• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa kelas xi SMA Triguna Utama Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa kelas xi SMA Triguna Utama Tangerang Selatan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

OLEH

EVI LAILATUL LATIFAH

NIM : 106011000087

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Tangerang Selatan” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 16 September 2010 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.i) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 16 Sepetember 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Jurusan PAI

Bahrissalim, M.Ag ……… ..………..

NIP. 19680307 199803 1 002

Sekretaris Jurusan PAI

Drs. Sapiudin Sidiq, MA ..………… ..……….. NIP. 19670328 200003 1 001

Penguji I

Dr. Sururin, MA ……… .………... NIP. 19710319 199803 2 001

Penguji II

Drs. Masan AF, M.Pd

NIP. 19510716 198103 1 004 ……… .………...

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

(3)

Evi Lailatul Latifah. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Akhlak Siswa Kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Masalah akhlak bagi para remaja khususnya siswa SMA merupakan permasalahan yang harus ditangani secara serius. Beragamnya persoalan siswa pada usia remaja yaitu menyangkut masalah penyimpangan akhlak akibat pengaruh media massa (seperti VCD, acara-acara televisi yang berbau kekerasan, pornografi dan porno aksi) serta adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik, berdampak negatif terhadap perkembangan kepribadian siswa yang dihadapi sekolah akhir-akhir ini. Salah satu aspek yang mempengaruhi kepribadian siswa adalah kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa. Untuk mengembalikan citra remaja menjadi lebih baik maka salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kecerdasan emosional remaja. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat merumuskan masalah yaitu apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Triguna Utama Tangerang Selatan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010. Teknik yang digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah teknik angket (Questionnaire) bentuk skala Likert. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI yang berjumlah 53 siswa. Instrument penelitian terdiri dari 2 kategori yaitu instrument kecerdasan emosional dan instrument akhlak, dimana instrument tersebut diambil dari teori-teori yang telah teruji. Data penelitian kecerdasan emosional dan akhlak ini diperoleh dengan menggunakan alat ukur kecerdasan emosional berbentuk skala yang terdiri dari 45 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,90, dan alat ukur akhlak yang terdiri dari 20 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,81. Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan formula Product Moment Karl Pearson. Berdasarkan hasil analisa data dengan Product Moment Karl Pearson diperoleh hasil nilai r hitung = 0,674, r tabel = 0,273 dengan df = 50 dan dengan perhitungan Coefficient of Determination diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 45%. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akhlak yang terdapat dalam diri siswa dapat ditingkatkan dengan adanya pelatihan dan pengembangan kecerdasan emosional.

Kata kunci: kecerdasan emosional, akhlak.

(4)

Bismillahi walhamdulillah.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Kiranya tiada kata yang lebih pantas untuk diucapkan selain Alhamdulillah,

segala puji bagi Allah sebagai manifestasi rasa syukur kita kehadirat Illahi Rabbi yang telah menghadiahkan anugerah yang begitu mahal harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Akhlak Siswa”. Shalawat salam semoga senantiasa tercurah pada sang reformer sejati Muhammad saw yang dengan kecerdasan dan kesabarannya mampu mendobrak kejahiliyahan manusia.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat berterima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut diajukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Bahrissalim, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga kebijakan yang dibuat selalu mengarah pada kontinuitas eksistensi mahasiswanya.

3. Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Jakarta. Terima kasih atas waktu luang yang telah diberikan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada kami selaku mahasiswa. 4. Ibu Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi selaku pembimbing I. Terima kasih tak

terkira untuk kesediaannya berbagi ilmu dan waktu, berbagi pengalaman hidup sehingga penulis dapat mengambil hikmah dari semuanya.

(5)

Selatan, khusunya Bapak Ase Saepul Karim seorang guru agama yang dapat memberikan arahan dan bimbingan hidup kepada penulis.

7. Suami tercinta Saeful Rizal, S.Pd. dengan penuh harapan selalu menjadi imam yang baik bagi keluarga dan yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis selama menyelesaikan skripsi serta terima kasih atas dukungannya yang tulus, atas cinta dan kesetiaannya.

8. Anakku tersayang Muhammad Al Farizi Rizal semoga menjadi anak yang sholeh dan membanggakan kedua orang tuanya. Engkau adalah semangat hidup mama.

9. Abah, mama dan adik-adikku tercinta Jamal dan Udin, yang selalu memberikan motivasi bagi penulis untuk dapat menghadapi segala cobaan dengan hati yang lapang. Terima kasih untuk pengorbanan untuk anakmu ini. 10. Bapak Afip Gunadi, S.Pd. Ibu Intan, S.Pd. serta adik-adikku Pika dan Litot,

terima kasih telah mau menerima semua kekurangan dan kalian telah memberikan kebahagiaan kepada kami sekeluarga.

11. Teman seperjuangan dalam menuntut ilmu, Apit, Mega, Ina, Jojo, Jihad, Bang Fajrin dan semua teman kelas PAI C kehadiran kalian selama ini telah mewarnai hidupku.

12. Teman seperjuangan dalam menempuh ujian munaqasah (Indah, Adit dan Rukmi) . Terima kasih atas bantuan dan keakraban selama beberapa hari ini. 13. Semua teman di asrama Darunnisa terima kasih atas doa dan dukungannya.

Pada akhirnya, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain. ”Khoirunnas Anfa’uhum linnas”.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 20 Agustus 2010

Penulis

(6)

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik 1. Kecerdasan Emosional ... 6

a. Pengertian Emosi ... 6

b. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 8

c. Karakteristik Kecerdasan Emosional ... 10

d. Pengembangan Kecerdasan Emosional ... 13

2. Akhlak ... 15

a. Pengertian Akhlak ... 15

b. Indikator Akhlak ... 16

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ... 19

(7)

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 24

C. Definisi Operasional Variabel ... 25

D. Subjek Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel ... 25

E. Teknik Pengumpulan Data ... 26

F. Instrumen Penelitian ... 27

G. Prosedur Penelitian ... 31

H. Analisis Instrumen Penelitian ... 32

I. Uji Hipotesis ... 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Hasil Data Kecerdasan Emosional ... 36

2. Hasil Data Akhlak ... 38

3. Deskripsi Data Kecerdasan Emosional dan Akhlak Siswa ... 40

4. Interpretasi Data ... 41

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)
[image:8.595.114.493.178.563.2]

Tabel 1. Jumlah Seluruh Siswa SMA Triguna Utama ... 25

Tabel 2. Kriteria Penilaian Angket ... 28

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Kecerdasan Emosional ... 29

Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Akhlak Siswa ... 30

Tabel 5. Deskripsi Data Kecerdasan Emosional ... 36

Tabel 6. Penggolongan Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa ... 37

