• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Makan dan Status Nutrisi Boti (Macaca tonkeana) di Pusat Primata Schmutzer dan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Makan dan Status Nutrisi Boti (Macaca tonkeana) di Pusat Primata Schmutzer dan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU MAKAN DAN STATUS NUTRISI BOTI (

Macaca

tonkeana

) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER DAN TAMAN

MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA

FERY DWI RIPTIANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perilaku Makan dan Status Nutrisi Boti (Macaca tonkeana) di Pusat Primata Schmutzer dan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)

RINGKASAN

FERY DWI RIPTIANINGSIH. Perilaku Makan dan Status Nutrisi Boti (Macaca tonkeana) di Pusat Primata Schmutzer dan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Dibimbing oleh DYAH PERWITASARI dan DEWI APRI ASTUTI.

Boti (Macaca tonkeana) merupakan salah satu primata endemik di Sulawesi Tengah dan termasuk dalam kategori rentan (vulnerable) berdasarkan IUCN. Keberhasilan pelestarian Boti tidak terlepas dari keberhasilan manajemen penangkaran yang mampu memperhatikan beberapa aspek. Aspek penting dalam manajemen penangkaran satwa terutama adalah manajemen pakan, kelompok sosial dan perkandangan yang memperhatikan perilaku serta kesejahteraan satwa. Pakan merupakan sumber utama untuk kehidupan dan reproduksi Boti. Pemberian pakan dengan kecukupan kandungan nutrisi mutlak diperlukan. Selain itu, pemberian pakan harus memperhatikan kualitas, palatabilitas pakan dan pola perilaku makan. Dalam penelitian ini dilakukan studi komparasi pada dua kelompok sosial Boti dengan manajemen penangkaran yang berbeda dan diduga akan mempengaruhi perilaku makan dan status nutrisinya.

Penelitian dilakukan pada kelompok Boti di kandang Taman Margasatwa Ragunan (TMR) yang terdiri dari empat individu dan kelompok Boti di kandang Pusat Primata Schmutzer (PPS) yang terdiri dari lima individu. Metode ad libitum digunakan untuk mengamati perilaku harian dan hierarki pada jantan dan betina, sedangkan focal animal digunakan untuk mengamati perilaku makan dan preferensi pakan. Data dikumpulkan dari September 2013 sampai Maret 2014 dengan jumlah 495 jam pengamatan. Peubah yang diamati sebagai indikator status nutrisi adalah konsumsi bahan segar (BS), bahan kering (BK), energi, protein kasar (PK), lemak kasar (LK), karbohidrat, vitamin, mineral dan pertambahan bobot badan (PBB).

Kondisi fisik kedua kandang Boti sangat berbeda dalam luasan kandang, konstruksi dan pengkayaan lingkungan kandang. Kandang PPS lebih luas dibandingkan kandang TMR dan dilengkapi dengan pengkayaan pakan. Namun, suhu di kandang PPS sedikit lebih tinggi dari yang direkomendasikan karena kurangnya pohon besar di sekitar kandang yang berfungsi sebagai naungan dari sinar matahari. Kandang TMR memiliki luasan kandang yang lebih sempit dan tanpa pengkayaan pakan. Namun, suhu dan kelembaban di kandang TMR sudah sesuai dengan yang direkomendasikan untuk satwa primata.

Perilaku harian antara kedua kelompok Boti menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Perilaku selisik dan istirahat memiliki presentase terbesar pada kelompok Boti di kandang TMR, sedangkan perilaku makan memiliki persentase terbesar dalam kelompok Boti di kandang PPS. Perilaku makan antara kedua kelompok Boti juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.01). Perilaku makan yang lebih sering ditunjukkan adalah perilaku memilih, membawa dan menolak makanan untuk kelompok Boti di kandang TMR, sedangkan perilaku mencari makan lebih tinggi di kelompok Boti kandang PPS.

(5)

oleh NRC. Pakan yang diberikan di kedua lokasi kandang terlalu beragam namun kandungan nutrisi beberapa pakan hampir sama. Seleksi terhadap pakan sangat diperlukan berdasarkan nilai preferensi pakan dan kandungan nutrisinya. Pakan yang direkomendasikan berdasarkan penelitian ini untuk kandang TMR adalah pisang, jagung manis, sawi, tomat, kacang panjang, jambu biji, pepaya dan buncis. Untuk kandang PPS, pakan yang direkomendasikan adalah pisang ambon, jagung manis, kangkung, tomat, kacang panjang, jambu biji, pepaya, semangka, apel, kailan dan buncis. Pakan tambahan berupa telur ayam rebus, kacang tanah dan kuaci ditambah jumlah pemberiannya. Selain itu, hasil penelitian ini merekomendasikan untuk ditambahkan serangga yang disukai seperti ulat, belalang dan jangkrik dalam diet Boti di kedua lokasi kandang.

Di kedua lokasi kandang ditemukan beberapa perilaku yang mengindikasikan mulai terganggunya kesejahteraan kedua kelompok Boti. Dalam menentukan manajemen kandang yang tepat sangat penting untuk memperhatikan perilaku yang ditunjukkan satwa serta melakukan pencatatan dan perhitungan status nutrisi secara teratur. Hal ini bisa mengurangi efek penangkaran terhadap kesejahteraan satwa.

(6)

SUMMARY

FERY DWI RIPTIANINGSIH. Feeding Behavior of Boti (Macaca tonkeana) in Schmutzer Primates Center and Ragunan Zoo, Jakarta. Supervised by DYAH PERWITASARI and DEWI APRI ASTUTI.

Boti (Macaca tonkeana) is one of endemic primates in Central Sulawesi and is included in vulnerable category by IUCN. The success of Boti conservation

can’t be separated from the success of captive management. The important aspects in captive management are feeding, social groups and housing management that contributed to the behavior and welfare of animals. Feed is the main source for the life and reproduction of Boti. Feed with the adequacy of nutrient content is absolutely necessary. In addition, the feed must regard to the quality, palatability and feeding behavior patterns. This comparative study was conducted on two social groups of Boti with different captive managements. The captive management systems could affect feeding behavior and nutritional status of the species.

The study was performed in Boti group in Ragunan Zoo (TMR) consisting of four individuals and a Boti group in Schmutzer Primates Center (PPS), which consists of five individuals. Ad libitum method was used to determine the daily behavior and hierarchy in males and females, while the focal animal method was used to observe the feeding behavior and feed preferences. Data was collected from September 2013 to March 2014 resulted in total 495 hours observations. Variables measured as an indicator of nutritional status is the consumption of raw material, dry matter, energy, crude protein, crude fat, carbohydrates, vitamins, minerals and body weight gain.

The physical condition both of the Boti cage were very different in width, construction and environmental enrichment. PPS cage were wider than that observed TMR cage and equipped with feed enrichment. However, the temperature in the PPS cage slightly was higher than recommended due to the lack of large trees around the cage as a shade from the sun. TMR cage has a narrower width and without feed enrichment. However, the temperature and humidity in the TMR cage were appropriated with the recommendations for primates.

Daily behavior between the two groups of Boti showed significantly different results (P<0.05). Grooming and resting behavior revealed the largest percentage in the TMR group, while feeding behavior showed the largest percentage in PPS group. Furthermore, feeding behavior between the two groups of Boti also showed significantly different results (P<0.01). Choosing, carrying and refusing food were more often occured in feeding behavior of TMR group, whereas foraging behavior was higher in PPS group.

(7)

nutritional content. Food items recommended for TMR cage were bananas, sweet corn, green cabbage, tomatoes, long beans, guava, papaya and snaps. In addition, the recommended feed for PPS cage were bananas, sweet corn, swamp cabbage, tomatoes, long beans, guava, papaya, watermelon, apple, kailan and snaps. Additional food such as boiled eggs, peanuts and sunflower seeds should be added in Boti diet. Furthermore, the obtained results suggested to put palatable insects for example worms, grasshoppers and cicadas as food item in the Boti diet.

In both the cages, some behaviors indicated the disruption of the Boti welfare. In determining the right enclosure management was very important to attention the behavior exhibited when animals in captivity and recording and calculation of nutritional status on a regular basis. This can reduce the effects to animal welfare in captivity.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PERILAKU MAKAN DAN STATUS NUTRISI BOTI (

Macaca

tonkeana

) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER DAN TAMAN

MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA

FERY DWI RIPTIANINGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya hingga saat ini penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan dan Pusat Primata Schmutzer.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir RR Dyah Perwitasari, MSc dan Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan selama penelitian serta penulisan tesis ini. Terimakasih kepada Bapak Prof Dr Ir Utomo Kartosuwondo, MS selaku panitia seminar dan Bapak Dr Ir Entang Iskandar, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan penulisan tesis ini. Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Ir Marsawitri Gumay selaku Kepala BLUD Taman Margasatwa Ragunan beserta seluruh staf Pusat Primata Schmutzer dan Seksi Peragaan Satwa Primata atas izin penelitian dan bantuan yang telah diberikan selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang serta kesabarannya.

Penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya serta untuk kemajuan pelestarian Boti di Taman Margasatwa Ragunan serta Pusat Primata Schmutzer.

Bogor, Agustus 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Habituasi dan Identifikasi Individu 3

Kondisi Fisik Lingkungan Kandang 3

Pengamatan Perilaku 3

Identifikasi Jenis Bahan Pakan 5

Analisis Komposisi Nutrisi Pakan 5

Status Nutrisi Boti 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Identifikasi Individu 7

Kondisi Fisik Lingkungan Kandang 10

Perilaku Harian Boti 12

Perilaku Makan 14

Status Nutrisi Boti 20

SIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

(14)

DAFTAR TABEL

1 Ethogram perilaku harian Boti 4

2 Individu Boti di kandang Taman Margasatwa Ragunan 8

3 Individu Boti di kandang Pusat Primata Schmutzer 9

4 Ukuran kandang minimal yang direkomendasikan untuk satwa primata 12

5 Perilaku makan dua kelompok Boti 15

6 Jenis pakan yang dikonsumsi kedua kelompok Boti 16

7 Urutan mengambil makanan kelompok Boti kandang TMR 18

8 Urutan mengambil makanan kelompok Boti kandang PPS 18

9 Preferensi pakan kelompok Boti kandang TMR 19

10 Preferensi pakan kelompok Boti kandang PPS 20

11 Hasil penimbangan Boti di Kandang TMR 21

12 Hasil penimbangan Boti di Kandang PPS 21

13 Status nutrisi individu Boti di kedua lokasi penelitian 22

14 Estimasi kebutuhan nutrisi genus Macaca 23

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian; 1. Kandang TMR; 2. Kandang PPS 2

2 Skema pengamatan focal animal sampling 3

3 Teknik penimbangan Boti; Kiri: Kandang TMR; Kanan: Kandang PPS 6

4 Silsilah individu Boti di kedua lokasi kandang 10

5 Foto dan skema kandang TMR. A. Kandang tidur, B. Pintu slot kandang tidur, C. Kandang peraga 10

6 Lokasi kandang PPS 11

7 Perbandingan perilaku harian betina dewasa 13

8 Perbandingan perilaku harian individu muda 13

9 Hirarki individu Boti 14

10 Persentase komposisi pakan Boti. (a) Kandang TMR; (b) Kandang PPS 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kandungan gizi bahan pakan Boti di kandang TMR 29

2 Kandungan gizi bahan pakan Boti di kandang PPS 30

3 Hasil perhitungan konsumsi nutrisi kandang TMR 32

4 Hasil perhitungan konsumsi nutrisi kandang PPS 33

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Genus Macaca terdiri dari 19 spesies memiliki distribusi paling luas diantara genus primata lainnya meliputi Afrika dan Asia (Fleagle 1988). Boti (Macaca tonkeana) merupakan salah satu anggota dari tujuh spesies genus Macaca endemik di Pulau Sulawesi yang tersebar di Sulawesi Tengah dan Pulau Togian (Lowe 2004). Monyet ini termasuk dalam kategori rentan (vulnerable) menurut IUCN dengan kepadatan diperkirakan hanya 3-5 individu/km2 (Supriatna dan Richardson 2008).

Semua genus Macaca termasuk M. tonkeana merupakan pemakan buah (frugivores) (Fleagle 1988). M. tonkeana di alam juga mengkonsumsi pakan alternatif seperti serangga, jamur, daun muda maupun tua, pucuk dan batang muda (Riley 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa primata tidak memakan pakan atau bagian tanaman secara acak namun terlihat adanya preferensi makanan (Chivers 1998). Perbedaan palatabilitas bahan pakan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku memilih pada primata termasuk Boti(Laska 2001).

Boti hidup berkelompok dengan tipe kelompok banyak jantan dan banyak betina (multimale-multifemale) (Fleagle 1988). Ukuran kelompok M. tonkeana di alam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber pakan (Riley 2007). Pada satwa penangkaran, pakan memiliki pengaruh besar terhadap perilaku karena aktivitas makan paling penting dalam perilaku harian (Waitt dan Smith 2001). Pakan diakui sebagai parameter tunggal yang paling penting yang mendasari perbedaan perilaku dan ekologi antar spesies primata (Fleagle 1988). Faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku makan yaitu status sosial (Deutsch dan Lee 1991) dan derajat dominansi individu (Altmann dan Muruthi 1988). Berman dan Li (2002) melaporkan pada M. thibetana di penangkaran bahwa peningkatan persaingan di dalam kelompok (intragroup) untuk mendapatkan makanan meningkatkan resiko penurunan kondisi nutrisi terutama pada bayi. Selain itu, perbedaan status sosial pada betina dewasa mempengaruhi total konsumsi pakan dan berpengaruh terhadap asupan nutrisi (Deutsch dan Lee 1991).

Pusat Primata Schmutzer (PPS) dan Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan lokasi konservasi satwa secara ex situ dan sekaligus sebagai pusat rekreasi dan edukasi. Boti merupakan salah satu jenis satwa yang dikonservasi di PPS dan TMR. Hal penting yang harus diperhatikan dalam upaya konservasi adalah kesejahteraan satwa yang ditangkarkan. Kesejahteraan satwa mengacu kepada keadaan sebenarnya dari satwa yang merupakan karakteristik satwa tersebut (Michael et al. 2011) dan menggambarkan kualitas hidup satwa seperti yang dialami oleh individu satwa (Bracke et al. 1999). Kegiatan penangkaran sering membatasi kemampuan satwa untuk menunjukkan perilaku alami. Keterbatasan ruang gerak, tingginya kompetisi karena terbatasnya sumber pakan dan air serta perubahan lingkungan dari habitat alaminya menimbulkan konsekuensi menurunnya kesehatan serta terjadinya malnutrisi dan gizi buruk (Michael et al. 2011).

(16)

sosial dan perkandangan yang memperhatikan perilaku serta kesejahteraan satwa. Pakan merupakan sumber utama untuk kehidupan dan reproduksi Boti. Pemberian pakan dengan kecukupan kandungan nutrisi mutlak diperlukan. Selain itu, pemberian pakan harus memperhatikan kualitas, palatabilitas pakan dan pola perilaku makan. Dalam penelitian ini dilakukan studi komparasi pada dua kelompok sosial Boti dengan manajemen penangkaran yang berbeda dan diduga akan mempengaruhi perilaku makan dan status nutrisinya. Kajian dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan manajemen penangkaran yang tepat dengan tetap memperhatikan kesejahteraan satwa yang ditangkarkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku makan dan status nutrisi Boti (Macaca tonkeana) serta aspek perkandangan di Pusat Primata Schmutzer dan Taman Margasatwa Ragunan Jakarta, sehingga diharapkan berguna untuk perbaikan manajemen penangkaran yang berlandaskan kesejahteraan satwa.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kelompok Boti di kandang Taman Margasatwa Ragunan (TMR) yang terdiri dari empat individu (lokasi 1) dan kelompok Boti di kandang Pusat Primata Schmutzer (PPS) yang terdiri dari lima individu (lokasi 2) pada bulan September 2013 sampai Maret 2014.

www.asiamaya.com/peta/jakarta www.ragunanzoo.jakarta.go.id

Gambar 1 Peta lokasi penelitian; 1. Kandang TMR; 2. Kandang PPS

1

(17)

Habituasi dan identifikasi individu

Habituasi dilakukan selama satu bulan untuk membiasakan satwa yang akan diamati dengan kehadiran pengamat. Masing-masing individu kemudian diidentifikasi dan diklasifikasikan menurut umur sesuai klasifikasi Andrade et al. (2004) terdiri dari:

1. Bayi (0-6 bulan)

2. Infant, setelah penyapihan (7-18 bulan) 3. Remaja (19-31 bulan)

4. Monyet muda (32-44 bulan)

5. Dewasa (ditandai dengan kematangan seksual) (45-192 bulan).

Kondisi fisik lingkungan kandang

Data kondisi fisik lingkungan kandang terdiri dari aspek perkandangan (bahan, jenis, bentuk, luasan dan fasilitas pendukungnya), suhu dan kelembaban kandang. Pencatatan suhu dan kelembaban kandang dilakukan tiga kali sehari pada pukul 08.00 (pagi hari), pukul 12.00 (siang hari) dan pada pukul 16.00 WIB (sore hari) menggunakan termohygrometer.

