• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pengupahan Nelayan di PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Pengupahan Nelayan di PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Jawa Timur"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENGUPAHAN NELAYAN DI PPP TAMPERAN

KABUPATEN PACITAN

JAWA TIMUR

FAHMI SHIDIQ

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Pengupahan Nelayan di PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Fahmi Shidiq

(4)
(5)

ABSTRAK

FAHMI SHIDIQ. Sistem Pengupahan Nelayan di PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Jawa Timur Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan EKO SRI WIYONO Sekarang, kemisikinan nelayan Indonesia masih terjadi dan sistem pengupahan merupakan salah satu hal yang mempengaruhinya. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan kondisi umum dan sistem pengupahan nelayan, menentukan sistem pengupahan nelayan terbaik, serta mengetahui pengaruh jumlah jam kerja terhadap pendapatan nelayan di PPP Tamperan. Metode pengumpulan data mengunakan metode survey dan pemilihan sample dengan metode stratified randow sampling dan purposive sampling. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif kondisi nelayan dan sistem pengupahan nelayan, komparasi antara sistem pengupahan dan regresi linear hubungan jumlah jam kerja terhadap pendapatan nelayan. Hasil penelitian menunjukan bahwa masing-masing usaha perikanan purse seine, handline dan tradisional menggunakan sistem bagi hasil. Usaha perikana purse seine memiliki 4 jenis, handline mempunyai 2 jenis usaha perikanan tradisional memiliki 4 jenis bagi hasil. Bagi hasil handline dibedakan atas jumlah ABK dan tradisional berdasarkan alat tangkap. Sistem bagi hasil usaha perikanan handline menjadi sistem bagi hasil terbaik di PPP Tamperan setelah dibandingkan menggunakan UU RI no. 16 tahun 1964 dan Sistem Bagi Hasil Mudharabah. Jumlah jam kerja berpengaruh terhadap pendapatan nelayan buruh selain nakhoda.

Kata kunci: Pengupahan, Bagi Hasil, Nelayan, dan PPP Tamperan

ABSTRACT

FAHMI SHIDIQ. Fisherman Wagging System in Tamperan Port, Pacitan, East Java. Supervised by TRI WIJI NURANI and EKO SRI WIYONO

Until now, Many Indonesia Fisherman are still poperty and wagging system is some causes of it. The purpose of this research is describe of Fisherman condition and Wagging System, analysis of the best fisherman wagging system, and analysis impact of number of working hours to fisherman income in Tamperan Fishing Port. The data collection metodh use survey metodh with snowball and stratified rundom sampling for choice the sample. The data was analyzed with description analysis, linear regretion and comparation. The result of this research show all of fisheries enterprices use profit sharring system. Many Kind of profit sharring system such as purse seine fisheries have 4 kind, and handline fisheries have 2 kind and traditional fisheries have 4 . Profit sharring in handline is divided by sum of crew. And profit sharring of Tradisional fisheries is devided by kind of instrument catching that use. Handline fisheries profit sharring system become the best profit sharring system in Tamperan Fishing Port after all kind of profit sharrine is caompared with UU RI number 16 1964, and Mudharabah profit sharring system. Number of working hours give impact to fisherman worker excep nakhoda.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SISTEM PENGUPAHAN NELAYAN DI PPP TAMPERAN

KABUPATEN PACITAN

JAWA TIMUR

FAHMI SHIDIQ

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Sistem Pengupahan Nelayan di PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Jawa Timur

Nama : Fahmi Shidiq

NIM : C44100019

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi Pembimbing I

Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tercurah pada Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2013 ini ialah kesejahteraan nelayan, dengan judul Sistem Pengupahan Nelayan di PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Jawa Timur.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr Ir Tri Wiji Nurani M.Si dan Bapak Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi. M.Si selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad Fauzi S.Pi. di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pacitan, (Unit Pelaksana UPPPP Tamperan dan TPI PPP Tamperan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir kepada teman-teman PSP 47 dan seluruh keluarga PSP lainnya atas dorongan semangat serta bantuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Jenis dan Sumber Data ... 3

