• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Daya Predasi Antara Eocanthecona furcellata Wolf Dengan Sycanus croceovittatus Dohrn Terhadap Ulat Api Setothosea asigna Eecke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Daya Predasi Antara Eocanthecona furcellata Wolf Dengan Sycanus croceovittatus Dohrn Terhadap Ulat Api Setothosea asigna Eecke"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN DAYA PREDASI ANTARA

Eocanthecona furcellata Wollf DENGAN Sycanus croceovittatus

Dohrn TERHADAP ULAT API (Setothosea asigna Eecke)

SKRIPSI

OLEH:

SAMUEL R. SINAGA 060302040

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN DAYA PREDASI ANTARA

Eocanthecona furcellata Wollf DENGAN Sycanus croceovittatus

Dohrn TERHADAP ULAT API (Setothosea asigna Eecke)

SKRIPSI

OLEH:

SAMUEL R. SINAGA 060302040

HPT

Skripsi adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana

di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS) (Ir. Syahrial Oemry, MS)

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Samuel Renato Sinaga, ”Comparison of predation Eocanthecona furcellata Wollf with Sycanus croceovittatus Dohrn to reins Setothosea asigna Eecke”, supervised by Yuswani Pangestiningsih and Syahrial Oemry. This research was conducted in Insectarium of Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematangsiantar, approximetely ± 369 m from the sea surface. This research used split plot design method. The parameter were observed is the percentage of mortality

Setothosea asigna. The highest result showed that percentage of mortality larve from

each predator are 26,67%. It showed was fourth day of after aplication. The low result showed that percentage of mortality larve from each predator are 3,33%. It showed was seventh day after application.

(4)

ABSTRAK

Samuel Renato Sinaga ”Perbandingan Daya Predasi Antara Eocanthecona

furcellata Wolf Dengan Sycanus croceovittatus Dohrn Terhadap Ulat Api Setothosea asigna Eecke” dibawah bimbingan Yuswani Pangestiningsih dan Syahrial Oemry.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Samuel Renato Sinaga, dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 24

Agustus 1988, putra dari Ayah St. M. Sinaga dan Ibu S. Siregar. Penulis merupakan

anak ketiga dari tiga bersaudara.

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 2000 lulus dari SD RK BUDI MULIA Pematangsiantar

2. Tahun 2003 lulus dari SLTP RK BUDI MULIA Pematangsiantar

3. Tahun 2006 lulus dari SMA YP. HKBP Pematangsiantar

4. Tahun 2006 penulis lulus di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

Pengalaman Kegiatan Akademis

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN)

2. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Kebun Pamela

Tebing Tinggi Bulan Juni – Juli 2010.

3. Melaksanakan Penelitian di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 1

Hipotesa Penelitian... 2

Perkembangan Predator E. furcellata... 7

Biologi Sycanus sp ... 7

Perkembangan Predator Sycanus sp ... 9

Pelepasan Predator di Lapangan ... 9

Biologi Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) ... 10

Gejala Serangan Setothosea asigna Eecke ... 12

Pengendalian Hayati Ulat Api Setothosea asigna Eecke ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

(7)

ABSTRACT

Samuel Renato Sinaga, ”Comparison of predation Eocanthecona furcellata Wollf with Sycanus croceovittatus Dohrn to reins Setothosea asigna Eecke”, supervised by Yuswani Pangestiningsih and Syahrial Oemry. This research was conducted in Insectarium of Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematangsiantar, approximetely ± 369 m from the sea surface. This research used split plot design method. The parameter were observed is the percentage of mortality

Setothosea asigna. The highest result showed that percentage of mortality larve from

each predator are 26,67%. It showed was fourth day of after aplication. The low result showed that percentage of mortality larve from each predator are 3,33%. It showed was seventh day after application.

(8)

ABSTRAK

Samuel Renato Sinaga ”Perbandingan Daya Predasi Antara Eocanthecona

furcellata Wolf Dengan Sycanus croceovittatus Dohrn Terhadap Ulat Api Setothosea asigna Eecke” dibawah bimbingan Yuswani Pangestiningsih dan Syahrial Oemry.

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) berasal dari Afrika dan masuk

ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan

kelapa sawit pertama dibuka pada tahun 1911 di Tanah Itam Ulu oleh maskapai

Oliepalmen Cultuur dan di Pulu Raja oleh maskapai Huileries de Sumatera-RCMA.

Sampai tahun 1939 telah tercatat 66 perkebunan dengan luas areal ± 100.000 ha

(Pahan, 2006).

Kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi

minyak per ha yang paling tinggi dari penghasil minyak nabati lainnya. Indonesia

merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia.

Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia.

Walaupun produksi kelapa sawit di Indonesia secara umum dan Sumatera

Utara secara khusus mengalami peningkatan, namun peningkatan produksi ini belum

optimal. Ada beberapa faktor yang menyebabkan produksi tidak optimal seperti

masalah kesuburan tanah, bibit unggul dan gangguan hama dan penyakit.

Ada banyak hama yang merusak tanaman kelapa sawit. Salah satunya ulat

api.Ulat api merupakan hama pemakan daun yang terpenting di pertanaman kelapa

sawit, khususnya di Sumatera Utara. Diantara jenis-jenis ulat api, Setothosea asigna

(10)

kerugian di pertanaman kelapa sawit baik pada tanaman muda maupun pada tanaman

tua.

Pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa sawit merupakan suatu faktor

penting dalam manajemen perkebunan kelapa sawit. Sampai kini pengendalian hama

ini masih terus dengan penyemprotan insektisida walaupun banyak menimbulkan

akibat sampingan yang tidak baik. Oleh karena itu konsep pengendalian hama terpadu

masih belum secara konsekuen di laksanakan di perkebunan kelapa sawit.

Pengendalian hama terpadu dengan menggunakan predator – predator dari

hama ulat api ini telah banyak di aplikasikan di berbagai perkebunan kelapa sawit.

Diantaranya adalah Eocanthecona furcellata dan Sycanus, merupakan predator yang

baik untuk dikembangkan menjadi sarana pengendalian hayati ulat perusak daun

kelapa sawit khususnya ulat api. Hal ini mengingat siklus hidupnya yang pendek,

kemampuan berbiaknya tinggi serta kemampuan meletakkan telur pada helaian daun

kelapa sawit, sehingga memungkinkan baik nimfa maupun imagonya hidup pada

tajuk daun kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api.

Kedua predator ini memiliki tingkat predasi yang berbeda. Dengan

penggunaan predator ini, maka secara tidak langsung penggunaan dari bahan kimia

dapat berkurang, sehingga konsep PHT yang bertumpu pada keseimbangan ekosistem

dapat terwujud.

Berdasarkan informasi di atas dengan pertimbangan bahwa predator ini

sangat potensial diaplikasikan dalam pengendalian hama ulat api. Selain itu,

pengendalian dengan menggunakan predator ini dapat berlangsung secara

(11)

predasi dari masing – masing predatornya, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian ini untuk mengetahui perbandingan daya predasi antara Eocanthecona

furcellata dengan Sycanus croceovittatus.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektifitas daya predasi dan jumlah

pasang Eocanthecona furcellata dengan Sycanus croceovittatus terhadap mortalitas

ulat api (Setothosea asigna Eecke) pada pertanaman kelapa sawit.

Hipotesa Penelitian

1. Eocanthecona furcellata dan Sycanus croceovittatus mempunyai daya predasi

yang berbeda.

2. Jumlah predator yang 3 pasang lebih efektif daripada yang 2 pasang dan 1

pasang dalam mengendalikan ulat api (Setothosea asigna Eecke) pada

pertanaman kelapa sawit.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat unuk dapat melakukan penelitian di Departemen

Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Anonimus (2010), kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheopita

SubDivisi : Pteropsida

Kelas : Angiospermae

Subkelas : Monocotyledonae

Ordo : Cocoideae

Famili : Palmae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guinensis Jacq.

Akar yang pertama muncul dari biji yang telah berkecambah adalah radikula

yang panjangnya 15 cm. Selanjutnya akan tumbuh akar primer yang keluar dari

bagian bawah batangdengan arah 45º dari permukaan tanah. Dari akar primer ini akan

tumbuh akar sekunder, tertier dan kwarter. Penyebaran akar sangat dipengaruhi oleh

kondisi tanah (Pahan, 2006).

Batang berbentuk silindris dan mempunyai diameter 45 cm – 60 cm pada

tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang. Tinggi

(13)

Daun terdiri dari pelepah daun, anak daun dan lidi. Setiap anak daun terdiri

(14)

spiral, ada yang kearah kiri dan umumnya kearah kanan. Dalam satu tandan di jumpai

bunga jantan dan bunga betina (Pahan, 2006).

Syarat Tumbuh

Tanah

Tanaman kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti podsolik,

latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol dan alluvial. Tekstur

lempung atau lempung berpasir, pH tanah 4,0 – 6,0 (Anonimus, 2010).

