PROPORSI INDEKS MASSA TUBUH (IMT)
PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN
Oleh:
MUHAMMAD DANIAL BIN MOHD NOR
070100293
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROPORSI INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PENDERITA
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI RSUP HAJI
ADAM MALIK, MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat unutk memperoleh kelulusan
sarjana kedokteran
Oleh:
MUHAMMAD DANIAL BIN MOHD NOR
070100293
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Proporsi Indeks Massa Tubuh (IMT) Penderita Penyakit Jantung Koroner Di RSUP Haji Adam Malik, Medan
Nama : Muhammad Danial Bin Mohd Nor NIM : 070100293
Pembimbing, Dosen Penguji I
(Prof. Dr. Sutomo Kasiman, (dr. Sri Sofyani, Sp.A(K)) Sp.PD. SpJP(K)
Medan, 14 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Dekan
ABSTRAK
Menurut Yayasan Jantung Indonesia (2006), penyakit jantung koroner adalah penyakit degeneratif yang merupakan penyebab kematian yang paling utama di Indonesia. Obesitas adalah merupakan kunci penting dari terjadinya peningkatan kejadian penyakit jantung koroner. Peningkatan berat badan dengan indeks masa tubuh lebih dari 30 kg/m2 baik pada laki-laki ataupun wanita akan meningkatkan risiko PJK 4 kali lipat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi indeks massa tubuh penderita penyakit jantung koroner di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah 82 orang penderita penyakit jantung koroner yang menjalani rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Juni 2008 hingga Maret 2010. Data penderita diambil sesuai yang tercatat dalam rekam medis di Bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik. Selanjutnya data dianalisa dengan analisa deskriptif program SPSS.
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa penderita PJK yang mengalami obesitas adalah sebanyak 45 orang (54.9%) manakala non obesitas sebanyak 37 orang (45.1%). Sementara Indeks Massa Tubuh (IMT) penderita PJK yang paling tinggi adalah Obesitas I sebanyak 34 orang (41.5%). Deskripsi terbanyak sampel penelitian adalah seperti berikut: jumlah penderita yang paling banyak berada pada kelompok umur 50 – 59 tahun, jenis kelamin laki-laki, tinggi badan 160 – 169 cm dan berat badan 60 – 69 kg.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa indeks massa tubuh tertinggi pada penderita penyakit jantung koroner di RSUP Haji Adam Malik tahun 2008 – 2010 adalah Obesitas.
ABSTRACT
According to Yayasan Jantung Indonesia (2006), coronary heart disease is the main cause of death for degenerative disease in Indonesia. Obesity is the main key to increased coronary heart disease incidents. An increase in body weight with body mass index by more than 30 kg/m2 increases the risk for coronary heart disease by 4 fold, in either male or female. This study aims to determine the body mass index proportion of coronary heart disease patients in RSUP Haji Adam Malik Medan.
The design of this study is descriptive cross-sectional. The subjects choosen for this study are 82 inpatients in RSUP Haji Adam Malik with coronary heart disease from July 2008 to March 2010. The data is taken from medical records from Bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik. Later, the data is analysed using descriptive analysis from the SPSS programme.
From the result of the research it is obtained that 45 (54.9%) coronary heart disease patients have obesity while 37 patients (45.1%) had no obesity. The highest coronary heart disease’s body mass index is Obesity I with 34 patients (41.5%). Other dominant finding from this study: coronary heart disease were dominant in 50 – 59 year group of patient, male, height 160 – 169 cm and body weight 60 – 69 kg.
From this study it can be concluded that the highest body mass index in coronary heart disease patients in RSUP Haji Adam Malik from 2008 – 2010 is Obesity.
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasihani. Dipanjatkan kesyukuran kepada Dzat Yang Maha Esa karena dengan izinNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Judul yang dipilih adalah “Proporsi Indeks Massa Tubuh (IMT) Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP H. Adam Malik, Medan”. Karya tulis ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran semester VII di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Peneliti banyak mendapat bimbingan daripada berbagai pihak yang sangat membantu semasa penulisan dilakukan. Dengan ini, saya mengambil kesempatan
untuk mengucapkan rasa setinggi-tinggi penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.
2. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD. Sp.PJ(K) selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah dan seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberi bantuan dan ilmu pengetahuan kepada peneliti.
3. Orang tua peneliti yang memberi dukungan kepada penulis, moral dan material sehingga peneliti termotivasi untuk melakukan penulisan dengan jaya.
4. Teman-teman kelompok penulisan karya tulis ilmiah dan juga teman-teman lain yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada
Peneliti menyadari bahwa penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbasan ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang berguna untuk membaiki kesilapan dan juga buat menambah ilmu pengetahuan agar karya yang dihasilkan berkualitas.
Peneliti mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmiah kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta kepada sesiapa yang ingin memanfaatkannya.
Medan, 26 November 2010 Peneliti,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
KATA PENGHANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.4. Manfaat Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Indeks Massa Tubuh 4
2.1.1. Definisi Indeks Massa Tubuh 4 2.1.2. Kategori Indeks Massa Tubuh 4 2.1.3. Keuntungan dan Kelemahan Indeks Massa Tubuh 5
2.2. Obesitas 6
2.2.1. Definisi Obesitas 6
2.2.2. Etiologi dan Faktor Resiko Obesitas 7 2.2.1. Obesitas Tipe Android dan Tipe Ginekoid 9
2.3. Penyakit Jantung Koroner 10
2.3.1. Definisi Penyakit Jantung Koroner 10
2.3.2. Sindroma Koroner Akut 10
2.3.3. Etiologi dan Faktor Resiko PJK 11 2.3.4. Gejala Klinis Penyakit Jantung Koroner 16 2.3.5. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 21
3.1. Kerangka Konsep Penelitian 21
3.2. Definisi Operasional 22
3.3. Cara Ukur 22
3.4. Alat Ukur 23
3.5. Kategori 23
BAB 4 METODE PENELITIAN 24
4.1. Jenis Penelitian 24
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 24
4.3. Populasi dan Sampel 24
4.4. Teknik Pengumpulan Data 25
4.5. Pengolahan dan Analisis Data 25
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 27
5.1. Hasil Penelitian 27
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 27 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel 27
5.2. Pembahasan 32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 35
6.1. Kesimpulan 35
6.2. Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 37
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Kategori Indeks Massa Tubuh 5
Tabel 5.1. Jenis Kelamin Sampel 28
Tabel 5.2. Kelompok Umur Sampel 28
Tabel 5.3. Kelompok Tinggi Badan Sampel 29
Tabel 5.4. Interpretasi Obesitas dan Non Obesitas Sampel 29
ABSTRAK
Menurut Yayasan Jantung Indonesia (2006), penyakit jantung koroner adalah penyakit degeneratif yang merupakan penyebab kematian yang paling utama di Indonesia. Obesitas adalah merupakan kunci penting dari terjadinya peningkatan kejadian penyakit jantung koroner. Peningkatan berat badan dengan indeks masa tubuh lebih dari 30 kg/m2 baik pada laki-laki ataupun wanita akan meningkatkan risiko PJK 4 kali lipat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi indeks massa tubuh penderita penyakit jantung koroner di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah 82 orang penderita penyakit jantung koroner yang menjalani rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Juni 2008 hingga Maret 2010. Data penderita diambil sesuai yang tercatat dalam rekam medis di Bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik. Selanjutnya data dianalisa dengan analisa deskriptif program SPSS.