Tabel 7. Skor Skala Kecerdasan Emosional ... 38

Tabel 8. Deskripsi Data Akhlak Siswa ... 39

Tabel 9. Penggolongan Tingkat Kualitas Akhlak Siswa ... 39

Tabel 10. Skor Skala Akhlak Siswa ... 40

Tabel 11. Hasil Koefien Korelasi ... 41

(9)
[image:9.595.108.492.200.558.2]

Gambar 1. Diagram Kerangka Berpikir Hubungan Kecerdasan Emosional (EQ) dengan Akhlak siswa ... 22 Gambar 2. Skor Kecerdasan Emosional Siswa ... 38 Gambar 3. Skor Akhlak Siswa ... 40

(10)

viii Lampiran 1. Instrumen Pengumpulan Data

a. Angket Kecerdasan Emosional Siswa Validasi ... 50

b. Angket Kecerdasan Emosional Siswa Penelitian ... 55

c. Angket Akhlak Siswa Validasi ... 58

d. Angket Akhlak Siswa Penelitian ... 60

Lampiran 2. Validitas a. Validitas Angket Kecerdasan Emosional ... 62

b. Validitas Angket Akhlak Siswa ... 64

Lampiran 3. Reliabilitas a. Perhitungan Varian Total pada Instrumen Kecerdasan Emosional ... 66

b. Perhitungan Reliabilitas pada Angket Kecerdasan Emosional ... 67

c. Perhitungan Varian Total pada Instrumen Akhlak ... 68

d. Perhitungan Reliabilitas pada Angket Akhlak ... 69

Lampiran 4. Data Hasil Angket Kecerdasan Emosional Siswa ... 70

Lampiran 5. Data Hasil Angket Akhlak ... 72

Lampiran 6. Persiapan Perhitungan Koefisien Korelasi ... 73

Lampiran 7. Perhitungan Koefisien Korelasi Kecerdasan Emosional dengan Akhlak Siswa ... 74

Lampiran 8. Perhitungan Koefisien Determinasi ... 75

Lampiran 9. Berita Wawancara ... 76

Lampiran 10. Laporan Observasi ... 77

Lampiran 11. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 78

Lampiran 12. Surat Permohonan Riset ... 79

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan tentang remaja, ada yang positif dan ada pula yang negatif. Hal ini menandakan bahwa dunia remaja sangatlah rentan dengan kehidupan yang semakin kompleks akan segala perkembangannya. Beragamnya persoalan remaja yaitu kenakalan remaja, demoralisasi remaja, tumbuh terlalu cepat, terlalu mementingkan diri sendiri, kurang kontrol dalam mengekspresikan emosi dan lain sebagainya adalah beberapa kondisi remaja yang sering dikeluhkan para orang tua, pendidik, dan masyarakat disekeliling mereka. Sekalipun situasi masa kini saat kita membesarkan remaja benar-benar berbeda akibat bertambah banyaknya pengaruh terhadap perkembangan mereka dan kehirukpikukan kehidupan sehari-hari, remaja tetap anak-anak yang tengah menjalani transisi menuju kedewasaan.

Dengan adanya problem seperti ini, maka banyak pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas perkembangan remaja. Tidak hanya orang tua yang merupakan bagian terpenting dan terkecil dalam membina hubungan emosi terhadap mereka, pendidik pun ikut andil dalam hal tersebut khususnya dilingkungan sekolah. Akan tetapi tidak dipungkiri pula terdapat pihak lain yang turut ambil bagian dalam masalah ini. “Demoralisasi yang merajalela dikalangan

(12)

remaja memerlukan usaha-usaha pendidikan khusus yang dapat mengupayakan pembinaan akhlak bagi para remaja, karena pada masa pubertas dan usia baligh anak mengalami kekosongan jiwa yang merupakan gejala kegoncangan pikiran, keragu-raguan, keyakinan akan agama yang dianut, atau bahkan kehilangan pijakan agama”.1

Setiap orang tua dan pendidik pasti mendambakan anak-anak yang sehat jasmani dan rohani, cerdas dan berperilaku baik, sehingga kelak menjadi anak-anak yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai tantangan dimasa depan.2 Namun dengan kondisi remaja sekarang ini apakah mungkin dambaan tersebut akan terwujud?. Perlu disadari bahwa untuk mewujudkan dambaan tersebut serta untuk mengembalikan citra remaja yang semakin terpuruk maka salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Dimana kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk mengelola emosi yang terdapat dalam diri individu. Kecerdasan emosional pada siswa harus dikembangkan oleh semua pihak yang bersangkutan tak terkecuali pendidik dan para orang tua, sehingga dari sinilah kepribadian siswa dapat terbentuk menjadi lebih baik dan terus dibina secara intensif sehingga siswa dapat memiliki akhlak al-karimah. Peran dari lingkungan yang berada disekitar mereka juga sangat berperan dan mendukung. Sehingga perkembangan kecerdasan baik intelektual maupun emosional dan pembentukan akhlak (kepribadian) dapat tumbuh secara optimal.

Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri. Termasuk didalamnya juga telah membawa Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) dalam dirinya. Semua itu akan sangat mempengaruhi kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun, bukan berarti proses semuanya itu telah selesai, tidak dapat diubah, dan tidak dapat dipengaruhi. Seperti yang telah disinggung dalam pembahasan di atas, bahwa orang tua, pendidik dan lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam

1 Arianto Sam, “Pengertian Akhlak”, dari http://sobatbaru.blogspot.com/2010/03/pengertian-akhlak.html, 25 Juli 2010.

2 Bambang Trim, Meng-Instal Akhlak Anak, (Jakarta: PT Grafindo Media Pratama, 2008), Cet. 1,hal. 4.

(13)

mengarahkan dan meningkatkan potensi yang telah Allah karuniakan pada diri anak tersebut. Seorang anak tidak boleh dibebaskan mengikuti kemauannya tanpa ada bimbingan dan arahan dari orang tua ataupun pendidik yang dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi dasar yang telah dimilikinya.

Menurut psikolog dan pemerhati anak-anak Dr. Seto Mulyadi, M.Psi generasi sekarang cenderung mulai banyak mengalami kesulitan emosional seperti mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah bertindak agresif, serta kurang menghargai sopan santun. Kecerdasan atau angka IQ yang tinggi bukan merupakan satu-satunya jaminan kesuksesan seorang anak di masa depan. Ada faktor lain yang saat ini cukup popular yaitu kecerdasan emosional. Pentingnya kecerdasan ini karena banyak dijumpai anak-anak yang cerdas di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun tidak dapat mengelola emosinya seperti mudah marah, mudah putus asa atau angkuh dan sombong. Sehingga prestasi yang telah diraih itu tidak akan banyak bermanfaat bagi dirinya.

