STATUS POPULASI PENYU HIJAU (
Chelonia mydas,
Linnaeus 1758)
DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN,
KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
RINRIN HARYANTI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2014
Rinrin Haryanti
ABSTRAK
RINRIN HARYANTI. Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh Fredinan Yulianda dan Mirza D. Kusrini.
Populasi penyu hijau di Indonesia cenderung mengalami penurunan secara linier. Penurunan populasi ini berdampak terhadap keberlanjutan penyu hijau. Salah satu wilayah pendaratan dan peneluran penyu hijau di Indonesia yang masih baik adalah Pantai Penyu Pangumbahan. Penelitian mengenai status populasi penyu hijau ini dilakukan dengan melihat kecenderungan populasi selama beberapa tahun terakhir berdasarkan data dari pengelola pantai dan pengamatan lapang di Pantai Penyu Pangumbahan pada bulan Maret sampai April 2014. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan populasi, produksi telur dari penyu hijau dari tahun 2007-2013, mengkaji ancaman terhadap penyu hijau (biofisik habitat, jumlah wisatawan, jumlah bangunan dan vila) serta memberikan rekomendasi strategi pengelolaan bagi penyu hijau. Metode pengambilan contoh dilakukan dengan purposive sampling untuk sosial dan CCL (Curve Carapace Line) yang digunakan untuk pengukuran panjang karapas penyu hijau. Frekuensi pendaratan penyu hijau pada tahun 2009 sampai 2013 didominasi oleh penyu tidak bertelur. Populasi penyu hijau yang bertelur tahun 2007-2013 menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini berdampak terhadap produksi telur dan tukik penyu hijau yang cenderung mengalami penurunan. Penurunan frekuensi pendaratan diduga disebabkan oleh adanya variasi aktivitas peneluran penyu hijau, jumlah telur, dan keberhasilan penetasan. Ancaman lain terhadap populasi penyu hijau yang bertelur diduga disebabkan oleh perubahan habitat Pantai Penyu Pangumbahan seperti, tingkat pencahayaan, jumlah bangunan vila yang meningkat, dan keadaan sosial.
Kata kunci: Frekuensi penyu hijau yang bertelur, perubahan habitat, status populasi penyu hijau, Pangumbahan
ABSTRACT
RINRIN HARYANTI. Population Status of Green Turtles (Chelonia mydas) in the Pangumbahan Beach Conservation Parks, Sukabumi District, West Java. Supervised by Fredinan Yulianda and Mirza D. Kusrini.
management strategy for green turtles conservation. Social data was taken using purposive sampling methods and length of green turtles was taken using curve carapace line method. The frequency of green turtle landing in 2009 to 2013 is dominated un nested. There is a declining trend of number of green turtles that nest in 2007-2013. This has an impact to production of eggs and hatchlings which showed a decline. A decrease in the frequency of green turtles that landed in the beach might be caused by variation of nesting activity, the number of eggs, and hatching success. Another threat to the population of nesting green turtles changes in turtles habitat at Pangumbahan beach, the level of lighting of the beach, the increasing number of buildings villa, and social condition.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
STATUS POPULASI PENYU HIJAU (
Chelonia mydas,
Linnaeus 1758)
DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN, KABUPATEN
SUKABUMI, JAWA BARAT
RINRIN HARYANTI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Nama : Rinrin Haryanti NIM : C24100012
Disetujui oleh
Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc Pembimbing I
Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan bulan Maret-April 2014 ini adalah populasi penyu hijau, dengan judul Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Terima kasih Penulis sampaikan kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas bantuan beasiswa PPA yang telah diberikan
3. Ir Dedah Herlina, MS selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi
4. Ahman Kurniawan SPi, dan Agung Rahman SPi selaku Kepala Unit dan Pelaksana Teknis Daerah Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan 5. Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku pembimbing akademik dan ketua
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan dukungan selama perkuliahan dan penulisan karya ilmiah
6. Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah
7. Dr Ir Nyoman M.N. Natih, MSi selaku penguji tamu dan Dr Ir Etty Riani MS selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan dalam penulisan karya ilmiah
8. Keluarga penulis Bapak Nono Wahyono, Ibu Yayat Haryati, Adik Irfan Saeful Azhar, Ibu Evi, Neneng Nurbaeti, Denisa, Destiazmi, dan Dekaila beserta keluarga besar Penulis yang senantiasa memberikan motivasi, doa dan dukungan moril maupun materil
9. Keluarga Pangumbahan: Ua Beben, Ua Baban, Ua Belgi, Agung Solehudin, Herna, Endah, Firman, Bambang, Ua Edi, Ratno, Risval dan pelaksana teknis Pantai Penyu Pangumbahan lain yang telah memberikan dukungan dan bantuan di lapangan
10.Teman-teman Harmoni 2 (Sakinah, Hasna, Geni, Halisa Rohayu, April, Tanti), OMDA WAPEMALA, Rina Kusmayanti, Lestari Putri, Ayu Ramadhini, Rezkinda, Rismawati, Nopionna, Lulu, Nina, Ria Asnita, Andini, Maida, Serli, Bani, Rifki dan MSP 47 atas doa dan dukungannya Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, November 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan dan Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Pengumpulan Data 3
Pengambilan dan Penanganan Contoh 3
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Hasil 4
Pembahasan 8
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 16
DAFTAR TABEL
1 Panjang karapas penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan 6 2 Jumlah bangunan vila di Pantai Penyu Pangumbahan 7 3 Perubahan biofisik habitat Pantai Penyu Pangumbahan 8 4 Persepsi pemangku kepentingan terhadap pengelolaan Pantai Penyu
Pangumbahan 8
5 Rekomendasi strategi pengelolaan penyu hijau di Pantai Penyu
Pangumbahan 12
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pendekatan masalah status populasi penyu hijau di
Pantai Penyu Pangumbahan 2
2 Lokasi pengamatan di Pantai Penyu Pangumbahan 3 3 (A) Frekuensi penyu hijau yang mendarat di Pantai Penyu
Pangumbahan (B) Tingkat persentase peneluran penyu hijau di Pantai
Penyu Pangumbahan 4
4 Sebaran populasi penyu hijau yang bertelur di Pantai Penyu
Pangumbahan 5
5 Perbandingan produksi telur dan jumlah tukik yang menetas di Pantai
Penyu Pangumbahan 6
6 Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Penyu Pangumbahan 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagian depan kantor pengelola Pantai Penyu Pangumbahan 16
2 Wisatawan 16
3 Alat pengukuran biofisik habitat dan ukuran penyu hijau 17 4 Analisis, aspek-aspek,sumber data, dan teknik pengambilan data 17 5 Pengukuran fisik (panjang dan lebar karapas) penyu hijau 18 6 Hasil ANOVA penyu yang mendarat ke Pantai Penyu Pangumbahan 18 7 Hasil Korelasi Pearson penyu bertelur dengan penyu mendarat 18 8 Hasil ANOVA penyu yang bertelur ke Pantai Penyu Pangumbahan 19 9 Musim puncak peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan 19 10 Hasil Korelasi Pearson panjang karapas dengan jumlah telur 19
11 Pelepasan tukik dan pembuatan kronjong 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pantai Penyu Pangumbahan merupakan salah satu wilayah pendaratan produktif dan disukai sebagai tempat migrasi serta bertelur penyu laut (Susilowati 2002; Harahap 2007; Segara 2008). Penyu laut yang dominan melakukan aktivitas peneluran di Pantai Penyu Pangumbahan adalah penyu hijau (Harahap 2007). Penyu hijau banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani melalui pengambilan telur dan daging (Nuitja 1983; Gustian 1997).
