• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI SOSIOLOGIS CERITA RAKYAT KERAMAT KUDA PADA MASYARAKAT DESA MATAPAO KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Skripsi Sarjana

Dikerjakan Oleh

NAMA : Bobby Heryawan Tarigan NIM : 080702005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN

(2)

NILAI-NILAI SOSIOLOGIS CERITA RAKYAT KERAMAT KUDA PADA MASYARAKAT DESA MATAPAO KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKIRIPSI SARJANA

Dikerjakan Oleh

NAMA : BOBBY HERYAWAN TARIGAN

NIM : 080702005

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Yos Rizal, MSP. Dra. Herlina Ginting, M.Hum. NIP 196606171992031003 NIP 196402121988032001

Diketahui Oleh : Departemen Sastra Daerah

Ketua

(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu

Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari / Tanggal : ………..

Fakultas Ilmu Budaya USU

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A

NIP 195110131976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. ……….. ……….

2. ……….. ……….

3. ……….. ……….

4. ……….. ……….

(4)

Disetujui Oleh :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN

2013

Departemen Sastra Daerah

Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum.

(5)

ABSTRAK

Bobby Heryawan Tarigan, 2013. Judul Skripsi : Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Terdiri dari 5 bab, 60 halaman.

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita Keramat Kuda tersebut. Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik penelitian lapangan dan tinjuan pustaka.

Hasil yang dicapai dalam penelitian dilapangan menunjukan bahwa cerita Keramat Kuda terdapat unsur-usur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan seorang Datok Pao terhadap penduduk dan masyarakat setempat, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita Keramat Kuda terdiri dari beberapa tokoh yaitu Datok Pao, Tuan Syekh Maulana Maghribi dan Ramli. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa di dalam teks cerita lisan Keramat Kuda terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : sifat- sifat kikir, kejam, sombong dan angkuh serta kasih sayang, nasihat, balas budi, sabar dan tabah.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu :. Bab I : Pendahuluan, Bab II : Tinjaun Pustaka, Bab III : Metode Penelitian, Bab

IV : Pembahasan, Bab V : Kesimpulan dan Saran.

Judul ini dipilih berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Mata Pao yang terdapat di desa Mata Pao, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Sedang

Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Terwujudnya skripsi ini bukanlah semata –

mata jerih payah penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Maka dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih

yang sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan

moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Hal ini

dapat dilaksanakan berkat bantuan berbagai pihak yaitu Kepala Desa Mata Pao,

Masyarakat Desa Mata Pao, Departemen Sastra Daerah, Dosen Pembimbing,

Teman-teman Seangkatan dan Orang Tua saya.

(7)

membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca

terutama bagi penulis.

Medan, Juni 2013 Penulis,

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra

Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah

bersedia dan selalu membimbing sampai selesainya skripsi ini.

3. Bapak Drs. Yos Rizal, MSP, selaku pembimbing I penulis yang telah

banyak mengorbankan waktu dan tenaga, serta di bawah arahan dan

bimbingan dari beliaulah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku pembimbing II dan sekretaris

Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara yang telah membantu dan membimbing penulis demi

menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen / staf pengajar Departemen Sastra Daerah dan Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan

membimbing penulis demi kelancaran dalam menyelesaikan

perkuliahan penulis.

6. Yang teristimewa kepada Ayahanda Aiptu Artinus Tarigan dan Ibunda

tercinta Lilis, yang telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga

(9)

kepada penulis sedari kecil sampai dengan sekarang sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana dari

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

7. Kakanda Nenny Widya Tarigan S.Pd yang telah memberikan motivasi

dan dorongan serta bantuan kepada penulis selama penyelesaian skripsi

ini.

8. Indah Lestari Sembiring yang telah banyak merubah hidup penulis

menjadi lebih baik, serta yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi

kepada penulis.

9. Rekan – rekan stambuk 2008, Surya Dharma, Fakhrizal Fahri ,

Mustaqim Tanjung, Rahmad Fadhlan Syahdi, Rendi Novrizal, Juni

Chaniago, Hasudungan, Girson Tarigan, Ardiani Tarigan, Rama Astika,

Widya, Fitri, Pinky, Nadila serta kawan – kawan lainnya.

10. Abang-abang, kawan-kawan dan adik-adik HMI, Kakanda Alang Vay,

Om Dari Irawadi, Kakanda Riki Likur, Kakanda Dera Sitinjak, Eka

Riwanda Sitepu, Eri Gondrong, Putra Jabal, Hasan Basri, Maya Ismed,

serta kawan-kawan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu per satu.

Terima kasih kepada kalian semua yang selalu memberikan masukan –

masukan serta dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat di PEMA USU, yaitu Oki Ferianda, Kakanda Mitra

Nasution (Pak Pres), Kakanda Arbi, Kakanda Habib, Kakanda Adi

Wika, Mahdi Fauzi, rahmad panjaitan serta seluruh jajaran

(10)

12. Seluruh keluarga besar IMSAD yang telah banyak memberikan

dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Bapak Kepala Desa dan Masyarakat Desa Mata Pao yang telah

memberi bantuan dalam memberikan izin penelitian dan memberikan

informasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat

mengucapkan terimakasih sedalam – dalamnya. Semoga skripsi ini bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, Juni 2013

Penulis

Bobby Heryawan Tarigan

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR……….…... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI……….………...…... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah………... 6

1.3 Tujuan Penelitian………... 7

1.4 Manfaat Penelitian………...7

1.5 Anggapan Dasar ... 7

1.6 Lokasi Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra ………... 10

2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra...14

2.2 Teori Yang Digunakan..………... 16

2.2.1 Teori Struktural ... 16

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar………..22

(12)

3.3 Jenis dan Sumber Data ...……….23

3.4 Instrumen Penelitian………...23

3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data...……...23

3.6 Metode Analisis Data ...24

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Keramat Kuda...25

4.1.1 Tema ...25

4.1.2 Alur atau Plot...26

4.1.3 Latar atau Setting...30

4.1.4 Perwatakan...35

4.2 Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Keramat Kuda... 42

4.2.1 Sifat Kikir dan Kejam...42

4.2.2 Sifat Sombong dan Angkuh...43

4.2.3 Kasih Sayang...44

4.2.4 Nasehat...45

4.2.5 Balas Budi...46

4.2.6 Sabar dan Tabah... 46

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan...48

5.2 Saran...49

(13)

Lampiran 2. Daftar Nama Informan...59

Lampiran 3. Foto Keramat Kuda...61

(14)

ABSTRAK

Bobby Heryawan Tarigan, 2013. Judul Skripsi : Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Terdiri dari 5 bab, 60 halaman.

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita Keramat Kuda tersebut. Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik penelitian lapangan dan tinjuan pustaka.

