• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI HIPERTENSI PADA MASYARAKAT USIA 18-59 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMPAKSIRING I KABUPATEN GIANYAR BALI TAHUN 2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PREVALENSI HIPERTENSI PADA MASYARAKAT USIA 18-59 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMPAKSIRING I KABUPATEN GIANYAR BALI TAHUN 2013."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

PREVALENSI HIPERTENSI PADA MASYARAKAT USIA 18-59

TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMPAKSIRING I

KABUPATEN GIANYAR BALI TAHUN 2013

oleh :

Gusti Agung Bagus Viki Dwipayana

0902005150

Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

(2)
(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas dalam pemeliharaan status kesehatan holistik manusia telah dimulai sejak janin, bayi, anak, remaja, dewasa, sampai usia lanjut. Dalam setiap tahapan dari siklus kehidupan tersebut, manusia menghadapi masalah-masalah yang bervariasi dari waktu ke waktu. Permasalahan mendasar yang sering dijumpai di masyarakat adalah masalah gizi yang harus ditangani dengan tepat dan cepat. Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Secara umum terdapat empat masalah gizi utama di Indonesia yakni kurang energi protein, kurang vitamin A, gangguan akibat kurang yodium, dan anemia gizi besi. Akibat dari kurang gizi ini adalah kerentanan terhadap penyakit infeksi dan dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian. [1,2]

Usia 0–24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.[1,2]

(4)

2

tahun 2004 yang mengacu pada Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF tahun 2001, pemberian ASI secara eksklusif dilakukan sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, selanjutnya disarankan pemberian ASI dilanjutkan sampai 24 bulan disertai dengan makanan pendamping. [3]

ASI ekslusif adalah pemberian ASI kepada Bayi sejak ia dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Namun, tingkat pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif pada seluruh bayi di bawah 6 bulan meningkat dari 58,9% pada tahun 2004 menjadi 62,2% pada tahun 2007, tetapi kemudian menetap dan sedikit menurun menjadi 56,2% tahun 2008. Berdasarkan data Susenas tahun 2010, baru ada 33,6% bayi umur 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Bahkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan, hanya 15,3% bayi umur kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif di Bali.[4,5]

Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI mempunyai risiko 17 kali lebih besar dalam mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI. Prioritas pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya penurunan angka kematian bayi. Salah satu penyebab utama kematian bayi menurut SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2001 adalah kejadian diare yaitu sebesar 9,4%. Penelitian lain juga dilakukan oleh Suyatno (2007) bahwa pemberian MP-ASI dini, baik padat atau pun cair berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian ISPA pada balita. [2,3,4,6]

(5)

3

target menurunkan angka kematian balita menjadi 3 per 1.000 balita. Namun penanggulangan ISPA melalui program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ini masih menemui banyak kendala. Target cakupan program ISPA nasional pada balita sebesar 76% dari perkiraan jumlah kasus, namun pada tahun 2008 cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,81%. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2007, ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia karena menyebabkan kematian yang cukup tinggi dengan proporsi 3,8% untuk penyebab kematian di semua umur, sementara prevalensi nasional ISPA ada sebesar 25,5% (16 propinsi di atas angka nasional). Sedangkan kasus diare berdasarkan data Riskesdas Bali tahun 2007 menyebutkan kejadian diare pada balita di Bali berdasarkan gejala dan diagnosis tenaga kesehatan adalah sebesar 32,5%.Sedangkan berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2003, prevalensi diare pada anak tertinggi terjadi pada usia 6 sampai 11 bulan (19.4%), 12 sampai 23 bulan (14.8%) dan 24 sampai 35 bulan (12%).[4,5]

Puskesmas Tampaksiring I memiliki program wajib yang salah satunya adalah Program Gizi. Dalam menjalankan program tersebut, Puskesmas Tampaksiring I telah menjalani berbagai kegiatan seperti penyuluhan serta program posyandu yang dilaksanakan 8 kali dalam sebulan. Namun pada kenyataannya, masih banyak ibu yang memilih untuk tidak menyusui anaknya. Laporan Puskesmas Tampaksiring I tahun 2010 menunjukkan bahwa 61,02% ibu yang memberikan Asi eksklusif dari 220 ibu yang seharusnya memberikan ASI eksklusif. Sedangkan data laporan tahun 2011 di Puskesmas Tampaksiring I diketahui bahwa jumlah ibu yang seharusnya memberikan ASI eksklusif sebesar 214 orang namun jumlah ibu yang benar-benar memberikan ASI eksklusif hanya sebanyak 56,07%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif juga terlihat pada target program di Puskesmas Tampaksiring I sebesar 80%. Dari kedua data tersebut disimpulkan bahwa pemberian ASI eksklusif tahun 2011 sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010[7]