Peningkatan pemanfaatan penyu hijau cenderung mempercepat penurunan populasi penyu hijau di alam. Penurunan populasi penyu disebabkan oleh tingginya ancaman, seperti faktor alam (predator, penyakit, perubahan iklim) dan manusia (pemanfaatan penyu hijau maupun turunannya, dan pemanfaatan habitat peneluran).
Tingginya ancaman terhadap penyu laut menyebabkan status penetapan penyu laut sebagai fauna yang langka dan dilindungi secara internasional (CITES dan IUCN) dan nasional (PP no.7 tahun 1999). Usaha perlindungan terhadap penyu hijau banyak dilakukan melalui penetapan kawasan konservasi dan berbagai studi terhadap karakteristik habitat peneluran, aspek biologi, populasi penyu hijau, dan kajian pengembangan ekowisata di daerah peneluran penyu (Salim 1991; Hermawan 1992; Nuitja 1992; Wahjuhardini 1992; Imran 1994; Purnamawati 1994; Tomascik et al. 1997; Ridla 2007; Salamsyah 2007; Catry et al. 2009; Fatima et al. 2011; Listiani 2012).
Peruntukan kawasan konservasi Pantai Penyu Pangumbahan dengan status taman pesisir bertujuan untuk melindungi dan memanfaatkan penyu hijau secara lestari. Kegiatan konservasi penyu hijau tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan populasi penyu hijau di alam. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian status populasi penyu bertelur sebagai indikator keberhasilan usaha pelestarian yang dilakukan di kawasan taman pesisir Pantai Penyu Pangumbahan.
Perumusan Masalah
2
Gambar 1 Diagram alir pendekatan masalah status populasi penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan ukuran populasi penyu hijau, produksi telur penyu hijau, jumlah tukik yang dilepas, dan parameter yang dapat menjadi ancaman terhadap pendaratan penyu hijau (kondisi biofisik habitat, jumlah wisatawan, dan jumlah bangunan vila), serta memberikan rekomendasi strategi pengelolaan terhadap pengelola kawasan konservasi.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2014 di Pantai Penyu Pangumbahan, Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi (Lampiran 1). Pengelola Pantai Penyu Pangumbahan saat penelitian ini berada di bawah pengelolaan Dinas Kelautan dan Perairan Kabupaten Sukabumi. Secara operasional pengelolaannya berada di bawah kendali bidang PSDKP (Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan), sedangkan secara teknis pengelolaannya oleh UPTD (Unit Pengelola Teknis Daerah) Sukabumi. Pengambilan data dilakukan pada enam stasiun pengamatan yang masing-masing terdiri atas tiga substasiun pengamatan (Gambar 2).
Biologi penyu hijau
Biofisik habitat Pantai Penyu Pangumbahan Sistem manajemen konservasi
Produksi telur penyu hijau Frekuensi pendaratan penyu hijau Jumlah tukik yang dilepas Jumlah wisatawan
3
Gambar 2 Lokasi pengamatan di Pantai Penyu Pangumbahan
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui studi lapangan (in situ) dan analisis sampel tekstur pasir
(ex situ). Data primer meliputi panjang dan lebar karapas penyu hijau, biofisik
habitat Pantai Penyu Pangumbahan, dan sosial. Data sekunder diperoleh dari UPTD Pantai Penyu Pangumbahan. Data sekunder meliputi produksi telur tahun 2001-2013, frekuensi pendaratan penyu hijau tahun 2009-2013, jumlah penyu bertelur tahun 2007-2013, jumlah tukik yang dilepas tahun 2007-2013, jumlah bangunan vila 2011 dan 2013, dan jumlah wisatawan 2009-2013.
Pengambilan dan Penanganan Contoh
Pengambilan data primer dilakukan di setiap stasiun sepanjang 2.3 km. Pengambilan data primer dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga aspek, yaitu biologi penyu hijau (panjang dan lebar karapas), sosial (masyarakat, wisatawan, pengelola) (Lampiran 2), dan biofisik habitat penyu hijau (kemiringan pantai, lebar supratidal pantai, persentase penutupan vegetasi, tekstur pasir, intensitas cahaya) (Lampiran 3). Teknik pengambilan data disajikan pada Lampiran 4.
Pengukuran aspek biologi penyu (panjang dan lebar karapas) dari jam 19.00 sampai 04.00 WIB dengan metode CCL (Lampiran 5). Metode CCL (Curve
Carapac Line), yaitu pengukuran panjang karapas penyu dengan cara mengikuti
lengkung bagian tubuh karapas penyu hijau.