Pengamatan perilaku

Perilaku yang diamati adalah perilaku harian dan perilaku makan. Pengamatan dimulai saat Boti dikeluarkan dari kandang tidur ke kandang peraga yaitu sekitar pukul 08.00 sampai Boti kembali ke kandang tidurnya sekitar pukul 16.00 WIB. Metode yang digunakan dalam penelitian berdasarkan Martin dan Bateson (1986):

1. Ad libitum sampling digunakan untuk mengamati perilaku harian Boti secara umum serta digunakan untuk penentuan hirarki pada jantan dan betina. Pengelompokan aktivitas harian yang diamati mengacu pada Braendle dan Geissmann (1997) dan Thierry et al. (2000) (Tabel 1).

2. Focal animal sampling digunakan untuk mengamati perilaku makan dan pengamatan preferensi pakan. Metode pencatatan dilakukan dengan menggunakan continuos recording dengan interval waktu 15 menit untuk setiap individu dengan istirahat 5 menit antara dua pengamatan (Gambar 2).

15 menit 15 menit

Hari ke-1

08.00 08.15 08.20 08.35 08.40 Waktu 16.00

Hari ke-2

08.00 08.05 08.20 08.25 08.40 Waktu 16.00

Gambar 2 Skema pengamatan focal animal sampling

(18)

Tabel 1 Ethogram perilaku harian Boti berdasarkan Braendle dan Geissmann (1997) dan Thierry et al. (2000)

A. Aktivitas kanopi/lokomosi dan posisi Makan

Istirahat

Individu menggigit, mengunyah, atau mengkonsumsi makanan padat

Individu berbaring atau duduk dalam posisi stasioner (diam) Lokomosi Cara individu untuk bergerak dan berpindah tempat yang

menunjukkan semua tipe pergerakan dari alat gerak

Grooming (selisik) Aktivitas perawatan satwa meliputi mengambil dan membersihkan rambut dan/atau kulit (partikel kotoran atau serpihan kulit) dengan tangan dan kadang-kadang dengan bibir atau gigi

Interaksi Sosial Perilaku yang dilakukan suatu individu dalam kelompoknya Auto-grooming Individu membersihkan rambut dan/atau kulit yang

dilakukan oleh dirinya sendiri

Individu melakukan pilihan dengan mengambil atau memetik suatu jenis pakan yang biasanya didahului dengan mencium atau menjilat (smelling and testing) makanan Individu membawa makanan dengan tangan atau dengan anggota tubuh yang lain ke suatu tempat

Individu memasukkan makanan ke dalam mulut kemudian menggigit makanan dengan menggunakan gigi

Individu mengunyah makanan dengan menggunakan gigi dan rahangnya kemudian menelannya

Individu menolak terhadap suatu makanan dengan cara memuntahkannya

C. Perilaku affiliatif

Passive contact Individu bersentuhan badan atau memegang individu yang lain

Embrace (memeluk)

Individu memeluk/merangkul individu yang lain secara ventro-ventral atau lateral dengan menggunakan tangan Allo-grooming Seorang individu membersihkan kulit atau bulu individu

lainnya

Genital grasp Memegang secara halus bagian scrotum atau penis, perilaku ini ditunjukkan antar laki-laki

Ignore Tidak ada respon terhadap ancaman, ajakan atau perilaku lain yang ditujukan oleh individu lain

Lipsmack Bibir yang mengerucut dan rahang bawah yang bergerak naik turun dengan cepat dan berirama

Mouth approach Individu membawa mulutnya ke arah individu lain, sambil melihat atau mencium

(19)

memperlihatkan gigi dan kadang-kadang gusi

Expressive run Individu berlari menjauh dalam beberapa meter dan datang kembali untuk melanjutkan interaksi. Perilaku ini berhubungan dengan vokalisasi afiliatif, kontak dan ekspresi wajah

Perilaku lainnya Semua perilaku yang termasuk interaksi affiliatif jika tidak ada dalam pemaparan di atas

D. Interaksi Agonistik

Bite (menggigit) Tindakan mencengkeram dengan gigi dan rahang

Chase (mengejar) Individu berlari mengejar individu lain yang melarikan diri Displacement Mendekati atau menyentuh individu lain yang secara

bersamaan bergerak menjauh

Grab Individu dengan kasar meraih atau menarik lain. Crouch

(meringkuk)

Individu menekan tubuh ke tanah dengan empat kaki tertekuk dalam menanggapi serangan atau ancaman

Stamping Individu berlari berirama atau melompat diikuti oleh pendaratan mendadak dengan kaki kaku, gerakan ini terjadi pada kondisi ketegangan sosial

Lunge (menyerang)

Individu melakukan lompatan tiba-tiba atau berlari pendek terhadap yang lain, umumnya merangsang respon agonistik Threat (ancaman) Sebuah peringatan dari seorang individu atas sesuatu yang

tidak menyenangkan sudah dekat E. Perilaku seksual

Parade Individu betina berjalan bolak-balik di depan laki-laki Anogenital

Individu naik secara ventrodorsal pada pasangan yang berdiri

Masuknya penis yang ereksi pada alat kelamin wanita selama mounting

Ejakulasi Keluarnya air mani (semen) selama mounting atau selama rangsangan alat kelamin yang dilakukan oleh dirinya sendiri

Identifikasi jenis bahan pakan

Bahan pakan yang diberikan oleh perawat (provisioned food) dan pakan lain yang dikonsumsi oleh Boti diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Heyne (1988) dengan mencatat jumlah serta bagian pakan dan tumbuhan yang dikonsumsi.

Analisis komposisi nutrisi pakan

(20)

karbohidrat dilakukan dengan analisis proksimat, sedangkan total energi pakan (Gross Energy) diestimasi melalui faktor konversi standar (NRC 2000).

Status nutrisi Boti

Pengamatan total konsumsi pakan dilakukan pada saat pemberian pakan yaitu dengan penimbangan jumlah pakan yang diberikan dan penimbangan sisa pakan keesokan harinya. Penimbangan dilakukan per jenis bahan pakan. Sisa masing-masing bahan pakan dikoreksi dengan kandungan kadar air (KA) bahan pakan yang telah dilayukan selama 24 jam.

Peubah yang diamati sebagai indikator status nutrisi adalah konsumsi bahan kering (KBK), konsumsi protein kasar (KPK), konsumsi lemak kasar (KLK), konsumsi karbohidrat (KK), konsumsi energi (kkal ME/hari), konsumsi mineral Ca, P, Fe, konsumsi vitamin A, B1, C dan pertambahan bobot badan (PBB). Estimasi Metabolizable Energy (ME) dari Gross Energy (GE) pakan adalah ME = 0.72 x GE pakan (NRC 2000). Pertambahan bobot badan Boti diperoleh dengan penimbangan Boti yang dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Data tersebut kemudian dicocokkan dengan tabel kecukupan nutrisi genus Macaca berdasarkan NRC (2003).

Penimbangan bobot badan Boti dilakukan dengan menggunakan timbangan gantung Salter digital kapasitas 40 kg dan dilengkapi dengan ayunan dari ban karet untuk tempat Boti bergelantungan (Gambar 3). Penimbangan dilakukan pada awal dan akhir penelitian dengan minimal tiga kali ulangan setiap individu. Teknik penimbangan yang digunakan yaitu dengan menggantungkan timbangan pegas di dalam kandang tidur dan memasang sesuatu yang menarik (seperti makanan) agar Boti mau menggantung/masuk pada ayunan yang telah dipasang di timbangan pegas tersebut. Saat Boti telah menggantung, angka yang ditunjukkan timbangan pegas ketika konstan dicatat dengan bantuan perbesaran lensa kamera digital Fujifilm S4300. Data bobot badan yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga ulangan.

(21)

Analisis data

Data perilaku yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis data perilaku secara kuantitatif menurut Martin dan Bateson (1986) sebagai berikut.

Rata-rata perilaku X/jam = Jumlah perilaku X Total Jam Pengamatan

Prosentase durasi perilaku X = Durasi perilaku X x 100% Jumlah waktu keseluruhan

Durasi adalah jangka waktu berlangsungnya suatu perilaku

Prosentase rata-rata durasi perilaku X = Jumlah durasi perilaku X x 100% Unit waktu (hari pengamatan)

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-T (independent sample t-test) dan difokuskan pada individu yang bisa dibandingkan antara dua lokasi pengamatan. September 2013 hingga bulan Nopember 2013 dengan total jam pengamatan sebanyak 220 jam, sehingga masing-masing individu mendapatkan jam pengamatan yang sama yaitu 55 jam.

(22)

Januari 2014. Masing-masing individu Boti mendapatkan jam pengamatan yang sama yaitu 55 jam dan total jam pengamatan adalah 275 jam di lokasi 2, sehingga total jam pengamatan untuk kedua lokasi penelitian yaitu 495 jam.