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa penderita PJK yang mengalami obesitas adalah sebanyak 45 orang (54.9%) manakala non obesitas sebanyak 37 orang (45.1%). Sementara Indeks Massa Tubuh (IMT) penderita PJK yang paling tinggi adalah Obesitas I sebanyak 34 orang (41.5%). Deskripsi terbanyak sampel penelitian adalah seperti berikut: jumlah penderita yang paling banyak berada pada kelompok umur 50 – 59 tahun, jenis kelamin laki-laki, tinggi badan 160 – 169 cm dan berat badan 60 – 69 kg.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa indeks massa tubuh tertinggi pada penderita penyakit jantung koroner di RSUP Haji Adam Malik tahun 2008 – 2010 adalah Obesitas.
ABSTRACT
According to Yayasan Jantung Indonesia (2006), coronary heart disease is the main cause of death for degenerative disease in Indonesia. Obesity is the main key to increased coronary heart disease incidents. An increase in body weight with body mass index by more than 30 kg/m2 increases the risk for coronary heart disease by 4 fold, in either male or female. This study aims to determine the body mass index proportion of coronary heart disease patients in RSUP Haji Adam Malik Medan.
The design of this study is descriptive cross-sectional. The subjects choosen for this study are 82 inpatients in RSUP Haji Adam Malik with coronary heart disease from July 2008 to March 2010. The data is taken from medical records from Bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik. Later, the data is analysed using descriptive analysis from the SPSS programme.
From the result of the research it is obtained that 45 (54.9%) coronary heart disease patients have obesity while 37 patients (45.1%) had no obesity. The highest coronary heart disease’s body mass index is Obesity I with 34 patients (41.5%). Other dominant finding from this study: coronary heart disease were dominant in 50 – 59 year group of patient, male, height 160 – 169 cm and body weight 60 – 69 kg.
From this study it can be concluded that the highest body mass index in coronary heart disease patients in RSUP Haji Adam Malik from 2008 – 2010 is Obesity.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai manifestasi dari penurunan suplai oksigen ke otot jantung akibat dari penyempitan atau pnyumbatan aliran darah arteri koronaria yang manifestasi kliniknya tergantung pada berat ringannya penyumbatan arteri koronaria (PERKI dalam Rustika, 2006). Selain itu, penyakit jantung koroner juga membawa arti penyakit
kompleks yang disebabkan oleh menurun atau terhambatnya aliran darah pada satu atau lebih arteri yang mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Justin Pearlman, 2009).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit degeneratif. Tetapi penyakit
yang menyebabkan kematian nomor satu di Indonesia ini tidak lagi didominasi oleh orang berusia 50 tahun ke atas. Kalangan usia muda juga banyak yang menderita penyakit jantung koroner. Sekitar tahun 2002, hanya 2-3 persen penderita penyakit jantung koroner yang berusia 30 tahun dan jumlahnya semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya (Rochmad Romdhoni, 2007).
Obesitas adalah merupakan kunci penting dari terjadinya peningkatan kejadian penyakit jantung koroner (PJK). Peningkatan berat badan dengan indeks masa tubuh lebih dari 30 kg/m2 baik pada laki-laki ataupun wanita akan meningkatkan risiko PJK 4 kali lipat. Obesitas diklasifikasikan oleh American heart association (AHA) sebagai faktor risiko modifikasi mayor untuk PJK pada
tahun 1988 (Rossner S, 2002 dalam Wira Gotera et al., 2006).
Pada awalnya obesitas dianggap sebagai faktor yang memberikan kontribusi pada risiko PJK melalui faktor lain berhubungan seperti hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Pada tahun-tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa distribusi jaringan lemak berpengaruh pada tingginya risiko PJK. Risiko penyakit jantung dan penyakit metabolik lain yang dikenal dengan sindrom
body obesity dibandingkan dengan obesitas ginoid/lower body obesity (Despres JP
et al., 2001 dalam Wira Gotera et al., 2006)
Menurut World Health Organization (WHO), obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko di negara-negara berkembang. Lebih 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 juta adalah obesitas di seluruh dunia. Epidemic
obesitas akan melanda negara-negara di benua Asia diwaktu mendatang. Mempunyai komposisi lemak visceral yang lebih banyak dan bentuk tubuh orang Asia yang rata-rata lebih kecil dari penduduk negara barat merupakan salah satu
faktor penting meningkatnya penyakit kardiovaskuler terutamanya penyakit jantung koroner di Asia. Penduduk Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sebanyak 210 juta penduduk, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta
(4.7%). Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan erat antara obesitas dan faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti Diabetes mellitus tipe II, Dislipidemia, hipertensi dan penyakit jantung koroner. Bertambahnya populasi obesitas dengan sendirinya akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 menunjukkan bahwa 29,2% kematian dari seluruh dunia atau 16,7 juta jiwa setiap tahun adalah kematian akibat penyakit kardiovaskuler (7,2 juta PJK; 5,5 juta penyakit serebrovaskuler; 4 juta hipertensi dan pnyakit jantung lainnya). 80% dari jumlah kematian tersebut dinataranya terdapat di negara miskin, menengah, dan negara berkembang (Anonim,www.who.int, 2004).
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui proporsi indeks massa tubuh (IMT) penderita penyakit jantung koroner di RSUP Haji Adam Malik Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui indeks massa tubuh pasien penyakit jantung koroner di RSUP
Haji Adam Malik Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular.
2. Mengetahui angka proporsi pasien jantung koroner berdasarkan usia di RSUP Haji Adam Malik Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular.
3. Mengetahui angka proporsi indeks massa tubuh (IMT) penderita penyakit
jantung koroner pada di RSUP Haji Adam Malik Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat untuk:
1. Sebagai bahan informasi kepada RSUP Haji Adam Malik untuk upaya peningkatan dan perbaikan system surveilans epidemiologi serta dapat dirumuskan strategi yang efisien, efektif dan komprehensif dalam melakukan penyuluhan tentang resiko obesitas terhadap penyakit jantung koroner.
2. Menambah wawasan pengetahuan masyarakat supaya memastikan indeks massa tubuh sentiasa ideal agar tidak membahayakan dirinya dan meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indeks Massa Tubuh
2.1.1 Definisi Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan
bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn
LM et al., 2002). IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah
dilakukan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Menurut rumus metrik:
Berat badan (Kg)
IMT = --- [Tinggi badan (m)]2
Atau menurut rumus Inggeris:
IMT = Berat badan (lb) / [Tinggi badan (in)]2 x 703
2.1.2 Kategori Indeks Massa Tubuh
Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi
menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).
bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2002).
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1: Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT KATEGORI
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 – 22,9 Berat badan normal
≥ 23,0 Kelebihan berat badan
23,0 – 24,9 Beresiko menjadi obes
25,0 – 29.9 Obes I
≥ 30,0 Obes II
Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007
2.1.3 Kekurangan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dapat dipercayai untuk mengukur lemak tubuh. Walaubagaimanapun, terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan dalam mnggunakan IMT sebagai indikator pengukuran lemak tubuh.
Kekurangan indeks massa tubuh adalah:
2. Pada anak-anak: tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah seiringan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang. Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh itu, pada anak-anak dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia.
3. Pada kelompok bangsa: tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu karena harus dimodifikasi mengikut kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan
berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India, dan Melayu. (CORE, 2007).
Kelebihan indeks massa tubuh adalah:
1. Biaya yang diperlukan tidak mahal
2. Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan tinggi badan seseorang.
3. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada table IMT.
2.2 Obesitas 2.2.1 Definisi
Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan yang ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam masyarakat primitif, dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas fisik yang tinggi dan makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan genetik akan berperan dalam penyimpan kalori sebagai lemak karena makanan yang dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Richard Harvey et al., 2005).
Obesitas didefinisikan sebagai keadaan di mana adanya peningkatan yang sangat berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak).
relevan karena konsep obesitas tidak bisa diambil akibat peningkatan berat badan semata-mata melainkan adanya peningkatan massa jaringan adiposa (Gabriel Uwaifo, 2009).
Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko utama untuk sejumlah penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker. Obesitas dianggap merupakan masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan kegemukan semakin meningkat di negara berpenghasilan rendah dan menengah khususnya di perkotaan (WHO, 2010).
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Penambahan berat badan terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makanan
yang dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori tersebut akan ditukar atau disimpan sebagai lemak. Pada awalnya, hanya ukuran sel-sel lemak yang akan meningkat. Tetapi apabila ukuran sel-sel tersebut tidak bisa lagi mengalami peningkatan, maka sel-sel akan menjadi bertambah banyak. Apabila tubuh mengalami pengurangan berat badan, yang akan berkurang hanyalah ukuran sel-sel lemak, bukan jumlahnya yang berkurang mengakibatkan lemak akan mudah terbentuk semula.
Terdapat banyak penyebab obesitas. Ketidakseimbangan asupan kalori dan konsumsi bervariasi bagi tiap individu. Turut memainkan peranan dan berkontribusi adalah usia, jenis kelamin, genetik, psikososial, dan faktor lingkungan (Gayle Galletta, 2005).
A. Faktor Genetik
Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak
B. Faktor Emosional
Sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan, dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Ini tidak berarti bahwa penderita obesitas mengalami lebih banyak masalah emosional daripada orang normal yang lain. Tetapi hanya berarti bahwa perasaan seseorang mempengaruhi kebiasaan makan dan membuat seseorang makan terlalu banyak. Dalam kasus yang jarang, obesitas dapat digunakan sebagai mekanisme pertahanan akibat tekanan sosial yang dihadapi terutama pada
dewasa putri. Dalam kasus seperti ini ditambah dengan masalah emosional yang lain, intervensi psikologis mungkin menberikan manfaat (Gayle Galletta, 2005).
C. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan aktivitas yang pasif (tidak aktif) merupakan faktor resiko utama terjadinya obesitas (Gayle Galletta, 2005).
D. Faktor Jenis Kelamin
Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama (Gayle Galletta, 2005).
E. Faktor Usia
juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah (Gayle Galletta, 2005).
F. Kehamilan
Pada wanita, berat badannya cenderung bertambah 4 – 6 kilogram setelah kehamilan dibandingkan dengan berat sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi setiap dari kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada wanita (Gayle Galletta, 2005).
2.2.3 Obesitas Tipe Android dan Tipe Ginekoid
Terdapat beberapa tipe obesitas. Tipe obesitas pada lelaki (android) menunjukkan distribusi dan akumulasi dominan jaringan adiposa pada bagian visceral dan upper thoracic menunjukkan gambaran seperti buah apel. Sedangkan
tipe obesitas pada wanita (ginekoid) menunjukkan akumulasi jaringan adiposa dijumpai secara dominan pada bagian bawah tubuh yaitu di daerah panggul dan paha yang mempunyai gambaran seperti buah pir. Obesitas tipe android adalah merupakan salah satu resiko penyebab penyakit kardiovaskular dan lebih banyak jikan dibandingkan dengan obesitas tipe ginekoid.
Faktor keturunan atau genetik memberikan kontribusi yang penting terhadap insidensi penyakit ini dalam keluarga, meskipun faktor lingkungan memainkan peran dalam perkembangannya. Obesitas android berhubungan dengan kelainan metabolik yang juga merupakan ciri sindrom X: resistensi insulin, hipertensi arterial, dan dislipidemia. Kecenderungan seseorang dengan obesitas android menjadi diabetes adalah terletak pada faktor keturunan dan faktor lingkungan.
Hiperinsulinemia dan jumlah asam lemak bebas tinggi yang betindak pada hati dan pankreas untuk meningkatkan resistensi insulin dan munurunkan sekresi insulin merupakan 2 faktor terjadinya diabetes tipe II. Kelainan fungsional lain yang terjadi menyebabkan obesitas android adalah disregulasi steroid
2.3 Penyakit Jantung Koroner
2.3.1 Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai manifestasi dari penurunan suplai oksigen ke otot jantung akibat dari penyempitan atau pnyumbatan aliran darah arteri koronaria yang manifestasi kliniknya tergantung pada berat ringannya penyumbatan arteri koronaria (Perki, 2004).
Selain itu, penyakit jantung koroner juga membawa arti penyakit kompleks yang disebabkan oleh menurun atau terhambatnya aliran darah pada satu atau lebih arteri yang mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Justin
Pearlman, 2009).
Penyakit jantung koroner (PJK) juga boleh diartikan sebagai kelainan pada satu atau lebih pembuluh arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah (intima) disertai adanya aterosklerosis yang akan mempersempit
lumen arteri koroner dan akhirnya akan mengganggu aliran darah ke otot jantung sehingga terjadi kerusakan dan gangguan pada otot jantung (Budiono & Bambang, 2006).
2.3.2 Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome)
Penyempitan pembuluh darah akan menghasilkan neovaskularivasi (pembentukan pembuluh darah baru) yang akan mengeliling pembuluh darah yang tersumbat untuk tetap mensuplai darah dan oksigen ke jantung. Namun, pada saat olahraga atau stress, neovaskularisasi tidak dapat mensuplai darah kaya oksigen sesuai dengan kebutuhan otot jantung.
Pada kasus lain, bekuan darah akan sepenuhnya menghalangi suplai darah ke otot jantung, menyebabkan sindroma yang disebut sebagai sindroma koroner akut (acute coronary syndrome). Sindroma ini adalah sindroma yang diberikan untuk tiga kondisi serius yaitu:
A. Unstable angina
Nyeri dada yang dapat dikurangi dengan obat oral, tidak stabil, dan
prosebur yang lebih intens diperlukan untuk mengobati sindroma koroner akut ini.
B. Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarct or “non-Q-wave MI”
Serangan jantung atau infark miokard ini tidak menyebabkan perubahan khas pada elektrokardiogram (EKG). Tetapi, terdapat penanda kimia (chemical markers) dalam darah yang menunjukkan kerusakan yang telah terjadi pada otot jantung.
C. ST Segment Elevation Myocardial Infarction or “Q-wave MI”
Serangan jantung atau infark miokard ini disebabkan oleh periode sumbatan pembuluh darah yang lanjut. Ini mempengaruhi atau merusakkan area besar dari otot jantung, dan menyebabkan perubahan
EKG serta penanda kimia dalam darah.
Pada sesetengah orang, terdapat beberapa gejala yang menunjukkan bahwa mereka akan segera mengalami sindroma koroner akut. Namun begitu, ada juga yang tidak menunjukkan gejala sehingga terjadi sesuatu dan ada juga yang sama sekali tidak memiliki gejala sindroma koroner akut (Robert Bryg, 2009).