(6)

4

2010 yang dialami oleh balita sebesar 0,3% sementara kasus non pneumonia yang dialami oleh balita sebanyak 62,5%. Sementara jumlah kasus pneumonia pada tahun 2011 yang dialami oleh balita sebesar 0,2% sementara kasus non-pneuomonia yang dialami oleh balita sebanyak 64,7%. Jumlah kasus diare tahun 2010 yang dialami oleh bayi usia 0-1 tahun sebesar 13,6% dan balita mencapai 34,5%. Untuk tahun 2011 jumlah kasus diare yang dialami oleh bayi usia 0-1 tahun mencapai 13,5% dan untuk balita mencapai 42% kasus. Dari kedua data tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian diare dan ISPA pada balita pada tahun 2011 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010[7]

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I ketercapaian target pemberian ASI eksklusif cenderung masih rendah. Selain itu jumlah kasus kejadian ISPA dan diare pada bayi juga relatif tinggi. Berdasarkan data tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai

“Perbedaan Kejadian Diare dan ISPA Antara Bayi Usia 6-24 Bulan yang Menerima ASI Eksklusif dan ASI Tidak Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Tampaksiring I pada Bulan Juli – Agustus 2012.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan kejadian diare antara bayi usia 6-24 bulan yang menerima ASI eksklusif dan ASI tidak eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I pada bulan Juli – Agustus 2012?

(7)

5

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kejadian diare dan ISPA antara bayi usia 6-24 bulan yang menerima ASI eksklusif dan ASI tidak eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I pada bulan Juli – Agustus 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbedaan kejadian diare pada bayi usia 6-24 bulan yang menerima ASI eksklusif dibandingkan dengan bayi usia 6-24 bulan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.

b. Mengetahui perbedaan kejadian ISPA pada bayi usia 6-24 bulan yang menerima ASI eksklusif dibandingkan dengan bayi usia 6-24 bulan yang tidak menerima ASI eksklusif.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan yang ada di puskesmas dalam menyusun program kebijakan yang berkaitan dengan pemberian ASI, penanggulangan ISPA dan diare.

b. Sebagai bahan masukan petugas dan kader posyandu untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya memberikan ASI kepada bayi terutama bayi baru lahir dan meningkatkan upaya pelaksanaan manajemen laktasi.

c. Menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu yang mempunyai bayi tentang hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ISPA dan diare

(8)

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan berbagai garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu yang berguna sebagai makanan yang utama bagi bayi. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi, sehingga ASI merupakan makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial, maupun spiritual.[1,6]

Payudara wanita dirancang untuk memproduksi ASI. Pada tiap payudara terdapat sekitar 20 lobus (lobe), dan setiap lobus memiliki sistem saluran (duct system). Saluran utama bercabang menjadi saluran-saluran kecil yang berakhir pada sekelompok sel-sel yang memproduksi susu, disebut alveoli. Saluran melebar menjadi penyimpanan susu dan bertemu pada puting susu.[8] Ada 3 (tiga) stadium dari ASI, yaitu:[1,8]

1. ASI Stadium I

(9)

2

sedikit dan tidak banyak memerlukan banyak kalori. Total kalori kolostrum hanya 58kal/100 ml kolostrum.

2. ASI Stadium II

ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-4 sampai hari ke-10. Komposisi protein makin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang makin tinggi, dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu.

3. ASI Stadium III

ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke-10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI.

2.2 Kandungan ASI

(10)

3

kandungan gizi yang tepat untuk bayi. Adapun kandungan gizi yang dimiliki oleh ASI adalah sebagai berikut:[8,10,11]

1. Karbohidrat

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi. Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibandingkan laktosa susu sapi. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka kadar kabohidrat ASI relatif stabil.

2. Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey

dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein casein yang terdapat dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung jumlah lebih tinggi (80%). Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang terdapat pada susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan jenis protein yang potensial menyebabkan alergi. ASI juga kaya dengan nukleotida (kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) dibandingkan dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibandingkan dengan susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan pertumbuan dan kematangan usus merangsang penyerapan besi dan daya tahan tubuh.

3. Lemak

(11)

4

masa bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam ASI dan susu sapi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam doksosaheksorik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti yang kita ketahui konsumsi asam lemak jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.

4. Karnitin

Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutam pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula.

5. Vitamin

Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita penyakit tulang. Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata dan juga untuk mendukung pertumbuhan bayi. 6. Mineral

(12)

5

Mineral utama yang terdapat dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Kandungan zat besi di dalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50% dibandingkan dengan 4-7% pada susu formula. Sehingga bayi yang mendapat ASI mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat besi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Mineral zink dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral yang banyak membantu berbagai proses metabolisme di dalam tubuh

7. Air dalam ASI

ASI terdiri dari 88% air. Kandungan air dalam ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan kesehatan bayi. Bahkan bayi baru lahir yang hanya mendapat sedikit ASI pertama (kolostrum), tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan di dalam tubuhnya. ASI dengan kandungan air yang lebih tinggi biasanya akan keluar pada hari ketiga atau keempat.

8. Energi dari ASI

Kandungan energi ASI relatif rendah, hanya 67 kalori/100 ml ASI. Sembilan puluh persen berasal dari karbohidrat dan lemak, sedangkan 10% berasal dari protein.

9. Unsur-unsur lain dalam ASI

Laktokrom, kreatin, kreatinin, urea, xanthin, ammonia dan asam sitrat. Substansi tertentu di dalam plasma darah ibu, dapat juga berada dalam ASI, misalnya minyak volatil dari makanan tertentu (bawang merah), juga obat-obatan tertentu seperti sulfonamid, salisilat, morfin dan alkohol, juga elemen-elemen anorganik misalnya As, Bi, Fe, I, Hg dan Pb.

10.Sistem kekebalan tubuh

(13)

6

Berikut ini aneka protein dan zat-zat yang berperan dalam kekebalan tubuh yang terkandung di dalam ASI.[8]

a) Lisozim, yakni enzim yang sangat aktif di saluran pencernaan yang jumlahnya ribuan kali dibandingkan dengan kadar lisozim yang ada di dalam susu formula. Tugasnya menghancurkan dinding sel bakteri patogen, sekaligus melindungi saluran pencernaan bayi.

b) Bifido bakteri, bertugas mengasamkan lambung sehingga bakteri patogen dan parasit tidak mampu bertahan hidup.

c) Laktoferin, bertugas mengikat zat besi sehingga bakteri patogen yang membutuhkan zat besi dihambat sehingga bakteri tersebut mati.

d) Laktoperoksida, bersama unsur lainnya berperang melawan serangan bakteri

Streptococcus (yang dapat juga menimbulkan gejala penyakit paru),

Pseudomonas, dan Escheriscia coli.

e) Makrofag, yang terkandung di dalam sel-sel susu ASI berfungsi melindungi kelenjar susu ibu dan saluran pencernaan bayi.

f) Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Bronchus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) yaitu antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) yaitu antibodi saluran pencernaan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue

(MALT) yaitu antibodi jaringan payudara ibu.

g) Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi.

Secretory IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen

Escherichia coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. Secretory IgA

mencegah perlekatan kuman–kuman patogen pada dinding mukosa usus halus.

Secretory IgA juga diduga dapat menghambat proliferasi kuman–kuman tersebut di dalam usus, meskipun tidak dapat membunuhnya.

2.3 ASI Eksklusif

(14)

7

bulan tetapi bila memungkinkan sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih.[1]

Berdasarkan berbagai hal di atas, WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti. Deklarasi yang dilahirkan di Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi yang juga ditandatangani Indonesia ini memuat tujuan global

yakni, “Meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua

ibu dapat memberikan ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 4-6 bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Pemberian makanan untuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara menciptakan pengertian serta dukungan dari lingkungan sehingga para ibu dapat menyusui secara eksklusif”. Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama WHA dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.[1,3]

(15)

8 Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi adalah:

- Sebagai nutrisi dimana ASI sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.

- Meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung berbagai zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga dan infeksi saluran pernafasan, serta terjadinya serangan alergi.

