• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Dan Determinan Demensia Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selemadeg Barat Tahun 2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Dan Determinan Demensia Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selemadeg Barat Tahun 2016."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

UNIVERSITAS UDAYANA

PREVALENSI DAN DETERMINAN DEMENSIA PADA LANSIA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SELEMADEG

BARAT KABUPATEN TABANAN

TAHUN 2016

NI LUH AYU RADHANINGSIH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

ii

UNIVERSITAS UDAYANA

PREVALENSI DAN DETERMINAN DEMENSIA PADA LANSIA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SELEMADEG

BARAT KABUPATEN TABANAN

TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

NI LUH AYU RADHANINGSIH

NIM.1420015027

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNya skripsi yang berjudul "Prevalensi dan Determinan Demensia pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan" dapat diselesaikan tepat waktu.

Skripsi ini disusun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu melalui kesempatan yang baik ini peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH, PhD, selaku ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Ibu dr. Ni Wayan Septarini, MPH selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dalam memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan proposal ini.

3. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan materi terkait dan juga arahan selama proses perkuliahan.

4. Rekan-rekan mahasiswa Kesehatan Masyarakat angkatan tahun 2014 yang telah memberikan semangat dalam penyusunan proposal ini.

5. Kepala Puskesmas Selemadeg Barat di Kabupaten Tabanan beserta staf, yang telah memberikan data awal tantang jumlah lansia yang ada di wilayah kerjanya.

(6)

vi

peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Denpasar, Februari 2016

(7)

vii

PROGRAM STUDI ILKU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

SKRIPSI, JULI 2016

Ni Luh Ayu Radhaningsih

PREVALENSI DAN DETERMINAN DEMENSIA PADA LANSIA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SELEMADEG BARAT

TAHUN 2016

ABSTRAK

Perubahan mental pada lansia dapat dilihat dengan menurunnya kemampuan kognitif yakni mengingat dan kemampuan berfikir yang sering disebut dengan demensia. Demensia merupakan kondisi yang dikarakteristikkan dengan hilangnya kemampuan intelektual yang cukup menghalangi hubungan sosial dan fungsi kerja dalam kehidupan sehari-hari. Demensia sangat berpengaruh terhadap seluruh aktivitas lansia dalam kehidupan bermasyarakat baik di keluarga, lingkungan, pekerjaan ataupun lainnya, sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas hidup pada lansia itu sendiri. Di Bali khususnya di kabupaten Tabanan, kegiatan penanggulangan demensia pada lansia masih belum terlaksana dengan baik. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui prevalensi dan determinan penyakit demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 103 responden. Responden dipilih mulai usia 55-70 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan form Mini Mental State Examination. Analisis data dilakukan dengan menggunakan anilisis univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan chi square.

Dari hasil analisis bivariat diperoleh hasil bahwa faktor resiko demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat antara lain umur OR=21,00, pendidikan OR=4,113, pekerjaan OR=14,438, riwayat hipertensi OR=6,125, riwayat diabetes OR=7,347, perilaku merokok OR=11,198, dan konsumsi minuman beralkohol OR=9,574.

Dari 103 responden, sebanyak 44,7% responden tidak mengalami demensia dan sebanyak 55,3% responden mengalami demensia. Dari delapan variabel yang diteliti, seluruh variabel berpengaruh dan dapat meningkatkan odds untuk mengalami demensia. Oleh karena itu, disarankan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Selemadeg Barat agar meningkatkan pelaksanaan program penanggulangan kesehatan intelegensia pada lansia.

(8)

viii

PROGRAM STUDI ILKU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

SKRIPSI, JULI 2016

Ni Luh Ayu Radhaningsih

PREVALENSI DAN DETERMINAN DEMENSIA PADA LANSIA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SELEMADEG BARAT

TAHUN 2016

ABSTRACT

Mental changes in the old people can be seen with the decline in cognitive ability that is remembering and thinking ability that often called dementia. Dementia is a condition that is characterized by loss of intellectual abilities were a major hindrance to social relationships and the work function in real life. Dementia affects the entire activity of the elderly in community life both in the family, the environment, profession and the others it, that would cause a decline in the quality of life of the elderly themselves. In Bali, especially in Tabanan regency, the prevention activities of dementia in the elderly is still not performing well. The purpose of this research is to determine the prevalence and determinants of dementia in the elderly in Puskesmas Selemadeg Barat.