Pengumpulan Data ... 3

Analisis Data ... 6

HASIL ... 7

Kondisi Nelayan ... 7

Tipologi Usaha Perikanan Tangkap ... 10

Sistem Bagi Hasil Perikanan Tangkap ... 12

Sistem Bagi Hasil Terbaik di PPP Tamperan ... 16

Hubungan Jumlah Jam Kerja terhadap Pendapatan Nelayan ... 18

PEMBAHASAN ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(12)

DAFTAR TABEL

1 Sampel yang diambil saat survei di PPP Tamperan ... 4

2 Karakteristik Nelayan di PPP Tamperan ... 9

3 Jenis-Jenis Sistem Bagi Hasil Perikanan Tangkap Purse Seine ... 13

4 Pendapatan Nelayan Satu Bulan dengan Masing-masing Jenis Bagi Hasil Pendapatan Bersih Rp 200.000.000,00 ... 14

5 Perbandingan Sistem Bagi Hasil Semua Jenis dalam Usaha Perikanan Tangkap Purse Seine ... 14

6 Bagi Hasil Berdasarkan Status di Sistem Perikanan Handline ... 15

7 Pendapatan Nelayan Berdasarkan Status pada Bagi Hasil 13 ... 15

8 Bagi Hasil Berdasarkan Status di Sistem Perikanan Tradisional ... 16

9 Evaluasi Sistem Bagi Hasil di PPP Tamperan ... 17

10 Hasil Analisis Regresi Hubungan Jumlah Jam Kerja dan Pendapatan Rata-rata Masing-masing Sistem Perikanan Tangkap ... 18

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi PPP Tamperan Kabupaten Pacitan ... 2

2 Diagram alir metode pengumpulan data ... 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil wawancara nelayan ABK purse seine di PPP Tamperan ... 27

2 Hasil wawancara nelayan pemilik purse seine di PPP Tamperan ... 28

3 Hasil wawwancara nakhoda purse seine di PPP Tamperan ... 28

4 Hasil wawancara nelayan pemilik handline di PPP Tamperan ... 28

5 Hasil wawancara nakhoda handline di PPP Tamperan ... 29

6 Hasil wawancara nelayan ABK handline di PPP Tamperan ... 30

7 Hasil wawancara nelayan tradisionaldi PPP Tamperan ... 31

8 Hasil analisis regresi linear hubungan jumlah jam kerja dengan pendapatan nelayan ... 32

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Data Badan Pusat Statistik (BPS) September 2013 mencatat kemiskinan mencapai 28,55 juta jiwa, dan 62,76%-nya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan, seperti nelayan. Menurut Sutardjo (2012) kemiskinan nelayan mencapai 7,87 juta orang atau 25,14% dari jumlah penduduk miskin nasional. Hal ini karena sebagian besar nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil dan tradisional yang pendapatanya diperoleh dari sistem pengupahan, dan hidup dalam kemiskinan (Matrutty 2006; Agunggunanto 2011).

Sistem pengupahan pada bidang perikanan tangkap ada beberapa jenis, diantaranya sistem pemberian gaji, sistem bagi hasil, sistem peminjaman yang diterapkan oleh Bank dengan bunga sekitar 12%, dan sistem peminjaman yang diterapkan oleh pihak swasta seperti tengkulak atau reintenir. Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana (Rofiq 2004). Sedangkan upah atau gaji adalah kompensasi terbesar yang diberikan oleh pemilik usaha kepada pekerjanya atas jasa yang telah dilakukan. Kajian terhadap sistem pengupahan nelayan adalah salah satu solusi untuk memperbaiki kondisi nelayan Indonesia. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui sistem pengupahan yang ada pada bidang perikanan tangkap serta membandingkannya dengan aturan yang telah ada. Hasil kajian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi sistem yang ada, dan ditemukan sistem terbaik yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia.

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan adalah pelabuhan perikanan yang sedang berkembang di Pantai Selatan Jawa Timur sejak disahkan pada tahun 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Daya tarik PPP Tamperan bagi nelayan dari luar Pacitan meningkat setelah adanya program penanaman rumpon di Laut Selatan Jawa. Hal ini menyebabkan banyak nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan ini yang menerapkan sistem pengupahan yang berbeda-beda, sehingga cocok untuk dijadikan tempat penelitian sistem pengupahan perikanan tangkap.