Hasil yang dicapai dalam penelitian dilapangan menunjukan bahwa cerita Keramat Kuda terdapat unsur-usur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan seorang Datok Pao terhadap penduduk dan masyarakat setempat, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita Keramat Kuda terdiri dari beberapa tokoh yaitu Datok Pao, Tuan Syekh Maulana Maghribi dan Ramli. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa di dalam teks cerita lisan Keramat Kuda terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : sifat- sifat kikir, kejam, sombong dan angkuh serta kasih sayang, nasihat, balas budi, sabar dan tabah.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan cerminan dari sebuah realitas kehidupan sosial

masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiliki sifat-sifat yang abadi dengan

muatan kebenaran-kebenaran yang hakiki yang selalu ada selama manusia masih

ada. Karya sastra dipersiapkan sebagai ungkapan realitas kehidupan dan konteks

penyajiannya disusun secara terstruktur, menarik, serta menggunakan media

bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman pengetahuan secara

potensial memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan. Ditinjau dari

segi pembacaan karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat

menghadirkan gambaran dari refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan

nyata.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas beragam etnik, salah

satunya ialah etnik Melayu. Etnik Melayu memiliki karya sastra dan umumnya

masih berkisar pada sastra lisan. Sastra lisan itu sebagian besar tersimpan di dalam

ingatan orang tua atau tukang cerita yang saat ini jumlahnya semakin berkurang

karena perkembangan zaman dan tertutupnya orang tua atau tukang cerita untuk

menceritakan sastra lisan tersebut kepada generasi muda. Sastra lisan merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sastra tertulis. Sebelum munculnya sastra

(16)

sedangkan dengan adanya sastra tulis, sastra lisan terus hidup mendampingi sastra

tulis.

Oleh sebab itu, studi tentang sastra lisan merupakan hal yang penting bagi

para ahli yang ingin memahami peristiwa perkembangan sastra, asal mula

timbulnya genre sastra, serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Hal ini

disebabkan oleh adanya hubungan antara studi sastra lisan dengan sastra tulis

sebagaimana adanya kelangsungan tidak terputus antara sastra lisan dan sastra

tertulis ( Wellek dan Werren, 1998 : 47).

Sastra lisan merupakan suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di

tengah-tengah masyarakat dan diwariskan turun menurun secara lisan. Ragam

sastra yang demikian tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan, pengisi waktu

senggang, serta penyalur perasaan, melainkan juga sebagai alat cermin sikap

pandangan kebudayaan serta alat pemelihara norma-norma masyarakat.

Sastra lisan termasuk cerita lisan, merupakan warisan budaya nasional dan

masih mempunyai nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk

kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, antara lain dalam hubungan

pembinaan apresiasi sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana

pemahaman gagasan dan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat.

Bahkan sastra lisan telah berabad-abad berperan sebagai dasar komunikasi antara

pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang berdasarkan lisan akan lebih

mudah digauli karena ada unsur yang dikenal masyarakat.

Dalam keadaan masyarakat yang sedang membangun, seperti halnya

(17)

sastra lisan, bahkan mustahil akan terabaikan di tengah-tengah kesibukan

pembangunan dan pembaharuan yang sedang meningkat. Sehingga dikhawatirkan

lama kelamaan akan hilang tanpa bekas atau berbagai unsurnya yang asli tidak

dapat dikenal lagi.

Mengingat kedudukan dan peranan sastra lisan yang cukup penting maka

penelitian sastra lisan perlu dilakukan sesegera mungkin, lebih-lebih lagi bila

diingat bahwa terjadinya perubahan dalam masyarakat, seperti adanya

kemajuan-kemajuan teknologi, adanya radio, televisi yang dapat menyebabkan berangsur

hilangnya sastra lisan di seluruh Nusantara. Dengan demikian, penelitian sastra

lisan berarti melakukan penyelamatan sastra lisan dari kepunahan, yang dengan

sendirinya merupakan usaha pewaris nilai budaya, karena dalam sastra lisan

banyak ditemui nilai-nilai serta cara hidup dan berfikir masyarakat (nilai-nilai

sosiologis masyarakat) yang memiliki sastra lisan. Hampir setiap suku bangsa

Indonesia mengenal adanya sastra lisan, demikian pula halnya dengan sastra lisan

Melayu Serdang.

Salah satu genre prosa rakyat dari kesusastraan Melayu adalah cerita

rakyat yang lahir dari etnik Melayu Serdang. Sastra lisan Melayu Serdang

merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang perlu diselamatkan. Salah satu

usaha penyelamatan adalah dengan mengadakan penelitian dan inventarisasi.

Di samping itu, penelitian ini bermanfaat pula sebagai salah satu upaya

pembinaan dan pengembangan sastra lisan yang bersangkutan, sekaligus

mempunyai manfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan budaya daerah

(18)

Keramat Kuda menceritakan tentang Datok Pao yang sombong dan angkuh, masyarakat sangat tidak menyukai Datok Pao karena sifatnya itu. Datuk

Pao memiliki kuda putih yang dirawat oleh Ramli salah satu pengurus kuda yang

dimiliki Datuk Pao. Ketika menunggangi kudanya yang bernama siputih datok

pao sangat sombong, karena tidak segan-segan menabrak orang atau masyarakat

setempat yang tidak mau minggir ketika dia ingin melintas. Suatu hari

diperjalanan, ketika Ramli dan Syekh Maulana Maghribi kembali dari menyiarkan

ajaran Rasulullah, samar-samar diujung jalan mereka melihat seorang gemuk

berkaca mata hitam, dipinggangnya tergantung pedang panjang mengendarai kuda

putih dengan kecepatan luar biasa hingga menyebabkan banyak debu

berterbangan diudara.

Biasanya setiap orang yang melihat pengendara kuda itu, mereka akan

menepi, untuk menghindar dari pengendara kuda yang sangat mereka benci Datok

Pao namanya. Datok Pao mempunyai sifat sombong, angkuh, kejam da tidak

pernah menghargai orang lain.

Dari jauh pun Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang

tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang

berbaju putih itu untuk menabraknya.

Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat ke

depan menghadang kuda agar jangan sampai menabrak gurunya tuan Syekh

(19)

Disaat akan terjadi benturan, tiba-tiba Siputih yang tidak pernah

melupakan Ramli memutar arah 180 derajat kebelakang, mengakibatkan kaca

mata Datok Pao tercampak jatuh dan pecah mengenai batu. Menerima keadaan itu

Datok Pao marah, iya melompat dari punggung siputih sembari mencabut pedang

dan menebaskannya kearah leher Ramli, untuk menghindarkan Ramli dari sabetan

pedang Datok Pao, Siputih mengangkat kedua kaki depannya dan menendang

Datok Pao. Pedang Datok Pao mengoyak perut Siputih, hingga mengakibatkan

Siputih tewas dan Datok Pao meninggal dengan kepala pecah terkena terjangan

Siputih. Melihat kejadian itu Ramli melompat memeluk tubuh Siputih dan

menangis sekuat-kuatnya. Orang yang tadinya menjauh, berdatangan dengan

wajah sedih dan penuh simpati kepada Siputih.

Ramli memohon izin kepada Syekh Maulana Maghribi untuk membuka

jubah putihnya sebagai pembalut tubuh kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli,

Syekh Maulana Maghribi dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu

menggali lubang untuk tempat peristirahatan siputih di tepi jalan dekat kejadian

tragis itu. Selesai mengubur siputih mereka beramai-ramai membawa mayat datok

pao untuk diserahkan kepada keluarganya di Istana duka. Tempat tewasnya datok

pao dan siputih sekarang disebut Desa Mata Pao, sementara kuburan Siputih

binatang yang tahu membalas budi itu, sampai sekarang terawat bersih yang

dinamakan masyarakat sekitar dengan sebuatan Keramat Kuda.