4
Pengukuran biofisik habitat penyu hijau (in situ) dilakukan pada pukul 06.00-11.00 WIB. Analisis sampel (ex situ) seperti tekstur pasir dilakukan dengan metode sieve di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis Data
Uji statistika
Uji statistika digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil yang didapatkan secara spasial dan temporal. Uji statistika yang digunakan adalah ANOVA. ANOVA merupakan uji parametrik yang digunakan untuk mengetahui ada beda nyata pada tiga atau lebih data (Wibisono 2009; Uyanto 2009; Mattjik dan Sumertajaya 2013). Parameter yang diuji terdiri atas produksi telur, frekuensi pendaratan penyu hijau, jumlah penyu bertelur, jumlah wisatawan, panjang karapas penyu hijau tahun (1997, 2002, penelitian ini), dan jumlah tukik yang dilepas.
Koefisien korelasi Pearson
Korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan panjang karapas terhadap produksi telur, pendaratan penyu hijau dengan penyu hijau yang bertelur, dan produksi telur dengan penyu bertelur. Koefisien korelasi dilambangkan dengan ‘r’ atau ‘R’. Nilai korelasi berkisar 0 menunjukkan tidak ada korelasi, dan 1 berkorelasi sempurna (Wibisono 2009; Uyanto 2009; Mattjik dan Sumertajaya 2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Populasi penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pantai Penyu Pangumbahan terdiri atas penyu yang bertelur dan penyu tidak bertelur. Frekuensi rata-rata populasi C.mydas yang mendarat disajikan pada Gambar 3.
(A) (B)
Gambar 3 (A) Frekuensi penyu hijau yang mendarat di Pantai Penyu Pangumbahan (B) Tingkat persentase peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan (Sumber: UPTD Pangumbahan 2014)
5
Frekuensi pendaratan penyu hijau tahun 2009-2013 mengalami fluktuasi. Frekuensi pendaratan tertinggi terjadi tahun 2013 sedangkan frekuensi pendaratan terkecil ditemukan tahun 2012. Persentase penyu hijau bertelur tertinggi terjadi tahun 2009, sedangkan persentase terkecil ditemukan tahun 2013.
Hasil ANOVA pendaratan penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan memiliki perbedaan nyata setiap tahun (F(5,59) = 9.075, p < 0.05) (Lampiran 5). Hasil Korelasi Pearson menunjukan adanya hubungan yang sangat erat antara penyu hijau yang bertelur dengan pendaratan penyu hijau (r = 0.98, p < 0.01) (Lampiran 6).
Perubahan populasi penyu hijau yang bertelur tahun 1997-2013 disajikan pada Gambar 4. Populasi penyu hijau bertelur tertinggi terjadi tahun 2008 (247 ekor) sedangkan populasi terendah ditemukan pada tahun 2007 (54 ekor). Terdapat perbedaan yang nyata populasi penyu hijau bertelur dari tahun 2007-2013 (F(6,77) = 2.637, p < 0.05) (Lampiran 7).
Gambar 4 Sebaran populasi penyu hijau yang bertelur di Pantai Penyu Pangumbahan (Sumber: CV Daya Bhakti 2005; UPTD Pangumbahan 2014)
Perubahan populasi penyu hijau secara temporal menginformasikan musim puncak bertelur penyu hijau. Musim peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan terjadi sepanjang tahun (Lampiran 8). Musim puncak peneluran penyu hijau sekitar 2-3 kali siklus peneluran.
Produksi telur penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
6
Tabel 1 Panjang karapas penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan Tahun Jumlah penyu
Aktivitas peneluran penyu hijau berpengaruh terhadap produksi telur. Produksi telur penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan dari tahun 2007 sampai 2013 disajikan pada gambar 5. Produksi telur tertinggi dan terendah ditemukan pada tahun 2008 dan 2007. Terdapat perbedaan nyata jumlah telur yang dihasilkan setiap antar tahun (F (6,77) = 2.867, p < 0.05). Jumlah tukik tertinggi dan terendah ditemukan pada tahun 2013 dan 2007. Terdapat perbedaan nyata jumlah tukik yang dilepas ke laut antar tahun (F (6,77) = 2.324, p < 0.05).
Gambar 5 Perbandingan produksi telur dan jumlah tukik yang menetas di Pantai Penyu Pangumbahan (Sumber: UPTD Pangumbahan 2014)
Indikator ancaman (ekologi dan sosial) terhadap penyu hijau
Perubahan habitat peneluran, bangunan vila, dan jumlah wisatawan akan berpengaruh terhadap naluri penyu hijau untuk bertelur. Data jumlah wisatawan, jumlah bangunan vila, dan perubahan biofisik habitat disajikan pada Gambar 6, Tabel 2, dan Tabel 3.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Penyu Pangumbahan mengalami fluktuasi setiap tahun. Peningkatan wisatawan terjadi pada tahun 2013 (24765 orang), sedangkan tahun 2009 (13176 orang) jumlah wisatawan mengalami penurunan. Jumlah wisatawan setiap tahun tidak mengalami perbedaan yang nyata (F (4,55) = 1.671, p > 0.05).
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jum
la
h
Tahun
7
Gambar 6 Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Penyu Pangumbahan (Sumber: UPTD Pangumbahan 2014)
Jumlah bangunan vila di Pantai Penyu Pangumbahan mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 59 unit menjadi 63 unit di tahun 2014. Hal ini diduga karena adanya jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat. Kunjungan wisatawan ke Pantai Penyu Pangumbahan berdampak terhadap peningkatan pembangunan vila sebesar 4% pada periode 2011-2014.
Tabel 2 Jumlah bangunan vila di Pantai Penyu Pangumbahan (Sumber: Pangumbahan 2014)
Tahun Jumlah vila
2011 59
2014 63
Biofisik habitat peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan memiliki nilai yang beragam. Parameter pencahayaan di Pantai Penyu Pangumbahan mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena meningkatnya keberadaan bangunan vila dan ukuran volt pada lampu yang digunakan di bangunan sekitar Pangumbahan.