Iklim

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah disekitar

lintang utara – selatan 12º. Jumlah curah hujan yang baik adalah 200 – 2500

mm/tahun. Temperatur yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah

24-28 ºC (Anonimus, 2010).

Biologi E. furcellata

Menurut Kalshoven (1981) E. Furcellata diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Pilum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

(15)

Genus : Eocanthecona

Spesies : Eocanthecona furcellata Wolff.

Telur

Telur diletakkan berkelompok sebanyak 9 – 74 butir telur. Betina bertelur rata

– rata 2 sampai 4 kali dalam waktu 23 hari. Bagian samping telur berwarna hitam,

dengan bagian atasnya lebih bersih dan bercahaya kecuali pada bagian tengahnya

(Sipayung dkk., 1991).

Gambar 1. Telur E. Furcellata

Sumber.

Nimfa

Dari stadia nimfa hingga dewasa mengalami 5 kali pergantian kulit. Nimfa

berwarna hitam pada bagian kepala dan kaki, abdomen jingga sampai kemerahan

dengan garis putus – putus pada tepi dan tengah dari abdomen (Miller, 1956).

(16)

Imago pada umumnya tampak berwarna hitam, mempunyai perbesaran pada

tibia. Jantan berukuran 11,30 mm, lebar 5,36; betina sedikit lebih besar dengan

panjang 14,65 mm dan lebar 6,86 mm (Sipayung dkk., 1991).

Gambar 2. Siklus hidup E. Furcellata Sumber

Perkembangan Predator E. furcellata

E. furcellata merupakan predator yang baik untuk agen pengendali hayati ulat

api S. asigna. Hal ini mengingat siklus hidupnya yang singkat, kemampuan

berbiaknya yang tinggi serta kemampuannya meletakkan telur pada helaian daun

kelapa sawit, sehingga memungkinkan nimfa dan imago hidup pada tajuk kelapa

(17)

Biologi Sycanus croceovittatus

Menurut Kalshoven (1981) Sycanus croceovittatus diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Pilum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Reduviidae

Genus : Sycanus

Spesies : Sycanus croceovittatus Dohrn.

Telur

Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris

miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur semasa hidupnya pada

permukaan daun sebelah bawah. Semua telur menetas dalam hari yang sama. Masa

inkubasi telur adalah 11 – 39 hari (Zulkefli dkk, 2004).

Nimfa

Nimfa yang baru muncul berwarna kekuningan pada kepala, toraks dan

abdomennya. Tungkai coklat dengan bagian femur dan tibia lebih gelap. Nimfa instar

pertama hidup berkelompok dan mengubah posisi dalam jangka waktu pendek

(18)

pendek sebelum berganti kulit menjadi instar berikutnya. Warnanya sama dengan

instar pertama kecuali pada bagian tubuhnya (Zulkefli dkk, 2004).

Imago

Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bagian

abdomennya. Imago jantan lebih kecil dengan imago betina (Zulkefli dkk, 2004).

Sycanus relatif mudah dikenali karena bentuknya yang khas. Kepik ini

memiliki ciri kepala memanjang, bagian belakang kepala menggenting mirip leher,

rostrum pendek dan kokoh. Tubuhnya berwarna hitam dengan tanda segitiga kuning

di bagian tengah sayap depan. Panjang tubuh 2,25 cm dan lebar bagian abdomennya

0,5 cm (Mukhopadhyay dan Sarker, 2009).

Kepik ini adalah pemburu yang ganas. Sewaktu mencari mangsa geraknya

lamban, tetapi jika mangsa telah ditemukan pada jarak tertentu akan menyergap

dengan tiba – tiba dan mengisap habis cairan tubuh mangsa tersebut

(19)

Gambar 3. Sycanus croceovittatus Dohrn. Sumber. http://sycanus_croceovittatus.pict.html

Pelepasan Predator E. Furcellata dan Sycanus croceovittatus

E. furcellata diketahui memangsa hampir semua larva lepidoptera yang ada

pada perkebunan kelapa sawit. Predator ini dapat dijumpai di perkebunan kelapa

sawit mulai dari Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan

Timur. Kepik ini juga merupakan predator penting bagi larva Limacodidae di Asia

Tenggara seperti Malaysia, Thailand dan India (Kalshoven, 1981).

Nimfa Sycanus mempunyai siklus hidup yang lama, aktivitas makan lambat

dan berlangsung pada siang hari. Ketika ulat api tersedia, kepik ini akan menusuk

dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4 sampai 5 jam

(Sipayung dkk, 1988).

