GINANJAR BAGUS NUGROHO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Tarif Impor terhadap Produksi dan Impor Kedelai di Indonesia adalah karya penulis dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Impor Kedelai di Indonesia. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.
Indonesia merupakan negara importir kedelai. Sekitar 70% kebutuhan kedelai nasional dipenuhi dari kedelai impor. Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi volume impor kedelai, salah satunya dengan kebijakan proteksi berupa tarif impor. Tarif impor bertujuan untuk melindungi petani dari banyaknya kedelai yang masuk ke pasar dalam negeri sehingga kedelai domestik dapat bersaing dengan kedelai impor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan kedelai yang berlaku di Indonesia, menganalisis faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai dan menganalisis dampak tarif impor terhadap volume impor dan produksi kedelai Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan model persamaan simultan untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan. Hasil identifikasi kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan pemerintah untuk menekan volume impor antara lain kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian serta kebijakan perdagangan berupa tarif impor. Faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia adalah konsumsi kedelai, tarif impor tahun sebelumnya, dan volume impor tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil simulasi, penetapan tarif impor sebesar 10% mampu mengurangi volume impor sebesar 11.99% dan meningkatkan produksi kedelai domestik sebesar 0.05%. Penetapan tarif impor sebesar 15% dapat menurunkan volume impor sebesar 33.54% dan meningkatkan produksi kedelai domestik sebesar 0.12%
GINANJAR BAGUS NUGROHO. Impact of Import Tariff on Production and Import of Soybean in Indonesia. Supervised by YUSMAN SYAUKAT.
Indonesia is a soybean importing country. Approximately 70% of Indonesian soybean consumption is fulfilled from import of soybean. There are many policies that have been promoted by Indonesian government to reduce the volume of imported soybean. One of the policies is import tariff protection. The purpose of import tariff is to protect farmers from a huge amount of imported soybean in domestic market, so the domestic soybean can compete with imported soybean. This research aimed to identify Indonesian government policies on soybean, to analyze the variable that affect the volume of imported soybean, and to analyze the tariff impact on the import volume and domestic soybean production. The analyses were conducted using descriptive analysis and simultaneous equations model. The identification of the policies to reduce the volume of imported soybean resulted the following three policies: agriculture intensification, agriculture extensification, and import tariff policies. Furthermore, the volume of imported soybean was affected by the following three variables: soybean consumption, import tariff and import volume of the preceding year. The simulation result showed that determining of 10% import tariff decrease 11.99% of import volume and increase 0.05% of domestic soybean production. However, 15% of import tariff decrease the import volume by 33.54% and increase the soybean production by 0.12%.
GINANJAR BAGUS NUGROHO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Nama : Ginanjar Bagus Nugroho
NIM : H44090026
Disetujui oleh
Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr.Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang
dilaksanakan sejak Juli 2013 hingga November 2013 adalah perdagangan
pertanian dengan judul “Dampak Tarif Impor terhadap Produksi Kedelai dan
Impor Kedelai Indonesia”
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku
dosen pembimbing atas bimbingannya selama penelitian. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA selaku dosen penguji
utama dan Ibu Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen
yang telah memberi saran dan masukan kepada penulis. Penghargaan penulis
sampaikan kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah
membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah, Ibu serta Kakak atas kasih
sayang serta doa yang yang dipanjatkan. Terima kasih juga kepada kawan-kawan
sebimbingan, kawan-kawan ESL 46, juga kawan-kawan ADK IPB yang banyak
memberikan semangat kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu secara moril dan materil kepada penulis sehingga
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Ruang Lingkup ... 6
II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 8
2.2 Hambatan Perdagangan Internasional ... 9
2.3 Teori Penawaran ... 11
2.4 Teori Permintaan ... 12
2.5 Penelitian Terdahulu ... 12
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15
IV METODE PENELITIAN ... 18
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 18
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 18
4.3.1 Metode Analisis Deskriptif ... 18
4.3.2 Metode Persamaan Simultan ... 19
4.3.3.1 Perumusan Model ... 19
4.3.3.2 Identifikasi Model ... 22
4.3.3.3 Uji Kesesuaian Model ... 24
4.3.3.4 Uji Dugaan Variabel secara Pasrial ... 25
4.3.3.6 Uji Multicollinearity ... 26
4.3.3.7 Uji Kohomogenan Sisaan ... 26
4.3.3.8 Elastisitas ... 26
4.4 Validasi Model ... 27
4.5 Simulasi kebijakan ... 28
V KERAGAAN MODEL EKONOMI KEDELAI DI INDONESIA ... 30
5.1 Produksi Kedelai Nasinal ... 30
5.2 Kebijakan Kedelai Impor Indonesia ... 32
VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPEGARUHI KERAGAAN KEDELAI DI INDONESIA ... 35
6.1 Hasil Pendugaan Model ... 35
6.2 Luas Area Panen ... 36
6.3 Produktivitas Kedelai ... 37
6.4 Harga Kedelai Tingkat Petani ... 38
6.5 Konsumsi Kedelai ... 40
6.4 Harga Riil Kedelai Eceran ... 41
6.5 Impor Kedelai ... 42
6.6 Harga Riil Kedelai Impor ... 44
VII DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN TERHADAP KERAGAAN KEDELAI DI INDONESIA ... 47
7.1 Hasil Validasi Model ... 47
7.2 Dampak Perubahan Tarif Impor ... 47
VIII SIMPULAN DAN SARAN ... 50
8.1 Simpulan ... 50
8.2 Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
LAMPIRAN ... 55
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Tarif impor kedelai Indonesia tahun 1974 – 2012 ... 5
2. Pencapaian program peningkatan produksi kedelai domestik Indonesia pada masa Orde Baru (1979-1998) ... 30
3. Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia tahun 2005-2011 ... 31
4. Skenario pelaksanaan kegiatan pencapaian produksi kedelai domestik Indonesia tahun 2013 ... 32
5. Perkembangan kebijakan pemerintah terkait kedelai Indonesia tahun 1982-2013 ... 34
6. Hasil pendugaan model kinerja kedelai di Indonesia 1983-2011 ... 35
7. Hasil pendugaan luas area panen kedelai di Indonesia 1983-2011 ... 36
8. Hasil pendugaan produktivitas kedelai di Indonesia 1983-2011 ... 37
9. Hasil pendugaan harga riil kedelai tingkat petani Indonesia 1983-2011 ... 39
10 Hasil pendugaan konsumsi kedelai Indonesia 1983-2011 ... 40
11. Hasil pendugaan harga riil kedelai eceran Indonesia 1983-2011... 41
12. Hasil pendugaan impor kedelai Indonesia 1983-2011 ... 42
13. Hasil pendugaan harga riil kedelai impor Indonesia tahun 1983-2011... 45
14. Hasil validasi model perkembangan kedelai di Indonesia tahun 1983-2011 ... 47
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Perkembangan konsumsi tahu dan tempe Indonesia tahun1993 – 2011 ... 2
2. Luas panen (ha) dan produksi (ton) kedelai tahun 2000 - 2011 ... 3
3. Perbandingan produksi kedelai, konsumsi kedelai dan volume impor kedelai Indonesia tahun 2001 – 2011 ... 4
4. Teori kurva terjadinya perdangangan internasional ... 8
5. Ilustrasi pengaruh tarif pada Negara Berkembang ... 10
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Data model keragaan ekonomi kedelai Indoensia 1983-2011 ... 55 2. Program komputer estimasi model keragaan ekonomi kedelai 1983-2011
menggunakan metode 2SLS dan prosedur SYSLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 58 3. Hasil estimasi model keragaan ekonomi kedelai 1983-2011 menggunakan
metode 2SLS dan prosedur SYSLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 59 4. Hasil uji multikolinearitas menggunakan nilai VIF dan uji
heterokedastisitas menggunakan uji white dengan software SAS/ETS 9.1.. 64 5. Program komputer validasi model ekonomi kedelai 1983-2011
menggunakan metode NEWTON dan prosedur SIMLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 69 6. Hasil validasi model ekonomi kedelai 1983-2011 menggunakan metode
NEWTON dan prosedur SIMLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 70 7. Program komputer simulasi model ekonomi kedelai 2004-2011
menggunakan metode NEWTON dan prosedur SIMLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 73 8. Hasil simulasi model ekonomi kedelai 2004-2011 menggunakan metode
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan pertanian sebagai salah
satu sektor strategis dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Menurut
Kementerian Pertanian (2004), peran sektor pertanian antara lain sebagai penyedia
bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja,
sumber devisa negara, serta sumber pendapatan masyarakat. Sektor pertanian
masih menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja nasional. Jumlah
penyerapan tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2011 sebesar 39.3 juta orang
atau 33.51 persen dari jumlah angkatan kerja nasional. Kontribusi sektor pertanian
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 atas dasar harga konstan
tahun 2000 sebesar Rp 315 triliun dengan laju pertumbuhan tahun 2011 sebesar
3.07 persen (Pusdatin 2012). Berdasarkan kondisi tersebut pembangunan
pertanian menjadi hal yang penting untuk perekonomian dan pemenuhan
kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional yang ingin mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Indikator mendasar dari kemakmuran suatu bangsa adalah tersedianya pangan
yang cukup, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Kumenaung 1994).