This research is a descriptive study with cross sectional design. The total sample of this research is 103 respondents. Respondents were selected from the age of 55-70 years. The data collection was conducted using questionnaires and forms the Mini Mental State Examination. Data analysis was performed using univariate and bivariate analysis, using chi square.

From the results of the bivariate analysis showed that the risk factors for dementia in the elderly in Puskesmas Selemadeg West were age OR = 21.00, education OR = 4.113, work OR = 14.438, history of hypertension OR = 6.125, history of diabetes OR = 7.347, behavior of smoking OR = 11.198, and consumption of alcoholic beverages OR = 9.574.

Among the 103 respondents, 46 respondents (44.7%) did not get dementia, as many as 57 respondents (55.3%) get dementia. From eight variables that had been researched, all of the variables had effected and could increase the odds to get dementia. So, it is suggested that from public health office and public health center at Selemadeg Barat to increase the program of health countermeasure intelegentia for old people.

(9)

ix

1.4 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

(10)

x

2.1.1 Pengertian usia lanjut ... Error! Bookmark not defined.

2.1.2 Batasan usia lanjut ... Error! Bookmark not defined.

2.1.3 Proses menua ... Error! Bookmark not defined.

2.1.4 Karakteristik lansia ... Error! Bookmark not defined.

2.1.5 Perubahan yang terjadi pada lansia ... Error! Bookmark not defined.

2.2 Demensia ... Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Pengertian demensia ... Error! Bookmark not defined.

2.2.2 Penyebab demensia ... Error! Bookmark not defined.

2.2.3 Klasifikasi demensia ... Error! Bookmark not defined.

2.2.4 Gejala demensia ... Error! Bookmark not defined.

2.2.5 Faktor risiko demensia ... Error! Bookmark not defined.

(11)

xi

2.3 Posyandu Lansia ... Error! Bookmark not defined.

2.4 Penilaian Demensia ... Error! Bookmark not defined.

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... Error! Bookmark not defined.

3.1 Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.

3.2.1 Variabel penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2.2 Definisi operasional... Error! Bookmark not defined.

BAB IV METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

4.1 Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.3 Populasi dan Sampel ... Error! Bookmark not defined.

(12)

xii

4.3.2 Besar sampel ... Error! Bookmark not defined.

4.3.3 Kriteria sampel ... Error! Bookmark not defined.

4.3.4 Cara pengambilan sampel ... Error! Bookmark not defined.

4.4 Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.

4.4.1 Alat pengumpulan data... Error! Bookmark not defined.

4.4.2 Cara pengumpulan data ... Error! Bookmark not defined.

4.5 Teknik Analisa Data ... Error! Bookmark not defined.

4.5.1 Pengolahan data... Error! Bookmark not defined.

4.5.2 Analisis data ... Error! Bookmark not defined.

BAB V HASIL PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

(13)

xiii

5.3 Prevalensi Demensia ... Error! Bookmark not defined.

5.4 Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demensia pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selemadeg Barat Tahun 2016 ... Error! Bookmark not defined.

BAB VI PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

6.1 Prevalensi Demensia ... Error! Bookmark not defined.

6.2 Determinan Demensia ... Error! Bookmark not defined.

6.3 Hambatan dan Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB VII PENUTUP ... Error! Bookmark not defined.

7.1 Simpulan ... Error! Bookmark not defined.

7.2 Saran ... Error! Bookmark not defined.

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

3.1 Tabel Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 20 5.1 Tabel Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas

Selemadeg Barat ... 29 5.2 Tabel Prevalensi Demensia pada Lansia ... 31 5.3 Tabel Distribusi Variabel Terhadap Demensia pada Lansia

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Jadwal Penelitian

2. Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden 3. Lampiran 3 Lembar Persetujuan

4. Lampiran 4 Kuesioner 5. Lampiran 5 Analisis SPSS 6. Lampiran 6 Ethical Clearance

(17)
(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup (UHH)/angka harapan hidup (AHH). Keberhasilan pembangunan kesehatan salah satunya ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup yakni dari 68,8 tahun pada tahun 2004 ke 70,5 pada tahun 2007 (Kemenkes RI, 2014). Semakin meningkat usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lansia terus meningkat dari tahun ke tahun. Lansia di dunia dengan usia 60 tahun keatas tumbuh sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Hasil prediksi menunjukkan persentase lansia akan mencapai 9,77% dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi 11,34% pada tahun 2020 (Untari, 2014).