Parameter lebar supratidal, tingkat pencahayaan, dan persentase penutupan vegetasi penelitian ini memiliki nilai lebih besar dari penelitian sebelumnya. Parameter biofisik penelitian ini di Pantai Penyu Pangumbahan banyak mengalami perubahan (lebar supratidal, kemiringan, tekstur pasir, persentase penutupan vegetasi) namun perubahannya cenderung tidak mengganggu aktivitas pendaratan dan peneluran penyu hijau.
8
Tabel 3 Perubahan biofisik habitat Pantai Penyu Pangumbahan
Parameter Hasil Sumber
Lebar supratidal(m) 37.98 Susilowati 2002
25.67 Atmaja BW 2010
Tekstur pasir (%) 97.32 Susilowati 2002
85.40 Penelitian ini
Pencahayaan (lux) 0 Listiani 2013
1.3 Penelitian ini Persentase penutupan vegetasi (%) 36.12 63,17 Harteti 2012 Penelitian ini
Pemangku kepentingan yang berperan dalam kegiatan konservasi di Pantai Penyu Pangumbahan, terdiri atas masyarakat sekitar kawasan, wisatawan, dan pengelola. Persepsi pemangku kepentingan di Pantai Penyu Pangumbahan disajikan pada Tabel 4. Hasil wawancara pemangku kepentingan sebanyak 75 orang menyetujui semua bentuk kegiatan pelestarian penyu dan penetapan kawasan konservasi, namun kurangnya pengetahuan mengenai peraturan yang berkaitan dengan kawasan konservasi dan penyu hijau.
Tabel 4 Persepsi pemangku kepentingan terhadap pengelolaan Pantai Penyu Pangumbahan
Parameter pengelolaan Karakteristik persepsi
Nilai persepsi (%)
Intensitas kunjungan Pertama kali 63
Tujuan kedatangan Rekreasi 53
Rencana menginap Menginap 71
Pengetahuan tentang konservasi/ ekowisata
Tidak tahu 57
Pengetahuan tentang penyu hijau Tidak tahu 96 Pengetahuan jumlah populasi penyu Tidak tahu 69 Peraturan daerah no 14 tahun 2013 Tidak tahu 72
Perlindungan penyu hijau Setuju 100
Penetapan kawasan konservasi Setuju 100
Pembahasan
9 melakukan kegiatan bersarang (Nuitja 1992; Harteti 2013). Hal ini berdampak terhadap aktivitas peneluran penyu hijau yang hanya mencapai kurang dari 60%.
Kurangnya naluri penyu hijau untuk melakukan aktivitas peneluran akan berpengaruh terhadap ukuran populasi penyu hijau yang bertelur di Pantai Penyu Pangumbahan. Penurunan ukuran populasi penyu hijau yang bertelur diduga karena banyaknya ancaman seperti, pemanfaatan yang berlebih, penangkapan, pencemaran, dan penurunan habitat (Polidoro et al. 2011; Denkinger et al.2013).
Aktivitas peneluran dan ukuran panjang karapas penyu hijau akan berbanding lurus dengan produksi telur dan jumlah tukik. Hasil pengukuran Nuitja (1983) di Pantai Sukamade menyatakan ada hubungan kuat dan nyata antara ukuran panjang karapas dengan produksi telur. Berbeda dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan korelasi kurang erat antara ukuran panjang karapas dengan produksi telur. Hal ini diduga selama penelitian, populasi penyu bertelur sudah tua-tua (Nuitja 1983), sedangkan Nuitja (1992) berpendapat, bahwa umur dan kandungan gizi dalam makanan yang dkonsumsi oleh induk penyu hijau berpengaruh terhadap produksi telur.
Produksi telur penyu hijau dalam satu sarang berkisar 80-195 butir, sedangkan hasil pengamatan di lapangan dalam satu sarang berkisar 1-120 butir. Bustard (1972) berpendapat, rata-rata telur yang dikeluarkan penyu sebanyak 134 butir. Keberhasilan penetasan telur di alam bervariasi 2-90% dengan rata-rata 40% dari produksi telur yang dikeluarkan induk (Priyono 1994).
Perbedaan data jumlah tukik dengan produksi telur di tahun yang sama dipengaruhi faktor eksternal dan internal dari kawasan. Faktor eksternal di luar kawasan yang mempengaruhi kesuksesan penetasan telur penyu, di antaranya faktor manusia di darat dan di laut, kehilangan habitat peneluran, perusakan sarang oleh predator, dan perubahan iklim global (Hitipeuw et al. 2007). Faktor internal dari dalam kawasan konservasi Pantai Penyu Pangumbahan, di antaranya keterlambatan pemindahan telur, keahlian petugas dederan, dan penetapan kebijakan konservasi.
Penyu hijau bertelur sepanjang tahun sebanyak 3-4 kali dengan interval 9-16 hari di Pantai Penyu Pangumbahan (Nuitja 1992). Hasil data penandaan tahun 2010 di Pantai Penyu Pangumbahan, menunjukkan frekuensi penyu hijau bertelur sebanyak 3-4 kali dalam satu musim bertelur dengan interval peneluran sekitar 8-17 hari. Aktivitas peneluran penyu hijau yang menurun diduga sebagai tanda atau bentuk ‘breeding cycle’ dari penyu hijau (Chelonia mydas) yang biasanya terjadi antara 2-3 tahun (Bjorndal 1999).
Musim puncak peneluran penyu hijau bulan November sampai Januari (Nuitja 1992). Puncak peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan tahun 2007-2013 terlihat mengalami pergeseran pada bulan September sampai Februari. Pergeseran musim puncak penyu bertelur diduga terjadi karena letak Kepulauan Indonesia yang berada dalam pengaruh angin muson dan adanya perubahan musim atau cuaca (Nuitja 1992). Hal ini berpengaruh terhadap pergerakan penyu hijau untuk melakukan aktivitas bertelur.
