PEMANFAATAN SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) YANG DIFERMENTASI ASPERGILUS NIGER DALAM RANSUM
TERHADAP PERTUMBUHAN KELINCI JANTAN UMUR 8-18 MINGGU
SKRIPSI
Oleh
JACKI ESTRADA SINUKABAN 050306048/PETERNAKAN
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMANFAATAN SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) YANG DI FERMENTASI ASPERGILUS NIGER DALAM RANSUM TERHADAP
PERTUMBUHAN KELINCI JANTAN UMUR 8-18 MINGGU
SKRIPSI
Oleh
JACKI ESTRADA SINUKABAN 050306048/PETERNAKAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memproleh Gelar Sarjana pada Departemen Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) Dengan Fermentasi Aspergilus Niger Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan umur 8-18 minggu
Nama : Jacki Estrada Sinukaban
Nim : 05030648
Departemen : Peternakan Program studi : Peternakan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Ir. Tri Hesti Wahyuni,Msc
Ketua Anggota
Dr. Ir. Ristika Handarini, MP
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pemanfaatan Semak Bunga Putih
(Chromolaena odorata) dengan Fermentasi Aspergilus Niger dalam Ransum
terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan Umur 8-18 Minggu”, yang disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.Trihesti Wahyuni,MSc
selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP selaku pembimbing II,
bapak Ir.Edhy Mirwandhono, MSi bapak Dr.Ir Phillipus Sembiring, MS sebagai
dosen undangan setera kepada Ibu Ir. Yunilas, MP yang telah banyak memberikan
bantuan dan dorongan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini perlu penyempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Atas perhatiannya,
penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,Agustus 2010
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Semak Bunga Putih sebagai Pakan Ternak ... 4
Peran Aspergillus niger dalam Fermentasi... 6
Aspergillius niger………...7
Ternak Kelinci………8
Sistem Pencernaan Kelinci ... 10
Kebutuhan Nutrisi Kelinci ... 10
Konsumsi Ransum ... 13
Pertambahan Bobot Badan ... 14
Konversi Ransum... 16
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat Penelitian ... 16
Bahan ... 16
Alat ... 16
Metode Penelitian………...18
Parameter yang Diamati ... .19
Pelaksanaan Penelitian ... 20
DAFTAR TABEL
1. Kandungan nutrisi semak bunga putih ... 5
2. Kandungan asam amino semak bunga putih ... 6
3. Hasil analisa proksimat semak bunga putih ... 6
4. Kebutuhan zat gizi untuk kelinci ... 12
5. Pertambahan bobot badan kelinci ... 15
6. Rataan konsumsi ransum kelinci……… …..21
7.Rataan pertambahan bobot badan………22
8. Rataan konversi ransum ………23
9.Alisisis ragam konsumsi ransum……….24
10.Analisis ragam pertambahan bobot badan………26
11.Analisis ragam konversi ransum………27
Abstrak
JACKI ESTRADA SINUKABAN,2011."Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) fermentasi Aspergilus niger dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan umur 8-18Minggu" dibawah bimbingan TRI HESTI WAHYUNI dan RISTIKA HANDARINI penelitian dilaksanakan di Peternakan kelinci JAMIN PURBA, Jl.Udara Gg Rukun Brastagi-Kabupaten Karo yang berlansung 22 Januari sampai 12 April 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat pemberian semak bunga putih (chromolaena odorata) yang di fermentasi dengan Apsergillus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan kelinci jantan umur 8-18 minggu .Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL)yang terdiri dari 6 perlakuan 4 ulangan masing masing ulangan terdiri dari 2 ekor kelinci . Dengan perlakuan yaitu RO (ransum pabrik), R1 0% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R2 10% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R3 20% Chromolaena odrata fermentasi dan daun wortel, R4 30% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel dan R5 40% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel. Parameter yang diamati yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Abstrac
JACKI ESTRADA SINUKABAN, 2011. "Utilization of White Flower Shrubs (Chromolaena odorata ) fermented Aspergillus niger in the Ration on the Growth of Male Rabbit 8-18 week of ages " below guidance TRI HESTI WAHYUNI and RISTIKA HANDARINI . The research conducted at JAMIN PURBA’S rabbit farm, Jl.Udara Pillars Brastagi-Karo district .The research has been done on Januar 22 until 12 April 2010.
This study aimed to test the level of white flower shrubs (Chromolaena odorata) fermented with Apsergillus niger in ration on the growth of male rabbits 8-18 week of ages the design that used a completely randomized design (CRD) consisting of six treatments four replacations and each replacations consist of two rabbit. The treatment were RO (comersial feed), R1 0 % Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R2 10% Chromolaena odorata femented and carrot leaf , R3 20% Chromolaea odorata fermeted and carrot leaf , R4 30% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R5 40% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf . The three paramter of the researsch were: feed intake, avreage daily gain and feed convertion ratio.
RIWAYAT HIDUP
Jacki Estarada Sinukaban,lahir pada tanggal 22 Agustus 1985 di Lingga
Tanah karo.Anak keempat dari empat bersaudara, putara dari Bapak Martín
Karo-Karo dan Ibu Tiurna br Bangun.Pengalaman yang telah ditempuh penulis.
1.,Tahun 1992 memasuki SD Impres Lingga lulus pada tahun 1998
2.Tahun 1998 memasuki SLTP SW RK XAVERIUS 1 Kabanjahe lulus tahun
2001
3. Tahun 2001 memasuki SMA Negeri 1 Kabanjahe lulus tahun 2004
4. Tahun 2005 masuk ke Departeman PeternakanUniversitas Sumatera Utara
melalui jalur SPMB.
5.Tahun 2005 Menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Karo Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
6.Tahun 2005 menjadi anggota UKM-KMK UP Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
7.Melaksanapakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Peternakan Domba Pak
Hasim di desa Hulu Kecamatan Brandan Kabupaten Langkat pada bulan
Juni-Juli2008.