Pembangunan bidang pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam
Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 yaitu untuk mewujudkan tingkat kecukupan pangan
dengan harga yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat sesuai kebutuhan serta
ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup,
memiliki mutu gizi yang layak, dan aman dikonsumsi oleh setiap individu rumah
tangga. Oleh karena itu, pangan menjadi kebutuhan pokok yang pemenuhannya
menjadi hak asasi bagi setiap rakyat Indonesia.
Salah satu komoditas pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung
adalah kedelai. Kedelai termasuk komoditas palawija yang diatur dalam kebijakan
pangan nasional. Kedelai merupakan sumber protein nabati paling populer bagi
masyarakat Indonesia. Konsumsi terbanyak kedelai berupa tempe dan tahu.
dan susu kedelai. Konsumsi kedelai Indonesia berfluktuatif namun cenderung
naik. Menurut pusdatin (2012) konsumsi produk olahan kedelai berupa tempe
rata-rata 7.02 kg/kapita/tahun dan tahu rata-rata 6.60 kg/kapita/tahun.
Perkembangan konsumsi kedelai berupa produk olahan tempe dan tahu dari tahun
1993 sampai 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Pusdatin, 2012
Gambar 1 Perkembangan konsumsi tahu dan tempe Indonesia tahun 1993-2011
Berkembangnya industri pangan dan pakan berbahan baku kedelai yang
disertai dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di
Indonesia juga meningkat. Konsumsi kedelai yang cenderung meningkat ternyata
tidak sebanding dengan produksi kedelai dalam negeri. Pusdatin (2012)
menyatakan bahwa pada tahun 2011 total konsumsi kedelai sebesar 2.57 juta ton,
sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya sebesar 851.29 ribu ton atau turun
sebesar 55.74 ribu ton (enam persen) dibandingkan tahun 2010. Produksi kedelai
dalam negeri terbesar adalah Jawa Timur sebesar 43 persen diikuti Jawa Tengah
(13 persen), Nusa Tenggara Barat (10 persen), Jawa Barat (tujuh persen), Aceh
(enam persen), DI Yogyakarta dan Sulawesi Selatan masing-masing empat persen,
sedangkan sisanya sebesar 13 persen tersebar berasal dari provinsi lainnya.
Penurunan produksi kedelai terjadi karena luas panen kedelai juga
cenderung menurun yang diakibatkan penurunan harga riil kedelai dan adanya
persaingan penggunaan lahan dengan tanaman palawija lainnya yang memiliki
harga riil lebih tinggi dan pemeliharaan yang relatif mudah seperti jagung
berbanding lurus dengan produksi kedelai. Selama tahun 2000-2011 luas panen
dan produksi berfluktuatif namun cenderung menurun. Pada tahun 2000, produksi
kedelai mencapai satu juta ton, sedangkan pada tahun 2011 hanya sekitar 850 ribu
ton kedelai.
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013 (diolah)
Gambar 2 Luas panen (ha) dan produksi (ton) kedelai tahun 2000-2011
Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi tersebut menyebabkan
Indonesia harus mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang
belum tercukupi oleh produksi dalam negeri. Pusdatin (2012) menyatakan bahwa
kebutuhan kedelai pada tahun 2011 sebesar 77 persen dipenuhi dari impor luar
negeri sedangkan sisanya dipenuhi pasokan dalam negeri. Kondisi impor yang
tinggi tersebut dapat mengakibatkan ketergantungan terhadap kedelai impor.
Kedelai impor Indonesia dipasok dari berbagai negara, lima besar di antaranya
berasal dari Amerika, Malaysia, Kanada, Ukraina, dan China.
1.2 Rumusan Masalah
Kebutuhan kedelai untuk konsumsi nasional tidak dapat dipenuhi oleh
produksi dalam negeri. Kekurangan tersebut dipenuhi pemerintah dengan
mengimpor kedelai dari luar negeri, Amerika menjadi pemasok terbesar kedelai
impor untuk Indonesia. Tahun 2010 impor Indonesia dari Amerika mencapai 1.58
juta ton atau 89.5 persen dari total impor kedelai Indonesia (BPS 2012). Struktur
pasar kedelai lebih mendekati pasar oligopoli sehingga bagi negara importir 0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
seperti Indonesia akan beresiko tinggi terhadap instabilitas pasokan dan harga
kedelai impor (Nuryanti dan Kustiari 2007). Perbandingan produksi kedelai
domestik dengan volume kedelai impor Indonesia mulai tahun 2001-2011 dapat
dilihat pada Gambar 3.
Sumber: Pusdatin, 2013 (diolah)
Gambar 3 Perbandingan produksi kedelai,konsumsi kedelai dan volume impor Indonesia tahun 2001-2011
Berdasarkan Gambar 3, produksi kedelai Indonesia pada tahun 2001-2011
cenderung menurun sedangkan konsumsi kedelai cenderung meningkat terutama
pada tahun 2007-2011. Selisih antara produksi dan konsumsi kedelai tersebut
dicukupi dengan mengimpor kedelai. Volume impor kedelai yang cenderung naik
dari tahun 2008-2011 mengakibatkan kedelai impor yang beredar di pasar
domestik semakin banyak. Impor kedelai tertinggi terjadi pada tahun 2006.
Kualitas kedelai impor yang lebih baik dan harga yang relatif lebih murah
membuat kedelai domestik sulit bersaing dengan kedelai impor.
Volume impor yang mencapai 77 persen membuat Indonesia menjadi
sangat bergantung terhadap pasokan kedelai impor. Kedelai impor yang banyak
beredar di dalam negeri membuat pemerintah melakukan beberapa bentuk
proteksi untuk melindungi produksi kedelai dalam negeri dan petani kedelai
domestik. Pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor kedelai sebagai alternatif
untuk melindungi produsen kedelai dalam negeri. Tarif impor yang digunakan
adalah tarif ad-valorem dengan besar tarif berubah-ubah setiap waktu. Tarif
ad-2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari
nilai barang yang diimpor (Salvatore 1977).
Tabel 1 menunjukkan tarif impor kedelai yang berlaku di Indnesia sejak
1974 hingga 2012. Tarif impor kedelai memang berfluktuatif bahkan pernah
mencapai 0 persen. Pada 29 September 1998 hingga 2003 tarif impor 0 persen
diberlakukan sesuai kesepakatan Indonesia dengan Internatioal Monetary Fund
(IMF) yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI).