- Meningkatkan kecerdasan karena mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi potensial lebih pandai.

- ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang sehingga dapat menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik.[1,10]

Adapun manfaat ASI eksklusif bagi Ibu bila memberikan ASI eksklusif adalah:

- Mengurangi perdarahan setelah melahirkan karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.

- Mengurangi terjadinya anemia akibat kekurangan zat besi karena menyusui mengurangi perdarahan.

- Menjarangkan kehamilan karena menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil.

- Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat membantu rahim ke ukuran sebelum hamil.

- Lebih cepat langsing kembali karena menyusui membutuhkan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil.

- Mengurangi kemungkinan penderita kanker.

- Lebih ekonomis dan murah karena dapat menghemat pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan menyusui dan persiapan pembuatan susu formula.

- Tidak merepotkan dan hemat waktu karena ASI dapat diberikan segera tanpa harus menyiapkan atau memasak air.

(16)

9

- Memberi ibu kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam karena telah berhasil memberikan ASI eksklusif.[1,10]

Pemberian ASI eksklusif akan menghemat pengeluaran negara karena hal-hal sebagai berikut:

a. Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapkan susu.

b. Penghematan biaya rumah sakit terutama sakit muntah-mencret dan penyakit saluran pernafasan.

c. Penghematan obat-obatan, tenaga dan sarana kesehatan.

d. Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara.

e. Langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia.[1,3,10]

2.4 Definisi, Etiologi, dan Patogenesis Diare

Diare didefenisikan sebagai pengeluaran tinja dengan frekuensi ≥ 3 kali dalam 24 jam disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah. Disebut diare akut bila diare berlangsung kurang dari 14 hari. Konsistensi lebih diutamakan daripada frekuensi pengeluaran tinja. Pengeluaran tinja yang sering tetapi dengan konsistensi normal, seperti misalnya pada bayi yang hanya mendapat air susu ibu (ASI), tidak dianggap sebagai diare. Kebanyakan tinja penderita diare akan cair (watery diarrhea), kadang-kadang dijumpai darah atau lendir dalam tinja (dysentery form). Jika diare akut berlanjut selama 14 hari atau lebih disebut sebagai diare persisten.[11]

Diare akut yang terjadi umumnya merupakan diare infeksius yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Hasil studi di Bangladesh yang dilakukan oleh Bingnan dan Albert menunjukkan bahwa rotavirus merupakan penyebab tersering kejadian diare. Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia tentang penyebab diare akut, rotavirus merupakan penyebab tersering.

(17)

10

melalui kontak dari orang ke orang. Faktor-faktor yang menambah kerentanan diare adalah umur muda, defisiensi imun, campak, malnutrisi, perjalanan ke daerah endemik, kekurangan ASI atau penyapihan yang buruk, keadaan sanitasi pribadi dan rumah yang jelek, makan makanan atau air yang terkontaminasi, dan tingkat pendidikan ibu. Diare menjadi penyebab penting bagi kekurangan gizi, karena ada anoreksia, sehingga anak makan lebih sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan tubuh akan makanan meningkat akibat adanya infeksi. Setiap episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episodenya berkepanjangan maka berdampaknya terhadap pertumbuhan anak.[12-14]

Pada diare infeksius terjadi gangguan usus untuk mengabsorpsi cairan yang terdapat di lumen usus dan meningkatnya secara berlebihan sekresi dari kelenjar-kelenjar pencernaan ke lumen usus ataupun kombinasi keduanya. Akibatnya akan terjadi kehilangan cairan, elektrolit dan basa dalam jumlah yang besar melalui tinja, sehingga gejala-gejala dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dijumpai. Untuk dapat menimbulkan diare, bakteri enteropatogen yang tertelan haruslah survive melewati asam lambung, berproliferasi di lumen usus, membentuk kolonisasi pada usus halus atau usus besar, kemudian melekat (adherent) pada enterosit dan mensekresikan enterotoksin. Mikroorganisme ini selanjutnya menginvasi mukosa usus, multiplikasi dalam mukosa diikuti dengan pengeluaran sitotoksin. Secara garis besar bakteri enteropatogen menyebabkan diare dengan empat cara yaitu: [12-14]

1. Kolonisasi dan melekatnya bakteri ke permukaan usus, sehingga terjadi destruksi mikrovilli dan kerusakan enterosit (adherent).

