PENGARUH PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SKPD DAN
AKSESIBILITAS LAPORAN KEUANGAN SKPD TERHADAP
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN
KEUANGAN SKPD
TESIS
Oleh
FRANS JUDIKA PASARIBU
087017012/Akt
S
E K O L A H
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SKPD DAN
AKSESIBILITAS LAPORAN KEUANGAN SKPD TERHADAP
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN
KEUANGAN SKPD
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
FRANS JUDIKA PASARIBU
087017012/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SKPD DAN AKSESIBILITAS LAPORAN KEUANGAN SKPD TERHADAP TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN SKPD.
Nama Mahasiswa : Frans Judika Pasaribu Nomor Pokok : 087017012
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) (Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada Tanggal : 5 April 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak Anggota : 1. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan SKPD dan Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan SKPD”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, April 2011
Yang membuat Pernyataan,
(Frans Judika Pasaribu)
PENGARUH PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SKPD DAN AKSESIBILITAS LAPORAN KEUANGAN SKPD TERHADAP
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN SKPD
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk memperoleh bukti empiris dan menganalisis penyajian laporan keuangan SKPD dan aksesibilitas laporan keuangan SKPD sebagai faktor yang berpengaruh terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD.
Populasi penelitian adalah kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang
Hasundutan, dan Kabupaten Samosir sebagai salah satu pengguna sekaligus penyusun laporan keuangan SKPD. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi berganda setelah dilakukan uji asumsi klasik dan uji kualitas data terhadap data sampel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan SKPD dan aksesibilitas laporan keuangan SKPD secara simultan berpengaruh signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD, sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan berperngaruh negatip dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan, namun aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positip terhadap transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan SKPD di pemerintahan kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
THE INFLUENCE THE PRESENTATION OF FINANCIAL STATEMENTS SKPD AND ACCESSIBILITY OF FINANCIAL STATEMENTS SKPD ON
TRANSPARENCY AND ACCOUNTABILITY IN GOVERNMENT
FINANCIAL STATEMENT SKPD
ABSTRACT
The purpose of this research is to obtain empirical evidence and analyzing
financial statement presentation and accessibility SKPD SKPD financial statements as a factor affecting the transparency and accountability of financial management SKPD.
The study population were employees within SKPD (regional work units) in the district Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Samosi as one of the users of financial statements SKPD. Hypothesis is done by multiple regression analysis after the classic assumption test and quality test data against sample data.
The results showed that the presentation of financial statements and accessibility SKPD financial statements simultaneously significant effect on transparency and accountability in government financial statement SKPD, but in partially the presentation of financial statements have negative effect and significant on transparency and accountability in government financial management SKPD, but the accessibility of financial statement show positive effect to transparency and accountability in government financial management SKPD in North Tapanuli District, Toba Samosir District, Samosir District and Humbang Hasundutan District.
Keywords: SKPD financial statement presentation, financial reports SKPD accessibility, transparency and accountability of financial management SKPD.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
penyertaannya, sehingga penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh Penyajian Laporan
Keuangan SKPD dan Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD terhadap Transparansi
dan Akuntabililitas Pengelolaan Keuangan SKPD” dapat berjalan lancar.
Tesis ini juga penulis persembahkan untuk keluarga besarku, keluarga yang sangat luar
biasa, terima kasih buat segala hal yang kalian berikan, kalian adalah orang-orang yang sangat
berharga, kalian adalah orang-orang yang menjadi inspirasi dan kekuatan bagi penulis dalam
menjalani kehidupan.
Dalam penulisan tesis ini penulis mengalami berbagai macam kesulitan dan kendala,
namun penulis menyadari tugas ini dapat diselesaikan atas bantuan moril maupun materil dari
berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), SpA(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, selaku Ketua Program Studi
Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen
Pembanding yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga
selesainya tesis ini.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembanding
yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis
ini.
5. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk
6. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk
menyusun tesis ini.
7. Bapak Firman Syarief, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembanding yang telah banyak
memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.
8. Bapak dan Ibu para Dosen serta seluruh pegawai pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan.
9. Teman-teman penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, terima
kasih buat dukungannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan
penulis dalam pengetahuan dan pengulasan tesis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya
ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini menjadi bahan bacaan yang
bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Desember 2010
Penulis,
Frans Judika Pasaribu
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Frans Judika Pasaribu
2. Tempat/Tanggal Lahir : Lumban Rihit, 04 Agustus 1979.
3. Alamat : Lumban Rihit, Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara.
4. Agama : Kristen Protestan
5. Jenis Kelamin : Laki-Laki
6. Pekerjaan : PNS
7. Status : Menikah
8. No. Telepon/HP : 081376199110
9. Pendidikan :
a. Lulus SD Negeri 175742 Lumban Rihit, Tarutung tahun 1992.
b. Lulus SMP Negeri 5 Tarutung, Tarutung tahun 1995.
c. Lulus SMA Negeri 1 Sipoholon, Sipoholon tahun 1998.
d. Lulus Sarjana Ekonomi Manajemen (S1) Universitas HKBP Nomensen tahun 2003.