2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner A. Faktor Utama
1. Hipertensi
Salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK adalah hipertensi. Perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati biasanya mengakibatkan komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial. Terjadi hipertropi dari tunika media pada permulaan diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima
Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner, arteri serebral serta pembuluh darah ginjal. Kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard infark adalah merupakan komplikasi yang paling sering terjadi akibat penyakit hipertensi. Dari penelitian yang telah dilakukan, 50% daripada penderita miokard infark dan 75% kegagalan ventrikel kiri adalah diakibatkan oleh hipertensi.
Perubahan hipertensi terutamanya pada jantung diakiatkan oleh: a) Meningkatnya tekanan darah yang merupakan beban yang
berat pada jantung.
b) Mempercepatkan terjadinya arterosklerosis karena trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria yang diakibatkan oleh tekanan darah yang tinggi dan menetap
2. Hiperkolesterolemia
Hiperkolestrolemia juga masalah yang harus diperkirakan karena merupakan salah salu faktor resiko utama PJK. Asupan makan atau diet yang diambil sehari-hari oleh seseorang mempengaruhi kadar kolestrol darah. Selain dari asupan makanan, faktor lain yang juga mempengaruhi kadar kolestrol darah adalah keturunan, umum, jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, dan olahraga.
Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui hubungan kadar kolesterol darah dengan adanya resiko PJK adalah:
a) Kadar kolesterol total melebihi kadar normal yaitu 200mg/dl. b) Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol merupakan
kolesterol yang bersifal merugikan. Jumlah LDL kolesterol yang meninggi akan menebalkan dinding pembuluh darah. Sebagai petunjuk yang lebih tepat untuk resiko PJK berbanding kolesterol total.
c) High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol merupakan
penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya arterosclerosis.
d) Rasio kolesterol total : HDL kolesterol.
e) Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor resiko
terjadinya PJK
3. Merokok
Selain dari hipertensi dan hiperkolesterolemia, merokok juga merupakan salah satu faktor resiko utama PJK. Hipertensi dan
hiperkolesterolemia juga akan bertambah kuat efeknya jika seseorang itu merokok lebih dari 20 batang sehari. Hasil dari penelitian yang telah dijalankan, ternyata bahwa kematian mendadak akibat PJK adalah 10 kali lebih besar pada lelaki perokok manakala 4.5 kli lebih
besar pada wanita perokok berbanding pada seseorang yang tidak merokok.
Beban miokard akan bertambah dengan merokok karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi O2 akibat inhalasi CO2 yang juga akan menyebabkan tahikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, permeabilitas dinding pembuluh darah berubah serta 5 – 10% dari haemoglobin akan berubah menjadi carboksihaemoglobin. Disamping itu, dengan merokok juga akan menyebabkan kadar HDL kolesterol menurun tetapi mekanismenye masih belum jelas. Dengan kata lain semakin banyak jumlah rokok yang dihisap, semakin menurun kadar HDL kolesterolnya. Penurunan HDL kolesterol akibat merokok pada wanita adalah lebih besar berbanding lelaki (T. Bahri Anwar, 2004).
B. Faktor Resiko Lainnya 1. Umur
umur antara 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Namun begitu, sekarang telah terjadi pergeseran umur dimana orang dewasa muda juga boleh pengidap PJK. Mulai umur 20 tahun, kadar kolesterol pada lelaki dan wanita akan meningkat. Pada lelaki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Kadar kolesterol pada wanita sebelum menopause adalah lebih rendah daripada lelaki tetapi selepas menopause kadarnya akan meningkat serta menjadi lebih tinggi dari lelaki.
2. Jenis Kelamin
Lelaki mempunyai resiko mengidap PJK 2 hingga 3 kali lebih tinggi daripada wanita.
3. Diet
Diet atau jumlah lemak yang terdapat dalam asupan makanan sehari-hari dapat dihubungkan dengan kadar kolesterol dalam darah. Sebagai contoh yang dapat dilihat adalah pada rakyat Amerika, kadar lemar dan kolesterol yang terdapat dalam makanan mereka adalah sangat tinggi sehingga kadar kolesterol dalam darah mereka cenderung tinggi. Manakala kadar kolesterol rakyat Jepang lebih rendah karena asupan makanan mereka sehari-hari berupa nasi, sayur-sayuran, dan ikan. Resiko rakyat Jepang untuk menderita PJK adalah rendah dibandingkan dengan Amerika.
4. Obesitas
Obesitas sering ditemukan bersama-sama dengan hipertensi, Diabetes Mellitus, dan hipertrigliseridemia. Kadar kolesterol dan LDL kolesterol juga dapat meningkat jika seseorang itu obesitas. Resiko seseorang itu menderita PJK adalah sgt tinggi apabila
Obesitas berperan dalam pembentukan aterogenesis dan meningkatkan frekuensi hipertensi, hiperlipidemia, intoleransi glukosa dan PJK. Dampak obesitas terhadap PJK lebih besar pada pria daripada wanita. Telah banyak bukti-bukti yang diperoleh dari penelitian eksperimental, epidemiologis dan klinis tentang peran dislipidemia pada penyakit kardiovaskuler aterosklerosis yang intinya adalah Dislipidermia merupakan faktor resiko yang utama penyebab PJK. Perubahan gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan peningkatan kadar lipid. Penurunan kadar kolestrol sebesar 1 % akan
menurunkan resiko PJK sebesar 2%. Upaya mengubah gaya hidup ( berhenti merokok, memelihara berat badan ideal, membatasi asupan makan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh) akan menurunkan resiko PJK dan dapat menyebabkan perlambatan bahkan
regresi aterosklerosis. Pengendalian kadar lipid sampai batas yang dianjurkan harus merupakan bagian integral dari pencegahan primer dan terapi penderita penyakit kardiovaskuler. Kolestrol merupakan senyawa lemak kompleks yang dihasilkan oleh tubuh dan dapat juga berasal dari makanan yang kita makan. Sejauh masukan seimbang dengan kebutuhan, maka kita akan tetap sehat. Namun seringkali karena kolestrol mempunyai kadar yang tinggi dalam masakan berlemak (dan biasanya enak) maka kadar kolestrol akan meningkat sampai diatas nilai normal tolerir tubuh kita. Kelebihan itu akan mengendap dalam pembuluh darah arteri yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan yaitu aterosklerosis.
5. Diabetes
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, resiko PJK pada lelaki yang menderita Diabetes Mellitus adalah 50% jika dibandingkan dengan orang normal manakala pada wanita resikonya
6. Olahraga
Olahraga dapat mengurangi resiko PJK dengan meningkatkan kadar HDL kolesterol. Olahraga juga sgt bermanfaat karena dapat memperbaiki fungsi paru dan miokard, menurukan berat badan sehingga dapat mengurangkan kadar LDL kolesterol, serta menurunkan tekanan darah. (T. Bahri Anwar, 2004).
2.3.4 Gejala Klinis Penyakit Jantung Koroner
Gejala yang paling umum pada PJK adalah angina atau angina pectoris
dan juga lebih dikenali secara ringkas yaitu nyeri dada. Angina dapat digambarkan dengan ketidaknyamanan, nyeri, rasa seperti ditekan, rasa seperti terbakar serta diremas. Hal ini dapat disalah tafsir gangguan pencernaan atau heartburn. Angina biasanya dirasakan di bagian dada tetapi bisa juga menjalar ke
bahu dan lengan kiri, leher, punggung serta pada rahang. Gejala lain yang dapat terlihat adalah nafas yang pendek, palpitasi, denyut jantung yang pantas, mudah capek, berkeringat, dan terasa mual (Robert Bryg, 2009).