8.Tahun 2008 Menjadi Panitia Natal Sebagai Koordinator Seksi Dana Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
9. Melaksanakan penelitian di Peternakan Jamin Purba, SPt di Jl.Udara Gg.Rukun
Abstrak
JACKI ESTRADA SINUKABAN,2011."Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) fermentasi Aspergilus niger dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan umur 8-18Minggu" dibawah bimbingan TRI HESTI WAHYUNI dan RISTIKA HANDARINI penelitian dilaksanakan di Peternakan kelinci JAMIN PURBA, Jl.Udara Gg Rukun Brastagi-Kabupaten Karo yang berlansung 22 Januari sampai 12 April 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat pemberian semak bunga putih (chromolaena odorata) yang di fermentasi dengan Apsergillus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan kelinci jantan umur 8-18 minggu .Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL)yang terdiri dari 6 perlakuan 4 ulangan masing masing ulangan terdiri dari 2 ekor kelinci . Dengan perlakuan yaitu RO (ransum pabrik), R1 0% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R2 10% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R3 20% Chromolaena odrata fermentasi dan daun wortel, R4 30% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel dan R5 40% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel. Parameter yang diamati yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Abstrac
JACKI ESTRADA SINUKABAN, 2011. "Utilization of White Flower Shrubs (Chromolaena odorata ) fermented Aspergillus niger in the Ration on the Growth of Male Rabbit 8-18 week of ages " below guidance TRI HESTI WAHYUNI and RISTIKA HANDARINI . The research conducted at JAMIN PURBA’S rabbit farm, Jl.Udara Pillars Brastagi-Karo district .The research has been done on Januar 22 until 12 April 2010.
This study aimed to test the level of white flower shrubs (Chromolaena odorata) fermented with Apsergillus niger in ration on the growth of male rabbits 8-18 week of ages the design that used a completely randomized design (CRD) consisting of six treatments four replacations and each replacations consist of two rabbit. The treatment were RO (comersial feed), R1 0 % Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R2 10% Chromolaena odorata femented and carrot leaf , R3 20% Chromolaea odorata fermeted and carrot leaf , R4 30% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R5 40% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf . The three paramter of the researsch were: feed intake, avreage daily gain and feed convertion ratio.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan penduduk mengakibatkan kebutuhan protein yang
dikomsumsi oleh manusia semakin bertambah. Banyaknya penduduk
mengakibatkan lahan untuk pertanian makin sempit sehingga sulit untuk
mendapatkan protein nabati. Oleh karena itu prioritas pemenuhan kebutuhan
protein, diutamakan berasal dari protein hewani.
Kelinci merupakan salah satu komoditas ternak yang menghasilkan protein
hewani yang berkualitas tinggi. Ada beberapa keuntungan bila kelinci digunakan
sebagai penghasil daging. Kelinci mempunyai kemampuan mengubah pakan
menjadi daging yang lebih baik dibandingkan dengan jenis hewan lainnya. Kedua,
kelinci mudah dipelihara tanpa modal atau peralatan yang besar nilainya. Sebagai
usaha sampingan kelinci mudah dipelihara, dan tidak membutuhkan areal yang
luas.
Dalam usaha budidaya ternak kelinci ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan yaitu persiapan lokasi yang sesuai, pembuatan kandang, penyediaan
bibit dan penyediaan pakan. Seperti hewan percobaan lainnya, kualitas makanan
kelinci merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan kelinci untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya.
Pakan utama kelinci adalah hijauan dan kosentrat. Untuk Indonesia yang
mempunyai iklim tropis, umumnya kualitas pakan rendah karena hijauannya
kurang mengandung air, protein dan mineralnya rendah dan serat kasarnya tinggi.
Untuk itu diupayakan pemanfaatan sumber hijauan lain yang sifatnya musiman
gulma semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang keberadannya tidak
dikehendaki oleh petani karena mengganggu tanaman pertanian dan rumput yang
sengaja ditanam untuk tujuan pakan ternak.
Penelitian terhadap semak bunga putih sebagai pakan ternak telah
dilakukan di Pakistan. Perlakuan yang diberikan sampai level 30% menunjukkan
bahwa sampai batas maksimum masih memebrikan pertumbuhan pakan yang
signifikan (Bamikole dan Osemwenkhoe, 2004).
Penelitian terhadap semak bunga putih di Indonesia dilakukan oleh
Esterlina (2009) dengan level maksimum 35% menunjukan bahwa tepung daun
masih memberikan hasil yang baik. Untuk meningkatkan pemanfaatan semak
bunga putih, akan dicobakan difermentasi sehingga secara kuantitas lebih banyak
yang dapat diberikan pada ternak. Fermentasi dilakukan mengunakan jamur
Aspergillus niger dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan protein,
menurunkan kandungan serat kasar sehingga daya cerna semak bunga putih
meningkat.
Dengan dasar tersebut penting dilakukan penelitian terhadap semak bunga
putih, agar manfaatnya dapat dirasakan oleh peternak dan meringankan kerugian
petani akibat kerugian yang ditimbulkan. Peneliti ingin mengetahui seberapa
besar pengaruh pemanfaatan daun semak bunga putih yang difermentasi
Aspergilus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan ternak kelinci umur 8-18
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemberian tepung daun semak
bunga putih (Chromolaena odorata) yang di fermentasi Aspergillus niger dalam
ransum terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi ransum
kelinci jantan pasca lepas sapih umur 8-18 minggu
Hipotesis Penelitian
Pemberian tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata)
fermentasi Aspergillus niger berpengaruh positif terhadap konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan dan konvensi ransum kelinci jantan umur 8-18 minggu.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan
akademis dan peternak tentang pemanfaatan tepung daun semak bunga putih
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Semak Bunga Putih Sebagai Pakan Ternak
Semak bunga putih (Chromolaena odorata) bersinonim dengan
Eupatorium odoratum L. dan E. Conyzoides Vahl. Chromolaena. Beberapa daerah
di Indonesia menyebut tanaman ini dengan nama tekelan atau kirinyuh.
Klasifikasi sem, familia Asteraceae, genus Chromolaena, spesies Chromolaena
odorata (L.) King & H.E. Robins (Anonimous, 2008).
Gulma merupakan tumbuhan perdu berkayu (woody weeds) tahunan
dimana batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma mempunyai ciri
khas: daun berbentuk segitiga, mempunyai tiga tulang daun yang nyata terlihat
dan bila diremas akan terasa bau yang menyengat, percabangan berhadapan,
bunga majemuk berwarna putih kotor. Penyebaran gulma berada pada daerah ak
bunga putih sebagai berikut: kingdom Plantae (tumbuhan), super divisio
Spermatophyta (menghasilkan biji), divisio Magnoliophyta (berbunga), kelas
Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil), sub kelas Asteridae, ordo Asteralesdengan
ketinggian antara 50-1000 m di atas permukaan laut (Nasution, 1986).