Penulis memilih judul ini karena masih minimnya pengetahuan masyarakat

tentang cerita ini dan banyaknya versi cerita yang tersebar di kalangan

(20)

Ditinjau dari segi kemasyarakatan, cerita ini sangat penting untuk dibahas

agar terhindar dari kepunahan, khususnya untuk masyarakat Melayu di Kabupaten

Serdang Bedagai. Maka penulis berusaha mengkaji kembali cerita Keramat Kuda

yang terdapat di desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu. Hal ini juga

menjadi tantangan tersendiri bagi penulis, karena sedikitnya informasi yang dapat

dijadikan referensi untuk menyempurnakan cerita rakyat Keramat Kuda ini. Maka

dengan ini penulis mengangkat cerita ini agar dapat menjadi dokumentasi dan

pengetahuan bagi generasi berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan maka diperlukan perumusan

masalah yang tepat agar pembahasan terhadap cerita rakyat Keramat Kuda tidak

meluas dan mencapai sasaran yang dikehendaki.

Permasalahan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini pada hakikatnya

mencakup aspek nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda. Untuk

mengetahui dan memahami aspek-aspek sosiologis dalam cerita rakyat tersebut

maka dianggap perlu untuk menelaah terlebih dahulu aspek-aspek pembangun

dari cerita rakyat tersebut atau unsur-unsur pembentuk dalam cerita (unsur

intrinsik) rakyat Keramat Kuda.

Adapun masalah yang akan dibahas dalam proposal adalah :

1. Struktur intrinsik yang membangun cerita rakyat Keramat Kuda yang

terdiri dari tema, alur, latar, dan perwatakan.

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah maka kajian sosiologis dalam cerita

rakyat Keramat Kuda secara khusus bertujuan untuk :

1. Mengetahui struktur intrinsik cerita rakyat Keramat Kuda yang terdiri atas

tema, alur, latar, dan perwatakan.

2. Mengetahui nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda

sebagai karya sastra Melayu.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan oleh peneliti adalah :

1. Membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur yang membangun

cerita rakyat Keramat Kuda.

2. Membantu pembaca untuk memahami nilai-nilai sosiologis dalam cerita

rakyat Keramat Kuda.

3. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat

diwariskan pada generasi yang akan datang.

4. Menjadi sumber informasi tentang kebudayaan Melayu, khususnya tentang

cerita rakyat Keramat Kuda pada masyarakat di Kabupaten Serdang

Bedagai.

1.5 Anggapan Dasar

Suatu penelitian memerlukan anggapan dasar yang dapat memberikan

gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang

(22)

titik tolak yang dapat diterima kebenarannya. Maka penulis memiliki anggapan

dasar bahwa dalam cerita rakyat Keramat Kuda terkandung nilai-nilai sosiologis

dari masyarakat pemilik cerita tersebut.

1.6 Lokasi Penelitian

Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu Kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara dengan luas Kabupaten 1.900.22 Km2 yang terletak pada

koordinat 03040’31 - 2230” LU 98056’37 - 9830” BT. Kabupaten Serdang

Bedagai memiliki 17 Kecamatan diantaranya adalah Kecamatan Kotarih, Silinda,

Bintang Bayu, Dolok Masihul, Serba Jadi, Sipis-Pis, Dolok Merawan, Tebing

Tinggi, Tebing Sei Bandar, Bandar Kalipah, Tanjung Beringin, Sei Rampah, Sei

Bamban, Teluk Mengkudu, Perbaungan, Pegajahan dan Pantai Cermin.

Kecamatan Teluk Mengkudu adalah daerah yang menjadi tempat penelitian,

tepatnya di Desa Mata Pao.

Kecamatan Teluk Mengkudu memiliki beberapa Desa diantaranya adalah

Desa Liberia, Sei Buluh, Pematang Setrak, Mata Pao, Makmur, Pasar Baru,

Sialang Buah, Pekan Sialang Buah, Pematang Guntung, Sentong, Bogak Besar

Dan Pematang Kualah.

Keadaan Penduduk

Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan data Biro pusat

Statistik pada tahun 2010 berjumlah 594.383 jiwa dengan komposisi yang

(23)

Masyarakat yang tinggal di Desa Mata Pao terdiri dari berbagai macam

suku, seperti Melayu, Jawa, dan Batak.

Penduduk yang berada di desa Mata Pao rata- rata mata pencariannya

adalah berkebun. Produk perkebunan unggulan di desa ini adalah kelapa sawit.

Namun sebagian masyarakat ada juga yang bekerja sebagai buruh pabrik dan

membuka warung makan dan bekerja di instansi Pemerintah.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosiologi dan Sastra

Membicarakan sosiologi dan sastra adalah membicarakan sampai di mana

hubungan antara sosiologi dan sastra. Secara institusional objek sosiologi dan

sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman

adalah gejala-gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama

dan menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiologi melukiskan

kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sastrawan

mengungkapkan melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif. Sastra juga

memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosionalitas.

Karena itu, Damono (1978: 6-8), mengatakan,

“Apabila ada dua orang sosiolog yang melakukan penelitian terhadap suatu masalah masyarakat yang sama, maka kedua penelitiannya cendrung sama. Sebaliknya, apabila dua orang seniman menulis mengenai masalah masyarakat yang sama, maka hasil karyanya pasti berbeda. Hakikat sosiologi adalah objektivitas,sedangkan hakikat karya sastra adalah subjektivitas dan kreativitas, sesuai pandangan masing-masing pengarang. Karya sastra yang sama dianggap plagiat”.

Sastra begitu dekat dengan manusia. Sastra tercipta untuk dinikmati,

dipahami dan dimanfaatkan manusia dalam suatu masyarakat. sebagai sesuatu

yang perlu dinikmati karya sastra harus mengandung keindahan yang berasal dari

keoriginalitas sehingga dapat memenuhi dan memuaskan kehausan estetika

masyarakat penikmatnya. Sebagai sesuatu yang perlu dipahami, karya sastra

(25)

sungguh-sungguh dan teliti oleh masyarakat pembacanya. Dengan demikian,

untuk mengungkap kandungan karya sastra dibutuhkan kepekaan luar biasa.

Sebagai sesuatu perlu dimanfaatkan, karya sastra mengandung nilai berharga yang

dapat dipergunakan untuk kesejahteraan manusia.

Banyak kenyataan sosial yang dihadapi manusia dalam kehidupan

bermasyarakat. Kenyataan sosial itu dapat berupa tantangan untuk

mempertahankan hidup, kebahagian dalam situasi keberhasilan, frustasi dalam

situasi kegagalan, kesedihan dalam situasi kemalangan, dan lain sebagainya.

Kenyataan sosial tersebut muncul sebagai akibat hubungan antar manusia,

hubungan antar masyarakat dan hubugan antar peristiwa dalam batin seseorang.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Damono (1984 : 4-5),

Bahwa,

“Kenyataan sosial tersebut mendapatkan perhatian sang pengarang,baik karena dia menyaksikan maupun dia mengalami sendiri. Dengan demikian, sastra, melalui ramuan pengarang, merefleksikan gambaran kehidupan. Namun,tujuan utama sang pengarang bukanlah menampilkan kenyataan sosial atau gambaran kehidupan,melainkan dia hendak menjadikan sastra sebagai resep kehidupan yang mampu menangkal penyakit dan manjur sebagai obat penyembuh. Sastra menjadi peralatan kehidupan manusia. Sastra dengan demikian berperan sebagai : 1. Pelipur lara, 2. Ungkapan kekesalan, 3. Kritik sosial, 4. Nasihat, 5. Teguran, 6. Pemasyarakatan manusia yang menderita”.