Tabel 2 Individu Boti di kandang Taman Margasatwa Ragunan

No Gambar Jenis

Ket.: * Data diperoleh dari dokumen inventaris satwa Taman Margasatwa Ragunan Jakarta.

Boti hidup berkelompok yang terdiri atas beberapa jantan dan betina dewasa, remaja serta anak/bayi (Fleagle 1988). Komposisi umur dan jenis kelamin pada kandang TMR kurang lengkap, hal ini mungkin merupakan akibat dari terbatasnya luasan kandang. Selain itu, Huti yang merupakan betina dewasa dan induk dari Okto sebaiknya dipisahkan karena Okto sudah menunjukkan perilaku seksual kepada Huti. Pemisahan ini penting dilakukan untuk menghindari terjadinya inbreeding pada kelompok Boti TMR.

(23)

rasio jantan dan betina ini sangat penting agar individu Boti dapat melakukan perilaku seksual seperti di habitat alaminya.

Data yang diperoleh dari dokumen inventaris satwa menunjukkan bahwa individu-individu Boti di kedua lokasi kandang berasal dari induk yang sama dan masih ada hubungan kekerabatan. Pada tahun 1994, Digo yang merupakan hasil sitaan diterima oleh pengelola Taman Margasatwa Ragunan. Kelompok Boti ini terbentuk ketika betina Dely dan Desy dipasangkan dengan Digo di tahun 1996. Silsilah dan hubungan antar individu Boti di kedua lokasi kandang ditunjukkan pada Gambar 4.

Tabel 3 Individu Boti di kandang Pusat Primata Schmutzer

No Gambar Jenis

(24)

Gambar 4 Silsilah individu Boti di kedua lokasi kandang

Kondisi fisik lingkungan kandang

Kandang Primata 3 TMR berbentuk menyerupai trapesium dengan luas 25.18 m2, dibatasi oleh dinding tembok dengan alas keramik. Tembok bagian depan dan atap kandang dibuat dari bahan jeruji besi. Didalam kandang terdapat dua batang kayu yang diletakkan menyilang di atas sebuah paralon besi serta terdapat sebuah balon karet dan beberapa tali dari bahan karet sebagai sarana bergelantungan dan bermain (Gambar 5). Pada jarak 4 m diluar kandang, terdapat beberapa pohon naungan yaitu pohon nangka (Artocarpus integra Merr.) dan beringin (Ficus benjamina L.). Kelompok Boti pada kandang ini sering terlihat mengkonsumsi daun yang jatuh dari pohon tersebut terutama pada pagi hari. Suhu udara rata-rata pada pagi, siang dan sore hari berturut-turut adalah 26.9±0.8 °C, 28.6±1.3 °C dan 28.5±1.6 °C, sedangkan kelembaban udara rata-rata pada pagi, siang dan sore hari berturut-turut adalah 71.2±5.2%, 63.7±7.5% dan 66.3±8.1%.

Gambar 5 Foto dan skema kandang TMR. A. Kandang tidur, B. Pintu slot kandang tidur, C. Kandang peraga

2 m

6 m

7.4 m

A B

(25)

Kandang PPS memiliki luasan 182.89 m2 dengan dinding tembok dan sebagian dinding terbuat dari bahan kaca. Atap kandang terbuat dari kawat dengan alas kandang berupa tanah yang didominasi oleh rumput gajah paitan (Axonopus compressus). Di dalam kandang terdapat beberapa pohon alami maupun pohon buatan yang dilengkapi dengan tali dan mainan yang terbuat dari bahan karet (Gambar 6). Kandang PPS juga dilengkapi dengan kandang tidur dan beberapa kandang jebak yang berfungsi sebagai kandang perlakuan satwa. Suhu udara rata-rata pada pagi, siang dan sore hari berturut-turut adalah 28.2±0.9 °C, 29.3±1.5 °C dan 29.1±1.4 °C, sedangkan kelembaban udara rata-rata pada pagi, siang dan sore hari berturut-turut adalah 76.4±8.8%, 72.5±12.8% dan 75.0±13.5%.

Gambar 6 Lokasi kandang PPS

(26)

Tabel 4 Ukuran kandang minimal yang direkomendasikan untuk satwa primata

Grup Bobot badan Luas lantai/ekor Tinggi

1 < 1 kg 0.15 m2 50.8 cm

Sumber: National Institute of Health (1985)

Suhu dan kelembaban juga merupakan dua faktor yang paling penting dalam lingkungan fisik hewan karena dapat mempengaruhi metabolisme dan perilaku. Kelembaban dan suhu yang direkomendasikan untuk satwa primata yaitu 30-70% dan 18-29 °C (ILAR 1973). Pada kandang TMR, suhu dan kelembaban sudah sesuai dengan rekomendasi namun kelembaban sedikit tinggi pada pagi hari yaitu mencapai 71.2%. Suhu pada kandang PPS sedikit lebih tinggi dari yang direkomendasikan yaitu 29.3 °C pada siang hari, sedangkan kelembabannya juga melebihi dari nilai yang direkomendasikan yaitu mencapai 76.4% pada pagi hari. Suhu yang tinggi pada kandang PPS salah satunya disebabkan oleh kurangnya pohon besar di sekitar kandang yang berfungsi sebagai naungan dari sinar matahari.

Perilaku Harian Boti

Pengamatan perilaku harian antara kedua kelompok Boti dilakukan pada individu-individu yang memiliki kelas umur yang sama. Perbandingan perilaku harian dilakukan pada betina dewasa yaitu antara Huti dan Ochi (kandang TMR) dengan Iyos dan Delly (kandang PPS) (Gambar 7). Selain itu, juga dilakukan pengamatan perilaku harian individu muda yaitu antara Okto dan Febri (kandang TMR) dengan Godel (kandang PPS) (Gambar 8). Perilaku harian betina dewasa antara kandang TMR dengan betina dewasa kandang PPS menunjukkan hasil yang berbeda nyata (t = 9.11, d.f. = 11, P<0.05), begitu juga perilaku harian pada individu muda juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata (t = -1.77, d.f. = 11, P<0.05) antara kedua lokasi kandang.

(27)

Gambar 7 Perbandingan perilaku harian betina dewasa

Kandang PPS dilengkapi dengan pengkayaan pakan berupa pakan alternatif yang diperoleh dari lingkungan kandang serta luasan kandang yang lebih besar dibandingkan kandang TMR. Hal ini yang menyebabkan Boti di kandang PPS memiliki persentase perilaku makan yang tinggi sehingga persentase perilaku istirahat dan selisik rendah. Pada Boti di kandang TMR dengan luasan kandang yang terbatas dan tanpa pengkayaan pakan memiliki persentase perilaku istirahat dan selisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan persentase perilaku makan. Perilaku makan yang tinggi juga akan menurunkan aktivitas lokomosi (Riley 2007). Perbedaan luasan kandang serta ketersediaan pengkayaan pakan mempengaruhi perilaku harian kedua kelompok Boti.

Gambar 8 Perbandingan perilaku harian individu muda

(28)

memiliki hirarki terendah dalam kelompok Boti ini. Pada kelompok Boti kandang PPS, Godes merupakan jantan dewasa dominan sedangkan Godel merupakan subordinan. Pada hirarki betina, Iyos adalah betina dewasa dominan sedangkan Elly merupakan subordinan (Gambar 9).

Gambar 9 Hirarki individu Boti

Perilaku Makan

Perilaku makan yang diamati pada kedua lokasi kandang ditunjukkan pada Tabel 5. Perbandingan perilaku makan pada betina dewasa di dua lokasi kandang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (t = -0.0001, d.f. = 4, P<0.05). Begitu juga dengan perbandingan perilaku makan pada individu muda juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata (t = -3.48, d.f. = 4, P<0.01). Perilaku mencari makan memiliki persentase tinggi pada kelompok Boti di kandang PPS dibandingkan dengan kelompok Boti kandang TMR. Hal ini disebabkan kandang PPS memiliki kandang yang lebih luas dan dilengkapi dengan beberapa pengkayaan pakan. Oleh karena itu, individu Boti akan aktif mencari pakan alternatif di lingkungan kandang ketika pagi hari sebelum diberi pakan dan sore hari ketika pakan yang disediakan telah habis.