Perkembangbiakan gulma sangat mudah dan cepat, baik secara generatif
maupun vegetatif. Secara generatif, biji gulma yang halus, ringan dan berjumlah
banyak dapat disebarkan oleh angin, air, hewan maupun manusia.
Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi karena bagian batang yang ada di
dalam tanah akan membentuk tunas-tunas baru dan muncul kepermukaan tanah
Gulma ini masih menjadi masalah penting di perkebunan, kehutanan,
saluran pengairan dan padang penggembalaan (Sukman dan Yakup, 1995). Gulma
semak bunga putih tidak dikehendaki kehadiranya dalam suatu area tertentu
karena dianggap mengganggu tanaman pertanian maupun rumput yang
merupakan pakan ternak. Sistem perakaran semak bunga putih bercabang banyak
dan adventif sehingga mampu menyerap unsur N yang terikat kuat dalam tanah.
Permukaan bagian bawah daun yang halus dan bagian atas yang kasar
memungkinkan air tanah diserap dan disimpan di daun serta bagian hijau lainnya
(Rovihandono, 2008).
Menurut Mulik (2007) semak bunga putih sangat berpotensi sebagai pakan
ternak karena kandungan proteinya sangat tinggi (21 – 36%) setara dengan turi
gamal dan lamtoro. Sementara itu hasil penelitian Esterlina (2009) dan Winanto
(2009) kandungan protein kasar daun semak bunga putih 25.51% (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan nutrisi semak bunga putih
Nutrisi Kandungan Sumber: Esterlina (2009) dan Winanto (2009).
Kelebihan daun semak bunga putih mempunyai beberapa kandungan asam amino
yang tinggi antara lain: alanin, arginin, glisin, leusin dan valin yaitu lebih dari 4 %
Tabel 2. Kandungan beberapa asam amino semak bunga putih
Asam amino Kandungan(%)
Alanin Sumber : Mullik (2007)
Hasil analisis proksimat terhadap semak bunga putih yang telah
fermentasi dengan Aspergillus niger menunjukan protein yang cukup tinggi yaitu
28.08 % (Tabel 3).
Tabel 3. Kandungan semak bunga putih hasil analisa proksimat.
Nutrisi Kandungan
Sumber : Labaoratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Sumatera Utara(2009). *Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makan Ternak IPB(2009).
Penelitian di Pakistan oleh Bamikole dan Osemwenkhoe (2004)
menunjukkan bahwa tepung daun semak bunga putih dapat ditambahkan dalam
pakan kelinci sampai level 35%.
Peran Aspergillus niger dalam Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses metabolisme dimana enzim dari
mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainya
Proses fermentasi bahan pangan oleh mikroorganisme menyebabkan
perubahan-perubahan yang dapat memperbaiki mutu bahan pangan baik nilai gizi
maupun daya cerna serta meninggkatkan daya simpan. Produk fermentasi
biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya. Hal
ini disebabkan mikroba bersifat katabolik yang mempunyai kemampuan merubah
komponen-komponen kompleks yang terkandung dalam bahan pakan asal
menjadi zat yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Winarno dan Fradiaz,
1980). Pemecahan bahan pakan dibantu oleh beberapa enzim, antara lain:
cellulase, hemisellulase dan polimer-polimernya menjadi gula sederhana (Bukle et
al., 1985).
Penambahan bahan-bahan nutrien ke dalam media fermentasi dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang digunakan
sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang
ditambahkan ke dalam medium fermentasi akan diuraikan oleh enzim urease
menjadi amonia dan karbondioksida selanjutnya digunakan untuk pembentukan
asam amino (Fardiaz, 1989).
Aspergillus niger
Hardjo et al. (1989) mengemukan bahwa klasifikasi Aspergillus niger
sebagai berikut: genus Aspergillus, famili Euritaceae, ordo Eutiales, klass
Asomycotina, divisi Asmatgmycota.
Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhanya. Temperatur optimum bagi pertumbuhanya antara 35 - 37ºC.
65 – 70%. Aspergillus niger mempunyai ciri yaitu benang tunggal yang disebut
hifa (berupa kumpulan benang-benang padat menjadi satu bahan miselium), tidak
mempunyai klorofil dan hidupnya heterotof serta berkembang biak secara
vegetatif dan generatif (Fardiaz, 1989).
Aspergillus niger di dalam pertumbuhanya berhubungan lansung dengan
zat makanan yang terdapat dalam medium. Aspergillus niger menghasilkan
beberapa enzim ektraseluler seperti amilase, amiglukosidase, pektinase, selulase,
glukosidase (Hardjo et al., 1989). Enzim urease akan memecah urea menjadi asam
amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino
(Lenhniger, 1991).
Ternak Kelinci
Menurut Susilorini et al., (2007) kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun yang
silam dengan tujuan keindahan, penghasil bulu, kulit (fur), wol dan hewan
percobaan. Kelinci diklasifikasikan ke dalam: kingdom Animalia, filum
Chordata dan subfilum Vertebrata, sementara untuk kelasnya kelinci termasuk
kedalam kelas mamalia; ordo Lagomorpha; famili Leporidae; sub famili Leporine;
genus Lepus, Orictolagus dan Species Lepus spp., Orictolagus spp. Cuniculus.
Menurut Whendrato dan Madyana (1986), pada saat ini di Indonesia ada
tiga macam kelinci yaitu kelinci lokal, kelinci unggul dan kelinci persilangan
(crossing). Kelinci lokal adalah keturunan kelinci yang masuk ke Indonesia sejak
lama, dibawa oleh orang Eropa dan Belanda sebagai ternak hias atau kesayangan.
Ciri-ciri kelinci lokal adalah: bentuk dan bobotnya kecil, sekitar 1.5 kg, bulu
mempunyai ciri-ciri keturunan kelinci Belanda (Dutch) dan atau kelinci New
Zealand. Kelinci lokal walaupun bukan berasal dari Indonesia asli, terjadi akibat
perkawinan silang yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi , faktor
makanan, faktor cuaca, faktor pemeliharaan dan lain-lain sehingga terjadilah
kelinci yang biasa disebut kelinci local. Kelinci crossing merupakan kelinci hasil
silang antara kelinci lokal dengan kelinci unggul atau hasil silang dua jenis strain
unggul.
