• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTURAL CERITA RAKYAT “RAWA PENING” DAN IMPLEMENTASINYA DALAM SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DI KELAS V SD SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS STRUKTURAL CERITA RAKYAT “RAWA PENING” DAN IMPLEMENTASINYA DALAM SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DI KELAS V SD SKRIPSI"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTURAL CERITA RAKYAT “RAWA PENING”

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM SILABUS DAN RENCANA

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DI KELAS V SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

 

 

 

 

 

 

Oleh :

VINCENCIA IKAPERWITASARI NIM: 041224012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ANALISIS STRUKTURAL CERITA RAKYAT “RAWA PENING”

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM SILABUS DAN RENCANA

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DI KELAS V SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

 

 

 

 

 

 

Oleh :

VINCENCIA IKAPERWITASARI NIM: 041224012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

Persembahan

Dengan segala rasa cinta dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah mencurahkan kasih dan cinta

dalam setiap langkahku.

2. Bapak dan Ibu Mateus Supriyadi tercinta dengan segala cinta, doa, dan kasih

saying selalu mendukungku baik secara moril maupun materiil sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Malaikat Cantikku Aurelia Queena Devina Atma Negara, inspirasi dan

semangatku.

4. Adikku Antonius Kurniawan Dwi Prihatmoko yang selalu mendukungku dan

menemaniku dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Suamiku Dedi Aprian Negara yang mendukungku dalam menyelesaikan skripsi

ini.

6. Keluarga besar FX. Tayib, terimakasih untuk doa, cinta, dan dukungannya

selama ini.

 

 

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 April 2011 Penulis

(7)

MOTO

Bukan karena hari ini indah kita jadi bahagia, tetapi karena kita

bahagia hari ini menjadi indah.

Bukan karena tidak ada rintangan kita jadi optimis, tetai karena kita

optimis maka rintangan itu menjadi tak ada.

Bukan karena mudah kita bias yakin, tetapi karena kita yakin maka

semua akan menjadi mudah.

Bukan karena semua baik maka kita tersenyum, tetapi karena kita

tersenyum maka semua menjadi baik.

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Vincencia Ikaperwitasari

Nomor Mahasiswa : 04 1224 012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS STRUKTURAL CERITA RAKYAT “RAWA PENING” DAN IMPLEMENTASINYA DALAM SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DI KELAS V SD

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 20 April 2011

Yang menyatakan

 

Vincencia Ikaperwitasari

 

(9)

ABSTRAK

Ikaperwitasari, Vincencia. Analisis Struktural Cerita Rakyat Rawa Pening dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di Kelas V SD. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji unsur intrinsik cerita rakyat “Rawa Pening”. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan unsur intrinsik cerita rakyat “Rawa Pening”, dan (2) mendeskripsikan implementasi unsur intrinsik cerita rakyat “Rawa Pening” dalam pembelajaran sastra di kelas V SD. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan struktural dengan teks sastra sebagai bahan kajian yang diuraikan unsur-unsur intrinsiknya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yaitu mendeskripsikan secara sistematis masalah yang ada berdasarkan fakta. Langkah awal dalam analisis adalah mendeskripsikan unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh, latar, alur, dan amanat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tema utama dalam cerita tersebut adalah kebaikan dan ketabahan dalam menghadapi kejahatan, sedangkan tema tambahannya adalah kesombongan membawa petaka. Tema cerita rakyat “Rawa Pening” termasuk dalam tema tradisional karena temanya tentang kebaikan dan kejahatan. Ditinjau berdasarkan tingkatan tema menurut sipley termasuk dalam tingkatan yang pertama yaitu tema tingkat fisik manusia. Tokoh utama dalam cerita rakyat tersebut yaitu bocah kudisan. Tokoh tambahan yaitu pak lurah, penduduk, 3 gembala, dan janda tua. Tokoh protagonis yaitu bocah kudisan, tokoh antagonisnya yaitu penduduk desa dan 3 penggembala. Latar tempat dalam cerita rakyat “Rawa Pening” karya Djoko Dwinanto adalah perkampungan, hutan, gua, di atas gua, pendapa kelurahan, halaman kelurahan, dan rumah janda tua. Latar waktu dalam cerita rakyat tersebut adalah zaman dahulu. Latar sosialnya yaitu penduduk desa yang bermatapencaharian sebagai petani. Alur cerita ini adalah maju, karena peristiwa disajikan secara runtut dari awal, tengah hingga akhir. Amanat yang terkandung dalam cerita ini yaitu sayangilah semua temanmu, jangan membeda-bedakan dalam berteman karena Tuhan menciptakan manusia sama dihadapan-Nya; kejahatan jangan pernah di balas dengan kejahatan juga; jangan sombong dan lupa daratan; tolonglah orang lain yang membutuhkan pertolongan kita.

(10)

ABSTRACT

Ikaperwitasari, Vincencia. Structural analysis of “Rawa Pening” folktale and implemented to literature lesson in elementary school grade V. Skripsi. Yogyakarta : PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma.

This research investigates intrinsic element of “Rawa Pening” folktale. The purposes of this research are (1) to describe the intrinsic element of “Rawa Pening” folktale, and (2) to describe the implementation of “ Rawa Pening” folktale intrinsic element in literature lesson in elementary school grade V. The approach that is used is structural approach with literature text as the material of the study which is analyzed its intrinsic elements. This research uses descriptive analysis method to dercribe sistematically the problem based on the fact. The first step in the analysis is to describe the intrinsic elements which cover the theme, the character, the background, the slot, and the message of the folktale.

The result of the research shows that the main theme in “Rawa Pening” folktale is the goodness and the firmness to face the wickedness, while the added theme is arrogance will guide you to disaster. The theme of “Rawa Pening” folktale is included on traditional theme because the theme is about goodness and wickedness. Based on the Sipley’s theme level, it belongs to the first level; it is human physical level theme. The main character of the folktale is the scabies boy. The added characters are the village chief, the inhabitant, 3 shepherds, and the old widdow. The protagonist character in this folktale is the scabies boy, and the antagonist are the inhabitant and the 3 shepherds. The place background of the folktale "Rawa Pening” by Djoko Dwinanto are in the settlement, jungle, cave, on the top of the cave, distric yard, and the house of the old widdow. The time background of this folktale is in the past. The social background is that the inhabitant work as farmers. The slot of “Rawa Pening” folktale is progressive, because the event is presented sequently from the beginning, the midle until the end. The message of this folktale is to love all your friends, do not differentiate your friends because God considers human being equal; wickedness do not revenge wickedness; do not be arrogant; help people who need our help.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul “Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Rawa Pening serta Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di Kelas V SD” diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan, baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada :

1. Drs. J. Prapta Diharja S.J., M.Hum. Selaku dosen pembimbing pertama yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku dosen pembimbing kedua dan ketua program studi yang telah mengarahkan dan membimbing dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak / ibu dosen prodi PBSID yang telah memberi ilmu dan pengetahuan dalam perkuliahan.

