PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN
METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN
METODE LRFD
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil (Studi Perencanaan)
Disusun oleh :
Biondi
06 0404 104
DOSEN PEMBIMBING:
Ir.BESMAN SURBAKTI, MT
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN
METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN
DENGAN METODE LRFD
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil
Disusun Oleh:
BIONDI 06 0404 104
Dosen Pembimbing :
Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 19541012 198003 1 004
Penguji I Penguji II Penguji III
Prof.Dr.Ir. Bachrian Lubis, Msc Ir. Mawardi S Ir. Robert Panjaitan NIP.194802061980031003 NIP.194503151980031001 NIP.19591110 1987011002
Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19591224 191003 1 002
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN
METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN
DENGAN METODE LRFD
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil (Studi Perencanaan)
Disusun oleh :
BIONDI
06 0404 104
Dosen Pembimbing :
Ir.BESMAN SURBAKTI, MT
NIP : 19541012 198003 1 004
Diketahui
Ketua Departemen Teknik Sipil
Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan
NIP : 19591224 191003 1 002
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai. Tiada balasan yang dapat diberikan selain membahagiakan mereka dengan menyelesaikan perkuliahan ini dengan hasil yang memuaskan.
Selain itu, saya juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada beberapa pihak yang juga berperan penting yaitu :
1. Bapak Ir.Besman Surbakti, MT selaku pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku Koordinator Bidang Studi Struktur Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
7. Teman-teman dan rekan-rekan kuliah yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas segala dukungannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dalam hal ini. Untuk itu, penulisa sangat mengharapkan saran dan kritikan yang dapat membangun dari pembaca sekalian demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Medan, Juli 2010
BIONDI
ABSTRAK
Selain metode elastis yang sudah banyak digunakan perencana dalam desain struktur, terdapat juga dua metode selain metode elastis. Dua metode tersebut adalah metode plastisitas dan metode load and resistance factor design (LRFD). Metode plastisitas adalah metode yang mengalikan faktor tertentu atau faktor keamanan yang dikalikan terhadap beban kerja, dan elemen struktur direncanakan berdasarkan kekuatan runtuh, sedangkan metode LRFD adalah metode yang mengalikan faktor reduksi kekuatan dan faktor kelebihan beban dalam perencanaan sehingga memungkinkan terciptanya suatu konstruksi baja yang aman dan ekonomis. Maka, dalam tugas akhir ini akan dibandingkan dari kedua metode tersebut, manakah yang menghasilkan profil yang lebih ekonomis.
Dalam tugas akhir ini, struktur bangunan yang dimodelkan adalah gedung perkantoran 4 lantai yang terletak di kota Medan. Struktur bangunan tersebut dimodelkan dengan bantuan program SAP2000 untuk LRFD. Beban gempa direncanakan dengan metode statik ekivalen dan kemudian dilihat apakah profil aman memikul beban yang ada.
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa untuk kolom, balok lt.3 & 4, dimensi yang digunakan menggunakan metode LRFD lebih kecil daripada menggunakan metode plastisitas, tetapi untuk balok lt.1 & 2 , dimensi yang digunakan adalah sama dengan kedua metode tersebut. Selain diperoleh perbandingan dimensi dari kedua metode tersebut, dari tugas akhir ini juga dihasilkan suatu kesimpulan bahwa untuk metode plastisitas, kolom harus direncanakan memikul 1,217Mp balok supaya prinsip strong column weak beam terpenuhi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...
ABSTRAK ...
DAFTAR ISI ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR NOTASI ...
DAFTAR TABEL ...
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan ... 1.2 Tujuan Penulisan ... 1.3 Pembatasan Masalah ... 1.4 Metode Pembahasan ... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan... 2.2 Analisa Struktur dengan Metode Plastisitas ... 2.2.1 Konsep dasar analisa plastis ... 2.2.2 Prinsip virtual displacement ... 2.2.3 Sifat-sifat sendi plastis ...