10. Riwayat Pekerjaan :
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang .. ………. 1
1.2. Rumusan Masalah …….. ………. 6
1.3. Tujuan Penelitian ……..……….. 7
1.4. Manfaat Penelitian …….……….. .. 7
1.5. Originalitas ……….. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. …… 10
2.1. Landasan Teori .……. ……… 10
2.1.1. Laporan Keuangan Daerah ……… 10
2.1.2. Aksesibilitas Laporan Keuangan ………. 15
2.1.3. Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Daerah ……… 16
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ………. 21
3.1. Kerangka Konsep ….. ………. 25
3.2. Hipotesis ………. 29
BAB IV METODE PENELITIAN……… 30
4.1 Jenis Penelitian……….………. 30
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian..……….... . 30
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……… 31
4.4 Metode Pengumpulan Data….………. . 31
4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel………... . 32
4.5.1 Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan SKPD…………... …. 32
4.5.2 Penyajian Laporan Keuangan SKPD……….………….. ……. 33
4.5.3 Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD………... …….. 34
4.6 Metode Analisis Data……… … 36
4.6.1 Teknik Analisis Data…....………... ……. 36
4.6.2 Pengujian Kualitas Data.………... …….. 36
4.6.2.1. Pengujian validitas………. 36
4.6.2.2. Pengujian reliabilitas………. 37
4.6.3 Pengujian Asumsi Klasik..………... ………. 37
4.6.3.1. Uji normalitas………..………... 38
4.6.3.2. Uji multikolinearitas………..………... 38
4.6.3.3. Uji heteroskedastisitas………... 40
4.6.4.1. Uji F (uji serentak) ………..…………... 41
4.6.4.2. Uji signifikan parsial (uji t) .……..……... 42
4.6.4.3. Koefisien determinan (R2).………..……... 42
BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………. 44
5.1. Analisis Hasil Penelitian………... 44
5.1.1 Analisis Statistik Deskriptif .……… …... 44
5.1.2 Hasil Uji Kualitas Data………. 45
5.1.3 Hasil Uji Asumsi Klasik……… ……… 47
5.1.3.1. Uji normalitas……….. 48
5.1.3.2. Uji multikolinearitas ……….. 49
5.1.3.3. Uji heteroskedastisitas..……….. 50
5.1.4 Uji Hipotesis Penelitian………..………. …. 52
5.1.5 Hasil Pengujian Hipotesis……….………... … 53
5.1.5.1. Uji signifikansi simultan (uji F) …….………. 53
5.1.5.2. Uji signifikan parsial (uji t) …….…….………. … 54
5.2. Pembahasan………..………... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…..………..………..……….. 60
6.1. Kesimpulan……..……….……… 60
6.2. Saran……..……..………..………… 61
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 23
4.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35
5.1 Deskriptif Statistik ... 44
5.2 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Penyajian Laporan Keuangan SKPD (X1)... 45
5.3 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD (X2)... 46
5.4 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan SKPD (Y)... 47
5.5 Hasil Uji Gejala Multikolinearitas... 50
5.6 Regresi Linier Berganda... 52
5.7 Hasil Uji F Hitung ANOVA... 53
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual………... 25
5.1 Histogram……….………... 48
5.2 Normal P-Plot of Regression Standardized Residual... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Populasi Penelitian Pegawai Satuan Kerja Perangka Daerah ... 65
2 Sampel Penelitian Pegawai Satuan Kerja Perangka Daerah ... 72
3 Deskriptif Statistik ... 76
4 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel ... 76
5 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel ... 76
6 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel ... 77
7 Uji Normalitas... 77
8 Hasil Uji Gejala Multikolonieritas ... 78
9 Hasil Uji Gejala Heteroskedastisitas ... 79
10 Regresi Linier Berganda ... 79
11 Anova ... 80
12 Hasil Uji T Hitung... 80
PENGARUH PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SKPD DAN AKSESIBILITAS LAPORAN KEUANGAN SKPD TERHADAP
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN SKPD
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk memperoleh bukti empiris dan menganalisis penyajian laporan keuangan SKPD dan aksesibilitas laporan keuangan SKPD sebagai faktor yang berpengaruh terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD.
Populasi penelitian adalah kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang
Hasundutan, dan Kabupaten Samosir sebagai salah satu pengguna sekaligus penyusun laporan keuangan SKPD. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi berganda setelah dilakukan uji asumsi klasik dan uji kualitas data terhadap data sampel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan SKPD dan aksesibilitas laporan keuangan SKPD secara simultan berpengaruh signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD, sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan berperngaruh negatip dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan, namun aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positip terhadap transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan SKPD di pemerintahan kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
THE INFLUENCE THE PRESENTATION OF FINANCIAL STATEMENTS SKPD AND ACCESSIBILITY OF FINANCIAL STATEMENTS SKPD ON
TRANSPARENCY AND ACCOUNTABILITY IN GOVERNMENT
FINANCIAL STATEMENT SKPD
ABSTRACT
The purpose of this research is to obtain empirical evidence and analyzing
financial statement presentation and accessibility SKPD SKPD financial statements as a factor affecting the transparency and accountability of financial management SKPD.
The study population were employees within SKPD (regional work units) in the district Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Samosi as one of the users of financial statements SKPD. Hypothesis is done by multiple regression analysis after the classic assumption test and quality test data against sample data.
The results showed that the presentation of financial statements and accessibility SKPD financial statements simultaneously significant effect on transparency and accountability in government financial statement SKPD, but in partially the presentation of financial statements have negative effect and significant on transparency and accountability in government financial management SKPD, but the accessibility of financial statement show positive effect to transparency and accountability in government financial management SKPD in North Tapanuli District, Toba Samosir District, Samosir District and Humbang Hasundutan District.
Keywords: SKPD financial statement presentation, financial reports SKPD accessibility, transparency and accountability of financial management SKPD.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka mengimplementasikan perundang-undangan bidang keuangan
negara telah dikeluarkan berbagai aturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan
Pemerintah antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana
Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan lain-lain. Khusus berkenaan
dengan pengelolaan Keuangan Daerah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebagai tindak lanjut Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, dan terakhir telah direvisi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan ini khusus mengatur mengenai pedoman pengelolaan keuangan daerah
yang baru, sesuai arah reformasi tata kelola keuangan negara atau daerah. Perubahan
yang sangat mendasar dalam peraturan ini adalah bergesernya fungsi ordonancing dari
SKPD sebagai accounting entity berkewajiban untuk membuat laporan keuangan
SKPD serta penegasan bahwa Bendahara Pengeluaran sebagai Pejabat Fungsional.