4. Tim penguji yang telah memberi kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Kedua orangtuaku bapak Mateus Supriyadi dan ibu H. Dwi Istanti yang telah memberi dorongan baik material maupun spiritual dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Buah hatiku, Aurelia Queena Devina Atma Negara yang selalu memberiku semangat untuk tetap berjuang menyelesaikan skripsi ini.

(12)

8. Adikku, Antonius Kurniawan Dwi Prihatmoko yang telah memberiku semangat dan dukungan selama ini.

9. Maria Goretti Dwi Ariyanti serta semua teman-teman prodi PBSID angkatan 2004, yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

10.Seluruh staf karyawan USD yang telah membantu penyusunan skripsi ini. 11.Keluarga besar FX. Tayib yang selalu memberi dukungan dan semangat

baik secara material maupun spiritual.

12.Anak-anak kos di Pringgodani, Gatotkaca no.08, Mrican, Yogyakarta yang selalu memberiku semangat untuk selesaikan skripsi ini.

13.Teman-teman kerjaku di Gramedia dan Toshiba Edu Shop Yogyakarta yang senantiasa memberiku semangat dan dukungan untuk selesaikan skripsi ini.

14.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Terlepas dari segala kekurangan, semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca sastra pada umumnya, pendidik, dan bagi penulis sendiri.

Yogyakarta, 20 April 2011

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTO ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR ISI TABEL DAN GRAFIK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Istilah ... 5

F. Sistematika Penyajian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan ... 8

(14)

1. Hakekat Cerita Rakyat ... 11

2. Jenis Cerita Rakyat ... 11

3. Pendekatan Struktural ... 12

4. Unsur Intrinsik ... 13

4.1. Tokoh ... 13

4.2. Latar ... 19

4.3. Alur ... 23

4.4. Tema ... 29

4.5. Amanat ... 32

5. Pembelajaran Sastra di SD ... 33

6. Standar Kompetensi ... 35

7. Silabus ... 36

a. Prinsip Pengembangan Silabus ... 36

b. Unit Waktu Silabus ... 37

c. Langkah-Langkah Pengembangan Silabus ... 38

d. Pengembangan Silabus Berkelanjutan ... 40

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 42

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 42

C. Sumber Data ... 43

D. Instrumen ... 43

(15)

F. Teknik Pengumpuan Data ... 44

G. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 53

B. Analisis Unsur Intrinsik Karya Sastra “Rawa Pening” Karya Djoko Dwinanto ... 58

1. Tema ... 58

a. Tema Tradisional dan Non Tradisional ... 61

b. Tema Menurut Shipley ... 61

c. Tema Utama dan Tambahan ... 62

2. Tokoh ... 64

a. Tokoh Utama dan Tambahan ... 73

b. Tokoh Protagonis dan Antagonis ... 76

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat ... 77

d. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral ... 78

e. Tokoh Statis dan Berkembang ... 79

3. Latar ... 82

a. Latar Tempat ... 83

b. Latar waktu ... 85

c. Latar Sosial ... 86

d. Latar Fisik dan Spiritual ... 87

e. Latar Netral dan Tipikal ... 87

(16)

a. Eksposisi ... 88

b. Rangsangan ... 88

c. Konflik ... 89

d. Rumitan ... 90

e. Klimaks ... 90

f. Krisis ... 21

g. Leraian ... 93

h. Penyelesaian ... 93

5. Amanat ... 94

C. Hubungan Antarunsur ... 97

D. Implementasi Cerita Rakyat “Rawa Pening” Karya Djoko Dwinanto Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di Kelas V SD dalam Bentuk Silabus dan RPP ... 114

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 119

B. Implikasi ... 121

C. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(17)

DAFTAR ISI TABEL DAN GRAFIK

Tabel 1. Tugas I... 48

Tabel 2. Tugas II ... 49

Tabel 3. Kriteria Penilaian Tugas I ... 49

Tabel 4. Kriteria Penilaian Tugas II ... 50

Tabel 5. Penilaian Tugas I ... 98

Tabel 6. Penilaian Tugas II ... 98

Tabel 7. Tingkat Pemahaman Siswa Terhadap Analisis Unsur Intrisik ... 99

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya (Saini K.M. dan Jakob Sumardjo, 1986: 5). Suatu karya sastra adalah baik bila memberikan wawasan baru, memperkaya pengetahuan, dan dapat memberikan sumbangan untuk perubahan yang diperlukan masyarakat. Sebuah karya sastra memiliki struktur yang utuh yaitu struktur yang membangun karya sastra baik dari dalam maupun dari luar. Struktur yang membangun karya sastra dari dalam biasa disebut dengan unsur intrinsik, sedangkan struktur karya sastra yang membangun karya sastra dari luar di sebut dengan unsur ekstrinsik. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antarunsur yang bersifat timbal balik, saling menguntungkan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2005: 36).

(19)

kalangan anak-anak, misalnya saja cerita rakyat yang berjudul Malin Kundang, Bawang Merah dan Bawang Putih, Danau Toba dan sebagainya.

Cerita rakyat mengandung manfaat yang cukup besar terutama bagi anak-anak usia Sekolah Dasar. Dengan cerita, anak akan lebih mudah memahami sifat yang baik dan buruk. Selain itu, mereka dapat mengambil pesan-pesan atau amanat dari cerita yang telah didengarnya atau dibacanya. Dengan demikian anak-anak diharapkan bisa meniru sikap yang baik sesuai dengan nilai moral, nilai sosial dan nilai kemanusiaan yang ada dalam cerita rakyat tersebut. Selain anak-anak mendapatkan manfaat dari sifat baik yang ditampilkan oleh tokoh dalam cerita tersebut, anak-anak juga bisa memahami unsur-unsur yang membangun dalam cerita tersebut. Unsur-unsur itu adalah unsur intrinsik yang meliputi tokoh, latar, alur, tema, dan amanat.

(20)

untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Wujud apresiasi peserta didik (siswa SD) terhadap karya sastra ada bermacam-macam, misalnya mendeklamasikan puisi anak dengan lafal dan intonasi yang sesuai, menyalin puisi anak dengan huruf lepas, menyebutkan isi dongeng, memerankan tokoh dongeng atau cerita rakyat yang disukai dengan ekspresi yang sesuai, mendeskripsikan puisi, menceritakan kembali isi dongeng yang didengarnya, mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang disampaikan secara lisan, menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik, menirukan pembacaan pantun anak dengan lafal dan intonasi yang tepat, mengidentifikasi unsur cerita tentang cerita rakyat yang didengarnya, mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat dari cerita anak yang dibacakan.