2.2.4 Faktor bentuk (shape factor) ...
2.2.5 Pengaruh gaya lintang...
2.2.6 Pengaruh gaya normal ...
2.2.7 Kontrol tekuk pada perencanaan plastis ...
2.3 Analisa Struktur berdasarkan metode LRFD ...
2.3.1 Konsep dasar metode LRFD ...
2.3.2 Kontrol gaya geser ...
2.3.3 Kontrol gaya normal ...
2.3.4 Kontrol Beam-Column ...
2.4 Ketentuan Perencanaan Pembebanan ...
2.4.1 Pembebanan ...
2.4.2 Kombinasi Pembebanan Metode LRFD ...
2.4.2 Kombinasi Pembebanan Metode Plastisitas ...
BAB 3 PERENCANAAN STRUKTUR PORTAL DENGAN METODE
PLASTISITAS
3.1 Data-data pada Struktur Portal...
3.2 Perhitungan Besar Beban Mati , Beban Hidup, dan Beban Gempa ...
3.2.1 Daerah pembebanan portal...
3.2.2 Perhitungan beban mati ...
3.2.3 Perhitungan beban hidup...
3.2.4 Perhitungan beban gempa ...
3.2.4.2 Taksiran waktu getar alami secara empiris ...
3.2.4.3 Perhitungan V (beban geser dasar nominal statik ekivalen) ...
3.2.4.4 Perhitungan distribusi Fi ...
3.3 Pembebanan ...
3.3.1 Pembebanan akibat beban mati ...
3.3.2 Pembebanan akibat beban hidup ...
3.3.3 Pembebanan akibat beban gempa ...
3.4 Prinsip Strong Column Weak Beam sesuai SNI-1726-2002 ...
3.5 Mencari Mp maksimum pada tiap-tiap portal ...
3.5.1 Mp maksimum pada portal A ...
3.5.1.1 Portal A akibat kombinasi pembebanan 1 ...
3.5.1.2 Portal A akibat kombinasi pembebanan 2 ...
3.5.1.3 Portal A akibat kombinasi pembebanan 3 ...
3.5.1.4 Rekapitulasi momen plastis pada portal A ...
3.5.2 Mp maksimum pada portal B ...
3.5.2.1 Portal B akibat kombinasi pembebanan 1 ...
3.5.2.2 Portal B akibat kombinasi pembebanan 2 ...
3.5.2.4 Rekapitulasi momen plastis pada portal B ...
3.5.3 Mp maksimum pada portal C ...
3.5.3.1 Portal C akibat kombinasi pembebanan 1 ...
3.5.3.2 Portal C akibat kombinasi pembebanan 2 ...
3.5.3.3 Portal C akibat kombinasi pembebanan 3 ...
3.5.3.4 Rekapitulasi momen plastis pada portal C ...
3.5.4 Rekapitulasi momen plastis maksimum untuk Portal A, B, dan C ...
3.6 Perencanaan & Kontrol Dimensi Profil pada Portal ...
3.6.1 Dimensi profil portal A ...
3.6.1.1 Balok portal A ...
3.6.1.2 Kolom portal A ...
3.6.2 Kontrol profil portal A ...
3.6.2.1 Kontrol gaya geser pada balok ...
3.6.2.2 Kontrol gaya normal pada balok ...
3.6.2.3 Kontrol lendutan pada balok ...
3.6.2.4 Kontrol tekuk pada kolom...
3.6.2.5 Kontrol stabilitas pada kolom ...
3.6.3 Dimensi profil portal B ...
3.6.3.1 Balok portal B ...
3.6.3.2 Kolom portal B ...
3.6.4 Kontrol profil portal B ...
3.6.4.1 Kontrol gaya geser pada balok ...
3.6.4.2 Kontrol gaya normal pada balok ...
3.6.4.3 Kontrol lendutan pada balok ...
3.6.4.4 Kontrol tekuk pada kolom...
3.6.4.5 Kontrol stabilitas pada kolom ...
3.6.4.6 Kontrol rotasi sendi plastis balok dan kolom ...
3.6.5 Dimensi profil portal C ...
3.6.5.1 Balok portal C ...
3.6.5.2 Kolom portal C ...
3.6.6 Kontrol profil portal C ...
3.6.6.1 Kontrol gaya geser pada balok ...
3.6.6.2 Kontrol gaya normal pada balok ...
3.6.6.3 Kontrol lendutan pada balok ...
3.6.6.5 Kontrol stabilitas pada kolom ...
3.6.6.6 Kontrol rotasi sendi plastis balok dan kolom ...
3.6.7 Rekapitulasi dimensi profil ...
BAB 4 PERENCANAAN STRUKTUR PORTAL DENGAN METODE LRFD
4.1 Data-data pada struktur portal ...
4.2 Perhitungan besar beban mati, beban hidup dan beban gempa ...
4.2.1 Daerah pembebanan portal...
4.2.2 Perhitungan beban mati ...
4.2.3 Perhitungan beban hidup...
4.2.4 Perhitungan beban gempa ...
4.2.4.1 Perhitungan berat bangunan tiap lantai ...
4.2.4.2 Taksiran waktu getar alami ...
4.2.4.3 Perhitungan beban geser dasar nominal statik ekivalen ...
4.2.4.4 Perhitungan distribusi Fi ...
4.3 Pembebanan ...
4.3.1 Pembebanan akibat beban mati ...
4.3.2 Pembebanan akibat beban hidup ...
4.4 Pra-dimensi untuk balok dan kolom ...
4.5 Kombinasi pembebanan sesuai SNI-1729-2002 ...
4.6 Kontrol dimensi balok dan kolom dengan SAP2000 ...
4.6.1 Permodelan struktur & Input pada SAP2000 ...
4.6.2 Tabel output hasil analisa struktur SAP2000 ...
4.6.3 Tabel output steel stress ratio-SAP2000 ...
4.6.4 Perhitungan kontrol dimensi balok dan kolom ...
4.6.4.1 Kontrol lendutan pada balok ...
4.6.4.2 Kontrol gaya geser pada balok ...
4.6.4.3 Kontrol gaya normal pada balok ...
4.6.4.4 Kontrol Beam-Column ...
4.6.5 Rekapitulasi dimensi profil – metode LRFD ...
BAB 5 DISKUSI
5.1 Metode Plastisitas ...
5.2 Metode LRFD ...
5.3 Perbandingan kedua metode ...
5.3.1 Dari Segi Section Modulus Profil ...
5.3.3 Dari Segi Kecepatan dalam Pengerjaan ...
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kurva tegangan - regangan baja 2 Gambar 1.2 Idealisasi kurva tegangan - regangan baja 2 Gambar 1.3 Portal yang akan direncanakan 6
Gambar 2.1 Diagram tegangan 9
Gambar 2.2 Diagram tegangan geser 12
Gambar 2.3 Diagram tegangan normal 13
Gambar 3.176 Mekanisme kombinasi 9 - Portal C (3) 219 Gambar 3.177 Mekanisme kombinasi 10 - Portal C (3) 220 Gambar 3.178 Mekanisme kombinasi 11 - Portal C (3) 221 Gambar 3.179 Mekanisme kombinasi 12 - Portal C (3) 222 Gambar 3.180 Mekanisme kombinasi 13 - Portal C (3) 223 Gambar 3.181 Mekanisme kombinasi 14 - Portal C (3) 224 Gambar 3.182 Mekanisme kombinasi 15 - Portal C (3) 225 Gambar 3.183 Mekanisme kombinasi 16 - Portal C (3) 226
Gambar 3.184 Portal A dan nomor joint 240
Gambar 3.185 Nomogram untuk mencari nilai k - Portal A 242
Gambar 3.186 Portal B dan nomor joint 257
Gambar 3.187 Nomogram untuk mencari nilai k - Portal B 259
Gambar 3.188 Portal C dan nomor joint 274
Gambar 3.189 Nomogram untuk mencari nilai k - Portal C 276 Gambar 4.1 Struktur portal yang direncanakan 285 Gambar 4.2 Struktur portal dan daerah pembebanan 286 Gambar 4.3 Pembebanan akibat beban mati 291 Gambar 4.4 Pembebanan akibat beban hidup 292 Gambar 4.5 Pembebanan akibat beban gempa 293 Gambar 4.6 Permodelan struktur (nomor frame) 295
Gambar 4.7 Portal dan nomor joint 316
DAFTAR NOTASI
w
A luas penampang web
A luas penampang
Cm koefisien yang tergantung kepada elemen struktur apakah merupakan portal dengan bracing
D beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
E beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726– 2002 F gaya geser yang bekerja pada web (badan)
f faktor bentuk (shape factor) F.S faktor keamanan sesuai AISC
yw
f kuat leleh web
H beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air K faktor panjang efektif
L beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain
La beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
lb panjang aktual dari batang tanpa pengaku
Mnx tahanan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu x Mny sama dengan Mnx, namun dihitung dengan acuan sumbu y
Mux momen lentur terfaktor terhadap sumbu x, dengan memperhitungkan efek orde kedua
Muy sama dengan Mux, namun dihitung dengan acuan sumbu y Nn kuat tekan nominal komponen struktur = Ag.fcr
Nu gaya tekan aksial terfaktor P tegangan normal
rb radius girasi profil
s plastic modulus T tebal flens
t tebal web (badan)
W beban angin
z section modulus
Zp plastic modulus dengan pengaruh normal Zpy plastic modulus tanpa pengaruh normal τ tegangan geser
σy tegangan leleh
φc faktor reduksi tahanan tekan = 0,85
φb faktor reduksi tahanan lentur = 0,90
∑
Nu jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjauoh
∆ simpangan antar lantai pada tingkat yang sedang ditinjau
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Faktor reduksi untuk kekuatan batas 18
Tabel 3.1 Faktor kekakuan masing-masing elemen – Portal A 241
Tabel 3.2 Faktor G tiap-tiap joint – Portal A 241
Tabel 3.3 Faktor panjang efektif, k – Portal A 242
Tabel 3.4 Faktor kekakuan masing-masing elemen – Portal B 258
Tabel 3.5 Faktor G tiap-tiap joint – Portal B 258
Tabel 3.6 Faktor panjang efektif, k – Portal B 259
Tabel 3.7 Faktor kekakuan masing-masing elemen – Portal C 275
Tabel 3.8 Faktor G tiap-tiap joint – Portal C 275
Tabel 3.9 Faktor panjang efektif, k – Portal C 276
Tabel 4.1 Faktor kekakuan masing-masing elemen (LRFD) 317
Tabel 4.2 Faktor G tiap-tiap joint (LRFD) 317
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG PENULISAN
Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul oleh struktur dan perhitungan dimensi elemen struktur didasarkan pada tegangan ijin. Tegangan ijin ini merupakan fraksi dari tegangan leleh. Meskipun kata ‘metode elastis’ lebih sering digunakan untuk menjelaskan metoda ini, tetapi lebih tepat dikatakan desain berdasarkan beban kerja (allowable-stress design atau desain berdasarkan tegangan kerja).
Daktilitas baja telah ditunjukkan dapat memberikan kekuatan cadangan dan merupakan dasar dari perencanaan plastis. Dalam metode ini, beban kerja dihitung dan dikalikan dengan faktor tertentu atau faktor keamanan, kemudian elemen struktur direncanakan berdasarkan kekuatan runtuh. Nama lain dari metoda ini adalah perencanaan batas (limit design) dan perencanaan runtuh (collapse design).
menuju titik E sering disebut strain hardening. Selanjutnya, titik E merupakan titik dimana terjadi tegangan ultimate dan akhirnya putus (fracture) terjadi di titik F
Gambar 1.1
Sumber : Vazirani, Steel Structures
Untuk memudahkan dalam melakukan perhitungan, kurva hubungan tegangan-regangan diatas dapat di-idealisasikan menjadi gambar 1.2 di bawah
Gambar 1.2
Sumber : Vazirani, Steel Structures
Dimana daerah AC adalah daerah elastis dan CD adalah daerah plastis
faktor reduksi kekuatan dan faktor kelebihan beban sehigga memungkinkan terciptanya suatu konstruksi baja yang aman dan ekonomis. Perencanaan baja dengan Metode LRFD dilakukan dengan mencoba dimensi profil. Profil harus aman pada stabilitas sayap, stabilitas badan, gaya aksial tekan, kontrol momen, gaya geser dan aman menerima kombinasi gaya aksial tekan dan lentur.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam analisis plastis :
a. Kondisi mekanisme : Beban ultimate atau beban runtuh dicapai ketika terjadi suatu mekanisme. Jumlah sendi plastis yang terjadi seharusnya cukup untuk membantu terjadinya mekanisme.
b. Kondisi keseimbangan : Jumlah gaya-gaya dan momen-momen dalam keadaan seimbang adalah nol.
c. Kondisi momen plastis : Momen lentur yang terjadi pada semua potongan pada struktur harus lebih kecil dari momen plastis penuh dari potongan ( M < Mp )
Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 1984 juga menetapkan beberapa persyaratan untuk bangunan baja yang dianalisis atau didesain dengan metode plastis. Beberapa di antaranya adalah :
1. Perhitungan struktur berdasarkan keadaan plastis dalam PPBBI ‘84 hanya dapat digunakan untuk struktur-struktur berikut :
Balok dengan dua tumpuan dan balok menerus (kecuali balok crane ); Portal dengan sambungan kaku;
Bangunan bertingkat banyak, maksimum dua lantai.
