• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tentang Perjanjian Spbu Antara PT. Pertamina (PERSERO) Dengan Pengusaha SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tentang Perjanjian Spbu Antara PT. Pertamina (PERSERO) Dengan Pengusaha SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

TENGKU NINOY RAFINA

087011122/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS TENTANG PERJANJIAN SPBU ANTARA PT.

PERTAMINA (PERSERO) DENGAN PENGUSAHA SPBU

14.201.103 SETIA BUDI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

TENGKU NINOY RAFINA

087011122/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS TENTANG PERJANJIAN SPBU ANTARA PT. PERTAMINA (PERSERO) DENGAN PENGUSAHA SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN

Nama Mahasiswa : Tengku Ninoy Rafina

Nomor Pokok : 087011122

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

3. Dr. Mahmud Muliadi, SH, MHum

(5)

ABSTRAK

Pengusahaan SPBU menurut pasal 1 angka 18 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah suatu proses pekerjaan oleh Badan Hukum atau perorangan yang memiliki dan mengelola bisnis di SPBU atau hanya memiliki SPBU. SPBU PERTAMINA PASTI PAS menurut pasal 1 angka 17 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah sebidang tanah dan fasilitas SPBU yang dimiliki atau dikuasai secara sah oleh pihak kedua (pengusaha SPBU) berdasarkan rancangan, desain, dan spesifikasi teknis yang telah disetujui oleh pihak pertama (PERTAMINA) yang digunakan untuk menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK dan/atau produk lain dengan menggunakan merk dagang PERTAMINA atau merk dagang pihak pertama (PERTAMINA) lainnya serta dapat digunakan untuk pengelolaan bisnis NFR (Non Fuel Retail).

Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian pendekatan Yuridis Sosiologis. Teknik Pengumpulan Data berupa Studi Kepustakaan, wawancara yang kemudian dengan metode analisis data yang telah terkumpul kemudian penulis olah dengan menggunakan metode analisa data kualitatif yaitu untuk mengungkapkan dan memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan dalam penelitian.

Hasil penelitian diketahui bahwa Karakteristik dari pejanjian antara PT. Pertamina dengan pengusaha SPBU berkarakteristik perjanjian Waralaba. Dimana terdapat kesesuaian karakter antara kedua perjanjian tersebut, antara lain memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang berkesinambungan.

Salah satu perlindungan hukum yang dapat melindungi konsumen yang diatur dalam perjanjian antara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU adalah pelaksanaan perlindungan konsumen BBM dari tindak pidana metrologi legal yang dilakukan oleh Balai Metrologi adalah dengan melaksanakan tera ulang. Dengan tera ulang oleh Balai Metrologi tersebut diharapkan dapat menekan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh penjual atau produsen dalam penggunaan alat-alat ukur.

Upaya penyelesaian di dalam isi perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa dari penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa dalam pasal 18 pada perjanjian tersebut telah diatur bila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian maka para pihak menyelesaikannya melalui tahap musyawarah dalam kurun waktu 60 (enam puluh) hari, bila tidak berhasil disepakati melalui salah satu dari dua jalur penyelesaian akhir yang disepakati kedua belah pihak yaitu melaui pengadilan dan arbitrase BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia).

(6)

ASBTRACT

Gas station business according to Article h frequently results in a long dispute 1 (18) of the Cooperation Agreement of Gas Station Business is a work process done by a Corporate Body or an individual who owns and runs a gas station business or only owns one gas station. The PERTAMINA PASTI PAS GAS STATION according to Article 1 (17) of the Cooperation Agreement of Gas Station Business is a tract of land and a gas station facility legally owned or controlled by the second party (the gas station businessman) based on the plan, design and technical specification approved by the first party (PERTAMINA) which is used to distribute and market the fuel (BBM and/or BBK) and/or the other products using the trade mark of PERTAMINA or the other trade marks of the first party (PERTAMINA) and can be used to run the Non Fuel Retail (NFR) business.

This study employed the sociological juridical approach and the data for this study were collected through library research and interview. The data collected were then qualitatively analyzed to describe and understand the truth and validity of the data obtained through observation and interviews.

The result of this study showed that the characteristics of the agreement between PT. PERTAMINA and the Gas Station businessman tend to be that of Franchise in which there are similar characters between the two agreements such as having a typical business, being profitable, having a written standard on the goods and services offered, being teachable and applicable, and having sustainable support. One of the legal protections that can protect the consumers as regulated in the agreement between PT. PERTAMINA and the Gas Station businessman is the implementation of the protection of fuel consumers from the criminal act of legal metrology done by Metrology Office through a re-calibration. With this re- calibration done by the Metrology Office, it is expected that it can minimize the cheatings practiced by the sellers or producers in the use of the measuring device.

If a dispute on the agreement implementation occurs, it can be settled based on the regulation stated in Article 18 of the agreement saying that the parties involved in the dispute can settle their problem in a deliberation within the period of 60 (sixty) day. If it fails, the parties can settle their problems either through a law court or the Indonesian National Arbitrary Board (BANI).

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan Mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Tentang Perjanjian Pendirian SPBU Antara PT. Pertamina Persero Dengan SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan ”

Dalam penyelesaian tesis ini dengan segala kerendahan hati, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc, CTM, ,Sp.A (K)

Universitas Sumatera Utara, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada peneliti untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

(8)

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, M.S, CN, selaku ketua program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing II, yang telah memberikan perhatian dengan penuh ketelitian, mendorong serta membekali penulis dengan nasehat dan ilmu yang bermanfaat dalam penyelesaian studi.

5. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku dosen pembimbing II, yang telah begitu sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis lebih baik lagi.

6. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

7. Bapak Dr. Mahmud Muliadi, SH, MHum, selaku dosen penguji yang memberikan saran dan kritikan pada kemajuan tesis ini.

8. Ibu Dr, T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekertaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan membina penulis dalam penyelesaian studi ini.