(21)

Pening menggunakan bahasa yang sederhana dalam komunikasi sehari-hari

sehingga mempermudah memahaminya. Kelas yang dipilih adalah SD kelas V semester I. Alasannya karena di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, SD kelas V semester I memiliki materi kesastraan tentang mengidentifikasikan unsur cerita tentang cerita rakyat yang didengarnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah digambarkan di atas, berikut ini dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini. Ada dua masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini.

1. Bagaimana unsur intrinsik (tokoh, alur, latar, tema, dan amanat) cerita rakyat “Rawa Pening”?

2. Bagaimana implementasi unsur intrinsik (tokoh, alur, latar, tema, dan amanat) cerita rakyat “Rawa Pening” dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di kelas V SD?

C. Tujuan Pembelajaran

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

(22)

2. Mendeskripsikan implementasi unsur intrinsik (tokoh, alur, latar, tema, dan amanat) cerita rakyat “Rawa Pening” dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di kelas V SD.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut. 1. Bagi lembaga pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong lembaga pendidikan sekolah untuk melengkapi perpustakaannya dengan berbagai karya sastra khususnya cerita rakyat.

2. Bagi peneliti sastra

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberikan informasi bagi peneliti sastra mengenai karya sastra, khususnya cerita rakyat “Rawa Pening” karya Djoko Dwinanto.

3. Bagi pembelajaran sastra di SD

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembelajaran sastra di SD tentang cerita rakyat “Rawa Pening” karya Djoko Dwinanto serta dapat dijadikan sebagai alternatif bahan pembelajaran khususnya untuk materi cerita rakyat.

E. Batasan Istilah

(23)

Cerita-cerita yang telah dimiliki bangsa kita sejak kita belum memiliki tulisan, cerita-cerita rakyat tersebut diturunkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut (lisan) oleh nenek moyang kita (Baribin, 1985: 13). 2. Tokoh cerita

Orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa yang digambarkan di dalam plot (Saini K.M. dan Jakob Sumardjo, 1986: 144).

3. Unsur intrinsik

Hal-hal yang membangun karya sastra dari dalam (Tjahjono, 1988: 44). 4. Latar

Tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1994: 216).

5. Alur

Struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis (Baribin, 1985: 61).

6. Pembelajaran

Proses menerima suatu bahan atau materi oleh siswa dalam proses belajar mengajar (Prihantoro: 2008).

7. Implementasi

(24)

F. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan, berisi (A) latar belakang penelitian, (B) rumusan masalah, (C) tujuan penelitian, (D) manfaat penelitian, (E) batasan istilah, dan (F) sistematika penyajian. Bab II adalah bab landasan teori. Bab ini berisi (A) penelitian yang relevan, yaitu ringkasan hasil penelitian terdahulu, dan (B) kerangka teori yang akan digunakan sebagai kajian teori untuk menganalisis masalah-masalah yang akan diteliti. Bab III adalah bab metodologi penelitian. Bab ini berisi tentang (A) jenis penelitian, (B) subjek dan objek penelitian, (C) sumber dan data, (D) instrumen penelitian, (E) metode penelitian, (F) teknik pengumpulan data, dan (G) teknik analisis data.

(25)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini peneliti telah melakukan tinjauan pustaka untuk memperoleh gambaran arah penelitian. Tinjauan pustaka dilakukan oleh peneliti terhadap penelitian Anita Haryani (2009) berjudul Unsur Intrinsik Cerita Rakyat “Timun Emas” serta Implementasinya dalam Pembelajaran sastra di Kelas V SD,

Validita Riang Fajarati (2007) berjudul Unsur Intrinsik Cerita Rakyat “Malin Kundang” dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SD, F. Angelina

Waa (2009) berjudul Unsur Intrinsik Naskah Drama “Malaikat Tersesat dan Termos Ajaib” Karya R.J. Mardjuki dan Implementasinya dalam Pembelajaran

Sastra di SMA.

Tinjauan pustaka dilakukan oleh peneliti terhadap penelitian Anita Haryani (2009) berjudul Unsur Intrinsik Cerita Rakyat “Timun Emas” serta Implementasinya dalam Pembelajaran sastra di Kelas V SD, memperoleh hasil

(26)

pedesaan yang sunyi. Latar sosialnya yaitu penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani. Cerita ini beralur maju, diceritakan dari awal, tengah, hingga akhir. Amanat yang terkandung dalam cerita ini adalah jangan takut pada masalah karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Bila tidak bisa menepati janji, janganlah mengucapkan janji pada seseorang karena akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Tinjauan pustaka terhadap penelitian yang dilakukan Validita Riang Fajarati (2007) berjudul Unsur Intrinsik Cerita Rakyat “Malin Kundang” dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SD, memperoleh hasil bahwa

(27)

maka cerita rakyat Malin Kundang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sastra di kelas V SD.

Tinjauan pustaka terhadap penelitian yang dilakukan F. Angelina Waa (2009) berjudul Unsur Intrinsik Naskah Drama “Malaikat Tersesat dan Termos Ajaib” Karya R.J. Mardjuki dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di

SMA. memperoleh hasil bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur-unsur intrinsik drama terdiri dari tema, tokoh, latar, alur, dan bahasa serta keterkaitan antar unsur. Drama berjudul “Malaikat Tersesat dan Termos Ajaib” Karya R.J. Mardjuki memiliki tema yaitu kritik social yang berkembang dalam kehidupan manusia modern yang mengagungkan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam kehidupannya. Pengarang menggunakan bahasa sastra dalam drama ini, dan juga banyak menggunakan bahasa kiasan. Antarunsur dalam drama ini saling berkaitan antar satu dengan yang lain. Hasil analisis ini dapat diimplementasikan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 2 dan kelas XII semester 2. Butir-butir pembelajaran drama adalah siswa mampu menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang didengarnya melalui pembacaan. Butir pembelajaran yang kedua adalah agar siswa mampu menggunakan gerak gerik, mimik dan intonasi sesuai dengan tokoh dalam pementasan drama.

(28)

mengembangkan penelitian sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SD. Peneliti akan menganalisis cerita rakyat yang berjudul Rawa Pening tentang unsur intrinsiknya dan akan diimplementasikan dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di kelas V SD.

B. Kerangka Teori

1. Hakikat Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah cerita-cerita yang telah dimiliki bangsa kita sejak kita belum memiliki tulisan, cerita-cerita rakyat tersebut diturunkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut (lisan) oleh nenek moyang kita. “Cerita rakyat ini dibedakan: (1) cerita jenaka, (2) mite, (3) fabel, (4) legende” (Baribin, 1985: 13). Cerita rakyat adalah kisahan anonim yang tidak terikat ruang dan waktu, yang beredar secara lisan di tengah masyarakat, termasuk didalamnya cerita binatang, dongeng, legenda, dan mitos (Sudjiman, 1988: 6).