Jika arteri koroner menyempit, suplai darah beroksigen ke jantung tidak mencukupi sesuai kebutuhan terutamanya apabila jantung berdegup kencang semasa seseorang itu melakukan aktivitas fisik atau berolahraga. Pada mulanya, penyempitan aliran pembuluh darah mungkin tidak menyebabkan sebarang gejala pada PJK. Tetapi apabila deposit lemak terus berakumulasi pada arteri koroner, akan menimbulkan gejala-gejala pada PJK seperti nyeri dada atau angina, nafas cepat dan dangkal, dan serangan jantung (Mayoclinic Staff, 2008).
2.3.5 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner
Penatalaksanaan bagi PJK adalah berdasarkan gejala klinis yang terdapat pada pasien dan hasil pemeriksaan diagnostik. Pada sesetengah orang, perubahan gaya hidup secara berhati-hati dan pengambilan ubat sahaja dapat mengontrol penyakit. Tetapi pada kasus yang lebih parah, pembedahan atau terapi invasif
Menurunkan faktor resiko, pengambilan obat yang teratur, terapi invasif atau prosedur bedah, dan berjumpa dengan dokter untuk kunjungan tindak lanjut perawatan kesehatan teratur adalah merupakan penatalaksanaan PJK (Robert Bryg, 2009).
A. Pengobatan
Pengobatan diperlukan untuk mambantu jantung bekerja dengan lebih efisien dan menerima lebih banyak darah kaya dengan oksigen (darah beroksigen). Obat yang digunakan tergantung masalah jantung
yang spesifik dan kebutuhan pasien (Robert Bryg, 2009).
Pengobatan dapat membantu mencegah perkembangan PJK. Jika penyakit tersebut timbul, beberapa obat yang diresepkan dapat meningkatkan aliran darah ke jantung (Mayoclinic Staff, 2008). Beberapa
obat yang umum digunakan adalah:
1. Cholesterol – Lowering Medications
Obat ini mengurangi bahan utama yang menumpuk dalam arteri koroner dengan engurangkan kadar kolesterol dalam darah terutamanya LDL kolesterol. Contoh obat antara lain adalah statin, niacin, fibrates, dan bile acid sequestrants.
2. Aspirin
Obat umum yang dirokemendasikan sebagai anti platelet, mengencerkan darah, dan sebagai anti koagulasi yang mengurangi kecenderungan darah membeku serta memblok arteri koroner. Selain aspirin, obat anti platelet dan anti koagulasi juga boleh diberikan kepada pasien.
3. Beta – Blocker
Obat inin membuatkan membuat pekerjaan jantung untuk
menurunkan permintaan oksigen oleh jantung. Contoh obat antara lain adalah metroprolol, atenolol, dan propanolol.
4. Nitroglyserin
Obat ini bisa didapati dengan pelbagai bentuk seperti tablet, semprot, dan ditempel di kulit. Membantu ringankan gejala nyeri dada (angina) dengan vasodilatasi pembuluh darah yang menyempit serta meningkatkan lairan darah ke otot jantung.
5. Calcium Channel Blocker
Obat ini berkerja dengan vasodilatasi atau membuka arteri koroner meningkatkan aliran darah ke otot jantung. Obat ini juga menurunkan tekanan darah tinggi.
6. ACE Inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor)
Cara kerja obat hampir sama dengan beta – blocker dengan menurunkan tekanan darah dan membuatkan jantung memopa darah dengan lebih mudah. Sebagai tambahan, ACE inhibitors telah menunjukkan manfaat yang penting bagi pasien dalam pemulihan dari serangan jantung. Contoh obat antara lain adalah ramipril, lisinopril, enalapril, dan kaptopril.
7. Vitamin
Asam folat, B-6, dan B-12 adalah vitamin yang membantu untuk mengurangkan homosistein di dalam darah. Homosistein dikaitkan telah dikaitkan dengan mempercepatkan penyumbahan pembuluh darah (aterosklerosis).
B. Terapi Bedah dan Prosedur Invasif
angioplasty atau PTCA), penempatan stent, dan pembedahan bypass arteri
koroner. Semua procedur ini meningkatkan pasokan darah ke jantung. Tetapi mereka tidak menyembuhkan PJK dan pasien masih perlu mengurangi faktor resiko unutk mencegah penyakit di masa depan (Robert Bryg, 2009).
Apabila obat-obatan dan penyesuaian gaya hidup tidak bisa meringankan gejala nyeri dada pada PJK, operasi mungkin diperlukan untuk mengembalikan fungsi jantung yang adekuat (Mayoclinic Staff, 2008). Pasien mungkin memanfaatkan satu atau lebih pilihan terapi bedah:
1. Catheter-Assisted Procedures
Kateter yang nipis dan fleksibel dimasukkan ke arteri pasien yang secara kebiasaannya dimasukkan di kaki dan kemudiannya melalui arteri untuk ke jantung. Lebih di kenali
sebagai kateterisasi jantung.
2. Coronary Angioplasty and Stents
Angioplasty membuka ateri koroner yang diblokir untuk membuatkan darah mengalir bebas ke jantung. Ketika kateter mencapai ujung arteri yang tersumbat, balon kecil akan mengembang untuk membuka pembuluh darah. Unutk mencegah arteri kembali menutup, ahli bedah jantung biasanya akan memasukkan stents (kawat tabung kecil) dalam arteri koroner unutk membantu arteri supaya tetap terbuka.
3. Radiation Brachytherapy
Dalam kasus di mana penyumbatan arteri koroner kembali terjadi, pasien dapat melakukan brachitherapy. Dengan prosedur ini, segmen arteri koroner kembali terbuka semasa angioplasti dan terdedah kepada radiasi. Prosedur ini dilakukan di laboratorium
4. Atherectomy
Sebuah kateter dimasukkan ke dalam arteri yang tersumbat dan salah satu dari beberapa tipe alat kecil untuk memhilangkan plak yang sedang membesar.
5. Coronary Artery Bypass Surgery
Operasi bypass yang juga disebut sebagai coronary artery bypass grafting (CABG) membuat pembuluh darah baru atau graft
yang memutar di sekitar arteri koroner yang tersumbat. Sebuah
bagian singkat dari pembuluh darah (graft) diambil dari lokasi lain dalam tubuh dan ditempatkan ke otot jantung membuatkan darah akan mengalir melalui graft baru ke jantung. Jika lebih dari satu arteri yang tersumbat, masing-masing dapat dilakukan bypass.
C. Program Gaya Hidup Sehat
Hal ini melibatkan membuat perubahan gaya hidup. Jika seseorang itu merokok, mereka harus berhenti merokok. Diet atau asupan makanan sehari-hari juga mungkin akan perlu dimodifikasi unutk mengurangi kadar kolesterol, sentiasa memeriksa dan menjaga tekanan darah, serta menjaga gula darah supaya terkawal jika seseorang itu menghidap diabetes. Makanan yang rendah lemak, rendah garam, dan rendah kolesterol juga dianjurkan. Seseorang itu juga perlu melakukan olahraga yang lebih untuk menjaga berat badan agar sentiasa ideal tetapi periksa terlebih dahulu dengan dokter sebelum memulai program olahraga (Robert Bryg, 2009).