Secara sosiologi, sastra adalah strategi untuk menghadapi situasi yang

dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan. Situasi yang dialami

manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan

demikian, pengarang merupakan ahlu strategi.

Pengarang harus mampu menilai sesuatu dengan tepat dan teliti. Apabila

(26)

ahli strategi yang bijaksana tidak akan puas dengan strategi yang hanya

memuaskan dirinya sendiri. Pengarang akan waspada terhadap ancaman atau

bahaya yang sewaktu-waktu dapat menghadang.

Dengan ini dapat dilihat tiga aspek yang saling berhubungan yaitu

hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Hubungan ini bersifat sosial

dan tertuang dalam suatu karya sastra sebagai sarana penghubung antar sastrawan

dan masyarakat pembaca. Dengan demikian, pembicaraan ini bersifat sosiologis

yang disebut sosiologi sastra.

Dalam pembicaraan ini terdapat dua istilah ilmu yang perlu dijelaskan

untuk memberikan pengertian yang lebih dalam yaitu istilah sosiologi dan sastra.

Sosiologi (Soekanto, 1989 : 15-16), mengatakan,

“Suatu telaah atau studi yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama ; keluarga dengan moral ; hukum dengan ekonomi ; gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya), mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis, geologis dan sebagainya), dan mempelajari ciri-ciri umum semua jenis-jenis gejala sosial”.

Apabila kita berbicara tentang gejala sosial maka perhatian kita tertuju

pada hubungan manusia dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat dengan

lingkungannya, baik yang bersifat sosial budaya maupun tidak. Dengan

mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian,

keagamaan, politik, dan yang lainl-lain, kita mendapat tentang cara-cara manusia

menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan, serta

(27)

Menurut Damono (1984 : 7) Sastra sebagaimana halnya sosiologi seperti yang

disebutkan di atas, “Berurusan dengan manusia dengan masyarakat yakni usaha

manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu.

Dalam hal ini, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi hasil atau masalah yang

sama”.

Sosiologi sastra juga mempunyai cakupan yang cukup luas sebagaimana

halnya dengan cakupan sastra seperti yang diuraikan diatas. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi sosiologi terhadap karya sastra yang

membicarakan hubungan dan pengaruh timbal balik antara sastrawan, sastra dan

masyarakat ( masyarakat pembaca dan kenyataan nilai-nilai sosiologis dalam

masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut), dengan menitik beratkan pada

realitas dan gejala nilai-nilai sosiologis yang ada diantara ketiganya. Dengan

batasan seperti itu tampaklah kecendrungan ke arah penyelidikan atau relasi

antara kenyataan yang hidup antara masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut

serta sikap budaya dan kreativitas pengarang sebagai anggota masyarakat.

Danandjaya (1999 : 414) mengatakan bahwa

“Berbagai alasan dapat mendorong seseorang untuk menganalisis keadaan sosial suatu masyarakat melalui karya sosial suatu masyarakat melalui karya sastra. Misalnya dengan membaca karangan Ranggawarsito maka ia dapat menemukan suatu khazanah nasihat-nasihat bijaksana mengenai sikap dan prilaku seseorang dalam masyarakat. Bahkan untuk karya sastra yang semacam itu, sangat relevan untuk mengerti kode etika dan harapan-harapan yang berlaku dalam masyarakat”.

Untuk mengetahui sikap dan prilaku seseorang di dalam suatu masyarakat

tertentu, apabila di daerah yang belum dikenal seseorang maka seseorang itu dapat

membaca atau menganalisis karya sastra. Sebab, katya sastra akan membicarakan

(28)

Dengan demikian, karya sastra melukiskan sikap dan prilaku suatu masyarakat

pada zamannya.

2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendekati sebuah karya sastra,

misalnya melalui aspresiasi. Apresiasi adalah penghargaan dan pemahaman atas

hasil seni atau budaya. Natawijaya (1980 : 3), mengatakan,

“Membuat tingkat aspresiasi dalam sosiologi sebagai pendekatan sastra. Tingkat aspresiasi sastra itu di bagi lima yaitu:

Tingkat penikmatan, tingkat penghargaan, tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan tingkat implikasi. Tingkat penikmatan dan penghargaan berdasarkan tingkat oprasionalnya masih bersifat monoton atau merasa senang serta bersifat pemilikan atau merasa kagum. Sedangkan tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan implikasi berdasarkan tindakan oprasionalnya telah bersifat studi dan meyakini akan karya sastra yang diapresiasi. Selain itu, pendekatan sastra dapat juga dilakukan melalui kritik. Kritik adalah upaya menentukan nilai hakiki pada sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan melalui pemahaman dan penafsiran yang tepat”.

Di samping tingkat apresiasi, ada pula cara lain yang dilakukan dalam

upaya mendekati sebuah karya sastra. Karya sastra terbagi atas dua yakni

berdasarkan bentuk dan isi. Maka cara lain yang penulis maksud adalah

berdasarkan isi karya sastra, yang misalnya nengandung nilai agama, psikologi,

filsapat dan lain-lain.

Meskipun bentuk pendekatan melalui salah satu tingkatan apresiasi atau

melalui satu jenis kritik, akan tetapi terkandung pendekatan tetap mengutamakan

isi karya sastra tersebut. Artinya, mendekati karya sastra itu melalui isi yang

dalam hal ini adalah sosiologi. Hanya yang menjadi masalah sekarang, apakah

(29)

Salleh (1980 : 64), juga mengatakan bahwa,

“Sosiologi menerima sumbangan dari sastra begitu pula sastra menerima sumbangan dari sosiologi. Hemat penulis, sumbangan yang dimaksud itu adalah sumbangan sosiologi pada sastra yakni masalah-masalah sosiologi dapat dijadikan sebagai saran pengembangan sosiologi kepada karya sastra, yakni masalah-masalah sosiologi dapat dijadikan sebagai sarana sosiologi”.

Dengan demikian, jelaslah sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu

pendekatan sastra, sebab antar sosiologi dan sastra saling menguntungkan. Hanya

perlu disadari bahwa karya sastra bukanlah merupakan cermin yang mendahului

pikiran masyarakat zamannya, melainkan karya sastra hanyalah cerminan

masyarakat zamannya.

2.2 Teori yang Digunakan

Penulis membahas penelitian ini berdasarkan teori struktur dari segi

intrinsik dan teori sosiologi sastra yang sesuai sehingga tidak menyimpang dari

apa yang diharapkan.

Pengertian teori menurut Pradopo, dkk (2001 : 35) ialah “Seperangkat

proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk

meramalkan, atau menjelaskan suatu fenomena. Teori juga dapat dilepaskan dari

fakta atau menjelaskan suatu fenomena”.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk dan

berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam

memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang diperlukan untuk

membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi

penulis. Teori yang digunakan dalam pembahasan yaitu teori sruktur dari segi

(30)

rakyat keramat kuda dan sosiologi sastra dalam buku karangan Sapardi Djoko Damono.