Tabel 1 Tarif impor kedelai Indonesia tahun 1974-2012
Jangka waktu (tahun) Besar Tarif impor kedelai (%)
1974 – 1982 30
untuk menjaga kestabilan harga kedelai dalam negeri dan mengantisipasi
kekurangan stok kedelai dalam negeri yang harganya naik melebihi kenaikan
harga kedelai di tingkat dunia. Dampak lain penghapusan tarif impor hingga 0
persen justru meningkatkan volume kedelai yang masuk di pasar domestik yang
dapat membuat harga kedelai di tingkat petani menurun.
Sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia harus
mematuhi Agreement on Agricultural (AoA). AoA memuat kesepakatan untuk
mengurangi hambatan perdagangan pertanian melalui program reformasi jangka
panjang secara bertahap (Roni 2008). Inti kesepakatan AoA adalah meningkatkan
akses pasar melalui pengurangan hambatan perdagangan baik hambatan tarif
maupun hambatan non tarif, pengurangan subsidi ekspor, dan pengurangan
bantuan kepada petani dalam negeri. Kebijakan ini membuat Indonesia sebagai
yang bersaing. Di sisi lain, kebijakan ini merugikan produsen kedelai domestik
karena produksi kedelai domestik justru menjadi terhambat dengan tidak adanya
bantuan untuk berproduksi.
Pemenuhan kebutuhan kedelai Indonesia kini sangat bergantung pada
kedelai impor sehingga tarif impor kedelai yang berubah-ubah dalam waktu yang
singkat menunjukkan bahwa impor kedelai yang dilakukan Indonesia mampu
mempengaruhi penawaran dan permintaan kedelai di Indonesia. Kebijakan
pemerintah untuk melindungi para petani kedelai dari maraknya kedelai impor
dengan memberlakukan tarif pun perlu dievaluasi sejauh mana keefektifan
kebijakan proteksi tersebut.
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan kebijakan perkedelaian yang berlaku di Indonesia?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume impor kedelai di
Indonesia?
3. Bagiamana dampak tarif impor yang diberlakukan pemerintah terhadap
volume impor dan produksi kedelai domestik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi perkembangan kebijakan perkedelaian yang berlaku di
Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai di
Indonesia.
3. Menganalisis dampak tarif impor terhadap produksi kedelai dan impor kedelai
Indonesia.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji dampak perubahan tarif
terhadap produksi dan impor kedelai di Indonesia. Oleh karena itu ruang lingkup
dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis kedelai yang dianalisis adalah jenis kedelai kuning (Glycine max).
3. Data jumlah impor kedelai yang digunkan tidak dibedakan berdasarkan jenis
kedelai dan asal negaranya.
4. Data harga kedelai impor adalah harga berdasarkan nilai CIF (border price)
5. Penawaran kedelai merupakan penjumlahan antara produksi dan impor
kedelai.
6. Permintaan kedelai dicirikan dengan variabel konsumsi kedelai.
7. Data konsumsi kedelai yang digunakan adalah konsumsi kedelai yang
digunakan sebagai bahan pangan.
8. Penelitian ini hanya melihat pengaruh kebijakan tarif impor terhadap
Sumber: Salvatore, 1977
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Adam Smith dalam Salvatore (1977), negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika kedua negara tersebut memperoleh keuntungan.
Teori Adam Smith ini terkenal dengan teori keunggulan absolut (absolute
advantage). Teori keungulan absolut mengungkapkan jika sebuah negara lebih
efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang
efisien dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat
memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi
dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain dengan kerugian absolut. Akan tetapi teori
keunggulan absolut hanya dapat menjelaskan sebagian kecil saja dari perdagangan
dunia sehingga David Ricardo menyampaikan teori keunggulan komparatif yang
mungkin lebih dapat menjelaskan dasar dan keuntungan dari perdagangan
(Salvatore 1977).
Menurut hukum keunggulan komparatif David Ricardo, meskipun sebuah
negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi,
namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Teori sederhana terjadinya perdagangan
internasional yang dilakukan oleh dua negara ditunjukkan oleh Gambar 4.
Pada Gambar 4 sebelum terjadi perdagangan internasional, harga
komoditi ‘x’ di negara 1 sebesar P1 dan harga di negara 2 sebesar P3. Penawaran
internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar dari P1, sedangkan
permintaan akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Harga akan
terbentuk jika penawaran dan permintaan bertemu di satu titik, yaitu P2.
2.2 Hambatan Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional yang dilakukan negara di dunia ada yang sudah
menerapkan perdagangan bebas (free trade), namun dalam prakteknya
perdagangan internasional antar dua negara selalu merugikan negara yang lemah
(developing country). Tingkat harga lebih banyak ditentukan negara maju karena
tingkat ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju (Tan 1988).
Pemerintah membuat kebijakan hambatan perdagangan untuk melindungi industri
dalam negeri. Alasan diterapkannya hambatan tersebut untuk meningkatkan
kesejahteraan nasional atau bentuk perlindungan terhadap produksi komoditi
domestik.
Hambatan perdagangan ada dua macam yaitu hambatan tarif (tariff
barrier) dan hambatan non tarif (non-tariff barrier). Tarif adalah pajak atau cukai
yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial.
Ditinjau dari aspek komoditi ada dua macam tarif yaitu tarif impor (pajak yang
dikenakan pada komoditi yang diimpor) dan tarif ekspor (pajak yang dikenakan
pada komoditi ekspor). Apabila ditinjau dari aspek penghitungannya, tarif terdiri
dari tarif ad valorem yaitu pajak yang dikenakan berdasar persentase tertentu dari
nilai barang yang diimpor, kemudian ada tarif spesifik yaitu pajak yang dikenakan
sebagai beban tetap unit barang yang diimpor.
Menurut Tan (1988), pengaruh tarif dalam negara berkembang ada enam,
dengan asumsi perdagangan dilakukan antar dua negara dan harga ditentukan oleh
produsen luar negeri. Pengaruh tarif pada negara berkembang berupa consumption
effect, production effect, revenue effect, redistribution effect, employment effect
dan balance of payment effect. Gambar 6 menunjukkan ilustrasi pemberian tarif
Gambar 5 Ilustrasi pengaruh tarif pada negara berkembang
Keterangan :
SD = Supply dalam negeri DD = Demand dalam negeri
P1 = Harga sebelum diberlakukan tarif
P2 = Harga setelah diberlakukan tarif
Q1,3 = Jumlah barang yang ditawarkan
Q2,4 = Jumlah barang yang diminta
E* = Titik Keseimbangan
Titik E* adalah titik keseimbangan dalam negeri dan terjadi transaksi
antara konsumen dan produsen suatu komoditi. P1 adalah harga dunia untuk
sebuah komoditi. Jika komoditi impor masuk ke dalam negeri maka akan
mengurangi surplus produsen sementara produsen hanya mampu menawarkan
komoditi tersebut sebesar Q1 sedangkan permintaan sebesar Q2. Pemerintah
memberlakukan tarif impor untuk melindungi produsen dalam negeri sehingga
mengakibatkan harga naik menjadi P2. Pada harga P2, produsen mampu
meningkatkan produksinya menjadi Q3 sedangkan permintaan sebesar Q4.
Berdasarkan Gambar 5, pemberlakuan tarif akan meningkatkan produksi dalam
negeri suatu komoditi, selain itu pemerintah juga mendapatkan penerimaan dari
tarif sebesar B.
Consumption effect akibat tarif impor yaitu berkurangnya konsumsi
sebesar Q2-Q4 karena harga yang naik. Production effect yaitu pengaruh yang
E* P
Q SD
DD
Q1 Q3 Q4 Q2
P 1
P 2
menyebabkan produsen dalam negeri meningkatkan produksinya dari Q1 ke Q3.