Periode usia lanjut (Lansia) merupakan masa transisi kehidupan terakhir yang dijalani manusia. Lansia juga merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Seseorang yang usianya menuju pada fase lansia biasanya akan merasakan perubahan-perubahan bertahap pada dirinya seperti mengalami kemunduran dan penurunan baik kondisi fisik maupun mentalnya (Sutarti, 2014).

(19)

2

dalam kehidupan sehari-hari (Asrori, 2014). Demensia sangat berpengaruh terhadap seluruh aktivitas lansia dalam kehidupan bermasyarakat baik di keluarga, lingkungan, pekerjaan ataupun lainnya, sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas hidup pada lansia itu sendiri (Kemenkes RI, 2014).

Dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Untari (2014) di Panti Wreda Darma Bakti Surakarta, diperoleh hasil dari 60 responden, sebanyak 28 lansia (46,7%) mengalami demensia berat. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Jati (2014) di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta, dari 88 responden, sebanyak 29 lansia (32,95%) mengalami demensia. Dari kondisi tersebut, apabila tidak ada upaya pencegahan yang efektif dengan adanya peningkatan jumlah populasi lansia, maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dengan demensia (Mongisidi et al. 2013).

Menurut Larasati (2013), terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi demensia seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, diabetes melitus, hipertensi dan stroke. Dengan banyaknya faktor risiko tersebut, maka sangat diperlukan pengobatan awal pada demensia, sehingga dapat membantu memperpanjang kualitas hidup penderita dan mempersiapkan pengasuh untuk mengatasi masalah yang lebih berat (Asrori, 2014).

(20)

3

derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut di masyarakat untuk bisa mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi keluarga (Artinawati, 2014)

Di Bali khususnya di Kabupaten Tabanan, posyandu lansia sudah berjalan cukup aktif. Dari 20 puskesmas yang ada, terdapat 134 posyandu lansia yang aktif di bina dengan 4184 lansia yang aktif mengikuti kegiatan posyandu lansia setiap bulannya. Dari 134 posyandu tersebut, wilayah puskesmas Selemadeg Barat merupakan wilayah yang memiliki jumlah posyandu lansia yang paling banyak yaitu sebanyak 35 posyandu dengan jumlah lansia yang aktif mengikuti posyandu setiap bulannya sebanyak 503 lansia. Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyatakan kegiatan ini belum terlaksana di Bali khususnya di Kabupaten Tabanan. Hal ini terlihat dari tidak adanya data yang tercatat di dinas kesehatan baik dinas kesehatan kabupaten maupun dinas kesehatan provinsi mengenai demensia pada lansia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran serta faktor risiko demensia yang terjadi pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

“Bagaimanakah prevalensi dan determinan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan Tahun 2016?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

(21)

4

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

2. Untuk mengetahui hubungan umur dengan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

3. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

4. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

5. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

6. Untuk mengetahui hubungan riwayat hipertensi dengan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

7. Untuk mengetahui hubungan riwayat diabetes melitus dengan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

8. Untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dengan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

9. Untuk mengetahui hubungan konsumsi minuman beralkohol dengan demensia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat praktis

(22)

5

2. Bagi Dinas kesehatan sebagai laporan dan sebagai acuan untuk lebih meningkatkan pelaksanaan deteksi demensia pada lansia di masing-masing posyandu lansia.

1.4.2 Manfat teoritis

1. Penelitian ini diharapkan menjadi kajian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya mengenai peningkatan kegiatan penanggulangan demensia pada lansia.

(23)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Usia Lanjut (Lansia) 2.1.1 Pengertian usia lanjut

Usia yang telah lanjut atau lebih popular dengan istilah lansia, adalah masa transisi kehidupan terakhir yang dijalani manusia. Masa ini sebetulnya adalah masa yang sangat istimewa karena tidak semua manusia mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini (Sutarti, 2014).

Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut juga dikatakan sebagai fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup (Pieter, 2012).

2.1.2 Batasan usia lanjut

Batasan usia lanjut ini sampai sekarang belum memiliki kepastian referensi, masih banyak yang berpendapat mengenai hal ini, beberapa pendapat mengenai batasan usia lanjut antara lain (Sutarti, 2014):

(24)

7

tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.

2. UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, yang menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun.

3. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan dari kemunduran.