Perhatian terhadap isu transparansi dan akuntabilitas keuangan publik
di Indonesia semakin meningkat dalam dekade terakhir ini. Hal ini terutama
disebabkan oleh dua faktor berikut ini yaitu:
1. Krisis ekonomi dan turbulen fiskal telah memberi kontribusi terhadap erosi
substansial kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam pengelolaan
keuangan negara.
2. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagai
konsekuensi dari otonomi daerah, telah menyebabkan perubahan signifikan
dalam komposisi pengeluaran anggaran pada pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Sebagai salah satu konsekuensinya, pemerintah harus dapat meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (pusat dan daerah). Salah
satu prasyarat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi
dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan
semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena
kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat.
Steccolini (2002) menyatakan bahwa laporan tahunan (laporan keuangan),
meskipun belum melaporkan akuntabilitas secara keseluruhan dari entitas
pemerintahan, secara umum dipertimbangkan sebagai media utama akuntabilitas
Coy et al., 2001; Mack et al., 2001). Pendapat senada dikemukakan oleh Ryan et al.
(2002) yang menyatakan bahwa ada dua tujuan yang diterima secara umum dari
pelaporan tahunan sektor publik yaitu accountability (akuntabilitas) dan decision
usefulness (pengambilan keputusan).
Undang-undang yang mengatur mengenai akuntabilitas sektor publik sedang
mengalami perubahan mendasar, dengan penekanan pada peranan sistem akuntansi
dalam pengukuran dan pengevaluasian baik kinerja keuangan maupun pelayanan,
mendorong pengungkapan dan pengkomunikasian hasil-hasil kepada stakeholders.
Sebagai konsekuensinya, di berbagai negara, pelaporan eksternal sedang
ditansformasikan agar lebih konsiten dengan kebutuhan akuntabilitas baru (Guthrie et
al., 1998; Guarini, 1999; dalam Steccolini, 2002).
Dalam kaitannya dengan penyajian laporan keuangan daerah, telah terjadi
reformasi mendasar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan Daerah. Peraturan
Pemerintah tersebut mengharuskan kepala daerah untuk menyusun dua jenis laporan
keuangan yang baru yaitu: Neraca Daerah dan Laporan Arus Kas.
Akan tetapi, upaya perbaikan di bidang penyajian pelaporan keuangan daerah
ini nampaknya belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Pada
kenyataannya, berdasarkan survey ke sejumlah Pemerintah Daerah, pemerintah daerah
tidak serta-merta dapat menyusun dua buah laporan keuangan baru tersebut, terutama
neraca. Belum dimilikinya neraca oleh pemerintah daerah disebabkan, antara lain,
(Halim, 2002). Masalah lainnya adalah publikasi laporan keuangan oleh pemerintah
daerah (melalui surat kabar, internet, atau dengan cara lain) nampaknya belum menjadi
hal yang umum.
Menurut Jones et al. (1985) dalam Steccolini (2002), ketidakmampuan laporan
keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan
tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna,
tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel
pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya, penyajian laporan keuangan
yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat menurunkan kualitas dari transparansi
dan akuntabilitas keuangan daerah.
Upaya reformasi penyajian pelaporan keuangan daerah nampaknya belum
dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah maupun di jajaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Daerah. Perubahan
pendekatan akuntansi pemerintah daerah dari single entry menuju Double entry
merupakan perubahan yang cukup revolusioner. Pada kenyataannya, berdasarkan
survey ke sejumlah pemerintah daerah dan informasi dari sejumlah konsultan
keuangan daerah, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai
pengelola keuangan pemerintah daerah dan khususnya SKPD tidak serta merta dapat
menyusun laporan keuangan baru tersebut, terutama neraca. Di sisi lain, publikasi
laporan keuangan oleh pemerintah daerah melalui surat kabar, internet, atau cara lain
nampaknya belum menjadi hal yang umum bagi sebagian daerah. Dalam Peraturan
116. Ayat (4a) pasal 116 berbunyi, Untuk memenuhi asas tansparansi, kepala daerah
wajib menginformasikan subsanti APBD kepada masyarakat yang telah diundangkan
dalam Lembaran Daerah. Apakah SKPD sebagai pengguna anggaran dalam APBD dan
sebagai bagian dari sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah mampu
memenuhi tuntutan tersebut?.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa
permasalahan yang muncul sehubungan dengan penyajian laporan keuangan daerah
saat ini adalah pertama, belum semua pemerintah daerah maupun SKPD-nya dapat
menyusun komponen laporan keuangan secara lengkap. Seperti kita ketahui laporan
keuangan pemerintah daerah disusun berdasarkan laporan keuangan Satuan Kerja
Perangkat Daerah serta Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Perbendaharaan
Daerah. Untuk itu SKPD sebagai salah satu pihak yang menyajikan laporan keuangan
yang dijadikan sumber bagi penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah apakah
telah dapat menyusun neraca sebagaimana diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan?.
Masalah kedua adalah aksesibilitas laporan keuangan SKPD tidak
mempublikasikan laporan keuangannya secara luas misalnya via internet atau media
massa. Sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui atau mengaksesnya dengan
mudah mengenai informasi (kinerja) keuangannya.