2. Jenis Cerita Rakyat

Baribin (1985: 13) membagi cerita rakyat menjadi empat jenis yaitu: cerita jenaka, mite, fabel, dan legende. Di bawah ini uraian keempat jenis cerita rakyat tersebut.

a. Cerita jenaka

(29)

b. Mite

Mite adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan animisme; cerita berisi tentang dewa/dewi atau roh.

c. Fabel

Fabel adalah cerita yang tokoh-tokohnya binatang, dan diceritakan binatang-binatang itu hidup dan bermasyarakat seperti manusia.

d. Legende

Legende adalah cerita yang berhubungan dengan keajaiban alam. Legende menceritakan tentang asal usul suatu tempat yang terbentuk atas keajaiban alam.

Cerita rakyat Rawa Pening yang menjadi objek penelitian ini adalah cerita rakyat berjenis legende. Cerita rakyat Rawa Pening ini menceritakan tentang asal mula terbentuknya rawa yang sampai sekarang disebut sebagai rawa pening di Jawa Tengah.

3. Pendekatan Struktural

(30)

Analisis struktural tak cukup hanya mendata unsure tertentu sebuah karya fiksi, namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu. Pendekatan struktural bertujuan untuk mengetahui fungsi dan hubungan unsur-unsur karya sastra, agar menghasilkan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh.

4. Unsur Intrinsik

Sebuah karya fiksi merupakan sebuah bangun cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Sebuah karya fiksi merupakan sebuah totalitas, sebagai sebuah totalitas karya sastra atau fiksi mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu sama lain secara erat dan saling menguntungkan (Nurgiyantoro, 1995: 22). Secara tradisional unsur karya fiksi (karya sastra) dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sasta itu sendiri, sedangkan unsur-unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1995: 23).

  Menurut Tjahjono (1988: 44), segi intrinsik karya sastra adalah hal-hal

(31)

Penelitian ini akan meneliti unsur-unsur intrinsik tersebut karena unsur-unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Peneliti menganggap unsur intinsik merupakan unsur yang terpenting dalam berdirinya sebuah karya sastra, sehingga peneliti tertarik untuk menelitinya.

4.1 Tokoh

Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan dalam karya sastra fiksi. Tokoh dalam cerita fiksi menunjuk pada tokoh atau pelaku cerita. Orang atau pelaku cerita sering disamakan artinya dengan karakter atau perwatakan. Saini K.M. dan Jakob Sumardjo (1986: 144), mengungkapkan bahwa tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa yang digambarkan di dalam plot.

(32)

Berdasarkan cara menampilkan perwatakannya, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh datar dan tokoh bulat (Sudjiman, 1988: 20). Tokoh datar adalah tokoh yang memperlihatkan satu segi wataknya saja. Tokoh datar bersifat statis, yaitu di dalam cerita watak tokoh ini sedikit sekali berubah, bahkan ada kalanya tidak berubah sama sekali. Tokoh bulat adalah tokoh yang memperlihatkan segala segi kekuatan (kelebihan) ataupun kelemahan (kekurangan), yang ia miliki. Tokoh bulat dapat memperlihatkan wataknya yang berbeda-beda setiap kali ia muncul.

Saini K.M. dan Jakob Sumardjo (1986: 145), berpendapat bahwa tokoh memiliki watak yang berbeda-beda. Watak yang diberikan pengarang kepada tokoh adalah watak yang dimiliki manusia. Misalnya jahat, baik, sabar, periang, pemurung, berani, pengecut, licik, jujur, atau campuran dari beberapa watak tadi. Watak para tokoh bukan hanya pendorong terjadinya peristiwa, tetapi juga merupakan unsur yang menyebabkan gawatnya masalah yang timbul dalam peristiwa.

(33)

Tokoh dibagi menjadi lima berdasarkan sudut pandang dan tinjauan, yaitu (a) tokoh utama dan tambahan, (b) tokoh protagonis dan tokoh antagonis, (c) tokoh sederhana dan tokoh bulat, (d) tokoh statis dan tokoh berkembang, dan (e) tokoh tipikal dan tokoh netral.

a.Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang ditampilkan terus menerus sehingga mendominasi sebagain cerita. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

Tokoh utama dalam sebuah cerita, mungkin saja bisa lebih dari satu orang, walaupun kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Sedangkan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung atau tidak langsung.

b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

(34)

dikagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita. Sedangkan tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik dalam sebuah cerita. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung, bersifat fisik maupun batin.

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Berdasarkan perwatakannya tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau bulat. Pengkategorian seorang tokoh kedalam tokoh sederhana atau bulat haruslah didahului dengan analisis perwatakannya. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat dan watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Perwatakan tokoh sederhana yang benar-benar sederhana, dapat dirumuskan hanya dengan sebuah kalimat, atau bahkan sebuah frase saja. Misalnya, “Ia seorang yang miskin, tetapi jujur”.

(35)

dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Pembedaan tokoh sederhana dan kompleks lebih bersifat penggradasian, berdasarkan kompleksitas watak yang dimiliki para tokoh. Misalnya: sederhana, agak kompleks, lebih kompleks, kompleks, sangat kompleks.

d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh dalam sebuah cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh-tokoh statis, tak berkembang, dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan wataknya sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia. Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan, dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan alur yang dikisahkan.

e. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

(36)

ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di dunia nyata.

Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seseorang yang berasal dari dunia nyata. Pembaca akan mengalami kesulitan untuk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang adanya unsur pencerminan dari dunia nyata.

4.2 Latar

(37)

termasuk. Biasanya latar muncul pada semua bagian atau penggalan cerita, dan kebanyakan pembaca tidak terlalu menghiraukan latar ini; karena lebih terpusat kepada jalan ceritanya. Kadang-kadang kita menemukan bahwa latar ini banyak mempengaruhi penokohan dan kadang-kadang membentuk tema. 

Latar disebut sebagai landas tumpu, yaitu menunjuk sebagai pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1955: 216). Menurutnya unsur latar mencakup tiga unsur pokok yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

a. Latar tempat

Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang sedang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang diipergunakan mungkin berupa tempat dengan nama tertentu, misalnya inisial tertentu, mungkin lokasi berupa tempat-tempat tertentu tanpa nama yang jelas. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh terjadi, yaitu di tempat (dan waktu) seperti yang diceritakan.

b. Latar waktu

(38)

dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasar acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan dan kejelasan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi.

c. Latar sosial

Latar sosial menunjukkan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Di samping itu latar sosial berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.

Latar menberikan pijakan secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah ada dan sungguh-sungguh terjadi. Di pihak lain, jika pembaca belum mengenal latar itu sebelumnya pembaca akan mendapatkan informasi baru yang berguna dan menambah pengalaman hidup.