9. Bapak – bapak dan ibu – ibu staf pengajar serta para karyawan program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

11.Terima Kasih kepada Suamiku tercinta Muhammad Yudha Ari Dharma ST, dan anakku Athaillah Ghatfan Kenar Yudha atas Cinta dan kasih sayang selama ini, kesabaran, dukungan dan pengertiannya adalah semangat terbesar bagi penulis.

12.Terima kasih kepada kakak – kakakku, T. Febri Malinda S.Sos, T. Rully Oktavina S.Sos dan adik – adikku tersayang T. Danu Rizky Fadillah, Siti Asiyah, atas dukungan dan bantuannya selama ini.

13.Teman – Teman mahasiswa Program Studi Magister kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya kelas Reguler angkatan 2008 yang selalu memberikan semangat dan inspirasi.

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua, Amin.

Wassalam, Medan, Desember 2010

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : TENGKU NINOY RAFINA

Tempat/Tanggal Lahir : Plaju/22 Maret 1984

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Rantang No. 53 Medan.

II. Orang Tua

Nama Ayah : Drs. H. Tengku Dahrul Aman

Nama Ibu : Almh.Hj. Nurmaini Rifna

III. Pekerjaan Orang Tua

Ayah : Pegawai Pertamina (Pensiunan)

Ibu : Ibu Rumah Tangga

IV. Pendidikan

1. SD : SD DP YKPP Pangkalan Berandan

2. SMP : SMP DP YKPP Pangkalan Berandan

3. SMU : SMU Negeri IV Medan

(11)

DAFTAR ISI

BAB II KARAKTERISTIK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU PERTAMINA PASTI PAS... 29

1. Jenis-jenis Perjanjian dalam Mata Rantai Bisnis Bahan Bakar PERTAMINA ... 34

1.1. Perjanjian Keagenan... 34

1.1.1. Kesesuaian Karakteristik Perjanjian Keagenan dengan Perjanjian Pengusahaan SPBU PERTAMINAN PASTI PAS ... 45

(12)

1.2.1. Kesesuaian Karakteristik Perjanjian Distribusi dengan Perjanjian Pengusahaan

SPBU PERTAMINAN PASTI PAS ... 51

1.3. Perjanjian Waralaba ... 51

1.3.1. Kesesuaian Karakteristik Perjanjian Waralaba dengan Perjanjian Pengusahaan SPBU PERTAMINAN PASTI PAS ... 57

2. Klausula Pokok Dalam Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU PASTI PAS ... 61

2.1. Keseimbangan Kewajiban Kontraktual ... 61

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN DARI PIHAK SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN SEBAGAI PENGELOLA TERHADAP MASYARAKAT UMUM PENGGUNA BAHAN BAKAR... 67

1. Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Dari Tindak Pidana Metrologi legal ... 69

2. Solusi perlindungan hak-hak konsumen... 80

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA DI DALAM ISI PERJANJIAN KERJASAMA ... 83

1. Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 83

2. Klausul Larangan... 99

3. Jenis Pelanggaran dan Sanksi ... 101

4. Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Para Pihak ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 114

A. Kesimpulan... 114

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(13)

ABSTRAK

Pengusahaan SPBU menurut pasal 1 angka 18 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah suatu proses pekerjaan oleh Badan Hukum atau perorangan yang memiliki dan mengelola bisnis di SPBU atau hanya memiliki SPBU. SPBU PERTAMINA PASTI PAS menurut pasal 1 angka 17 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah sebidang tanah dan fasilitas SPBU yang dimiliki atau dikuasai secara sah oleh pihak kedua (pengusaha SPBU) berdasarkan rancangan, desain, dan spesifikasi teknis yang telah disetujui oleh pihak pertama (PERTAMINA) yang digunakan untuk menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK dan/atau produk lain dengan menggunakan merk dagang PERTAMINA atau merk dagang pihak pertama (PERTAMINA) lainnya serta dapat digunakan untuk pengelolaan bisnis NFR (Non Fuel Retail).

Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian pendekatan Yuridis Sosiologis. Teknik Pengumpulan Data berupa Studi Kepustakaan, wawancara yang kemudian dengan metode analisis data yang telah terkumpul kemudian penulis olah dengan menggunakan metode analisa data kualitatif yaitu untuk mengungkapkan dan memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan dalam penelitian.

Hasil penelitian diketahui bahwa Karakteristik dari pejanjian antara PT. Pertamina dengan pengusaha SPBU berkarakteristik perjanjian Waralaba. Dimana terdapat kesesuaian karakter antara kedua perjanjian tersebut, antara lain memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang berkesinambungan.

Salah satu perlindungan hukum yang dapat melindungi konsumen yang diatur dalam perjanjian antara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU adalah pelaksanaan perlindungan konsumen BBM dari tindak pidana metrologi legal yang dilakukan oleh Balai Metrologi adalah dengan melaksanakan tera ulang. Dengan tera ulang oleh Balai Metrologi tersebut diharapkan dapat menekan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh penjual atau produsen dalam penggunaan alat-alat ukur.

Upaya penyelesaian di dalam isi perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa dari penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa dalam pasal 18 pada perjanjian tersebut telah diatur bila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian maka para pihak menyelesaikannya melalui tahap musyawarah dalam kurun waktu 60 (enam puluh) hari, bila tidak berhasil disepakati melalui salah satu dari dua jalur penyelesaian akhir yang disepakati kedua belah pihak yaitu melaui pengadilan dan arbitrase BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia).

(14)

ASBTRACT

Gas station business according to Article h frequently results in a long dispute 1 (18) of the Cooperation Agreement of Gas Station Business is a work process done by a Corporate Body or an individual who owns and runs a gas station business or only owns one gas station. The PERTAMINA PASTI PAS GAS STATION according to Article 1 (17) of the Cooperation Agreement of Gas Station Business is a tract of land and a gas station facility legally owned or controlled by the second party (the gas station businessman) based on the plan, design and technical specification approved by the first party (PERTAMINA) which is used to distribute and market the fuel (BBM and/or BBK) and/or the other products using the trade mark of PERTAMINA or the other trade marks of the first party (PERTAMINA) and can be used to run the Non Fuel Retail (NFR) business.