Dalam kaitannya dengan penyajian laporan keuangan SKPD, pertanyaan yang
muncul adalah apakah laporan keuangan selama ini disajikan oleh Satuan Kerja
memberikan kontribusi signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan
daerah?. Apakah SKPD telah menyajikan semua informasi keuangan relevan yang
dibutuhkan oleh para pengguna?, dan apakah para pengguna sudah dapat mengakses
laporan keuangan tersebut dengan mudah?. Dalam kaitannya dengan masalah ini,
setidaknya terdapat dua tuntutan yang dihadapi oleh SKPD pada saat ini. Tuntutan
pertama sejak tahun 2000, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun
2000, Pemerintah daerah dituntut untuk menyajikan neraca daerah yang sebelumnya
tidak diwajibkan untuk dibuat. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 yang
selain mensyaratkan SKPD sebagai bagian dari system pengelolaan keuangan daerah
dituntut untuk menyampaikan informasi keuangan tersebut secara terbuka atau dapat
diakses oleh masyarakat, misalnya dengan mengembangkan SIKDA (Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan membuat Tesis dengan judul : “Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan
SKPD dan Aksesbilitas Laporan Keuangan SKPD Terhadap Transparansi dan
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan SKPD”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan
pokok dalam penelitian ini adalah Apakah penyajian laporan keuangan SKPD dan
aksesibilitas laporan keuangan SKPD berpengaruh secara parsial maupun simultan
Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan dan
Kabupaten Samosir?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penyajian
laporan keuangan SKPD dan aksesibilitas laporan keuangan SKPD baik secara parsial
maupun simultan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD
pada Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang
Hasundutan dan Kabupaten Samosir.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang
berarti bagi daerah yang menjadi lokasi penelitian, yaitu:
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sarana untuk menambah wawasan akan
sistem pengelolaan keuangan daerah terutama berkaitan dengan pengelolaan
keuangan serta penyajian laporan keuangan SKPD.
2. Bagi pemerintah daerah yang menjadi lokasi penelitian, penelitian ini diharapkan
mampu memberikan masukan dan pertimbangan dalam pengelolaan keuangan
SKPD.
3. Bagi Masyarakat atau Publik, penelitian ini sebagai bahan informasi mengenai
sejauh mana Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan SKPD dalam
4. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau
referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.5. Originalitas
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian seperti ini pernah dilakukan.
Penelitian yang peneliti lakukan ini, merupakan pengembangan ide dari penelitian
yang dilakukan oleh Mulyana pada tahun 2007.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyana yaitu:
1. Variabel independen penelitian terdahulu adalah penyajian neraca daerah dan
aksesibilitas laporan keuangan, sedangkan variabel independen penelitian peneliti
adalah penyajian laporan keuangan SKPD dan aksesibilitas laporan keuangan
SKPD.
2. Variabe l dependen antara peneliti terdahulu dan peneliti memiliki kesamaan yaitu
tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
3. Populasi penelitian terdahulu adalah pengguna eksternal laporan keuangan
pemerintah daerah di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan
dalam penelitian saat ini yang menjadi populasi penelitian adalah Kepala SKPD
yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu 32 SKPD, Kabupaten Toba
Samosir yaitu 29 SKPD, Kabupaten Humbang Hasundutan yaitu 107 SKPD, dan
Kabupaten Samosir yaitu 64 SKPD.
4. Sampel penelitian terdahulu adalah pengguna eksternal laporan keuangan yang
berada di Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan
SKPD di empat kabupaten tersebut dengan jumlah 180 SKPD dengan Kreteria
SKPD yang masih bias dijangkau oleh Peneliti.
5. Pada penelitian terdahulu penyampelan atas responden (pengguna laporan
keuangan) dilakukan dengan teknik purposive sampling, sedangkan dalam
penelitian yang peneliti lakukan, penyampelan dilakukan dengan teknik random,
yaitu dengan menyebar kuisioner kepada seluruh kepala SKPD di empat kabupaten
yang menjadi lokasi penelitian, dan kuisioner yang dikembalikan akan menjadi
sampel penelitian.
6. Waktu penelitian terdahulu dilakukan pada tahun 2006, sedangkan penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Bab ini akan menguraikan pengertian penyajian laporan keuangan SKPD,
aksesibilitas laporan keuangan SKPD, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan SKPD. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa
penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan
yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.
2.1.1. Laporan Keuangan Daerah
Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintah daerah, sekarang ini pada
setiap daerah dibentuk Perangkat Daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah, dimana
Perangkat Daerah ini juga disebut dengan unit-unit kerja.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah organisasi/lembaga pada
pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur/bupati/walikota dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari sekretaris daerah, dinas daerah
dan lembaga teknis daerah, kecamatan, dan satuan polisi pamong praja sesuai dengan
kebutuhan. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan
bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran atau pengguna
SKPD adalah entitas (konsep) akuntansi unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang yang diwajibkan menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabung pada entitas pelaporan. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, asset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Hal ini berarti bahwa setiap SKPD harus membuat laporan keuangan unit kerja. Sedangkan laporan
keuangan yang harus dibuat setiap unit kerja adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
Tujuan penyajian laporan keuangan sektor publik menurut Governmental Accounting Standard Board (GASB, 1998) adalah sebagai berikut:
1. Untuk membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel
secara publik;
2. Untuk membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan yang mempunyai
keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan atau sumber daya untuk
memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka menyandarkan pada laporan
sebagai sumber informasi penting. Untuk tujuan tersebut, pelaporan keuangan
harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna dan keputusan yang mereka
buat.
