• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga (Study Korelasional Mengenai Terpaan Acara Infotaiment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga (Study Korelasional Mengenai Terpaan Acara Infotaiment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga (Study Korelasional Mengenai Terpaan Acara Infotaiment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang

Fenomena Perceraian)

Diajukan Oleh:

Heppy New Year Haloho

(070904061)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga tentang fenomena Perceraian (Studi Korelasional Terpaan Acara Infotainment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan) yang bertujuan untuk menganalisis sejauhmanakah terpaan acara infotainment di televisi membentuk persepsi ibu rumah tangga di lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011.

Penelitian ini menggunakan metode korelasional yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analalisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel digunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh variabel X terhadap Y digunakan rumus ttest. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Simple random sampling., dimana sampel dipilih secara acak sederhana dari populasi yang ada.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini, dan berkat semangat dan bimbingan dari Tuhan Yesus yang telah memampukan saya menjadi mahasiswa yang lebih baik lagi dalam iman dan

pendidikan saya.

Penulisan skripsi berjudul “Terpaan acara Infotainment di Televisi dan Persepsi Ibu Rumah Tangga Tentang di Lingkungan III Kelurahan Sunggal

Medan tentang fenomena Perceraian” ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara. Dalam

menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak mengerjakannya dengan begitu saja, melainkan merupakan hasil pembelajaran yang penulis terima selama mengikuti

perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu

penulis sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Secara khusus, terimakasih kepada orangtua dan keluarga penulis, Ayahanda H. Haloho dan Ibunda R Saragih yang telah memberikan dukungan kepada penulis, baik moril

maupun materil yang tak terhingga nilainya, sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri dengan hasil yang baik dan

(4)

adikku terkasih (Hotni Sari Haloho) yang selalu memberiku semangat untuk

memberikan yang terbaik.

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Drs. Fatma Wardi Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Ibu Dayana, MSi selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Komunikasi periode 2011-2016, atas segala bantuan yang berguna dan bermanfaat bagi penulis.

3. Ibu Jovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang

sangat baik dan telah banyak memberikan masukan, arahan, dan bimbingan dalam pengerjaan skripsi ini serta selalu meluangkan waktu

untuk membantu saya dalam pengerjaan skripsi ini.(May God Bless you) 4. Buat staf laboratorium dam Departem Ilmu komunikasi FISIP USU, kak

Hanim, Kak Puan, Kak Maya, Kak Icut, dan Kak Ros yang telah

membantu segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya pendidikan penulis.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan FISIP USU pada umumnya, yang telah mendidik, membimbing, dan membantu penulis selama masa perkuliahan.

(5)

7. Kepada semua sahabat-sahabat penulis, Astri Christina S (yang selalu

memberikan semangat dan membantuku), Indah S, Natasia Simangunsong (yang telah membantu saya di lokasi penelitian) dan semua teman-teman

Ilmu Komunikasi stambuk 2007, teman-teman kos terompet 52 (Cinderella’s Boarding House) terkhusus Nofrita dan Helida adikku terkasih yang telah membantu dan mendukung dengan kasih sayang

kepada penulis.

8. Kepada Kelompok Kecilku “Serafim” (B’Maradona M, Novita P,

Ramando, Hotrin, Jupriadi, Heppy) yang terus menjadi tiang doa dan sandaran buatku

9. Terimakasih buat teman-teman mantan koordinasi PD Maranatha periode

2010/2011 yang selalu membawaku dalam doa-doanya.

10.Dan kepada semuanya yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian pendidikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan disini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai titik kesempurnaannya karena danya kekurangan atau apapun. Penulis

mengharapkan kepda para pembaca untuk dapat memberikan saran dan kritik yang dapat mendukung kesempurnaan skripsi ini sehingga penulis dan para pembaca dapat menjadikan skripsi ini sebuah pengetahuan yan

dapat dipahami oleh banyak pihak.

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Abstraksi……… i

Kata Pengantar………. ii

Daftar isi……….……... vi

Daftar Gambar……….. x

Daftar Tabel……….………….. xii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah……….. 1

I.2. Perumusan Masalah………. 7

I.3. Pembatasan Masalah……….………...8

I.4. Tujuan Penelitian………. 8

I.5. Manfaat Penelitian………... 9

I.6. Kerangka Teori……… 10

I.7. Kerangka Konsep……… 20

I.8. Model Teoritis……….……… 22

I.9. Operasional Variabel………..………. 23

I.10. Defenisi Variabel Operasional………….………. 24

I.11. Hipotesis………..……….. 25

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Teori Kultivasi………..……… 27

II.1.1. Konsep Kultivasi……….………... 27

II.1.2. Metode Penelitian Kultivasi………….……… 30

II.2. Terpaan Media ………….………... 37

II.3. Persepsi ... ...………... 47

(7)

III.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN………. 61

III.1.1. Kecamatan Medan Sunggal………..……… 61

III.1.1 Kelurahan Medan Sunggal…………...………. 61

III.1.1.2. Kependudukan……….………. 62

III.1.1.3. Wilayah…………...…….………… 65

III.1.1.4. Pekerjaan ………...………. 65

III.2. Metodologi Penelitian……….…………. 77

III.2.1. Metode Peneliti.……… 77

III.2.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…...………. 78

III.3. Populasi dan Sampel………. 79

III.3.1. Populasi………..…………....… 79

III.3.2. Sampel……… 81

III.4. Teknik Penarikan Sampel……….. 82

III.5. Teknik Pengumpulan Data……… 82

III.6. Teknik Analisis Data………. 83

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data……… 85

IV.2. Proses Pengolahan Data………..…… 87

IV.3. Analisi Deskrptif………... 88

IV.3.1. Karakteristik Responden………. 88

IV.3.2 Tabel Tunggal...89

IV.3.2 Analisis Tabel Silang………... 123

IV.5. Uji Hipotesis……….. 131

(8)

V.1. Kesimpulan……….. 134

V.2. Saran………..………... 137

DAFTAR PUSTAKA………... LAMPIRAN……….…… 1. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi 2. Lembar Nilai Seminar 3. Lembar Absensi Seminar 4. Kuesioner Penelitian 5. Tabel Front Cobol 6. Surat Izin Peneltian 7. Surat Balasan Peneltian BIODATA PENULIS Daftar Gambar Gambar 1 Model Teoritis………. 22

Gambar 2 Proses Psikologis ………...……….. 46

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian... ..……… 60 Daftar Tabel Tabel I Program acara infotainment di televisi………5

Tabel 2 Operasional Variabel……… 10

Tabel 3 Usia...……… 88

Tabel 4 Pendidikan...…………89

Tabel 5 Pekerjaan...…...……… 89

Tabel 6 Penghasilan...………. Tabel 7 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 76

(9)

Tabel 9 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...77

Tabel 10 Tabel Tunggal Pertayaan 4...77

Tabel 11 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 78

Tabel 12 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...79

Tabel 13 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...79

Tabel 14 Tabel Tunggal Pertayaan 4...80

Tabel 15 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 80

Tabel 16 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...81

Tabel 17 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...82

Tabel 18 Tabel Tunggal Pertayaan 4...83

Tabel 19 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 83

Tabel 20 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...84

Tabel 21 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...84

Tabel 22 Tabel Tunggal Pertayaan 4...84

Tabel 23 Tabel Tunggal Pertayaan 4...85

Tabel 24 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 86

Tabel 25 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...87

Tabel 26 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...88

Tabel 27 Tabel Tunggal Pertayaan 4...89

(10)

Tabel 29 Tabel Uji

(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga tentang fenomena Perceraian (Studi Korelasional Terpaan Acara Infotainment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan) yang bertujuan untuk menganalisis sejauhmanakah terpaan acara infotainment di televisi membentuk persepsi ibu rumah tangga di lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011.