4. Definisi Lansia menurut WHO : Bahwa Lansia atau Usia lanjut itu meskipun terkadang memunculkan masalah sosial, tetapi sebetulnya bukanlah merupakan suatu penyakit. Batasan usia lansia adalah kelompok usia 45-59 tahun sebagai usia pertengahan (middle/young elderly) ,orang dengan usia 60-74 tahun disebut lansia (ederly), umur 75-90 tahun disebut tua (old), umur di atas 90 tahun disebut sangat tua (very old).

5. Definisi Lansia menurut seorang Ahli yaitu Prayitno dalam Aryo (2002) yang menyatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.

(25)

8

2.1.3 Proses menua

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Artinawati, 2014).

2.1.4 Karakteristik lansia

Karakteristik lansia menurut Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.5 Perubahan yang terjadi pada lansia

(26)

9 1. Perubahan fisik

Perubahan fisik yang dapat ditemukan pada lansia ada berbagai macam antara lain, perubahan pada sel, kardiovaskuler, respirasi, persyarafan, sistem penglihatan, sistem pendengaran, sistem reproduksi wanita, muskuloskeletal, sistem pencernaan, vesika urinaria, sistem endokrin, belajar dan memori, intelegensia quation (IQ), serta kulit.

2. Perubahan sosial

Semua perubahan fisik yang dialami lansia sering menimbulkan keterasingan. Keterasingan ini akan menyebabkan lansia semakin depresi, lansia akan menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain. Adapun perubahan dalam sosial lansia seperti (Artinawati,2014), perubahan dalam peran, keluarga, teman, abuse, masalah hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikan, panti jompo.

3. Perubahan psikologis

Perubahan psikologi pada lansia meliputi short term memory, frustasi kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan.

1.2 Demensia

1.2.1 Pengertian demensia

(27)

10

seperti melemahnya daya ingat (memory), kesulitan berbahasa (aphasia), gagal melakukan aktifitas yang memiliki tujuan (apraxia), kesulitan mengenal benda-benda atau orang (agnosia), serta pada keadaan lebih lanjut akan terjadi gangguan berhubungan sosial disertai adanya gangguan fungsi eksekutif termasuk kemampuan membuat rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan dan daya abstraksi (Asrori, 2014). Demensia merupakan keadaan dimana seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku seperti mudah tersinggung, curiga, menarik diri, dari aktivitas sosial, tidak peduli dan berulang kali menanyakan hal yang sama sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari penderita (Basuki et al. 2015).

2.2.2 Penyebab demensia

Penyebab demensia adalah terganggunya beberapa fungsi otak akibat hilang atau rusaknya sel-sel otak dalam jumlah besar termasuk zat-zat kimia dalam otak. Demensia juga dapat disebabkan oleh penyakit Alzheimer, stroke, tumor otak, depresi, gangguan sistemik (gizi, elektrolit,hormone, virus, alcohol) (Asrori, 2014).

2.2.3 Klasifikasi demensia

(28)

11

gangguan fungsi luhur, afasia, agnosia, apraksia dan demensia subkortikal terjadi gangguan seperti apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.

2.2.4 Gejala demensia

Orang dengan demensia akan mulai memiliki masalah dengan angka-angka saat bekerja atau menghitung, sulit mengerti tentang apa yang tertulis dalam majalah/koran, atau sulit mengatur rutinitas. Penurunan daya ingat dan kebingungan ditambah dengan kesulitan dalam menyebut benda-benda seperti sendok, sikat gigi atau buku. Orang dengan demensia juga dapat mengalami perilaku wandering. Wandering adalah sebuah kegagalan memori pasien dan penurunan kemampuan dalam berkomunikasi, mengakibatkan mereka tidak mungkin bisa mengingat atau menjelaskan kenapa mereka terus berjalan (Asrori, 2014).

2.2.5 Faktor risiko demensia

Menurut Notoatmodjo (2010), faktor risiko merupakan faktor-faktor atau keadaan-keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu. Ada dua macam faktor risiko yaitu faktor risiko yang berasal dari dalam diri sendiri dan faktor risiko yang berasal dari lingkungan.

(29)

12

Demensia bukan bagian normal dari proses penuaan dan bukan sesuatu yang pasti terjadi dalam kehidupan mendatang. Pengobatan awal dapat membantu memperpanjang kualitas hidup penderita dan mempersiapkan pengasuh untuk mengatasi masalah yang lebih berat (Asrori, 2014). Adapun faktor risiko yang mempengaruhi demensia seperti usia, jenis kelamin, genetik, tingkat pendidikan, pekerjaan, diabetes melitus, perilaku merokok dan konsumsi minuman beralkohol, hipertensi serta stroke.