Berdasarkan bobot tubuh kelinci, Putra dan Budiana (2007)
menggolongkan kelinci menjadi tiga tipe yaitu:
1. Golongan kecil: dengan bobot 0.9-2 kg seperti Polish, Ducth dan Nederland
dwarf.
2. Golongan sedang: dengan bobot 2-4 kg seperti New Zealand, California,
Carolina, Simonoire dan Lop.
3. Golongan berat: dengan bobot 5-8 kg seperti Giant, Chinchila, Flemish giant
dan Chekered giant.
Dalam pemeliharaan kelinci, Rismunandar (1990) menyatakan bahwa
kelinci mempunyai tiga tujuan yaitu untuk memperoleh daging, kulit dan
bulunya. Bila tujuan pemeliharaan kelinci untuk dijual guna dimakan dagingnya
maka lamanya mengasuh anak harus diatur. Lamanya mengasuh anak dapat
ditetapkan hingga 8 minggu setelah lahir dan setelah itu induk kelinci dapat
dikawinkan lagi dengan pejantannya. Adakalanya sesudah anak berumur 6
minggu induk kelinci disatukan lagi dengan jantannya kemudian induk tersebut
Sistem Pencernaan Kelinci
Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak
dapat mencerna serat kasar secara baik. Sistem pencernaan kelinci yang
sederhana dengan caecum dan usus yang besar memungkinkan kelinci untuk
memakan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan sejenisnya.
Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di saluran cerna bagian bawah seperti yang
terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci memfermentasikan pakan di usus
belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di caecum (bagian pertama usus besar),
kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya
(Sarwono, 2001). Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak bertambah
setelah kelinci berumur 5-12 minggu.
Kelinci mempunyai kebiasaan cropophagy yaitu memakan kotoran lunak
yang berbentuk pellet langsung dari anusnya. Feses ini berwarna hijau muda dan
lembek (Blakely et al., 1998). Kegiatan ini selalu dilakukan oleh kelinci muda
umur 3 minggu pada waktu malam menjelang pagi. Hal ini merupakan akibat dari
fermentasi caecum yang menghasilkan banyak vitamin B, asam amino esensial
dan mengeluarkan serat kasar yang telah dicerna lebih lanjut, serta nutrisi yang
lainnya (Ranjhnan, 2001).
Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Pakan adalah semua bahan makanan yang diberikan dan bermanfaat bagi
ternak. Sedangkan ransum adalah pakan yang terdiri dari satu atau lebih jenis
ternak, bebas dari penyakit, mudah didapat dan murah harganya (Widayati dan
Widalestari, 1996). Komposisi pakan berbeda untuk jenis hewan yang satu dengan
yang lain.
Konsentrat juga diperlukan dalam tambahan makanan kelinci. Konsentrat
berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi yang diberikan dan mempermudah
penyediaan makanan. Konsentrat sebagai ransum diberikan sebagai makanan
tambahan penguat. Konsentrat untuk pakan kelinci dapat berupa pellet (pakan
buatan pabrik), bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu atau
gaplek (Prasetyo, 2002).
Menurut Tillman et al., (1989) hewan dalam masa pertumbuhan
membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), untuk gerak otot
dan sintesa jaringan-jaringan baru. Bila hewan diberi pakan yang mengandung
protein dan energi melebihi kebutuhan hidup pokoknya, maka hewan tersebut
akan menggunakan kelebihan zat makanan untuk pertumbuhan dan produksi
sedangkan pada hewan dewasa kelebihan zat makanan disimpan dalam bentuk
lemak.
Kelinci hanya memerlukan ransum dengan kadar lemak rendah. Bahan
pakan seperti: jagung, sorghum, bekatul, dedak dan menir sangat cocok untuk
kelinci. Protein sangat penting untuk pertumbuhan anak, pembentukan daging dan
perrumbuhan bulu. Banyaknya ransum untuk induk bunting dan induk menyusui
per ekor dewasa per hari adalah: hijauan sekitar 1 – 2 kg dan konsentrat 6.7%
dari bobot hidupnya. Sedangkan untuk induk kering, induk muda dan anak
kelinci yang telah disapih banyaknya: rumput/hijauan sekitar 1 – 2 kg dan
Kelinci adalah termasuk binatang malam, maka dalam kehidupan
alamiahnya kelinci mencari makan dan berkeliaran diwaktu malam. Oleh karena
itu, diwaktu sore hari menjelang malam harus disediakan makanan yang cukup.
Waktu pemberian pakan harus teratur dan tidak diubah-ubah. Pakan sebagian
diberikan pada pagi hari dan sebagian lagi pada sore hari (Subroto, 1994).
Jenis-jenis hijauan yang dapat diberikan untuk pakan kelinci antara lain:
rumput lapangan, daun ubi jalar, daun singkong, daun wortel, daun kangkung,
kubis, daun turi dan daun lamtoro. Limbah pertanian yang dapat diberikan pada
kelinci antara lain: dedak, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas tapioka, ubi jalar,
dan ubi kayu. Pelayuan dan pencacahan pada hijauan merupakan perlakuan
terbaik sebelum diberikan pada ternak. Perebusan atau pencampuran dengan air
panas pada konsentrat dapat meningkatkan kualitas pakan dan mempercepat
pertumbuhan kelinci (Muslih, 2005).
Seperti hewan lainnya kelinci membutuhkan karbohidrat, protein, lemak,
mineral, vitamin dan air (Tabel 4). Dimana jumlahnya tergantung dari umur,
tujuan produksi serta kecepatan pertumbuhannya.
Tabel 4. Kebutuhan zat gizi untuk kelinci
Zat gizi Masa Sumber : NRC (1977) disitasi oleh Tillman et al. (1989).
cadangan dalam bentuk lemak. Energi berkaitan erat dengan konsumsi protein.
Dimana kebutuhan protein berbeda sesuai dengan umur, tipe dan macam ternak
serta produksi ternak tersebut. Singh (1997) mengemukan bahwa, pakan kelinci
terdiri dari 3% lemak. Penambahan lemak sekitar 6% dalam pakan dapat
meningkatkan pertumbuhan kelinci. Penambahan lemak akan meningkatkan
energi pakan, tetapi tidak ekonomis.