Revenue effect tarif adalah penerimaan yang diterima pemerintah sebesar tarif
(B). Redistribution effect adalah tarif yang dikenakan terhadap komoditi sehingga
produsen tidak mau merugi, maka produsen menaikan harga-harga dalam negeri,
nilai redistribution effect sebesar A. Kenaikan produksi membutuhkan tenaga
kerja yang banyak. Hal tersebut merupakan employment effect adanya tarif.
Balance of payment effect digambarkan dengan impor yang berkurang ketika
terjadi peningkatan produksi. Saat impor turun sementara ekspor naik maka
neraca pembayaran akan meningkat.
Hambatan non tarif dilakukan dengan tidak memungut pajak melainkan
dengan kebijakan yang diberlakukan oleh suatu negara. Ada beberapa bentuk
kebijakan hambatan non tarif, salah satunya adalah kuota impor. Kuota adalah
pembatasan secara langsung terhadap jumlah ekspor ataupun impor. Kuota bisa
berupa pembatasan kuantitas pasokan atau pembatasan nilai. Kuota impor dapat
digunakan untuk melindungi sektor industri domestik tertentu atau sektor
pertanian agar sektor tersebut bisa lebih berkembang. Selain kuota impor, bentuk
hambatan lainnya berupa pembatasan ekspor ‘sukarela’, hambatan administratif,
kartel-kartel internasional, dumping, dan subsidi ekspor.
2.3 Teori Penawaran
Penawaran adalah jumlah komoditas yang ditawarkan produsen kepada
konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan jangka waktu tertentu
(Putong 2007). Harga dan jumlah yang ditawarkan memiliki hubungan yang
positif, artinya jika harga naik maka jumlah komoditas yang ditawarkan semakin
banyak. Asumsi yang digunakan adalah ceteris paribus yaitu suatu keadaan
dimana faktor-faktor lain dianggap tetap. Misal, apabila harga suatu komoditas
naik, dengan asumsi ceteris paribus maka faktor-faktor selain komoditas tersebut
diasumsikan tetap atau tidak mengalami perubahan (Lipsey 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas dapat
digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:
Keterangan :
Qsk = Penawaran komoditas Pk = Harga komoditas itu sendiri
Ps = Harga komoditas lain (substitusi dan komplementer) Pi = Harga input (faktor produksi)
G = Tujuan perusahaan T = Teknologi
Tx = Pajak dan subsidi
2.4 Teori Permintaan
Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli
konsumen selama periode waktu tertentu (Pappas dan Hirschey 1995). Menurut
Mankiw (2003), permintaan suatu barang atau jasa akan berlaku hukum
permintaan yaitu jika harga sebuah barang meningkat, maka kuantitas barang
yang diminta akan menurun dengan menganggap hal lainnya tetap (ceteris
paribus). Gorman (2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempegaruhi
permintaan yaitu harga barang itu sendiri, harga barang dan jasa lainnya,
pendapatan, preferensi dan persepsi akan harga di masa depan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas dapat
digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:
Qdk = f (Pk, Pl, I, S, PH)………(2.2)
Keterangan:
Qdk = permintaan komoditi Pk = harga barang itu sendiri Pl = harga barang atau jasa lain I = pendapatan
S = preferensi atau selera
PH = persepsi harga di masa depan
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian Anggasari tahun 2008 membahas analisis faktor yang
mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia. Analisis penelitian tersebut
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan variable produksi
kedelai domestik, harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar
rupiah terhadap dollar, dummy tarif impor 10 persen dan dummy impor lima
dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika dan dummy penetapan tarif impor sebesar 10
persen.
Roni (2008) melakukan penelitian dampak penghapusan tarif impor
kedelai di Indonesia. Liberalisasi perdagangan pada komoditi kedelai salah
satunya dengan penghapusan tarif impor. Gejolak perdagangan bebas ini
menyebabkan tidak menentunya perbahan harga komoditi kedelai. Harga kedelai
pernah naik secara drastis dengan harga Rp 900 per kg menjadi Rp 9.000 per kg.
Roni (2008) mengungkapkan bahwa kebijakan menghapus tarif impor kedelai
berdampak pada turunnya harga kedelai baik di tingkat petani maupun grosir.
Penghapusan tarif impor juga berdampak pada turunnya jumlah penawaran
kedelai. Tarif impor yang dihapuskan mengakibatkan meningkatnya jumlah
volume impor dan menurunnya surplus produsen, surplus konsumen, surplus netto
dan menghilangkan penerimaan pajak impor kedelai. Keuntungan usaha tani
menurun sebesar 32.41 persen untuk wilayah yang menjadi sampel yaitu Jawa
Timur dan Jawa Barat.
Facino (2012) melakukan penelitian tentang kebijakan perkedelaian
nasional. Penelitian ini lebih banyak membahas secara deskriptif kebijakan
perkedelaian Indonesia. Pada penelitian ini diketahui perdagangan kedelai dunia
masih didominasi oleh Amerika Serikat diikuti Brazil, Argentina, China dan
India. Amerika menjadi negara penyuplai kedelai ke Indonesia terbesar dengan
rata-rata 70 persen setiap tahunnya. Produksi kedelai lebih banyak dipasok oleh
produsen di Pulau Jawa daripada di luar Jawa. Kebutuhan kedelai Indonesia setiap
tahunnya meningkat rata-rata di atas 2 juta ton yang 90 persen di antaranya
digunakan sebagai bahan pangan. Produksi kedelai dalam negeri hanya mampu
memasok kedelai sebesar 36.59 persen dari kebutuhan nasional sedangkan sisanya
sebesar 63.41 persen dipasok dari kedelai impor.
Pemerintah menggalakkan program Kedelai Mandiri pada tahun 2000 dan
program Bangkit Kedelai pada tahun 2008 untuk mengatasi kekurangan pasokan
kedelai dalam negeri, akan tetapi kedua program tersebut belum mencapai sasaran
dan target pemerintah dalam mengurangi laju impor kedelai dan meningkatkan
membantu petani kedelai. Impor kedelai Indonesia justru terus mengalir ke pasar
domestik dengan jumlah angka semakin tinggi sementara produksi kedelai
nasional semakin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kumenaung (1994) melakukan penelitian mengenai dampak kebijakan
ekonomi terhadap industri komoditi kedelai Indonesia. Salah satu tujuan
penelitiannya adalah melihat perubahan kesejahteraan para pelaku ekonomi
karena adanya kebijakan ekonomi berupa peningkatan harga dasar, peningkatan
harga pupuk, peningkatan harga bibit, peningkatan pajak impor dari harga kedelai
impor, devaluasi, peningkatan suku bunga dan kuota impor. Analisis dilakukan
dengan model persamaan simultan dan metode Three Stage Least Squares (3
SLS). Metode ini ternyata dapat menghasilkan model penawaran dan permintaan
komoditas kedelai dengan validitas model yang cukup baik.
Hasil penelitian Kumenaung (1994) menyebutkan bahwa jumlah impor
dipengaruhi oleh harga impor, nilai tukar, pendapatan per kapita dan jumlah
penduduk. Kebijakan tarif impor dan kuota impor hanya mempengaruhi
aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan perdagangan luar negeri, namun sisi
permintaan dan produksi kedelai di dalam negeri tidak terpengaruhi. Berdasarkan
kebijakan yang dianalisis, kenaikan harga dasar akan meningkatan penerimaan
sehingga merangsang petani untuk memproduksi kedelai. Nilai tukar yang
meningkat sebesar 15 persen akan menurunkan jumlah impor sebesar 12.58
persen.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini
memfokuskan untuk mengkaji dampak perubahan kebijakan tarif impor terhadap
produksi kedelai domestik dan jumlah impor kedelai. Penelitian ini menggunakan
data time series dari tahun 1983-2011, sehingga bisa menggambarkan kondisi saat
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati. Kedelai
digunakan untuk membuat bermacam-macam produk olahan makanan seperti
tempe, tahu, kecap, tauco. Selain itu, kedelai dimanfaatkan untuk bahan pakan
ternak. Permintaan yang tinggi terhadap kedelai ternyata tidak diimbangi dengan
produksi kedelai dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional
Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri. Indonesia mengimpor kedelai
hampir 70 persen untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional, kondisi ini akan
membuat harga kedelai domestik sulit bersaing dengan kedelai impor. Dampak
selanjutnya adalah harga kedelai domestik akan tergantung pada kondisi
perkedelaian dunia.