Sementara itu, bila dilihat dari jenis laporan keuangan yang disusun pemerintah daerah sampai saat ini telah mengalami dua perkembangan. Perkembangan pertama, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 (Pasal 38) sebagaimana
ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 (Pasal 81) laporan keuangan yang harus disajikan secara lengkap pada akhir tahun oleh kepala daerah terdiri dari:
1. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
2. Nota Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4. Neraca Daerah.
Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada Pasal 31 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang harus disajikan oleh kepala daerah setidak-tidaknya meliputi:
1. Laporan Realisasi APBD;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan daerah.
Penyajian laporan keuangan berupa neraca adalah penting, sebab pemerintah umumnya mempunyai jumlah aset yang signifikan dan utang, pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas (Diamond, 2002). Di samping itu, seiring dengan tuntutan yang dikehendaki dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, neraca pembukaan (neraca yang pertama kali dibuat) menjadi sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap pemerintah daerah. Sebab, bila Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) ingin menghasilkan laporan keuangan secara lengkap pada akhir tahun, maka perlu terlebih dahulu disusun neraca pembukaan (opening balance). Apabila hal ini tidak segera diantisipasi oleh pemerintah daerah, maka bukan tidak mungkin
reformasi dalam keuangan daerah menjadi terkesan lamban dan mandul (Halim, 2002). Persoalan yang muncul saat ini berkaitan dengan penyusunan neraca adalah:
1. belum dimilikinya neraca oleh pemerintah daerah karena sistem dan pelaporan
yang selama ini ada belum kondusif ke arah tersebut;
2. bagaimana pengertian awal dan akhir pada neraca pemerintah daerah, mengingat
organisasi pemerintah daerah sudah eksis jauh sebelum masa reformasi (Halim,
2002).
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 1, alinea 43, (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005) dinyatakan bahwa neraca
jangka pendek; piutang pajak dan bukan pajak; persediaan; investasi jangka panjang; aset tetap; kewajiban jangka pendek; kewajiban jangka panjang; dan ekuitas dana.
Informasi keuangan di dalam neraca dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan akuntabilitas untuk para manajer (kepala daerah dan para pejabat
pemerintah daerah) ketika mereka menjadi bertanggung jawab tidak hanya pada
kas masuk dan kas keluar, tetapi juga pada aset dan utang yang mereka kelola;
2. Meningkatkan transparansi dari aktivitas pemerintah. Pemerintah umumnya
mempunyai jumlah aset yang signifikan dan utang, pengungkapan atas informasi
ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas.
3. Memfasilitasi penilaian posisi keuangan dengan menunjukkan semua sumber daya
dan kewajiban.
4. Memberikan informasi yang lebih luas yang dibutuhkan untuk pengambilan
keputusan.
Sebaliknya, dengan tidak adanya informasi seperti yang dilaporan dalam neraca akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengaruh dari transaksi keuangan pada pemerintah daerah dalam suatu periode
tidak tercermin secara penuh, misalnya tidak ada pelaporan mengenai piutang
pajak, saldo aktiva persediaan, aktiva dalam konstruksi, kewajiban saat ini untuk
menyerahkan (membayar) sejumlah uang atau barang di masa yang akan datang,
dsb.
2. Akuntabilitas terbatas pada penerimaan dan penggunaan kas dan mengabaikan
transparansi dan akuntabilitas untuk pengelolaan aset dan utang;
3. Tidak memfasilitasi penilaian posisi keuangan karena tidak menunjukkan semua
4. Informasi yang dibutuhkan tidak memadai untuk pengambilan keputusan yang
lebih baik.
2.1.2. Aksesibilitas Laporan Keuangan
Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial (Jones et al., 1985). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas laporan keuangannya, tidak sekedar menyampai-kannya ke DPRD saja, tetapi juga memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau memperoleh laporan keuangan dengan mudah.
Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004).
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder secara luas atas laporan keuangan yang dihasilkannya, misalnya dengan mempublikasikan laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet, atau cara lainnya.
Informasi yang dimuat di dalam SIKD tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 102, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, mencakup:
1. APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota;
2. Neraca daerah;
3. Laporan arus kas;
4. Catatan atas laporan keuangan daerah;
5. Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan;
7. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.
2.1.3. Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Daerah
Reformasi dalam pemerintahan di Indonesia tidak terlepas dari semangat penegakan demokrasi. Istilah ‘demokrasi’ mengisyaratkan setidaknya tiga elemen esensial: Transparansi, Akuntabilitas dan Keadilan (Shende dan Bennett, 2004). Transparansi merupakan suatu kebebasan untuk mengakses aktivitas politik dan ekonomi pemerintah dan keputusan-keputusannya. Transparansi memungkin semua
stakeholders dapat melihat struktur dan fungsi pemerintahan, tujuan dari kebijakan dan proyeksi fiskalnya, serta laporan pertanggungjawaban periode yang lalu. Akuntabilitas mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orang-orang maupun badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Konsep keadilan berarti bahwa masyarakat diperlakukan secara sama di bawah hukum, dan mempunyai derajat yang sama dalam partisipasi politik dalam pemerintahannya (Shende dan Bennett, 2004).
Transparansi, akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas memerlukan transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Sementara itu, Mohamad dkk. (2004) menyatakan bahwa esensi dari demokrasi adalah akuntabilitas, sedangkan esensi dari akuntabilitas adalah keterbukaan (transparansi).