Perumusan Masalah

Nelayan Indonesia didominasi oleh nelayan kecil atau nelayan buruh. Data statistika menunjukan tingkat kemiskinan nelayan Indonesia sangat tinggi. Pendapatan adalah salah satu faktor yang menentukan kemiskinan ini. Pendapatan nelayan sekala kecil atau buruh akan sangat dipengaruhi oleh sistem pengupahan, terutama dengan adanya patron klien. Oleh karena itu, penelitian ini akan menjawab beberapa berpasalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengupahan dilaksanakan dikalangan nelayan ? 2. Siapa pihak yang terlibat dalam sistem pengupahan ini ?

(14)

4. Jika sistem pengupahan lebih dari satu jenis, maka sistem apa yang paling adil dan mensejahterakan nelayan ?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan kondisi nelayan dan sistem pengupahan perikanan tangkap di PPP Tamperan.

2. Menentukan sistem pengupahan nelayan terbaik di PPP Tamperan. 3. Menentukan hubungan jumlah jam kerja terhadap pendapatan nelayan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada 2-14 September 2013. Adapun tempat penelitian adalah PPP Tamperan Kabupaten Pacitan. Letak PPP Tamperan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

(15)

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap nelayan yang ada di PPP Tamperan yang sebelumnya ditentukan melalui data sekunder. Adapun data primer yang dikumpulkan saat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data pendapatan nelayan;

2. Data pendidikan terakhir nelayan; 3. Data pengalaman menjadi nelayan;

4. Jumlah modal yang dikeluarkan dan sumber modal bagi nelayan pemilik; 5. Jumlah kapal yang dimiliki bagi nelayan pemilik;

6. Jumlah Anak Buah Kapal (ABK) yang dimiliki bagi nelayan pemilik dan nakhoda kapal;

7. Sistem pengupahan bagi nelayan pemilik dan nakhoda kapal; 8. Data jam kerja nelayan saat melaut.

Data Sekunder diperoleh dari intansi-intansi terkait yaitu Dinas Kelautan dan Perikatan (DKP) Kabupaten Pacitan, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPP Tamperan, dan UPT PPP Tamperan. Adapun data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

1. Data pemilik kapal di PPP Tamperan;

2. Data jenis alat tangkap yang digunakan di PPP Tamperan; 3. Data nelayan di PPP Tamperan;

4. Data jumlah kapal di PPP Tamperan.

Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Aspek yang diteliti adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, dan jam kerja untuk nelayan buruh. Bagi nelayan pemilik aspek yang diteliti adalah pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, jumlah kapal, jumlah nelayan buruh yang dimiliki, dan jumlah modal baik modal awal atau modal per-trip. Nelayan pemilik yang merangkap nelayan buruh seperti nakhoda, maka hal yang ditanyakan adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, jam kerja, jumlah kapal, jumlah nelayan buruh, dan jumlah modal baik modal awal atau modal pertrip.

Adapun pemilihan responden dilakukan dengan metode stratified random sampling, dan purposive sampling. Pertama yang dilakukan dengan mendatangi beberapa Instansi terkait seperti TPI, UPT PPP Tamperan, dan DKP Kabupaten Pacitan. Data yang didapat dari instansi terkait ini adalah jenis alat tangkap yang digunakan, dan pemilik kapal pada masing-masing alat tangkap. Selanjutnya, didapatkan informasi bahwa di PPP Tamperan terdapat 3 jenis usaha perikanan tangkap, yaitu purse seine, handline yang mempunyai nama lokal sekoci, dan tradisional yang merupakan usaha perikanan tangkap skala kecil dengan jenis alat tangkap pancing, payang, serta gillnet. Data sekunder dari intansi tersebut kemudian digunakan untuk menentukan responden, yaitu 5 orang pemilik kapal

(16)

merangkap sebagai pemilik, dan 11 nelayan tradisionaltermasuk 6 diantaranya merangkap sebagai pemilik kapal. Sampel yang diambil ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1 Sampel yang diambil saat survei di PPP Tamperan