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Indeks Massa Tubuh (IMT) i. Normal (18,5 – 22,9)
ii. Berat badan lebih (≥ 23,0)
iii. Beresiko menjadi obesitas (23,0 – 24,9) iv. Obesitas I (25,0 – 29.9)
v. Obesitas II (≥ 30,0)
Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di RSUP H. Adam Malik
i. Anamnesa
ii. EKG (Elektrokardiografi) iii. Enzim jantung
3.2 Definisi Operasional
Variebel-variebel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup variabel dependen dan variebel independen. Penderita penyakit jantung koroner sebagai variebel dependennya sedangkan indeks massa tubuh (IMT) merupakan variabel independennya.
Indeks massa tubuh (IMT) dalam penelitian ini adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. Terdiri dari beberapa kategori yaitu berat badan kurang, normal (ideal),
berat badan lebih, obesitas tipe I, dan obesitas tipe II.
Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebihan dalam badan dan juga peningkatan yang sangat berlebihan pada lapisan adiposa (lemak). Obesitas pada penelitian ialah penderita yang IMT melebihi 25 berdasarkan tabel yang
dilampirkan. Obesitas meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner karena kadar kolesterol dan LDL kolesterol dapat meningkat menyebabkan cenderung terjadinya arterosklerosis serta menyempitkan pembuluh darah.
Penderita penyakit jantung koroner dalam penelitain ini adalah adalah penyakit yang terjadi sebagai manifestasi dari penurunan suplai oksigen ke otot jantung akibat dari penyempitan atau penyumbatan aliran darah arteri koronoria yang manifestasi kliniknya tergantung berat ringannya penyumbatan arteri koronaria. Penyakit jantung koroner pada penelitian ditegakkan oleh beberapa prosedur diagnosis yaitu pengumpulan keterangan dilakukan melalui anamnesa, kelainan pada elektrokardiogram (EKG), foto rontgen, dan kadar enzim jantung. Semua data tersebut diperoleh didalam rekam medis penderita.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil rekam medis penderita penyakit jantung koroner dari RSUP Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2010. Data akan diambil berdasarkan tinggi badan dan berat badan penderita penyakit jantung koroner.
3.4 Alat Ukur Rekam medis
3.5 Kategori
Indeks massa tubuh kategori obesitas II (≥ 30,0) Indeks massa tubuh kategori obesitas I (25.0 – 29.9) Kelebihan berat badan (≥ 23,0)
Berat badan normal (18.5 – 22.9)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dimana data diambil dari rekam medis penderita PJK berdasarkan nilai indeks massa tubuh yaitu berat badan dan tinggi badannya dari tahun 2008 sehingga 2010.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medis di RSUP Haji Adam Malik, Medan. RSUP Haji Adam Malik dipilih karena merupakan rumah sakit rujukan untuk kasus penyakit jantung koroner yang terjadi di Medan. Rekam
medis pasien yang diambil dan dikumpulkan dari Juni 2008 hingga Maret 2010.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh penderita penyakit jantung koroner yang datang berobat di RSUP Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 sampai dengan 2010.
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik systematic random sampling. Pada teknik ini ditentukan bahwa dari seluruh
subjek yang dapat dipilih, setiap subyek nomor ke sekian dipilih sebagai sampel. Yang dipilih secara acak adalah unsur pertama, selanjutnya secara sistematis sesuai dengan langkah yang telah ditetapkan. Sampel dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti hingga memenuhi jumlah sampel yang ingin diambil.
Kriteria yang memenuhi syarat (kriteria inklusi) untuk menjadi sampel adalah:
1. Penderita penyakit jantung koroner yang dirawat inap di RSUP H. Adam
Kriteria eksklusi adalah:
1. Penderita penyakit jantung koroner yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik.
Jumlah sampel yang digunakan sebagai subjek penelitian dihitung dengan rumus (Notoatmodjo, 2005):
n
=n = jumlah sampel yang digunakan sebagai subjek penelitian.
N = jumlah penderita PJK di RSUP H. Adam Malik (678 orang)
d = ketepatan relatif.
Pada penelitian ini, ketepatan relatif yang digunakan adalah 0,1. Maka, jumlah sampel penelitian ini:
n
= 6781 + 678 (0.1)
n = 82.1
2
82 orang
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk penelitian ini, data seorang penderita penyakit jantung koroner diperoleh dari rekam medis dari tahun 2008 sehingga tahun 2010 dan dikumpul mengikut berat badan dan tinggi badan atau indeks massa tubuh.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga lau Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no. 547/Menkes/SK/VII/998 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.
502/Menkes/SK/IX/1991. Pada tahun 1991, RSUP Haji Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan Wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel yang didapatkan adalah sebanyak 82 orang yang didiagnosa menderita Penyakit Jantung Koroner serta dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik dari Juni 2008 hingga Maret 2010. Data diambil sesuai yang tercatat dalam rekam medis di Bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik.
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik systematic random sampling. Pada teknik ini ditentukan bahwa dari seluruh
subjek yang dapat dipilih, setiap subyek nomor ke sekian dipilih sebagai sampel. Yang dipilih secara acak adalah unsur pertama, dan telah didapat unsur pertama tersebut ialah nomor tujuh. Selanjutnya secara sistematis, sampel diambil dengan nomor bilangan hasil gandaan tujuh. Sampel dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan hingga memenuhi jumlah sampel yang ingin diambil yaitu
5.1.2.1 Jenis Kelamin
Tabel 5.1: Jenis Kelamin Sampel
No. Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Laki-Laki 63 76.8
2 Perempuan 19 23.2
Total 82 100
Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin sampel yang terlihat pada Table 5.1 menunjukkan bahwa laki-laki sebanyak 63 orang yaitu 76.8% daripada keseluruhan sampel. Sementara perempuan sebanyak 19 orang yaitu 23.2% daripada keseluruhan sampel.
5.1.2.2 Umur
Tabel 5.2: Kelompok Umur Sampel
No. Kelompok Umur (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
1 < 30 3 3.7
2 30 – 39 3 3.7
3 40 – 49 17 20.7
4 50 – 59 36 43.9
5 60 – 69 20 24.4
6 70 – 79 3 3.7
Total 82 100
Berdasarkan hasil penelitian, kelompok umur sampel yang terlihat pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kelompok umur yang tertinggi adalah kelompok 50 – 59 tahun sebanyak 36 orang yaitu 20.7%. Sementara kelompok umur yang terendah adalah kelompok umur < 30 tahun, 30 – 39 tahun dan 70 – 79 tahun
sebanyak 17 orang yaitu 20.7% dan kelompok umur 60 – 69 tahun sebanyak 20 orang yaitu 24.4%
5.1.2.3 Tinggi Badan
Tabel 5.3: Kelompok Tinggi Badan Sampel
No. Tinggi Badan (cm) Frekuensi (n) Persentase (%)
Berdasarkan hasi penelitian, kelompok tinggi badan sampel yang terlihat pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa kelompok tinggi badan yang tertinggi adalah 160 – 169 cm sebanyak 43 orang yaitu 52.4%. Sementara kelompok tinggi badan yang terendah adalah < 139 cm sebanyak seorang yaitu 1.2%. Bagi kelompok tinggi badan 140 – 149 cm sebanyak 2 orang (2.4%), 150 – 159 cm sebanyak 17
orang (20.7%), dan 170 – 179 cm sebanyak 19 orang (23.2%).