Penelitian ini menggunakan metode korelasional yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analalisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel digunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh variabel X terhadap Y digunakan rumus ttest. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Simple random sampling., dimana sampel dipilih secara acak sederhana dari populasi yang ada.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Paul Virilio dalam buku infotainment mengatakan bahwa televisi

diibaratkan seperti sebuah bola raksasa yang melaluinya kita dapat melihat sudut-sudut terpencil, ruang –ruang terjauh serta rahasia-rahasia terdalam dari setiap manusia yang masuk ke dalam jaringannya. Hanya dengan melihat televisi maka

kita dapat menyaksikan keseluruhan dunia (Nugroho, 2005: 21).

Televisi adalah salah satu media komunikasi massa elektronik yang

dominan pada saat ini. Hadirnya media televisi, mau tidak mau harus diterima karena sudah merupakan satu kebutuhan informasi bagi masyarkat agar kita tidak tertinggal oleh kemajuan peradaban teknologi sekaligus mengetahui

perubahan-perubahan yang terjadi di belahan dunia lain. Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia.

Stasiun televisi masing-masing bertahan dengan menghadirkan berbagai program acara. Salah satu di antaranya adalah program acara infotainment.

Infotainment termasuk dalam salah satu program acara hiburan televisi.

Infotainment berasal dari kata “Informasi” dan “entertainment”. Infotainment sebenarnya adalah tayangan program televisi yang menyampaikan

sebuah informasi yang disajikan dalam bentuk hiburan. Namun di Indonesia

infotainment berubah dari tayangan informasi tentang dunia hiburan menjadi

(13)

Saat ini, stasiun televisi di tanah air banyak menyuguhi para pemirsa

dengan tayangan berupa infotainment yang mengupas kehidupan para selebriti, mulai dari kehidupan karir sampai kepada kehidupan pribadi artis itu. Hal ini tidak

hanya dilakukan oleh satu stasiun televisi saja tetapi oleh beberapa stasiun televisi. Acara-acara infotainment ini juga di tayangankan setiap hari dengan jam tayang yang berbeda mulai dari pagi sampai sore hari. Tayangan infotainment pun

bertebaran hampir diseluruh stasiun televisi di tanah air.

Data AGB Nielsen menunjukkan bahwa infotainment mempunyai porsi

jam tayang yang paling besar di antara program informasi lainnya, yaitu 41% dari total jam tayang program informasi di 10 stasiun televisi. Hal ini setara dengan

13 jam sehari.

Masduki (2008) mengatakan bahwa liputan infotainment pada umumnya hanya mengedepankan unsur gosip, sensasionalisme dan tidak berorientasi pada

kepentingan publik yang lebih luas. Dalam kasus program tayangan infotainment, kepentingan ekonomi rumah produksi (laba) dan televisi (rating) lebih dominan sehingga aktifitas teknik jurnalistik yang dilakukan pekerja kreatifnya mengalami

degradasi kualitas dan menempatkan mereka tidak lebih sebagai “kuli gosip” saja.

Program infotainment merupakan pilihan masyarakat ketimbang berita atau News. Rata-rata penonton infotainment dari bulan Januari-Maret 2008

mencapai 533 ribu tiap harinya sedangkan berita hanya 285 ribu. Dan menurut Andini, Communication Executive AGB Nielsen Media Research, dominasi

(14)

Program infotainment semakin berkembang dan juga semakin marak

memberitakan perceraian di kalangan selebritis. Tiap-tiap infotainment

menghasilkan kisah yang hampir sama. Tayangan yang menggambarkan

kehidupan dunia selebriti ini sering kali diwarnai dengan banyak kasus perceraian dan perselingkuhan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan para selebritis. Kasus-kasus seperti ini banyak di bahas dalam tayangan infotainment bahkan

tidak jarang bila ada satu kasus yang sedang hangat akan dibicarakan dalam beberapa kali tayangan.

Kehidupan memang manusia tidak luput dari berbagai persoalan. Mulai dari persoalan-persoalan kecil sampai pesoalan-persoalan yang mungkin begitu rumit untuk diselesaikan. Salah satu persoalan yang tengah marak terjadi di

tengah-tengah masyarakat saat ini adalah semakin meningkatnya kasus perceraian.

Sekretaris Badan Pengadilan Agama (Badilag), Farid Ismail mengatakan

bahwa tahun 2009 lalu, perkara perceraian yang diputuskan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah mencapai 223.371 perkara. Namun demikian, selama Sembilan tahun terakhir, tiap tahun rata-rata terdapat 161.656 kasus

perceraian di Indonesia. ”Artinya jika diasumsikan setahun terdapat dua juta peristiwa perkawinan, maka 8% di antaranya berakhir dengan perceraian.”

Dengan demikian, meningkatnya angka perceraian di Indonesia beberapa tahun terakhir merupakan fakta yang tidak dapat dibantah lagi.

(detikokezone.wordpress.com/2009/12/26/).

(15)

disajikan yang memiliki rating tinggi. Jurnalis acara infotainment berlomba-lomba

mengejar informasi ekslusif mengenai kisah kawin cerai tersebut.

Tayangan infotainment biasanya membahas dari penyebab perceraian

hingga terkadang konflik rumah tangga artis tersebut. Mereka ingin meliput mulai dari penyebab perceraian, menyelidiki siapakah pihak ketiga, pengajuan gugatan di pengadilan, proses persidangan hingga keputusan majelis hakim. Hal

ini menjadikan televisi seolah-olah hanya sebuah ruang yang di dalamnya apa-apa yang dirahasiakan secara sosial di dunia nyata, di dalamnya ditelanjangi untuk

massa. Ia adalah sebuah tempat yang di dalamnya rahasia pribadi seseorang dapat dibongkar, dan dipertontonkan di dalam ruang publik.

Berita-berita semacam itulah yang menjejali kita setiap harinya, tiap jam

dan bisa saja tiap menit sampai-sampai seorang wartawan Jawa Pos pernah menyebut infotainment sebagai “Ceritatainment” karena dominannya berita

perceraian di dalam tayangan kaca yang nyaris mengisi ruang kaca 24 jam sehari.

Pemberitaan ini tidak hanya disiarkan sekali dalam seminggu tetapi bisa lebih dari lima kali dalam sehari melalui media televisi. Hal ini disebabkan

banyaknya program infotainment yang hadir sebut saja dalam sehari mulai pagi terdapat Insert Pagi, Espresso, KISS, I-Gossip Pagi, Halo Selebriti dilanjutkan dengan Insert Siang, Silet, Hot Spot, Kasak-kusuk, Selebriti Update, I-Gosip

Siang. Kemudian Sore hari ada Kros Cek, Cek&Ricek, Insert Investigasi, status

selebriti. Dari beberapa infotainment yang disebut di atas sudah jelas kebanyakan

(16)