2.2.1 Teori Struktural

Untuk melihat unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra diterapkan

teori struktural. Teori struktural diharapkan mendapatkan suatu hasil yang optimal

dari karya sastra yang akan dianalisis.

Teeuw (1984 : 135) berpendapat, “Analisis struktural bertujuan untuk

membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua

unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang

menyeluruh”.

Berdasarkan pedapat diatas, teori struktural adalah pendekatan yang

bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang

membangun karya sastra tersebut dalam suatu hubungan antara unsur

pembentuknya.

Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas

unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur, latar dan

penokohan.

1. Tema

Stanton (1965 : 88), tema adalah “Makna yang dikandung sebuah cerita.

Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang

terkandung didalamnya menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring

(31)

Kemudian Fananie (2000 : 84) mengatakan, “Tema adalah ide, gagasan,

pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra”. Selanjutnya

Sudjiman (1978 : 74), “Tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama didalam

karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap”.

Dari pendapat di atas, jelas terungkap bahwa tema adalah suatu hal yang

penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin diungkapkan

pengarang.

2. Alur atau Plot

Semi (1984 : 45), “Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam

cerita yang disusun sebagai buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan

bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”.

Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa

yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau

masalah.

Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang

dikemukakan oleh Lubis (1981 : 17), yaitu :

“1. Situation ( pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2. GeneratingCircumtances ( peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)

3. Rising Action ( keadaan mulai memuncak) 4. Climax ( peristiwa mencapai puncak)

5. Denowment ( pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua

peristiwa)”

3. Latar atau Setting

Daryanto ( 1997 : 35 ), “Latar atau setting adalah jalan (aturan, adap)

(32)

Selanjutnya, Sumarjo dan Saini ( 1991 : 76 ), menjelaskan bahwa “Latar bukan

hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita

menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu

menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang

menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya”.

Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara

konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada

pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah ada dan terjadi.

Pembaca, dengan demikian merasa dipermudah untuk mengoprasikan daya

imajinasi-nya, disamping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis

sehubungan dengan pengetahuan tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan

menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang di ceritakan sehingga

merasa lebih akrab. Hal ini dapat terjadi jika latar mampu mengangkat suasana

setempat , warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita.

Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, latar

waktu dan latar sosial.

4. Perwatakan atau Penokohan

Perwatakan atau karakter kadang-kadang disebut juga penokohan. Dalam

sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini

(33)

Hubungan perwatakan dan alur mejadi penting karena perwatakan adalah sifat

menyeluruh manusia yang disorot, termasuk perasaan, keinginan, cara berfikir dan

cara bertindak.

Bangun, dkk (1993 : 32), “Perwatakan atau tokoh dapat dilihat melalui

tiga aspek yaitu aspek psikologis, visiologis dan sosiologis”.

Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam hal ini pengertian sifat atau

ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh

dengan yang lainnya. Gambaran watak tokoh dapat diketahui melalui apa yang

diperankan dalam cerita tersebut, kemudian jalan pikirannya serta bagaimana

penggambaran fisik tokoh.

Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam

membentuk suatu personalita tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang

sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seseorang tokoh yang ada

dalam karyanya.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sosiologi sastra sebagai

landasan teori dalam menganalisis cerita rakyat Keramat Kuda. Menurut teori ini,

karya sastra dilihat hubungannya dan kenyataan, di mana karya sastra itu

mencerminkan kenyataan-kenyataan yang mengandung arti luas, yakni segala

sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh sosiologi sastra.

Abrams (Damono, 1981 : 179), mengatakan bahwa “Sosiologi sastra

(34)

prihatin utama pada cara atau keadaan seseorang pengarang dipengaruhi kelas

sosialnya, ideologi sosialnya, kondisi ekonominya, profesinya, dan pembaca”.

Welleek dan Warren dalam (Damono,1999 : 84),

“Mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi : pertama, sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yanag memasalahka karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra”.

Adapun nilai-nilai sosiologis menurut pendapat Welleek dan Werren

adalah sistem politik, ekonomi dan sosial. Hal ini untuk melihat pengaruh

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan bersifat

deskriptif, yang oleh Nawawi (1987 : 63) diartikan “Sebagai prosedur pemecahan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek

atau subjek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat

sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.

Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendeskripsikan

data-data fakta yang terdapat didalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur

pembentuk ceritanya dan nilai-nilai sosiologisnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di desa Mata Pao kecamatan Teluk Mengkudu

kabupaten Serdang Bedagai. Penulis memilih lokasi ini karena masih banyak

masyarakat yang melakukan ritual di Keramat Kuda tetapi tidak mengetahui

benar cerita Keramat Kuda yang sebenarnya, penulis juga mengetahui lokasi ini

karena penulis tinggal di kabupaten yang sama. Maka penulis ingin mengetahui

lebih dalam tentang cerita rakyat Keramat Kuda tersebut agar nanti nya cerita ini

(36)

3.3 Jenis Sumber Data

Jenis sumber data dalam penelitian ini adalah lisan, yang diambil langsung

kelapangan dengan mengambil data dari beberapa informan di desa Mata Pao

Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.

3.4 Instrumen Penelitian

Alat instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat perekam,

alat tulis, buku catatan, dan kamera.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Metode observasi, yaitu dimana penulis langsung melakukan

pengamatan pada objek penelitian.

2. Metode wawancara tidak berstruktur, yaitu melakukan wawancara

terhadap informan yang dianggap dapat memberikan informasi atau

data-data tentang objek yang diteliti tanpa memberikan daftar

pertanyaan, dengan menggunakan teknik :

a. Teknik rekam, yaitu merekam informasi atau data yang diberikan

informan.

b. Teknik catat, mencatat semua keterangan yang diperoleh dari

(37)

3. Metode kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan

mempelajari buku-buku, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang

berhubungan dengan topik penelitian.

3.6 Metode Analisis Data

Tahap untuk menyelesaikan sebuah data yang terkumpul adalah

menganalisisnya. Penulis menggunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif

yaitu penelitian yang menentukan, dan menganalisis melalui studi pustaka, seperti

berikut :

a. Mengadakan penyeleksian terhadap data yang diperoleh, data yang

dianggap kurang mendekati akan dieleminasi dan data yang mendekati

akan menjadi prioritas utama dalam menyeleksi data.

b. Menetapkan langkah-langkah pendekatan analisis struktur dari segi

intrinsik berdasarkan data yang telah diklasifikasikan.

c. Menganalisis data dan menginterprestasikan data dengan pendekatan

sosiologi.

(38)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Keramat Kuda

4.1.1 Tema

Tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan

seorang Datok Pao terhadap penduduk atau masyarakat setempat. Unsur-unsur

kesombongan yang dijumpai dalam cerita Keramat Kuda dapat dilihat dari

kutipan berikut :

“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil".

Hal ini mengingatkan kita agar tidak sombong karena kekayaan yang

dimiliki. Diceritakan pula bahwa Datok Pao sebagai orang yang kaya sangat

sombong dan angkuh ketika menunggangi kuda miliknya, terlihat jelas pada

kutipan berikut :

(39)

Hal ini melihatkan begitu sombong dan agkuhnya Datok Pao ketika

menunggangi kuda miliknya tanpa memperdulikan penduduk lain yang melitas

atau sekedar berpapasan dengannya.