5.1.2.4 Obesitas dan Non Obesitas
Tabel 5.4: Interpretasi Obesitas dan Non Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.4 diperoleh bahwa ada sebanyak 45 orang penderita (54.9%) Penyakit Jantung Koroner mengalami obesitas dari keseluruhan sampel. Sementara selebihnya sebanyak 37 orang (45.1%) adalah penderita Penyakit Jantung Koroner yang non obesitas. Penderita penyakit jantung koroner yang mengalami obesitas terdiri daripada laki-laki sebanyak 33 orang (76.7%) dan perempuan sebanyak 12 orang (26.7%). Sementara penderita penyakit jantung koroner yang non-obesitas terdiri daripada laki-laki sebanyak 30 orang (81.1%) dan perempuan sebanyak 7 orang (18.9%)
5.1.2.5 Indeks Massa Tubuh
Tabel 5.5: Interpretasi Indeks Massa Tubuh Sampel
Berdasarkan hasil penelitian, interpretasi Indeks Massa Tubuh sampel yang terlihat pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa interpretasi IMT tertinggi adalah Obesitas I sebanyak 34 orang (41.5%) terdiri daripada 25 orang penderita laki-laki dan 9 orang penderita perempuan. Sementara interpretasi IMT yang terendah adalah Berat Badan Kurang sebanyak 3 orang (3.7%) terdiri daripada seorang penderita laki-laki dan 2 orang penderita perempuan. Bagi interpretasi IMT Berat Badan Normal sebanyak 19 orang (23.2%), interpretasi IMT Berat Badan Lebih sebanyak 15 orang (18.3%), dan interpretasi IMT Obesitas II sebanyak 11 orang (13.4%). Pada laki-laki interpretasi IMT tertinggi adalah
5.2 Pembahasan
Di dalam pembahasan ini akan difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian dilakukan yaitu unutk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik systematic random sampling.
Hasil penelitian yang didapat dari Tabel 5.1 menunjukkan bahwa laki-laki yang menderita penyakit jantung koroner adalah sebanyak 63 orang (76.8%) sementara perempuan yang menderita penyakit jantung koroner adalah seramai 19
orang (23.2%). Penderita laki-laki yang menderita penyakit jantung koroner dalam penelitian ini adalah 3 kali lebih tinggi daripada penderita perempuan. Anwar TB (2004) dalam penelitiannya mendapatkan lelaki mempunyai resiko menghidap penyakit jantung korener 2 hingga 3 kali lebih tinggi dari perempuan.
Dengan mendapatkan hasil 69.8% pada laki-laki dan 30.2% pada perempuan. Hasil yang didapatkan melalui penelitian berdasarkan kelompok umur penderita ditunjukkan dalam Tabel 5.2. Kelompok umur penderita penyakit jantung koroner yang tertinggi adalah pada kelompok umur 50 – 59 tahun yaitu sebanyak 36 orang (43.9%). Ini bersamaan dengan hasil penelitian oleh Pierce (2007) yang menyatakan rata-rata prevalensi penderita penyakit jantung koroner bertambah seiring bertambahnya usia, khususnya setelah usia 50 tahun karena semakin tua usia seseorang maka kemungkinan terjadi perubahan-perubahan didalam pembuluh darah. Hasil penelitian ini berlainan dengan hasil yang didapatkan oleh Ramdhoni Anwar (2007) yang mendapatkan insidensi penyakit jantung koroner sebagian besar terjadi pada umur 40 – 49 tahun (38.9%) dan meningkat dengan bertambahnya usia. Ini kemungkinan mungkin pada usia tersebut, penderita masih tidak mendapat kesadaran untuk mendapatkan perawatan karena berada dalam usia produktif.
Hasil yang didapatkan melalui penelitian berdasarkan kelompok tinggi badan penderita ditunjukkan dalam Tabel 5.3. Kelompok tinggi badan penderita
Indonesiana (2003) yang menyatakan tinggi rata-rata warga Indonesia yaitu 162.4 cm.
Pada Tabel 5.4 diperlihatkan bahwa penderita penyakit jantung korener yang mengalami obesitas adalah sebanyak 45 orang (54.9%) manakala non obesitas sebanyak 37 orang (45.1%). Ini berarti bahwa orang yang mengalami obesitas mempunyai resiko terkena PJK lebih tinggi berbanding non obesitas. Pada penelitian yang turut dilakukan oleh Nanda Aulya mengenai hubungan obesitas dengan kejadian penyakit jantung koroner mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna dengan penderita penyakit jantung
koroner yang mengalami obesitas lebih tinggi yaitu sebanyak 61.11% sementara penderita penyakit jantung koroner yang non obesitas adalah sebanyak 38.89%. seterusnya odd ratio daripada penelitiannya adalah 3.841. Berarti penderita obesitas mempunyai resiko 4 kali menderita penyakit jantung koroner berbanding
yang non-obesitas.
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang didapatkan oleh Fahim Abbasi dan kawan-kawan pada tahun 2002 di Stanford University School of Medicine. Penelitaan tersebut menyatakan terdapat
hubungan yang sangat bermakna antara obesitas dengan penyakit jantung koroner serta menyimpulkan bahwa obesitas merupakan fakor resiko yang penting terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Ini adalah karena obesitas sering ditemukan bersama-sama dengan hipertensi, Diabetes Mellitus, dan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol dan LDL kolesterol juga dapat meningkat jika seseorang itu obesitas ini adalah karena LDL kolesterol merupakan unsure penting dalam pembentukkan atherosklerosis.
Hasil penelitian yang didapat dari Tabel 5.4 juga menunjukkan bahwa penderita penyakit jantung koroner yang mengalami obesitas terdiri daripada laki-laki sebanyak 33 orang (76.7%) dan perempuan sebanyak 12 orang (26.7%). Hasil penelitian ini berlainan dari hasil penelitian yang didapatkan Galletta G. (2005) yang mendapatkan prevalensi perempuan yang obesitas adalah lebih tinggi 62.5%
dari wanita karena otot membakar kalori lebih banyak. Penelitian ini mendapatkan hasil yang berlainan mungkin karena penderita penyakit jantung koroner perempuan lebih sedikit daripada laki-laki.
Hasil penelitian yang didapat pada Tabel 5.4 mendapatkan bahwa interpretasi IMT tertinggi adalah Obesitas I sebanyak 34 orang (41.5%). Pada laki-laki interpretasi IMT tertinggi adalah Obesitas I sebanyak 25 orang (39.7%). Sementara interpretasi IMT tertinggi pada perempuan juga Obesitas I sebanyak 9 orang (47.4%). Hasil yang didapatkan pada penderita laki-laki adalah bersamaan dengan penelitian yang dijalankan oleh Eric BR dan kawan-kawan (1995) yang
mendapati resiko menderita penyakit jantung koroner meningkat 72% pada laki-laki berumur 45 – 65 tahun dengan indeks massa tubuh > 25 kg/m2 tetapi < 29 kg/m2. Sementera hasil yang didapatkan pada penderita perempuan berbeda dengan penelitian yang juga dijalankan oleh mereka yang mendapati resiko
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Penderita penyakit jantung koroner di RSUP Haji Adam Malik pada tahun
2008 hingga 2010 yang mengalami obesitas sebanyak 45 orang (54.9%) dengan interpretasi indeks massa tubuh tertinggi adalah Obesitas I yaitu sebanyak 31 orang (41.5%).
2. Karakteristik sampel terbanyak pada penderita perita penyakit jantung
koroner adalah seperti berikut: jumlah penderita yang paling banyak berada pada kelompok umur 50 – 59 tahun, jenis kelamin laki-laki, tinggi badan 160 – 169 cm.