Tabel I.1: Jadwal Tayang Beberapa Acara Infotainment di Televisi

Nama Stasiun televise Nama Tayangan Hari penayangan Jam Tayang

SCTV Was-was Senin-Minggu 06.30-07.30

Halo Selebriti Senin-Minggu 09.30-10.00

Status Selebriti Senin-Minggu 11.30-12.30

Ada Gosip Senin-Kamis 13.30-14.00

Kasak-kusuk Senin-Kamis 14.30-15.00

Trans TV Insert Pagi Senin-Minggu 06.30-07.30

Insert Siang Senin-Minggu 11.00-12.00

Insert Investigasi Senin-Jumat 12.30-13.00

RCTI Go Spot Senin-Minggu 06.00

Intens Senin-Minggu 11.00-12.00

Kabar-kabari Senin/Kamis/Minggu 15.00

Cek&ricek Selasa/Rabu/Jumat/Sabtu 15.30-16.00

Indosiar Kiss Senin-Jumat 15.00

Trans 7 Selebriti Pagi Senin-Jumat 07.30-08.30

Selebriti Siang Senin-Jumat 12.00-12.30

Selebriti On the weekend

Sabtu&Minggu 12.00

(17)

Sumber: Harian Kompas, Internet(Google)&Televisi

Melalui tabel jam tayang acara infotainment di atas dapat kita lihat bahwa fakta tentang banyaknya tayangan infotainment yang setiap hari disajikan kepada

pemirsa mulai dari pagi hari sampai sore hari oleh beberapa stasiun televisi dan hal ini adalah merupakan satu fakta yang tak bisa dibantah lagi. Bahkan ada beberapa stasiun televisi yang pada waktu bersamaan juga menayangkan

infotainment dengan nama acara yang berbeda. Jadi setiap hari selalu ada tayangan infotainment yang mengisi ruang kaca pemirsa dengan durasi tayang

30-60 menit setiap harinya.

Berita perceraian selebritis yang selalu heboh ditayangkan di infotainment

salah satunya dapat kita lihat saat berita perceraian Pasha “Ungu”. Hampir setiap

hari, setiap jam, tiap infotainment menghadirkan berita yang sama bahkan berulang-ulang.

Gambar yang dapat dilihat adalah “Pasha dikerubuti banyak wartawan

untuk dimintai konfirmasi. Begitu pula dengan istrinya Okie. Dalam pemberitaan juga disebutkan bahwa ada pihak ketiga yakni Acha Septriasa dan Aura Kasih.

Selain isu orang ketiga juga terdapat isu lain yakni kekerasan dalam rumah tangga. Semua orang yang bersangkutan dimintai keterangannya akan masalah tersebut. Belum lagi, isu yang dihadirkan dalam infotainment tersebut

mempertajam konflik yang ada antara pihak yang terlibat.

Kehidupan privasi antara Pasha, Okie, dan Acha pun diumbar di dalam

(18)

banyak lagi artis lainnya seperti Dewi Persik/Aldi Taher, Kridayanti/Anang dan

banyak lagi.

Di samping fakta marak dan tingginya rating tayangan infotainment,

terdapat juga pihak-pihak yang tidak setuju dengan adanya berita-berita perceraian dalam infotainment tersebut. Hal ini wajar saja mengingat sebagian masyarakat kita masih menganut pemahaman bahwa perceraian itu adalah hal yang privasi

dan dianggap tabu/ tidak baik dibukakan kepada public.

Protes-protes tersebut banyak yang ditunjukkan oleh berbagai kalangan

mulai dari kalangan selebriti hingga MUI dan NU. Bahkan PBNU pernah mengeluarkan Fatwa Infotainment karena infotainment dianggap tergolong Qhibah yang artinya “bergunjing”.

Informasi yang menghibur memang sangat baik, tetapi yang menjadi pertanyaan sejak kapan informasi harus menghibur sampai-sampai mengobok-obok kehidupan pribadi seseorang yang sebenarnya memiliki wilayah privasinya

sendiri? Apakah mengolok-olok kehidupan pribadi dapat dikatakan menghibur? Bukankah seharusnya kita malah prihatin dengan apa yang mereka alami?

Mungkin kita tidak menyadari dampak infotainment yang bisa saja memunculkan perpecahan, saling curiga, saling menjatukan dan fitnah.

Namun demikian dari beberapa kontra yang mencuat ke permukaan, terdapat pula beberapa pihak yang pro pada infotainment. Merdy R, Secretary Director Perempuan Indonesia mengatakan bahwa infotainment dapat berfungsi

(19)

ide-ide mereka dengan masyarakat dalam kemasan santai dan mudah dipahami

(Kompas, 2008).

Butet Kertadjasa mengatakan bahwa tayangan infotainment di televisi

lambat laun akan kehilangan “Pasar”. Apabila tidak lagi diminati oleh masyarakat itu dikarenakan masyarakat merasa hal itu tidak pantas lagi untuk dinikmati. Biarlah masyarakat sendiri yang memilih yang mana yang pantas dan jika

masyarakat tidak lagi menyukai tentu akan ditinggalkan.

Berangkat dari persoalan pro/kontra tentang infotainment khususnya yang

membahas tentang masalah perceraian tersebut membuat peneliti merasa tertarik untuk melihat bagaimana mayarakat memberi pandangan/persepsi tentang perceraian itu tersendiri setelah dijejali dengan berbagai tayangan-tayangan

infotainment yang banyak kali berbicara tentang perceraian di kalangan selebritis. Walaupun sangat disadari bahwa persepsi seseorang tidak hanya ditentukan oleh

informasi yang ia terima tetapi juga tergantung kepada banyak faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal maupun eksternal individu itu sendiri.

Berdasarkan latarbelakang di atas peneliti merasa tertarik untuk melihat

hubungan antara terpaan acara infotainment di televisi dengan persepsi ibu rumah tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal, Medan tentang fenomena perceraian.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan perumusan masalah yakni: “Sejauh manakah Terpaan Acara

(20)

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan terlalu mengambang, peneliti merasa penting untuk melakukan pembatasan masalah yang

lebih spesifik agar dapat menjadi lebih jelas. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya terbatas pada Terpaan Acara infotainment di kalangan

Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian. Acara infotainment yang dipilih adalah semua

infotainment di stasiun televisi swasta.

2. Yang dimaksud dengan persepsi adalah terbatas pada atensi, sensasi dan intepretasi Ibu Rumah tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal

Medan tentang fenomena Perceraian.

3. Responden adalah berjenis kelamin perempuan, karena menurut data AGB

Nielsen tahun 2009 penonton infotainment terbanyak itu adalah perempuan. Rentang usia yang dipilih adalah mulai dari 20-50 tahun dan sudah menikah.

4. Penelitian ini akan dilaksanakan di Lingkungan III Keluarahan Sunggal Medan dan penelitian akan dilaksanakan pada awal bulan Maret sampai

(21)

I.4 Tujuan Penelitian

1) Untuk menganalisis terpaan Acara infotainment di kalangan Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan

2) Untuk menganalisis persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan mengenai fenomena perceraian.

3) Untuk melihat hubungan terpaan acara infotainment dengan persepsi Ibu

Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.

I.5 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang positif kepada kalangan akademisi lain khususnya mahasiswa FISIP

Universitas Sumatera Utara Departemen Ilmu Komunikasi dalam penelitian mengenai terpaan Media dan Persepsi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk menunjukkan penggunaan teori kultivasi dalam menganalisis terpaan acara infotainment

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

pembaca khususnya ibu rumah tangga dan mahasiswa perempuan agar lebih cerdas dalam menonton tayangan infotainment.

I.6 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah merupakan kemampuan peneliti menggunakan pola pikirnya di dalam menyusun teori secara sistematis (Nawawi, 1991: 41). Teori

(22)

fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antarkonsep. Ketiga, teori

menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya

(Singarimbun 1995: 7). Dengan demikian teori diperlukan sebagai acuan, pedoman dan kerangka berpikir untuk mendukung pemecahan suatu masalah secara jelas dan sistematis.