Perilaku memilih dan menolak makanan pada kelompok Boti kandang PPS memiliki persentase lebih rendah dibandingkan kelompok Boti kandang TMR. Hal ini disebabkan tingginya kompetisi dalam mendapatkan makanan pada kelompok Boti ini sehingga tidak ada kesempatan untuk memilih terutama untuk individu dengan status sosial rendah. Persentase perilaku membawa makanan juga lebih rendah pada kelompok Boti kandang PPS. Individu Boti di kandang PPS lebih sering memasukkan sebanyak-banyaknya makanan ke dalam mulut sambil

(29)

sedikit dikunyah dan kemudian disimpan di dalam kantong pipi (cheek pouch). Berbeda dengan kelompok Boti di kandang TMR yang sering membawa makanan menggunakan tangan, mulut (digigit) dan kaki menuju ke suatu tempat yang aman untuk kemudian dimakan. Perilaku membawa makanan dengan berjalan atau berlari lebih sering dilakukan oleh individu Boti dengan status sosial yang rendah (Ochi dan Febri). Hal ini untuk menghindari perilaku agresif maupun perebutan makanan yang dilakukan oleh individu dominan, sedangkan individu dominan lebih terlihat menguasai sumber pakan karena mereka selalu makan dekat dengan sumber pakan.

Tabel 5 Perilaku makan dua kelompok Boti

Perilaku Makan Kandang TMR (%) Kandang PPS (%)

Huti Ochi Okto Febri Godes Iyos Elly Godel Meilan

Pada kedua kandang, terdapat perbedaan dalam jenis pakan yang diberikan maupun pakan alternatif yang dikonsumsi, kuantitas pakan dan jam pemberian pakan. Jenis pakan yang diberikan di kandang PPS lebih beragam dibandingkan dengan kandang TMR (Tabel 6). Kelompok Boti di kandang TMR mengkonsumsi 16 spesies dari 14 famili tanaman pakan dan juga mengkonsumsi pakan alternatif dari sekitar kandangnya yaitu berupa daun beringin dan daun nangka yang jatuh ke dalam kandang, serangga klanceng dan beberapa serangga lain. Selain itu, kelompok Boti ini juga mengkonsumsi pakan yang diberikan oleh pengunjung seperti kacang tanah, biskuit, makanan ringan, minuman kemasan dan es krim. Frekuensi pemberian makanan oleh pengunjung menurun selama penelitian berlangsung. Persentase komposisi pakan berdasarkan berat yang dikonsumsi meliputi buah sebanyak 78.55%, daun 1.59%, umbi 19.43% dan lainnya berupa serangga dan pakan dari pengunjung sebanyak 0.42% (Gambar 10a).

(30)

Tabel 6 Jenis pakan yang dikonsumsi kedua kelompok Boti

No. Pakan yang diberikan (Provisioned Food) Lokasi Nama Lokal Nama Ilmiah Famili TMR PPS 1 Apel Malus domestica Borkh. Rosaceae √ √ 2 Bawang bombay Allium cepa L. Liliaceae - √ 3 Belimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae - √ 4 Bengkuang Pachyrhizus erosus Fabaceae √ √ 5 Brokoli Brassica oleracea L. Brassicaceae - √ 6 Buncis Phaseolus vulgaris L. Fabaceae √ √ 7 Jagung manis Zea mays var. saccharata Poaceae √ √ 8 Jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae √ √ 9 Jeruk Citrus sinensis (L.) Osbeck Rutaceae √ √ 10 Kacang panjang Vigna sinensis Fabaceae √ √ 11 Kacang tanah Arachis hypogaea Papilionaceae - √ 12 Kailan Brassica oleracea var.

Alboglabra Brassicaceae - √ 13 Kangkung Ipomoea aquatica Forsk Convolvulaceae - √ 14 Klengkeng Euphoria longana Lamk. Sapindaceae - √ 15 Kuaci Helianthus annuus L. Asteraceae - √ 16 Kumek Lactuca indica Asteraceae - √ 17 Markisa Passiflora edulis Sims. Passifloraceae - √ 18 Melon Cucumis melo L. Cucurbitaceae √ √ 26 Semangka Citrullus vulgaris Schrad. Cucurbitaceae - √

27 Siomak Lactuca sp. Asteraceae - √ 33 Ubi orange Ipomoea batatas Poir. Convolvulaceae √ √

34 Wortel Daucus carota Apiaceae √ √

paitan Axonopus compressus Poaceae - √

42 Serangga - - √ √

(31)

Komposisi pakan Boti di kedua lokasi kandang menunjukkan pakan buah-buahan memiliki persentase tertinggi. Hal ini sudah sesuai dengan sifat M. tonkeana yang merupakan pemakan buah (frugivorous) (Fleagle 1988). Di alam, Boti mengkonsumsi buah (matang dan belum matang) sebanyak 85.8%, daun muda 4.2%, serangga 5.6%, tunas 3.1%, jamur 0.3%, bunga 0.8% dan lainnya (eksudat dan crustacean) sebanyak 0.4% (Riley 2007). Persentase serangga dalam komposisi pakan kedua kelompok Boti sangat rendah sedangkan persentase umbi sangat tinggi terutama pada Boti di kandang TMR. Hal ini berbeda dengan komposisi pakan Boti di alam yang cukup tinggi persentase serangga mencapai 5% dan tidak memilih umbi dalam komposisi pakan harian mereka.

(a) (b)

Gambar 10 Persentase komposisi pakan Boti. (a) Kandang TMR; (b) Kandang PPS

Urutan mengambil makanan ditentukan saat pakan pertama kali diberikan oleh penjaga satwa dan kemudian dicatat secara berurutan individu Boti yang mengambil makanan. Urutan mengambil makanan pada kelompok Boti kandang TMR ditunjukkan pada Tabel 7. Ochi (betina dewasa) memiliki persentase pengambilan makanan pertama terbesar. Urutan kedua dari perilaku pengambilan makanan ditempati oleh Okto, sedangkan Febri sering berada di urutan terakhir. Huti (betina dewasa dominan) tidak menunjukkan persentase yang mencolok pada masing-masing urutan. Perilaku makannya sangat dipengaruhi oleh status fisiologisnya dan keadaan lingkungan kandang. Ketika estrus, Huti cenderung tidak aktif mengambil dan mencari makanan. Saat kandang ramai pengunjung atau ada orang asing ketika waktu makan, Huti akan berjalan mengelilingi kandang beberapa kali hingga akhirnya memulai mengambil makanan.

(32)

karena individu dengan status sosial tinggi memiliki akses yang lebih besar terhadap pakan (Martin dan Bateson 1986).

Tabel 7 Urutan mengambil makanan kelompok Boti kandang TMR

Individu Berbeda dengan kandang PPS, pakan utama diberikan pada pagi hari sekitar jam 08.30-09.30 WIB, sedangkan pakan tambahan diberikan saat siang hari sekitar jam 12.00-13.00 WIB. Waktu pemberian pakan sangat mempengaruhi perilaku satwa di penangkaran. Pada monyet beruang (M. arctoides) di penangkaran, penundaan waktu makan meningkatkan perilaku abnormal dan perilaku agresif secara signifikan sebagai akibat terganggunya rutinitas pemberian pakan (Waitt dan Smith 2001). Pakan sebaiknya diberikan pada waktu yang teratur, tidak terlalu awal ataupun ditunda, sehingga manajemen waktu pemberian pakan di penangkaran sangat penting untuk diperhatikan.

Tabel 8 Urutan mengambil makanan kelompok Boti kandang PPS

Individu

(33)

(tomat dan pepaya), sedangkan nilai terendah 4 (wortel) dan 5 (ubi orange) (Tabel 9). Berbeda dengan kelompok Boti kandang PPS yang menunjukkan preferensi yang tinggi terhadap pisang (Tabel 10). Untuk wortel, terong ungu dan brokoli memiliki palatabilitas yang rendah karena jarang dipilih oleh individu Boti di kandang PPS.

Tabel 9 Preferensi pakan kelompok Boti kandang TMR

Jenis Pakan Huti Ochi Okto Febri Total nilai harinya pada saat koleksi sisa pakan. Sisa pakan tersebut akan terbuang bersama kotoran saat membersihkan kandang. Pemilihan jenis pakan yang tepat berdasarkan tingkat kesukaan individu Boti sangat diperlukan agar pakan yang diberikan efisien dan termanfaatkan secara optimal. Berdasarkan nilai preferensi bahan pakan di kedua lokasi kandang bisa dilakukan seleksi terhadap bahan pakan yang kurang disukai oleh Boti. Dari 16 jenis pakan yang dikonsumsi di kandang TMR, diseleksi bahan pakan yang memiliki nilai preferensi ≥10. Untuk kandang PPS dari 25 jenis pakan yang dikonsumsi, dipilih bahan pakan yang memiliki nilai

(34)

Tabel 10 Preferensi pakan kelompok Boti kandang PPS

Chapman dan Chapman (2002) mengamati hubungan komponen nutrisi dan komponen sekunder pada pemilihan diet monyet colobus merah (Procolobus badius) di Taman Nasional Kibale, Uganda. Monyet colobus merah lebih memilih daun muda dibandingkan daun tua dan ada konsistensi perbedaan fitokimia antara kedua tahap tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan diet dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia makanan. Chapman dan Chapman (2002) menemukan hubungan yang signifikan bahwa pakan dengan protein tinggi dan rendah serat lebih sering menjadi pilihan diet. Namun, tidak ada bukti yang mengungkapkan bahwa monyet colobus merah menghindari tanaman dengan tingkat senyawa sekunder yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemilihan pakan pada primata sangat kompleks (Chapman dan Chapman 2002).