10
Pergeseran patahan geologi dapat menyebabkan gempa, dan letusan gunung api di Selat Sunda (Wahyudin 2011).
Menurut Panjaitan (2012), Pantai Penyu Pangumbahan selama 21 tahun dari tahun 1989 sampai tahun 2010 mengalami abrasi pantai. Hal ini mempengaruhi naluri penyu hijau untuk melakukan pendaratan dan aktivitas peneluran. Gangguan lain yang diduga berpengaruh terhadap kegagalan pendaratan, aktivitas peneluran, dan produksi telur penyu hijau disebabkan oleh penurunan habitat.
Penurunan habitat dan ekosistem salah satunya dipengaruhi oleh adanya perubahan iklim dan lingkungan yang berlangsung secara global. Wallace et al.(2011) berpendapat , bahwa ancaman yang utama terhadap penyu laut yaitu penangkapan ikan dan perubahan iklim. Perubahan iklim secara global akan berpengaruh terhadap peningkatan suhu dan permukaan air laut. Hal ini akan berdampak pada ekosistem karang, habitat rumput laut, dan habitat lain (Short dan Neckles 1999).
Habitat rumput laut merupakan area makan untuk penyu hijau (Nuitja 1983; Nuitja 1992; Priyono 1994). Kondisi habitat rumput laut yang baik akan mendukung pertumbuhan tukik penyu hijau (Richardson et al. 2009). Penurunan habitat akan berpengaruh terhadap kelimpahan dan keanekaragaman alga laut sebagai sumber makanan yang dibutuhkan penyu hijau (Santos et al. 2010).
Penurunan kualitas makanan yang dibutuhkan penyu hijau berpengaruh terhadap siklus hidup penyu hijau seperti, survival rate, fekunditas, dan pertumbuhan (Nuitja 1992; Lutz et al 2003). Penurunan habitat peneluran yang berpengaruh terhadap pendaratan penyu hijau terdiri atas beberapa parameter, seperti persentase penutupan vegetasi, kemiringan, lebar supratidal pantai, tekstur pasir, dan intensitas cahaya (Nuitja 1992).
Menurut Harteti (2013), habitat peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan menunjukkan masih adanya peubah habitat yang tidak termasuk kriteria sangat sesuai, yaitu pencahayaan dan penutupan vegetasi. Hasil penelitian Widodo (1998) dan Listiani (2013), tingkat pencahayaan di Pantai Penyu Pangumbahan berkisar 0-0.7 lux dan 0 lux. Tingkat pencahayaan pada penelitian ini mengalami peningkatan menjadi 1.3 lux.
Peningkatan pencahayaan di Pantai Penyu Pangumbahan diindikasikan karena meningkatnya pembangunan villa di sekitar kawasan taman pesisir, operasi kapal nelayan yang meningkat saat malam hari, dan penggunaan ukuran volt yang tinggi pada lampu kendaraan ataupun vila. Pembangunan konstruksi di pantai seperti pembangunan jalan, infrastruktur umum, hotel, kompleks perumahan, bangunan pelindung pantai, semuanya dapat mengubah habitat yang menyebabkan tempat tersebut tidak sesuai lagi sebagai tempat peneluran penyu (Karnan 2008).
Pembangunan konstruksi di pantai dilakukan untuk memberikan kenyamanan fasilitas terhadap kegiatan wisata. Kegiatan wisata akan memberikan dampak negatif ketika tidak adanya pengaturan terhadap pembangunan dan kunjungan wisatawan. Lutz et al. (2003) berpendapat, nilai sumber daya pesisir pada kegiatan industri wisata akan berbeda dari kegiatan konservasi penyu. Hal ini dapat menyebabkan beberapa permasalahan terhadap kegiatan konservasi penyu di daerah tersebut.
11 musim, cahaya lampu atau penerangan di sekitar habitat peneluran, biofisik habitat peneluran, dan manusia menjadi hal yang berpengaruh sedemikian rupa terhadap naluri penyu hijau untuk melakukan pendaratan dan peneluran di Pantai Penyu Pangumbahan.
Runtuboi (2012) berpendapat, ancaman terhadap penyu di laut beresiko tinggi terhadap keberlangsungan penyu, seperti perburuan induk penyu, tingginya tangkapan sampingan, dan pencemaran sampah laut. Ancaman predasi telur penyu yang biasanya dilakukan oleh babi hutan, anjing, biawak, dan kepiting menjadi penyebab tingkat kesuksesan penetasan telur, selain suhu pasir yang ekstrim, dan pengambilan telur oleh masyarakat.
Tingginya pengambilan dan pemanfaatan telur penyu oleh masyarakat di sekitar wilayah Pantai Penyu Pangumbahan berpengaruh terhadap tingkat
survivors tukik dan penyu. Pengambilan telur penyu ini dilakukan dengan
berbagai cara, seperti permintaan secara paksa kepada petugas atau dengan memaksa penyu untuk bertelur. Pengangkatan penyu secara paksa dari batas pasang air laut adalah salah satu cara yang dilakukan untuk mengelabui petugas agar tidak terlihat jejak penyu ke daratan atau yang lebih dikenal dengan istilah
penyu terbang.
Kegiatan pengambilan telur penyu dilakukan pada dua tempat, yaitu Pantai Penyu Pangumbahan dan Cikepuh. Menurut responden, pengambilan telur lebih aman dilakukan Pantai Citirem, Cibulakan, Karanghandap, Legon Matahyang, dan Hujungan. Hal ini dikarenakan jumlah petugas terbatas sehingga lebih aman untuk pengambilan telur.
Pengambilan telur penyu hijau dimanfaatkan masyarakat untuk obat, memenuhi kebutuhan dan menambah pendapatan. Masyarakat yang mengambil telur penyu didominansi dari Dusun Jaringao. Harteti (2013) berpendapat, secara ekonomi Dusun Jaringao lebih tertinggal dibanding dusun lain, luas persawahan yang kecil daripada perkebunan kelapa milik perusahaan swasta, dan telur penyu ini sudah dianggap sebagai harta turun temurun.