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:

I.6.1 Teori Kultivasi

Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Professor George Gerbner, Dekan emiritus dari Annenberg School for Communication di

Universitas Pensylvania. Riset pertamanya pada awal tahun 1960‐an tentang

Proyek Indikator Budaya (Cultural Indicators Project) untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Di mana Gerbner dan koleganya di Annenberg School for Communication ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang

dibayangkan dan dipersepsikan penonton televisi.

Tradisi pengaruh media dalam jangka waktu panjang dan efek yang tidak

langsung menjadi kajiannya. Argumentasi awalnya adalah, “televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, anggota yang bercerita paling banyak dan paling sering” (dalam Severin dan Tankard, 2001:268).

Dalam riset proyek indikator budaya terdapat lima asumsi yang dikaji

Gerbner dan koleganya (Baran, 2003:324‐325). Pertama, televisi secara esensial

(23)

huruf seperti pada media suratkabar, majalah dan buku. Televisi bebas biaya,

sekaligus menarik karena kombinasi gambar dan suara. Kedua, medium televisi menjadi the central cultural arm masyarakat Amerika, karena menjadi sumber

sajian hiburan dan informasi. Ketiga, persepsi seseorang akibat televisi memunculkan sikap dan opini yang spesifik tentang fakta kehidupan. Karena kebanyakan stasiun televisi mempunyai target khalayak sama, dan bergantung

pada bentuk pengulangan program acara dan cerita (drama). Keempat, fungsi utama televisi adalah untuk medium sosialisasi dan enkulturasi melalui isi

tayangannya (berita, drama, iklan) sehingga pemahaman akan televisi bisa menjadi sebuah pandangan ritual (ritual view/ berbagi pengalaman) daripada hanya sebagai medium transmisi (transmissional view). Kelima, observasi, pengukuran, dan kontribusi televisi kepada budaya relatif kecil, namun demikian dampaknya signifikan.

Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana

para pemirsa televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya. Dengan kata lain untuk mengetahui dunia nyata macam apa yang dibayangkan,

dipersepsikan oleh pemirsa televisi. Atau bagaimana media televisi mempengaruhi persepsi pemirsa atas dunia nyata.

Asumsi mendasar dalam teori ini adalah “terpaan media yang terus

menerus akan memberikan gambaran dan pengaruh pada persepsi pemirsanya.” Artinya, selama pemirsa kontak dengan televisi, mereka akan belajar tentang

dunia (dampak pada persepsi), belajar bersikap dan nilai‐nilai orang. Fokus utama

(24)

kepada prevalensi (frekuensi) kriminal dalam masyarakat. Salah satu apsek yang

menarik dari Kultivasi adalah “mean world syndrome”.

Nancy Signorielli (dalam Littlejohn, 2005:289) melaporkan kajian

sindrom dunia makna dimana tayangan kekerasan dalam program televisi untuk

anak‐anak dianalisis. Lebih dari 2000 program acara dalam tayangan prime time

dan week ends dari tahun 1967 sampai 1985 dianalisis dengan hasil yang menarik. Kurang lebih 71 persen program prime time dan 94 persen program week ends

terdapat aksi kekerasan.

Bagi pemirsa pecandu berat televisi (heavy viewers) dalam jangka waktu lama ternyata hal ini memberi keyakinan bahwa tak seorang pun bisa dipercaya

atas apa yang muncul dalam dunia kekerasan. Temuan ini mengindikasikan bahwa pecandu berat televisi cenderung melihat dunia ini sebagai kegelapan/ mengerikan serta tidak mempercayai orang. Apa yang terjadi di televisi itulah dunia nyata.

Televisi menjadi potret sesungguhnya dunia nyata.

Gerbner dan koleganya berpendapat bahwa televisi menanamkan sikap

dan nila tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan

nilai itu antar anggota masyarakat yang kemudian mengikatnya bersama‐sama

pula.

Media mempengaruhi penonton dan masing‐masing penonton itu

meyakininya, sehingga para pecandu berat televisi itu akan mempunyai kecenderungan sikap yang sama satu sama lain (Nurudin, 2003 :159). Sementara

(25)

disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari‐hari di sekitar kita, tetapi

dunia itu sendiri.

Gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan

simbolik tentang hukum dan aturan. Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan

kekerasan merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi ini merupakan yang sebenarnya. Kekerasan yang ditayangkan televisi dianggap sebagai kekerasan

yang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang ditayangkan televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah

hukum kita sekarang ini.

Inilah yang kemudian dalam analisis kultivasi televisi memberikan homogenisasi budaya atau kultivasi terjadi dalam dua hal mainstreaming

(pelaziman) dan resonance (resonansi).

Garbner melakukan penelitian dampak televisi dengan menggunakan

metode survey analisis, dimana populasi dan sample adalah penonton pria dan wanita yang dibedakan berdasar usia yaitu; dewasa, remaja, dan anak-anak. Juga diperoleh data bahwa rata-rata orang menonton TV di Amerika Serikat adalah 7

jam sehari.

Maka muncul istilah heavy viewers (pecandu berat televisi), Medium

Viewer(penonton dalam intensitas yang sedang), light viewers atau

viewers(penonton biasa). Para pecandu berat televisi akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, menanggapi perilaku

(26)

mengatakan bahwa sebab utama munculnya kekerasan karena masalah sosial

(karena televisi yang sering ia tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif kekerasan).

Padahal bisa jadi sebab utama itu lebih karena faktor cultural shock dari tradisional ke modern. Contoh lainnya yaitu pecandu berat televisi mengatakan bahwa 20% penduduk dunia berdiam di Amerika, padahal kenyataannya cuma

6%. Dengan kata lain, penilaian, persepsi, opini penonton televisi digiring sedemikian rupa agar sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi. Bagi

pecandu berat televisi, apa yang terjadi pada televisi itulah yang terjadi pada dunia sesungguhnya.

Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai

tertentu. Media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya. Dengan kata lain pecandu berat televisi mempunyai kecenderungan sikap yang sama satu dengan lainnya. Televisi, sebagaimana diteliti oleh Garbner

dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik” seseorang. Ia juga berpendapat bahwa gambaran adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan

simbolik tentang hukum dan aturan.

Dengan kata lain perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian disekitar kita. Jika adegan kekerasan itu

merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi , bisa jadi yang terjadi sebenarnya juga begitu.

(27)

Dalam prespektif kultivasi adegan yang terjadi dalam acara-acara itu

menggambarkan dunia kita yang sebenarnya. Bahwa di Indonesia kejahatan itu sudah demikian luas dan mewabah. Acara itu menggambarkan dunia kejahatan

yang sebenarnya yang ada di Indonesia (Nurudin, Komunikasi Massa:2003). Tuduhan munculnya kejahatan di dalam masyarakat disebut dengan “sindrom dunia makna”.

Pecandu berat televisi memandang dunia sebagai tempat yang buruk, tidak demikian dengan pandangan pecandu ringan. Efek kultivasi memberikan kesan

bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri individu. Mereka beranggapan bahwa lingkungan sekitarnya sama seperti yang tergambar di televisi.

I.6.2 Terpaan Media ( Media Exposure )

Rosengren mengemukakan bahwa terpaan tayangan diartikan sebagai

penggunaan media oleh khalayak yang meliputi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis media, jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara khalayak dengan isi media yang dikonsumsi atau

dengan media secara keseluruhan (Rakhmat, 2004:66).

Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media

baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau

longevity. Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari seorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk

(28)

menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan), dalam penelitian

ini program yang diteliti merupakan program harian.

Untuk pengukuran variabel durasi penggunaan media menghitung berapa

lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam sehari) atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program. Sedangkan hubungan antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau perhatian. Kenneth E. (2005)

Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol atau kesadaran pada saat stimuli lainnya

melemah.

Penelitian dari Sulistyadewi (1995:23) menyatakan bahwa intensitas menonton dapat dihitung memakai parameter- parameter baku seperti frekuensi,

durasi, dan atensi pemirsa. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa terpaan media dapat diukur melalui frekuensi, durasi, dan atensi. Berdasarkan pengertian terpaan media yang telah dijelaskan oleh Rosengren dalam Rakhmat

(2001:66), maka cara mengukur terpaan media (acara infotainment) diukur dari durasi dan intensitas menonton.

I.6.3 Persepsi

Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terdiri dari pengamatan seseorang terhadap sesuatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi, berhubungan, atau bekerjasama, jadi

setiap orang tidak terlepas dari proses persepsi. Persepsi dianggap lebih mendalam jika dibandingkan dengan opini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan

(29)

terhadap apa yang kita alami. Penafsiran kita terhadap apa yang kita lihat dan apa

yang kita dengar yang dipengaruhi oleh kombinasi pengalaman masa lalu, keadaan, serta psikologi yang benar-benar sama. Bagi setiap orang apa yang

dipersepsikannya itulah kenyataan.”

Menurut Mc Mahon (Adi, 1994:55), Persepsi diartikan sebagai proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima

informasi (Sensory Information). Sedangkan Mergen, King, dan Robinson (Adi, 1994:55), berpendapat bahwa persepsi menunjuk pada bagaimana kita melihat,

mendengar, merasakan, mengecap, dan mencium dunia sekitar kita. Dengan kata lain persepsi dapat pula didefenisikan sebagai sesuatu yang dialami oleh manusia.

William James (Adi, 1994: 55) menambahkan bahwa persepsi terbentuk

atas dasar data-data yang kita peroleh atau pengolahan ingatan (memory) kita diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Menurut Hindley dan

Thomas (Adi, 1994:58), memberikan defenisi bahwa persepsi diartikan sebagai suatu proses dimana seseorang menerima, memilih atau menafsirkan informasi.

Kimbal Young mengatakan,”persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan

aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek baik fisik maupun sosial” (Walgito, 1986:89). Defenisi ini menekankan bahwa persepsi akan timbul setelah seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran

suatu objek dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan objek yang dirasakan tersebut. Pendapat Young ini sejalan dengan William James (Adi 1994:55) yang

(30)

lingkungan yang diserap oleh indera kita serta sebagian lainnya diperoleh kembali

berdasarkan pengalaman yang kita miliki.

Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi

merupakan suatu hal yang penting yyang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang dating dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya. Segala rangsangan

yang diterimanya tersebut diolah dan selanjutnya di proses.

Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja. Tentu ada faktor-faktor

yyang mempengaruhi. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya itu.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang:

1. Diri orang yang bersangkutan sendiri. Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individu yang turut mempengaruhi seperti

sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya.

2. Sasaran Persepsi tersebut. Sasaran tersebut mungkin berupa orang, benda

atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran tersebut biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran persepsi itu turut menentukan

(31)

3. Faktor situasi. Persepsi harus dapat dilihat secara kontekstual yang berarti

dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi

seseorang (Siagian,1989:101).

Sejalan dengan ini (Kasali, 1994:23) mengemukakan faktor-faktor yang

menentukan persepsi yaitu:

a) Latar Belakang Budaya b) Pengalaman Masa Lalu c) Nilai-nilai yang dianut

d) Berita-berita yang berkembang

Jalalluddin Rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2005) mengungkapkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor struktural yang berasal

dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu dan factor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu

dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.

Dalam Sobur (2003:446) dijelaskan bahwa dalam persepsi terdapat tiga

komponen utama yaitu:

1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Sejalan dengan pendapat Rehan Khasali, menurut Sobur interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti

(32)

untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, proses

mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Reaksi, yaitu persepsi yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk

tingkah laku sebagai reaksi.

I.7 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu

yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001: 73). Sedangkan Kerangka Konsep adalah hasil pemikiran rasional

yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai (Nawawi,1991:40). Kerangka konsep memuat komponen-komponen yang akan diteliti beserta indikatornya untuk memperjelas penelitian yang akan dicapai.

Berdasarkan kerangka teori yang telah ada dapat ditentukan pernyataan-pernyataan yang bersifat konseptual. Kerangka konsep merupakan defenisi yang dipakai untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena ataupun fenomena

alam. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas atau Independent variabel (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan dan mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain (Nawawi,1995:57).

Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah Pola Konsumsi Acara

(33)

2. Variabel Terikat atau Dependent Variabel (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas dan

bukan karena variabel lain (Nawawi, 1995:57).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Persepsi tentang Perceraian.

I.8 Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:

Gambar I.1. Model teoritis

I.9 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teoori dan kerangka konsep di atas, maka dapat dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan

kesesuaian dalam penelitian sebagai berikut:

Variabel Terikat(Y) Persepsi Tentang Fenomena Perceraian Variabel Bebas(X)

Terpaan Acara

(34)

Table I.2. Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel Bebas(X)

Terpaan Acara Infotainment di televise

a. Durasi:

• Heavy Viewer

• Medium Viewer

• Light Viewer

b. Intensitas Menonton

Variabel Terikat(Y)

Persepsi Tentang Perceraian

• Sensasi

• Atensi

• Interpretasi

I.10 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep

yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah

yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46). Defenisi operasional variabel penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (Terpaan Acara Infotainment) terdiri dari:

1) Durasi: Waktu yang dihabiskan dalam menonton.

(35)

b) Medium Viewer: Pemirsa yang menonton tidak lebih dari 2-3 jam

sehari

c) Light Viewer: penonton biasa yang menonton tidak lebih dari 1-2 jam.

2) Intensitas menonton: frekuensi dalam menonton

2. Variabel Terikat (Persepsi Tentang Perceraian) terdiri dari:

a) Sensasi: melalui alat – alat indra kita ( indra perasa, indra peraba, indra

pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan yang

dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indera itu mempunyai andil bagi

berlangsungnya komunikasi manusia. Penglihatan menyampaikan pesan

nonverbal ke otak untuk diinterprestasikan. Pendengaran juga menyampaikan

pesan verbal ke otak untuk ditafsirkan. Penciuman, sentuhan dan pengecapan,

terkadang memainkan peranan penting dalam komunikasi, seperti bau parfum

yang menyengat, jabatan tangan yang kuat, dan rasa air garam dipantai.

b) Atensi : proses secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar

informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan dan,

proses kognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan sumber

daya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi

terhadap rangsang tertentu. Atensi dapat merupakan proses sadar maupun

tidak sadar.

c) Interpretasi: proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti

bagi seseorang. Sejalan dengan pendapat Rehan Khasali, menurut Sobur interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi kepribadian dan kecerdasan.

(36)

I.11 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis merupakan

penghubung antara teori dan dunia empiris (Kriyantono,2004:43). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ho: Tidak terdapat hubungan antara terpaan acara tayangan infotaiment

dengan persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.

Ha: Terdapat hubungan antara terpaan acara tayangan infotainment dengan persepsi tentang perceraian di kalangan Ibu Rumah Tangga di Lingkungan

III Kelurahan Sunggal, Medan.