Dalam bagian cerita ini diceritakan bahwa kesombongan dan keangkuhan

Datok Pao tidak terlepas dari kekuatan yang dimilikinya, kekuatan itu terletak

pada kaca mata hitam yang dikenakannya, hal itu menyebabkan dalam

perkelahiannya Datok Pao tidak sekalipun terkalahkan.

Akan tetapi sesombong dan sekuat apapun Datok Pao, iya akhirnya

meninggal dunia akibat kesombongan dan keangkuhanya sendiri, ia meninggal

akibat terjangan kaki kuda nya (Siputih) sendiri yang tidak terima orang yang

selalu merawatnya aka ditebas lehernya oleh Datok Pao.

Dari cerita Keramat Kuda tampak unsur-unsur kesombongan yang dimilki

oleh Datok Pao sebagai orang kaya pada zamannya. Berdasarkan paparan diatas

maka dapat disimpulkan bahwa tema dari Keramar Kuda adalah kesombongan

dan keangkuhan dapat merugikan diri sendiri.

4.1.2 Alur atau Plot

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situation merupakan tahap awal dari bagian sebuah cerita dan

memperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah kisah atau

(40)

Cerita Keramat Kuda ini mengisahkan tentang seorang anak yang bernama Ramli, yang terpaksa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari. Hal ini didukung oleh kutipan cerita berikut :

“Dikampung mengkudu, tinggal seorang anak bernama Ramli, Ramli sejak kecil sudah mejadi yatim piatu, ia terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai pengurus kuda juragan kaya Datok Pao namanya”.

2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai terjadi setelah melihat sifat Datok Pao yang

kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita

berikut :

“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil”.

3. Rising Action (keadaan mulai memuncak)

Keadaan mulai memuncak ketika Datok Pao dengan sombong dan angkuh

menunggangi kuda putihnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai Siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli orang itu anak-anak atau pun yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan Siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung mengkudu sangat membencinya, da bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.

Rising Action terus meningkat saat Datok Pao melempar keluar Ramli dari

(41)

“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh Ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.

“Datok Pao terkejut melihat keadaan Siputih, langkahnya lamban, matanya merah berair, hidungnya mengeluarkan lendir dan tubuhnya panas tinggi”.

“Hei, budak celaka, kenapa siputih?”, bentaknya dengan suara kasar. Ramli menjawab dengan ketakutan, “Siputih, siputih sakit Datok.” “Sakit? Kenapa dia sakit, apa tidak kau urus?” sergahnya kasar, sambil mendekati ramli dan melayangkan tangannya yang besar ke pipi Ramli”.

“Menerima tamparan itu Ramli tersungkur, pipinya merah, bibirnya pecah berdarah. “Ampun, ampunkan hamba Datok,” mohon Ramli dengan suara kesakitan”.

“Tanpa merasa kesihan, dengan barangnya Datok Pao menendang Ramli, kemudian melemparkannya keluar Istana. Ramli pingsan, melihat itu Datok Pao meninggalkannya, kemudian dia membawa Siputih ke tabib hewan yang ada di kampung Mengkudu”.

4. Climax (peristiwa mencapai puncak)

Peristiwa mencapai puncak setelah Datok Pao melihat dua pria tak mau

menepi ketika iya ingin lewat, kebetulan dua pria itu adalah Ramli dan gurunya

Tuan Syekh Maulana Maghribi yang baru pulang dari menyiarkan ajaran

Rasulullah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Dari jauh pun Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang berbaju putih itu untuk menabraknya”.

“Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat kedepan menghadang kuda, jangan sampai menabrak gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi yang sangat dicintai dan dihormatinya”.

“Disaat akan terjadi benturan, tiba-tiba Siputih yang tidak pernah melupakan Ramli memutar arah 180 derajat kebelakang, mengakibatkan kaca mata Datok Pao tercampak jatuh dan pecah mengenai batu”.

(42)

untuk menghindarkan Ramli dari sabetan pedang Datok Pao, Siputih mengangkat kedua kaki depannya dan menerkam Datok Pao”.

“Pedang Datok Pao mengoyak perut Siputih, hingga mengakibatkan Siputih tewas dan Datok Pao meninggal dengan kepala pecah terkena terjangan Siputih. Melihat kejadian itu Ramli melompat memeluk tubuh Siputih dan menangis sekuat-kuatnya”.

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dalam sebuah

peristiwa)

Pada tahapan ini Tuan Syekh Maulana Maghribi memberikan wajangan

kepada masyarakat yang melihat kejadian tersebut. Hal ini dapat dilihat dari

kutipan cerita berikut :

“Orang yang tadinya menjauh, berdatangan dengan wajah sedih dan penuh simpati kepada siputih. Orang tua bijak Tuan Syekh Maulana Maghribi menatap kejadian itu dengan wajah penuh kasih sayang dan berwibawa sembari mengucapkan, “Innalillahi Wa Inna lllahi Raji’un. Dari Allah kembali kepada Allah. Binatang tahu balas budi mudah-mudahan dia menjadi binatang penghuni Surga kelak”.

“Kemudian orang tua bijak itu memberi wejangan kepada yang hadir bahwa, dalam hidup ini kita harus saling kasih mengasihi antara sesama makhluk hidup. Jalan merupakan transportasi umum, janganlah berbuat sesuka hati, misalnya dijalanan kita berkendara haruslah menghargai pemakain jalan lainnya, jangan berkendara sangat cepat karena dapat mengganggu orang lain”.

“Hargai yang lebih tua dari kita, misalnya walau kita mengendarai kendaraan super hebat, jangan sombong itu semua pinjaman dari tuhan, dari itu jika bertemu dengan orang tua dijalan hendaknya kita bertutur sapa, bersopan santun dengan cara memberi tumpangan atau bertegur sapa”.

(43)

Tempat tewasnya Datok Pao dan Siputih sekarang disebut Desa Mata Pao,

sementara kuburan Siputih binatang yang tahu membalas budi itu, sampai

sekarang terawat bersih yang dinamakan masyarakat sekitar dengan sebuatan

Keramat Kuda.

4.1.3 Latar atau Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan

pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial.

Menurut Nurgiyantoro (2001 : 227) “Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga

unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur ini walau

masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara

sendiri , pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu

dengan yang lainnya”. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan

sebagai berikut :

a. Latar tempat, latar ini menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang digunakan

berupa tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu maupun lokasi

tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah

nama-nama yang dijumpai dalam dunia nyata misalnya hutan, pantai, desa dan

lain-lain.

b. Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah

(44)

ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan

dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan

untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha

memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang

diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya

persamaan perkembangan atau kesejalanan waktu tersebut juga

dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu

sungguh-sungguh ada dan terjadi.

c. Latar sosial, latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubugan dengan

prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan

dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup

berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Dia dapat berupa

kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir

dan bersikap dan lain-lain.