Kedelai impor yang masuk ke Indonesia memiliki kualitas dan harga
kedelai yang lebih bagus daripada kedelai domestik, sehingga para konsumen
lebih memilih kedelai impor daripada kedelai domestik. Kondisi ini membuat
petani kedelai domestik kurang bergairah untuk memproduksi kedelai, sehingga
pasokan kedelai domestik cenderung menurun tiap tahunnya. Oleh karena itu,
pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor untuk melindungi petani domestik.
Kebijakan tarif impor ini satu-satunya bentuk proteksi yang dilakukan pemerintah.
Beberapa kali Indonesia kekurangan pasokan kedelai nasional sehingga
pemerintah sempat menghapuskan tarif impor kedelai menjadi 0 persen.
Penghapusan tarif ini justru merugikan petani kedelai domestik sehingga pada
tahun 2012 pemerintah kembali menaikan tarif impor kedelai sebesar lima persen.
Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai menyebabkan harga
kedelai di dalam negeri juga tergantung terhadap harga kedelai dunia.
Ketergantungan ini menyebabkan penawaran kedelai di dalam negeri dipengaruhi
penawaran kedelai dunia sehingga besarnya volume impor akan mempengaruhi
produksi kedelai domestik. Produksi kedelai domestik dalam penelitian ini diduga
dipengaruhi oleh luas area panen, produktivitas, harga kedelai domestik, harga
jagung, jumlah impor dan tarif impor. Kebijakan proteksi berupa tarif merupakan
kebijakan yang umum dilakukan. Kebijakan tarif selain untuk melindungi
produsen domestik juga menambah pemasukan pemerintah. Kerangka pemikiran
Kondisi perkedelaian nasional
Konsumsi kedelai meningkat
Kebijakan tarif impor
Faktor yang mempengaruh volume impor kedelai
Analisis simulasi kebijakan tarif dengan metode newton
Analisis persamaan simultan Dampak tarif impor terhadap
produksi dan volume impor kedelai
Kebijakan impor kedelai
Estimasi dengan metode Two
Stage Least Square (2SLS)
Peningkatan produksi kedelai domestik / penurunan impor
kedelai
Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional Produksi kedelai
Perumusan model merupakan langkah pertama dan langkah yang paling
penting dalam melakukan penelitian atau mempelajari berbagai hubungan antar
variabel. Model digunakan untuk mewakili hubungan variabel-variabel dalam
bentuk matematik dimana suatu fenomena ekonomi dapat dipelajari secara
empirik (Koutsoyiannis 1977). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sistem persamaan simultan. Menurut Yuwono (2005) persamaan simultan adalah
persamaan estimasi dimana variabel endogen dari persamaan itu juga merupakan
variabel penjelas untuk salah satu atau lebih variabel bebasnya. Model persamaan
simultan memiliki dua jenis persamaan yaitu persamaan identitas dan persamaan
struktural, persamaan struktural menunjukkan pengaruh langsung dari setiap
variabel bebas terhadap variabel tak bebas.
Persamaan simultan dalam penelitian ini digunakan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor serta
menganalisis pengaruh tarif impor terhadap volume impor dan produksi kedelai
domestik. Berdasarkan uji order condition dan rank condition persamaan dalam
model ini teridentifikasi dengan masing-masing persamaan diidentifikasi
overidentified, sehingga untuk menyelesaikan permasalahan ini dapat digunakan
metode Two Stage Least Square (2SLS).
Hasil estimasi persamaan dengan metode Two Stage Least Square
digunakan untuk melakukan simulasi kebijakan. Simulasi kebijakan dilakukan
dengan menggunakan metode Newton berupa penetapan kebijakan tarif impor
sebesar 10 persen dan 15 persen. Hasil simulasi kebijakan akan menunjukkan
pengaruh penetapan tarif impor terhadap produksi kedelai dan jumlah impor
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara nasional dengan melihat perkembangan
impor komoditi kedelai Indonesia. Penelitian ini dimulai dari bulan Juli 2013
hingga November 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder
dalam bentuk time series dengan periode waktu 29 tahun yaitu dari tahun 1983
sampai tahun 2011 yang disesuaikan dengan keadaan yang berlaku. Data yang
dikumpulkan berupa data produksi kedelai domestik, luas panen kedelai,
konsumsi kedelai, volume dan nilai impor kedelai serta harga kedelai domestik.
Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian,
Kementerian Perdagangan, World Bank, dan institusi lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini serta penelitian-penelitian terdahulu yang terkait. Data yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data 4.3.1 Metode Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan
pengelompokan dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut kemudian
dimasukkan sebagai input komputer. Pengolahan data dilakukan menggunakan
software Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi
9.1. Hasil olahan data disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara
deskriptif berdasar tinjauan teorinya.
4.3.2 Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif adalah suatu cara analisis langsung melalui
penyajian tabel dan gambar dengan memanfaatkan data yang tersedia seperti
persentase, rata-rata, dan ukuran statistik lainnya. Analisis deskriptif yang
tentang produksi kedelai, impor kedelai serta kebijakan perkedelaian nasional
mulai tahun 1983 sampai 2011.
4.3.3 Analisis Persamaan Simultan
Model persamaan simultan digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel eksogen (exogenous variable) terhadap variabel endogen (endogenous
variable) dalam hubungan yang bersifat simultan. Variabel eksogen adalah
variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat dalam model
sistem persamaan simultan, sedangkan variabel endogen adalah variabel yang
keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat di dalam model
sistem persamaan simultan.
4.3.3.1 Perumusan Model
Persamaan simultan terdiri dari persamaan identitas dan persamaan
struktural. Persamaan identitas dalam penelitian ini adalah fungsi produksi yaitu :
PRD = LAP *PRV …....…...……….. (4.1)
Ket: PRD = produksi kedelai domestik (ton) LAP = Luas area panen (ha)
PRV = Produktivitas (ton/ha)
Persamaan struktural terbentuk dari teori ekonomi yang mendasarinya
(Juanda 2009). Teori yang mendasari persamaan struktural berasal dari persamaan
identitas yaitu fungsi produksi. Persamaan struktural dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Fungsi Luas Area Panen
Luas area panen tanaman kedelai dipengaruhi oleh perubahan harga riil
kedelai di tingkat petani (PTPt-PTPt-1), harga riil jagung tahun sebelumnya (PJG
t-1), dan luas areal panen tahun sebelumnya (LAPt-1). Persamaan luas area panen
kedelai dirumuskan sebagai berikut:
LAPt = a0 + a1(PTPt-PTPt-1) + a2PJGt-1 + a3LAPt-1 + µ1t………(4.2)
Ket : LAPt = luas area panen kedelai tahun ke-t (ha)
PTPt-PTPt-1 = perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (Rp/kg)
PJGt-1 = harga riil jagung tahun sebelumnya (Rp/kg)
LAPt-1 = luas area panen tahun sebelumnya (ha)
µ1t = variabel pengganggu
b. Fungsi Produktivitas Kedelai
Produktivitas kedelai (PRV) diduga dipengaruhi oleh perubahan harga riil
kedelai di tingkat petani (PTPt-PTPt-1), rasio harga riil benih kedelai terhadap
harga riil benih tahun sebelumnya (PBNt/PBNt-1), dan produktivitas tahun
sebelumnya (PRVt-1). Persamaan produktivitas kedelai dapat dirumuskan sebagai
berikut :
PRVt = b0 + b1(PTPt-PTPt-1) + b2(PBNt/PBNt-1) + b3PRVt-1 + µ2t ... (4.3)
Ket: PRVt = produtivitas kedelai tahun ke-t (ton/ha)
PTPt-PTPt-1 = perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (Rp/kg)
PBNt/PBNt-1 = rasio harga riil benih kedelai
PRVt-1 = produktivitas kedelai tahun sebelumnya (ton/ha)
µ2t = variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan b1 > 0; b2 < 0; 0 < b3 < 1.
c. Fungsi Harga Kedelai di Tingkat Petani
Harga kedelai di tingkat petani (PTP) diduga dipengaruhi oleh produksi
kedelai (PRD), harga riil kedelai di tingkat pedagang besar (PKB), konsumsi
kedelai (CON), dan harga riil kedelai impor tahun sebelumnya (PKIt-1).