This study employed the sociological juridical approach and the data for this study were collected through library research and interview. The data collected were then qualitatively analyzed to describe and understand the truth and validity of the data obtained through observation and interviews.

The result of this study showed that the characteristics of the agreement between PT. PERTAMINA and the Gas Station businessman tend to be that of Franchise in which there are similar characters between the two agreements such as having a typical business, being profitable, having a written standard on the goods and services offered, being teachable and applicable, and having sustainable support. One of the legal protections that can protect the consumers as regulated in the agreement between PT. PERTAMINA and the Gas Station businessman is the implementation of the protection of fuel consumers from the criminal act of legal metrology done by Metrology Office through a re-calibration. With this re- calibration done by the Metrology Office, it is expected that it can minimize the cheatings practiced by the sellers or producers in the use of the measuring device.

If a dispute on the agreement implementation occurs, it can be settled based on the regulation stated in Article 18 of the agreement saying that the parties involved in the dispute can settle their problem in a deliberation within the period of 60 (sixty) day. If it fails, the parties can settle their problems either through a law court or the Indonesian National Arbitrary Board (BANI).

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak sumber kekayaan alam, dimana sumber daya alam tersebut menjadi modal pembangunan yang akan mensejahterakan rakyatnya. Salah satu sumber daya alam yang ada di Indonesia adalah minyak bumi dan gas bumi , minyak bumi dan gas bumi merupakan sumber utama pemakai energi didalam negeri. Segala sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia sesuai dengan Undang – Undang pasal 33 UUD 1945, sepenuhnya dikuasai oleh Negara. Minyak bumi dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan devisa negara yang penting dalam kegiatan pembangunan nasional, dimana pembangunan nasional tersebut dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat, saling menunjang dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang merata dalam segi materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

(16)

1. Golongan A : golongan bahan galian yang strategis 2. Golongan B : golongan bahan galian yang vital.

3. Golongan C : golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galian A dan B.

Berdasarkan penggolongan bahan galian yang mengklasifikasikan minyak bumi dan gas bumi sebagai kekayaan alam yang strategis bagi negara tersebut, maka berdasarkan pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, kemudian diatur lebih lanjut dalam pasal 4 Undang Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyebutkan, Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tidak dapat diperbaharui yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.maka penyelenggaraan kegiatan usaha minyak bumi dan gas bumi di Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh negara.

(17)

pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya ke seluruh pelosok tanah air.

PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT. PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN. PERMINA dan setelah merger dengan PN. PERTAMIN di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN. PERTAMINA. Setelah bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.1

PT. PERTAMINA (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH. No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998, dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003

1

(18)

tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) .2

Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud dari didirikannya PERTAMINA adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.

Berdasarkan pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), tujuan dari PT. PERTAMINA adalah :

1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara efektif dan efisien.

2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

PERTAMINA melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Kegiatan usaha tersebut meliputi:

1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya.

2

PT.PERTAMINA (persero), “Tentang PERTAMINA”, diakses dari

(19)

2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik PERTAMINA.

3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquifield Natural Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.

4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.

Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh PERTAMINA, yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya, maka PERTAMINA memproduksi antara lain produk-produk hasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak (yang terdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan minyak bakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan gas, yang terdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas), dan

Musicool (Pengganti CFC yang ramah lingkungan).

(20)

Luasnya wilayah yang harus dijangkau oleh PERTAMINA dalam pendistribusian BBM mengharuskan PERTAMINA melakukan kerja sama dengan pihak ketiga sebagai mitra kerja yang akan menyalurkan BBM dan BBK, serta produk lain yang disediakan dan dijual oleh PERTAMINA. Pengusaha pemilik SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum) sebagai salah satu mitra kerja PERTAMINA dalam kegiatan penyaluran BBM mengemban tugas dari PERTAMINA untuk melayani kebutuhan masyarakat pemakai kendaraan bermotor dengan cara yang mudah, cepat, tertib dan aman. Kehadiran SPBU sebagai lembaga penyalur retail BBM, yang saat ini tersebar diseluruh Indonesia, lebih memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan BBM.

Setelah bergulirnya Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme pasar, sehingga PERTAMINA tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang memonopoli industri MIGAS. Menghadapi persaingan bebas tersebut, khususnya di sektor retail BBM, PERTAMINA saat ini sedang berbenah untuk melakukan transformasi di segala bidang, termasuk di fungsi Retail Outlet SPBU. Upaya yang dilakukan dalam transformasi tersebut adalah pemberian standarisasi pelayanan SPBU Pertamina. Pertamina berkomitmen memberikan pelayanan terbaik, dengan istilah “Pertamina Way”, SPBU yang telah sukses menerapkan Pertamina Way berhak mendapatkan Sertifikasi PASTI PAS3

3

“Program ‘Pertamina Way’ Tingkatkan Pelayanan SPBU”, Suara Merdeka, 17 April, 2007.

(21)

Seperti telah dibahas diatas, dalam penyaluran BBM kerjasama pihak Pertamina dengan pihak ketiga dapat berupa pengelolaan SPBU dalam pengadaan bahan bakar secara bersama sesuai dengan prosedur yang ada. Oleh karena itu agar tercipta keteraturan dalam ketertiban selama kerjasama tersebut, peran hukum diuji kemampuan untuk dapat mengayomi kepentingan-kepentingan para pihak dalam hal perjanjian kerjasama yang akan disepakati kelak.

Sebab jika kita kembali kepada proporsinya betapa hukum itu merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial itu sendiri, yaitu sebagai sarana untuk melayani hubungan diantara sesama anggota masyarakat sehingga terdapat kepastian hukum dalam lalu lintas hubungan tersebut.4

Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Subekti, dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.5

Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/ kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

4

Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa Bandung, 1980 hal.11

5

(22)

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenskomsrecht.6 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

6

Salim H.S,“Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta: Sinar

(23)

Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya.