Pelepasan sejumlah besar predator secara periodik merupakan salah satu

(20)

Dalam jangka pendek tindakan ini diharapkan akan dapat menekan populasi hama

sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat

menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan sehingga ledakan

populasi hama berikutnya dapat dicegah (Prawirosukarto dkk., 1991).

Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera : Limacodidae)

Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Pilum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Limacodidae

Genus : Setothosea

Spesies : Setothosea asigna Eeck

Telur

Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah

bawah, biasanya pada bawah pelepah daun ke 6 – 17. Satu tumpukan telur berisi

sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300 – 400 butir

telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan. Ulat yang baru menetas hidup

berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah (Prawirosukarto dkk.,

(21)

Larva

Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak – bercak yang khas di bagian

punggungnya. Selain itu, di bagian punggungnya juga dijumpai duri – duri yang

kokoh (Prawirosukarto dkk, 2003).

Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari

permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada

instar 2 – 3 larva memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun

(Purba dkk, 2005).

Gambar 4. Larva S. asigna

Sumber. http://staff.unud.content_upload_pict

Pupa

Larva sebelum menjatuhkan diri menjadi pupa menjatuhkan diri pada

permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa

sawit. Pupa diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat

telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing – masing

berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia pupa berlangsung selama ± 39,7

(22)

Imago

Imago jantan dan betina masing – masing lebar rentangan sayapnya 41 mm

dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik –

bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Prawirosukarto dkk,

2003).

Gambar 5. Imago S. asigna

Sumber. http:// staff.unud.content_upload_pict

Gejala Serangan

Gejala serangan yang disebabkan ulat api yakni helaian daun berlubang atau

habis sama sekali sehingga hanya tinggal tulang daun saja. Gejala ini dimulai dari

daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan daun sekitar

90%. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan produksi sekitar 69%

dan sekitar 27% pada tahun kedua (Fauzi dkk, 2002).

Kerusakan daun tanaman yang demikian menyebabkan tanaman tidak

(23)

terjadi aborsi atau berbentuk tandan buah abnormal, tidak proporsional, dan buah

busuk sebelum matang (Prawirosukarto dkk, 2003).

Gambar 6. Gejala Serangan Ulat Api Sumber. http:// staff.unud.content_upload_pict

Pengendalian Hayati Ulat Api S. Asigna

Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan

mikroorganisme entomopatogenik, yaitu jamur Cordyceps militaris, bakteri Bacillus

thuringensis, virus Nudaurelia dan Multiple nucleopolyhedrovirus (MNPV)

(Prawirosukarto dkk, 1997).

Pelepasan sejumlah besar predator secara periodik juga dapat mengendalikan

ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek tindaan ini diharapkan akan

dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka

(24)

menguntungkan sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah

(25)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat,

Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m

diatas permukaan laut. Penelitian berlangsung dari bulan Januari sampai dengan

selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman kelapa sawit berumur 6 bulan, imago

S. croceovittatus dan imago E. furcellata, ulat api S. asigna instar 3-5.

Alat yang digunakan adalah sungkup yang terbuat dari kawat kasa dengan

ukuran 60 x 100 cm, buku data serta alat lainnya yang mendukung.

Metodologi Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan 4

perlakuan untuk masing - masing predator.

1. E. furcellata

E0 = Kontrol (10 ekor S.asigna)

E1 = 1 pasang imago E. furcellata dan 10 ekor ulat api

E2 = 2 pasang imago E. furcellata dan 10 ekor ulat api

E3 = 3 pasang imago E. furcellata dan 10 ekor ulat api

(26)

S0 = Kontrol (10 ekor S.asigna)

S1 = 1 pasang imago S. croceovittatus dan 10 ekor ulat api.

S2 = 2 pasang imago S. croceovittatus dan 10 ekor ulat api

S3 = 3 pasang imago S. croceovittatus dan 10 ekor ulat api

Jumlah perlakuan (t) = 8

Metode linier yang digunakan adalah:

Yijk = µ + Bk + T i + €ik + Vj + (TV)ij+ σ

Keterangan:

ijk

Yijk = Nilai pengamatan karena pengaruh faktor T taraf ke- i dan faktor V

taraf ke- j pada ulangan ke- k

= Pengaruh sisa untuk petak utama atau pengaruh sisa karena pengaruh

faktor T taraf ke- i pada kelompok ke- k

j

(TV)

= Pengaruh f aktor V yang ke- j

ij =

σ

Pengaruh interaksi faktor I yang ke- i dan faktor II yang ke- j

(27)

kelompok ke- k

Kemudian data diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji

perbandingan nilai tengah Duncan pada taraf nyata 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan Sungkup dan Tanaman kelapa sawit