1. Usia

Semakin bertambahnya usia, maka semakin besar juga kemungkinan seseorang untuk menderita demensia. Hal ini terjadi karena adanya penurunan fungsi sistem kerja tubuh seiring dengan bertambahnya usia (Hermiana, 2012). Menurut Larasati (2013), seiring bertambahnya usia maka sel-sel dalam tubuh manusia juga mengalami proses penuaan, dimana proses penuaan tersebut mengurangi kemampuan memperbarui sel-sel itu sendiri yang juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kognitif.

2. Jenis Kelamin

(30)

13 3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Lansia yang tidak pernah bersekolah kemungkinan untuk mengalami demensia 2 kali lebih besar daripada responden yang berpendidikan tinggi. Semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin tinggi risiko terjadinya demensia. Orang yang berpendidikan lebih lanjut, memiliki berat otak yang lebih dan mampu menghadapi perbaikan kognitif serta neurodegenerative dibandingkan orang yang berpendidikan rendah (Larasati, 2013).

4. Pekerjaan

Pekerjaan juga menjadi faktor risiko pada demensia. Lansia yang masih bekerja kemampuan kognitifnya akan lebih sering terasah sehingga dapat mempengaruhi terjadinya demensia (Basuki et.all, 2015). Menurut Larasati (2013), seseorang yang berperkerjaan menggunakan pikiran dan tenaga lebih sedikit risiko terkena demensia dari pada mereka yang bekerja hanya mengandalkan tenaga atau pikiran saja, karena seringnya otak bekerja juga melatih untuk dapat mengkompensasi neurodegenerative pada usia lanjut. 5. Genetik

Seseorang dengan riwayat keluarga ada anggota keluarga tingkat pertama mempunyai risiko dua sampai tiga kali menderita penyakit demensia (Hermiana, 2012).

6. Gaya Hidup

(31)

14

minuman beralkohol. Gaya hidup diet, olahraga dan stres mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat menjadi penyebab demensia (Hermiana, 2012).

7. Diabetes Melitus

Hubungan antara diabetes dan demensia dapat dijelaskan melalui kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan efek nonvascular dari diabetes itu sendiri. Diabetes terkenal komplikasi dari mikro dan makrovaskularnya, dan juga berhubungan kuat terhadap faktor risiko dari penyakit jantung dan serebrovaskular. Lansia diabetes yang mengkonsumsi obat anti-diabetes oral kemungkinan besar memiliki risiko untuk mengalami demensia. Diabetes mellitus tipe 1 maupun tipe 2 mempunyai hubungan terhadap penurunan kognitif. Pada tipe 1 tercermin dari ringan sampai sedang penurunan mental dan berkurangnya fleksibilitas mental. Pada diabetes tipe 2 mempengaruhi perubahan kognitif terutama pada pembelajaran dan memori, fleksibilitas mental, dan kecepatan mental (Larasati, 2013).

8. Hipertensi

(32)

15

beresiko terjadi demensia di usia lanjut nanti. Dan kemudian diperkuat dengan ditemukannya demensia pada hipertensi yang tidak diobati. Demikian pula, pengobatan antihipertensi di usia pertengahan akan memiliki resiko demensia lebih kecil dibandingkan pengobatan pada lanjut usia (Larasati, 2013).

9. Stroke

Responden stroke iskemik lebih mungkin untuk terkena demensia daripada responden yang tidak ada riwayat stroke. Pada responden rawat inap, stroke iskemik meningkatkan risiko demensia setidaknya lima kali lipat. Ada beberapa mekanisme pokok. Pertama, stroke dapat secara langsung atau penyebab utama dari demensia, dimana hal tersebut diklasifikasikan secara umum sebagai demensia multi-infark atau demensia vaskular. Kedua, adanya stroke mungkin mempercepat serangan demensia atau penyakit Alzheimer. Ketiga, stroke dan demensia dapat berbagai faktor lingkungan umum dan biologis dasar (Larasati, 2013).

2.2.6 Stadium demensia

Menurut Setiawan (2014), stadium demensia dibagi menjadi 3 yaitu stadium awal, stadium menengah dan stadium akhir.

1. Stadium awal

Gejala stadium awal yang dialami lansia menunjukkan gejala seperti kesulitan dalam berbahasa dan berkomunikasi, mengalami kemunduran daya ingat serta disorientasi waktu dan tempat.

