih tua dari kita, misalnya walau kita mengendarai kendaraan super hebat, jangan sombong itu semua pinjaman dari tuhan, dari itu jika bertemu dengan orang tua dijalan hendaknya kita bertutur sapa, bersopan santun dengan cara memberi tumpangan atau bertegur sapa”.
Tempat tewasnya Datok Pao dan Siputih sekarang disebut Desa Mata Pao,
sementara kuburan Siputih binatang yang tahu membalas budi itu, sampai
sekarang terawat bersih yang dinamakan masyarakat sekitar dengan sebuatan
Keramat Kuda.
4.1.3 Latar atau Setting
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan
pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial.
Menurut Nurgiyantoro (2001 : 227) “Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga
unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur ini walau
masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara
sendiri , pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya”. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Latar tempat, latar ini menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang digunakan
berupa tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu maupun lokasi
tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah
nama-nama yang dijumpai dalam dunia nyata misalnya hutan, pantai, desa dan
lain-lain.
b. Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah
ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan
dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan
untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha
memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang
diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya
persamaan perkembangan atau kesejalanan waktu tersebut juga
dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu
sungguh-sungguh ada dan terjadi.
c. Latar sosial, latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubugan dengan
prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan
dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Dia dapat berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir
dan bersikap dan lain-lain.
Setelah penulis membaca dan memahami cerita rakyat Keramat Kuda
maka latar yang terdapat dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut :
1. Latar tempat, latar tempat yang ada pada cerita Keramat Kuda yaitu :
a. Di kampung Mengkudu, tempat tinggal Ramli yang bekerja untuk
Datok Pao sebagai pengurus kuda. Kutipan cerita yang menegaskannya
adalah :
b. Di instal besar (kandang besar), tempat Datok Pao memelihara
kudanya, disini juga tempat ramli merawat kuda Datok Pao. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Datok Pao memiliki ribuan ekor kuda terawat sehat dan kuat. Kuda itu ditempatkannya pada istal besar (kandang besar) dibelakang istananya. Diantara ribuan ekor kuda itu, ada seekor kuda berwarna”. putih yang menjadi kuda kesayangan Datok Pao. Tidak seorang pun boleh memberi makan, memandikan atau menyentuh kuda putih itu kecuali Ramli.
c. Di pondok beratap nipah, tempat ramli sadar setelah beberapa lama
pingsan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Entah berapa lama ramli pigsan, ketika dia sadar, dia telah berbaring disebuah dipah kayu beralaskan kain putih di pondok beratap nipah di tepi muara sungai yang banyak tumbuh pohon nipah. (Mungkin disebabkan banyaknya pohon nipah sekarang tempat itu disebut orang kampung nipah dekat pantai kelang)”.
d. Di tepi jalan, tempat Siputih di kuburkan. Hal ini dapat dilihat pada
kutipan cerita berikut :
“Setelah Tuan Syekh Maulana Maghribi memberikan wejangan, Ramli memohon izin padanya untuk membuka jubah putihnya sebagai pembalut tubuh kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli, orang tua bijak itu dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu menggali lubang untuk tempat peristirahatan Siputih ditepi jalan dekat kejadian tragis itu”
e. Di Istana Datok, masyarakat menyerahkan mayat Datok Pao. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :
2. Latar waktu, dalam cerita Keramat Kuda ini seperti yang biasa pada
sebuah karya sastra lama klasik lainnya. Dalam cerita Keramat Kuda ini
waktu yang diceritakan sebagian besar tidak dinyatakan dengan tepat dan
jelas. Misalnya pada zaman dahulu, pada suatu hari, sore harinya, setelah
beberapa minggu, setelah beberapa tahun, seminggu, beberapa minggu,
setelah dua bulan, akhirnya mereka sampai, entah berapa lama, lebih
kurang, sepekan lamanya, baru kembali dan sebagainya. Dan tidak jarang
juga disebutkan jangka waktunya, satu malam, dua malam, minggu
berganti bulan, dua bulan berlayar dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan cerita berikut :
a. Suatu hari, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Suatu hari ramli diserang sakit demam dan flu, walaupun dalam keadaan sakit ia tidak pernah melupakan tugasnya mengurus Siputih. Sambil batuk dan bersin, dikeluarkannya siputih dari istal, kemudian digosok- gosoknya kepala Siputih seperti biasanya”.
b. Sore harinya, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh Ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.
c. Entah berapa lama, dapat dilihat pada kutipan berikut :
d. Baru kembali, dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Alhamdulillah, hamba baru kembali menyiarkan ajaran Rasulullah dikerajaan Bedagai, dengan izin Allah hamba melintas didepan Istana Datok Pao, dengan mata hati, hamba melihat keadaanmu yang penuh penderitaan, rindu sentuhan kasih sayang, kita berjodoh, maka hamba memutuskan membawa engkau ke gubuk hamba yang buruk ini”.
e. Sejak hari itu, dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Sejak hari itu Ramli belajar dan mengurus kebutuhan orang tua agung dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Iya selalu dibawa orang tua bijak itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu Negeri ke Negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.