I.12 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

korelasional. Metode ini bertujuan untuk meneliti sejauhmana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variabel lainnya (Kriyanto, 2004:27). Metode Korelasional digunakan untuk meneliti hubungan diantara variabel-variabel.

Dalam penelitian ini, metode korelasional digunakan untuk mencari hubungan antara Terpaan Acara Infotainment dengan Persepsi Ibu Rumah Tangga di

Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.

I.12.1 Lokasi Penelitian

(37)

I.12.2 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda,

hewan dan tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian (Nawawi, 1997:141).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga di Lingkungan III

Kelurahan Sunggal Medan.

I.12.3 Sampel

Sampel harus memenuhi unsur representative dari seluruh sifat-sifat populasi. Sampel yang representative dapat diartikan bahwa sampel tersebut mencerminkan semua unsur semua unsur dalam populasi secara proporsional atau

memberikan kesempatan yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih, sehingga dapat mewakili keadaan yang sebenarnya dalam populasi (Kriyantono,

2006:115).

Mengenai ukuran sampel, tidak ada ukuran pasti bagi periset (Kriyantono, 2009:161). Para ahli berpendapat jika jumlah populasi berkisar 100 ke atas maka

ukuran sampel dapat diambil 10% atau 15% atau sampai 20% sampai 25% (Arikunto, 2006:134). Karena keterbatasan peneliti dilihat dari segi waktu,

tenaga, dan dana, sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, besar kecilnya risiko yang ditanggung peneliti dalam penelitian, untuk menentukan besarnya sample dalam penelitian ini, maka digunakan rumusan dari Arikunto

yakni ukuran sampel sebanyak 15% dari populasi.

(38)

Teknik Penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Simple Random Sampling

Teknik ini digunakan dalam penelitian yang anggota populasinya dianggap

homogen. Pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acaktanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi tersebut.

I.12.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Penelitian Lapangan

Pengumpulan data yang meliputi kegiatan survei di lokasi penelitian pengumpulan data dari responden melalui:

1. Kuesioner yaitu alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan

tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden (Nawawi, 1995:117). Dalam hal ini peneliti akan menyebarkan kuesioner kepada Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sungga, Medan.

2. Wawancara yaitu alat pengumpul data yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan pula oleh responden (Nawawi, 1995:111). Dalam hal ini

peneliti akan berdialog atau mewawancarai pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang hendak diteliti.

b. Penelitian Kepustakaan

Dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini,

(39)

I.12.5 Teknik Analisis Data

Analisis data sebagai proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 2008:263). Data yang

diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap analisis yaitu:

a. Analisis Tabel Tunggal

Suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel

penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari dua

kolom sejumlah frekuensi dan kolom persentase untuk setiap kategori (Singaribmun, 2006: 266).

b. Analisis Tabel Silang

Teknik yang digunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel lainnya sehingga dapat diketahui apakah

variabel tersebut bernilai positiif atau negatif (Singarimbun, 1995: 273).

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data

hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji tingkat hubungan antara kedua variabel yang dikorelasikan dalam penelitian digunakan Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Spearman’s Rho Rank-Order

(40)

parametrik ini digunakan untuk menghitung data dua variabel yang ditetapkan

peringkatnya dari yang terkecil sampai terbesar.

Rumus untuk koefisien korelasinya adalah :

Rs =

Rs (rho) = koefisien korelasi rank-order

Angka 1 = angka satu, yaitu bilangan konstan

6 = angka enam, yaitu bilangan konstan

d = perbedaan antara pasangan jenjang

∑ = sigma atau jumlah

N = jumlah individu dalam sampel

Spearman Rho Koefisien adalah metode untuk menganalisis data dan untuk

melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal.

Jika rs < 0,05 maka Ha ditolak

Jika rs > 0,05 maka Ha diterima

Untuk menguji tingkat signifikansi korelasi, jika N > 10, digunakan rumus ttest pada tingkat signifikansi 0,05 sebagai berikut :

(41)

t = nilai thitung

Rs/rho = nilai koefisien korelasi

N = jumlah sampel

Jika thitung > ttabel, maka hubungannya signifikan

Jika thitung < ttabel, maka hubungannya tidak signifikan

Selanjutnya untuk melihat derajat hubungan (Kriyantono,

2006:170) sebagai berikut:

Kurang dari 0,20 = hubungan rendah sekali; lemas sekali

0,20-0,39 = hubungan rendah tetapi pasti

0,40-0,70 = hubungan yang cukup berarti

0,71-0,90 = hubungan yang tinggi, kuat

(42)

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Teori Kultivasi

Riset pertama yang dilakukan oleh Gerbner pada tahun 1960 bersama

koleganya di Annenberg School for Communication bertujuan untuk mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan dan dipersepsikan oleh penonton televisi. Tradisi pengaruh media dalam jangka waktu panjang dan efek yang tidak

langsung menjadi kajiannya dalam penelitian ini.

Argumentasi awalnya adalah, “televisi telah menjadi anggota keluarga

yang penting, anggota yang bercerita paling banyak dan paling sering” (dalam Severin dan Tankard, 2001:268). Dalam riset Proyek Indikator Budaya terdapat lima asumsi yang dikaji Gerbner dan koleganya yakni:

1. Televisi secara esensial dan fundamental berbeda dari bentuk

media massa lainnya. Televisi terdapat hampir di setiap rumah tangga. Televisi

tidak

menuntut melek huruf seperti pada media suratkabar, majalah dan buku. Televisi bebas

biaya, sekaligus menarik karena kombinasi gambar dan suara.

2. Medium televisi menjadi “the central cultural arm” masyarakat Amerika,

karena menjadi sumber sajian hiburan dan informasi. Televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, yang paling sering dan paling banyak bercerita. 3. Persepsi seseorang akibat televisi memunculkan sikap dan opini yang spesifik

(43)

khalayak sama, dan bergantung pada bentuk pengulangan program acara dan

cerita (drama).

4. Fungsi utama televisi adalah untuk medium sosialisasi dan enkulturasi melalui

isi tayangannya (berita, drama, iklan) sehingga pemahaman akan televisi bisa menjadi sebuah pandangan ritual (ritual viewer/berbagi pengalaman) daripada hanya sebagai medium transmisi (transmissional view).

5. Observasi, pengukuran, dan kontribusi televisi kepada budaya relatif kecil, namun demikian dampaknya signifikan. Menurut teori ini televisi menjadi alat

media utama dimana audience belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya, sehingga persepsi apa yang terbangun di

benak audience tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi.

Hambatan sejarah yang turun temurun yaitu melek huruf dan mobilitas teratasi dengan keberadaan televisi. Televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari (kebanyakan dalam bentuk hiburan) dari

populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolis

umum.

Garbner menamakan proses ini sebagai cultivation (kultivasi), karena televisi dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan.

Bagi Gerbner, dibandingkan media massa yang lain, televisi telah mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga

(44)

Kultivasi secara makna kata berarti menanam, sehingga secara makna kata

teori kultivasi dapat diartikan sebagai teori yang menfokuskan pada proses penanaman nilai. Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori

yang dapat digunakan untuk menjelaskan dampak media bagi khalayak.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang dilakukan oleh Gerbner lebih menekankan pada “dampak”. Asumsi mendasar

dalam teori ini adalah terpaan media yang terus menerus akan memberikan gambaran dan pengaruh pada persepsi pemirsanya. Artinya, selama pemirsa

melakukan kontak dengan televisi mereka akan belajar tentang dunia, mengubah persepsi mereka akan dunia, belajar bersikap dan nilai-nilai orang.

Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen

sosalisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa yang mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan kawan-kawannya melihat bahwa film drama yang disajikan di televisi mempunyai

sedikit pengaruh tetapi sangat penting di dalam mengubah sikap, kepercayaan, pandangan penonton yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Gerbner melakukan penelitian dampak televisi dengan menggunakan metode survey analisis, dimana populasi dan sampel adalah pria dan wanita yang dibedakan berdasarkan usia dewasa, anak-anak, dan remaja. Gerbner juga

menggunakan data bahwa rata-rata orang menonton televisi di Amerika Serikat adalah 7 jam sehari.

(45)

awalnya teori ini lebih menfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience

pada tema-tema kekerasan, namun seiring dengan perkembangannya teori ini juga digunakan pada masalah-masalah sosial yang lain diluar tema kekerasan.

Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu berat televisi (heavy viewers) membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu menakutkan.” Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa apa yang mereka

lihat di televisi, yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan, adalah apa yang mereka yakini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal ini, Gerbner menyatakan bahwa televisi merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi melalui berbagai simbol untuk

memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari. Televisi mampu mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan di layar kaca dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata,

kehidupan sehari-hari. Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif.

Menurut Wimmer dan Dominick terdapat dua cara dalam menganalisis kultivasi. Pertama, deskripsikan dunia media yang diperoleh dari analisis periodik atas isi media. Hasil dari analisis isi adalah mengidentifikasi pesan dari dunia

televisi. Pesannya mewakili gambaran konsisten atas isu spesifik, kebijakan, dan topik yang sering terjadi dalam kehidupan nyata. Kedua, meneliti khalayak

(46)

mereka atas pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan realitas televisi dan

realitas dunia nyata.

Sebagai tambahan data yang dikoleksi sebagai variabel kontrol mencakup

gender, usia, dan status sosial ekonomi. Menurut Gerbner televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan

pesan simbolik tentang hukum dan aturan.

Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi

merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan kekerasan merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi ini merupakan yang sebenarnya. Kekerasan yang

ditayangkan televisi dianggap sebagai kekerasan yang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang ditayangkan televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.

Inilah yang kemudian dalam analisis kultivasi televisi memberikan homogenisasi budaya atau kultivasi terjadi dalam dua hal mainstreaming

(pelaziman) dan resonance (resonansi). Mainstreaming atau pelaziman dalam analisis kultivasi terjadi pada pecandu berat televisi (menonton lebih dari 4 jam perhari) yang mana simbol-simbol televisi telah memonopoli dan mendominasi

sumber informasi dan gagasan tentang dunia.

Orang menginternalisasi realitas sosial dominannya lebih kepada aspek

kultural, karena ini lebih dekat dengan kesehariannya. Sementara, resonance

(47)

nyata. Artinya, mereka menganggap bahwa pemberitaan perang, kriminalitas,

maupun konflik para pesohor di televisi adalah realitas dunia yang sesungguhnya. Peneliti ini percaya bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari

semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Dramanya, iklannya, beritanya, dan acara lain membawa dunia

yang relatif koheren dari kesan umum dan mengirimkan pesan ke setiap rumah. Televisi mengolah dari awal kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang

biasa diperoleh dari sumber primer lainnya.

Menurut Baron dan Byrne terdapat tiga fase riset mengenai kultivasi. 1). Fase Bobo Doll,

2). Fase penelitian laboratorium

3). Fase riset lapangan (Baron dan Byrne dalam Rakhmat, 1999:234).

Fase pertama dirintis oleh Bandura dan kawan-kawannya yang mencoba

meneliti apakah anak-anak yang melihat orang dewas melakukan tindakan agresi juga akan melakukan agresi sebagaimana yang mereka lihat. Seratus anak-anak

setingkat taman kanak-kanak dibagi ke dalam empat kelompok, dengan treatment

yang berbeda. Satu kelompok pertama melihat seorang dewasa menyerang boneka balon “Bobo Doll” sambil berteriak garang, “Hantam! Sikat hidungnya!”.

Kelompok kedua dari anak-anak tersebut melihat tindakan yang sama dalam film berwarna pada pesawat televisi. Kelompok ketiga juga melihat adegan film

televisi, namun yang tidak menampilkan adegan kekerasan. kelompok terakhir, sama sekali tidak diberi akses menonton adegan kekerasan sama sekali. Setelah

(48)

sembari diamati melalui kaca yang tembus pandang. Di ruangan bermain

disediakan “Bobo Doll” dan alat-alat permainan lainnya, dan terbukti kelompok pertama dan kedua melakukan tindakan agresif, sebanyak 80 – 90 persen dari

jumlah kelompok tersebut.

Fase kedua penelitian kultivasi yang mencoba mengganti obyek perilaku agresif secara lebih realitis, yaitu bukan lagi boneka plastik melainkan manusia.

Adegan kekerasan diambilkan dari film-film yang dilihat para remaja yaitu film serial televisi The Untouchtables. Liebert dan Baron, yang melakukan penelitian

generasi kedua ini di tahun 1972, membagi para remaja menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama melihat film The Untouchtables yang berisi beragam adegan kekerasan, dan yang kedua melihat adegan menarik dari televisi tapi tidak

dibumbui adegan kekersan sama sekali. Kemudian mereka diberi kesempatan untuk menekan tombol merah yang dikatakan dapat menyakiti remaja yang berada di ruangan lain. ternyata kelompok pertama lebih banyak dan lebih lama menekan

tombol merah daripada kelompok kedua.

Fase ketiga dilakukan Layens dan kawan-kawan di Belgia tahun 1975.

Perilaku agresif diamati pada situasi ilmiah bukan di laboratorium dan dengan jangka waktu yang lama. kegiatan obyek yang diteliti juga tidak diganggu sama sekali. Mereka dibagi kedalam dua kelompok, di mana kelompok pertama

menonton lima film berisi adegan kekerasan selama seminggu dan kelompok kedua menonton lima film tanpa adegan kekerasan. Selama seminggu itu pula

(49)

II.1.1 KONSEP KULTIVASI

Kultivasi melihat kontribusi terhadap konsepsi realitas sosial bukan sebagai proses ’push’ monolitis satu arah, melainkan sebagai proses gravitasional

dengan sudut pandang dan arah ’pull’ yang bergantung pada tempat kelompok pemirsa dan gaya hidup mereka sejajar dengan referensi garis gravitasi,

mainstream dunia televisi. Jadi, kultivasi adalah proses interaksi di antara pesan,

audiens, dan konteks, yang terus berlangsung, kontiniu, dan dinamis.

II.1.2 METODE - METODE ANALISIS KULTIVASI

Analisis kultivasi dimulai dengan analisis sistem pesan untuk mengidentifikasi pola-pola permanen, kontiniu, dan overarching dari konten televisi. Klasifikasi light viewer, medium viewer, dan heavy viewer diukur dengan

jumlah waktu responden menonton televisi rata-rata setiap hari. Yang penting adalah adanya perbedaan tingkatan menonton, bukan pada jumlah akurat menonton.

Bukti kultivasi yang bisa diobservasi tergolong sederhana karena light viewer sekalipun dapat menonton televisi beberapa jam sehari dan hidup dalam

kultur umum yang sama dengan heavy viewer. Karena itu, penemuan pola konsisten berbeda yang kecil tapi pervasive di antara light dan heavy viewer

sangat mungkin. (Bryant, J & D Zillmann : 2002). Pergeseran kecil tapi pervasif

dalam perspektif kultivasi dapat mengubah kondisi kultural dan membalik keseimbangan pembuatan keputusan politis dan sosial.