Status Nutrisi Boti

(35)

betina dewasa di kandang TMR tidak menunjukkan PBB selama waktu penelitian. Untuk kelompok Boti di kandang PPS, semua individu menunjukkan PBB.

Tabel 11 Hasil penimbangan Boti di Kandang TMR

No Individu BB Awal

Ket.: BB : Bobot Badan; PBB : Pertambahan Bobot Badan

Tabel 12 Hasil penimbangan Boti di Kandang PPS

No Individu BB Awal

Ket.: BB : Bobot Badan; PBB : Pertambahan Bobot Badan

Berdasarkan NRC (2003) bobot badan M. tonkeana betina adalah berkisar 3.69 – 8.5 kg, sedangkan untuk M. tonkeana jantan memiliki kisaran bobot badan 4.86 – 12 kg. Kisaran bobot badan individu muda dan dewasa baik jantan maupun betina di kedua lokasi kandang sudah sesuai dengan yang disarankan oleh NRC (2003). Hal ini berarti individu Boti tidak ada yang mengalami kelebihan bobot badan maupun kekurangan bobot badan. Laju pertumbuhan (growth rate) bayi M. mulatta umur 30 hari, 210 hari, 220 hari dan 360 hari berturut-turut adalah 6.6; 5.1; 5.0 dan 3.8 g/hari (NRC 2003). Pertambahan bobot badan bayi Boti yaitu Meilan menunjukkan nilai PBB/hari yang tinggi mencapai 26 g/hari melebihi laju pertumbuhan yang ditunjukkan oleh bayi M. mulatta.

Status nutrisi individu Boti di kedua lokasi kandang ditunjukkan pada Tabel 13. Konsumsi bahan kering (BK) untuk masing-masing individu Boti menunjukkan perbedaan antara kedua kandang. Konsumsi masing-masing bahan pakan dan perhitungan status nutrisi Boti di kedua kandang ditunjukkan pada Lampiran 3-5. Pada kandang TMR, Okto memiliki nilai tertinggi dalam konsumsi BK yaitu 30.97 g/kgBB/hari, sedangkan Huti memiliki nilai terendah yaitu hanya 15.77 g/kgBB/hari. Berbeda dengan kandang PPS, bayi Meilan mengkonsumsi BK per kg BB tertinggi diantara Boti yang lain dengan nilai konsumsi BK per kg BB terendah pada Godes. Konsumsi BK kedua lokasi kandang sudah memenuhi yang direkomendasikan NRC yaitu 22.2 g/kgBB/hari untuk individu muda dan 12 g/kgBB/hari untuk individu dewasa (NRC 2003).

(36)

NRC. Namun, konsumsi total energi, mineral Ca, P, dan Fe serta konsumsi protein pada Febri masih di bawah yang direkomendasikan oleh NRC. Kekurangan beberapa nutrien ini jika dibiarkan akan berdampak terhadap menurunnya performa dan kondisi fisik Boti. Indikasi menurunnya penampilan fisik terlihat pada Okto di kandang TMR yang ditemukan rontok rambut pada bagian kedua kaki belakang dan area punggung. Pada M. mulatta yang mendapatkan pembatasan konsumsi energi dan protein akan kehilangan 36% bobot badan, menurunnya konsentrasi albumin serum, mengalami kerontokan rambut, kulit mudah mengelupas, kehilangan otot dan menurunnya aktivitas fisik (NRC 2003). Selain itu, rambut kelompok Boti TMR nampak tipis dan kusam. Warna rambut yang kusam dan menipis pada tamarin berkumis (Saguinus mystax) disebabkan kekurangan mineral Zn (NRC 2003).

Tabel 13 Status nutrisi individu Boti di kedua lokasi penelitian

Konsumsi Ket.: BK : Bahan Kering; PK : Protein Kasar

(37)

(2013), serangga merupakan sumber pakan alami yang tinggi kandungan lemak, protein, vitamin, serat dan mineral serta merupakan pakan yang sangat prospektif di masa akan datang. Jenis serangga yang dikonsumsi Boti di kedua lokasi kandang seperti belalang, ulat, klanceng dan jangkrik.

Perilaku memakan tanah (geophagia) juga ditemukan pada seluruh anggota kelompok Boti kandang PPS kecuali Meilan. Perilaku memakan tanah ini juga ditemukan pada beberapa primata seperti pada gorila di pegunungan Rwanda (Gorilla gorilla beringei) (Mahaney et al. 1990) dan orang utan (Pongo pygmaeus) di PPS (Zuhra et al. 2009). Tanah di PPS yang dikonsumsi Boti berwarna merah kecoklatan. Menurut Mahaney et al. (1990) warna coklat berhubungan dengan kandungan mineral Fe dan bahan organik. Tanah dapat menjadi sumber mineral esensial dan sebagian materi tanah yang tertelan dapat membantu menyerap dan mengeluarkan racun. Selain itu, material tanah dapat membantu menjaga pH usus yang berguna untuk bakteri yang membantu pencernaan makanan (Mahaney et al. 1990).

Tabel 14 Estimasi kebutuhan nutrisi genus Macaca

Kebutuhan Nutrisi Individu

(38)

mulatta) di penangkaran, individu subordinat yang sering menerima agresi di lokasi makan cenderung membawa makanan ke perifer untuk kemudian dimakan (Deutsch dan Lee 1991).

Pada kedua kandang lokasi penelitian ditemukan adanya perilaku abnormal yang digolongkan sebagai perilaku yang berhubungan dengan stress (stress-related behaviour) (Waitt dan Smith 2001). Menurut Waitt dan Smith (2001), yang termasuk perilaku abnormal adalah perilaku selisik yang berlebihan (excessive grooming), eye poking, memakan material feses, self-aggression, self-clasping, berjalan bolak-balik mengelilingi kandang (pacing), mengguncang-guncang kandang (rocking) dan menjilat-jilat dinding atau kandang (wall-licking). Pada kelompok Boti di kandang TMR ditemukan perilaku selisik yang berlebihan terutama oleh pasangan ibu dan anak yaitu Huti kepada Okto dan Ochi kepada Febri. Salah satu penyebab rontoknya rambut Okto karena seringnya diselisik oleh Huti. Huti sangat sering melakukan selisik kepada Okto, namun Okto juga sering melakukan penolakan dan kadang berakhir dengan agresi. Selain selisik yang berlebihan, kelompok Boti kandang TMR juga menunjukkan perilaku abnormal lain yaitu pacing, rocking dan wall-licking. Berbeda dengan kelompok Boti kandang PPS, hanya Godel yang menunjukkan perilaku abnormal yaitu memakan material feses. Bayi Meilan juga menunjukkan perilaku memakan material feses sebanyak dua kali. Namun, perilaku Meilan termasuk dalam perilaku meniru Godel dan pembelajaran (learning).

Menurut FAWC (Farm Animal Welfare Coouncil) (2009), dalam kesejahteraan hewan termasuk hewan penangkaran dikenal konsep “five freedoms” yaitu; 1) bebas dari rasa lapar dan haus; 2) bebas dari rasa tidak nyaman; 3) bebas dari rasa sakit dan penyakit; 4) bebas untuk mengekspresikan perilaku normal; dan 5) bebas dari ketakutan dan penderitaan. Kegiatan penangkaran dapat mengganggu kesejahteraan satwa yang ditangkarkan. Kelima konsep kebebasan hewan tersebut harus dijadikan pedoman dalam manajemen penangkaran. Dengan mengetahui perilaku yang ditunjukkan satwa ketika di penangkaran serta pencatatan dan perhitungan status nutrisi secara teratur bisa mengurangi efek penangkaran terhadap kesejahteraan satwa.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: a. Kelompok Boti di kandang TMR memiliki,

- Persentase terbesar pada perilaku harian adalah perilaku selisik dan istirahat. Perilaku makan yang lebih sering ditunjukkan selain perilaku menggigit dan mengunyah adalah perilaku memilih, membawa dan menolak makanan.

- Status kecukupan nutrisi sudah memenuhi standar pada konsumsi BK, PK, vit. A, B1 dan C. Konsumsi total energi, PK pada Febri, mineral Ca, P, dan Fe masih mengalami kekurangan.

(39)

b. Kelompok Boti di kandang PPS memiliki,

- Persentase terbesar dalam perilaku harian adalah perilaku makan, sedangkan perilaku mencari makan lebih tinggi pada perilaku makan kelompok Boti ini.