Strategi pengelolaan penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Permasalahan yang terjadi di Pantai Penyu Pangumbahan, seperti penurunan pendaratan penyu yang bertelur, penurunan produksi telur dan pelepasan tukik, serta peningkatan kunjungan wisatawan dan bangunan vila. Hal tersebut dapat diperbaiki melalui aspek ekologi dan sosial ekonomi di dalam ataupun di luar kawasan konservasi.
Aspek sosial dapat diperbaiki melalui adanya identifikasi kebutuhan masyarakat yang memiliki tujuan tercapainya kesejahteraan hidup masyarakat yang mandiri dan tidak bergantung terhadap pemanfaatan penyu hijau. Aspek ekonomi pemerintah daerah melalui adanya kontrol dan pengaturan terhadap penetapan pendapatan daerah Pantai Penyu Pangumbahan dengan pertimbangan keseimbangan ekologi peneluran penyu hijau.
12
yang terjadi di Pantai Penyu Pangumbahan serta strategi pengelolaannya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rekomendasi strategi pengelolaan penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Permasalahan Strategi pengelolaan
Ekologi
a. Penutupan vegetasi dan cahaya kurang mendukung terhadap aktivitas peneluran penyu hijau
- Penggunaan cahaya lampu dengan warna merah atau kuning pada senter petugas lapang, kapal, dan bangunan terdekat dari kawasan taman pesisir.
- Pengaturan tata letak lampu untuk bangunan vila tidak diarahkan ke laut lepas.
- Pembangunan hutan pantai di sekitar kawasan taman pesisir.
- Mengurangi tingkat kebisingan kendaraan ataupun wisata malam di cafe dari pukul 21.00 sampai dini hari b. Kegagalan penyu bertelur semakin
meningkat
Permasalahan Strategi pengelolaan
c. Pembangunan vila meningkat - Penataan vila dilakukan secara intensif.
- Adanya sanksi minimum dan maksimal terhadap pemilik bangunan vila liar
d. Sampah - Adanya kegiatan pembersihan pantai dari sampah yang dilakukan oleh pihak masyarakat dan petugas kawasan taman pesisir.
e. Kurangnya papan informasi - Pembuatan papan informasi mengenai penjelasan apa yang tidak boleh dilakukan wisatawan saat di pantai
- Adanya jaminan kesehatan untuk petugas
d. Peningkatan pendapatan daerah - Mencari sektor lain yang bisa dikembangkan untuk menambah pendapatan daerah. Misalnya, sektor pertanian.
e. Penerapan peraturan kurang tegas - Penetapan aturan yang tegas f. Keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan konservasi kurang
- Melibatkan masyarakat dalam kegiatan konservasi penyu
g. Pemahaman masyarakat dan petugas lapang mengenai konservasi dan ekowisata kurang
- Penyuluhan mengenai konsep konservasi dan ekowisata beserta aplikasi di lapangan
h. Keterlibatan semua pihak kurang terintegrasi dan koordinasi
- Menginformasikan segala kegiatan konservasi penyu dan memberikan peranan kepada masyarakat dalam kegiatan tersebut tanpa merugikan masyarakat
Penyu hijau membutuhkan habitat yang terdiri atas hutan pantai yang lebat dan ketersediaan makanan di laut. Hal ini dapat menjamin kestabilan populasi penyu yang bertelur di kawasan konservasi (Nuitja 1983).
13 fungsi lahan dan perubahan terhadap habitat peneluran penyu. (2) Pengkajian ulang mengenai PERDA retribusi wisata, yaitu PERDA no.14 tahun 2013 dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti akademisi, pemerintah, dan masyarakat. (3) Peningkatan kesejahteraan petugas THL di Pantai Penyu Pangumbahan agar kinerja yang dilakukan bisa lebih maksimal. (4) Penyuluhan secara optimal mengenai konsep konservasi dan ekowisata terhadap petugas THL, keamanan, dan masyarakat sehingga kegiatan sosialisasi tidak terbatas hanya pada tokoh-tokoh tertentu. (5) Koordinasi yang kuat antar petugas THL, keamanan, dan masyarakat sebagai bentuk ketegasan terhadap para penggemar (pencuri telur penyu). (6) Pemberdayaan masyarakat sekitar Pantai Penyu Pangumbahan agar memiliki keterampilan untuk membuat cendera mata, untuk penghasilan tambahan bagi masyarakat. (7) Pembuatan zonasi di kawasan Pantai Penyu Pangumbahan serta adanya papan pengumuman mengenai aktivitas wisata penyu yang diperbolehkan ataupun tidak di Pantai Penyu Pangumbahan.
Pantai Penyu Pangumbahan telah mengalami perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia dan perubahan iklim. Perubahan lingkungan di kawasan konservasi dalam jumlah yang besar dan signifikan serta berlangsung dalam waktu singkat membuat spesies tidak mampu beradaptasi terhadap proses reproduksi sehingga dapat berakibat terhadap kepunahan spesies (Wilson 2001). Kepunahan spesies dapat terjadi dengan cepat terhadap spesies yang memiliki siklus hidup dan pertumbuhan yang lambat, seperti penyu hijau (Senko et al.
2014).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Populasi penyu hijau yang bertelur dan produksi telur cenderung mengalami penurunan, sedangkan jumlah kunjungan wisatawan, jumlah bangunan vila, dan degradasi habitat di Pantai Penyu Pangumbahan meningkat. Strategi pengelolaan yang dapat dilakukan adalah meminimumkan tekanan dari sosial (masyarakat dan ekonomi) dan mempertahankan ekologi dan habitat peneluran penyu hijau.
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto N. 2012. Perlindungan hukum terhadap penyu di Pulau Derawan Kabupaten Berau Kalimantan Timur. [Jurnal Ilmiah]. Samarinda: Universitas Mulawarman.