Saat ini di sektor bisnis retail BBM sedang marak dipromosikan pada berbagai media adanya SPBU dengan sertifikasi PASTI PAS yang menjamin pelayanan terhadap konsumen setaraf dengan standar kelas dunia, yang merupakan perwujudan PERTAMINA dalam meningkatkan pelayanan terhadap konsumen. Sebagaimana lazimnya suatu hubungan bisnis, tentunya kerjasama pengusahaan SPBU PASTI PAS ini terbingkai dalam suatu perjanjian. Oleh karena perjanjian kerjasama ini tergolong baru, melibatkan perusahaan besar yaitu PT.PERTAMINA (persero), serta banyak melibatkan pengusaha SPBU sebagai pedagang perantara atau middle man, maka karakteristik perjanjian tersebut perlu dikaji dari sudut pandang hukum

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka jelaslah bahwa peran SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan dalam perjanjian pengadaan bahan bakar dengan PERTAMINA yang dituangkan dalam SURAT PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU sangat penting.Permasalahan-permasalahan yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama pengadaan bahan bakar seperti bentuk wanprestasi yang dilakukan para pihak dan penyelesaiannya dapat diketahui,juga untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak baik PERTAMINA maupun SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan.

(24)

PENDIRIAN SPBU ANTARA PT.PERTAMINA DENGAN PENGUSAHA

SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik pokok permasalahan yang akan menjadi dasar dalam penyusunan tesis ini. Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting keberadaannya karena akan diteliti.7 Adapun pokok permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Apa yang menjadi karakteristik dari perjanjian pendirian SPBU antara PT.Pertamina dan Pengusaha?

2. Bagaimana perlindungan konsumen dari Pihak SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan sebagai Pengelola terhadap masyarakat umum yang menggunakan bahan bakar di SPBU tersebut?

3. Bagaimana upaya penyelesaian di dalam isi perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakeristik dari perjanjian pendirian SPBU antara PT.Pertamina dengan Pengusaha.

7

Winarno Surakhman, Dasar dan Teknik Riset, Pengantar Metodologi Ilmiah, edisi ke-6,

(25)

2. Untuk mengetahui bagaimana upaya penyelesaian yang tercantum di dalam isi perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan konsumen dari Pihak SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan sebagai Pengelola terhadap konsumen atau masyarakat umum yang menggunakan bahan bakar di SPBU tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan penentu apakah penelitian itu berguna atau tidak, mempunyai nilai atau tidak. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka penulis menghendaki manfaat penelitian sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan hukum perdata pada khususnya.

b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti. c. Dapat digunakan untuk menambah referensi sebagai bahan acuan bagi

penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya dengan yang penyusun teliti.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.

(26)

referensi bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga bisa memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah, “ANALISIS TENTANG PERJANJIAN PENDIRIAN SPBU ANTARA PT.PERTAMINA DENGAN

PENGUSAHA SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN.

Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, dengan demikian maka penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan konsepsi

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan segala spesifik untuk proses tertentu terjadi8, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta – fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.9 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.10 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan

8

J.J.JM. Wuisaman dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu – Ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm.203.

9

Ibid,hlm.316 10

M.Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, Cetakan ke I, (Bandung : Mandar Maju), 1994,

(27)

menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.11 Sedang dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.12 Agar tidak menjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

Perjanjian kerjasama antara PERTAMINA dan pengelola SPBU ini merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara PERTAMINA dengan pengusaha swasta (SPBU), yang dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan bahan bakar minyak bagi masyarakat umum, sesuai ketentuan yang berlaku. Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum.

Sektor migas sangat berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Karena itu pemerintah membentuk Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 jo Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, yang pada intinya Pertamina sebagai BUMN mempunyai wewenang untuk mengelola migas. Karena keterbatasan modal dan jangkauan wilayah Indonesia yang sangat luas, pertamina menjalin kerjasama dengan pihak swasta seperti yang

11

Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke II, (Jakarta : Rineka Cipta), 2003,

hal.23 12

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(28)

telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu bentuknya yaitu kerjasama pengelolaan SPBU.13

Mengingat perjanjian tersebut merupakan perbuatan hukum, maka perlindungan hukum bagi para pihak adalah sangat penting, agar kepentingan para pihak dapat terlindungi.

Adapun pengertian Perjanjian pada umumnya dapat dilihat sebagai berikut 1. Pengertian Perjanjian.

Pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih “.

Para sarjana menyatakan bahwa rumus pasal 1313 KUH Perdata diatas memiliki banyak kelemahan. Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan pasal tersebut adalah sebagai berikut :

a. Hanya menyangkut sepihak saja.

Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”. Kata “mengikatkan diri “ sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,tidak dari kedua belah pihak.Seharusnya dirumuskan saling mengikatkan diri.jadi ada consensus antara pihak-pihak.

b. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa konsensus.

Pengertian ”perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa,tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus. seharusnya digunakan kata “persetujuan”

c. Pengertian perjanjian terlalu luas.

Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan,janji kawin,yang yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

13

(29)

d. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.14

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Abdul Kadir Muhammad merumuskan definisi perjanjian,yaitu persetujuan antara dua orang yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.15

Dalam kehidupan sehari-hari istilah perjanjian sering juga disebut sebagai persetujuan, hal ini dapt dilihat dari adanya persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan atau tidak untuk melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kata perjanjian dan persetujuan memliki arti yang sama.

Perkataan kontrak merupakan pengambilan-alihan dari perkataan bahasa latin contactus,yang berarti perjanjian, Istilah kontrak yang semula hanya merupakan padanan kata dari perjanjian tertulis.16

2. Asas-Asas Perjanjian

Dalam hukuman perjanjian dikenal adanya asas hukum yang berkaitan dengan lahirnya perjanjian. Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata, asas hukum tersebut adalah :

1. Asas konsensualisme

Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian. Kata “konsensualisme” berasal dari bahasa latin consensus berarti sepakat. Jadi yang dimaksud Asas konsensualisme adalah bahwa perjanjian itu terjadi karena adanya kata

14

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal.78

15 Ibid, hal.79 16

P.J.Supratignyo, Metode dan Teknik Pembuatan Akta Kontrak, Unika Soegiyapranata,

(30)

sepakat/kehendak yang bebas dari para pihak yang membuat perjanjian mengenai isi/pokok perjanjian.17