2. Faktor beban (λ) untuk perhitungan kekuatan dapat diambil :
Beban mati λ = 1,7
3. Pada umumnya harus ditunjukkan bahwa akibat beban sebesar λ kali beban
yang bekerja, kekuatan batasnya tidak dilampaui. 4. Faktor beban untuk saat-saat pemasangan konstruksi :
λ = 1,4
5. Faktor beban untuk menghitung lendutan : λ = 1,0
6. Yang dimaksud dengan beban hitungan dalam PPBBI adalah λ kali beban
yang bekerja.
7. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut terutama berlaku untuk penampang-penampang I,H, dan kotak; dimana tegangan leleh bajanya tidak lebih dari 3600 kg/cm2. Sedangkan untuk penampang di luar kriteria tersebut, pemakaiannya harus didukung oleh percobaan ataupun pembuktian teoritis.
km dari Medan , kemudian yang kedua adalah gempa 7,2 SR yang terjadi dekat Banda Aceh.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dari Tugas Akhir ini adalah :
1. Merencanakan komponen struktur portal baja dengan metode plastis dan metode LRFD ( Load and Resistance Factor Design)
2. Membandingkan hasil perencanaan portal baja dengan metode plastis dan metode LRFD.
3. Menghasilkan kesimpulan yang dapat menuntun pembaca dalam memilih metode yang efisien dan ekonomis dalam melakukan perencanaan di masa yang akan datang.
4. Mencari rasio minimum antara Mp balok dengan Mp kolom sehingga syarat Strong Column Weak Beam sesuai peraturan SNI 1726-2002 bisa terpenuhi. (perencanaan plastis)
1.3 PEMBATASAN MASALAH
Yang menjadi batasan masalah adalah :
1 Struktur yang dimaksud adalah berbentuk portal dengan bahan baja IWF 2 Portal yang akan direncanakan adalah gedung perkantoran 4 lantai (Gambar
1.3)
3 Dalam melakukan analisis struktur berdasarkan analisis plastis, dipakai cara mekanisme
4 Asumsi hubungan balok-kolom portal merupakan sambungan kaku (rigid) 5 Perencanaan struktur akan dikontrol terhadap efek gaya lintang, gaya normal,
6 Dalam perhitungan gaya / beban gempa yang bekerja, dipakai metode Analisis Statik Ekivalen.
7 Peraturan LRFD yang dipakai dalam analisis adalah SNI 03-1729-2002
[image:30.595.136.505.162.449.2]
Gambar 1.3
1.4 METODE PEMBAHASAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pendahuluan
Pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis atau dalam peraturan AISC disebut allowable stress design method. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul oleh struktur dan perhitungan dimensi elemen struktur didasarkan pada tegangan ijin. Daktilitas baja telah ditunjukkan dapat memberikan kekuatan cadangan dan merupakan dasar dari perencanaan plastis. Dalam metode ini, beban kerja dihitung dan dikalikan dengan faktor tertentu atau faktor keamanan, kemudian elemen struktur direncanakan berdasarkan kekuatan runtuh. Nama lain dari metoda ini adalah perencanaan batas (limit design) dan perencanaan runtuh (collapse design).
Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini, sebuah metoda perencanaan yang dinamakan metode LRFD (Load and Resistance Factor Design) juga sering digunakan. Metode LRFD menawarkan konsep yang pada prinsipnya, menggunakan faktor reduksi kekuatan dan faktor kelebihan beban sehigga memungkinkan terciptanya suatu konstruksi baja yang aman dan ekonomis.
2.2Analisa Struktur dengan Metode Plastisitas
2.2.1 Konsep dasar analisa plastis
saat seluruhnya atau sebagian akan runtuh kemudian dari pola pembagian sendi-sendi plastis tersebut kita dapat menghitung besarnya muatan batas yang dinyatakan dalam momen-momen batas dari masing-masing sendi plastis.
Analisa plastis merupakan sebuah cara yang sangat menguntungkan dalam kedudukannya sebagai pengganti analisa elastis apabila diterapkan pada balok-balok menerus ( continuous beam ), portal-portal dengan sambungan kaku dan struktur statis tak tentu pada umumnya dimana banyak melibatkan tegangan-tegangan lentur.
Pada analisa konstruksi atas dasar muatan batas ini kita dapat menggunakan dengan beberapa cara yaitu :
Cara grafostatis
Cara ini meliputi penentuan secara grafostatis suatu bidang momen dalam keadaan batas, sedemikian rupa sehingga dengan momen di
setiap penampang tidak melampaui momen batas ( M≤Mp), tercapai
suatu mekanisme keruntuhan. Cara mekanisme
Cara mekanisme merupakan cara yang lebih cepat untuk mendapatkan hasil dibandingkan dengan cara grafostatis dan cara distribusi momen, terutama pada struktur yang derajat kehiperstatisannya lebih banyak. Cara distribusi momen
Cara distribusi momen ini mirip dengan metode distribusi secara cross, oleh karena itu disebut juga metode distribusi momen plastis.
b d
1/2 d
1/2 d
Me My My' Mp
menentukan dahulu berbagai kemungkinan bentuk mekanisme dan untuk masing-masing bentuk ditentukan beban batasnya. Mekanisme yang tepat adalah menghasilkan muatan batas terendah dimana pada setiap penampangnya momen lentur tidak melampaui momen batas/ plastis (Mp).
Prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut :
a. Menentukan letak sendi-sendi plastis yang mungkin terjadi.
b. Pilih mekanisme yang mungkin, baik mekanisme tunggal maupun mekanisme gabungan atau kombinasi.
c. Pecahkan persamaan kesetimbangan dengan prinsip kerja virtual untuk beban terendah atau Mp yang tertinggi.
d. Periksa apakah dipenuhi M≤Mp pada semua penampang.
2.2.2 Prinsip virtual displacement
Prinsip virtual displacement ini sangat penting di dalam syarat kesetimbangan yang dapat dirumuskan sebagai : bila suatu susunan gaya dalam kesetimbangan maka kerja gaya dalam sama dengan kerja gaya luar (virtual displacement).
2.2.3 Sifat-sifat sendi plastis
σ σy σy σy
[image:33.595.86.522.520.746.2]σ σy σy σy (1) (2) (3) (4)
Sumber : Wahyudi,Metode Plastis :Analisis dan Desain
Gambar 2.1 (1) menunjukkan pembagian tegangan pada muatan kerja, gambar 2.1 (2) adalah pada waktu tegangan di serat-serat terjauh tepat mencapai tegangan leleh.
Penambahan muatan lebih lanjut praktis tidak mengalami perlawanan lagi dari penampang, dimana daerah plastis telah menjalar terus ke serat-serat yang lebih dalam sampai pada akhitnya tegangan leleh mencapai garis berta atau garis netral dari penampang. Ini dapat dilihat dalam gambar 2.1 (3)
Sedangkan pada gambar 2.1 (4), penampang sudah mencapai plastis penuh dan telah mencapai kapasitas maksimum efektifnya atau momen batasnya (Mp). Pada kondisi ini, penampang tadi akan mengalami rotasi yang cukup besar tanpa terjadi penambahan momen. Dengan kata lain, di titik tersebut telah terbentuk sendi plastis. Penampang menjadi bersifat sebagai suatu sendi plastis setelah momen leleh (My) tercapai, yaitu bahwa penambahan beban, penampang tidak dapat menerima momen tambahan dan hanya mengalami rotasi saja. Beda antara sendi biasa dan sendi plastis adalah pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi adalah nol, sedangkan pada sendi plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap (Mp).