Ternyata kecerdasan emosional perlu lebih dihargai dan dikembangkan pada anak sejak usia dini. Karena inilah yang mendasari keterampilan seseorang di masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat berkembang secara optimal. Mengingat begitu banyaknya tantangan yang akan dihadapi anak dalam kehidupannya kelak, maka orang tua maupun pendidik perlu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk mencerdaskan kemampuan serta emosinya.3

Dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional pada diri anak sebagai salah satu factor penting dalam pembentukan akhlak, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Akhlak Siswa Kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan”.

3 Rubrik PELITA, “Kecerdasan Emosional Anak Penting Dikembangkan (Agama dan Pendidikan)” dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=16965, 1 Agustus 2010.

(14)

B. Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan kecerdasan emosional belum sepenuhnya diterapkan dalam lingkungan pendidikan.

2. Kurang diperhatikannya akhlak siswa dalam bermasyarakat baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

3. Kebanyakan para orang tua lebih menekankan IQ daripada EQ.

4. Sebagian pendidik belum memberikan keteladanan yang baik sebagai modal utama pembentukan kepribadian anak.

5. Banyak sekali problem remaja yang belum tersentuh/ditangani secara serius oleh pihak sekolah khususnya.

6. Mayoritas dari setiap pelaksana pendidikan masih berorientasi pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, padahal pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang menyeimbangkan berbagai aspek antara lain aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif yang menanamkan nilai-nilai sikap dan moral kepada peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Supaya penelitian ini dapat terarah dan ruang lingkupnya lebih jelas, maka penulis membatasi permasalahan-permasalahan yang muncul. Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pendidikan kecerdasan emosional belum sepenuhnya diterapkan dalam lingkungan pendidikan.

2. Kurang diperhatikannya akhlak siswa dalam bermasyarakat baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat

D. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka masalah yang dirumuskan disini adalah “Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa?”.

(15)

5

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang didasarkan atas perumusan masalah di atas, tujuan tersebut yaitu untuk mengetahui:

1. Seberapa besar kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa. 2. Bagaimana akhlak yang dimiliki oleh siswa.

3. Korelasi antara 2 variabel yaitu variabel kecerdasan emosional dan variabel akhlak.

4. Apakah ada pengaruh antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat dalam proses pembelajaran, yaitu:

1. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat memperlancar proses pengembangan ilmu yang selama ini penulis dapatkan serta dapat memperlancar pencapaian gelar Sarjana Pendidikan Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bagi guru, diharapkan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan bahwa dalam proses pembelajaran tidak hanya berorientasi pada perkembangan intelektual siswa semata, akan tetapi kecerdasan emosional siswa juga perlu dikembangkan secara lebih maksimal.

3. Bagi calon pendidik, diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang pengembangan kecerdasan emosional siswa yang berkaitan dengan akhlak. Agar mereka sebagai calon pendidik dapat mempersiapkan strategi dan kemampuan didalam mengembangkan kecerdasan siswa baik itu yang bersifat intelektual maupun yang bersifat emosional.

(16)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Kecerdasan Emosional a. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Dan pada dasarnya emosi adalah dorongan untuk bertindak. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk pada ”suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak”.1 Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia,

1 Goleman, Emotional Intelligence (terjemahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), Cet. 18, h. 411.

(17)

karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. Sedangkan menurut Zikri Neni Iska, ”emosi adalah setiap keadaan diri seseorang yang disertai dengan warna afektif, baik pada tingkat yang lemah maupun pada tingkat yang kuat. Warna afektif merupakan perasaan yang berbeda-beda, baik perasaan senang maupun perasaan tidak senang”.2

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas: Desire (hasrat),

Hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy

(kegembiraan). 3 Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu: Fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta).4 Dan menurut F. Wundi ada tiga pasang kutub emosi, yaitu: Lust–Unlust

(senang-tak senang), Spannung-Losung (tegang-tak tegang), Eerregung-Berubigung (semangat-tenang).5 Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan ketiga tokoh di

h, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi

ir, was-was, perasaan takut

tan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur,

, kebaikan hati, rasa an, kasih sayag.

atas, yaitu :

1) Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati. 2) Kesedihan: pedi

diri, putus asa.

3) Rasa takut: cemas, gugup, khawat sekali, waspada, tidak tenang, ngeri. 4) Kenikma

bangga.

5) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan dekat, bakti, hormat, kemesra

6) Terkejut: terkesiap, terkejut.

2 Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: KIzi Brother’s, 2008), h. 103.

3 Hartati, Nety, dkk. Islam dan Psikologi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), Cet. 1, hal. 100. 4 Hartati, Nety, dkk. Islam dan Psikologi…hal. 94.

5 Hartati, Nety, dkk. Islam dan Psikologi…hal. 102.

(18)

7) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, tidak suka.

rhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun

an kualitas-kualitas o

ad 21 mendefinisikan Kecerdasan Emosional sebagaimana di b

kanak sangat me

dun

8) Malu: malu hati, kesal.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku te

dari luar dirinya.

b. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah “Kecerdasan Emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangk

em sional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Mengutip pendapat Cooper dan Sawaf dalam buku Revolusi Kecerdasan Ab

awah ini:

Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and effectively apply the power and acumen of emotions as a source of human energy, information, connection, and influence.” (Kecerdasan Emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif mengapilkasika kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber energy manusia, informasi, hubungan, dan pengaruh)”.6

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa

kanak-mpengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Keterampilan Emotional Quotient (EQ) bukanlah lawan keterampilan

Intellegence Quotient (IQ) atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di ia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang

6 Agus Effendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21; Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful Intelligence Atas IQ, (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I, hal. 172.

(19)

mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai ”serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang unt

alam suatu setting yang bermacam-macam dalam situasi yang nya

adi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kec

pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri

uk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan”. 7

Sedangkan menurut Gardner kecerdasan emosional merupakan ”kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah dan menghasilkan produk d

ta”.8

Gardner juga dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind

mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu naturalistik, linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan prib

erdasan emosional.9

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.10

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain”. Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju

7 Goleman, Working With Emotional Intelligence (terjemahan), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2005), Cet. 6. h. 580.

8 Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2009), Cet. I, h. 53.

9 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)...h.50-53. 10 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)....h. 52.

(20)

seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”.11

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah ”kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain”.12

Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah ”kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial”.13

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. c. Karakteristik Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :14

1) Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi

11 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)....h. 53. 12 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)....h. 57.

13 Goleman, Working With Emotional Intelligence (terjemahan)…h. 512. 14 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)...h.58-59.

(21)

menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer, kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. Dalam penelitian ini diharapkan siswa dapat mengenali emosi diri sendiri seperti rasa marah, sedih. gundah, bahagia dan lain sebagainya.