Persamaan harga kedelai di tingkat petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
PTPt = c0 + c1PRDt + c2PKBt + c3CONt + c4PKIt-1 + µ3t…………..……...(4.4)
Ket: PTPt = perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (Rp/kg)
PRDt = produksi kedelai domestik (ton)
PKBt = harga riil kedelai di tingkat pedagang besar (Rp/kg)
CONt = konsumsi kedelai (ton)
PKI t-1 = harga riil kedelai impor tahun sebelumnya (US$/ton)
µ3t = variabel pengganggu
Nilai dugaan yang diharapkan c2, c3, c4 > 0; c1 < 0.
d. Fungsi Konsumsi Kedelai
Konsumsi kedelai diduga dipengaruhi oleh harga riil kedelai eceran
(PKD), pendapatan nasional per kapita tahun sebelumnya (PNBt-1), dan konsumsi
kedelai tahun sebelumnya (CONt-1). Persamaan konsumsi kedelai dapat
dirumuskan sebagai berikut:
CONt = do + d1PKDt + d2PNBt-1 + d3CONt-1 + µ4t………..(4.5)
Ket: CONt = konsumsi kedelai (ton)
PKDt = harga riil kedelai eceran (Rp/kg)
PNBt-1 = pendapatan nasional per kapita tahun sebelumnya (US$)
CONt-1 = konsumsi kedelai tahun sebelumnya (ton)
µ4t = variabel pengganggu
e. Fungsi Harga Kedelai Eceran
Harga kedelai eceran diduga dipengarui oleh harga riil kedelai di tingkat
pedagang besar (PKB), penawaran kedelai (PRD+JIM), dan konsumsi kedelai
(CON). Persamaan harga kedelai eceran dapat dirumuskan sebagai berikut:
PKDt = e0 + e1PKBt + e2(PRD+JIM)t + e3CONt + µ5t……….(4.6)
Menurut Setiabakti (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi impor
kedelai adalah produksi kedelai, permintaan kedelai, harga kedelai impor, dan
produksi kedelai Amerika. Menurut Purwanto (2009), faktor-faktor yang
signifikan mempengaruhi impor kedelai adalah produksi kedelai dalam negeri,
konsumsi kedelai dan harga kedelai domestik. Penelitian ini menggunakan
variabel yang mengacu pada penelitian Setiabakti (2013) dan Purwanto (2009).
Jumlah impor kedelai Indonesia (JIM) diduga dipengaruhi oleh harga riil
kedelai impor (PKI), produksi kedelai (PRD), konsumsi kedelai (CON), dan
PKIt = g0 + g1 PWOt + g2 EXRt + g3TIMt-1 + g4PKIt-1 + µ7t……… (4.8)
Ket: PKIt = harga kedelai impor (Rp/kg)
PWOt = harga riil kedelai dunia (US$/ton)
EXRt = nilai tukar rupiah terhadap Amerika (Rp/US$)
JIMt = jumlah impor kedelai (ton)
PKIt-1 = harga kedelai impor tahun sebelumnya (Rp/kg)
µ7t = variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan g1,g2,g3 > 0; 0 < g5 < 1.
4.3.3.2 Identifikasi Model
Menurut Koutsoyiannis (1977) masalah identifikasi muncul hanya untuk
persamaan-persamaan yang di dalamnya terdapat koefisien-koefisien yang harus
diestimasi secara statistik (dari data contoh). Masalah identifikasi tidak muncul
dalam persamaaan definisi, identitas atau dalam pernyataan tentang kondisi
equilibrium karena dalam hubungan tersebut tidak memerlukan pengukuran.
Teori ekonometrika mengemukakan dua kemungkinan situasi dalam suatu
identifikasi, yaitu :
1. Persamaan Underidentified
Suatu persamaan dikatakan underidentified jika bentuk statistiknya tidak
tunggal. Suatu sistem dikatakan underidentified ketika satu atau lebih persamaan
yang ada dalam sistem tersebut underidentified. Jika suatu persamaan atau model
under identified maka tidak ada nilai parameter persamaan bentuk turunannya
yang dapat dihitung.
2. Persamaan Identified
Suatu persamaan identified memiliki bentuk statistik tunggal, persamaan
tersebut bisa exactly identified atau overidentified. Persamaan yang teridentifikasi,
koefisien yang terdapat di dalamnya dapat diduga secara statistik. Jika persamaan
exactly identified maka metode yang sesuai untuk pendugaan adalah Indirect
Least Square (ILS) sedangkan persamaan overidentified maka metode yang dapat
digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS).
Berdasarkan teori Koutsoyiannis, terdapat dua tahap identifikasi terhadap
1. Order Condition
Order condition digunakan untuk mengetahui apakah persamaan yang ada
dapat diidentifikasi atau tidak dapat diidentifikasi. Langkah dalam penentuan
order condition yaitu :
a. Bila (K-M) ≥ (G-1), maka persamaan tersebut dapat diidentifikasi
b. Bila (K-M) < (G-1), maka persamaan tersebut tidak dapat
diidentifikasi atau unidentifeid
Ket: K = Total variabel dalam model
M = Total variabel endogen dan eksogen dalam persamaan yang akan diidentifikasi
G = Total persamaan dalam model
2. Rank Condition
Rank condition digunakan untuk mengidentifikasi persamaan setelah uji
order condition menghasilkan kesimpulan dapat diidentifikasi. Uji rank condition
dilakukan untuk melihat persamaan tersebut exactly identified atau overidentified.
Penentuan rank condition sebagai berikut:
a). Persamaan tersebut exactly identified, bila (K-M) = (G-1)
b). Persamaan tersebut overidentified, bila (K-M) > (G-1)
Model persamaan simultan dalam penelitian ini terdiri dari delapan
persamaan dengan satu persamaan identitas dan tujuh persamaan struktural serta
20 total variabel di dalam model yang terdiri dari delapan variabel endogen dan 12
variabel predetermine (lima variabel lag endogen, tiga variabel lag eksogen, dan
empat variabel eksogen). Uji order condition menghasilkan kesimpulan bahwa
masing-masing model dapat diidentifikasi, hasil pengurangan total variabel dalam
model dengan total variabel endogen dan eksogen dalam persamaan yang
diidentifikasi lebih besar dari hasil pengurangan total persamaan dalam model
dengan satu.
Uji rank condition menghasilkan kesimpulan overidentified untuk
masing-masing persamaan dalam model, uji ini dapat dilihat dari hasil pengurangan total
variabel dalam model dengan total variabel endogen dan eksogen dalam
persamaan yang diidentifikasi lebih besar dari pengurangan total persamaan dalam
model dengan satu. Hasil identifikasi yang menghasilkan kesimpulan
Stage Least Square (2SLS). Program komputer estimasi model keragaan ekonomi
kedelai dengan software SAS/ETS disajikan dalam Lampiran 2, sedangkan hasil
estimasi parameter model keragaan ekonomi kedelai dengan software SAS/ETS
disajikan dalam dan Lampiran 3.