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, menyebutkan bahwa : “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya “. Didalam pasal tersebut dijumpai asas konsensualisme yang terdapat pada kata “……….perjanjian yang dibuat secara sah……….” yang menunjukkan pada pasal 1320 KUH Perdata,terutama butir 1 yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Asas konsensulitas mengandung arti bahwa perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapai kesepakatan. Dengan perkataan lain perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas lain. Salah satu bentuk konsensulitas suatu perjanjian adalah adanya pembubuhan tanda tangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian yang dimaksud. Tanda tangan selain berfungsi sebagai wujud kesepakatan, juga sebagai wujud persetujuan atas tempat dan waktu asas isi perjanjian yang dibuat tersebut. Tanda tangan ini juga berhubungan dengan kesengajaan para pihak untuk menbuat suatu kontrak sebagai suatu bukti atas suatu peristiwa.18

2. Asas kekuatan mengikat

17

Wirjono Prodjodikoro, Pokok-Pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan

Tertentu, Sumur Bandung, 1982, hal.21 18

(31)

Asas ini berkaitan dengan kekuatan mengikatnya perjanjian bagi para pihak. kita jumpai asas tersebut dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. dari kalimat “berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya”. Perjanjian yang dibuat secara sah , apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam pasal 1320 KUH pedata. Perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat para pembuat dan pemakainya. Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menentukan bahwa :”pejanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu “.

Para pihak yang telah melakukan perjanjian berdasarkan kata sepakat harus melaksanakan apa yang telah disepakatinya. Pelanggaran oleh salah satu pihak terhadap isi perjanjian dapat diajukan oleh pihak lainnya atas dasar wanprestasi pihak lawan.

3. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini behubungan denagn isi Perjanjian yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Asas ini terkandung dalam pasal 1338 ayat (1) KUH perdata dari kata “ semua perjanjian” , dalam pasal tersebut berarti meliputi semua perjanjian. Dengan adanya asas ini, maka dapat disimpulkan bahwa system hukum perjanjian apa saja meskipun belum diatur dalam KUH Perdata.19

4. Asas Itikad Baik

Dalam pembuatannya suatu perjanjian terdapat satu asas yang menghendaki agar suatu perjanjian dilaksanakan dalam itikad baik sebagaimana yang tercantum

19

(32)

dalam pasal 1338 (3) KUH Perdata. Asas itikad baik ini dapat dipakai dalam menilai sah tidaknya syarat eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian baku.

Dari keempat asas ini yang paling penting adalah asas kebebasan berkontrak, yang dalam bahas asing disebut : Contract Vrijheid,Conyaceer Vrijheid,atau Partij Autonomie.

Sesuai dengan pernyataan Asser Rutten dalam Purwahid Patrik : “Asas kebebasan berkontrak tidak ditulis dengan kata-kata yang banyak didalam Undang-Undang tetapi seluruh hukum Perdata kita didasarkan padanya.20

Dalam setiap perjanjian selalu diasumsikan bahwa kedudukan kedua belah pihak membuat perjanjian adalah sama, baik dalam hal kekuatan maupun pengetahuan para pihak tentang isi perjanjian, akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering terjadi dalam pembuatan suatu perjanjian salah satu puhak memiliki kedudukan atau posisi yang jauh lebih kuat dibandingkan pihak yang lain. Hal ini menyebabkan pihak yang lemah hanya memiliki dua pilihan,yaitu menerima begitu saja syarat atau ketentuan-ketentuan yang diajukan oleh pihak yang lebih kuat kedudukannya, atau menolaknya.

Pihak yang secara sepihak membuat kontrak standart pada hakekatnya merupakan pembuat undang-undang swasta, sebab menurut pasal 1338 KUH Perdata suatu perjanjian mengikat sebagai undang-undang ini disalah gunakan dengan membebani suatu kontrak standar dengan syarat-syarat merugikan pihak lain (konsumen).

20

(33)

Asas kebebasan berkontrak ini berhubungan dengan isi perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Asas ini terkandung pada pasal 1338 ayat (1 ) KUH Perdata.

Dengan adanya asas ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan suatu perjanjian menganut sistem terbuka, artinya bahwa para pihak boleh mengadakan perjanjian apa saja meskipun belum diatur dalam KUH Perdata. Namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak melainkan adanya batasannya seperti yang diatur dalam pasal 1337 KUH Perdata, yaitu :

1. Tidak dilarang oleh Undang-Undang.

2. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum. 3. Tidak bertentangan dengan kesusilaan.21

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Oleh karena kontrak merupakan perjanjian yang dibuat secara tertulis,maka syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab atau causa yang halal.22

21

Purwahid Patrik, Diktat Hukum Perdata…, Op.cit, hal.15

22

(34)

Syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyeknya.Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan mengakibatkan dapat dibatalkannya persetujuan. Jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan atau causanya tidak,halal persetujuannya adalah batal.23

3.1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan adanya kebebasan berkontrak yang dinyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat para pihak mengikat sebagai Undang-Undang. Artinya orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih Undang-Undang mana yang akan dipakai dalam perjanjian tersebut. “Bahkan menurut Subekti, pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap,yang berarti bahwa pasal-pasal boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan”.24

Tetapi dalam perkembangannya, penerapan asas kebebasan berkontrak semakin kabur. “Para pihak dalam perjanjian tidak lagi dapat membuat kesepakatan sesuai dengan kehendak mereka sendiri berdasarkan asas keseimbangan (equal of contract). Keadaan ini disebabkan karena dalam pembuatan sebuah perjanjian kedua belah pihak tidak mempunyai kedudukan (bargaining position) yang seimbang.

23 Loc.cit 24

Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Perjajnjian Baku

(35)

Sebab salah satu pihak memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan pihak yang lain,dimana perbedaan kedudukan ini dimanfaatkan pihak yang mempunyai posisi kuat untuk menekan pihak yang lemah, sehingga melahirkan suatu perjanjian yang berat sebelah dan tidak adil. Keadaan yang semacam ini akan semakin memicu munculnya perjanjian-perjanjian dalam bentuk baku yang dibuat secara berat sebelah”.25

Dalam pembuatan sebuah akta kontrak atau perjanjian masing-masing pihak pembuatnya harus mempunyai keinginan dan kehendak yang bebas untuk mengikatkan dirinya,atau dengan kata lain para pihak pembuat kontrak harus sepakat dalam bertindak atau mengenai hal-hal yang diatur dalam kontrak,artinya apa yang menjadi kehendak salah satu pihak juga harus menjadi kehendak pihak lain.