2) Mengelola Emosi (Pengendalian Diri)

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Ini masuk dalam pengendalian emosi diri agar tidak terus menerus menjelajah alam pikiran kita, sehingga kita dapat mengontrol emosi yang kita alami. Emosi yang berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita.

3) Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

4) Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman, kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki

(22)

kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka.15 Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.16

5) Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi.17 Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi.

15 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)...h.136. 16 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)...h.172. 17 Goleman, Emitional Intelligence (terjemahan)...h.59.

(23)

Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.

d. Pengembangan Kecerdasan Emosional

Guru menempati posisi yang sangat penting dalam meningkatkan EQ murid-muridnya. Langkah pertama yang harus dilakukannya adalah “meningkatkan EQ-nya sendiri, dan dalam waktu yang sama berusaha meningkatkan EQ murid-muridnya”.18 Baik guru maupun murid dapat memanfaatkan proses pembelajaran guna meningkatkan EQ mereka. Dengan demikian proses pembelajaran akan sangat menyenangkan karena dibangun di atas sikap saling menghargai dan menjawab kebutuhan masing-masing.

Perlu diingat bagi guru bahwa setiap murid mempunyai karakter emosi yang berbeda-beda sehingga perlakuan seorang guru terhadap setiap murid pun haruslah sesuai dengan karakter emosi dan perasaannya.

Langkah kedua yang harus dilakukan untuk mengembangkan

kecerdasan emosional pada anak adalah dengan “mengajarinya bagaimana mengenali perasaan khususnya, dan dengan mengembangkan kecakapan bahasanya agar dapat mengekspresikan emosi-emosi yang dialaminya”.19

Anak tidak hanya diajari bagaimana mengatakan bahwa dirinya sedang marah atau sedih, tetapi juga diajari bagaimana melukiskan atau mengekspresikan secara detail perasaan marah dan sedihnya itu. Disaat mengajari anak bagaimana cara mengekspresikan perasaannya, sebenarnya sebagai seorang pendidik juga sedang megajarinya untuk mengemban tanggung jawab terhadap kebutuhan emosinya. Disaat mengajari anak bagaimana mengenali hakekat emosinya dan mengungkapkannya dalam kata-kata, maka sebenarnya seorang pendidik sedang membekalinya

18 Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hal. 125.

19 Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak…hal. 111.

(24)

kemampuan diri dalam beradaptasi dengan emosi dan hidupnya. Jika hal ini ditambah dengan penghormatan kita akan perasaan anak dan mengajari mereka untuk menghormati perasaan orang lain, maka masa depan anak akan lebih gemilang. Dimana ia mampu menyelesaikan semua masalah dan konflik secara damai, jauh dari kekerasan dan penggunaan fisik.

Metode dalam pengembangan EQ adalah dengan menggabungkan unsur pendidikan EQ dalam materi pelajaran yang sudah ada sehingga tidak diperlukan waktu ekstra untuk mengembangkan EQ murid.

Pada saat-saat tertentu, murid tidak membutuhkan pengetahuan akan tetapi mereka lebih membutuhkan belaian tangan yang penuh kasih sayang, kata lembut yang membahagiakannya, perasaan bebas dan aman, perasaan dihargai dan dihormati, atau pengakuan atas emosi yang dirasakannya. Intinya adalah diperlukan adanya interaksi emosi antara guru dengan murid sehingga seorang guru menyelami kondisi emosi sang murid.

Secara lebih rinci maka yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam mengembangkan emosi murid adalah dengan “Pelatihan Emosi”, dimana oleh Daniel Goleman anak-anak yang mendapatkan pelatihan emosi ini disebut “orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional”.

Kemampuan-kemampuan ini mencakup kemampuan mengatur keadaan emosional mereka sendiri. Anak-anak itu lebih terampil dalam menenangkan diri mereka sendiri bila mereka marah. Mereka mampu menenangkan jantung mereka dengan lebih cepat. Unjuk kerja unggul dalam bagian fisiologi mereka yang terlibat dalam menenangkan diri mereka sendiri menyebabkan mereka jarang menderita penyakit menular. Mereka lebih terampil dalam memusatkan perhatian. Mereka berhubungan lebih baik dengan orang lain. Mereka lebih cakap dalam memahami orang lain. Pendek kata, mereka telah mengembangkan sejenis “IQ” yang meyangkut orang maupun dunia perasaan, atau kecerdasan emosional. 20

Sehingga dalam hal ini sekolah yang ideal adalah sekolah yang berupaya mengembangkan secara berimbang kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan intelektual (IQ).

20 John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. xvii.

(25)

1. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Akhlak merupakan mutiara yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Menurut pengertian asal katanya (istilah bahasa) kata akhlak berasal dari bahasa arab jamak dari “khuluqun” yang menurut loghat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.21 Senada dengan definisi di atas dalam Kamus Ilmiah Kontemporer akhlak diartikan juga sebagai budi pekerti, perangai atau tingkah laku.22

Menurut Ibnu Maskawaih yang dikutip M. Yatimin Abdullah mendefinisikan akhlak sebagai “suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran dan pertimbangan”.23 Dalam definisi tersebut seseorang dapat berbuat sesuatu tanpa memerlukan proses pemikiran terlebih dahulu.

Menurut Al Ghazali dalam kitab Ihya-nya yang dikutip Asmaran menyatakan bahwa “Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.24

Sedangkan intisari akhlak menurut Abudinata adalah:25

1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam diri seseorang.

2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.

3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri seseorang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan dari luar.

4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan sesungguhnya dan bukan main-main.

21 Hamzah Yakub, Etika Islam. (Bandung : CV Diponegoro, 1995), h. 11

22 Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, (Surabaya: Karya Harapan, 2005), h. 21. 23 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: AMZAH, 2007), Cet. 1, hal. 4.

24 As, Asmaran, Pangantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. 2, hal. 2-3.

25 Abudinata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Press, 1996), h. 4-6.

(26)

5) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata karena Allah.

Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik yang disebut akhlak Al-mahmudah atau perbuatan buruk yang disebut akhlak

Al-mazmumah, semua itu sesuai dengan pembinaan akhlak khususnya diwaktu kecil.

Seseorang yang mempunyai akhlak Al-mahmudah akan terpancar dari sikap dan tingkah lakunya sehari-hari. Akhlak yang mulia akan terlahir dari orang tua yang memberikan pendidikan akhlak kepada anaknya sejak dini. Penanaman akhlak haruslah sesuai dengan usia perkembangannya. b. Indikator Akhlak

Menurut Ahmad Tafsir indikator akhlak meliputi akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama, akhlak terhadap lingkungan.26 Dalam perwujudannya indikator akhlak meliputi:

1) Akhlak terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai “Sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai Khaliqnya”. Menyadari posisi manusia sebagai mahluk ciptaan Allah, tentu saja memiliki ia kewajiban terhadap khaliqnya, sebagaimana menurut pendapat Hamzah Yakub mengemukakan kewajiban manusia terhadap Allah sehubungan dengan akhlak antara lain: 27

a) Beriman, yaitu meyakini bahwa Allah itu ada dengan segala kesempurnaan-Nya.

b) Taat, yaitu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

c) Ikhlas, beramal hanya karena Allah.