6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalankan oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
1. Diharapkan kepada RSUP Haji Adam Malik Medan, khususnya Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular dapat merumuskan strategi yang efisien, efektif dan komprehensif dalam melakukan penyuluhan tentang resiko obesitas terhadap penyakit jantung koroner. 2. Para pemberi layanan kesehatan haruslah dapat memberikan penyuluhan
orang yang tidak menderita Penyakit Jantung koroner agar dapat menurunkan angka kesakitan.
3. Pada golongan yang resiko tinggi harus melakukan pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan panel lipid ( kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL), dan kadar glukosa darah secara rutin agar dapat mengetahui faktor yang mana yang berada di luar kontrol, dan upaya pengkontrolan dapat dilakukan segera.
4. Masyarakat harus sadar mengenai bahayanya Penyakit Jantung Koroner dan mengenal faktor resikonya supaya upaya pencegahan dapat dilakukan
di tahap awal.
5. Dalam penelitian selanjutnya dengan masalah yang sama, diharapkan agar lebih memperdalam cakupan penelitiannya sehingga dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
DAFTAR PUSTAKA
Budiono dan Bambang, 2006. Sindroma Metabolik dan Penyakit Kardiovaskuler. Fakultas Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalam: Ardiadi dan Arsad Rahim Ali, 2005. Hubungan Obesitas Dengan Beberapa Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner Di Laboratorium Prodia Makassar Tahun 2005.
Centre for Obesity Research and Education, 2007. Body Mass Index: BMI Calculator. Didapat dari:
pada 7 April 2010].
Janjic D, 1997. Android-Type Obesity and Gynecoid-Type Obesity. Didapat dari:
2010].
Despres JP, Lemieux I, and Prudhomme D, 2001. Treatment of Obesity: Need To Focus on High Risk Abdominally Obese Patients. BMJ. In: Wira Gotera et
al., 2006. Hubungan Antara Obesitas Sentral Dengan Adiponektin Pada Pasien Geritari Dengan PJK.
Uwaifo GI, 2010. Obesity (Endocrinology). Didapat dari: April 2010].
Galletta GM, 2005. Obesity: Obesity Causes. Didapat dari:
Grummer-Strawn LM et al., 2002. American Journal of Clinical Nutrition.
Dalam: Centers of Disease Control and Prevention, 2009. Assessing Your
pada 7 April 2010].
Pearlman J, 2009. Coronary Artery Disease (Cardiac). Didapat dari: April 2010].
Mayo Clinic Staff, 2008. Coronary Artery Disease. Didapat dari:
[Diakses pada 11 April 2010].
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2004. Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia. Dalam: Rustika dkk.,
2004. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi: 3-4.
Harvey RA and Champe PC, 2005. Chapter 26: Obesity. Dalam: Lippincott’s Illustrated Reviews: Biochemistry. 3rd ed. USA: Williams & Wilkins, 327.
Bryg RJ, 2009. Coronary Artery Disease: How Does Coronanry Artery Disease Develop? Didapat dari:
Romdhoni R, 2007. Penderita Penyakit Jantung Koroner Bergeser ke Usia 30-an
Tahun. Didapat dari:
Rossner S. Obesity, 2002. The Disease of The Twenty Century. International
Journal of Obesity. Dalam: Wira Gotera et al., 2006. Hubungan Antara
T. Bahri Anwar Djohan, 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan.
T. Bahri Anwar Djohan, 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
World Health Organization, 2004. Obesity and Overweight. Dalam: Ardiadi dan
Arsad Rahim Ali, 2005. Hubungan Obesitas Dengan Beberapa Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner Di Laboratorium Prodia Makassar Tahun
2005.
World Health Organization, 2010. Obesity and Overweight. Didapat dari:
[Diakses
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA : Muhammad Danial Bin Mohd Nor TEMPAT / TANGGAL LAHIR : Kelantan, Malaysia / 23 September 1988
AGAMA : Islam
ALAMAT : Jalan Sei Padang No. 78, Medan 20155,
Indonesia.
RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. SRK Abu Bakar, Mentakab (1995-2000) 2. SMK Hwa Lian, Mentakab (2001) 3. SMK Abu Bakar, Temerloh (2001-2003) 4. SMS Alam Shah, K. Lumpur (2004-2005) 5. Kolej Matrikulasi Melaka (2006-2007) 6. Universitas Sumatera Utara (2007-sekarang)
RIWAYAT PERLATIHAN :
RIWAYAT ORGANISASI :
Bendahari Pewakilan Mahsiswa Universitas Sumatera Utara (PMUSU) Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru Tahun 2010 FK USU
Kelompok Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid L 63 76.8 76.8 76.8
P 19 23.2 23.2 100.0
Obesitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid non obese 37 45.1 45.1 45.1
obese 45 54.9 54.9 100.0
Total 82 100.0 100.0
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang 3 3.7 3.7 3.7
normal 19 23.2 23.2 26.8
lebih 15 18.3 18.3 45.1
obese 1 34 41.5 41.5 86.6
obese 2 11 13.4 13.4 100.0
Jenis Kelamin * Obesitas Crosstabulation
Indeks Massa Tubuh (IMT) * Jenis Kelamin Crosstabulation
38.39.98 labuhan batu 56 L 86 1.65 31.59 obese 2 obese
38.02.81 kota binjai 31 L 76 1.65 27.92 obese 1 obese
39.22.10 deli serdang 61 L 70 1.70 24.22 lebih non obese
37.29.02 kota medan 66 L 65 1.63 24.46 lebih non obese
37.87.83 deli serdang 46 L 65 1.70 22.49 normal non obese
37.69.26 deli serdang 65 L 65 1.65 23.88 lebih non obese
37.97.37 labuhan batu 7 P 16 1.05 14.51 kurang non obese
37.77.48 k. pematang siantar 71 L 80 1.70 27.68 obese 1 obese
38.77.68 diari 61 L 72 1.67 25.82 obese 1 obese
37.61.60 aceh utara 59 L 68 1.63 25.59 obese 1 obese
37.73.28 kota medan 61 P 45 1.45 21.40 normal non obese
37.68.39 kota medan 58 L 140 1.75 45.71 obese 2 obese
38.12.86 k. pematang siantar 61 P 63 1.51 27.63 obese 1 obese
36.03.42 kota medan 45 L 74 1.67 26.53 obese 1 obese
36.84.08 kota medan 50 L 56 1.58 22.43 normal non obese
39.84.38 langkat 66 P 43 1.50 19.15 normal non obese
42.04.32 kota medan 65 L 65 1.65 23.88 lebih non obese
42.25.36 aceh tengah 58 L 65 1.60 25.39 obese 1 obese
42.01.99 k. padang sidempuan 53 L 74 1.63 27.85 obese 1 obese
42.42.87 aceh tengara 38 P 73 1.60 28.52 obese 1 obese
42.13.16 kota medan 43 L 60 1.55 24.97 obese 1 obese
42.09.09 aceh timur 58 L 76 1.63 28.60 obese 1 obese
39.76.56 kota langsa 62 L 84 1.75 27.43 obese 1 obese
39.98.80 aceh tamiang 53 P 75 1.57 30.43 obese 2 obese
43.25.65 kota medan 52 L 55 1.65 20.20 normal non obese
43.41.76 aceh timur 49 L 67 1.65 24.61 lebih non obese