3. Latar sosial, dalam cerita Keramat Kuda adalah keadaan sosial secara
keseluruhan yang ada di dalam cerita. Latar sosial mengarah kepada hal –
hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Tata cara
kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
spiritual, dan lain sebagainya. Dalam cerita ini Datok Pao dianggap
sebagai orang kaya yang memiliki banyak kuda atau disebut sebagai
juragan kuda dan memiliki istananya sendiri, dalam hal ini gelar datok
juga tersemat pada namanya yang bila ditinjau dari segi
kemasyarakatannya akan adanya sikap masyarakat melayu terhadap datuk.
Dengan adanya gelar dan kelas sosial yang berbeda ini jelas dapat terlihat
Dalam cerita ini juga dapat dilihat kelas sosial yang dimiliki Ramli,
dimana Ramli hanya seorang yatim piatu yang harus bekerja sebagai
pengurus kuda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada
cerita ini sangat jelas terlihat latar sosial yang berbeda antara Datok Pao
dan Ramli, yang secara kelas sosial mereka sangat jauh berbeda.
Suasana umum tokoh cerita yang termasuk di dalam latar ini dimaksudkan
untuk memudahkan tanggapan terhadap masalah yang akan timbul
kemudian. Dalam kesempata ini, latar yang membawa sebagian
perwatakan atau tokoh akan dibahas pada penokohan.
4.1.4 Perwatakan
Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan
istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan atau karakter dan
karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.
Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan. Pada karya sastra, alur
dan perwatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, hal ini dikarenakan alur
meyakinkan kita tentang watak dan tokoh – tokoh yang beraksi dan bereaksi.
Istilah tokoh menunjukan pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai
jawaban terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?”, atau
“ada berapa orang pelaku dalam cerita rakyat itu?”, atau siapakah tokoh
pratagonis dan antagonis dalam cerita itu?”, dan sebagainya. Watak, perwatakan
dan karakter, menunjukan pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan
dan karakterisasi, kareakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter
dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak
tertentu dalam sebuah cerita.
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam
beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja
dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai
tokoh utama-protagonis- berkembang-tipikal, adapun jenis-jenis tokoh cerita
tersebut adalah :
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus
sehingga terus mendominasi sebagai besar cerita, dan sebaliknya, ada
tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan
itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang
disebut pertama adalah tokoh utama (central character, main character),
sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh
utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita
yang bersangkutan.
b. Tokoh Protagonis dan Antagonis
Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam perkembangan plot dapat
dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi
antagonis. Membaca sebuah karya sastra , pembaca sering
mengidentifikasikan diri dengan tokoh tertentu, memberikan simpati dan
simpati melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh
yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis
(alterband dan lewis dalam nurgiyantoro, 2001 : 178).
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang
mendahulukan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Demikian
pula sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang menampilkan sesuatu
yang tidak sesuai dengan pandangan kita, tidak sesuai dengan
norma-norma dan nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh
sederhana (simple atau flat character)dan tokoh kompleks atau tokoh
bulat(complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai
seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya. Dan tokoh bulat atau komleks adalah tokoh yang memiliki dan
diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati
dirinya.
Setelah membaca dan memahami cerita rakyat Keramat Kuda dapat
1. Watak atau Tokoh Cerita
Tokoh utama dari cerita rakyat Keramat Kuda adalah Ramli karena tokoh
ini adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dalam cerita rakyat tersebut.
Mulai dari awal cerita sampai akhir cerita, fokus cerita lebih banyak ditujukan
pada Ramli.
Sedangkan tokoh sederhana dalam cerita rakyat Keramat Kuda adalah
tokoh Tuan Syekh Maulana Maghribi. Tokoh ini merupkan tokoh yang tidak
diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya.
Dan tokoh bulat dalam cerita rakyat Keramat Kuda adalah Datok Pao.
Tokoh ini memiliki kapasitas yang hampir sama dengan tokoh Ramli, namun
porsinya lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh Ramli, tokoh ini juga
merupakan tokoh yang banyak diceritakan dalam cerita rakyat tersebut, namun
fokus cerita lebih ditunjukan pada Ramli, tokoh ini lebih banyak mengungkap
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya.
2. Perwatakan atau Penokohan
Tokoh cerita dalam cerita rakyat Keramat Kuda terdiri dari tiga yaitu
Ramli, Datok Pao dan Tuan Syekh Maulana Maghribi. Adapun perwatakan dari
a. Ramli
Ramli adalah tokoh yang memiliki sifat penyayang. Hal ini terlihat ketika
ia mengurus kuda putih milik Datok Pao yang penuh kasih sayang dalam
mengurus kuda putih tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Ramli sangat sayang pada Siputih (panggilan kuda putih), setiap pagi ia menggosok-gosok dan mengelus-elus Siputih dan mengajaknya berbicara seperti manusia. Sepertinya Siputih mengerti semua perkataan Ramli, kuda itu tersenyum dan menggoyang- goyangkan kepalanya penuh menja mendengar ucapan Ramli. Sebagai tanda sayang dan cintanya kepada ramli putih selalu menjilat-jilat wajah Ramli”.