26 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009), hal. 12.

27 Hamzah Yakub, Etika Islam… h. 141.

(27)

d) Tadarru dan khusyu, yaitu beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati.

e) Ar-Raja dan Ad-Dua, yaitu memiliki rasa optimis untuk mendapat ampunan dan rahmat-Nya.

f) Husnudhan, yaitu sifat berbaik sangka terhadap Allah.

g) Tawakkal, mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang telah direncanakan dengan mantap.

h) Tasyakur dan Qanaah, yaitu berterima kasih terhadap pemberian-Nya dan merasa cukup terhadap apa yang dimilikinya.

i) Taubat dan Istighfar, yakni menyesal dan tidak mengulangi lagi setelah memohon ampun.

Maka akhlak manusia kepada Allah secara garis besarnya adalah melaksanakan ibadah dalam segala aspek, baik secara lahiriah maupun batiniah.

2) Akhlak terhadap Sesama Manusia

Manusia adalah mahluk sosial yang secara kodratnya tidak mampu untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Maka akhlak yang baik diperlukan dalam membina keselarasan hidup dengan manusia lain.

Akhlak terhadap sesama manusia pada dasarnya bertolak kepada keseluruhan budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri orang lain pada posisi yang tepat.28 Salah satu indikator kuat lemahnya iman seseorang tampak dari perilakunya terhadap orang lain, dengan kata lain mereka memperlakukan semua manusia sama. Inilah yang merupakan prinsip dari tumbuh kembangnya iman seseorang. Hal ini didukung oleh firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 2 :

28 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa…hal. 14

(28)

‹‰Í5‹ˆ`Ό"ˆ…‹

t„"É

´Op¯Þ

u‹‰Þ’*‹ˆ

yŠ‹ˆ

‰Í5‹ˆ`Ό"

t„"É

¯2Þ20S

®I ‹ˆÚkÉÎދˆ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan

dan taqwa, dan jangan tolong menolonglah kamu dalam berbuat

dosa dan pertengkaran”.29

Bagi siswa yang masih dalam usia remaja tidak membedakan dalam berteman merupakan salah satu pengamalan dari akhlak terhadap sesama manusia.

3) Akhlak terhadap Diri Sendiri

Setiap manusia memiliki kewajiban moral terhadap dirinya sendiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hamzah Yakub yaitu:30

a) Membina disiplin pribadi, orang yang tidak mempunyai disiplin pribadi tidak akan berhasil mencapai memelihara kesucian diri, baik jasmani maupun rohani. Pemeliharaan dari segi jasmaniah dapat berupa segala perbuatan yang dapat menjaga fisik kita dari segala macam hal yang dapat merusak, seperti halnya merokok, pemakaian narkotika, tato, perkelahian/tawuran antar siswa dan lain sebagainya. Sedangkan memelihara kesucian rohaniah dapat melalui

taqarrub kepada Allah.

b) Memelihara kerapihan diri, faktor kerapihan merupakan manifestasi adanya disiplin pribadi dan keharmonisan pribadi. Seperti berpakaian yang sopan dan santun sesuai dengan syari’at Islam juga termasuk ke dalam pemeliharaan kerapihan diri.

29 Depag RI. 1999 Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta : Departemen Agama RI. 30 Hamzah Yakub, Etika Islam…h. 138-140.

(29)

c) Menambah pengetahuan, dengan cara menuntut ilmu, karena menuntut ilmu itu bukan hanya sebagai suatu kewajiban tetapi juga bekal untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Dengan berkembangnya IPTEK yang sangat pesat maka diperlukan benteng-benteng khusus yang dapat menjaga kemurnian pengetahuan yang semestinya dimiliki oleh para siswa sehingga tidak menyalahi dari yang seharusya; seperti pemakaian internet yang tanpa batasan informasi dan waktu oleh para siswa.

4) Akhlak terhadap Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Akhlak terhadap lingkungan juga merupakan refleksi dari totalitas penghambaan diri kita kepada Allah SWT. Sehingga semua yang kita perbuat dialam ini adalah semata-mata didasari akhlak kita kepada Allah.

Akhlak kita terhadap lingkungan yang diajarkan oleh Al-Qur’an bersumber dari fungsi manusia itu sendiri sebagai khalifah di dunia. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan yang dimaksud mengandung pengertian pengayoman, pemeliharaan serta bimbingan agar setiap makhlkuk mencapai tujuan penciptaannya.31

e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak antara lain adalah:32

1) Insting (Naluri)

Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh insting seseorang

31 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa…hal. 14-15 32 Alfia Futukhi, “Pembentukan Akhlak”,

http://alfiatullaili.blogspot.com/2010/05/pembentukan-akhlak.html, 5 Agustus 2010.

(30)

(dalam bahasa Arab gharizah). Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para Psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain adalah:

a) Naluri Makan (Nutrive Instinct). Manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa didorang oleh orang lain.

b) Naluri Berjodoh (Sexual Instinct). Dalam alquran diterangkan: "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta

yang banyak".

c) Naluri Keibuan (Parenting Instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya.

d) Naluri Berjuang (Combative Instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari gangguan dan tantangan.

e) Naluri Bertuhan. Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya.

Naluri manusia itu merupakan paket yang secara fitrah sudah ada dan tanpa perlu dipelajari terlebih dahulu.

2) Adat/Kebiasaan

Adat/Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.

3) Warotsah (keturunan)

Adapun warisan adalah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan).

Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang tuanya. Dalam teori pendidikan, factor warotsah ini sesuai dengan aliran Nativisme yang berpendapat bahwa

(31)

perkembangan individu manusia semata-mata hanya ditentukan oleh unsur dari pembawaan.33

4) Milieu

Artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan udara sedangkan lingkungan manusia, ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat. milieu ada 2 macam:

a) Lingkungan Alam

Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan alam mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang.

b) Lingkungan Pergaulan

Manusia merupakan makhluk social yang selalu membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam fikiran, sifat, dan tingkah laku. Contohnya Akhlak orang tua dirumah dapat pula mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak anak sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh guru-guru disekolah.

Faktor Milieu (lingkungan) dalam teori pendidikan sesuai dengan aliran Empirisme yang menyatakan bahwa perkembangan individu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan.34

33 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2006), Cet. 4. hal. 173.

34 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan…hal. 173.