3.2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan,harus dituangkan secara jelas mengenai jati diri para pihak. Pasla 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap dalam membuat suatu perjanjian adalah :

1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3.3. Suatu hal tertentu

25

(36)

Prestasi dari persetujuan harus tertentu atau dapat ditentukan. Paling tidak harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlah asal dapat ditentukan. Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa hanya barang - barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek persetujuan. Selanjutnya pasal1334 KUH Perdata bahwa barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek persetujuan, kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.26

Kalau dihubungkan dengan pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan, salah satu syarat sahnya perjanjian adalah “hal” yang tertentu dan kata “hal” ini berasal dari kata Belanda onderwerp yang dapat juga diartikan pokok uraian atau pokok pembicaraan (atau pokok persoalan), maka zaak lebih tepat ditejemahkan sebagai pokok persoalan (arti nomor 4 dalam kamus Prof.Drs. S. Wojowasito ). Zaak dalam pasal 1333 KUH Perdata lebih tepat diterjemahkan sebagai pokok persoalan karena pokok atau obyek cari perjanjian dapat berupa benda/barang tetapi berupa jasa misalnya perjanjian kerja.27

3.4. Suatu sebab atau causa yang halal

Menurut pasal 1320 KUH Perdata arti kata “sebab” bukan dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai. Di dalam pasal 1335 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu persetujuan atau perjanjian yang dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, maka tidak akan

26

R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan…, Op.cit, hal.61-62

27

(37)

mempunyai kekuatan. Sedangkan yang dimaksud suatu sebab yang halal adalah sesuatu yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Adapun istilah lain yang disebutkan di dalam perjanjian adalah perjanjian baku. Di Indonesia istilah perjanjian baku yang sering digunakan antara lain : Perjanjian Standar, Perjanjian Baku, kontrak standar dan kontrak baku. Dalam beberapa makalah dan buku yang ditulis oleh para ahli hukum, seperti Mariam Darus Badrulzaman, Abdul Kadir Muhammad, Sutan Remy Sjahdeini dan Johannes Gunawan, istilah yang digunakan adalah perjanjian baku. Oleh karena pada umumnya para ahli menggunakan istilah tersebut, maka dalam tesis ini penulis menggunakan istilah perjanjian baku.

Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu

standart contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah.28 Sebagaimana halnya dalam pemakaian istilah yang tidak seragam tersebut diatas, dijumpai pula adanya beberapa pengertian mengenai perjanjian baku, antara lain adalah :

28

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, PT.Raja Grafindo

(38)

Pengertian menurut Mariam Darus Badrulzaman : “perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.”29

Pengertian menurut Sutan Remy Sjahdeini : “Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan oleh pemakainya dan pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang hanyalah beberapa hal saja,misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah,.warna, tempat, waktu dan beberapa hal lain nya yang spesifik dari obyjek yang diperjanjikan.Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notarie, bila dibuat oleh notaris dengan klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-klausul itu,maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itupun adalah juga perjanjian baku.30

E.H. Hondius, menyatakan bahwa : perjanjian baku adalah syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlahnya tidak tertentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu.31

Pengertian menurut J. Satrio :” Perjanjian baku adalah perjanjian tertulis,yang bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu,yang mengandung syarat-syarat tetap, yang oleh salah satu pihak kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk

29

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumn, Bandung, 1994, hal.47-48

30

Sutan Remy Sjahdeini, dalam Salim HS, Op.cit, hal.146 31

(39)

disetujui (lawan janjinya) dan dimaksudkan untuk setiap kali digunakan pada penutupan perjanjian seperti itu.32

Definisi diatas baru memberikan kerangka dari perjanjian baku yang tertulis atau dalam bentuk formulir. Akan tetapi dalam prakteknya banyak terdapat perjanjian baku yang tidak dapat dalam bentuk tertulis,misalnya tanda larangan parkir dipusat perbelanjaan.

Perkembangan perjanjian baku dalam praktek kehidupan sehari-hari merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari,hal ini disebabkan karena adanya tuntutan kepentingan bisnis.Dalam dunia bisnis para pelakunya selalu mengutamakan bagaimana cara memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya,secara efektif dan efesien baik dalam hal tenaga,waktu,maupun biaya.

Menurut Mariam Darulzaman, perjanjian baku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Perjanjian baku sepihak ;

Perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian itu.

2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah ;

Perjanjian baku yang mempunyai obyek hak-hak atas tanah. 3. Perjanjian yang ditentukan dilingkungan Notaris/ advokat.

32

J.Satrio, Beberapa Segi Hukum Perjanjian Kredit Standar, Media Notariat Nomor :

(40)

Perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan.33

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian pendekatan Yuridis Sosiologis yaitu melakukan pembahasan terhadap kenyataan atau data yang ada dalam praktik untuk selanjutnya dihubungkan dengan fakta yuridis. Karena pendekatan ini mengkaji tentang unsur-unsur hukum SPBU, termasuk asas-asas dan pengakuan dalam hukum. Selain itu juga mengkaji kenyataan SPBU di dalam masyarakat.34

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah

33

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, 1994, hal.49-50

34

(41)

lainnya yang berhubungan dengan masalah perjanjian pendirian SPBU antara PERTAMINA dengan SPBU 14.201.103 Setia Budi di Medan. b. Wawancara

Cara ini suatu metode pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung untuk menciptakan data yang lebih jelas mengenai objek yang diteliti dengan tujuan untuk melengkapi data sekunder.

Adapun pihak yang akan diwawancarai dari pihak PERTAMINA adalah 1. Legal Area Manager UPMS I Medan.