Bjorndal KA. 1999. Priorities for research in foraging habitats. Research and
Management Techniques for the Conservation of Sea Turtle. IUCN/SSC
Marine Turtle Specialist Group Publication No.4.
Bustard R. 1972. Sea Turtle Natural History and Conservation. Great Britain. Catry P, Barbosa C, Paris B, Indjai B, Almeida A, Limoges B, Silva C, Pereira H.
2009. Status ecology and conservation of sea turtles in Guinea-Bissau.
Chelonian Conservation and Biology 8(2); 150-160.
Denkinger J, Parra M, Munoz JP, Carrasco C, Murillo JC, Espinosa E, Rubianes F,Koch V.2013. Are vessel strikes a threat to sea in the Galapagos marine reserve. Ocean Coast Management 80: 29-35.
Fatima E, Andrews H, John S, Shanker K. 2011. Status of marine turtles in Cuthbert Bay, Middle Andaman Islands. Marine Turtlen Newsletter 130:6-9. Gustian P. 1997. Analisis struktur populasi penyu hijau (Chelonia mydas L)
betina dewasa di pantai peneluran Pangumbahan dan Citirem daerah tingkat II Sukabumi[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Harahap HAR. 2007. Analisis populasi penyu hijau (Chelonia mydas) yang bertelur di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Harteti S. 2013. Peningkatan kinerja konservasi penyu melalui strategi manajemen konservasi [Tesis]. Bogor (ID): IPB.
Hermawan D. 1992. Studi habitat peneluran penyu sisik (Eretmochelys imbricata L.) di Pulau Peteloran Timur dan Barat Taman Nasional Kepulauan Seribu Jakarta[skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Hitipeuw C, Dutton PH, Benson S, Thebu J, Bakarbessy J. 2007. Population status and internesting movement of leatherback turtles, Dermochelys coriacea, nesting on the Northwest Coast of Papua, Indonesia. Chelonian
Conservation and Biology. 6(1): 28-36.
Imran Z. 1994. Studi habitat peneluran dan populasi penyi lekang (lepidochelys
olivacea Eschscholtz) di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi, Jawa
Timur[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Karnan. 2008. Penyu Hijau:Status dan Konservasinya.J. Pijar MIPA. 3: 86-91. Listiani AI. 2012. Kajian pengembangan ekowisata daerah peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pantai Pangumbahan Sukabumi
[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Lutz PL, Musick JA, Wyneken J. 2003. The Biology of Sea Turtles Volume II.
CRC Press LLC.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab (ID). IPB Press.
Nuitja INS. 1983. Studi Ekologi Peneluran Penyu Daging,Chelonia mydas L di
Pantai Sukamade, Kabupaten Banyuwangi. Bogor (ID): IPB. 121 hal.
15 Panjaitan RA, Iskandar, Alisyahbana HS. 2012. Hubungan Perubahan Garis Pantai Terhadap Habitat Bertelur Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Pangumbahan Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi.UNPAD. Vol. 3 No.3: 311-320.
Polidoro BA, Elfes CT, Sanciangco JC, Pippard H, Carpenter KE. 2011. Conservation status of marine biodiversity in Ocean: an analysis of marine species on the IUCN red list of threatened species. Marine Biology.
Priyono A. 1994. Bioekologi Penyu Laut. Bogor (ID): IPB.
Purnamawati M. 1994. Studi beberapa aspek biologi penyu lekang (Lepidochelys
olivacea ESCHSCHOLTZ) di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi,
Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Richardson PB, Bruford MW, Calosso MC, Campbell LM,Clerveaux W, Formia A,Godley BJ, Henderson AC,Mcclellan K, Newman S et al.2009. Marine turtles in the Turks and Caicos Islands: remnant rookeries, regionally significant Foraging stock, and a major turtle fishery. Chelonian
Conservation and Biology.8(2): 192-207.
Ridla DA. 2007. Analisis keberhasilan penetasan telur penyu hijau (Chelonia
mydas) dalam sarang semi-alami di Pantai Pangumbahan, Kabupaten
Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Runtuboi F. 2012. Analisis kerentanan populasi penyu belimbing (Dermochelis
coriacea Vrandelli 1761) di Pantai Jamursba Medi dan Wermon sebagai
indikator keberlanjutan kawasan konservasi laut daerah Abun kabupaten Tambrauw Papua Barat. [Tesis].Bogor (ID): IPB.
Salamsyah JI. 2007. Analisis populasi penyu hijau (Chelonia mydas, Linnaeus
1758) di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID):
IPB.
Salim N. 1991. Studi laju pertumbuhan juvenil penyu sisik (Eretmochelys
imbricata L.) pada pemberian jenis makanan dan pergantian air yang
berbeda[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Santos KC, Tague C, Alberts AC, Franklin J. 2006. Sea turtle nesting habitat on the US Naval Station, Guantanamo Bay, Cuba:a comparison of habitat suitability index models. Chelonian Conservation and Biology.5(2): 175-187.
Segara RA. 2008. Studi karakteristik biofisik habitat peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas) di Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor
(ID): IPB.
Senko J, Mancini A, Seminof JA, Koch V. 2014. Bycatch and directed harvest drive high green turtle mortality at Baja California Sur, Mexico. Biological
Conservation.169: 24-30.
Short FT, Neckles HA. 1999. The effect of global climate change on seagrasses.
Aquatic Botani 63: 69
Susilowati T. 2002. Studi parameter biofisik pantai peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas,L) di Pantai Pangumbahan Sukabumi-Jawa Barat[Skripsi].
Bogor (ID): IPB.
Tomascik J, Mah AJ, Nontji A, and Moosa MK. 1997. The Ecology of Indonesian Seas. Part Two, vol VIII, Chapter 21. Periplus Edition. pp 1101-1131. Uyanto SS. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta(ID). Graha
16
Wahjuhardini PL. 1992. Studi beberapa aspek biologi penyu sisik (Eretmochelys
imbricata L.) di Kepulauan Seribu Jakarta[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Wahyudin Y.2011. Karakteristik sumberdaya pesisir dan laut kawasan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Bonorowo
Wetlands.1(10:19-32.