(32)

B. Kerangka Berpikir

Hubungan antara kecerdasan emosional (variable X) dengan Akhlak (Variabel Y) siswa dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Diagram Kerangka Berpikir Hubungan Kecerdasan Emosional (EQ) dengan Akhlak siswa

Kini banyak orang tua yang semakin peduli dengan karakter anak, sejak mulai dipopulerkannya konsep kecerdasan emosi oleh Daniel Goleman di tahun 1995. Para orang tua semakin sadar dan yakin bahwa keberhasilan anak tidak lagi cukup dengan keterampilan teknis dan pengetahuan ilmiah, namun juga dengan kemampuan pengendalian diri dalam hidup bermasyarakat.

Akhlak Siswa Kecerdasan

Emosional

Pengendalian diri dalam hidup bermasyarakat ini tidak jauh dari peran orang tua ataupun guru di dalam menanamkan nilai sikap bagi siswa. Hal ini merupakan tanggung jawab dari semua pihak yang bersangkutan dengan siswa tersebut dan bukan hanya orang tua serta guru semata. Dalam hal pendidikan, guru lebih berperan untuk membina dan membentuk sikap siswa. Dasar kepribadian yang baik yang diajarkan oleh orang tua serta pembinaan dari guru disekolah akan menjadikan anak lebih memiliki kualitas kepribadian baik. Pembentukan dan pembinaan tersebut dilakukan melalui proses pembelajaran khususnya dalam lingkungan sekolah yang menitik beratkan pada pengembangan kecerdasan emosi anak yang akan berdampak pada peningkatan kualitas akhlak anak.

Kecerdasan emosional pada anak akan berpengaruh terhadap akhlak dan perilakunya sehari-hari. Kecerdasan emosional yang tinggi akan berpengaruh pada akhlak perilaku yang semakin baik. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan

(33)

23

perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk akhlak perilakunya sehari-hari dan disekolah lebih baik.35

Tidak dapat dipungkiri bahwa intelligence quotient besar peranannya dalam menentukan berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam hal pendidikan dan begitu pula akan betapa pentingnya kecerdasan emosional yang perlu dikembangkan pada diri siswa. Karena betapa banyak kita jumpai siswa, di mana mereka begitu cerdas di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun bila tidak dapat mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa atau angkuh dan sombong, maka prestasi tersebut tidak akan banyak bermanfaat untuk dirinya. Ternyata kecerdasan emosional perlu lebih dihargai dan dikembangkan pada siswa sedini mungkin. Karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat berkembang secara lebih optimal.

Idealnya, kunci didalam memperoleh keberhasilan adalah antara IQ dan EQ haruslah seimbang. Pengembangan emosi yang dilakukan guru disekolah merupakan sumbangsih besar bagi peningkatan akhlak siswa agar menjadi siswa yang memiliki akhlakul karimah.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa agar memiliki akhlak yang lebih baik dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa.

Ha = Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa.

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama yang terletak di jalan Ir.

H. Juanda Ciputat, Tangerang Selatan. Adapun alasan pemilihan sekolah SMA

Triguna Utama sebagai tempat dilaksanakannya penelitian adalah:

a. SMA Triguna merupakan salah satu yayasan dibawah naungan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. SMA Triguna adalah salah satu instansi pendidikan yang menekankan

kepada kedisiplinan siswa dalam hal ibadah.

c. Di SMA Triguna Utama belum pernah diadakan penelitian tentang

kecerdasan emosional siswa.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka

yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas (X) : Kecerdasan Emosional

2. Variabel terikat (Y) : Akhlak Siswa

(35)

C. Definisi Operasional Variabel

1. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali

emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi

orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan

(kerjasama) dengan orang lain.

2. Akhlak berarti suatu kemantapan (jiwa) yang menghasilkan perbuatan atau

pengamalan dengan mudah tanpa harus direnungkan dan disengaja. Jika

kemantapan itu sedemikian rupa sehingga menghasilkan amal-amal yang

baik yaitu amal terpuji menurut akal dan syari’ah, maka ini disebut akhlak

baik. Jika amal itu tercela yang muncul dari kemantapan itu maka

dinamakan akhlak yang buruk.

D. Subjek Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi pada prinsipnya adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang

ciri-cirinya akan diduga.1 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Triguna Utama yang berjumlah 186 siswa dengan rincian sebagai

[image:35.595.110.514.106.698.2]

berikut:

Tabel 1

Jumlah Seluruh Siswa SMA Triguna Utama Tangerang Selatan Kelas Jumlah Siswa

X 44 Siswa

XI 53 Siswa

XII 89 Siswa

Jumlah 186 Siswa

1 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009), hal. 30.

(36)

2. Sampel

Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan sasaran

uji coba.2 Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling maka sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI

SMA Triguna Utama yang berjumlah 53 siswa.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Pemilihan siswa kelas XI sebagai sampel dalam

penelitian ini karena peneliti memiki alasan-alasan tertentu, yaitu:

a. Kelas XI secara psikologis lebih memiliki kematangan emosional dari

pada kelas X.

b. Kelas XI lebih memiliki waktu luang yang cukup sehingga peneliti

banyak memiliki waktu dalam melakukan penelitian dibanding kelas

XII.

c. Kelas XII lebih berkonsentrasi kepada ujian nasional sehingga waktu

yang tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap kelas

XII.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan digunakan untuk memperoleh konsep-konsep ilmiah

dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yang meliputi

buku-buku, karya ilmiah, artikel-artikel, majalah, blog, dan sumber lainnay

yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Riset Lapangan (Field Research)

Yaitu penelitian dengan cara mengamati secara langsung subjek penelitian

untuk memperoleh data dan informasi yang akurat.

2 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa…hal. 30

(37)

a. Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung yakni

teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan

secara langsung terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki.

b. Interview/wawancara, menghendaki komunikasi langsung antara

peneliti dengan subjek yang diteliti ataupun dengan subjek pendukung

yang berkaitan dengan subjek inti, dalam hal ini adalah staf guru SMA

Triguna Utama.

c. Angket (Questionnaire) yang berbentuk skala Likert. Dengan

menggunakan teknik angket, pengumpulan data sebagai data penelitian

jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga, tidak memerlukan

kehadiran peneliti, dapat dibagikan secara serempak kepada semua

responden.

F. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan data yang akan dijaring dalam penelitian ini, maka instrument

penelitian yang digunakan adalah angket kecerdasan emosional dan akhlak.

Uraian lebih rinci instrument penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Angket

Angket adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara

menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh responden. Angket ini digunakan untuk memperoleh informasi didalam

mengukur tingkat kecerdasan emosional siswa.