Setelah penulis membaca dan memahami cerita rakyat Keramat Kuda

maka latar yang terdapat dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut :

1. Latar tempat, latar tempat yang ada pada cerita Keramat Kuda yaitu :

a. Di kampung Mengkudu, tempat tinggal Ramli yang bekerja untuk

Datok Pao sebagai pengurus kuda. Kutipan cerita yang menegaskannya

adalah :

(45)

b. Di instal besar (kandang besar), tempat Datok Pao memelihara

kudanya, disini juga tempat ramli merawat kuda Datok Pao. Hal ini

dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Datok Pao memiliki ribuan ekor kuda terawat sehat dan kuat. Kuda itu ditempatkannya pada istal besar (kandang besar) dibelakang istananya. Diantara ribuan ekor kuda itu, ada seekor kuda berwarna”. putih yang menjadi kuda kesayangan Datok Pao. Tidak seorang pun boleh memberi makan, memandikan atau menyentuh kuda putih itu kecuali Ramli.

c. Di pondok beratap nipah, tempat ramli sadar setelah beberapa lama

pingsan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Entah berapa lama ramli pigsan, ketika dia sadar, dia telah berbaring disebuah dipah kayu beralaskan kain putih di pondok beratap nipah di tepi muara sungai yang banyak tumbuh pohon nipah. (Mungkin disebabkan banyaknya pohon nipah sekarang tempat itu disebut orang kampung nipah dekat pantai kelang)”.

d. Di tepi jalan, tempat Siputih di kuburkan. Hal ini dapat dilihat pada

kutipan cerita berikut :

“Setelah Tuan Syekh Maulana Maghribi memberikan wejangan, Ramli memohon izin padanya untuk membuka jubah putihnya sebagai pembalut tubuh kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli, orang tua bijak itu dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu menggali lubang untuk tempat peristirahatan Siputih ditepi jalan dekat kejadian tragis itu”

e. Di Istana Datok, masyarakat menyerahkan mayat Datok Pao. Hal ini

dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

(46)

2. Latar waktu, dalam cerita Keramat Kuda ini seperti yang biasa pada

sebuah karya sastra lama klasik lainnya. Dalam cerita Keramat Kuda ini

waktu yang diceritakan sebagian besar tidak dinyatakan dengan tepat dan

jelas. Misalnya pada zaman dahulu, pada suatu hari, sore harinya, setelah

beberapa minggu, setelah beberapa tahun, seminggu, beberapa minggu,

setelah dua bulan, akhirnya mereka sampai, entah berapa lama, lebih

kurang, sepekan lamanya, baru kembali dan sebagainya. Dan tidak jarang

juga disebutkan jangka waktunya, satu malam, dua malam, minggu

berganti bulan, dua bulan berlayar dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat

pada kutipan cerita berikut :

a. Suatu hari, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Suatu hari ramli diserang sakit demam dan flu, walaupun dalam keadaan sakit ia tidak pernah melupakan tugasnya mengurus Siputih. Sambil batuk dan bersin, dikeluarkannya siputih dari istal, kemudian digosok- gosoknya kepala Siputih seperti biasanya”.

b. Sore harinya, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh Ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.

c. Entah berapa lama, dapat dilihat pada kutipan berikut :

(47)

d. Baru kembali, dapat dilihat pada kutipan berikut :

“Alhamdulillah, hamba baru kembali menyiarkan ajaran Rasulullah dikerajaan Bedagai, dengan izin Allah hamba melintas didepan Istana Datok Pao, dengan mata hati, hamba melihat keadaanmu yang penuh penderitaan, rindu sentuhan kasih sayang, kita berjodoh, maka hamba memutuskan membawa engkau ke gubuk hamba yang buruk ini”.

e. Sejak hari itu, dapat dilihat pada kutipan berikut :

“Sejak hari itu Ramli belajar dan mengurus kebutuhan orang tua agung dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Iya selalu dibawa orang tua bijak itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu Negeri ke Negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.

3. Latar sosial, dalam cerita Keramat Kuda adalah keadaan sosial secara

keseluruhan yang ada di dalam cerita. Latar sosial mengarah kepada hal –

hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Tata cara

kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup

yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

spiritual, dan lain sebagainya. Dalam cerita ini Datok Pao dianggap

sebagai orang kaya yang memiliki banyak kuda atau disebut sebagai

juragan kuda dan memiliki istananya sendiri, dalam hal ini gelar datok

juga tersemat pada namanya yang bila ditinjau dari segi

kemasyarakatannya akan adanya sikap masyarakat melayu terhadap datuk.

Dengan adanya gelar dan kelas sosial yang berbeda ini jelas dapat terlihat

(48)

Dalam cerita ini juga dapat dilihat kelas sosial yang dimiliki Ramli,

dimana Ramli hanya seorang yatim piatu yang harus bekerja sebagai

pengurus kuda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada

cerita ini sangat jelas terlihat latar sosial yang berbeda antara Datok Pao

dan Ramli, yang secara kelas sosial mereka sangat jauh berbeda.

Suasana umum tokoh cerita yang termasuk di dalam latar ini dimaksudkan

untuk memudahkan tanggapan terhadap masalah yang akan timbul

kemudian. Dalam kesempata ini, latar yang membawa sebagian

perwatakan atau tokoh akan dibahas pada penokohan.

4.1.4 Perwatakan

Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan

istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan atau karakter dan

karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.

Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan. Pada karya sastra, alur

dan perwatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, hal ini dikarenakan alur

meyakinkan kita tentang watak dan tokoh – tokoh yang beraksi dan bereaksi.

Istilah tokoh menunjukan pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai

jawaban terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?”, atau

“ada berapa orang pelaku dalam cerita rakyat itu?”, atau siapakah tokoh

pratagonis dan antagonis dalam cerita itu?”, dan sebagainya. Watak, perwatakan

dan karakter, menunjukan pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan

(49)

dan karakterisasi, kareakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter

dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak

tertentu dalam sebuah cerita.

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam

beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.

Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja

dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai

tokoh utama-protagonis- berkembang-tipikal, adapun jenis-jenis tokoh cerita

tersebut adalah :

a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah

cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus

sehingga terus mendominasi sebagai besar cerita, dan sebaliknya, ada

tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan

itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang

disebut pertama adalah tokoh utama (central character, main character),

sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh

utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita

yang bersangkutan.

b. Tokoh Protagonis dan Antagonis

Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam perkembangan plot dapat

dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi

(50)

antagonis. Membaca sebuah karya sastra , pembaca sering

mengidentifikasikan diri dengan tokoh tertentu, memberikan simpati dan

simpati melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh

yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis

(alterband dan lewis dalam nurgiyantoro, 2001 : 178).

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang

mendahulukan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Demikian

pula sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang menampilkan sesuatu

yang tidak sesuai dengan pandangan kita, tidak sesuai dengan

norma-norma dan nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita.

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh

sederhana (simple atau flat character)dan tokoh kompleks atau tokoh

bulat(complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya

memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai

seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi

kehidupannya. Dan tokoh bulat atau komleks adalah tokoh yang memiliki dan

diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati

dirinya.

Setelah membaca dan memahami cerita rakyat Keramat Kuda dapat

(51)

1. Watak atau Tokoh Cerita

Tokoh utama dari cerita rakyat Keramat Kuda adalah Ramli karena tokoh

ini adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dalam cerita rakyat tersebut.

Mulai dari awal cerita sampai akhir cerita, fokus cerita lebih banyak ditujukan

pada Ramli.

Sedangkan tokoh sederhana dalam cerita rakyat Keramat Kuda adalah

tokoh Tuan Syekh Maulana Maghribi. Tokoh ini merupkan tokoh yang tidak

diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya.