Jenis Alat Tangkap

Sampel Pemilik Kapal (orang)

Sampel Pemilik Kapal + Nelayan

Buruh (orang)

Sampel Nelayan Buruh (orang)

Purse seine 5 38

Pancing handline 3 41

Tradisional 6 5

Jumlah 5 9 84

(17)

Gambar 2. Diagram alir metode pengumpulan data Pengumpulan data jenis dan jumlah usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan serta pemilihan pemilik usaha

Pengumpulan data sistem bagi hasil, modal, pendidikan terakhir, pengalaman, penghasilan dan jumlah nelayan

buruh dari pemilik usaha perikanan tangkap

Pengumpulan data pendapatan, pendidikan, pengalaman, dan jam kerja setiap trip dari nelayan buruh.

Pengolahan dan analisis data Data hasil wawancara

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Persiapan Administrasi Penelitian

(18)

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif, analitik dan perbandingan. Analisis data deskriptif dilakukan untuk mengkaji kondisi nelayan dan sistem pengupahan yang ada pada masing-masing usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan. Analisis data analitik pada penelitian ini menggunakan metode regresi untuk menganalisis hubungan jumlah jam kerja terhadap pendapatan nelayan. Analisis perbandingan dilakukan untuk mendapatkan sistem pengupahan terbaik di PPP Tamperan.

Analisis deskriptif kondisi nelayan dan sistem pengupahan usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan

Analisis ini menggunakan deskriptif. Hal ini akan menggambarkan kondisi nelayan, dan sistem pengupahan yang digunakan di masing-masing usaha perikanan tangkap termasuk tipologi usahanya. Selain itu, analisis digunakan untuk melakukan perbandingan antara usaha perikanan tangkap yang ada di PPP Tamperan dilihat dari kondisi nelayan dan sistem pengupahan yang digunakan. Analisis perbandingan sistem pengupahan terbaik di PPP Tamperan

Analisis menggunakan hasil analisis sebelumnya telah selesai dilakukan. Setelah itu, dilakukan perbandingan antara jenis sistem pengupahan dalam satu jenis usaha perikanan tangkap. Terakhir membandingkan semua pengupahan di PPP Tamperan termasuk antara usaha perikanan tangkap dengan menyamakan beberapa variabel atau faktor. Hasilnya didapatkan sistem pengupahan terbaik dengan memilih sistem bagi hasil yang paling memenuhi kriteria variabel atau faktor pembanding. Adapun variabel atau faktor pembanding adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964 tentang sistem bagi hasil perikanan

2. Sistem bagi hasil mudharabah.

(19)

HASIL

Menurut Satria (2009) nelayan adalah kelompok sosial yang saat ini terpinggirkan baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 45 tahun 2009, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Kondisi nelayan adalah hal yang harus terus diperbaiki, dan ditingkatkan, sehingga kesejahteraan nelayan bisa tercapai.

Kondisi Nelayan

Nelayan PPP Tamperan adalah nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan dari laut di PPP Tamperan baik yang berasal dari dalam maupun luar Kabupaten Pacitan. Nelayan PPP Tamperan menurut jenis usaha perikanan tangkap dan rata-rata asal daerah dibagi menjadi tiga yaitu Nelayan Purse Seine, Nelayan Handline, dan Nelayan Tradisional.

Nelayan purse seine

Nelayan purse seine adalah nelayan yang beraktivitas melakukan penangkapan ikan menggunakan alat penangkapan ikan purse seine. Bila melihat dari statusnya nelayan purse seine terdiri dari dua yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik sering disebut juragan darat. Juragan darat adalah orang yang mempunyai kapal dan alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan di laut serta memanggung seluruh biaya operasi penangkapan.