Mohamad dkk. (2004) berpendapat bahwa akuntabilitas muncul sebagai jawaban terhadap permasalahan information asymmetry. Teori asimetri informasi beranggapan bahwa banyak terjadi kesenjangan informasi antara pihak manajemen yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak konstituen atau masyarakat yang berada di luar manajemen. Scott (1997) menjelaskan bahwa kelanggengan suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan untuk menciptakan informasi yang terbuka, seimbangan dan merata bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundangan-undangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.
dalam rangka menjalankan amanat rakyat. Sekarang ini, banyak negara
mengklasifikasikan catatan atau laporan sebagai Top Secret, Secret, Confidential dan
Restricted, dan Official Secrets Acts membuat unauthorized disclosure terhadap suatu
criminal offence. Kultur secara umum di banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang, adalah kerahasian (Shende dan Bennet, 2004).
Instrumen utama dari akuntabilitas keuangan adalah anggaran pemerintah, data yang secara periodik dipublikasikan, laporan tahunan dan hasil investigasi dan laporan umum lainnya yang disiapkan oleh agen yang independen. Anggaran tahunan secara khusus mempunyai otoritas legal untuk pengeluaran dana publik, sehingga proses penganggaran secara keseluruhan menjadi relevan untuk manajemen fiskal dan untuk melaksanakan akuntabilitas keuangan dan pengendalian pada berbagai tingkat operasi (Shende dan Bennet, 2004).
Reformasi di bidang pengelolaan keuangan daerah terus bergulir yang ditandai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah yang mendahuluinya (Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000). Hal ini merupakan upaya sinkronisasi menyusul keluarnya paket Undang-Undang pengelolaan keuangan negara (Undang Nomor 17 Tahun 2003, ((Undang Nomor 1 Tahun 2004, dan ( Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004) dan revisi paket Undang-Undang-Undang-Undang otonomi daerah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004) serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dalam Peraturan Pemerintah 58 Tahun 2005 (Pasal 1), keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah terebut. Bila dilihat dari ruang lingkupnya, keuangan daerah meliputi kekayaan daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah dan kekayaan daerah yang dipisahkan pengurusannya. Kekayaan daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah meliputi APBD dan barang-barang inventaris milik daerah. Sedangkan kekayaan daerah yang dipisahkan pengurusannya meliputi badan-badan usaha milik daerah (Halim, 2002).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah adalah pertanggungjawaban pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah kepada publik secara terbuka dan jujur melalui media berupa penyajian laporan keuangan yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan anggapan bahwa publik berhak mengetahui informasi tersebut.
didalamya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dijelaskan bahwa azas umum pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:
1. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan
memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
2. Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah
dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti
administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
4. Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program
dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran
dengan hasil.
5. Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian keluaran yang
maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk
mencapai keluaran tertentu.
6. Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemerolehan masukan
7. Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip keterbukaan
yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses
informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
8. Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan
kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan
kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
9. Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan distribusi
kewenangan dan pendanannya dan atau keseimbangan distribusi hak dan
kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif.
10.Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau suatu sikap
yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
11.Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa
keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan dalam melihat menganalisis penyajian laporan keuangan SKPD, aksesibilitas laporan keuangan SKPD terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SKPD. Beberapa hasil penelitian terdahulu adalah
Steccolini, (2002) meneliti tentang hubungan penyajian laporan tahunan pemerintah daerah dengan akuntabilitas: apakah laporan tahunan tersebut merupakan medium untuk akuntabilitas. Sampel penelitiannya adalah sejumlah pemerintah daerah di Italia. Analisis dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa laporan tahunan
nampaknya digunakan untuk pelaksanaan akuntabilitas kepada pengguna internal, bahkan tidak jelas apakah laporan tersebut benar-benar dibaca atau tidak. Sementara itu, laporan tersebut tidak mempunyai peranan yang signifikan dalam
Mulyana, (2006) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Hasil penelitian menyebutkan bahwa penyajian neraca daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Iqbal, (2009) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penyajian Neraca SKPD dan Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD terhadap Transparansi dan
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan SKPD di Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara. Secara parsial dan simultan, Penyajian Neraca SKPD (X1) dan Aksesibilitas Laporan Keuangan (X2), berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah.
Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
Lanjutan Tabel 2.1
No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasikan sebagai masalah
penting (Sumarni, 2006: 27). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
independennya adalah penyajian laporan keuangan SKPD, dan aksesibilitas laporan
keuangan SKPD. Sedangkan yang menjadi variabel dependennya adalah transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD.
Berdasarkan latar belakang, landasan teoriti, dan review peneliti terdahulu
(theoritical mapping), maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai
berikut:
Variabel Independen (Bebas)
Variabel Dependen (Terikat)
Transparansi dan Akuntabilitas
Pengelolaan Keuangan SKPD (Y) Aksesibilitas Laporan
Keuangan SKPD (X2)
Penyajian
Lap. Keu. SKPD (X1)
Undang-undang yang mengatur mengenai akuntabilitas sektor publik sedang
mengalami perubahan mendasar, dengan penekanan pada peranan sistem akuntansi
dalam pengukuran dan pengevaluasian baik kinerja keuangan maupun pelayanan,
mendorong pengungkapan dan pengkomunikasian hasil-hasil kepada stakeholders.
Sebagai konsekuensinya, di berbagai negara, pelaporan eksternal sedang
ditansformasikan agar lebih konsiten dengan kebutuhan akuntabilitas baru (Guthrie et
al., 1998; Guarini, 1999; dalam Steccolini, 2002).
Dalam kaitannya dengan penyajian laporan keuangan daerah, telah terjadi
reformasi mendasar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan Daerah. Peraturan
Pemerintah tersebut mengharuskan kepala daerah untuk menyusun dua jenis laporan
keuangan yang baru yaitu: Neraca Daerah dan Laporan Arus Kas.