2.2.4 Faktor bentuk (shape factor)
Perbandingan antara momen plastis (Mp) dengan momen leleh (My) menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari kondisi plastis. Perbandingan itu tergantung dari bentuk penampangnya.
Jadi,
My Mp f = atau
z s
dimana:
f adalah faktor bentuk (shape factor)
s adalah plastic modulus
z adalah section modulus
Harga dari faktor bentuk (shape factor) untuk beberapa penampang yang sering dipakai adalah sebagai berikut :
Penampang segiempat f = 1,5
Penampang segiempat berlubang f = 1,18 Penampang segiempat diagonal f = 2,0
Penampang lingkaran f = 1,7
Penampang lingkaran berlubang f = 1,34
Penampang I f = 1,15
Penampang segitiga sama kaki f = 2,34
2.2.5 Pengaruh gaya lintang
Akibat gaya lintang pada tampang balok adalah lebih kompleks dibandingkan efek gaya normalnya. Kombinasi antara geser dengan lentur akan terjadi tapi dalam arah dua dimensi. Sebenarnya kombinasi antara keduanya dalam teori plastisitas adalah sangat sukar, akan tetapi dapat dihitung berdasarkan metode pendekatan.
σy τ σy
σy τ σy
Gambar 2.2 Diagram tegangan geser Sumber : Wahyudi , Metode Plastis :Analisis dan Desain
Misalkan gaya geser F bekerja pada web mengakibatkan tegangan geser
merata τ maka :
(
D 2 tT)
.τF = −
(
D T)
t F2 − = τ
Menurut Mises σ2 +3τ2 =σy2
apabila σ2 +3τ2 =σy2dibagi dengan
2
y
σ maka :
( ) ( )
3 2 12 2 2 = + y y σ τ σσ Jadi, 2 3 1 − = y y σ τ σσ
(
)
Y(
)
yp BT D T D T t
M = − σ + /2− 2 σ , dibagi dengan σy Zpy = Zf + ( ½ D – T )2 t
D t
P
dimana :
F = gaya geser yang bekerja pada web (badan) τ = tegangan geser
D = tinggi dimensi profil WF T = tebal flens
t = tebal web (badan)
Zpy = plastic modulus tanpa pengaruh gaya lintang Zp = plastic modulus dengan pengaruh gaya lintang
2.2.6Pengaruh gaya normal
σy
2 σy
σy
Gambar 2.3 Diagram tegangan normal Sumber : Wahyudi , Metode Plastis :Analisis dan Desain
Misalkan beban aksial (normal) P bekerja pada garis netral tampang dan momen plastis Mp menyebabkan tampang plastis penuh
Mpy = momen plastis penuh tanpa normal
= bd22σy (plastic modulus dikali dengan tegangan leleh )
Py = 2bdσy (luas dikali dengan tegangan leleh)
P = 2βbdσy = β.Py
= Mpy – P( ½ βd) = (1-β2)Mpy
½ β2d.Py = ½ β2 d ( 2 b d σy ) = β2 b d2σy = β2 Mpy
1 2 2 = + y py p P P M M
Mp = Mpy - β2 t D2σy
P = 2 β t D σy
n = p / σy p = P/A maka,
Zp = Zpy - β2 t D2
Zp = Zpy – ( A2/4t) n2≥ Mp/ σy dimana :
P = gaya aksial (normal) A = luas penampang P = tegangan normal σy = tegangan leleh
Zp = plastic modulus dengan pengaruh normal Zpy = plastic modulus tanpa pengaruh normal
2.2.7Kontrol tekuk pada perencanaan plastis
Beam column yang mengalami sendi plastis, dapat dikategorikan ke dalam 2 kategori yaitu :
a. Beam-column dengan rasio beban rendah ( low load-ratio beam)
M M M M M M2 M1 M1'
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk baja fy=250 Mpa yaitu : Mpc = Mp
Cek rasio kelangsingan terhadap stabilitas
(
)
yx P P r L β 4 . 0 6 , 0 90 +
= , dengan harga β menurut rasio momen dibawah
ini.
β = 0 β = -1,0 β = 1,0 β = M1/M2 Sumber : Robert Disque , Applied Plastic Design in Steel
Cek rasio luas penampang terhadap kemungkinan terjadi efek tekuk lokal seperti yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
b. beam column dengan rasio beban tinggi (high load-ratio beam column)
15 , 0 〉 y P P
Cek rasio luas penampang terhadap kemungkinan terjadi efek tekuk lokal
t d
harus lebih kecil dari 1120/ fy
Cek terhadap rasio kelangsingan dari beam colum
λ β λ β + + − + ≤ 1 1 Py P dimana : E fy r L . π λ =
2 2 . . . 3 1 k cr l I E izin
P = π
Pcr izin harus lebih besar dari Pplastis. 2.2.8 Kontrol stabilitas pada kolom
Karena metode desain plastis banyak digunakan pada komponen struktur menerus, maka elemen pada struktur biasanya mengalami gaya aksial dan momen lentur sekaligus. Untuk itu, sebuah persamaan interaksi yang menggunakan beban vertikal dan momen terfaktor digunakan dalam proses perencanaan.
Persamaan interaksi ini bukan merupakan representasi langsung dari keadaan di lapangan, akan tetapi, persamaan tersebut sudah banyak digunakan negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dll dan terbukti memiliki catatan yang memuaskan oleh para perencana.
Persamaan interaksi yang digunakan dalam metode desain plastis adalah sebagai berikut ( :
(
)
1,01− ≤
+ Mm Pe P CmM Pcr P
Sumber : Robert Disque , Applied Plastic Design in Steel
dimana :
P = beban aksial terfaktor yang terjadi pada struktur , kips Pcr = 1,7 A.Fa , kips
Fa = tegangan diizinkan yang bekerja sesuai desain elastis, ksi
(
)
S F Fy Cc r Kl Fa . 2 / 1 2 2 − = Fy ECc 2 .
F.S = faktor keamanan sesuai AISC yang berkisar 1,67 untuk Kl/r sama dengan 0 dan 1,92 ketika Kl/r sama dengan Cc.
M = momen diizinkan yang terjadi bersamaan dengan beban terfaktor, kips-ft
Pe = 1,92 A.F’e , kips , dimana F’e adalah tegangan Euler yang diizinkan sesuai peraturan AISC sebagai berikut :
(
)
2 2 / . 92 , 1 . ' b b r l K E eF = π
lb = panjang aktual dari batang tanpa pengaku , in rb = radius girasi profil , in
K = faktor panjang efektif
Mm = momen maksimum yang bisa ditahan profil tanpa beban aksial, kips-ft Untuk kolom dengan bracing pada sumbu lemah
Mm = Mp
Untuk kolom tanpa bracing pada sumbu lemah
( )
Fy Mp MpMm ry l ≤ − = 3160 07 , 1
Cm = koefisien yang tergantung kepada elemen struktur apakah merupakan portal dengan bracing atau tanpa bracing, Cm = 0,85 untuk portal tanpa bracing
2.3Analisa Struktur berdasarkan metode LRFD
2.3.1 Konsep dasar metode LRFD
momen-momen yang terjadi tidak boleh melebihi kekuatan nominal dari penampang. Koefisien reduksi kekuatan bervariasi untuk berbagai jenis keadaan, misalnya batang tarik, batang tekan, batang terlentur. Untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat pada tabel dibawah
2.3.2 Kontrol gaya geser
Gaya geser yang terjadi pada profil sebagian besar dipikul oleh web jika web dalam kondisi stabil (artinya ketidakstabilan akibat kombinasi geser dan lentur tidak terjadi). Kuat geser nominal pelat web ditentukan oleh SNI 03-1729-2002 pasal 8.8.3 yaitu :
w yw w
y
n A f A
V =τ . ≈0,60. .
dengan :
yw
f = kuat leleh web
w
A = luas penampang web
Persamaan di atas dapat digunakan bila dipenuhi syarat kelangsingan untuk tebal pelat web sebagai berikut :
yw
f tw
h 1100 ≤
Dan kuat geser rencana harus memenuhi persamaan :
u n v.V ≥V φ
2.3.3 Kontrol gaya normal
Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor Nu, menurut SNI 03-1729-2002, pasal 9.1 harus memenuhi :
n c
u N
N <φ .
dengan : φc = 0,85
Nu = beban terfaktor
Tegangan kritis untuk daerah elastik, dituliskan sebagai : 2 2 2 1 . . c y y cr f E f f λ λπ = = sehingga E fy c πλ λ =
Daya dukung nominal Nn struktur tekan dihitung sebagai berikut :
ω y g cr g n f A f A
N = . = .
dengan besarnya ω ditentukan oleh λc, yaitu :
Untuk λc < 0,25 maka ω =1
Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka
c λ ω 67 , 0 6 , 1 43 , 1 − =
Untuk λc > 1,2 maka
2
. 25 , 1 λc ω =
Panjang Tekuk
Kolom dengan kekangan yang besar terhadap rotasi dan translasi pada ujung-ujugnnya (contohnya tumpuan jepit) akan mampu menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan kolom yang mengalami rotasi serta translasi pada bagian tumpuan ujungnya. Semakin kecil panjang efektif suatu komponen struktur tekan, maka semakin kecil pula resikonya terhadap masalah tekuk.
SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.3.1 memberikan daftar nilai faktor panjang tekuk untuk berbagai kondisi tumpuan ujung dari suatu kolom. Nilai k ini diperoleh dengan mengasumsikan bahwa kolom tidak mengalami goyangan atau translasi pada ujung-ujung tumpuannya. Namun dalam kasus portal kaku yang diberi gaya horizontal (portal bergoyang), nilai k harus dihitung berdasarkan suatu nomogram.
tersebut adalah merupakan fungsi dari Ga dan Gb yang merupakan perbandingan antara kekakuan komponen struktur yang dominan terhadap tekan (kolom) dengan kekakuan komponen struktur yang relatif bebas terhadap gaya tekan (balok). Nilai G ditetapkan berdasarkan persamaan :
∑
∑
=
b c
L I L I
G
Persamaan diatas dapat dikecualikan untuk kondisi-kondisi berikut :
a. untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak terhubungkan secara kaku pada pondasi (contohnya tumpuan sendi), nilai G tidak boleh diambil kurang dari 10
[image:45.595.124.498.421.704.2]b. untuk komponen struktur tekan yang dasarnya terhubungkan secara kaku pada pondasi (tumpuan jepit), nilai G tidak boleh diambil kurang dari 1
2.3.4 Kontrol Beam-Column
Pada suatu komponen struktur terkadang efek gaya aksial maupun momen lentur tidak dapat diabaikan salah satunya, kombinasi dari gaya aksial dan momen lentur harus dipertimbangkan dalam proses desain komponen struktur tersebut. Komponen struktur tersebut sering disebut sebagai elemen balok-kolom
(beam-column).
Desain LRFD komponen struktur balok-kolom
Perencanaan komponen struktur balok-kolom, diatur dalam SNI 03-1729-2002 pasal 11.3 yang menyatakan bahwa suatu komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial harus direncanakan untuk memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Untuk 0,2 . n ≥
u N N φ 0 , 1 . . 9 8 . ≤ + + ny b uy nx b ux n u M M M M N N φ φ φ
Untuk 0,2 . n <
u N N φ 0 , 1 . . . .
2 ≤
+ + ny b uy nx b ux n u M M M M N N φ φ φ dengan :
Nu adalah gaya tekan aksial terfaktor
Nn adalah tahanan tekan nominal dengan menganggap batang sebagai suatu elemen tekan murni.
φ adalah faktor reduksi tahanan tekan = 0,85
Mux adalah momen lentur terfaktor terhadap sumbu x, dengan memperhitungkan efek orde kedua, yang akan dibahas kemudian.
φb adalah faktor reduksi tahanan lentur = 0,90
Muy sama dengan Mux, namun dihitung dengan acuan sumbu y Mny sama dengan Mnx, namun dihitung dengan acuan sumbu y
Dalam pembahasan di atas disebutkan bahwa besarnya momen lentur terfaktor dari suatu komponen struktur balok-kolom dihitung dengan menggunakan analisis orde kedua. SNI 03-1729-2002 menyatakan bahwa pengaruh orde kedua harus diperhatikan melalui salah satu dari dua analisis berikut :
1. suatu analisis orde pertama dengan memperhitungkan perbesaran momen
2. analisis orde kedua menurut cara-cara yang telah baku dan telah diterima secara umum
Dalam hal ini, kita menggunakan cara yang pertama, yaitu analisis orde pertama dengan memperhitungkan perbesaran momen
Perbesaran momen untuk struktur tak bergoyang
Untuk suatu komponen struktur tak bergoyang , maka besarnya momen lentur terfaktor harus dihitung sebagai :
ntu b
u M
M =δ .
ntu
M adalah momen lentur terfaktor orde pertama yang diakibatkan
oleh beban-beban yang tidak menimbulkan goyangan, sedangkan δb adalah
faktor perbesaran momen untuk komponen struktur tak bergoyang, yang besarnya ditentukan sebagai berikut :
0 , 1 1
> − =
el u m b
dengan :
Nu adalah gaya tekan aksial terfaktor
Nel adalah gaya tekan menurut Euler dengan kL/r terhadap sumbu lentur dan k ≤ 1 (untuk struktur tak bergoyang)
Cm = 0,6 – 0,4(M1/M2)
Perbesaran momen untuk struktur bergoyang
Untuk komponen struktur bergoyang, maka besarnya momen lentur terfaktor harus diperhitungkan sebagai berikut :
ltu s ntu b
u M M
M =δ . +δ .
Mltu adalah momen lentur terfaktor orde pertama yang diakibatkan oleh beban-beban yang dapat menimbulkan goyangan. Faktor perbesaran momen, δs,
ditentukan sebagai berikut :
∑
∆ − = HL N oh u s 1 1 δ atau∑
∑
− = 2 1 1 e u s N N δ dengan :∑
N adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk u seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjauNe2 sama dengan Nel, namun dengan menggunakan k untuk komponen
struktur bergoyang, k ≥ 1,0
oh
∑
H adalah jumlah gaya horizontal yang menghasilkan ∆oh pada tingkat yang ditinjauL adalah tinggi tingkat
2.4Ketentuan perencanaan pembebanan
Pedoman pembebanan untuk kedua metode menggunakan beberapa acuan standar sebagai berikut :
1. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung ( SNI 03-1729-2002)
2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
3. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1987) 4. AISC Specification for Structural Steel Building – Allowable Stress Design
and Plastic Design, American Institute of Steel Construction, 1 Juni 1989
2.4.1 Pembebanan
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus direncanakan kekuatannya terhadap beban-beban berikut :
1. Beban mati ( Dead Load)
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi struktural menahan beban
2. Beban hidup (Live Load)
beban hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi. Bebab hidup yang direncanakan adalah sebagai berikut:
a. Beban hidup pada lantai gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu sebesar 250 kg/m2 untuk gedung perkantoran.
b. Beban hidup pada atap gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu 100 kg/m2 untuk gedung perkantoran.
3. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa, perlu diketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, wilayah Indonesia dapat dibagi ke dalam 6 wilayah zona gempa.
Gambar 2.7 Respons Spektrum Gempa Wilayah Gempa 4 Sumber : SNI 03-1726-2002
Analisis yang digunakan dalam perencanaan beban gempa ini adalah metode analisis Statik Ekivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut.
2.4.2 Kombinasi pembebanan metode LRFD
Kombinasi faktor beban yang digunakan dalam perencanaan dengan metode LRFD sesuai SNI 03-1729-2002 adalah :
1) 1,4D
2) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
3) 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0,8W) 4) 1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H) 5) 1,2D ± 1,0E + γ L L
Keterangan :
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut,
tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air
W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–2002, atau
penggantinya dengan, γ L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan γ L = 1 bila L≥ 5 kPa.