Sungkup yang digunakan berukuran 60 x 100 cm dengan dinding dan alas

serta atap ditutupi kawat kasa, sebanyak 32 sungkup. Dimasukkan tanaman

kelapa sawit berumur 6 bulan pada masing-masing sungkup tersebut.

b. Persiapan Ulat Api S. asigna

Ulat api S. asigna yang digunakan dalam keadaan sehat. Jumlah ulat api yang

digunakan sama untuk tiap sungkup pada masing – masing perlakuan yaitu 10

ekor ulat.

c. Persiapan E. furcellata dan S. croceovittatus

Dimasukkan E. furcellata dan S. croceovittatus kedalam masing-masing

sungkup yang telah dimasukkan tanaman kelapa sawit dan ulat api sesuai

dengan perlakuan masing – masing.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap hari, dengan menghitung jumlah ulat api yang

mati dalam setiap sungkup selama percobaan.

Peubah Amatan

(28)

Persentase mortalitas ulat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

P=

P = Persentase Mortalitas larva

a = Jumlah ulat yang mati

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini

(30)

Sa 0,71tn 3,67tn 3,24tn 2,40tn 2,50tn

Hasil penelitian menunjukkan bahwa S. croceovittatus dibandingkan dengan

E. furcellata hasilnya adalah tidak berbeda nyata seperti yang terlihat pada kolom

faktor predator (Tabel 1). Hal ini dikarenakan cara memangsa dan daya predasi dari

kedua predator ini sama. Memangsa ulat api dengan menusuk dan mengisap cairan

tubuhnya. Kedua predator ini juga dapat memangsa ulat api 2-3 larva dalam 1 hari

tergantung dari jumlah predatornya. Semakin banyak predator yang dimasukkan

dalam sungkup, maka semakin cepat pula predator ini memangsa larva dan semakin

(31)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa persentase mortalitas

ulat api dari kedua predator yang paling efektif adalah yang berjumlah 3 pasang yaitu

sebesar 3,67% yang sudah terlihat berbeda nyata dengan predator yang berjumlah 2

pasang pada hari pertama setelah aplikasi. Hal ini sesuai dengan Sipayung dkk (1988)

yang menyatakan bahwa ketika ulat api tersedia, kepik Sycanus croceovittatus akan

menusuk dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4 sampai 5 jam

dan Sudartho dkk (1990) yang menyatakan bahwa kemampuan berbiak dari

Eocanthecona furcellata yang tinggi serta kemampuannya meletakkan telur pada

helaian daun kelapa sawit, sehingga memungkinkan nimfa dan imago hidup pada

tajuk kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa persentase mortalitas

larva ulat api terbesar pada kedua predator terlihat pada hari keempat setelah aplikasi.

Dimana persentase mortalitas untuk kedua predator yang memiliki 2 pasang yaitu

sebesar 4,53% dan 3 pasang sebesar 5,19%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

larva ulat api Setothosea asigna mati secara keseluruhan memerlukan waktu sampai

(32)

Gambar 7. Cara memangsa E. furcellata Sumber. Foto Langsung

Gambar 8. Cara memangsa S. croceovittatus

Sumber. Foto Langsung

Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kedua predator ini aktif

memangsa larva yaitu pada pagi hari – siang hari. Dalam memangsa larva, kedua

predator sangatlah berbeda. E. furcellata memangsa larva ulat api dengan berebutan

(33)

menyergap mangsa dengan tiba-tiba. Hal ini sesuai dengan literatur Susilo (2007)

yang menyatakan bahwa kepik ini adalah pemburu yang ganas. Sewaktu mencari

mangsa geraknya lamban, tetapi jika mangsa telah ditemukan pada jarak tertentu akan

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Predator yang memiliki yang paling efektif dalam mengendalikan larva ulat

api S. Asigna berturut-turut adalah 3 pasang, 2 pasang dan 1 pasang.

2. Semakin besar jumlah pasangan cenderung semakin efektif.

3. Kedua predator ini aktif memangsa pada pagi sampai siang hari, kematian

dimulai pada 1 hsa dan berakhir pada 10 hsa.

4. Larva ulat api Setothosea asigna mati keseluruhan membutuhkan waktu 10

hari pengamatan setelah aplikasi.

5. Cara memangsa dan daya predasi dari kedua predator ini tidak berbeda nyata.

Saran

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus a

Tanggal 16 Oktober 2010.