4.3.3.3 Uji Kesesuaian Model
Koutsoyiannis (1977) menerangkan bahwa pengujian terhadap dugaan
persamaan secara keseluruhan dilakukan dengan uji F-statistik. Uji F-statistik
dapat menjelaskan kemampuan variabel eksogen secara bersama-sama dalam
menjelaskan keragaman dari variabel endogen.
Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan di atas adalah variabel
eksogen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Hipotesis ini disebut
hipotesis nol. Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis dari parameter
dugaan secara serentak (uji F-statistk) adalah:
F hitung = SSR / (k-1) SSE / (n-k)
Dengan derajat bebas = (k-1), (n-k)
Ket: SSR = jumlah kuadrat regresi SSE = jumlah kuadrat sisa k = jumlah parameter n = jumlah pengamatan
Selanjutnya dilakukan pengujian dengan kriteria uji sebagai berikut :
F hitung < F tabel : Terima H0, artinya secara bersama-sama variabel eksogen
yang digunkan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
endogen (variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan
secara nyata keragaman dari variabel endogen)
F hitung > F tabel : Tolak H0, artinya secara bersama-sama variabel eksogen
berpengaruh nyata terhadap variabel endogen (minimal
terdapat satu parameter dugaan yang tidak sama dengan
nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel
endogen)
4.3.3.4 Uji Dugaan Variabel Secara Parsial
Uji parsial (uji t) bertujuan untuk mengetahui apakah variabel eksogen
yang terdapat di dalam model secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel
endogen. Mekanisme uji statistik t adalah sebagai berikut:
T hitung = bi / S(bi)
Ket: bi = koefisien parameter dugaan S(bi) = standar deviasi parameter dugaan
Dengan kriteria uji sebagai berikut:
T hitung < t tabel : Terima H0, artinya variabel eksogen secara individu tidak
berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel eksogen
T hitung > t tabel : Tolak H0, artinya ada variabel eksogen secara individu
berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel endogen
dengan tingkat kepercayaan (1-α) persen
4.3.3.5 Uji Statistik Durbin – h
Metode pengujian yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya serial
korelasi adalah dengan statistik Dw (Durbin Watson Statistic). Jika di dalam
model terdapat persamaan yang mengandung variabel bedakala maka penggunaan
Dw sudah tidak valid sehingga digunakan uji statistik Durbin-h (Dh) untuk
mengetahui ada tidaknya serial korelasi pada persamaan yang mengandung
variabel bedakala. Pindyck dan Rubinfeld (1998) menyebutkan rumus uji statistik
Durbin-h sebagai berikut:
Dh = 1 − Dw2 1 1 − N Var βN
Keterangan: Dh = nilai statistik durbin-h Dw = nilai durbin watson hitung N = jumlah periode pengamatan
Var β = varians varibel bedakala endogen (SE)2
Apabila digunakan taraf nyata α = 0.05, sehingga diketahui -1.96 ≤ Dh ≤
1.96 maka dapat disimpulkan persamaan tidak mengalami serial korelasi. Namun,
apabila diketahui nilai Dh < -1.96 maka terdapat serial korelasi negatif, sebaliknya
4.3.3.6 Uji Multicollinearity
Multicollinearity adalah suatu hubungan linier antara dua atau lebih
variabel penjelas dalam suatu persamaan tertentu. Jika terjadi korelasi yang
sempurna di antara variabel penjelas maka koefisien parameter menjadi tidak
dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien estimasi menjadi tidak
terhingga (Sitepu dan Sinaga 2006). Saefudin et al., (2010) menyebutkan bahwa
persamaan terdapat masalah multicollinearity antar peubah penjelas jika nilai
variance inflation factor (VIF) lebih besar dari 10.
4.3.3.7 Uji Kehomogenan Sisaan
Pendugaan parameter dengan metode kuadrat terkecil mengasumsikan
ragam sisaan selalu tetap atau homogen. Kondisi ini disebut dengan
homokedastisitas (homokedasticity), sedangkan kondisi sebaliknya disebut
heterokedastisitas (heterokedasticity). Tidak terpenuhinya asumsi ini
menyebabkan ragam nilai dugaan parameter regresi cenderung akan besar.
Konsekuensi lain adalah selang kepercayaan bagi nilai dugaan parameter menjadi
lebih lebar, uji t dan uji F tidak akurat sehingga mempengaruhi keakuratan dalam
pengambilan keputusan.
Saefudin et al., (2010) menyebutkan bahwa pada program SAS uji
keragaman sisaan bisa dideteksi melalui uji White dilihat dari nilai chi-square atau
nilai p. Jika nilai chi-square lebih kecil dari nilai chi square tabel maka asumsi kehomogenan sisaan terpenuhi, jika p lebih besar dari taraf nyata maka asumsi
kehomogenan sisaan terpenuhi (tidak terjadi heterokedastisitas). 4.3.3.8 Elastisitas
Elastisitas digunakan untuk mendapatkan ukuran kuantitatif respon suatu
fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Nilai elastisitas jangka
pendek diperoleh dari rumus berikut (Pindyck dan Rubinfeld 1998):
Esr (Yt,Xt) = βt (Xt)/(Yt)
dimana:
Esr (Yt,Xt) = elastisitas jangka pendek variabel penjelas Xt, terhadap variabel endogen Yt.
Yt = Rata-rata variabel endogen Yt
Nilai elastisitas jangka panjang dapat diperoleh dari perhitungan:
Elr = ,
!" dimana :
Esr (Yt,Xt) = elastisitas jangka pendek variabel penjelas Xt, terhadap variabel endogen Yt.
βt lag = Parameter estimasi lag variabel endogen
Kriteria uji:
1. Jika elastisitas lebih dari satu (E>1) maka dikatakan elastis (responsif) karena
perubahan satu persen variabel penjelas mengakibatkan perubahan variabel
endogen lebih dari satu persen.
2. Jika nilai elastisitas kurang dari satu (E<1) maka dikatakan inelastis (tidak
responsif) karena perubahan satu persen variabel penjelas mengakibatkan
perubahan variabel endogen kurang dari satu persen.
3. Jika nilai elastisitas sama dengan nol (E=0) maka dikatakan inelastis
sempurna.
4. Jika nilai elastisitas tak hingga (E= ~) maka dikatakan elastis sempurna.
5. Jika nilai elastisitas sama dengan satu (E= 1) maka dikatakan unitary elastis.
4.3.4 Validasi Model
Validasi suatu model dilakukan untuk melihat keragaman antara kondisi
aktual dengan hasil simulasi. Validasi model persamaan simultan menggunakan
solusi metode newton. Validasi juga untuk melihat seberapa valid suatu
persamaan digunakan untuk menganalisis suatu persoalan. Validasi suatu model
biasanya dilihat dari beberapa parameter yang digunakan sebagai indikasi
validitas suatu model persamaan simultan.
Indikator statistik yang digunakan untuk validasi model Root Means
Squares Percent Error (RMSPE) dan Theil Inequality (U-Theil) serta
dekomposisinya. Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh
nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan dari alur nilai-nilai aktualnya dalam
ukuran relatif atau seberapa dekat nilai-nilai dugaan itu mengikuti nilai aktual.
nilainya dari 0-1. Model yang baik akan mendekati nilai nol, sebaliknya jika
mendekati satu model dianggap kurang dapat menjelaskan data yang sebenarnya.