2.4.3 Kombinasi pembebanan metode Plastisitas
Kombinasi faktor beban yang digunakan dalam perencanaan dengan metode plastis berdasarkan AISC 1989 :
1) 1,7 (D + L) 2) 1,3(D + L + E) 3) 1,3(D + L + W) 4) 1,3(D + E) 5) 1,3(D + W)
Keterangan :
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
E adalah beban gempa rencana
W adalah beban angin
BAB 3
PERENCANAAN STRUKTUR PORTAL DENGAN METODE
PLASTISITAS
Untuk mendapatkan dimensi atau besarnya profil yang akan digunakan dalam struktur portal ini, terlebih dahulu harus kita hitung besarnya momen plastis maksimum yang terjadi pada portal. Momen plastis yang terjadi diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja pada struktur tersebut. Adapun gaya-gaya yang bekerja antara lain:
a. Beban mati b. Beban hidup
c. Beban akibat gempa
Beban-beban ini nantinya akan dikalikan dengan load factornya masing-masing sesuai dengan kombinasi yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Untuk mendapatkan momen plastis maksimum, analisa plastis yang akan digunakan adalah cara mekanisme. Adapun jenis-jenis mekanisme yang terjadi yaitu:
a. Mekanisme balok (beam mechanism), terjadi bila gaya vertikal relatif lebih besar daripada gaya horizontal.
b. Mekanisme goyang (sway mechanism), terjadi bila gaya horizontal jauh lebih besar dibandingkan gaya vertikal.
1/3 L
1/3 L
1/3 L
1/4 h
1/4 h
1/4 h
[image:55.595.100.510.75.382.2]1/4 h
3.1Data-data pada Struktur PortalGambar 3.1 Struktur portal yang direncanakan
Data-data yang diperlukan untuk perencanaan portal 4 tingkat diatas adalah :
a. Tinggi total portal ( h ) : 16 m
b. Panjang total portal ( L ) : 24 m
c. Jarak antar portal : 4 m
d. Tegangan leleh baja (fy) : 2400 kg/cm2
e. Tebal pelat beton : 12 cm
f. Berat sendiri balok profil IWF (taksiran) : 100 kg/m g. Berat sendiri kolom profil IWF (taksiran) : 100 kg/m
h. Berat plafon : 11 kg/m2
i. Berat partisi : 100 kg/m2
j. Berat spesi /adukan semen : 21 kg/m2
1/3 L
1/3 L
1/3 L
1/4 h
1/4 h
1/4 h
1/4 h
4m
4m
4m
24m
3.2Perhitungan Besar Beban Mati, Beban Hidup dan Beban Gempa
[image:56.595.66.504.103.582.2]3.2.1 Daerah pembebanan portal
Gambar 3.2 Gambar struktur portal dan daerah pembebanan untuk 1 portal
Keterangan :
3.2.2 Perhitungan Beban Mati
Yang termasuk dalam kategori beban mati antara lain: berat sendiri profil, berat sendiri pelat beton, berat plafon, berat partisi, berat spesi, berat tegel.
a. Berat sendiri profil balok IWF (taksiran) : 100 kg/m b. Berat sendiri pelat beton : 0,12m x 2400 kg/m3x4m : 1.152 kg/m c. Berat partisi : 100 kg/m2 x 4m : 400 kg/m d. Berat plafon : 11 kg/m2 x 4m : 44 kg/m e. Berat spesi 1 cm : 21 kg/m2 x 4m : 84 kg/m f. Berat tegel 1 cm : 24 kg/m2 x 4m : 96 kg/m Total beban mati ( q dead) : 1.876 kg/m : 1,876 T/m
3.2.3 Perhitungan Beban Hidup
Beban hidup yang bekerja sesuai peruntukannya sebagai perkantoran menurut SKBI 1987 adalah sebagai berikut :
a. Untuk lantai 1, 2 dan 3
bekerja beban hidup sebesar 250 kg/m2 x 4m : 1.000 kg/m b. Untuk lantai 4 (atap)
bekerja beban hidup sebesar 100 kg/m2 x 4m : 400 kg/m2
3.2.4 Perhitungan Beban Gempa
struktur portal ke masing-masing lantai. Perhitungan beban gempa ini mengacu pada SNI-1726-2002.
3.2.4.1 Perhitungan berat bangunan tiap lantai
(1) Lantai 1,2 dan 3
(a) Balok
IWF (taksiran) : 100,0 kg/m x 24m = 2400,0 kg (b)Pelat beton
tebal pelat beton 12cm : 1.152 kg/m x 24m = 27.648 kg (c) Plafon
: 44 kg/m x 24m = 1.056 kg (d)Spesi
: 84 kg/m x 24 m = 2.016 kg (e) Tegel
: 96 kg/m x 24 m = 2.304 kg (f) Kolom
IWF (taksiran) : 100 kg/m x 4m x4 = 1600,0 kg (g) Partisi
: 400 kg/m x 24 m = 9.600 kg (h)30% reduksi beban hidup
:1.000 kg/m x24m x0,3=7.200kg (2) Lantai 4 (Atap)
(a) Balok
IWF (taksiran) : 100,0 kg/m x 24m = 2400,0 kg (b)Pelat beton
(c) Plafon
: 44 kg/m x 24m = 1.056 kg (d)Kolom
IWF (taksiran) : 100,0kg/m x4 m x4 = 1600 kg (e) 30% reduksi beban hidup
:400 kg/m x24m x0,3 = 2.880 kg Ringkasan berat bangunan dinyatakan dalam tabel berikut :
Lantai Balok
Pelat +Plafon +Spesi +Tegel
Kolom + Partisi
30% reduksi
beban hidup Jumlah
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
Lantai 4 2400 28704 1600 2880 35584
Lantai 3 2400 33024 11200 7200 53824
Lantai 2 2400 33024 11200 7200 53824
Lantai 1 2400 33024 11200 7200 53824
Jumlah berat bangunan = 197056 kg
3.2.4.2 Taksiran waktu getar alami T secara empiris
Rumus empiris memakai metode A dari UBC Section 1630.2.2 Tinggi gedung = 16 m
Ct = 0,0853
T = Ct (hn)3/4 = 0,0853 (16)3/4 = 0,6824 detik
Kontrol pembatasan T sesuai SNI-1726-2002 pasal 5.6
ζ = 0,18 – dari tabel 8 SNI-1726-2002
T = ζ x jumlah lantai
= 0,18 x 4 = 0,72 detik
3.2.4.3 Perhitungan V (beban geser dasar nominal statik ekivalen)
Rumus yang dipakai untuk memperoleh V sesuai SNI 1726-2002 adalah :
xWt R
xI C V = 1
dimana :
V = beban geser dasar nominal statik ekivalen (kg) C1 = Faktor respons gempa
I = faktor keutamaan bangunan ( 1,0 untuk bangunan perkantoran) R = faktor reduksi gempa
Wt = berat total bangunan (kg) Maka,
xWt R
xI C V = 1
kg kg
x x
V 197.056 26.951.78 5 , 4 0 , 1 6155 , 0 = =
3.2.4.4 Perhitungan distribusi Fi
Nilai V yang diperoleh didistribusikan sepanjang tinggi portal sesuai rumus :
∑
= = n i i i i i i xz W xz W F 1Tabel dibawah merangkum hasil perhitungan Fi
Lantai ke-
hi Wi Wixhi Fi
(m) (kg) (kg.m) (kg)
4 16 35584.000 569344.000 8244.946
3 12 53824.000 645888.000 9353.416
2 8 53824.000 430592.000 6235.611
1 4 53824.000 215296.000 3117.805
1/3 L
1/3 L
1/3 L
1/4 h
1/4 h
1/4 h
1/4 h
q dead
q dead
q dead
q dead 3.3Pembebanan
3.3.1 Pembebanan akibat beban mati
[image:61.595.87.528.133.434.2]
Gambar 3.3 Pembebanan akibat beban mati Keterangan :
q dead = beban akibat berat sendiri dan beban mati lainnya. (dead load)
= beban sendiri balok, berat sendiri pelat beton, berat plafon, partisi, spesi, tegel
1/3 L
1/3 L
1/3 L
1/4 h
1/4 h
1/4 h
1/4 h
q live
q live
q live
[image:62.595.93.529.107.409.2]q live 3.3.2 Pembebanan akibat beban hidup
Gambar 3.4 Pembebanan akibat beban hidup
Keterangan :
q live = beban akibat beban hidup yang direncanakan (live load) h = tinggi portal seluruhnya
1/3 L
1/3 L
1/3 L
1/4 h
1/4 h
1/4 h
1/4 h
P quake
P quake
P quake
P quake
3.3.3 Pembebanan akibat beban gempa
Gambar 3.5 Pembebanan akibat beban gempa
Keterangan :
P quake = beban akibat beban gempa yang direncanakan h = tinggi portal seluruhnya
3.4 Prinsip Strong Column Weak Beam sesuai SNI-1726-2002
Setelah pada sub-bab sebelumnya telah dihitung besar beban yang akan bekerja pada struktur portal, langkah selanjutnya adalah untuk mencari momen plastis maksimum (Mp maks) yang mungkin terjadi pada portal melalui kombinasi-kombinasi pembebanan yang sudah dipaparkan.