Nurgiyantoro (1995: 218-222) membedakan latar menjadi beberapa jenis :

(39)

Membaca sebuah karya sastra akan bertemu dengan lokasi tertentu seperti nama kota, desa, jalan, hotel dan sebagainya. Di samping itu juga akan berurusan dengan hubungan waktu seperti tanggal, siang, malam, saat hujan, saat bulan purnama dan sebagainya. Latar tempat berhubungan secara jelas menyaran pada lokasi tertentu, dapat disebut sebagai latar fisik (Physical setting). Latar yang berhubungan dengan waktu juga dapat dikategorikan sebagai latar fisik sebab dapat mengarah pada saat tertentu secara jelas. Penunjukkan latar fisik dapat karya fiksi dapat dengan cara yang bermacam-macam, tergantung selera dan kreatifitas pengarang. Ada pengarang yang melukiskan secara rinci, sebaliknya ada juga yang sekedar menunjukkan dalam bagian cerita.

Latar spiritual (Spiritual setting) adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. Latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penerapan lokasi-lokasi tertentu, atau sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.

b. Latar Netral dan Latar Tipikal

(40)

Latar tipikal memiliki dan menonjolkan sifat khas tertentu, baik yang menyangkut latar tempat, waktu maupun sosial. Latar tipikal secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pengaluran dan penokohan. Latar tipikal biasanya mencerminkan latar tertentu di dunia nyata, atau dapat ditafsirkan demikian.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, penunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita.

4.3 Alur

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Dalam pengertian ini, alur merupakan jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang tidak terputus-putus. Oleh sebab itu, suatu kejadian dalam suatu cerita menjadi sebab atau akibat kejadian yang lain. Kejadian atau peristiwa-peristiwa itu tidak hanya berupa perilaku yang tampak, seperti pembicaraan atau gerak-gerik, tetapi juga menyangkut perubahan tingkah laku tokoh yang bersifat nonfisik, seperti perubahan cara berpikir, sikap, kepribadian, dan sebagainya. Latar merupakan tulang punggung suatu cerita. Yang menuntun kita untuk memahami keseluruhan cerita dengan segala sebab-akibat didalamnya. (Baribin, 1985: 61-62).

(41)

eksternal yaitu konflik antara satu tokoh dengan tokoh lain, atau antara tokoh dengan lingkungannya. Di antara konflik-konflik kecil yang terdapat dalam alur cerita, terdapat pula satu konflik sentral. Konflik sentral ini dapat berupa konflik internal yang kuat, atau konflik eksternal yang kuat; atau berupa gabungan konflik internal dan eksternal yang sangat besar mempengaruhi tokoh cerita. Klimaks cerita adalah saat-saat konflik menjadi sangat hebat dan jalan keluar harus ditemukan (Baribin, 1985: 62).

Alur terdiri atas beberapa bagian, yaitu paparan, rangsangan, konflik, rumitan, klimaks, krisis, leraian dan penyelesaian (Hariyanto, 2000: 138–139).

a. Paparan

Paparan adalah bagian karya sastra yang berisi keterangan mengenai tokoh serta latar. Paparan biasanya terletak pada bagian awal karya sastra. Pada bagian ini pengarang memperkenalkan para tokoh, tempat, peristiwa dan ringkasan cerita karya sastra cerpen.

b. Rangsangan

Rangsangan merupakan tahapan alur ketika mulai dibangunnya kekuatan, kehendak, kemauan, sikap dan pandangan yang saling bertentangan. Peristiwa ini timbul karena munculnya tokoh baru atau munculnya suatu peristiwa yang merusak keadaan.

(42)

Konflik merupakan tahapan ketika suasana emosional memanas karena per-tentangan dua atau lebih kekuatan. Pertentangan dibagi menjadi empat, yaitu manusia dengan alam, manusia dengan manusia, manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin), manusia dengan penciptanya.

d. Rumitan

Rumitan merupakan tahapan ketika suasana semakin memanas karena konflik semakin memuncak. Gambaran sang tokoh sudah mulai terlihat jelas walau belum seluruhnya.

e. Klimaks

Klimaks adalah titik puncak cerita. Tahapan ini merupakan pengubahan nasib tokoh. Klimaks adalah puncak rumitan yang diikuti oleh krisis. Klimaks me-nimbulkan puncak ketegangan bagi emosional pembaca.

f. Krisis

Krisis adalah bagian alur yang mengalami leraian. Tahapan ini ditandai dengan perubahan alur cerita menuju kesudahan.

(43)

Leraian adalah bagian struktur setelah tercapainya klimaks dan krisis. Kadar pertentangannya sudah mereda dan perkembangan peristiwa mengarah kepada selesaian.

h. Penyelesaian

Penyelesaian adalah tahapan terakhir dari alur. Pada tahap ini konflik sudah tidak ada. Segala masalah yang terjadi di dalam cerita telah terselesaikan.

Alur atau plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, unity. Plot yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula (Nurgiyantoro, 1995: 142). Plot dapat diktegorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Nurgiyantoro, (1995: 153-162) membedakan plot menjadi empat, yaitu berdasarkan (a) kriteria urutan waktu, (b) berdasarkan kriteria jumlah, (c) berdasarkan kriteria kepadatan, dan (d) berdasarkan kriteria isi.

(44)

Pembedaan plot berdasarkan kriteria urutan waktu, dibedakan menjadi tiga yaitu plot lurus, maju, atau dapat juga dinamakan progresif dan yang kedua sorot-balik, mundur, flash-back, atau dapat juga disebut sebagai regresif, dan plot campuran.

Plot lurus, progresif. Plot sebuah karya sastra dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh (atau menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).

Plot sorot-balik, flash back. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Karya yang berjenis plot ini, dengan demikian langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan barangkali konflik yang telah meruncing. Plot campuran merupakan penggabungan dari kedua plot di atas: progresif-regresif (Nurgiyantoro, 1995: 153-156).

(45)

bahkan memang sebuah karya fiksi biografi. Plot sub-subplot. Sebuah karya fiksi dapat saja memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. Struktur plot yang demikian dalam sebuah karya barangkali berupa adanya sebuah plot utama (main plot) dan plot-plot tambahan (sub-plot). Dilihat dari segi keutamaannya atau peranannya dalam cerita secara keseluruhan plot utama lebih berperan dan penting daripada sub-plot. Subplot merupakan bagian dari plot utama, ia berisi cerita “kedua” yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung efek keseluruhan cerita (Nurgiyantoro, 1995: 157-158).

(46)

atau berbagai pelukisan tertentu seperti penyituasian latar dan suasana, yang kesemuanya itu dapat memperlambat ketegangan cerita.

Plot berdasarkan kriteria isi. Kriteria isi dimaksudkan sebagai suatu, masalah, kecenderungan masalah, yang diungkapkan dalam cerita. Jadi sebenarnya, ia lebih merupakan isi cerita itu sendiri secara keseluruhan daripada sekedar urusan plot.