Selain penyayang, Ramli juga adalah seorang pemuda yang tahu cara
berterima kasih dan rasa hormat yang tinggi pada Gurunya Tuan Syekh Maulana
Maghribi. Dimana iya mengurus kebutuhan orang tua agung itu dengan tulus
ikhlas penuh pengabdian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :
“Sejak hari itu Ramli belajar dan mengurus kebutuhan orang tua agung dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Iya selalu dibawa orang tua bijak itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu negeri ke negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.
Rasa cinta dan hormat itu juga ditunjukan ramli pada kutipan cerita berikut :
b. Datok Pao
Datok Pao adalah tokoh yang memilki sifat kikir dan kejam. Sifat kikir
dan kejamnya itu terlihat ketika ia memperlakukan para pembantunya dengan
sangat tidak selayaknya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil”.
Selain sifat kikir dan kejam, tokoh Datuk Pao juga digambarkan sebagai
tokoh yang sombong dan angkuh. Kesombongan dan keangkuhannya dapat dilihat
ketika ia menunggang kuda putih miliknya itu, dengan rasa sombong dan angkuh
dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dan tidak mau minggir ketika ia
ingin lewat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli oraang itu anak-anak atau pu yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan Siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung mengkudu sangat membencinya, da bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.
c. Tuan Syekh Maulana Maghribi
Tuan Syekh Maulana Maghribi adalah tokoh yang memiliki sifat penuh
kasih sayang dan rendah hati. Kasih sayang dan kerendahan hatinya itu terlihat
“Ramli berteriak minta ampun,” ampun hamba Datok, hamba bersalah, sebab kesalahan hamba siputih sakit, ampunkan hamba Datok.”
“Mendengar teriakan itu seorang tua bertubuh tinggi semampai memiliki wajah lembut putih bersih penuh kasih sayang, berpakaian jubah putih keluar dari dapur membawa setempurung air”.
“Dengan suara lembut penuh kasih sayang orang tua bijak itu berkata, ”sudahlah anakku, engkau aman disini, sekarang minumlah air putih ini, baru engkau bercerita apa sebabnya engkau sampai seperti ini”.
“Sebelum meminum air putih pemberian orang tua bijak itu, ramli mengucapkan terima kasih terlebih dahulu, kemudian dia membaca bismillah barulah dia minum air itu sampai habis”.
“Ramli menceritakan kejadian yang dialaminya pagi tadi, kemudian bertanya kepada orang tua bijak tersebut, mengapa dia sampai ada dipondok ini”.
“Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan orang tua bijak menceritakan bahwa allah telah mengatur pertemuan Ramli dengannya”.
“Alhamdulillah, hamba baru kembali menyiarkan ajaran Rasulullah dikerajaan Bedagai, dengan izin Allah hamba melintas didepan Istana Datok Pao, dengan mata hati, hamba melihat keadaanmu yang penuh penderitaan, rindu sentuhan kasih sayang, kita berjodoh, maka hamba memutuskan membawa engkau ke gubuk hamba yang buruk ini”.
“Mendengar tutur lembut penuh kasih sayang dan tatapan mata penuh wibawa orang tua itu, tahulah ramli bahwa ia berhadapan dengan orang tua bijak yang sangat terkenal, Tuan Syekh Mulana Maghribi yang berhati lembut penuh kasih sayang, hampir semua orang merindukan pertemuan dengan mengharapkan bimbingan serta petunjuk dari beliau”.
Selain memiliki sifat penuh kasih sayang dan sabar, Tuan Syekh Maulana
Maghribi juga memiliki sifat pembimbing, sifat itu ditunjukan kepada Ramli,
dimana Ramli dibimbing untuk mejadi orang yang kelak dikasihi Allah. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :
“Tuan Syekh Maulana Maghribi tersenyum penuh kasih sayang, dibangkitkannya ramli dan mengajak ramli mengangkat tangan sembari berdoa memohon Ridho Allah”.
itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu negeri ke negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.
Demikian lah paparan watak dan perwatakan dalam cerita rakyat keramat
kuda. Berdasarkan paparan tersebut terlihat bahwa watak atau tokohnya hanya tiga orang. Yaitu Ramli, Datok Pao dan Tuan Syekh Maulana Maghribi yang
digambarkan dengan baik karena watak ketiga tokoh tersebut sangat hidup
layaknya manusia dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan
perwatakannya yang digambarkan oleh pengarang seperti sifat dan prilaku
manusia dalam kehidupan yang nyata pada zamannya.