Kriteria yang digunakan pada instrument angket kecerdasan emosional ini

adalah skala Likert dengan metode Sumated Ratings, yaitu

pernyataan-pernyataan yang menempatkan individu pada situasi yang menggambarkan

dirinya dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang

disediakan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat

tidak setuju (STS). 3

Penulis memakai skala sikap model Likert karena memiliki

kelebihan-kelebihan sebagai berikut:

3 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2006), Cet.2, Hal. 238

(38)

a) Metodenya sederhana

b) Waktu membuatnya singkat

c) Informasi tentang jawaban subyek dapat lebih jelas dan tetap

d) Sikap yang ditampilkan subyek mudah diinterpretasikan hanya dengan

melihat jumlah skor total subyek, sikap positif atau menyetujui

terhadap obyek sikap akan terlihat dalam jumlah keseluruhan yang

tinggi. Sedangkan sikap yang negatif atau tidak menyetujui obyek

sikap akan terlihat dalam jumlah keseluruhan yang rendah.

Adapun kriteria skor alternatif jawaban pernyataan angket dapat dilihat

[image:38.595.114.507.105.703.2]

pada table berikut:

Tabel 2

Kriteria Penilaian Angket Alternatif Jawaban Pernyataan

Positif Negatif

Sangat setuju

Setuju

Tidak setuju

Sangat tidak setuju 4

3

2

1

1

2

3

4

Skala kecerdasan emosional terdiri dari aspek mengenali emosi diri,

mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain

(empati), bekerjasama dengan orang lain yang berguna untuk mengukur sejauh

mana kecerdasan emosional siswa yang berkaitan dengan akhlak yang

dipahami siswa kelas XI SMA Triguna Utama. Sedangkan instrument skala

akhlak siswa terdiri dari aspek akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri

sendiri, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap guru, akhlak terhadap

teman, dan akhlak terhadap lingkungan. Penyusunan alat ukur ini untuk lebih

jelasnya dijabarkan pada tabel berikut ini:

(39)
[image:39.595.74.566.151.755.2]

Tabel 3

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian untuk Kecerdasan Emosional

Indicator No Butir Jumlah

F UF JML %

Kesadaran

Diri

a. Mampu mengenali perasan diri sendiri 1, 3 2 3 4 %

b. Mengetahui sebab dari perasaan yang sedang

dirasakan

5, 6 4 3 4 %

c. Mampu menilai diri secara teliti 7, 9 8 3 4 %

d. Percaya diri 10, 11 12 3 4 %

e. Menerima keadaan diri sendiri 13, 15 14 3 4 %

Pengendalian

diri

a. Mampu mengatur emosi sendiri 16, 18 17 3 4 %

b. Mampu mengolah emosi 19, 20 21 3 4 %

c. Mampu menahan impuls agresi kemarahan 23, 24 22 3 4 %

d. Mampu mengendalikan dan mengatasi stress 25, 27 26 3 4 %

Motivasi diri a. Mampu untuk memecahkan masalah 28, 30 29 3 4 %

b. Memiliki harapan dan optimism 31, 32 33 3 4 %

c. Mampu untuk berpikir positif 34,36 35 3 4 %

d. Mampu membebaskan diri dari pengaruh emosi 38 37, 39 3 4 %

e. Dorongan untuk berprestasi 40, 41 42 3 4 %

Empati a. Mampu mengenali emosi orang lain 43, 45 44 3 4 %

b. Merasakan dan memahami perasaan orang lain 46, 47 48 3 4 %

c. Menghargai emosi orang lain 49, 51 50 3 4 %

d. Punya kepedulian terhadap orang lain 52 53, 54 3 4 %

e. Berbagi 55, 56 57 3 4 %

f. Menolong 58, 59 60 3 4 %

g. Mau menerima sudut pandang orang lain 61 62, 63 3 4 %

h. Mampu mengungkapkan perasaan dengan baik 64, 65 66 3 4 %

Keterampilan

social

a. Mampu menjalin hubungan dengan orang lain 67, 68 69 3 4 %

b. Mampu menyesuaikan diri pada lingkungan baru 70 71, 72 3 4 %

c. Mampu berkomunikasi dengan orang lain 73, 75 74 3 4 %

(40)
[image:40.595.48.576.175.761.2]

Total 75 100 %

Tabel 4

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian untuk Akhlak Siswa

Indicator No Butir Jumlah

F UF Jml %

Akhlak

terhadap

Allah

1. Meyakini bahwa Allah itu ada dengan segala

kesempurnaannya

2. Melaksanakan solat 5 waktu

3. Terbiasa menjawab adzan dan iqomah

4. Ikhlas dalam beramal dan tidak mengharapkan imbalan

5. Senang berlatih khusyu saat berdoa

6. Selalu memohon ampun kepada Allah atas dosa yang

telah kita lakukan

7. Allah selalu memberikan yang terbaik untuk

makhluk-Nya

8. Bersyukur atas kelebihan dan prestasi yang telah diraih

9. Tidak melakukan kesalahan yang sama

10. Taubat nasuha

1,4,6,

7,8,9

2,3,5,

10

10 30 %

Akhlak

terhadap

Diri Sendiri

1. Terbiasa membaca doa sebelum memulai dan setelah

melaksanakan kegiatan

2. Rapi dalam bertindak, berpakaian, dan bekerja

3. Mempunyai rasa ingin tahu yang besar

4. Menunjukkan sikap berani karena benar

5. Berlatih mandiri

11,13,

15

12,14 5 14 %

Akhlak

kepada

Orang Tua

1. Terbiasa mengucapkan salam dan menjawab salam

2. Selalu berpamitan kepada orang tua

3. Hormat pada orang tua

4. Melaksanakan segala perintah orang tua

5. Tidak pernah berkata kasar terhadap orang tua

16,17,

18

19,20 5 14 %

(41)

Akhlak

kepada

Guru

1. Mau menerima tugas dengan ikhlas

2. Bertanggung jawab atas tugas yang diberikan

3. Terbiasa mengikuti tata tertib dan aturan sekolah

4. Hormat pada guru

5. Tepat waktu saat berangkat sekolah

24,25 21,22,

23

5 14 %

Akhlak

terhadap

Teman

1. Mudah meminta maaf dan suka memberi maaf

2. Senang tolong menolong dan dapat bekerja sama

3. Terbiasa mengucapkan terima kasih, tolong dan permisi

dengan baik

4. Senang bersikap jujur

5. Tidak membedakan antar teman

28,30 26,27,

29

5 14 %

Akhlak

terhadap

Lingkungan

1. Terbiasa memelihara lingkungan/alam dengan baik

2. Mendayagunakan alam dengan baik

3. Melestarikan alam sekitar

4. Tidak menyiksa hewan

5. Memelihara binatang peliharaan dengan baik

31,32,

33,34

35 5 14 %

Total 35 100 %

G. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai

pelaksanaan penelitian, dimulai dengan merumuskan masalah, menentukan

variable penelitian, studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan

landasan teoritis mengenai variabel penelitian. Selanjutnya menentukan,

menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan dipakai dalam penelitian,

yaitu skala sikap mengenai kecerdasan emosional yang dikaitkan dengan

akhlak siswa dan menentukan lokasi penelitian dan menyelesaikan

administrasi perizinan.