Menurut Sumoprastowo (1985), selain jenis-jenis pakan tersebut diatas,
perlu diperhatikan pula bahwa kelinci pun suka pada garam dapur. Untuk
keperluan tersebut maka sebaiknya di dalam kandang disediakan garam blok.
Pencampuran garam dalam konsentrat cukup 0.5% saja.
Menurut Putra dan Budiana (2007) air mutlak dibutuhkan oleh makhluk
hidup untuk keperluan hidupnya, termasuk kelinci. Kebutuhan air minum seekor
kelinci minimal 0.4 – 0.6 l/hari. Jumlah ini bertambah 2 – 3 kali lipat jika induk
sedang bunting atau menyusui anaknya. Pemberian air minum harus memenuhi
kebutuhan kelinci dan bersih.
Konsumsi Ransum
Faktor makanan merupakan salah satu faktor utama didalam
pengembangan ternak kelinci. Oleh karena itu, berhasilnya ternak kelinci juga
bergantung kepada perhatian peternak didalam menyajikan mutu makanan beserta
volumenya. Selain itu, zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya harus
terpenuhi pula (AAK, 2000).
Semua hewan berdarah dingin dan sejumlah besar hewan berdarah panas
menghabiskan sejumlah besar waktunya tanpa melakukan sesuatu apapun dan
baik dalam jumlah yang cukup adalah faktor umum yang paling penting dalam
menentukan perkembangan, dominasi dan kehidupan untuk semua organisme
hidup (Lawrie, 1995). Rataan konsumsi hasil penelitian Bamikole dan
Osemwenkhoe (2004) 289.94 g/ekor/minggu. Sedangkan rataan konsumsi ransum
hasil penelitian Esterlina (2009) dengan menggunakan tepung semak bunga putih
tanpa fermentasi yang terbaik pada level 21% yaitu 383.66 g/ekor/minggu.
Konsumsi ransum adalah sejumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan
jumlah sisa pakan. Pada umumnya konsumsi ransum kelinci betina akan lebih
besar dari pada kelinci jantan. Hal ini disebabkan kelinci betina akan
membutuhkan nutrisi yang lebih banyak untuk siklus estrus dan kebuntingan
(Poespo, 1986).
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran kenaikan bobot
badan yang dilakukan dengan cara penimbangan secara berkala dan dinyatakan
sebagai pertumbuhan berat badan dalam satuan waktu tertentu: tiap hari, tiap
minggu atau tiap waktu lainnya. Pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat dan
tahap yang lambat. Tahap yang cepat terjadi pada saat sampai pubertas dan tahap
lambat terjadi pada saat dewasa tubuh telah tercapai (Tillman et al., 1989).
Selama pertumbuhan ada dua hal yang terjadi yaitu peningkatan bobot
badan sampai mencapai dewasa yang disebut pertumbuhan dan pertumbuhan
konformasi (bentuk tubuh) serta berbagai fungsi dan kesanggupanya untuk
melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan. Hampir
lebih besar dan lebih berat dari pada betina dalam kehidupan dewasa (Lawrie,
1995).
ADG (Average Daily Gain) adalah rata-rata kecepatan pertambahan bobot
badan harian yang diperoleh dengan berat akhir dikurangi berat awal kemudian
dibagi lama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan kelinci pada umumnya dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pertambahan bobot badan kelinci.
Umur Berat badan (g) Pertambahan berat
badan (g/hari)
Sumber : Reksohadiprodjo (1984).
Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran
yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh,
termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan
organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu
pada karkas. Faktor jenis kelamin, hormon dan kastrasi serta genotif juga
mempengaruhi pertumbuhan. Dimana konsumsi protein dan energi yang lebih
tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno, 1992).
Rataan pertambahan bobot badan hasil penelitian Esterlina (2009) dengan
Konversi Ransum
Konversi ransum adalah perbandingan antara berat pakan yang diberikan
dengan berat daging hidup yang dihasilkan. Pada ternak kelinci jenis New Zealand
White yang dipelihara untuk tujuan produksi daging, imbangan yang dapat dicapai
adalah 3:1. Hal ini tergantung mulai dari saat ternak disapih hingga dipotong pada
umur 4 bulan. Konversi pakan yang terbaik diperoleh ketika ternak mempunyai
bobot badan 1.8 – 2 kg yaitu kira-kira berumur 2 – 3 bulan (Kartadisastra, 1994).
Rataan konversi ransum yang diperoleh Esterlina yaitu 3.78 gram.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan perlakuan fermentasi untuk
meningkatkan jumlah pemberian dan meningkatkan daya cerna semak bunga
putih. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan Aspergillus niger yang
berperan untuk memecah serat kasar, meningkatkan protein, serta mengurangi
kadar tanin pada semak bunga putih.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kelinci Bapak Jamin Purba, S.Pt
Jln. Udara Gg. Rukun Berastagi Kab. Karo Sumatera Utara. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2010
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kelinci lokal umur 8
minggu sebanyak 48 ekor (560.97 ± 223.55g), konsentrat (jagung, dedak halus,
tepung ikan, bungkil kedelai, tepung daun semak bunga putih(Cromolaena
odorata) yang difermentasi (COF), garam, kapur dan top mix), daun wortel,
obat-obatan dan vitamin, desinfektan, air minum, Aspergillus niger, urea dan gula
merah.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kandang individu,
tempat makan dan minum, timbangan shalter kapasitas 5 kg, alat penerang, alat
Metode Penelitian
Menurut Hanafiah (2002) metode penelitian yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan model
rancangan :
Yij = μ + τi + Σij
Dimana :
Yij = nilai pengamatan satuan percobaan ke-j yang mendapatkan perlakuan ke-i
µ = nilai tengah.
τi = pengaruh dari perlakuan ke-i.
Σij = galat percobaan pada satuan percobaan ke-j dalam perlakuan ke-i.
Banyaknya ulangan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
t(n-1) ≥ 15
6(n-1) ≥ 15
6n-6 ≥ 15
6n ≥ 21
n ≥ 3.5
n ≈ 4
Ransum perlakua n terdiri atas:
R1 = daun wortel + konsentrat mengandung 0% COF.
R2 = daun wortel + konsentrat mengandung 10% COF.
R3 = daun wortel + konsentrat mengandung 20% COF.
R4 = daun wortel + kosentrat mengandung 30% COF.