. 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/kelapa_sawit. Diakses

_________ b.2010

16 Oktober 2010.

Desmier de Chenon, R. A. Sipayung and P.S Sudharto. 1989. The importance of Natural enemies on leaf eating caterpillars in oil palm in Sumatera uses and possibilities. Proc. Of the PORIM International Palm Oil Conference.PORIM, Bangi p.245-262.

Fauzi, Yan, Yustina, E.W Imam, S. Rudi. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Revised and Translated by P.A Van der Laan. PT. Ihctiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Miller, N.C.E. 1956. The Biology of the Heteroptera. Leonard Hill Limited, London.

Mukopadhyay, A. dan M. Sarker. 2009. Natural Enemies of Some Tea Pests with Special Reference to Darjeeling. Terai and the Doors. A National Tea Research Foundation Publication. 56 pp.

Pahan, I. 2006. Panduan Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.

Prawirosukarto, S.A. Sipayung dan R.A Lubis. 1991. Metode Pembiakan Predator Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit dengan Makanan Awetan. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Pematang Siantar, Sumatera Utara.

(36)

Prawirosukarto, S.A, R.Y Purba, C. Utomo dan A. Susanto. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Purba, A.R, Akiyat, A.D Koedadiri, Dja’far, E.S Sutarta, I.Y Harahap. 2005. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Sipayung, A., Sudharto P.S, a.U Lubis, Desmier de Chenon. 1991. Status of Biological Control in Oil Palm Plantations in Indonesia. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit Puslitbun Marihat. 12p.

Sudharto, P.S., A. Sipayung, Desmier de Chenon. 1990. Metode Pembiakan Massal Predator Eocanthecona furcellata Wolff (Hemiptera: Pentatomidae) Dengan Makanan Awetan. Buletin Puslitbun Marihat 10 (11).

Susilo, F.X. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta.

(37)

Lampiran 1.

Mortalitas ulat api hari 1 (%) Rataan mortalitas ulat api hari 1

Perlakuan Ulangan

Keterangan : JK Total = 52.64 Keterangan : JK Ulangan = 2.83 Keterangan : JK Perlakuan = 36.49

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 5.05 Keterangan : JK Galat (c) = 3.61

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 1

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 5.36 11.72 5.36 22.44 1.87

(38)

Total 13.26 19.61 18.36 51.23 Keterangan : JK Predator = 1.68

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 12.76 Keterangan : JK Galat (a) = 8.24

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 1

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 29.76

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 34.06 Keterangan : JK Galat (b) = 1.46

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 1

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 1.55 b

P2 2.61 c

P3 3.67 d

(39)

Lampiran 2.

Rataan mortalitas ulat api hari 2

Perlakuan Ulangan

(40)

Keterangan : JK Ulangan = 0.50 Keterangan : JK Perlakuan = 36.27

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 0.66 Keterangan : JK Galat (c) = 3.70

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 2

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 11.72 7.89 13.00 32.61 2.72

Sa 10.43 12.71 10.43 33.57 2.80

Total 22.14 20.61 23.43 66.18

Keterangan : JK Predator = 0.04

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 4.43 Keterangan : JK Galat (a) = 3.90

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 2

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 35.57

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 41.21 Keterangan : JK Galat (b) = 5.14

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 2

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

(41)

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 3.03 b

P2 3.45 b

P3 3.84 b

Keterangan BNT 5% = 1.3076

Lampiran 3.

Rataan mortalitas ulat api hari 3

(42)

P1 4.53 3.24 4.53 12.30 4.10 Keterangan : JK Total = 54.68 Keterangan : JK Ulangan = 2.62 Keterangan : JK Perlakuan = 47.64

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 1.72 Keterangan : JK Galat (c) =0.40

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 3

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 13.00 11.72 10.43 35.15 2.93

Sa 15.29 10.43 13.00 38.72 3.23

Total 28.29 22.14 23.43 73.86

Keterangan : JK Predator = 0.53

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 4.31 Keterangan : JK Galat (a) = 1.16

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 3

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 45.39

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 50.87 Keterangan : JK Galat (b) = 2.85

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 3

(43)

Galat (b) 6 2.85 0.48 -

PP 3 1.72 0.57 8.50 4.76 9.78

Galat (c) 6 0.40 0.07

Total 23 54.68

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 3.67 b

P2 3.88 b

P3 4.05 b

Keterangan BNT 5% = 0.97415

Uji lanjut BNT Taraf 5% untuk membandingkan rataan pasangan untuk taraf predator yang sama atau berbeda

Predator Pasang

(44)

Lampiran 4.