2. Dari pihak Pengelola SPBU diwakili oleh salah satu pemilik SPBU yaitu pemilik SPBU 14.201.103, sesuai judul yang diangkat penulis

3 . Konsumen pemakai jasa dan pemakai Bahan Bakar Minyak dari SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan.

3. Metode Analisis Penelitian

(42)

“Penelitian yang menghasilkan data deskriptif artinya apa yang telah dinyatakan oleh responden secara tertulis dan lisan serta prilaku nyata yang dipelajari sebagai suatu yang utuh”.35

35

(43)

Karakteristik menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus, mempunyai kekhususan dengan perwatakan tertentu. Perjanjian menurut pasal 1313 BW didefinisikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu perjanjian adalah

suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.36

Pengertian perjanjian secara umum oleh beberapa ahli hukum di definisikan sebagai berikut :

R. Setiawan, menyebutkan bahwa : perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.37

Pengusahaan SPBU menurut pasal 1 angka 18 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah suatu proses pekerjaan oleh Badan Hukum atau perorangan yang memiliki dan mengelola bisnis di SPBU atau hanya memiliki SPBU. SPBU PERTAMINA PASTI PAS menurut pasal 1 angka 17 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah sebidang tanah dan fasilitas SPBU yang dimiliki atau dikuasai secara sah oleh pihak kedua (pengusaha SPBU) berdasarkan

36

Subekti, ,“Hukum Perjanjian,” Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 1 37

(44)

rancangan, desain, dan spesifikasi teknis yang telah disetujui oleh pihak pertama (PERTAMINA) yang digunakan untuk menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK dan/atau produk lain dengan menggunakan merk dagang PERTAMINA atau merk dagang pihak pertama (PERTAMINA) lainnya serta dapat digunakan untuk pengelolaan bisnis NFR (Non Fuel Retail).

Program Pertamina Way merupakan standar baru yang diterapkan untuk seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU Pertamina) di seluruh Indonesia, dengan menempatkan konsumen sebagai stakeholder yang utama.38 Berbagai aspek juga ditingkatkan baik dari segi pelayanan, jaminan kualitas dan kuantitas termasuk kenyamanan di lingkungan SPBU. Penjabaran Pertamina Way adalah STAF (pelayanan staf yang terlatih dan bermotivasi), KUALITAS DAN KUANTITAS, PERALATAN DAN FASILITAS, FORMAT FISIK, dan PRODUK DAN PELAYANAN.Tiap SPBU yang telah menerapkan program tersebut berhak atas sertifikasi Pasti Pas.

Pengusaha yang berminat untuk menjalin kerjasama dengan PERTAMINA dengan mendirikan SPBU, sekaligus mengikuti program ”Pertamina Way” harus memenuhi persyaratan awal sebagai berikut:

1) Warga negara Indonesia 2) Memiliki modal berupa :

38

“Program ‘Pertamina Way’ Tingkatkan Pelayanan SPBU”, Suara Merdeka, 17 April, 2007.

(45)

a. Penguasaan atau kepemilikan lahan untuk lokasi SPBU ( bukti-bukti kepemilikan atau penguasaan atas lahan yang ditunjukkan melalui Sertifikat Tanah, Surat Kontrak, dan dokumen pendukung lainnya ), dan

b. Modal investasi SPBU dan pembangunannya (dengan menyertakan bukti-bukti ketersediaan modal investasi dan operasional berupa fotocopy sertifikat deposito (dilegalisir), giro, ataupun fotocopy dokumen pendukung lainnya) 3) Bersedia mengikat perjanjian dengan PERTAMINA

4) Bersedia mengelola dan mengendalikan SPBU sesuai standar PERTAMINA. Prosedur yang harus dilalui untuk permohonan pendirian SPBU yang telah disetujui ( approved ) adalah :

1) Pengusaha dapat menghubungi Region setempat dengan menunjukkan surat persetujuan yang diterima, yang selanjutnya oleh region setempat akan diterbitkan Surat untuk melengkapi berkas yang terdiri atas :

- IMB

- Surat izin timbun - SIUP, SITU - NPWP - UKL/UPL

- Surat pernyataan tidak berkeberatan dari tetangga dan lingkungan sekitar - Layout, gambar perspektif dan bestek sesuai dengan standar PT PERTAMINA

(46)

2) Menyampaikan Kelengkapan Berkas kepada Region setempat, yang selanjutnya diterbitkan surat izin membangun SPBU baru.

3) Pelaksanaan pembangunan SPBU sesuai dengan ketentuan PERTAMINA.

4) Pelaksanaan bisnis SPBU harus melalui prosedur audit sebagaimana telah ditentukan PERTAMINA.

Persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi PASTI PAS adalah SPBU harus lolos audit kepatuhan standard pelayanan yang ditetapkan oleh PERTAMINA. Audit ini mencakup : 39

1. Standard pelayanan

2. Jaminan kualitas dan kuantitas 3. Kondisi peralatan dan fasilitas 4. Keselarasan format fasilitas

5. Penawaran produk dan pelayanan tambahan berhak mendapatkan sertifikasi Seluruh proses sertifikasi dilakukan secara independen oleh institusi auditor independen internasional yang memiliki pengalaman Internasional untuk melakukan audit pelayanan SPBU. Setelah mendapatkan sertifikat PASTI PAS, SPBU akan tetap diaudit secara rutin. Apabila tidak lolos audit, SPBU dapat kehilangan predikatnya sebagai SPBU PERTAMINA PASTI PAS.

Kerjasama antara PERTAMINA dengan pengusaha SPBU PERTAMINA PASTI PAS diatur dalam suatu perjanjian yang dituangkan dalam SURAT

39

(47)

PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU, dengan jangka waktu perjanjian yaitu selama dua puluh tahun. Selain itu, PERTAMINA juga menetapkan standar tertentu, yaitu ”standar pelayanan” yang harus dipatuhi oleh seluruh SPBU yang telah bersertifikasi PASTI PAS. Selama masa perjanjian berjalan, SPBU PERTAMINA PASTI PAS wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh PERTAMINA.