2. Setelah mengadakan kolonisasi, bakteri akan mensekresi enterotoksin yang akan mengikat reseptor spesifik di mukosa usus. Akibatnya terjadi peningkatan mediator intraselluler (adenosine 3-5 cyclicphosphate ataupun guanosine monophosphate) yang akan menyebabkan perubahan transport air dan elektrolit, tanpa adanya perubahan morfologi usus (toxigenic).

3. Bakteri enteropatogen yang menginvasi mukosa usus akan menyebabkan timbulnya radang dan ulkus. Eritrosit dihancurkan dalam jumlah yang banyak, pembuluh darah akan ruptur, lekosit rusak, sehingga timbul pengeluaran darah dan pus bersama tinja (invasive).

(18)

11

Berdasarkan uraian di atas maka virulensi bakteri enteropatogen tergantung dari kesanggupan bakteri tersebut melewati asam lambung dan kesanggupan menghasilkan keempat mekanisme di atas. Harus pula diingat bahwa bakteri enteropatogen sering menimbulkan diare dengan menggunakan lebih dari satu mekanisme tadi secara bersamaan.

Salah satu jenis virus enteropatogen yang sering menyebabkan diare adalah rotavirus. Infeksi rotavirus ini umumnya mengenai jejunum, tetapi dapat menyebar ke seluruh usus halus sehingga menimbulkan diare yang hebat. Virus ini menimbulkan diare dengan cara menginvasi epitel villi atau proses endositosis sehingga terjadi kerusakan sel yang matur. Sel yang matur ini akan diganti oleh sel immatur yang berasal dari proliferasi sel-sel kripta. Sel immatur ini mempunyai kapasitas absorpsi yang kurang dibandingkan dengan sel-sel matur, juga aktifitas disakaridase yang terdapat di sel imatur ini masih kurang sehingga terjadi gangguan pencernaan karbohidrat. [12-14]

Parasit yang sering menyebabkan diare adalah Giardia lamblia dan Cryptosporidium. Bagaimana sebenarnya kedua parasit enteropatogen ini menyebabkan diare masih belum jelas, mungkin dengan melibatkan satu atau lebih mekanisme di bawah ini: [11-14]

1. Bekerja sebagai barier mekanik sehingga mengganggu absorpsi. 2. Kerusakan langsung pada mukosa usus.

3. Pembentukan eksotoksin.

4. Menimbulkan reaksi imunologik.

5. Mengubah bentuk normal dari motilitas usus.

2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis dari Diare

(19)

12

meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, korioamionitis, infeksi jaringan lunak, dan tromboflebitis septik. Mekanisme ekstraintestinal akibat imun patogen enterik biasanya terjadi sesudah diare sembuh. Bayi diare bisa muntah, nampak lemah dan gelisah, bisa dehidrasi dan demam. Gejala dapat ditemukan satu atau lebih tanda bayi diare yang merupakan tanda bayi butuh pertolongan segera, yaitu dehidrasi (ditandai mata cowong, sangat haus, air mata kering walau nangis), tidak mau makan atau minum lagi, makin sering muntah, dalam 1-2 jam makin sering berak dan kotoran mengandung darah. [12-14]

Dehidrasi dapat terjadi jika diare berat dan intake oral kurang karena mual dan muntah. Manifestasi klinis akibat dehidrasi ini berupa rasa haus, penurunan urin output dengan urin yang pekat, mata cekung, dan turgor kembali lambat. Pada beberapa kasus yang berat bisa terjadi gagal ginjal akut dan perubahan sensorium seperti iritabilitas, stupor, atau koma. Penentuan derajat dehidrasi dapat dilihat pada tabel 2.1. Derajat dehidrasi ditentukan bila dijumpai dua atau lebih gejala atau tanda pada kolon yang sama. [13]

Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Diagnosis diare akut berdasarkan gejala klinis yang muncul. Dibutuhkan informasi tentang kontak dengan penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi buang air besar dan muntah, intake cairan dan urine output, riwayat perjalanan, penggunaan antibiotika, dan obat-obatan lain yang bisa menyebabkan diare. Pemeriksaan fisik pada diare akut untuk menentukan beratnya penyakit dan derajat dehidrasi yang terjadi.