Nilai U selalu berada diantara 0-1. Nilai U=0 menunjukkan bahwa nilai
pendugaan model sempurna, jika U=1 menunjukkan nilai pendugaan tidak
sempurna. Ketika U=1 hasil simulasi selalu bernilai nol meskipun nilai aktualnya
tidak nol. Evaluasi terhadap daya prediksi suatu model (model validation) sangat
diperlukan untuk mengetahui kualitas model dalam memprediksi perilaku data
aktual yang digunakan dalam suatu model. Menurut Pindyck dan Rubinfeld
(1998), formula RMSPE dan U-Theil yaitu:
#$%&' =
( )*+,- +,.+,. /
0 1
,23
4 =
5
( ∑ *+,- +,.
+,. /
0 1
,23
5
( ∑1,237+,-80+ 5
( ∑1,237+,.80
4.3.5 Simulasi Kebijakan
Analisis simulasi digunakan untuk mengukur dampak perubahan variabel
eksogen. Tujuan simulasi setidaknya ada tiga yaitu: (1) pengujian dan evaluasi,
(2) analisis kebijakan historis, dan (3) analisis peramalan (Pindyck dan Rubinfield
1998).
Simulasi digunakan untuk mempelajari perilaku model bila kebijakan
diterapkan dalam suatu periode pengamatan (Kumenaung 2002). Periode simulasi
dalam penelitian ini adalah periode historis yaitu dari tahun 2004-2011. Rentang
simulasi historis bertujuan untuk mengevaluasi dampak kebijakan (policy review)
terhadap produksi kedelai domestik dan volume kedelai impor.
Tujuan simulasi kebijakan adalah melihat dan mencari alternatif kebijakan
menurunkan volume impor kedelai yang diharapkan bisa menghilangkan
ketergantungan terhadap kedelai impor dalam jangka panjang.
Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah simulasi penetapan
tarif impor (bea masuk). Kebijakan tarif bea masuk yang ideal adalah suatu
tingkat tarif yang dapat memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri
sekaligus melindungi konsumen dari tingginya harga barang serta memberikan
dukungan bagi peningkatan penerimaan negara. Berdasarkan UU No. 17 tahun
2006, dalam pasal 12 ayat (1) dinyatakan bahwa barang impor dipungut bea
masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40 persen dari nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk. Ada beberapa hal yang perlu memperhatikan dalam
menentukan besarnya tarif impor diantaranya: (1) mengutamakan kepentingan
ekonomi nasional dengan melihat implikasi kebijakan tarif bea masuk terhadap
seluruh stakeholder, (2) mematuhi komitmen perdagangan nasional, regional dan
internasional di bidang tarif bea masuk, dan (3) memperhatikan penerimaan
negara dengan mengupayakan tarif terendah lebih besar dari 0 persen. Skenario
untuk simulasi historis adalah:
1. Penetapan tarif impor kedelai sebesar 10 persen
2. Penetapan tarif impor kedelai sebesar 15 persen
Simulasi : Penetapan tarif impor kedelai
1). Nilai tarif impor yang paling sering diberlakukan selama 29 tahun
terakhir adalah sebesar 10 persen sehingga pada simulasi yang pertama dilakukan
berdasarkan pada modus tarif impor selama 29 tahun terakhir. Simulasi pertama
menjelaskan dampak perubahan variabel endogen jika tarif impor ditetapkan 10
persen.
2). Batas maksimal penetapan tarif impor menurut UU no. 17 tahun 2006
sebesar 40 persen, namun Indonesia selama bergabung dengan World Trade
Organization (WTO) dan menandatangani kerjasama perdagangan regional
maupun global belum pernah menetapkan tarif sebesar 40 persen. Tarif tertinggi
untuk komoditas kedelai setelah Indonesia bergabung dengan WTO dan
menandatangani LOI yaitu sebesar 15 persen pada tahun 2003. Simulasi kedua
5.1 Produksi Kedelai Nasional
Pada era orde baru pengembangan kedelai di Indonesia dilakukan dengan
berbagai usaha di antaranya peningkatan luas lahan dan produktivitas kedelai
melalui program INMAS (Intensifikasi Masal) dan BIMAS (Bimbingan Masal).
Peningkatan produksi kedelai dimulai dari strategi Pembangunan Lima Tahun
(Pelita) yang dicanangkan presiden Soeharto. Periode Pelita I (1969-1973)
peningkatan produksi kedelai masih kecil karena program utama pembangunan
sektor pertanian pada waktu itu diprioritaskan pada peningkatan produksi beras
nasional. Pelita II (1974-1978) dan Pelita III (1979-1983) pembangunan sektor
pertanian masih terfokus kepada peningkatan beras untuk mencapai swasembada
beras. Tabel 2 menunjukkan pencapaian program peningkatan produksi kedelai
domestik Indonesia tahun 1979-1998. Luas area panen kedelai pada Pelita III
sebesar 0.64 juta ha dengan produksi sebesar 0.54 juta ton. Hal tersebut terjadi
karena pemerintah masih memfokuskan pada swasembada beras.
Pada pelita IV (1984-1988) baru dilaksanakan program untuk kedelai yaitu
OPSUS (Operasi Khusus), INMUM (Intensifikasi Umum), dan INSUS
(Intensifikasi Khusus). Melalui program OPSUS, INMUM, dan INSUS terlihat
produksi kedelai mengalami kenaikan yang cukup pesat menjadi 1.27 juta ton dan
luas panen meningkat menjadi 1.17 juta ha.
Tabel 2 Pencapaian program peningkatan produksi kedelai domestik Indonesia pada masa Orde Baru (1979-1998)
Program Luas Area Panen (Ha) Produksi (Ton)
PELITA III (1979-1983) 640.000 536.000
PELITA IV (1984-1988) 1.170.000 1.270.000 PELITA V (1989-1993) 1.460.000 1.310.000 PELITA VI (1994-1998) 1.090.000 1.300.000 Sumber: Amang et al., 1996 (diolah)
Tabel 2 menunjukan pada Pelita V (1989-1993) produksi dan luas panen
kedelai terus meningkat, bahkan pada tahun 1992 luas area panen dan produksi
kedelai merupakan yang terbesar dengan luas area panen 1.66 juta ha sedangkan
hingga memasuki Pelita VI luas panen dan produksi kembali menurun
masing-masing menjadi 1.46 juta ha dan 1.31 juta ton. Pelita VI (1994-1998) luas area
panen dan produksi kedelai terus menurun, pemerintah menciptakan program baru
yaitu Gema Palagung (Gerakan Mandiri Peningkatan Produksi Padi, Kedelai, dan
Jagung) pada tahun 1997. Program Gema Palagung ternyata belum cukup untuk
mengatasi penurunan produksi kedelai. Luas area panen menjadi 1.09 juta ha
sedangkan produksi berkurang hingga 1.30 juta ton.
Pasca era orde baru produksi kedelai nasional terus turun seiring dengan
luas panen yang menurun, Tabel 3 menunjukkan perkembangan luas area panen
dan produksi kedelai hingga tahun 2012.
Tabel 3 Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia tahun 2005-2011
Berdasarkan Tabel 3 luas area panen, produktivitas dan produksi kedelai
mengalami fluktuasi. Rata-rata luas panen kedelai sebesar 608.28 ribu ha, angka
ini turun sebesar 44 persen dibandingkan saat orde baru. Pasca orde baru luas area
panen terendah terjadi pada tahun 2007 dengan luas 459.12 ribu ha. Rata-rata
produktivitas kedelai sebesar 1.32 ton/ha, meskipun berfluktuatif tetapi nilai
pertumbuhan produktivitas kedelai kecil. Rendahnya teknologi budidaya kedelai
dan keterbatasan input produksi diduga sebagai salah satu alasan produktivitas
kedelai tidak terlalu signifikan. Rata-rata produksi kedelai sebesar 808.14 ribu
ton. Produksi kedelai terendah terjadi pada tahun 2007, hal ini sejalan dengan luas
panen pada saat itu juga luas panen terendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
produksi kedelai sangat dipengaruhi oleh luas panen kedelai.
Tahun 2008 pemerintah meluncurkan program Bangkit Kedelai melalui