II.2 Terpaan Media Massa

Media massa diyakini memiliki kekuatan yang dahsyat untuk

(50)

mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan

datang. Media mampu membimbing dan mempengaruhi kehidupan dimasa kini dan masa datang.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nikolaus Georg Edmund Jackob yang berjudul The Relationship between Perceived Media Dependency, Use of Alternative Information Sources, and General Trust in Mass Media dalam

International Journal of Communication menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara ketergantungan dengan media, penggunaan sumber

informasi alternatif, dan kepercayaan terhadap media. Dalam artikel tersebut tertulis:

“Respondents who actively search for non-media information feel less dependent on the media, as do respondents with low confidence in the media. Respondents feeling somewhat independent on the media express lower levels of trust, as do frequent users of non-media information sources. Media skeptics tend to search more actively for alternative sources, as do respondents feeling somewhat independent from the media.”

Responden yang secara aktif mencari informasi dari sumber selain media hanya sedikit bergantung pada media seperti halnya mereka yang dengan

keyakinan rendah pada media. Responden yang merasa tidak bergantung pada media menunjukkan tingkatkepercayaan yang rendah, sepertihalnya mereka yang rutin menggunakan sumber informasi non media. Mereka yang skeptis terhadap

media lebih aktif mencari sumberinformasi alternatif, sehingga responden merasa tidak bergantung pada media.

(51)

tersebut. Bila dikaitkan denganpenelitian ini maka antara terpaan program reality

maka akan mempengaruhi tingkatkepercayaan terhadap program realitytersebut. Penelitian lain tentang peran media dilakukan oleh Michael Meadows,

Susan Forde, Jacqui Ewart, dan Kerrie Foxwell berjudul The Power and The Passion: A Study of Australian Community Broadcasting Audiences 2004-2007. Penelitian ini adalah penelitian tentang siaran komunitas di Australia.

Dalam jurnal penelitian ini disebutkan bahwa:

“Community broadcasting’s very ability to create ‘communities of interest’ places it in an ideal position to transform “common sense” into “good sense” – an objectiveproclaimed, albeit in a different language, in virtually all community media sectors’mission statements.”

Siaran komunitas memiliki kemampuan untuk menciptakan komunitas ketertarikan dan menempatkannya pada posisi yang ideal untuk mengubah

pandangan yang umum atau biasa menjadi pandangan yang lebih baik. Di sini, meskipun tidak secara jelas, disebutkan mengenai peranan media dalam mengubah dan membentuk pola pikir dan pandangan audiens-nya.

Artikel dari Ido Prijana Hadi yang berjudul “Cultivation Theory: SebuahPerspektif Teoritik dalam Analisis Televisi” menyebutkan bahwa apa yang ditampilkan dalam tayangan televisi (realitas media) dipersepsi sebagai dunia

nyata (realitas nyata). Sehingga pemirsa yang meluangkan waktu lebih banyak dalam menonton televisi lebih meyakini bahwa dunia nyata adalah seperti apa

yang digambarkan televisi.

Nawiroh Vera dalam “Kekerasan Media Massa : Perspektif Kultivasi” menyebutkan bahwa penumpulan kepekaan terhadap kekerasan merupakan gejala

(52)

realitas media tak beda dengan realitas nyata (prespektif kultivasi), perilaku

kekerasan pun disahkan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua tulisan tersebut menyebutkan tentang efek kultivasi media televisi dimana semakin tinggi terpaan

media yang diterima khalayak maka realitas media akan semakin dianggap sama dengan realitas nyata, sehingga khalayak tidak mampu membedakan antara realitas ciptaan media dengan realitas yang sebenarnya.

Media massa mempunyai kemampuan untuk mengkonstruksikan suatu peristiwa, bahkan mampu untuk membnetuk suatu realita sosial. Media massa

dengan sendirinya akan mampu memberi pengaruh dan dampak pada khalayaknya. Dampak tersebut dapat terjadi dalam tiga aspek, yaitu :

a. Aspek Kognitif, yaitu berhubungan dengan gejala pikiran, berwujud

pengetahuan dan keyakinan serta harapan-harapan tentang obyek atau kelompok obyek tertentu.

b. Aspek Afektif, berwujud proses berhubungan dengan perasaan tertentu seperti

ketakutan, kebencian, simpati, antipati, dan sebagainya, yang ditunjukkan kepada obyek-obyek tertentu.

c. Aspek Konatif, berwujud proses tendensi atau kecendrungan, berhubungan dengan perilaku mendekati atau menjauhi suatu obyek tertentu.

Menurut Masri Singarimbun terpaan media diartikan sebagai peristiwa

sentuhan media kepada khalayak. Sedangkan Jalaluddin Rakhmat mendefinisikannya sebagai pertemuan antara khalayak dengan media. Terpaan

(53)

‘sentuhan’ atau bertemu dengan isi-isi/pesan dari program acara dari media massa,

dalam hal ini tayangan infotainment di televisi).

II.3 Persepsi

Manusia dalam berbagai gerak kehidupannya memerlukan interaksi dengan factor luar individu atau lingkungan eksternal. Faktor eksternal ini bisa muncul dari lingkungan fisik, maupun lingkungan sosialnya. Untuk berinteraksi

dengan lingkungan tentunya setiap orang harus dapat menyerap unsure dari luar. Unsur atau gejala dari luar dapat ditangkap melalui lima alat indera yang dimiliki

oleh manusia. Proses penerimaan rangsangan ini disebut dengan penginderaan (sensation).

Persepsi menurut defenisi Desirato yang dikutif dari Rakhmat mengatakan

bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Persepsi adalah pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 200:55). Sensasi adalah bagian dari persepsi, namun walaupun begitu menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga

atensi, interpretasi, ekspektasi, motivasi dan memori.

Menurut Kenneth E. Anderson, atensi atau perhatian adalah proses mental ketika stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya

melemah (Rakhmat, 2005: 52).

Terdapat 2 faktor eksternal daninternal dalam menarik perhatian;

1. Faktor internal penarik perhatian yaitu:

Gambar

Table I.2. Operasional Variabel
Gambar II.1: Variabel psikologis Antara Rangsangan dan Tanggapan
Tabel III.1: Luas Wilayah 6 Kelurahan di Kec.Medan Sunggal
Tabel III.2: Banyaknya Lingungan, RW, RT dan Blok Sensus di 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Bangsa Indonesia yang tengah melakukan reformasi menuju kehidupan demokratis pada menghujung abad ke-20, harus berpikir bahwa semua institusi harus dapat mendukung untuk

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi pearson yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel kepuasan kerja dengan

Setelah rangkaian itu bisa kalian buat kalian akan langsung tau penggunaan transistor pada rangkaian itu sebagai saklar arus listrik yang dimana arus yang mengalir dari tegangan

frequently used by students in Critical Reading class?” This study used questionnaire as the research method and the result of this study is Activation strategy is the most

(19) I have a dream that one day even the state of Mississippi, a state sweltering with the heat of injustice, sweltering with the heat of oppression, will be transformed into an

Pembuktian Kualifikasi terhadap peserta Calon Daftar Pendek Jasa Konsultansi Perencanaan Rehabilitasi Berat Selasar RSUD Tuban yang dilaksanakan tanggal 02 April 2014,

Dari hasil penelitian ini menunjukkan Public Relations PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region V Surabaya telah melakukan serangkaian strategi Public