GEJALA/TANDA

KLASIFIKASI DEHIDRASI* TANPA DEHIDRASI

RINGAN-SEDANG BERAT

Keadaan umum Baik, Sadar Gelisah Letargi/Tidak sadar

Mata Normal Cekung Cekung

Rasa haus Minum biasa, tidak

haus Sangat haus Tidak bisa minum Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat

lambat Kesimpulan Tanpa dehidrasi Dehidrasi

(20)

13

Evaluasi lanjutan berupa tes laboratorium tergantung lama dan beratnya diare, gejala sistemik, dan adanya darah di feses. Pemeriksaan feses rutin untuk menemukan leukosit pada feses yang berguna untuk mendukung diagnosis diare. Jika hasil tes negatif, kultur feses tidak diperlukan. [12-14]

Penilaian penderita diare, harus dimulai dengan menanyakan kapan episode diare dimulai. Bayi mengeluarkan tinja yang normal 1-2 hari. Penentuan diare pada bayi dilakukan jika periode normal tidak lebih dari 2 hari, maka dinyatakan sebagai satu episode diare. Akan tetapi, bila periode normalnya lebih dari 2 hari, maka diare berikutnya dinyatakan episode diare baru. [13,14]

2.6 Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)

Infeksi merupakan invasi mikroorganisme mikroskopik (bakteri, virus, jamur, parasit) melewati barrier alami tubuh yang kemudian bermultiplikasi sehingga menyebabkan gejala. Menurut Depkes RI, ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut: [15,16]

a) Infeksi: masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b) Saluran pernafasan: organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus–sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru–paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). c) Infeksi akut: infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil

untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

(21)

14

penyebab virus. Etiologi ISPA karena golongan virus pada anak umur 0-4 tahun tidak tinggi yaitu 20-30% dari seluruh jumlah spesimen. [15-17]

Menurut Depkes RI tahun 2008, di dalam MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), ISPA pada golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun dapat diklasifikasikan sebagai berikut: [15-18]

1. Pneumonia, yang ditandai secara klinis oleh adanya nafas cepat (50 kali atau lebih per menit untuk usia 6-12 bulan, 40 kali atau lebih per menit untuk usia 12 bulan sampai 5 tahun).

2. Batuk bukan pneumonia yang ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa dengan demam, tanpa tanda-tanda pneumonia berat dan pneumonia.

Menurut Rasmaliah (2004), tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda– tanda klinis dan laboratorium. Tanda–tanda klinis ISPA antara lain pada sistem respirasi dapat berupa tachypnea (> 50x/menit), nafas tidak teratur, retraksi dinding thoraks, pernafasan cuping hidung, sianosis, suara nafas melemah atau hilang, dan wheezing. Pada sistem kardiovaskuler biasanya berupa takikardi atau bradikardi, hipertensi, hipotensi, dan cardiac arrest. Pada sistem saraf pusat adalah gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, edema papil, kejang, bahkan koma. [15-18]

Tanda-tanda laboratorium dapat berupa hipoksemia, hypercapnia, dan acidosis. Tanda–tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, whezing, demam dan dingin. [15-18]

2.7 Hubungan ASI Eksklusif terhadap Kejadian Diare dan ISPA

(22)

15

serta gencarnya promosi susu formula. ASI selain sebagai sumber nutrisi dapat memberi perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang dikandungnya. Walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi sekalipun, ASI tetap mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi dan mampu mengatasi infeksi melalui komponen sel fagosit dan immunoglobulin. ASI akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI berfungsi pula sebagai imunisasi aktif.[1,9,17]

Di dalam ASI terdapat banyak sel, terutama pada minggu-minggu pertama laktasi. Kolostrum dan ASI dini mengandung 1-3 kali 106 leukosit/ml. Pada ASI matur, yaitu ASI setelah 2-3 bulan laktasi, jumlah sel ini menurun menjadi 1×103 /ml. Sel monosit sebanyak 59-63%, sel neutrofil 18-23% dan sel limfosit 7-13% dari seluruh sel dalam ASI. Selain sel terdapat juga faktor protektif larut seperti lisozim (muramidase), laktoferin, sitokin, protein yang dapat mengikat vitamin B12, faktor bifidus, glyco compound, musin, enzim-enzim, dan antioksidan.[17-19]