4.4 Tema 

  Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita dalam suatu

(47)

Tema dapat di pandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya sastra. Gagasan dasar umum inilah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Keberadaan tema dalam sebuah karya sastra amat bergantung dari berbagai unsur pembentuk karya sastra yang lain. Sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur cerita yang lain (Nurgiyantoro, 1995: 74).

Nurgiyantoro (1995: 77) menyebutkan tema dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, pengkategorian tema dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu (a) penggolongan dikotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional, (b) penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa menurut Shipley, (c) dan penggolongan dari tingkat keutamaannya.

a. Tema Tradisional dan Nontradisional

(48)

arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan, atau berbagai reaksi afektif yang lain (Nurgiyantoro: 1995: 78).

b. Tingkatan Tema Menurut Shipley

Tingkatan tema dibagi menjadi lima, yaitu tema tingkat fisik, tema tingkat orgnanik, tema tingkat sosial, tema tingkat egoik, dan tema tingkat divine.

Pertama, tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyarankan dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan dan unsur latar yang lebih menonjol

Kedua, tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas khususnya kehidupan seksualitas yang bersifat menyimpang atau suatu aktivitas yang dapat dilakukan oleh makhluk hidup.

Ketiga, tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Masalah sosial itu antara lain berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan bawahan, dan berbagai maslah sosial yang lain.

(49)

harga diri, dll. Masalah individualitas biasanya menunjukkan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian seseorang.

Kelima, tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiositas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis (Nurgiyantoro: 1995: 80-82).

c. Tema Utama dan Tema Tambahan

Tema pokok atau tema mayor artinya makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Menentukan tema pokok sebuah cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang bersangkutan. Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan, cerita, bukan mana yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Tema tambahan/ tema minor adalah makna-makna yang terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita (Nurgiyantoro, 1995: 82-83).

4.5 Amanat

(50)

tokoh menjelang cerita itu berakhir. Eksplisit jika pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran peringatan, nasehat, anjuran, larangan dan sebagainya, berdasarkan dengan gagasan yang mendasari cerita itu (Sudjiman, 1988: 57-58).

5. Pembelajaran Sastra di Sekolah dasar

Depdiknas (2006: 317), mengungkapkan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan, maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Bahasa memilki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kamampuan analitis serta imaginatif yang ada dalam dirinya.

Berdasarkan SK Mendiknas no. 23 tahun 2006, Standar Kompetensi Lulusan Satuan pendidikan (SKL-SP) Bahasa Indonesia SD/MI adalah sebagai berikut :

a. Mendengarkan

(51)

deskripsi berbagai benda dan peristiwa di sekitar, serta karya sastra dalam bentuk dongeng, puisi, cerita, drama, pantun, dan cerita rakyat.

b. Berbicara

Berbicara merupakan proses menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telpon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi.

c. Membaca

Membaca merupakan proses menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan puisi.

d. Menulis

(52)

6. Standar Kompetensi

Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat semester; standar kompetensi terdiri atas sejumlah kompetensi dasar sebagai acuan baku yang harus dicapai dan berlaku secara nasional (Depdiknas, 2006: 45).

Depdiknas (2006: 317), mmengemukakan enam harapan yang hendak dicapai dalam standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD). Adapun enam harapan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;

2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;

3. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kabahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya;

(53)

5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;

6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber bahan kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

7. Silabus

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (Depdiknas, 2006: 7). Depdiknas (2006: 8-11), menguraikan prinsip pengembangan silabus, unit waktu silabus, langkah-langkah pengembangan silabus, dan pengembangan silabus berkelanjutan. Penjabarannya adalah sebagai berikut.

a. Prinsip Pengembangan Silabus

Berikut ini diuraikan delapan prinsip pengembangan silabus yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) 2006.

1. Ilmiah : keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. 2. Relevan : cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian

materi dalam silabus sesuaia dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

(54)

4. Konsisten : adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat, asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

5. Memadai: cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual: cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian harus memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel: keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh: komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

b. Unit Waktu Silabus

Untuk mempelajari suatu materi pembelajaran, guru perlu menentukan, dan membuat unit waktu silabus. Berikut ini diuraikan dua kriteria unit waktu silabus.

(55)

pelajaran, dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing sekolah.

2. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

c. Langkah-Langkah Pengembangan Silabus

Silabus memiliki komponen yaitu identifikasi, standar kompetensi, kom-petensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat. Berdasarkan komponen di atas, Berikut ini akan diuraikan langkah-langkah penting yang terdapat dalam pengembangan silabus pembelajaran.

1. Mengisi Kolom Identifikasi

Mengisi kolom identifikasi adalah mengisi kolom keterangan yang tertera pada silabus, misalnya nama sekolah, nama mata pelajaran, dan nama kelas/semester.

2. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

(56)

3. Mengidentifikasi Materi Pokok

Mengidentifikasi materi pokok yang menunjang pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.

4. Mengembangankan Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar adalah kegiatan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Rumusan pengalaman belajar juga mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik.

5. Merumuskan Indikator Keberhasilan Belajar

Indikator adalah penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan atau respon yang ditampilkan oleh peserta didik. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

6. Penentuan Jenis Penilaian

(57)

siswa, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

7. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang di-cantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.

8. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

d. Pengembangan Silabus Berkelanjutan

(58)

evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.

8. Rencana Pelaksanaa Pemelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan dapat menerapkan pembelajaran secara terprogram. Komponen-komponen yang terdapat dalam RPP secara garis besar mencakup, (1) standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar, (2) tujuan pembelajaran, (3) materi pembelajaran, (4) pendekatan dan metode pembelajaran, (5) langkah-langkah pembelajaran, (6) alat dan sumber belajar, (7) evaluasi pembelajaran (Muslich, 2007: 53).

(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2002: 136). Ada beberapa metode yang sudah umum digunakan dalam penelitian. Metode yang sudah umum digunakan dalam penelitian antara lain metode deskriptif, kualitatif, kuantitatif, kualifikasi, dan sebagainya. Berikut ini metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini.

A. Jenis Penelitian

Moleong (2004: 4) berpendapat bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Penelitian berjudul Unsur Intrinsik Cerita

Rakyat ”Rawa Pening” dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di

Kelas V SD ini berjenis penelitian kualitatif.

B. Subjek dan Objek Penelitian

(60)

hal, atau sesuatu yang diteliti dari subjek. Objek kajian penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat ”Rawa Pening”.