R5 = daun wortel+kosentrat mengandung 40% COF.
Keterangan: COF = tepung daun Chromolaena odorata fermentasi
Susunan pengacakan unit perlakuan sebagai berikut :
R22 R13 R03 R34 R51 R52
R44 R41 R43 R54 R54 R53
R12 R33 R11 R32 R42 R23
R14 R04 R22 R31 R03 R21
Parameter yang Diamati
1 . Konsumsi pakan (daun wortel dan konsentrat) (gram/ekor/minggu).
Konsumsi daun wortel = pemberian daun wortel pagi hari - sisa daun wortel
esok paginya. Konsumsi daun wortel dihitung setiap hari.
Konsumsi konsentrat = pemberian kosentrat pada awal minggu - konsentrat
sisa. Konsumsi konsentrat dihitung setiap minggu.
2. Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/minggu).
Diukur berdasarkan selisih bobot badan pada akhir minggu dengan bobot
badan pada awal minggu.
3. Konversi Ransum
Diukur berdasarkan, perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi
Pelaksanan Penelitian
1. Pengolahan daun semak bunga putih menjadi tepung daun semak bunga putih
yang difermentasi dengan Aspergillus niger (Lampiran1).
2. Pemilihan ternak.
Ternak kelinci yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 48 ekor jantan.
Pemilihan ternak didasarkan pada: jantan lepas sapih, sehat, lincah, gerakan
aktif, pertumbuhan bulu merata dan mata jernih. Penelitian ini terdiri atas 6
perlakuan dan tiap perlakuan diulang 4 kali. Dalam setiap unit penelitian
terdiri atas 2 ekor ternak.
3. Persiapan kandang.
Kandang terlebih dahulu di desinfektan dengan menggunakan rodalon dan
dibiarkan selama satu minggu. Peralatan kandang dibersihkan dan di
desinfektan sebelum digunakan.
4. Pemberian pakan.
Kelinci diberi ransum (konsentrat dan daun wortel) secara bergantian.Dimana
Pemberian daun wortel terlebih dahulu dan kosentrat, agar kelinci tidak
memilih makanan. Penyusunan ransum dilakukan satu kali dalam seminggu.
5. Pemberian air minum.
Air minum diberikan secara ad-libitum.
6. Pemberian obat-obatan.
Pemberian obat-obatan disesuaikan dengan kondisi ternak. Obat-obatan
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Hasil
Konsumsi Ransum
Komsumsi ransum adalah kemampuan ternak untuk menghabiskan
sejumlah ransum yang diberikan. Dimana konsumsi ransum dihitung berdasarkan
sejumlah pakan yang biberikan dikurangi dengan jumlah sisa pakan. Konsumsi
ransum kelinci dengan pemberian tepung daun semak bunga putih yang
difermentasi dengan Aspergillus niger selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Rataan konsumsi ransum kelinci selama penelitian (g/ekor/minggu)
Pelakuan Ulangan Total Rataan ±sd
1 2 3 4
R0 365.11 392.08 400.67 432.84 1590.70 397.67 ±27.91 R1 356.28 369.01 387.92 406.80 1520.01 380.00 ±22.69 R2 384.50 384.37 365.78 401.50 1536.15 384.04 ±14.58 R3 380.00 387.38 377.71 390.50 1535.59 383.90 ±6.03 R4 365.63 377.00 359.05 373.68 1475.35 368.84 ±8.08 R5 374.08 398.00 425.00 426.08 1623.15 405.79 ±24.81
Dari Tabel 6. diperoleh rataan konsumsi tertinggi terdapat pada perlakuan R5
(dengan pemberian 40% semak bunga putih yang fermentasi dengan Aspergillus
niger) sebesar 405.79± 24.81 g/ekor/minggudan yang terendah pada perlakuan R4
(dengan pemberian 30% semak bunga putih yang difermentasi dengan
Aspergillus niger) sebesar 368.84 ±8.08, g/ekor/minggu sementara pada perlakuan
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan tiap perlakuan dapat diketahui dengan cara
penimbangan bobot badan kelinci pada akhir minggu dikurangi dengan bobot
badan awal minggu. Pertambahan bobot awal kelinci dengan pemberian semak
bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 7. Rataan pertambahan bobot badan kelinci pada selama penelitian g/ekor/minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan ±sd
1 2 3 4
R0 132.20 127.80 133.75 128.00 519.74 129.94 ±2.76 R1 124.75 125.25 130.95 115.30 496.25 124.06 ±6.48 R2 128.50 132.75 124.75 126.95 512.95 128.24 ±3.37 R3 123.21 128.00 121.09 134.80 507.10 126.77 ±6.08 R4 126.85 132.25 124.76 115.82 498.89 124.72 ±6.77 R5 128.85 125.55 131.80 135.40 521.60 130.40 ±4.19
Dari Tabel 7 diperoleh rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat
pada perlakuan R5 (dengan pemberian semak bunga putih yang difermentasi
dengan Aspergillus niger) sebesar 130.40 ±4.19 g/ekor/minggu sementara
terendah pada perlakuan R1 (ransum tanpa semak bunga putih) sebesar 124.06 ±
6.48 g/ekor/minggu . Pemberian ransum pabrik menunjukan pertamhan obot
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan berat ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan kelinci yang dihasilkan selama
penelitian .Konversi ransum kelinci selama penelitian dengan pemberian semak
bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada Tabel
8
Tabel 8 Rataan konversi ransum selama penelitia.