(33)

16

Pada stadium menengah, demensia ditandai dengan mulai mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan menunjukkan gejala seperti mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru, lupa nama orang. Tanda lainnya seperti sangat bergantung dengan orang lain dalam melakukan sesuatu misalnya ke toilet, mandi dan berpakaian.

3. Stadium lanjut

Pada stadium lanjut, lansia mengalami ketidakmandirian dan in aktif yang total serta tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal). Lansia juga sukar memahami dan menilai peristiwa yang telah dialami.

1.3 Posyandu Lansia

Posyandu lansia merupakan suatu wadah pelayanan kepada usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukaan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat, lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta dan organisasi lain dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif (Artinawati, 2014).

Tujuan dalam pembentukan posyandu lansia yakni meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut di masyarakat, utnuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi keluarga, serta mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut (Artinawati, 2014).

(34)

17

(70 tahun keatas). Sedangkan sasaran tidak langsung yaitu keluarga dimana usia lanjut berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut, dan masyarakat luas (Artinawati, 2014).

Menurut Artinawati (2014), pelayanan kesehatan di posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan di pantau denga kartu menuju sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi. Pelayanan ini tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pada posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat, biasanya para lansia akan dilatih senam lansia terlebih dahulu. Senam ini bertujuan untuk melatih otot-otot lansia agar tidak kaku. Selain senam lansia, terdapat juga senam otak untuk para lansia yang berfungsi untuk menanggulangi demensia pada lansia. Namun senam otak ini belum terlaksana dengan baik di posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat.

1.4 Penilaian Demensia

Penilaian demensia untuk lansia yang bisa membaca dan menulis menggunakan instrumen Mini-Mental State Examination, sedangkan untuk lansia yang buta huruf (tidak sekolah atau SD tidak tamat) dilakukan dengan Mini-Cog dan Clock Drawing Test (Kemenkes, 2014).

(35)

18

atau lebih kata yang diberikan sebelumnya. Sedangkan pemeriksaan demensia pada lansia dengan pendidikan minimal SD dilakukan dengan MMSE. Penilaian dilakukan sesuai dengan skor yang didapatkan, dikatakan demensia jika hasilnya kurang dari 24. Kategori hasil skrining : skor 0-10 termasuk demensia berat, skor 11-17 termasuk demensia sedang, skor 18-23 termasuk kategori demensia ringan, dan skor 24-30 adalah normal.

Dijelaskan lebih terperinci dalam Setiawan (2014), bahwa MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 point yang dikelompokkan menjadi 7 kategori terdiri dari orientasi terhadap tempat, orientasi terhadap waktu, registrasi (mengulang dengan cepat kata), atensi dan konsentrasi, mengingat kembali bahasa, dan konstruksi visual (menyalin gambar). Skor total berkisar antara 0-30. Untuk skor 27-30 menggambarkan kemampuan kognitif sempurna, skor 22-26 dicurigai

mempunyai kerusakan fungsi kognitif ringan, dan skor ≤ 21 terdapat kerusakan

Referensi

Dokumen terkait

Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare karena ASI merupakan makanan alami yang ideal bagi bayi dan sesuai dengan kondisi sistem pencernaan

Hasil univariat didapatkan bahwa sebahagian besar pertolongan persalinan di wilayah keerja Pusksmas Desa Baru sudah ditolong oleh tenaga kesehatan, akan tetapi belum mencapai

Hasil penelitian dari Sukaryawati pada tahun 2011 tentang faktor risiko toksoplasmosis pada ibu hamil di wilayah Kecamatan Mengwi, menunjukan hasil bahwa konsumsi daging yang

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk (1996), didapatkan hasil bahwa status gizi kurang pada anak balita mempunyai risiko untuk terkena ISPA 2,5 kali lebih besar dibandingkan

BMI (Body Mass Index) dengan obesitas pada ibu menopause lebih beresiko terkena kanker payudara karena BMI yang berlebih menggambarkan jaringan adiposa yang tinggi dalam

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya skripsi dengan judul “Gambaran Faktor Risiko Toksoplasmosis pada Wanita Hamil di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko faktor BBLR, riwayat ASI Eksklusif, riwayat usia pemberian MP ASI, tinggi badan ibu dan riwayat anemia ibu saat

Menurut penelitian Velina, dkk (2013) dalam Hubungan posisi bekerja petani Lansia dengan Risiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumber Jambe