C. Sumber Data

Sumber data adalah benda, hal, atau orang tempat peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang data (Arikunto, 2003: 111). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Judul cerita : Cerita Rakyat ”Rawa Pening”

Judul buku : Batu Menangis ( Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara )

Pengarang : Djoko Dwinanto

Penerbit : Balai Pustaka

Tahun terbit : 2005

D. Instrumen penelitian

(61)

E. Metode Penelitian

Metode dianggap sebagai cara-cara, strategi, untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Sebagai alat, sama dengan teori, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah sehingga lebih mudah dipecahkan dan mudah dipahami (Kutha, 2004: 34).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoode analisis deskriptif. Metode analisi deskriptif adalah mendeskripsikan secara sistematis kenyataan-kenyataan atau fakta-fakta dari sifat-sifat suatu data faktual dan teliti (Haryani, 2009). Dalam hal ini cerita rakyat ”Rawa Pening” sebagai sumber faktanya. Peneliti memilih metode deskriptif karena peneliti ingin mengungkapkan unsur intrinsik dalam cerita tersebut.

F. Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam memperoleh data adalah sebagai berikut:

1. Mencatat data-data yang berhubungan dengan teks cerita rakyat “Rawa Pening” karya Djoko Dwinanto, unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat, silabus pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

(62)

3. Menganalisis hubungan antar unsur cerita rakyat Rawa Pening

4. Membuat Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah ada.

5. Melaksanakan skenario pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di kelas.

6. Menyerahkan instrumen yang berupa lembar soal uraian dan lembar soal untuk membuat ringkasan cerita rakyat dengan kata-kata sendiri.

7. Menyuruh siswa untuk membuat menjawab soal uraian dan membuat ringkasan cerita rakyat dengan bahasanya sendiri pada jam pelajaran berlangsung.

8. Mengumpulkan pekerjaan siswa.

9. Melakukan penilaian hasil jawaban siswa dan ringkasan cerita rakyat sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

G. Teknik Analisis Data

(63)

Pemeriksaan dan pemberian skor karangan berdasarkan tujuh aspek penilaian dengan skala penilaian 1-100. Untuk keperluan praktis, penilaian setiap aspek perlu penskoran atau besarnya ”porsi” untuk masing-masing aspek. Idealnya penskoran mencerminkan tingkat pentingnya masing-masing unsur dalam karangan. Dengan demikian, kriteria yang paling sukar dan penting diberi skor yang paling tinggi (Nurgiyantoro, 2001: 304).

Berikut ini ketujuh aspek yang dinilai dalam karangan narasi (Nurgiyantoro, 2001: 307-308):

1. Judul

Judul yang baik harus memenuhi tiga syarat yaitu; relevan, provokatif, dan singkat. Judul yang memiliki syarat yang relevan, provokatif, dan singkat akan mendapat skor 5, skor 4 diperoleh jika judul yang di tulis relevan dan singkat, skor 3 diperoleh jika judul yang di tulis provokatif, skor 2 di peroleh jika judul mencerminkan suatu tema permasalahan, dan skor 1 diperoleh jika judul yang dibuat tidak memenuhi syarat yang ada.

2. Isi

(64)

diperoleh jika isi karangan mempunyai unsur alur, penokohan, perbuatan, sudut pandang, dan latar. Skor 3 diperoleh jika gagasan yang disampaikan tidak runtut tetapi menggunakan bahasa yang mudah dipahami, skor 2 jika isi yang dituangkan bukan merupakan satu kesatuan peristiwa, dan skor 1 diperoleh jika isi yang ditulis bukan merupakan satu kesatuan cerita, bahasa sulit dipahami, dan tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

3. Diksi

Diksi adalah pemilihan kata-kata untuk mengekspresikan ide, gagasan, dan perasaan. Diksi yang baik adalah pemilihan kata secara efektif dan tepat di dalam makna serta sesuai dengan masalah dan kejadian. Skor tertinggi adalah 5 dan skor terendah adalah 1. Skor 5 diperoleh jika kata yang dipilih sesuai dengan unsur ketepatan, seksama, dan lazim. Ketepatan maksudnya tepat arti dan tempatnya, seksama maksudnya serasi dengan apa yang dituturkan, sedangkan lazim maksudnya sesuai dengan ketentuan dalam menulis narasi. Skor 4 diperoleh jika pemilihan kata hanya memenuhi dua unsur, skor 3 jika pemilihan kata hanya memenuhi satu unsur, dan skor 2 jika tidak memenuhi ketiga unsur yaitu ketepatan, seksama, dan lazim.

4. Ejaan

(65)

penulisan, skor 3 jika ejaan yang digunakan kurang tepat, skor 2 jika ejaan yang digunakan tidak tepat, dan skor 1 jika ejaan yang digunakan salah.

5. Kebersihan dan Kerapian

Karangan yang bersih dan rapi akan mendapat skor tertinggi 5 dan terendah 1. Skor 5 jika karangan siswa bersih dan rapi, skor 4 jika rapi dan kurang bersih dalam penulisan, skor 3 jika bersih dan kurang rapi, skor 2 jika kurang bersih dan kurang rapi, dan skor 1 jika tidak bersih dan tidak rapi.

Tabel 1. Tugas I

Sebutkan 3 jenis cerita rakyat! (tema, tokoh, alur, latar, dan amanat).

Cerita rakyat adalah cerita-cerita yang telah dimiliki bangsa kita sejak kita belum memiliki tulisan, cerita-cerita rakyat tersebut diturunkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut (lisan) oleh nenek moyang kita.

Cerita jenaka, Mite, Fabel, Legenda.

.

Tokoh : 3 gembala, pak Lurah, janda tua, penduduk, bocah kudisan.

Alur : alur maju.

Latar : hutan, gua, pendapa kelurahan, rumah janda tua. Amanat :

(66)

 

yang jahat pasti akan mendapat hukuman juga.

- Sayangilah semua temanmu, janganlah membeda-bedakan dalam berteman karena Tuhan menciptakan manusia sama di hadapan-Nya.

Judul, isi cerita, diksi, ejaan, dan kebersihan serta kerapian.bahasa dan pilihan kata yang digunakan.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Tugas I

No Aspek Penilaian Bobot Skor Skor

Terbobot 1 Mendefinisikan pengertian cerita

rakyat

a. Benar, lengkap, dan jelas

b. Benar, jelas, dan kurang lengkap c. Benar, lengkap, dan kurang jelas d. Benar, kurang lengkap, dan kurang jelas

(67)

2 Menyebutkan jenis cerita rakyat a. Menyebutkan 3 jenis dengan benar b. Menyebutkan 2 jenis dengan benar c. Menyebutkan 1 jenis dengan benar d. Memberi jawaban yang salah e. Tidak memberi jawaban

2 5

3 Menemukan unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita rakyat.

a. menyebut 5 unsur dengan benar b. menyebut 4 unsur dengan benar c. menyebut 3 unsur dengan benar d. menyebut 2 unsur dengan benar e. menyebut 1 unsur dengan benar

6 5

Tabel 4. Kriteria Penilaian Tugas II

No Aspek Penilaian Bobot Skor Skor

Terbobot 1 Judul

a.Judul yang memiliki syarat yang relevan, provokatif, dan singkat b. Judul yang di tulis relevan dan

singkat

c. Judul yang di tulis provokatif d. Judul ditulis mencerminkan suatu

tema permasalahan

e. Judul yang dibuat tidak memenuhi syarat yang ada

a. Gagasan yang dituangkan jelas, merupakan satu kesatuan peristiwa, isi karangan sesuai dengan tema yang telah ditentukan, adanya tokoh dan penokohan yang jelas, alur jelas dan runtun, setting/ latar yang jelas, terdapat sudut pandang yang digambarkan dengan jelas, dan terdapat amanat yang dapat dipahami oleh pembaca.