Pada Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU diterangkan secara jelas bahwa dalam hal ini pihak – pihak yang mengikatkan diri diperjanjian tersebut adalah Pertamina atau dalam hal perjanjian ini menjadi Pihak Pertama, merupakan suatu perusahaan yang memproduksi atau menyediakan dan menjual Bahan Bakar Minyak(BBM), Bahan Bakar Khusus(BBK), serta Produk Lain melalui SPBU dan sarana lainnya, sedangkan kedudukan pengusaha atau Pihak Kedua bermaksud menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK serta Produk Lain milik Pihak Pertama dan telah membangun dan memiliki SPBU beserta seluruh fasilitas dan perlengkapannya sesuai dengan ketentuan dan syarat yang ditetapkan oleh Pihak Pertama.

(48)

Karakteristik dalam surat perjanjian kerjasama tersebut akan coba dijabarkan dengan membandingkan jenis – jenis perjanjian yang banyak digunakan dalam suatu perjanjian, antara lain :

R.Subekti, menyebutkan bahwa : perjanjian atau persetujuan adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain,atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal , yang menimbulkan hubungan hukum yang dinamakan perikatan antara dua orang yang membuatnya dan bentuknya berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.40

1. Jenis-jenis Perjanjian dalam Mata Rantai Bisnis Bahan Bakar PERTAMINA

1.1. Perjanjian Keagenan

Menilik sejarah lahirnya lembaga keagenan di Indonesia dapat dilihat dari pelaksanaan Undang-undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing dalam Bidang Perdagangan, yang menentukan bahwa perusahaan asing yang telah berakhir masa kegiatannya dapat terus melakukan usaha dagangnya dengan cara menunjuk perusahaan perdagangan nasional sebagai penyalur atau agen dengan membuat surat perjanjian. Pada pasal 7 PP Nomor 36 Tahun 1977 tersebut, dimuat

40

(49)

ketentuan bahwa perusahaan asing dapat menunjuk perusahaan nasional sebagai perwakilan, pembagi, dan penyalur (agen, distributor, dan dealer).

Sejak dikeluarkannya PP Nomor 36 Tahun 1977 tersebut, beberapa departemen teknis mengeluarkan surat keputusan yang mengatur mengenai masalah keagenan, akan tetapi peraturan-peraturan tersebut tidak mengatur hubungan perdata antara prinsipal dengan agen kecuali Keputusan Menteri Perindustrian No. 295/M/SK/7/1982 tentang keagenan tunggal. Kitab Undang- undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur secara khusus tentang keagenan, namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 ayat 1 BW, para pihak diberi kebebasan untuk membuat perjanjian apa saja, termasuk perjanjian keagenan asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Dasar hukum keagenan kita dapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut:41

1. Dalam KUH Perdata, yang di dalamnya terkandung asas Kebebasan Berkontrak (pasal 1338 BW).

2. Dalam KUH Perdata tentang Sifat Pemberian Kuasa (yang diatur pada pasal 1792 BW sampai dengan 1799 BW).

3. Dalam KUH Dagang yang mengatur mengenai Makelar (pasal 62 sampai dengan pasal 73).

41

(50)

4. Dalam KUH Dagang yang mengatur mengenai Komisioner ( pasal 76 sampai dengan pasal 85 a).

5. Dalam bidang-bidang khusus, seperti dalam perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham.

6. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan dan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan terhadap masalah keagenan ini.

Sekilas analisa mengenai dasar hukum yang digunakan dalam keagenan seperti tersebut diatas, perihal sifat pemberian kuasa, lazimnya pemberian kuasa dalam keagenan berupa pemberian kuasa secara khusus, yaitu pemberian kuasa hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Agen hanya diberi kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu saja, misalnya dalam hal melakukan transaksi. Selanjutnya, perihal penggunaan dasar hukum dalam KUH Dagang mengenai Komisioner, apabila dikaitkan dengan karakteristik keagenan, sebenarnya keagenan cenderung lebih sesuai dengan pengaturan mengenai Makelar dalam KUH Dagang, karena antara makelar dengan agen memiliki kesamaan karakter yaitu bertindak untuk dan atas nama pihak yang memberikan kuasa, sedangkan komisioner bertindak untuk pihak yang memberikan kuasa, namun atas nama dirinya sendiri.

(51)

(prinsipal) dengan pihak ketiga, dengan mendapatkan imbalan jasa.42 Agen bukanlah karyawan prinsipal, ia hanya melakukan perbuatan tertentu/mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga, dan pada pokoknya agen merupakan kuasa prinsipal.

Secara lebih lanjut, keagenan diartikan sebagai suatu hubungan hukum dimana seseorang/pihak agen diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama (pihak) prinsipal untuk melaksanakan transaksi bisnis dengan pihak lain. Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan agen, sepanjang dilakukan dalam batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya.43 Dengan perkataan lain, apabila seorang agen dalam bertindak melampaui batas kewenangannya, maka ia yang bertanggung jawab secara sendiri atas tindakan tersebut.

Disebutkan pula dalam Black’s Law Dictionary, “ agency is a fiduciary relationship created by express or implied contract or by law in which one party (the

agent) may act on behalf of another party (the principal) and bind that other party by

words or actions ”.44 Hubungan antara prinsipal dengan agen adalah fiduciary relationship, dimana prinsipal mengijinkan agen untuk bertindak atas nama prinsipal, dan agen berada di bawah pengawasan prinsipal.45

42

Badan Pembinaan Hukum Nasional , Laporan Akhir Pengkajian Tentang Beberapa Aspek

Hukum Perjanjian Keagenan dan Distribusi, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1994, h. 7.

43

Y.Sogar Simamora, “Pemahaman Terhadap Beberapa Aspek Dalam Perjanjian”, Yuridika,

No.2, Maret-April 1996, h.74 44

Henry Campbell Black, “Black’s Law Dictionary”, St.Paull Minn, 1999, h.1322

45

Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Preneda Media, Jakarta, 2004,

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karenanya perjanjian ini dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku, pada praktiknya suatu perjanjian baku dapat menimbulkan permasalahan, khususnya yang berkenaan dengan