Biasanya, dalam perencanaan menggunakan metode plastisitas. Perencanaan menggunakan konsep Mp pada balok adalah sama dengan Mp pada kolom. Dalam perencanaan ini, dimensi profil baja yang digunakan pada balok maupun kolom adalah sama besar yang dapat diartikan juga kekuatan balok adalah sama dengan kekuatan kolom.
Namun, menurut peraturan gempa Indonesia SNI-1726-2002 pasal 4.5, dinyatakan bahwa semua struktur gedung harus memenuhi persyaratan “Strong
Column Weak Beam”, yang artinya ketika struktur gedung memikul beban gempa
rencana, sendi-sendi plastis pada struktur gedung tersebut hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok dan pada kaki kolom. Secara ideal, mekanisme keruntuhan suatu stuktur gedung adalah seperti ditunjukkan gambar di bawah
Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini, penulis akan meneliti dari 2 kasus di atas, manakah kondisi perencanaan yang lebih ekonomis. Selanjutnya penamaan struktur portal akan menjadi :
• Portal A : Mp kolom pada struktur portal akan direncanakan sama dengan
Mp balok pada portal.
• Portal B : Mp kolom pada struktur portal akan direncanakan lebih besar
20% dari Mp balok pada portal.
• Portal C : Mp kolom pada struktur portal akan direncanakan lebih besar
ξ% dari Mp balok pada portal sehingga sendi plastis yang terjadi di balok
pada mekanisme keruntuhan dapat dihindarkan.
3.5 Mencari Mp maksimum pada tiap-tiap portal
Untuk mencari nilai Mp maksimum, perlu dihitung dahulu, jarak sendi plastis dari tumpuan yang akan menghasilkan harga Mp yang maksimum, seperti yang dipaparkan dibawah ini.
x
v δ θ1 = tan
x L
v − = δ θ2
tan
Mp Mp
1 2
1 2
δv
x L-x
Mp
Mp Mp
v v δ δ =
(
)
21 .tan
tan
. θ L x θ
x = −
Karena nilai tan θ sangat kecil, maka tan θ = θ
(
)
21 .
.θ L x θ
x = −
(
)
2
1 .θ
θ x x L− =
(
)
1 2 2 . 2 1 . . . . . 2 . .2 θ Mpθ λqLx θ
x x L
Mp − + =
(
)
2 2 2 2 . . . . . . 2 1 . 2 . . 2 . . 2 θ λ θ θ θ x x L x L q Mp x x Mp L Mp − = + − 2 2 2 2 22 . . . .
2 1 . . . . . 2 1 . . 2 . . 2 . .
2MpLθ − Mpxθ + Mpxθ = λqLxLθ − λqLx θ
2 . . 4 1 . . . 4 1 x q x L q
Mp= λ − λ
supaya nilai Mp maksimum, =0
dx dMp
x q L
q . .
2 1 . . 4 1
0= λ − λ
Persamaan diatas dibagi dengan .λq
4 1
, sehingga
x
L=2. atau x .L
2 1
3.5.1 Mp maksimum pada portal A
Yang dimaksud dengan portal A seperti sudah dijelaskan sebelumnya adalah bahwa momen plastis di kolom akan direncanakan sama sengan momen plastis di balok atau dengan kata lain Mp balok = Mp kolom.
3.5.1.1 Portal A akibat kombinasi pembebanan 1
Yang dimaksud dengan kombinasi pembebanan 1 sesuai peraturan AISC Plastic Design 1989 adalah :
1,7 (D+L)
Gambar 3.7 Portal A dalam kombinasi pembebanan 1 Keterangan :
Besar q dead yang bekerja : 1,876 T/m
Besar q live yang bekerja : 1,000 T/m ( untuk lantai ) 0,400 T/m ( untuk atap )
q dead
q live
q dead
q live
q dead
q live
q dead
q live
8 m 8 m 8 m
4 m
4 m
4 m
Mekanisme yang terjadi akibat pembebanan seperti gambar 3.7 di atas adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme balok Lt.4 (Atap)
Gambar 3.8 Mekanisme balok Lt.4 – Portal A(1) Kerja Dalam
= 4 x ( Mp . θ )
= 4 Mp θ Kerja Luar
=( λ x q dead x ½.8m x 4m.θ ) + ( λ x q live atap x ½.8m x 4m.θ )
=( 1,7 x 1,876 T/m x 4m x 4m.θ ) + ( 1,7 x 0,4 T/m x 4m x 4m.θ )
= 61,9072 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
4 Mp θ = 61,9072 T-m θ
Mp = 15,4768 T-m
2. Mekanisme balok Lt.3
Gambar 3.9 Mekanisme balok Lt.3 – Portal A(1) Kerja Dalam
= 4 x ( Mp . θ )
= 4 Mp θ Kerja Luar
=( λ x q dead x ½.8m x 4m.θ ) + ( λ x q live lantai x ½.8m x 4m.θ )
=( 1,7 x 1,876 T/m x 4m x 4m.θ ) + ( 1,7 x 1,0 T/m x 4m x 4m.θ )
= 78,2272 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
4 Mp θ = 78,2272 T-m θ
Mp = 19,5568 T-m
Mp Mp
3. Kombinasi : Mekanisme Balok Lt.4 & Mekanisme Balok Lt.3
Gambar 3.10 Mekanisme Kombinasi 1 – Portal A(1) Kerja Dalam
= 8 x ( Mp . θ )
= 8 Mp θ Kerja Luar
= 2 x ( λ x q dead x ½.8m x 4m.θ ) + ( λ x q live lantai x ½.8m x 4m.θ ) +
( λ x q live atap x ½.8m x 4m.θ )
= 2 x ( 1,7 x 1,876 T/m x 4m x 4m.θ ) + ( 1,7 x 1,0 T/m x 4m x 4m.θ ) +
( 1,7 x 0,4 T/m x 4m x 4m.θ )
= 140,1344 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar 8 Mp θ = 140,1344 T-m θ
Mp = 17,5168 T-m
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
3.5.1.2 Portal A akibat kombinasi pembebanan 2
Yang dimaksud dengan kombinasi pembebanan 2 sesuai peraturan AISC 1989 adalah :
1,3 (D+L+E)
Gambar 3.11 Portal A dalam kombinasi pembebanan 2
Keterangan :
Besar q dead yang bekerja : 1,876 T/m
Besar q live yang bekerja : 1,000 T/m ( untuk lantai ) 0,400 T/m ( untuk atap ) Besar P quake Lt. 1 : 3,1178 T
Besar P quake Lt. 2 : 6,2356 T Besar P quake Lt. 3 : 9,3534 T Besar P quake Lt. 4 : 8,2449 T
q dead
q live
q dead
q live
q dead
q live
q dead
q live P quake
P quake
P quake
P quake
8 m
8 m
8 m
4 m
4 m
4 m
Mekanisme yang terjadi akibat pembebanan seperti gambar 3.11 di atas adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme balok Lt.4 (Atap)
Gambar 3.12 Mekanisme balok Lt.4 – Portal A(2) Kerja Dalam
= 4 x ( Mp . θ )
= 4 Mp θ Kerja Luar
=( λ x q dead x ½.8m x 4m.θ ) + ( λ x q live atap x ½.8m x 4m.θ )
=( 1,3 x 1,876 T/m x 4m x 4m.θ ) + ( 1,3 x 0,4 T/m x 4m x 4m.θ )
= 47,3408 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
4 Mp θ = 47,3408 T-m θ
Mp = 11,8352 T-m
2. Mekanisme balok Lt.3
Gambar 3.13 Mekanisme balok Lt.3 – Portal A(2) Kerja Dalam
= 4 x ( Mp . θ )
= 4 Mp θ Kerja Luar
=( λ x q dead x ½.8m x 4m.θ ) + ( λ x q live lantai x ½.8m x 4m.θ )
=( 1,3 x 1,876 T/m x 4m x 4m.θ ) + ( 1,3 x 1,0 T/m x 4m x 4m.θ )
= 59,8208 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
4 Mp θ = 59,8208 T-m θ
Mp = 14,9552 T-m
Mp Mp
3. Kombinasi : Mekanisme Balok Lt.4 & Mekanisme Balok Lt.3
Gambar 3.14 Mekanisme Kombinasi 1 – Portal A(2) Kerja Dalam
= 8 x ( Mp . θ )
= 8 Mp θ Kerja Luar
= 2 x ( λ x q dead x ½.8m x 4m.θ ) + ( λ x q live lantai x ½.8m x 4m.θ ) +
( λ x q live atap x ½.8m x 4m.θ )