Dan tokoh bulat dalam cerita rakyat Keramat Kuda adalah Datok Pao.

Tokoh ini memiliki kapasitas yang hampir sama dengan tokoh Ramli, namun

porsinya lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh Ramli, tokoh ini juga

merupakan tokoh yang banyak diceritakan dalam cerita rakyat tersebut, namun

fokus cerita lebih ditunjukan pada Ramli, tokoh ini lebih banyak mengungkap

berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya.

2. Perwatakan atau Penokohan

Tokoh cerita dalam cerita rakyat Keramat Kuda terdiri dari tiga yaitu

Ramli, Datok Pao dan Tuan Syekh Maulana Maghribi. Adapun perwatakan dari

(52)

a. Ramli

Ramli adalah tokoh yang memiliki sifat penyayang. Hal ini terlihat ketika

ia mengurus kuda putih milik Datok Pao yang penuh kasih sayang dalam

mengurus kuda putih tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Ramli sangat sayang pada Siputih (panggilan kuda putih), setiap pagi ia menggosok-gosok dan mengelus-elus Siputih dan mengajaknya berbicara seperti manusia. Sepertinya Siputih mengerti semua perkataan Ramli, kuda itu tersenyum dan menggoyang- goyangkan kepalanya penuh menja mendengar ucapan Ramli. Sebagai tanda sayang dan cintanya kepada ramli putih selalu menjilat-jilat wajah Ramli”.

Selain penyayang, Ramli juga adalah seorang pemuda yang tahu cara

berterima kasih dan rasa hormat yang tinggi pada Gurunya Tuan Syekh Maulana

Maghribi. Dimana iya mengurus kebutuhan orang tua agung itu dengan tulus

ikhlas penuh pengabdian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Sejak hari itu Ramli belajar dan mengurus kebutuhan orang tua agung dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Iya selalu dibawa orang tua bijak itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu negeri ke negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.

Rasa cinta dan hormat itu juga ditunjukan ramli pada kutipan cerita berikut :

(53)

b. Datok Pao

Datok Pao adalah tokoh yang memilki sifat kikir dan kejam. Sifat kikir

dan kejamnya itu terlihat ketika ia memperlakukan para pembantunya dengan

sangat tidak selayaknya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil”.

Selain sifat kikir dan kejam, tokoh Datuk Pao juga digambarkan sebagai

tokoh yang sombong dan angkuh. Kesombongan dan keangkuhannya dapat dilihat

ketika ia menunggang kuda putih miliknya itu, dengan rasa sombong dan angkuh

dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dan tidak mau minggir ketika ia

ingin lewat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli oraang itu anak-anak atau pu yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan Siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung mengkudu sangat membencinya, da bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.

c. Tuan Syekh Maulana Maghribi

Tuan Syekh Maulana Maghribi adalah tokoh yang memiliki sifat penuh

kasih sayang dan rendah hati. Kasih sayang dan kerendahan hatinya itu terlihat

(54)

“Ramli berteriak minta ampun,” ampun hamba Datok, hamba bersalah, sebab kesalahan hamba siputih sakit, ampunkan hamba Datok.”

“Mendengar teriakan itu seorang tua bertubuh tinggi semampai memiliki wajah lembut putih bersih penuh kasih sayang, berpakaian jubah putih keluar dari dapur membawa setempurung air”.

“Dengan suara lembut penuh kasih sayang orang tua bijak itu berkata, ”sudahlah anakku, engkau aman disini, sekarang minumlah air putih ini, baru engkau bercerita apa sebabnya engkau sampai seperti ini”.

“Sebelum meminum air putih pemberian orang tua bijak itu, ramli mengucapkan terima kasih terlebih dahulu, kemudian dia membaca bismillah barulah dia minum air itu sampai habis”.

“Ramli menceritakan kejadian yang dialaminya pagi tadi, kemudian bertanya kepada orang tua bijak tersebut, mengapa dia sampai ada dipondok ini”.

“Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan orang tua bijak menceritakan bahwa allah telah mengatur pertemuan Ramli dengannya”.

“Alhamdulillah, hamba baru kembali menyiarkan ajaran Rasulullah dikerajaan Bedagai, dengan izin Allah hamba melintas didepan Istana Datok Pao, dengan mata hati, hamba melihat keadaanmu yang penuh penderitaan, rindu sentuhan kasih sayang, kita berjodoh, maka hamba memutuskan membawa engkau ke gubuk hamba yang buruk ini”.

“Mendengar tutur lembut penuh kasih sayang dan tatapan mata penuh wibawa orang tua itu, tahulah ramli bahwa ia berhadapan dengan orang tua bijak yang sangat terkenal, Tuan Syekh Mulana Maghribi yang berhati lembut penuh kasih sayang, hampir semua orang merindukan pertemuan dengan mengharapkan bimbingan serta petunjuk dari beliau”.

Selain memiliki sifat penuh kasih sayang dan sabar, Tuan Syekh Maulana

Maghribi juga memiliki sifat pembimbing, sifat itu ditunjukan kepada Ramli,

dimana Ramli dibimbing untuk mejadi orang yang kelak dikasihi Allah. Hal ini

dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Tuan Syekh Maulana Maghribi tersenyum penuh kasih sayang, dibangkitkannya ramli dan mengajak ramli mengangkat tangan sembari berdoa memohon Ridho Allah”.

(55)

itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu negeri ke negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.

Demikian lah paparan watak dan perwatakan dalam cerita rakyat keramat

kuda. Berdasarkan paparan tersebut terlihat bahwa watak atau tokohnya hanya tiga orang. Yaitu Ramli, Datok Pao dan Tuan Syekh Maulana Maghribi yang

digambarkan dengan baik karena watak ketiga tokoh tersebut sangat hidup

layaknya manusia dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan

perwatakannya yang digambarkan oleh pengarang seperti sifat dan prilaku

manusia dalam kehidupan yang nyata pada zamannya.

4.2 Ni

Referensi

Dokumen terkait

Dari hal tersebut diatas dapatlah disebutkan bahwa Perlombaan desa adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan bentuk penyajian, serta peranan instrumen musik kulcapi dalam cerita musikal penganjak kuda sitajur,

Kegiatan analisa data ini dilakukan dengan cara mengkaji unsur mitos yang terkandung dalam cerita rakyat, mengkaji nilai budaya yang terkandung di dalamnya, juga

Berdasarkan pembagian kuisioner dan wawancara yang dilakukan, maka TNS yang didapat untuk faktor sosial ekonomi yaitu sebesar 200 hal ini menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam sebuah film yang terdiri dari: Tema, plot (alur), latar cerita, penokohan, sudut pandang yang.. digunakan,

Desa Sei Nagalawan. 2) Mendeskripsikan nilai budaya yang terdapat pada cerita Panglima Besar. dalam Masyarakat Desa Sei Nagalawan. 3) Mengetahui fungsi benda peninggalan Panglima

Nilai kultural yang terdapat dalam cerita bujang kurap diantaranya adanya mempunyai fungsi dalam misi yang turun menurun cerita rakyat ini.Kesaktian yang bisa

Artikel ini menunjukkan bahwa cerita rakyat masyarakat Ternate yang terdapat dalam cerita Kapita Bajurante, Asal mula Mahkota Sultan Ternate, dan Tolire Gam Jaha banyak