Tabel 2.2. Komposisi komponen ASI sebagai sistem imunitas

Zat Terlarut Selular

Antibodi spesifik (sIgA,7S IgA, IgG, IgE, IgD, komponen sekretorik)

Sel imun spesifik (limfosit T dan B)

Produksi sel T Sel asesori (neutrofil,

makrofag, sel epitel) Antigen histokompatibel

Faktor-faktor non spesifik (komplemen, factor kemotaktik, interferon, factor antistafilokokus, epidermal growth factor, folate uptake enhancer,

substansi antiadherens)

Protein karier (laktoferin, transferin)

Enzim (lisosim, lipoprotein lipase, enzim leukosit) Sumber: Buku Ajar Alergi Imunologi Anak

(23)

16

bulan pertama, tetapi dapat terlihat sampai tahun kedua. Adapun hasil eksperimen pada hewan uji membuktikan bahwa limfosit yang terdapat di dalam ASI dapat melintasi dinding usus bayi dan masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga dapat mengaktifkan sistem imun bayi. Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih.[17-20]

Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare karena ASI merupakan makanan alami yang ideal bagi bayi dan sesuai dengan kondisi sistem pencernaan bayi yang belum matur (pada bayi 0-6 bulan) sehingga tidak menyebabkan alergi pada bayi. Namun ada juga bayi yang diberi ASI eksklusif terkena diare baik jarang maupun sering. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor baik dari bayi maupun perilaku ibu.

Penyebab diare dari faktor bayi adalah adanya infeksi baik di dalam ataupun di luar saluran pencernaan baik itu infeksi bakteri, virus, maupun infeksi parasit. Faktor-faktor yang menambah kerentanan terjadinya diare dan ISPA menurut Notoadmodjo berdasarkan teori Lawrence Green adalah umur muda, defisiensi imun, berat badan lahir rendah, malnutrisi, perjalanan ke daerah endemik, kekurangan ASI atau penyapihan yang buruk, keadaan sanitasi pribadi dan rumah yang jelek, makan makanan atau air yang terkontaminasi, kelengkapan memperoleh imunisasi, serta tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu. Adapun jenis imunisasi yang didapatkan berdasarkan umur meliputi 1 kali vaksin BCG (0-2 bulan), 3 kali vaksin hepatitis B (pada saat lahir, usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan), 5 kali vaksin polio (pada saat lahir,usia 2,4, 6, dan 18 bulan), 4 kali vkasin DPT (usia 2,4,6,18 bulan), dan 1 kali vaksin campak (saat usia 9 bulan). Perilaku ibu juga dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare seperti tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak. Metode mencuci tangan yang benar adalah dengan menggunakan sabun di air mengalir selama kira-kira 3 menit. Adapun langkah-langakah mencuci tangan yang benar adalah menggosok telapak tangan, sela jari tangan, jari-jari tangan, punggung tangan, dan pergelangan tangan dengan sabun. [1,2,17-19]

(24)

17

(25)

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Menyusui
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi
Tabel 2.2. Komposisi komponen ASI sebagai sistem imunitas

Referensi

Dokumen terkait

Kelas kesesuaian tinggi yang dapat digunakan untuk memprediksi kehadiran python ditandai dengan kelembaban udara berkisar antara 64-72% dan jarak dengan sumber air

Tujuan: Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Rumah Sakit PKU

Bagi perusahaan yang menjual barang atau jasa, dokumen ini diisi oleh fungsi kas dan berfungsi sebagai alat untuk menagih uang tunai dari bank yang mengeluarkan

Flapper [14] gave an introduction to feature cluster on closed loop supply chains in European Journal of Operational Research volume 191, where three important issues were

Tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi terjadi karena patahan lempeng di dasar laut bergerak ke atas atau turun ke bawah (vertikal) secara tiba- tiba. Akibatnya, air di

the Neoproterozoic sedimentary rocks seem to contain rare zircons of pre-Mesoproterozoic age relative to zircons of Grenvillian and Early Cado- mian age (Table 1, Fig. This may

1. Kelengkapan Dokumen Kualifikasi; dan 2. Apabila ditemukan hal-hal dan/atau data yang kurang jelas maka Panitia Pengadaan Barang / Jasa dapat meminta peserta untuk

TIMOR TENGAH SELATAN... TIMOR