= 2 x ( 1,3 x 1,876 T/m x 4m x 4m.θ ) + ( 1,3 x 1,0 T/m x 4m x 4m.θ ) +
( 1,3 x 0,4 T/m x 4m x 4m.θ )
= 107,1616 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar 8 Mp θ = 107,1616 T-m θ
Mp = 13,3952 T-m
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
4. Sway Mechanism Lt.4 (a)
Gambar 3.15 Sway Mechanism Lt.4 (a) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 8 x ( Mp . θ )
= 8 Mp θ Kerja Luar
= λ x P quake Lt.4 x 4m.θ
= 1,3 x 8,2449T x 4m.θ
= 42,8737 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
8 Mp θ = 42,8737 T-m θ
Mp = 5,3592 T-m Mp
Mp
Mp Mp
Mp Mp
5. Sway Mechanism Lt.3 (a)
Gambar 3.16 Sway Mechanism Lt.3 (a) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 8 x ( Mp . θ )
= 8 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.3 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.4 x 4m.θ )
= ( 1,3 x 9,3534T x 4m.θ ) + ( 1,3 x 8,2449T x 4m.θ )
= 91,5115 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
8 Mp θ = 91,5115 T-m θ
Mp = 11,4389 T-m
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
6. Sway Mechanism Lt.2 (a)
Gambar 3.17 Sway Mechanism Lt.2 (a) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 8 x ( Mp . θ )
= 8 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.2 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.3 x 4m.θ ) +
( λ x P quake Lt.4 x 4m.θ )
= ( 1,3 x 6,2356T x 4m.θ )+( 1,3 x 9,3534T x 4m.θ )+( 1,3 x 8,2449T x 4m.θ )
= 123,9567 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
8 Mp θ = 123,9567 T-m θ Mp = 15,4921 T-m
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
7. Sway Mechanism Lt.1 (a)
Gambar 3.18 Sway Mechanism Lt.2 (a) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 8 x ( Mp . θ )
= 8 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.1 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.2 x 4m.θ ) +
( λ x P quake Lt.3 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.4 x 4m.θ )
= ( 1,3 x 3,1178T x 4m.θ )+( 1,3 x 6,2356T x 4m.θ )+( 1,3 x 9,3534T x 4m.θ )
+ ( 1,3 x 8,2449T x 4m.θ )
= 140,1492 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar 8 Mp θ = 140,1492 T-m θ
Mp = 17,5187 T-m
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
8. Sway Mechanism Lt.4 (b)
Gambar 3.19 Sway Mechanism Lt.4 (b) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 6 x ( Mp . θ ) + 4 x ( Mp . θ )
= 10 Mp θ Kerja Luar
= λ x P quake Lt.4 x 4m.θ
= 1,3 x 8,2449T x 4m.θ
= 42,8737 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
10 Mp θ = 42,8737 T-m θ
Mp = 4,2874 T-m
Mp Mp
Mp
Mp
Mp
Mp Mp
Mp
9. Sway Mechanism Lt.3 (b)
Gambar 3.20 Sway Mechanism Lt.3 (b) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 6 x ( Mp . θ ) + 4 x ( Mp . θ )
= 10 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.3 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.4 x 4m.θ )
= ( 1,3 x 9,3534T x 4m.θ ) + ( 1,3 x 8,2449T x 4m.θ )
= 91,5115 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
10 Mp θ = 91,5115 T-m θ
Mp = 9,1512 T-m
Mp Mp
Mp
Mp
Mp
Mp Mp
Mp
10.Sway Mechanism Lt.2 (b)
Gambar 3.21 Sway Mechanism Lt.2 (b) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 6 x ( Mp . θ ) + 4 x ( Mp . θ )
= 10 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.2 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.3 x 4m.θ ) +
( λ x P quake Lt.4 x 4m.θ )
= ( 1,3 x 6,2356T x 4m.θ )+( 1,3 x 9,3534T x 4m.θ )+( 1,3 x 8,2449T x 4m.θ )
= 123,9567 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
10 Mp θ = 123,9567 T-m θ Mp = 12,3957 T-m
Mp Mp
Mp
Mp
Mp
Mp Mp
Mp
11.Sway Mechanism Lt.1 (b)
Gambar 3.22 Sway Mechanism Lt.1 (b) – Portal A(2) Kerja Dalam
= 6 x ( Mp . θ ) + 4 x ( Mp . θ )
= 10 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.1 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.2 x 4m.θ ) +
( λ x P quake Lt.3 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.4 x 4m.θ )
= ( 1,3 x 3,1178T x 4m.θ )+( 1,3 x 6,2356T x 4m.θ )+( 1,3 x 9,3534T x 4m.θ )
+ ( 1,3 x 8,2449T x 4m.θ )
= 140,1492 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar 10 Mp θ = 140,1492 T-m θ
Mp = 14,0149 T-m
Mp Mp
Mp
Mp
Mp
Mp Mp
Mp
12.Kombinasi : Sway Mechanism Lt.4 & Sway Mechanism Lt.3
Gambar 3.23 Mekanisme Kombinasi 2 – Portal A(2) Kerja Dalam
= 6 x ( Mp . θ ) + 8 x ( Mp . θ )
= 14 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.3 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.4 x 8m.θ )
= ( 1,3 x 9,3534T x 4m.θ ) + ( 1,3 x 8,2449T x 8m.θ )
= 134,3852 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
14 Mp θ = 134,3852 T-m θ
Mp = 9,5989 T-m Mp
Mp
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
Mp
Mp
Mp
Mp
Mp
13.Kombinasi : Sway Mechanism Lt.3 & Sway Mechanism Lt.2
Gambar 3.24 Mekanisme Kombinasi 3 – Portal A(2) Kerja Dalam
= 6 x ( Mp . θ ) + 8 x ( Mp . θ )
= 14 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.2 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.3 x 8m.θ ) +
( λ x P quake Lt.4 x 8m.θ )
= ( 1,3 x 6,2356T x 4m.θ )+( 1,3 x 9,3534T x 8m.θ )+( 1,3 x 8,2449T x 8m.θ )
= 215,4481 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar
14 Mp θ = 215,4481 T-m θ
Mp = 15,3892 T-m Mp
Mp
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
Mp
Mp
Mp
Mp
Mp
14.Kombinasi : Sway Mechanism Lt.2 & Sway Mechanism Lt.1
Gambar 3.25 Mekanisme Kombinasi 4 – Portal A(2) Kerja Dalam
= 6 x ( Mp . θ ) + 8 x ( Mp . θ )
= 14 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.1 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.2 x 8m.θ ) +
( λ x P quake Lt.3 x 8m.θ ) + ( λ x P quake Lt.4 x 8m.θ )
= ( 1,3 x 3,1178T x 4m.θ )+( 1,3 x 6,2356T x 8m.θ )+( 1,3 x 9,3534T x 8m.θ )
+ ( 1,3 x 8,2449T x 8m.θ )
= 264,0859 T-m θ
Kerja Dalam = Kerja Luar 14 Mp θ = 264,0859 T-m θ
Mp = 18,8633 T-m Mp
Mp
Mp Mp
Mp Mp
Mp Mp
Mp
Mp
Mp
Mp
Mp
15.Kombinasi : Sway Mechanism Lt.4 , 3 & 2
Gambar 3.26 Mekanisme Kombinasi 5 – Portal A(2) Kerja Dalam
= 12 x ( Mp . θ ) + 8 x ( Mp . θ )
= 20 Mp θ Kerja Luar
= ( λ x P quake Lt.2 x 4m.θ ) + ( λ x P quake Lt.3 x 8m.θ