Wallace BP, Dimatteo AD, Bolten AB, Chaloupka MY, Hutchinson BJ, Abreu-Grobois FA,Mortimer JA, Seminoff JA, Amorocho D, Bjorndal KA et al.2011. Global conservation priority for marine turtles.global Conservation
PloS One. 6(9): e24510.
Wibisono Y. 2009. Metode Statistik.Yogyakarta (ID). UGM Press.
Widodo HHW. 1998. Karakteristik biofisik habitat peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas) dan interaksinya dengan populasi penyu hijau yang
bertelur di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Wilson C, Tisdell C.2001. Sea turtle as a non-consumptive tourism resources especially in Australia. Tourism Management.22:279-288.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagian depan kantor pengelola Pantai Penyu Pangumbahan
17 Lampiran 3 Alat pengukuran biofisik habitat dan ukuran penyu hijau
Lampiran 4 Analisis, aspek-aspek,sumber data, dan teknik pengambilan data
Analisis Parameter yang diukur
Unit
satuan Teknik pengambilan data Biologi Panjang karapas
CCL
Cm Panjang karapas menggunakan metode curve carapac
line (CCL), mulai dari precental scute sampai posterior
margin dari post centrals. Pengukuran dilakukan pada penyu hijau yang mendarat dari semua stasiun. Lebar karapas
CCL
Cm Lebar karapas diukur dari pinggir marginal bagian lateral karapas. Pengukuran dilakukan pada penyu hijau yang mendarat dari semua stasiun.
Telur Butir Produksi telur dihitung pada setiap penyu hijau yang bertelur ketika aktivitas peneluran penyu selesai. Biofisik
habitat
Kemiringan pantai
o
Kemiringan diukur menggunakan clinometer pada 6 stasiundari pasang harian tertinggi ke garis vegetasi. Masing-masing stasiun dilakukan 3 kali pengukuran kemudian dirata-ratakan setiap stasium.
Lebar supratidal M Lebar sipratidal diukur menggunakan meteran pada 6 stasiundari pasang harian tertinggi ke garis vegetasi. Masing-masing stasiun dilakukan 3 kali pengukuran kemudian dirata-ratakan setiap stasium.
Penutupan vegetasi
% Penutupan vegetasi dilakukan dengan metode transek 10 x 10 m dengan masing-masing 3 kali pengukuran setiap stasiun.
Tekstur pasir % Pengambilan pasir dilakukan pada kedalaman sarang di 6 stasiun. Pengukuran persentase pasir di analisis di laboratorium lingkungan BDP IPB dengan metode
sieve.
Pencahayaan Lux Pencahayaan diukur menggunakan lux meter.
Pembacaan nilai dilakukan pada malam hari, yaitu jam 21.00 WIB pada seluruh stasiun
Sosial Identitas Kuisioner
18
Lampiran 5 Pengukuran fisik (panjang dan lebar karapas) penyu hijau
Lampiran 6 Hasil ANOVA penyu yang mendarat ke Pantai Penyu Pangumbahan
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
2008 5 830,00 310,629 138,918 444,30 1215,70 416 1210
2009 12 237,58 147,965 42,714 143,57 331,60 95 565
2010 12 272,50 209,593 60,504 139,33 405,67 58 607
2011 12 247,33 167,796 48,438 140,72 353,95 102 642
2012 12 107,92 53,485 15,440 73,93 141,90 40 219
2013 12 482,58 378,171 109,169 242,31 722,86 85 1037
Total 65 312,69 289,133 35,863 241,05 384,34 40 1210 ANOVA
Mendarat
Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 2325931,429 5 465186,286 9,075 ,000 Within Groups 3024334,417 59 51259,905
Total 5350265,846 64
Lampiran 7 Hasil Korelasi Pearson penyu bertelur dengan penyu mendarat
Correlations
Penyu bertelur Mendarat Penyu bertelur Pearson Correlation 1 ,955**
Sig. (2-tailed) ,000
N 84 65
Mendarat Pearson Correlation ,955** 1 Sig. (2-tailed) ,000
N 65 65
19 Lampiran 8 Hasil ANOVA penyu yang bertelur ke Pantai Penyu Pangumbahan
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
2007 12 53,58 20,016 5,778 40,87 66,30 29 91
2008 12 246,67 320,185 92,430 43,23 450,10 23 910
2009 12 141,25 98,415 28,410 78,72 203,78 56 386
2010 12 144,42 102,417 29,565 79,34 209,49 37 312
2011 12 125,67 85,622 24,717 71,26 180,07 57 340
2012 12 60,58 25,689 7,416 44,26 76,91 28 110
2013 12 212,17 176,909 51,069 99,76 324,57 33 480
Total 84 140,62 161,066 17,574 105,67 175,57 23 910 ANOVA
Penyu bertelur
Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 367013,810 6 61168,968 2,637 ,022 Within Groups 1786200,000 77 23197,403
Total 2153213,810 83
Lampiran 9 Musim puncak peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Lampiran 10 Hasil Korelasi Pearson panjang karapas dengan jumlah telur
0
panjang karapas jumlah telur panjang karapas Pearson Correlation 1 -,180**
Sig. (2-tailed) ,001
N 332 332
jumlah telur Pearson Correlation -,180** 1
Sig. (2-tailed) ,001
N 332 332
20
Lampiran 11 Pelepasan tukik dan pembuatan kronjong
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Rinrin Haryanti, lahir di Sumedang 07 Oktober 1991, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari ayah Nono Wahyono dan ibu Yayat Haryati. Penulis mulai mengikuti pendidikan di TK Daya Wanita dan lulus tahun 1998 dilanjutkan sekolah dasar di SD Negeri Betok sampai tahun 2003, kemudian pindah sekolah ke SD Negeri Munjul dan lulus pada tahun 2004. Melanjutkan di SMP Negeri 2 Darmaraja lulus pada tahun 2007 dan dilanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Sumedang lulus pada tahun 2010. Penulis lulus menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 sebagai mahasiswa Departemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.