(42)

2. Tahap Pengambilan Data

Pada tahap ini dimulai dengan melakukan uji coba alat ukur penelitian

kepada siswa SMA Triguna Utama. Setelah data terkumpul, dilakukan analisis

item untuk menguji validitas dan reliabilitas tiap-tiap item pada alat ukur

penelitian (skala kecerdasan emosional dan skala akhlak) yang di ujicobakan.

3. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan penskoran terhadap setiap hasil skala yang telah

diisi oleh responden. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis data

dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian,

menginterpretasikan, membahas hasil analisa statistik berdasarkan teori serta

merumuskan kesimpulan hasil penelitian dengan memperhitungkan data

penunjang yang diperoleh.

H. Analisis Instrumen Penelitian

Agar mendapatkan instrument angket Kecerdasan Emosional dengan Akhlak

yang memadai, maka sebelum instrument tersebut digunakan dalam penelitian

terlebih dahulu dilakukan uji coba dan kemudian dianalisis dengan metode

analisis sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi

ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan

pengukuran tersebut. Instrumen yang sahih tidak sekedar mengukur apa yang

seharusnya diukur, tetapi mengandung pengertian sejauh mana informasi yang

diperoleh dari pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai tingkah laku atau

karakteristik yang diukur.4

Untuk menguji validitas tiap butir maka skor-skor yang ada pada butir

yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai

nilai x dan skor total dipandang sebagai nilai Y. Dengan diperolehnya indeks

validitas tiap butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang

4 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa….hal. 32.

(43)

tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya. Pada uji validasi angket ini

menggunakan rumus PEARSON, yaitu:

∑ ∑

=

2 2

xi

xt

xixt

rit

Keterangan:

rit = Angka indeks korelasi antara skor butir soal dengan skor total xi = Jumlah kuadrat deviasi skor dari xi

xt = Jumlah kuadrat deviasi skor dari xt

Suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila hasil perhitungan didapat

angka koefisien korelasi rit > rtabyang dikonsultasikan pada taraf signifikansi 0,05.

Dapat juga perhitungan validitas tersebut dilakukan dalam program

Microsoft Office Excel dengan menggunakan rumus PEARSON yang terdapat

dalam formula excel.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang

mempunyai asal kata rely dan ability. Reliabilitas mempunyai berabgai arti

yaitu keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsisten dan

sebagainya.5 Dalam rangka menentukan apakah sebuah instrumen memiliki daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang tinggi atau belum, maka

pengukuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha

Cronbach, dengan rumus: 6

=

2

11

1

1

St

Si

n

n

r

5 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa…hal. 32

6 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 207-208.

(44)

Keterangan:

r11 = Koefisien reliabilitas tes n = Banyaknya butir pernyataan

1 = Bilangan Konstan

Si = Jumlah varian skor dari tiap-tiap butir pernyataan 2

St = Varian total

Hasil perhitungan uji reliabilitas angket kecerdasan emosional pada

sampel sebanyak 45 siswa diperoleh harga koefisien reliabilitas sebesar 0,90.

Hal ini menunjukkan bahwa instrumen skala kecerdasan emosional yang

digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas sangat tinggi sehingga

memungkinkan atau layak digunakan dalam penelitian. Perhitungan lebih

jelasnya terdapat dalam lampiran.

Sedangkan perhitungan uji reliabilitas angket akhlak pada sampel

sebanyak 45 siswa diperoleh harga koefisien reliabilitas sebesar 0,81. Hal ini

menunjukkan bahwa instrumen skala akhlak yang digunakan dalam penelitian

ini memiliki reliabilitas sangat tinggi pula sehingga memungkinkan atau layak

digunakan dalam penelitian. Perhitungan lebih jelasnya terdapat dalam

lampiran.

I. Uji Hipotesis 1. Uji Korelasi

Perhitungan korelasi menggunakan Product Moment. Dimana Product

Moment Correlation adalah salah satu teknik untuk mencari korelasi antara

dua variable yang kerap kali digunakan. Teknik korelasi ini dikembangkan

oleh Karl Pearson. 7

Rumuskorelasi Product Moment Karl Pearson, yaitu:

7 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 177-178.

(45)

35

rxy = N ∑ XY – (∑ X) (∑ Y)

√{N ∑ X2 – (∑ X)2}{N ∑ Y2 – (∑ Y)2}

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi variable X dengan variable Y

∑ XY = jumlah dari hasil perkalian antara skor variable X dan skor variable Y X = skor variabel X

Y = skor variabel Y

N = Number of Case

Dengan adanya perhitungan yang bersifat lebih praktis, maka rumus

manual Product Moment tersebut diatas dapat diproses dengan menggunakan

program SPSS.

2. Perhitungan Koefisien Determinasi

Perhitungan koefisien determinasi ini dilakukan untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh variabel X terhadap variabel Y yang dinyatakan

dalam bentuk persen. Dimana rumus yang digunakan adalah rumus

Coefficient of Determination” atau koefisien penentu yang dalam hal ini

digunakan untuk lebih memudahkan pemberian interpretasi angka indeks

korelasi ‘r’ product mome

Gambar

Tabel 1. Jumlah Seluruh Siswa SMA Triguna Utama   ................................... 25
Gambar 2. Skor Kecerdasan Emosional Siswa  ..............................................
Tabel 1 Jumlah Seluruh Siswa SMA Triguna Utama Tangerang Selatan
Tabel 2 Kriteria Penilaian Angket
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari faktor internal yang memengaruhi penyesuaian sosial di sekolah, peneliti akan menyoroti lebih dalam pada masalah emosi, karena beberapa anak tidak mampu

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “

[r]

Skripsi beIjudul "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM" (Studi Penelitian Di Kelas XI SMA PGRI

diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.. Kemampuan komunikasi interpersonal siswa dengan indikator rasa percaya dan. empati terhadap orang

Sehingg dengan kecerdasan emosional yang didmiliki akan membantu para siswa membentuk dan memiliki akhlak yang baik terhadap Allah swt, diri sendiri, orang lain,

Thomas 2 untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu dari sudut pandang atau kacamata orang lain tersebut, dimana seseorang juga mampu

Berdasarkan paparan yang telah peneliti uraikan dapat diketahui bahwa siswa SMK X Semarang diduga mudah dikuasai oleh emosi negatif, dimana ketidak mampuan individu dalam mengatur