Perlakuan Ulangan Total Rataan ±sd
1 2 3 4
R0 2.90 3.46 3.31 3.69 13.35 3.34 ±0.33 R1 3.11 3.28 3.29 3.66 13.34 3.33 ±0.23 R2 3.09 3.21 3.12 3.28 12.70 3.17 ±0.08 R3 3.24 3.39 3.20 3.08 12.92 3.23 ±0.12 R4 3.01 3.10 3.13 3.63 12.86 3.22 ±0.27 R5 3.04 3.40 3.59 3.49 13.52 3.38 ±0.23
Dari Tabel 10 diperoleh hasil rataan konversi ransum tertinggi pada
perlakuan R5 (dengan pemberian semak bunga putih yang difermentasi dengan
Apergillus niger) sebesar 3.38±sd 0.23 dan terendah pada perlakuan R2 (dengan
pemberian semak bunga putih ) sebesar3.17±0.08 dan pada pemberian ransum
Pembahasan
Konsumsi Ransum
Pengaruh pemberian semak bunga putih (Cromolaena odorata)
fermentasi Aspergillus niger terhadap konsumsi ransum kelinci jantan lokal
selama penelitian dapat diketahui dengan melakukan analisis ragaman seperti
tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Analisis ragam konsumsi ransum kelinci jantan (g/ekor/minggu)
Keterngan tn = tidak nyata
Berdasarkan hasil analisis ragam konsumsi ransum diperoleh bahwa
pemberian semak bunga putih fermentasi Apergillus niger berpengaruh tidak
nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum, namun pengunaan sampai level 40%
meningkatkan konsumsi ransum. Hal ini dipengaruhi oleh palatabilitas ransum,
dimanana semakin tinggi level pemberianya maka warna ransum semakin hijau.
Hal ini sesuai dengan pernyatan Parakkasi (1995) beberapa faktor yang
mepengaruhi tingkat konsumsi adalah faktor hewan atau status fisiologis hewan
tersebut seperti umur, faktor makanan seperti palatabilitas ransum dan faktor
lainya adalah faktor lingkungan seperti suhu lingkungan. Hal ini menunjukan
tepung semak bunga putih masih dapat digunakan dalam ransum hingga level
40%. Meskipun berdasarkan hasil rataan ransum terdapat peningkatan jumlah
konsumsi ransum namun berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat konsumsi
Sk Db Jk KT Fhit Ftabel
0.05 0.01
Perlakuan 5 3454.82 690.96 1.89tn 2.77 4.25
Galat 18 6593.11 366.28
produksi dari ternak. Pada penelitian ini mengunakan kelinci jantan yang umur
tingkatan produksinya sama yaitu pada umur 8-18 minggu. Selain itu kondisi
lingkungan dan bobot badan yang digunakan selama penelitian juga homogen
jadi tidak terdapat berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum kelinci. Hal ini
didukung oleh Blakely dan Bade (1998) yang menyatakan bahwa jumlah pakan
kelinci tiap harinya bervariasi berdasarkan ukuran (besarnya) kelinci serta
tahapan (tingkatan produksinya).
Konsumsi ransum yang diperoleh selama penelitian meskipun tidak
berbeda nyata (P>0.05) namun jumlahnya terihat meningkat yaitu sebesar 405.79
(g/ekor/minggu). Konsumsi yang dihasilkan dari penelitian Esterlina (2009)
adalah sebesar 390.85 (g/ekor/minggu). Sementara dari hasil Bamikole dan
Osemwenkhoe (2004) yang mengunakan obyek penelitian kelinci jenis dwarf
walled dan tanpa pemilihan jenis kelamin dengan pemberian beberapa level
semak bunga putih (Cromolaena odorata) menghasilkan tingkat konsumsi yang
semakin menurun yaitu sebesar 41.42 sampai 26.72g/hari. Perbedaan ini
Pertambahan Bobot Badan
Pengaruh pemberian semak bunga putih (Cromolaena odorata) yang
difermentasi Aspergillus niger terhadap pertambahan bobot badan kelinci jantan
lokal selama penelitian dapat diketahui dengan melakukan analisis.
ragaman yang tertera pada Tabel 10
Tabel 10. Analisis ragam pertambahan bobot badan selama
penelitian(g/ekor/minggu).
Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan hasil analisis ragam pertambahan bobot badan diketahui
bahwa pemberian semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger
tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap pertambahan bobot badan kelinci
jantan lokal selama penelitian. Hasil penelitian terdapat bahwa pada level 40%
tingkat pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan level lainya menurun
(Tabel 6) hal ini disebabkan pengaruh ternak terhadap kondisi lingkungannya
seperti perbedaan dalam merespon pakan yang dikonsumsinya. Hasil ini sesuai
dengan menurut Soeparnon (1992) yang menyatakan bahwa antar individu di
dalam suatu bangsa terdapat perbedaan respon terhadap pengaruh lingkungan
seperti nutrisi, fisiologis, dan mikrobilogi. Perbedaan respon ini menyebabkan
adanya perbedaan laju pertumbuhan.
mengunakan kelinci lokal. Hal ini sesuai dengan peryataan Tillman et al.,(1991)
yang menyatakan bahwa makanan bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan. Faktor breeding dan jenis kelamin juga memberikan
pengaruh yang kuat sehingga apabila didukung dengan makanan yang cukup laju
pertumbuhan akan meningkat dengan cepat. Hal ini juga didukung oleh Soeparno
(1992) yang menyatakan bahwa faktor jenis kelamin, hormon dan kastrasi serta
genotip juga mempengaruhi pertumbuhan.
Berdasarkan hasil penelitian pertambahan bobot badan rata-rata kelinci
sebesar 130.40±4.19 g/ekor/minggu. Ini menunjukan bahwa pertumbuhan kelinci
yang dihaliskan sangat baik. Hasil penelitian Esterlina (2009) dengan pemberian
semak bunga putih tanpa fermentasi adalah sebesar 122.19 g/erkor/minggu. Hasil
penelitian Bamikole dan Osemwenkhoe adalah 5.55 g/hari. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Smith dan Soesanto (1998) berdasarkan data biologis kelinci
kecepatan pertumbuhan kelinci umur 8 minggu sebesar 15-20 g/hari dan 100-150
g/minggu mulai umur 8 minggu hingga umur 26 minggu.
Konversi Ransum
Pengaruh pemberian semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang
difermentasi Aspergillus niger tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap
konversi ransum kelinci jantan lokal selama penelitian dapat diketahui dengan
melakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis ragam konversi ransum kelinci jantan selama penelitian.