Akan tetapi, upaya perbaikan di bidang penyajian pelaporan keuangan daerah
ini nampaknya belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Pada
kenyataannya, berdasarkan survey ke sejumlah pemerintah daerah, pemerintah daerah
tidak serta-merta dapat menyusun dua buah laporan keuangan baru tersebut, terutama
neraca. Belum dimilikinya neraca oleh pemerintah daerah disebabkan, antara lain,
karena sistem dan pelaporan yang selama ini ada belum kondusif ke arah tersebut
(Halim, 2002). Masalah lainnya adalah publikasi laporan keuangan oleh pemerintah
daerah (melalui surat kabar, internet, atau dengan cara lain) nampaknya belum menjadi
Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak
saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan
yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara
langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial (Jones et al., 1985).
Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas laporan
keuangannya, tidak sekedar menyampaikannya ke DPRD saja, tetapi juga
memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau memperoleh laporan
keuangan dengan mudah.
Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan
pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam
demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah,
radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian
langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat
(Shende dan Bennet, 2004).
Dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 103, dinyatakan bahwa
informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data
terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa
pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder secara luas atas laporan
keuangan yang dihasilkannya, misalnya dengan mempublikasikan laporan keuangan
Transparansi, akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah.
Akan tetapi, dua istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan
akuntabilitas memerlukan transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Sementara itu,
Mohamad dkk. (2004) menyatakan bahwa esensi dari demokrasi adalah akuntabilitas,
sedangkan esensi dari akuntabilitas adalah keterbukaan (transparansi).
Mohamad dkk. (2004) berpendapat bahwa akuntabilitas muncul sebagai
jawaban terhadap permasalahan information asymmetry. Teori asimetri informasi
beranggapan bahwa banyak terjadi kesenjangan informasi antara pihak manajemen
yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak konstituen atau
masyarakat yang berada di luar manajemen. Scott (1997) menjelaskan bahwa
kelanggengan suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan untuk menciptakan
informasi yang terbuka, seimbangan dan merata bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas
keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundangan-undangan.
Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang
oleh instansi pemerintah (LAN dan BPKP, 2000).
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya, informasi yang berkaitan dengan kepentingan
publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan (Mardiasmo,
juga terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, karena aktivitas pemerintah adalah
dalam rangka menjalankan amanat rakyat. Sekarang ini, banyak negara
mengklasifikasikan catatan atau laporan sebagai Top Secret, Secret, Confidential dan
Restricted, dan Official Secrets Acts membuat unauthorized disclosure terhadap suatu
criminal offence. Kultur secara umum di banyak negara, baik negara maju maupun
negara berkembang, adalah kerahasian (Shende dan Bennet, 2004).
3.2. Hipotesis
Hipotesis merupakan menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara
dua variable atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris.
Hipotesis pada penelitian ini adalah penyajian laporan keuangan SKPD dan
aksesibilitas laporan keuangan SKPD secara simultan dan parsial berpengaruh positif
terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan SKPD.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi
disini ada variabel independen dan variabel dependen (Sugiyono, 2006:41). Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan hubungan penyajian laporan
keuangan SKPD dan Aksesibilitas laporan keuangan SKPD sebagai variabel
independen terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD
sebagai variabel dependen. Berdasarkan latar belang masalah, perumusan masalah dan
hipotesis yang ada maka penelitian ini termasuk penelitian design cross sectional yaitu
penelitian yang melibatkan perhitungan sampel untuk digeneralisir populasinya,
melalui proses inferensial dimana variabel diteliti pada waktu yang bersamaan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam
penyelesaian penelitian ini maka akan dilakukan penyebaran kuisioner kepada sampel
penelitian yaitu Kepala SKPD di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir,
Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Samosir. Waktu penelitian dilakukan
secara bertahap dimulai dari bulan Juni 2010 sampai dengan bulan November 2010.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 55). Populasi
penelitian adalah Kepala SKPD yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu 32
SKPD, Kabupaten Toba Samosir yaitu 29 SKPD, Kabupaten Humbang Hasundutan
yaitu 107 SKPD, dan Kabupaten Samosir yaitu 64 SKPD. Sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006: 56).
Metode pengambilan sampel adalah simple random sampling Sampel diambil sebesar
80% dari jumlah populasi yang ada berdasarkan keterjangkauan daerah penyebaran
kuisioner. Langkah-langkah penyebaran kuesioner adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner dikirim kepada semua anggota populasi.
2. Setelah 2 minggu, peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi responden.
Setelah batas waktu yang ditentukan dan kuesioner telah dikembalikan oleh
responden, maka peneliti akan mengolah data jika jumlah data yang terkumpul sudah
lebih dari 30, tetapi jika data belum mencukupi, maka akan dicoba lagi untuk
mengirimkan kuesioner kepada responden yang belum mengembalikan.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, merupakan
sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, adapun
metode yang digunakan yaitu metode survey.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner yaitu memberi
Kuesioner dalam penelitian ini dirancang untuk bersifat kuantitatif, oleh karena itu
bentuk pertanyaan tertutup agar memudahkan pengukuran respon. Skala pengukuran
adalah 5 (Lima) poin skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD dan yang menjadi variabel independennya
adalah penyajian laporan keuangan SKPD dan aksesibilitas laporan keuangan SKPD
dengan penjelasan sebagai berikut:
4.5.1. Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan SKPD
Transparansi, akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah.
Akan tetapi, dua istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan
akuntabilitas memerlukan transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Sementara itu,
Mohamad dkk. (2004) menyatakan bahwa esensi dari demokrasi adalah akuntabilitas,
sedangkan esensi dari akuntabilitas adalah keterbukaan (transparansi). Skala yang
dipergunakan adalah skala interval.