- Status kecukupan nutrisi sudah memenuhi standar pada konsumsi BK, PK, vit. A, B1 dan C. Konsumsi total energi, mineral Ca, P, dan Fe masih mengalami kekurangan.

- Pakan yang direkomendasikan adalah pisang, jagung manis, pepaya, jambu biji, apel, kailan, kangkung, tomat, kacang panjang, semangka, dan buncis.

Dari segi perkandangan, kandang TMR memiliki luasan sempit dan kurang pengkayaan lingkungan namun suhu sudah sesuai dengan yang direkomendasikan. Kandang PPS memiliki luasan kandang lebih luas namun suhu cukup tinggi sehingga perlu ditambahkan pepohonan di sekitar kandang sebagai naungan.

Pada kedua lokasi kandang, pakan tambahan perlu diperbanyak jumlah pemberiannya dan ditambahkan serangga yang palatable seperti ulat, belalang dan jangkrik pada diet mereka untuk memenuhi kekurangan kebutuhan zat gizi Boti.

DAFTAR PUSTAKA

Altmann J, Muruthi P. 1988. Differences in daily life between semiprovisioned and wild-feeding Baboons. Am J Primatol. 15:213-221.

Andrade MCR, Ribeiro CT, da Silva VF, Molinaro EM, Goncalves MAB, Marques MAP, Cabello PH, Leite JPG. 2004. Biologic data of Macaca mulatta, Macaca fascicularis, and Saimiri sciureus used for research at the Fiocruz primate center. Mem Inst Oswaldo Cruz. 99(6):581-589.

Berman CM, Li JH. 2002. Impact of translocation, provisioning and range restriction on a group of Macaca thibetana. Int J Primatol. 23(2):383-397.

Bracke MBM, Spruijt BM, Metz JHM. 1999. Overall animal welfare assessment reviewed. Part 1: Is it possible? Nether J of Agric Science. 47:279-291.

Braendle C, Geissmann T. 1997. Behavioural development of a pileated gibbon. International Zoo News.44(1): 4-16.

Chivers DJ. 1998. Measuring food intake in wild animals: primates. Proceedings of the Nutrition Society. 57:321-332.

Chapman CA, Chapman LJ. 2002. Foraging challenges of red colobus monkeys: influence of nutrients and secondary compounds. Comp Biochem Physiol. 133:861-875.

(40)

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2013. Edible insects: future prospects for food and feed security. [Internet]. [diakses pada 29 Agustus 2014]. Tersedia dalam: http://www.fao.org/docrep/018/i3253e/i3253e.pdf. Indonesia (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya.

[ILAR] Institute of Laboratory Animal Resources. 1973. Nonhuman Primates: Standards and Guidelines for the Breeding, Care, and Management of captive squirrel monkeys, Saimiri sciureus, and pigtail macaques, Macaca nemestrina. Physiology & Behavior. 73:111-120.

Lowe C. 2004. Making the monkey: how the togean macaque went from “new

form” to “endemic species” in Indonesians conservation biology. Cultural Anthropol. 19:491-516.

Mahaney WC, Watts DP, Hancock RGV. 1990. Geophagia by mountain gorillas (Gorilla gorilla beringei) in the Virunga Mountains, Rwanda. Primates.

31(1): 113-120.

Martin P, Bateson P. 1986. Measuring Behaviour. New York (US): Cambridge University Press.

Michael CA, Mench JA, Olsson IAS, Hughes BO. 2011. Animal Welfare 2nd Ed. Cambridge (US): Cambridge University Press.

Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cambridge (US): MIT Press.

National Institute of Health. 1985. Guide for The Care and Use of Laboratory Animals. DHEW Publ No (NIH) 85-23, pp.1-83. Committee on Care and Use of Laboratory Animals of The Insitute of Laboratory Animal Resources, U.S. Dept of Health and Human Services, Public Healt Services. National Institute of Health, Bethesda, M D.

(41)

[NRC] National Research Council. 2003. Nutrient Requirements of Non Human Primates: 2nd Rev. Ed. Washington DC (US): National Academy Press.

Pombo RAER. 2004. Daerah jelajah, perilaku, dan pakan Macaca tonkeana di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Riley EP. 2007. Flexibility in diet and activity patterns of Macaca tonkeana in response to anthropogenic habitat alteration. Int J Primatol. 28(1):107-133.

Soedarmo P, Sediaoetama AD. 1977. Ilmu Gizi: Masalah Gizi Indonesia dan Perbaikannya. Jakarta (ID): Penerbit Dian Rakyat.

Supriatna J, Richardson M. 2008. Macaca tonkeana. Dalam IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. version 2012.2. [Internet]. [diakses pada

13 April 2013]. Tersedia dalam:

http://www.iucnredlist.org/details/12563/0.

Thierry B, Bynum EL, Baker S, Kinnaird MF, Matsumura S, Muroyama Y,

O’Brien TG, Petit O, Watanabe K. 2000. The social repertoire of Sulawesi macaques. Primate Research. 16:203-226.

[USDA] United States Department of Agriculture. 2013. Nutrien Data. [Internet]. [diakses pada 3 November 2013]. Tersedia dalam: http://www.ars.usda.gov/ba/bhnrc/ndl.

Waitt C, Smith HMB. 2001. What time is feeding? how delays and anticipation of feeding schedules affect stump-tailed macaque behavior. Appl Anim Behav Sci. 75:75-85.

(42)
(43)

Lampiran 1 Kandungan gizi bahan pakan Boti di kandang TMR

Jenis Makanan Air

(%)

Energi (kkal)

Protein (%)

Lemak (%)

Karboh (%)

Ca P Fe Vit.A Vit.B1 Vit.C

(mg) (mg) (mg) (IU/100g) (mg) (mg)

Pisang Ambon 72 99 1.2 0.2 25.8 8 28 0.5 146 0.08 6

Jagung Manis 60 140 4.7 1.3 33.1 6 118 0.7 435 0.24 8

Ubi Kuning 68.5 123 1.8 0.7 27.9 30 49 0.7 60 0.09 22

Sawi 92 22 2.3 0.3 4 220 38 2.9 6460 0.09 102

Tomat 94 20 1 0.3 4.2 5 27 0.5 1500 0.06 40

Kacang Panjang 12 357 17.3 1.5 70 163 437 6.9 0 0.57 2

Apel 84 58 0.3 0.4 14.9 6 10 0.3 90 0.04 5

Jambu Biji Merah 86 149 0.9 0.3 12.2 14 28 1.1 25 0.02 87

Bengkuang 85 55 1.4 0.2 12.8 15 18 0.6 0 0.04 20

Wortel 88 42 1.2 0.3 9.3 39 37 0.8 12000 0.06 6

Timun 96 12 0.7 0.1 2.7 10 21 0.3 30 0.03 8

Pepaya 87 46 0.5 0 12.2 23 12 1.7 365 0.04 78

Ubi Merah 69 123 1.8 0.7 27.9 30 49 0.7 7700 0.09 22

Jeruk keprok 88 44 0.8 0.3 10.9 33 23 0.4 420 0.07 31

Pisang Raja 66 120 1.2 0.2 31.8 10 22 0.8 950 0.06 10

Melon* 90.2 34 0.84 0.19 8.6 9 0 0.21 338.2 0.017 36.7

Buncis 89 35 2.4 0.2 7.7 65 44 1.1 630 0.08 19

Nanas 85 52 0.4 0.2 13.7 16 11 0.3 130 0.08 24

Sumber: Soedarmo dan Sediaoetama (1977); * USDA National Nutrient Database (2013).

(44)
(45)

Belimbing 90 36 0.4 0.4 8.8 4 12 1.1 170 0.03 35

Markisa 80 70 0.6 0 18.9 11 50 1.1 10 0 16

Bombay 88 45 1.4 0.2 10.3 32 44 0.5 50 0.03 9

Tauge Kacang hijau 92 23 2.9 0.2 4.1 29 69 0.8 10 0.07 15

Rambutan 81 69 0.9 0.1 18.1 16 16 0.5 10 0 58

Telur ayam 74 162 12.8 11.5 0.7 54 180 2.7 900 0.1 0

Kuaci 10 515 30.6 42.1 13.8 54 312 6.2 0 0.02 0

Kacang tanah 4 452 25.3 42.8 21.1 58 335 1.3 0 0.3 3

Sumber: Soedarmo dan Sediaoetama (1977); * USDA National Nutrient Database (2013).