6 5

4

(68)

alur, penokohan, perbuatan, sudut pandang, dan latar.

c. Gagasan yang disampaikan tidak runtut tetapi menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

d. Isi yang dituangkan bukan merupakan satu kesatuan peristiwa.

e. Isi yang ditulis bukan merupakan satu kesatuan cerita, bahasa sulit dipahami, dan tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

3

2

1

3 Diksi

a. Kata yang dipilih sesuai dengan unsur ketepatan, seksama, dan lazim. Ketepatan maksudnya tepat arti dan tempatnya, seksama maksudnya serasi dengan apa yang dituturkan, sedangkan lazim maksudnya sesuai dengan ketentuan dalam menulis narasi.

b. Pemilihan kata memenuhi ketiga unsur tetapi kurang benar.

c. Pemilihan kata hanya memenuhi dua unsur.

d. Pemilihan kata hanya memenuhi satu unsur.

e. Pemilihan kata tidak memenuhi ketiga unsur yaitu ketepatan, seksama, dan lazim.

c.Ejaan yang digunakan kurang tepat. d.Ejaan yang digunakan tidak tepat. e.Ejaan yang digunakan salah.

1 5

5 Kebersihan dan kerapian a.Karangan siswa bersih dan rapi. b. Karangan siswa rapi dan kurang

bersih dalam penulisan.

c. Karangan siswa bersih dan kurang rapi

d. Karangan siswa kurang bersih dan

1 5

4 3 2

(69)

kurang rapi

e.Karangan siswa tidak bersih dan tidak rapi.

1

Jumlah 50

(70)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Secara keseluruhan hasil penelitian ini dapat dikelompokkan dalam dua bagian. Hasil penelitian ini meliputi (1) deskripsi dan analisis unsur intrinsik karya sastra (tema, tokoh, latar, alur, dan amanat) cerita rakyat “Rawa Pening” karya Djoko Dwinanto, (2) implementasi cerita rakyat “Rawa Pening” karya Djoko Dwinanto sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas V SD dalam bentuk silabus dan RPP.

Cerita rakyat yang akan dianalisis dalam penelitian ini berjudul “Rawa Pening” karya Djoko Dwinanto. Cerita tersebut diambil dari Kumpulan Cerita Rakyat Indonesia. Cerita ini terdiri dari 12 lembar yaitu pada halaman 73-84.

Adapun sinopsis dari cerita rakyat “Rawa Pening” sebagai berikut :

Sinopsis

RAWA PENING

(71)

Sementara para orangtua mengerjakan sawah, anak-anak merekalah yang di suruh menggembalakan kerbau maupun sapi ke luar kampung.

Empat penggembala terlihat sedang menggiring kerbau ke hutan. Mereka segera melepaskan kerbaunya ketika sampai di hutan. Penggembala meninggalkan kerbaunya yang sedang mencari makan menuju sebuah pohon jambu. Mereka saling berlomba mendapatkan buah jambu yang matang paling banyak. Selang beberapa lama perlombaan itu di mulai, sudah terdengar suara gaduh dari mereka, ternyata ada satu orang gembala yang dimarahi gembala-gembala yang lain karena dia mendapatkan buah jambu yang masak paling banyak. Dia adalah seorang gembala yang berpenyakit kulit. Dia menderita kudisan, sehingga teman-teman gembala yang lain segera mengusirnya. Si anak kudisan itupun segera meninggalkan mereka.

(72)

Si anak kudisan itu sangat sedih mengenang nasib yang harus diterimanya. Dia sedih karena selalu diejek, dicaci maki dan diusir oleh teman-temannya. Sambil merenungi nasibnya, dia memukul-mukul sabitnya ke tanah di atas gua. Tiba-tiba dia terkejut karena gua yang dia duduki runtuh. Dia selamat dan segera mencari teman-temannya yang berteduh di dalam gua, tapi usahanya sia-sia. Dia kemudian memutuskan untuk kembali ke kampung dan memberitahukan kejadian itu pada penduduk kampung.

Sesampainya di kampung, dia segera menceritakan apa yang dialaminya di hutan. Pak Lurah yang mendapat laporan dari warga segera mengerahkan warganya untuk melakukan pencarian di hutan. Pencarian itu dilakukan sampai tengah malam, tapi tidak membuahkan hasil. Akhirnya karena penduduk sudah lelah, pak lurah menghentikan pencarian dan menyuruh penduduknya pulang. Pencarian gembala yang hilang dilakukan keesokan harinya. Setelah mendapat keyakinan dari si anak kudisan kalau di tempat itulah dia ingat ada gua yang runtuh, penduduk segera menggali gua tersebut. Namun aneh, ketika peralatan penduduk yang berupa cangkul dan linggis mencapai permukaan gua, darah mengucur deras dan gumpalan-gumpalan bekas cangkulannya merupakan daging merah dengan tetes-tetes darah.

Gambar

TABEL DAN GRAFIK
Tabel 1. Tugas I
Tabel 2. Tugas II
Tabel 4. Kriteria Penilaian Tugas II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan memahami latar, tema, dan tokoh dalam cerita rakyat Lampung pada siswa kelas V

Tujuannya adalah (1) mendeskripsikan hasil analisis unsur intrinsik cerpen ” Kembali ke Pangkal Jalan ” karya Yusrizal KW ditinjau dari tokoh, latar, alur, tema, amanat, dan

a. Tokoh, latar, alur, tema, bahasa, sudut pandang, dan amanat. Tokoh adalah pelaku dalam sebuah cerita dan yang menjadi pusat penceritaan. Latar adalah segala yang berhubungan

1.2.1 Bagaimanakah unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen “Kartu Pos dari Surga” karya Agus Noor yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur, latar, dan tema

7.2.3 Siswa dapat menganalisis unsur intrinsik (tokoh, tema, latar, alur, dan amanat) dan ekstrinsik (biografi pengarang, psikologi sastra, dan sosiologi sastra) dalam cerpen

 Mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik (tema, alur, konflik, penokohan, sudut pandang, amanat), cerita rakyat yang didengar  Mampu menjelaskan Unsur ekstrinsik

Melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi dengan TPACK, peserta didik dapat mengidentifikasi unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, latar,

hubungan antar unsur intrinsik tokoh dan penokohan, tema, cerita, latar, alur,. sudut pandang, dan