Penyajian laporan keuangan sektor publik menurut Governmental Accounting
Standard Board (GASB, 1998) memiliki tujuan sebagai berikut:
3. Untuk membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel
secara publik;
4. Untuk membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan yang mempunyai
keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan atau sumber daya untuk
memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka menyandarkan pada laporan
sebagai sumber informasi penting. Untuk tujuan tersebut, pelaporan keuangan
harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna dan keputusan yang mereka
buat.
Sementara itu, bila dilihat dari jenis laporan keuangan yang disusun pemerintah
daerah sampai saat ini telah mengalami dua perkembangan. Perkembangan pertama,
di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 (Pasal 38) sebagaimana
ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 (Pasal
81) laporan keuangan yang harus disajikan secara lengkap pada akhir tahun oleh
kepala daerah terdiri dari:
5. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
6. Nota Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
7. Laporan Aliran Kas; dan
Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003, pada Pasal 31 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang harus disajikan
oleh kepala daerah setidak-tidaknya meliputi:
5. Laporan Realisasi APBD;
6. Neraca;
7. Laporan Arus Kas; dan
8. Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan daerah.
4.5.3. Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD
Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak
saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan
yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara
langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial (Jones et al., 1985).
Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas laporan
keuangannya, tidak sekedar menyampai-kannya ke DPRD saja, tetapi juga
memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau memperoleh laporan
Tabel 4.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Penelitian
Definisi Operasional Pengukuran Variabel Skala
Penelitian Pengelolaan Keuangan SKPD diukur berdasarkan persepsi dari responden tentang pengeloaan Keuangan SKPD.
Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukan dengan skor
5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=Netral), skor 2 (TS=tidak setuju), dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju). utang, dan ekuitas dana dari SKPD.
Penyajian Laporan Keuangan SKPD diukur berdasarkan persepsi responden tentang penyajian laporan keuangan SKPD.
Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukan dengan skor
5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=Netral), skor 2 (TS=tidak setuju), dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD diukur berdasarkan persepsi dari responden mengenai akses public terhadap laporan keuangan SKPD.
Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=Netral), skor 2 (TS=tidak setuju), dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
4.6. Metode Analisis Data 4.6.1. Teknik Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan model
regresi linier berganda dan uji residual, untuk keabsahan hasil analisis maka terlebih
dahulu dilakukan uji kualitas instrumen penelitian, uji normalitas data dan uji asumsi
klasik. Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu aplikasi
software SPSS.
Formulasi yang digunakan adalah:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + e
Dimana:
Y = transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD
a = konstanta
b1, b2 = koefisien regresi
X1 = penyajian laporan keuangan SKPD
X2 = aksesibilitas laporan keuangan SKPD
E = error
4.6.2. Pengujian Kualitas Data 4.6.2.1. Pengujian validitas
Pengujian Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas
atau kesahihan suatu instrument, sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diukurnya (Ancok, 1998: 20). Faktor-faktor yang mengurangi
dan tidak tepatnya formulasi alat pengukur yaitu bentuk dan isi kuesioner (Hakim:
1999 dalam Widyastuti: 2000). Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan
alat bantu program statistic, dengan kreteria sebagai berikut:
a. Jika rhitung positif dan r hitung > r table maka butir pertanyaan tersebut valid.
b. Jika rhitung negatiftif dan r hitung < r table maka butir pertanyaan tersebut tidak valid.
c. rhitung dapat dilihat pada kolom Corrected Item Total Corelation.
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan
bantuan software SPSS untuk memperoleh hasil terarah.
4.6.2.2. Pengujian reliabilitas
Pengujian reliabilitas menurut Riyadi (2000) dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama.
Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrument yang digunakan, peneliti
menggunakan koefisien cronbach alpha. Suatu instrument dikatakan reliable jika nilai
cronbach alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnally, 1976: 120).
4.6.3. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi,
maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian: (1) normalitas,
4.6.3.1. Uji normalitas
Tujuan Uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal, yaitu distribusi data dengan bentuk
lonceng (bell Shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti
distribusi normal.
Pedoman pengambilan keputusan dengan uji kolmogorov-smirnov tentang data
tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal dapat dilihat dari:
a. Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,005, maka distribusi data adalah
tidak normal.
b. Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,005, maka distribusi data adalah
normal.
Selain melihat signifikansi dari uji Kolmogorov smirnov, untuk melihat apakah
suatu data mempunyai distribusi normal dapat dilihat dari Zskewness. Pengujian
normalitas data pada penelitian ini dilakukan dengan uji skewness. Berdasarkan uji ini,
maka suatu data dikatakan memiliki distribusi normal jika Zhitung lebih kecil dari Ztabel.
Nilai Z dari uji Skewness dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Zhitung
4.6.3.2. Uji multikolinearitas
Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen
antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas
bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi
korelasi sempurna diantara sesame variabel bebas, maka konsekuensinya adalah:
a. Koefisien-koefisien menjadi tidak dapat ditaksir.
b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga.
Pengujian ini bermaksud untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
terdapat problem multikolinearitas. Ada dua cara yang dapat dilakukan jika terjadi
multikolinearitas, yaitu:
1) Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independen A dan B saling
berkolerasi dengan kuat, maka bias dipilih A atau B yang dikeluarkan dari model
regresi.
2) Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi Ridge.
Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara
variabel bebas (independent variable). Jika nilai korelasi antara variabel bebas tersebut
lebih besar dari 0,7 (Nunnally, 1967), maka dapat dikatakan bahwa terjadi gejal
multikolinearitas. Di samping dengan melakukan uji korelasi tersebut, pengujian ini
juga dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari model
penelitian, jika nilai VIF diatas 2 (Hair, 2003), maka dapat dikatakan bahwa telah