Rataan mortalitas ulat api hari 4

Perlakuan Ulangan

Total Rataan Predator Pasangan 1 2 3

Ef

P0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1 10.00 20.00 10.00 40.00 13.33 P2 20.00 20.00 20.00 60.00 20.00 P3 30.00 20.00 30.00 80.00 26.67

60.00 60.00 60.00 180.00

Sa

P0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1 10.00 10.00 0.00 20.00 6.67

P2 10.00 30.00 20.00 60.00 20.00 P3 30.00 30.00 20.00 80.00 26.67

50.00 70.00 40.00 160.00

(45)

Transformasi mortalitas ulat api hari 4 ( √ x + 0.5 )

Keterangan : JK Total = 82.27 Keterangan : JK Ulangan = 1.45 Keterangan : JK Perlakuan = 72.94

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 1.74 Keterangan : JK Galat (c) =2.78

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 4

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 14.00 14.29 14.00 42.29 3.52

Sa 12.71 14.99 10.47 38.17 3.18

Total 26.71 29.28 24.47 80.46

Keterangan : JK Predator = 0.70

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 3.28 Keterangan : JK Galat (a) = 1.12

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 4

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 70.50

(46)

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 4

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 3.03 b

P2 4.48 c

P3 5.19 c

Keterangan BNT 5% = 1.1486

Lampiran 5.

Rataan mortalitas ulat api hari 5

(47)

40.00 20.00 30.00 90.00

Keterangan : JK Total = 51.41 Keterangan : JK Ulangan = 1.74 Keterangan : JK Perlakuan = 35.26

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 2.44 Keterangan : JK Galat (c) =1.21

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 5

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 11.72 7.89 9.18 28.79 2.40

Sa 10.43 9.18 11.72 31.33 2.61

Total 22.14 17.08 20.90 60.12

Keterangan : JK Predator = 0.27

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 2.96 Keterangan : JK Galat (a) = 0.95

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 5

(48)

P0 1.41 1.41 1.41 4.24 0.71

P1 7.77 6.48 9.06 23.30 3.88

P2 6.48 1.41 6.48 14.38 2.40

P3 6.48 7.77 3.95 18.20 3.03

Total 22.14 17.08 20.90 60.12

Keterangan : JK Pasangan = 32.55

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 46.54 Keterangan : JK Galat (b) = 12.25

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 5

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 3.88 b

P2 2.40 ab

P3 3.03 b

Keterangan BNT 5% = 2.0186

Lampiran 6.

(49)

Perlakuan Ulangan

Keterangan : JK Total = 44.03 Keterangan : JK Ulangan = 4.14 Keterangan : JK Perlakuan = 26.81

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 2.94 Keterangan : JK Galat (c) =9.57

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 6

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 10.43 5.36 11.72 27.51 2.29

(50)

Total 20.86 14.54 22.14 57.54 Keterangan : JK Predator = 0.27

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 6.17 Keterangan : JK Galat (a) = 1.76

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 6

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 23.60

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 29.48 Keterangan : JK Galat (b) = 1.75

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 6

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 3.25 b

P2 2.82 b

P3 2.82 b

(51)

Lampiran 7.

Rataan mortalitas ulat api hari 7

Perlakuan Ulangan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

Predator Pasangan 1 2 3

Keterangan : JK Total = 57.58 Keterangan : JK Ulangan = 0.40 Keterangan : JK Perlakuan = 45.71

(52)

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 7

Keterangan : JK Predator = 0.07

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 3.03 Keterangan : JK Galat (a) = 2.56

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 7

Pasangan I II III Total

Keterangan : JK Pasangan = 45.44

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 50.34 Keterangan : JK Galat (b) = 4.50

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 7

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

(53)

P1 3.45 b

P2 4.10 b

P3 1.55 a

Keterangan BNT 5% = 1.2235

Lampiran 8.

Rataan mortalitas ulat api hari 8

(54)

Total ulangan 15.79 19.61 10.72 46.12 Keterangan : FK = 88.97

Keterangan : JK Total = 43.36 Keterangan : JK Ulangan = 4.97 Keterangan : JK Perlakuan = 29.42

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 3.96 Keterangan : JK Galat (c) =4.67

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 7

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 7.89 11.72 5.36 24.97 2.08

Sa 7.89 7.89 5.36 21.15 1.76

Total 15.79 19.61 10.72 46.12

Keterangan : JK Predator = 0.61

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 6.79 Keterangan : JK Galat (a) = 1.22

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 8

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 24.85

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 32.90 Keterangan : JK Galat (b) = 3.09

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 8

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

(55)

Keterangan : ** = Sangat berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 2.82 b

P2 3.03 b

P3 1.13 a

Keterangan BNT 5% = 1.01357

Lampiran 9.