(46)
(47)
(48)

Buncis 56.0 6.2 2.2 1.34 0.11 0.47 36.40 24.64 0.07 38.8 0.005 1.17

Belimbing 32.7 3.3 1.2 0.13 0.13 0.29 1.31 3.92 0.04 5.6 0.001 1.14

Markisa 78.3 15.7 11.0 0.47 0.00 2.96 8.62 39.17 0.17 1.6 0.000 2.51

Bombay 6.2 0.7 0.3 0.09 0.01 0.08 1.97 2.71 0.00 0.4 0.000 0.07

Tauge Kacang hijau 12.8 1.0 0.2 0.37 0.03 0.04 3.72 8.86 0.01 0.1 0.001 0.15

Rambutan 14.8 2.8 1.9 0.13 0.01 0.51 2.37 2.37 0.01 0.3 0.000 1.63

Telur ayam 34.3 8.9 14.5 4.39 3.95 0.06 18.54 61.80 0.24 80.3 0.009 0.00

Kuaci 5.8 5.3 27.0 1.79 2.46 0.72 3.15 18.20 0.33 0.0 0.001 0.00

Kacang tanah 10.8 10.4 47.0 2.74 4.64 2.19 6.28 36.29 0.14 0.0 0.031 0.31

Total 3816.7 768.3 915.2 73.0 23.8 191.3 1033.6 1755.4 10.3 7801.1 1.008 139.7

(49)

Lampiran 5 Perhitungan status nutrisi

Kandang TMR

Asumsi rata-rata konsumsi Boti berdasarkan rasio Huti : Ochi : Okto : Febri

25% : 30% : 30% : 15%

1. Huti :

- Konsumsi BK = 25% x 567.75 g = 141.94 g/hari

Konsumsi per bobot badan = 141.94 g / 9 kg = 15.77 g/kg BB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

= 141.94 g/9000 g x 100% = 1.58 % dari BB/hari

- Konsumsi Gross Energy (GE)= 25% x 814.94 kkal = 203.74 kkal/hari

Konsumsi GE/bobot badan=203.74 kkal/9 kg = 22.64 kkal/kgBB/hari

Konsumsi ME/bobot badan = 0.72 x Konsumsi GE

= 0.72 x 22.64 kkal/kgBB/hari

- Konsumsi Karbohidrat = 25% x 180.96 g = 45.24 g/hari

Konsumsi per bobot badan = 45.24 g / 9 kg = 5.03 g/kgBB/hari

- Konsumsi Kalsium = 25% x 623.57 mg = 155.89 mg/hari

Konsumsi per bobot badan = 155.89 mg / 9 kg = 17.32 mg/kgBB/hari

Konsumsi dalam %BK = Konsumsi Kalsium (mg) x 100% Konsumsi BK (mg)

= 155.89 mg/141940 mg x 100% = 0.11 %BK/ekor/hari

- Konsumsi Fosfor = 25% x 1174.09mg = 293.52 mg/hari

Konsumsi per bobot badan = 293.52 mg / 9 kg = 32.61 mg/kgBB/hari

(50)

- Konsumsi Vit. C = 25% x 90.68 mg = 22.67 mg/hari

Konsumsi per bobot badan = 170.325 g /7 kg = 24.33 g/kgBB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

= 170.325 g/7000 g x 100% = 2.43 % dari BB/hari

3. Okto : Konsumsi per ekor = 30% x 567.75 g = 170.325 g/hari

Konsumsi /bobot badan = 170.325 g/5.5 kg = 30.97 g/kgBB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

= 170.325 g/5500 g x 100% = 3.1 % dari BB/hari

4. Febri : Konsumsi per ekor = 15% x 567.75 g = 85.16 g/hari

Konsumsi per bobot badan = 85.16 g / 3.4 kg = 25.05 g/kgBB/hari Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100%

Bobot badan

= 85.16 g/3400 g x 100% = 2.5 % dari BB/hari

Kandang PPS

Asumsi rata-rata konsumsi Boti berdasarkan rasio Godes : Iyos : Elly : Godel : Meilan

35% : 25% : 20% : 15% : 5%

1. Godes :

- Konsumsi BK = 35% x 768.3 g = 268.9 g/hari

Konsumsi per bobot badan=268.9 g/11.9 kg=22.6 g/kg BB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

= 268.9 g/11900 g x 100% = 2.26 % dari BB/hari - Konsumsi Gross Energy (GE) = 35% x 915.2 kkal = 320.32 kkal/hari

Konsumsi GE/bobot badan = 320.32 kkal/11.9 kg = 26.92 kkal/kgBB/hari

Konsumsi ME/bobot badan = 0.72 x Konsumsi GE

= 0.72 x 26.92 kkal/kgBB/hari

- Konsumsi Karbohidrat = 35% x 191.3g = 66.955 g/hari

(51)

- Konsumsi Kalsium = 35% x 1033.6 mg = 361.76 mg/hari

Konsumsi / bobot badan = 361.76 mg / 11.9 kg = 30.4 mg/kgBB/hari

Konsumsi dalam %BK = Konsumsi Kalsium (mg) x 100% Konsumsi BK (mg)

Konsumsi/bobot badan = 2730.385 IU / 11.9 kg = 229.4 IU/kgBB/hari

Konsumsi dalam kg BK = Konsumsi Vit. A (IU)

Konsumsi per bobot badan=192.075 g/7.3 kg=26.31 g/kg BB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

= 192.075 g/7300 g x 100% = 2.63 % dari BB/hari

3. Elly : Konsumsi per ekor = 20% x 768.3 g = 153.66 g/hari

Konsumsi per bobot badan=153.66 g/6.54 kg=23.5 g/kg BB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

= 153.66 g/6540 g x 100% = 2.35 % dari BB/hari

4. Godel :Konsumsi per ekor = 15% x 768.3 g = 115.245 g/hari

Konsumsi / bobot badan= 115.245 g/3.76 kg= 30.65 g/kg BB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

(52)

5. Meilan :Konsumsi per ekor = 5% x 768.3 g = 38.415 g/hari

Konsumsi / bobot badan=38.415 g/1.2 kg=32.01 g/kg BB/hari

Konsumsi BK = Konsumsi pakan mengandung BK (g) x 100% Bobot badan

(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Februari 1989 di Trenggalek, Jawa Timur. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hadi Suripto, SE dan Ibu Jumiatun, S.Pd.AUD. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2012. Penulis mendapatkan penghargaan sebagai Lulusan Terbaik tingkat Fakultas pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke program magister pada Program Studi Biosains Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari program Beasiswa Unggulan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BU Ditjen DIKTI).

Penulis bekerja di Bimbingan Belajar Salemba Group sebagai tentor matematika dari tahun 2012 hingga sekarang. Penulis juga aktif mengikuti

pelatihan “Great Solution Salemba Group” dan pelatihan metode pengajaran yang

dilaksanakan oleh BB Salemba Group. Pada bulan Maret 2013, penulis melakukan praktikum lapang sekaligus penelitian pendahuluan tentang “Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Primata Schmutzer, Taman

Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan” selama satu bulan. Sebuah artikel yang berjudul Feeding Behaviour of Tonkean Macaque (Macaca tonkeana) in Schmutzer Primates Center and Ragunan Zoo, Jakarta telah diterima dalam Jurnal Makara Seri Sains dan memasuki tahap review.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian; 1. Kandang TMR; 2. Kandang PPS
Gambar 2  Skema pengamatan focal animal sampling
Tabel 1  Ethogram perilaku harian Boti berdasarkan Braendle dan Geissmann (1997) dan Thierry et al
Gambar 3  Teknik penimbangan Boti; Kiri: Kandang TMR; Kanan: Kandang PPS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan status gizi (Tabel 5) menunjukkan bahwa lutung perak dengan kelompok dewasa dan anak akan mengkonsumsi bahan kering, protein, lemak, dan energi

Berdasarkan hasil pengamatan, frekuensi perilaku harian terbanyak moyet hitam sulawesi dewasa dan anak ialah perilaku istirahat, diikuti dengan perilaku makan, bergerak,

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai owa jawa di Pusat Primata Schmutzer (PPS) untuk mengetahui aktivitas makan dan pakan yang diberikan.. Hal

Penelitian ini dilakukan untuk menerangkan perilaku dan pola pengasuhan induk terhadap anak gajah Sumatera yang berada di Taman Margasatwa Ragunan (TMR).. Data

Penelitian ini dilakukan untuk menerangkan perilaku dan pola pengasuhan induk terhadap anak gajah Sumatera yang berada di Taman Margasatwa Ragunan (TMR).. Data

Menurut Mustari dan Masyud (2001) anoa sebagai satwa herbivor lebih menyukai jenis-jenis hijauan yang memiliki kandungan air tinggi, daun yang relatif lemas, dengan

Perilaku atraktivitas tidak ditunjukkan oleh individu betina karena betina tidak pernah menunjukkan wajah merajuk dan menggerak-gerakkan kepala yang digunakan untuk

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2007 hingga April 2008 ini ialah perilaku anak orangutan, dengan Judul Perilaku Anak