Keterangan : tn = tidak nyata KK= 9,89%
Sk Db JK KT Fhit F tabel
0.05 0.01
Perlakuan 5 0.14 0.03 0.51tn 2.77 4.25
Galat 18 0.97 0.05
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh analisis ragam konversi ransum
dengan pemberian tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang
difermentasi dengan Aspergillus niger tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap
konversi ransum kelinci jantan tiap perlakuan selama penelitian terlihat
meningkat. Rataan konversi ransum kelinci jantan tiap perlakuan adalah sebesar
3.56 ±0.58. Sedangkan hasil penelitian Esterlina memperoleh hasil konversi
ransum adalah 3. Hasil penelitian ini menunjukan angka yang cukup besar bila
dibandingkan dengan Kartadisastra (1994) pada ternak kelinci jenis NZW ( New
Zealand White) yang dipelihara untuk tujuan produksi daging, perbandingan yang
didapat adalah 3:1 Hal ini tergantung mulai dari saat ternak disapih hingga
dipotong pada umur 4 bulan. Konversi ransum yang terbaik diperoleh ketika
ternak mempunyai bobot badan 1,8-2 kg yaitu berumur 2- 3 bulan dengan besar
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Untuk melihat hasil penelitian terhadap konsumsi ransum,pertambahan
bobot badan dan konversi ransum kelinci jantan lepas sapih maka dapat dilakukan
rekapitulasi yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rekapitulasi hasil penelitian Pemanfaatan semak bunga putih fermentasi Aspergillus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan kelinci jantan umur 8-18minggu.
Keterangan tn: tidak nyata. Perlakuan Konsumsi Ransum
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tepung semak bunga putih (Chromolarena odorata) yang difermentasi
dengan Aspergillus niger dapat digunakan sebagai kosentrat sampai level 40%
dalam ransum kelinci jantan lokal umur 8- 18 minggu.
Saran
Tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang difementasi
dengan Aspergillus niger dapat dimanfaatkan sampai level 40%dalam ransum
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 2000. Pemeliharaan Kelinci. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Anonimus, 2008. Klasifikasi Chromolaena odorata
Bamikole M.A and Osemwenkhoe, A.E., 2004. Converting Bush to Meat : Acase of Chromolaena odorata Feeding to Rabbits. Pakistan Journal of Nutrition
Vol 3(4):258-261. http:
Barus, E., 2007. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Pnerbit Kanisius, Yogyakarta.
Blakely, J dan Bade D.H., 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Buckle, K.A., Edward, R.A, Fleet C.H.., Watsoon, M., 1985. Ilmu Pangan.Diterjamakan oleh H. Purnomo dan Adinio. Universitas Indonesia, Jakarta.
Esterlina, G., 2009. Pemanfatan Semak Bunga Putih dalam Ransum Kelinci terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan Umur 8-18 Minggu. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Hanafiah, K.A., 1991. Rancangan Percobaan Aplikasi dan Teori. PT. Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjo, S., Indrasti N. S. dan Tajudin B., 1989. Biokonveksi Pemanfatan Limbah Limbah Industri Pertanian. Pusat antar Universtias Pangan dan Gizi. IPB.
Kartadisastra, H.R., 1994. Beternak Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta.
Lawrie, R.A., 1995. Ilmu Daging. Edisi lima. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Lehninger, W. W., 1991. Dasar-dasar Biokimia. Vol. 1. Erlangga. Jakarta.
Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Dalam: Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Bandung: 30 September 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan hal. 61-65.
Mullik, M.L. 2007. Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) untuk Peningkatan Produksi Tanaman dan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Kupang .
http://balitnak.litbang.deptan.go.id.
Nasution, U., 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM), Medan.
Poespo, S., 1986. Penerangan Umum Kelinci dan Marmut. FKH&PUGM.
Yogyakarta.
Prasetyo, S., 2002. Antara Hobi dan Bisnis Ternak Kelinci Bisa Menghasilkan Devisa. http://www.sinarharapan.co.id.
Putra, G.M dan Budiana, N.S., 2007. Kelinci Hias Cet-3. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahmawati, A., 2004. Respon pemberian Chromolaena Odorata (L.) King dan Robinson dengan pemulsaan dan pembenaman terhadap produksi dan
pertumbuhan legume
Ranjhnan, S.K. 2001. Animal Nutrition in the Tropics. Fifth revised edition. Vikas publishing house PVT LTD, India.
Rasyaf, M., 1990. Metode Kuantitatip Industri Ransum Ternak Program Linear. Kanisius, Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S., 1984. PengantarIilmu Peternakan Tropik. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.
Rismunandar, 1990. Meningkatkan Konsumsi Protein dengan Beternak Kelinci Cet-9. Sinar Baru, Bandung.
Rovihandono, R., 2008. Memulihkan Rumput Sabana di Sumba Timur Melalui Pemanfaatan Gulma. http:/www.bakti.org/index.php.
Saono , A.H., 1988. Pemaanfatan Jasad dalam Pengolahan Hasil Sampingan / Sisa-sisa Produksi Pertanian. LIPI, Jakarata.
Smith, J.B dan Soesanto M., 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit universitas Indonesia, Jakarta.
Soeparno., 1992. Ilmu dan Teknologi Daging Cet-1. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Subroto, S., 1994 Ayo Beternak Kelinci. Aneka ilmu, Semarang
Silorini, T.E, Manik, E.S, dan Muharlien, 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial Cet-1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sumoprastowo, R.M., 1985. Beternak Kelinci Idaman. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
.
Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suryadi, 2007. Pemanfaatan Umbut Sawit Fermentasi Terhadap Performans Burung Puyuh. Departemen Peternakan, Univesritas Sumatera Utara, Medan.
Silorini, T.E, Manik, E.S, dan Muharlien, 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial Cet-1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A.D., Hartadi H., Reksohadiprojo S., Prawirokusumo S., dan Lebdosoekojo S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM press, Yogyakarta .
Whendrato, I dan Madyana, I. M., 1986. Beternak Kelinci Secara Popular. Eka Offset. Semarang.
Widayati, E dan Widalestari, Y., 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisarana, Surabaya.
Lampiran 1. Pengolahan Tepung Semak Bunga Putih Fermentasi Aspergillus niger ( Suryadi 2007)
Dipisahkan daun dan batang semak bunga putih
↓
Daun dijemur ± 2 hari atau dioven selama 60ºC selama 24 jam
↓
Digiling dengan grinder
↓
Tepung semak bunga putih
↓
Dicampur dengan air dengan perbandingan 1:2
↓
Dicampur dengan gula merah sebanyak 2%
↓
Dicampur dengan Aspergillus niger
↓
LAMPIRAN
Lapiran 2. Komposisi zat-zat pakan penyusun ransom
* Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Keterangan : T.C.O = Tepung Chromolaena odorata
Tabel 2. Susunan ransum kelinci lokal jantan umur 8-18 minggu
Bahan Perlakuan