Rataan mortalitas ulat api hari 9

(56)

5.36 7.89 5.36 18.62

Keterangan : JK Total = 40.16 Keterangan : JK Ulangan = 3.36 Keterangan : JK Perlakuan = 30.50

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 0.21 Keterangan : JK Galat (c) = 0.41

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 9

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 5.36 7.89 5.36 18.62 1.55

Sa 5.36 9.18 5.36 19.91 1.66

Total 10.72 17.08 10.72 38.52

Keterangan : JK Predator = 0.07

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 3.57 Keterangan : JK Galat (a) = 0.14

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 9

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 30.23

Keterangan : JK Total Petak Jalur Pasangan = 39.33 Keterangan : JK Galat (b) = 5.74

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 9

(57)

Galat (b) 6 5.74 0.96 -

PP 3 0.21 0.07 1.00 tn 4.76 9.78

Galat (c) 6 0.41 0.07

Total 23 40.16

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : * = berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 3.45 b

P2 1.55 a

P3 0.71 a

Keterangan BNT 5% = 1.38239

Lampiran 10.

Rataan mortalitas ulat api hari 10

(58)

Transformasi mortalitas ulat api hari 10 ( √ x + 0.5 ) Keterangan : JK Total = 16.85 Keterangan : JK Ulangan = 0.00 Keterangan : JK Perlakuan = 8.29

Keterangan : JK Predator Pasangan (JK PP) = 0.80 Keterangan : JK Galat (c) = 6.42

Rataan pengaruh predator terhadap mortalitas ulat api hari 10

Predator I II III Total Predator Rataan

Ef 2.83 5.36 5.36 13.55 1.13

Sa 5.36 2.83 2.83 11.02 0.92

Total 8.19 8.19 8.19 24.57

Keterangan : JK Predator = 0.27

Keterangan : JK Total Petak Jalur Predator = 2.41 Keterangan : JK Galat (a) = 2.14

Rataan pengaruh jumlah pasang terhadap mortalitas ulat api hari 10

Pasangan I II III Total Pasangan Rataan

Keterangan : JK Pasangan = 7.22

(59)

Analisis keragaman mortalitas ulat api hari 10

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata Keterangan : * = berbeda nyata

Uji lanjut BNT Taraf 5% Faktor Pasang

Pasangan Rataan Notasi

P0 0.71 a

P1 1.97 b

P2 0.71 a

P3 0.71 a

(60)

Gambar

Gambar 1. Telur E. FurcellataSumber. http://www.en.wikipedia.org/wiki/egg_ E. furcellata
Gambar 2. Siklus hidup E. FurcellataSumber. http://www.erlanardianarisman.wordpress
Gambar 3. Sycanus croceovittatusSumber. http://sycanus_croceovittatus.pict.html  Dohrn
Gambar 4. Larva S. asigna Sumber. http://staff.unud.content_upload_pict
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada tugas akhir ini akan dilakukan pembuatan sistem perhitungan sel darah berbasis pengolahan citra digital dengan menggunakan morfologi branchpoints.. Citra akan

1. Kegiatan KKN BMC UNNES 2020 diikuti oleh mahasiswa UNNES dari berbagai daerah seperti Magetan , Ngawi dan Bojonegoro. Salah satu program kerja yang dijalankan

Sehingga kebijakan perusahaan untuk membayarkan dividen yang tinggi akan mendorong peningkatan persentase kepemilikan saham individual secara signifikan di perusahaan

dapat Meningkatkan hasil belajar Siswa kelas V dalam melakukan paasing atas pada permainan bola voli di Sekolah Dasar Negeri 28 Sungai Ambawang Kabupaten

Saran penelitian ini bagi pihak sekolah SMK Muhammadiyah 2 Boja hendaknya lebih memperhatikan sarana dan prasarana ekstrakurikuler bola voli putri agar siswa

Model pembelajaran picture and picture juga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa menurut penelitian oleh Jamilah dkk (2013:1) dan penelitian oleh Prasasti dkk

Menurut Bayu Rahadian, (2008:61) koordinasi merupakan kemapuan untuk melakukan gerakan atau kerja dengan tepat dan efisien. Koordinasi menyatakan hubungan harmonis

Pada tujuan pembelajaran keempat yakni siswa dapat menyebutkan reproduksi Protista yang mirip hewan dengan benar, pada kelas eksperimen juga menunjukan persentase