Adapun nelayan buruh adalah orang yang tidak mempunyai kapal dan alat tangkap serta ikut dalam operasi penangkapan ikan dan mendapatkan pendapatan dari sistem bagi hasil. Nelayan buruh dibagi menurut pembagian kerja di kapal menjadi beberapa yaitu :

1. Nakhoda, yaitu pemimpin kapal termasuk dalam operasi penangkapan ikan dan juru mudi atau bisa disebut juragan laut; (Widyastuti 1999)

2. Wakil Nakhoda, yaitu orang yang membantu nakhoda memimpin operasi penangkapan ikan dan bergantian menjadi juru mudi dengan nakhoda; 3. Juru Mesin (KKM), yaitu orang yang bertanggung jawab atas kondisi mesin

kapal, baik mesin kapal inti, dan mesin tambahan seperti pelak baik saat operasi penangkapan ikan atau saat kapal mendarat;

4. Juru Masak, yaitu orang yang bertanggung jawab atas makan seluruh awak kapal saat melaut;

5. Juru Kolor, yaitu orang yang bertugas menggiring ikan masuk kedalam jaring purse seine dengan turun ke laut dan saat jaring menyangkut atau hal lain terjadi saat operasi penangkapan dilakukan maka dia bertugas turun ke laut memeriksa serta memperbaikinya bila memungkinkan;

(20)

Selain sebagai juragan darat, pemilik berperan juga sebagai pengumpul/ pembeli ikan, dan penjual ikan terutama untuk hasil tangkapan dari kapal perikanan yang dimiliki dan yang ditanggung seluruh biaya operasinya. Hal ini mempengaruhi harga ikan di PPP Tamperan, yang menunjukan harga sebagai beikut ikan yellow fin tuna Rp 25.000, baby tuna Rp 14.500, cakalang Rp 13.500 dan ikan rusak Rp 2.500. Harga ikan bulan September 2013 dinilai sangat kecil dibandingkan harga ikan di Pelabuhan Perikanan lain yang ada di sekitar PPP Tamperan. Hal ini diduga disebabkan monopoli pemilik usaha yang merangkap sebagai pengumpul/ pembeli dan penjual besar ikan serta tidak adanya pelelangan ikan di TPI. Bahkan beberapa kapal purse seine mempunyai kesepakatan dengan pemilik, bahwa seluruh ikan dijual dengan harga sama Rp 5.000.

Pemilik dalam sistem purse seine ini didominasi oleh 8 orang pemilik besar. Adapun pemilik secara keseluruhan terdiri dari 8 orang pemilik besar (pemilik kapal, pengumpul/ pembeli ikan dan penjual besar), 4 KUB (Kelompok Usaha Bersama), DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Garut dan DIY Yogyakarta. Selain kapal purse seine miliknya pribadi yang diberikan modal oleh Pemilik Besar, kapal-kapal lainpun rata-rata medapatkan modal dari pemilik besar.

Nelayan handline

Nelayan Handline adalah nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan ikan menggunakan kapal sekoci (sebutan daerah) dan alat tangkap handline baik secara langsung atau tidak langsung. Nelayan handline mempunyai pembagian yang sama dengan nelayan purse seine. Adapun perbedaan dengan nelayan purse seine hanya ada pada 3 hal yaitu pertama ada beberapa pemilik yang merangkap menjadi buruh (sebagai Nakhoda).

Kedua, banyak pemilik yang tidak menanggung biaya operasional. Biaya ditanggung oleh pemilik besar purse seine yang akan diganti diakhir musim, dengan syarat ikan hasil tangkapan harus dijual ke pemberi modal. Ketiga tidak ada pembagian kerja nelayan buruh secara mendetail. Pembagian tugas nelayan diatas hanya Nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK), sedangkan tugas lain seperti juru mesin, juru masak dilakukan bersama-sama.

Nelayan tradisional

Nelayan tradisional adalah nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan ikan menggunakan kapal berukuran dibawah 5 GT, dengan alat tangkap pancing atau payang atau gillnet, serta berasal dari masyarakat sekitar PPP Tamperan atau Kabupaten Pacitan. Sebutan nelayan tradisional ini disebabkan karena:

1. Nelayan sudah beroperasi jauh lebih lama sebelum PPP Tamperan didirikan; 2. Alat tangkap yang digunakan dianggap lebih sederhana dibanding nelayan

purse seine dan handline;

3. Skala usaha kecil dengan penangkapan satu hari (One day Fishing);

4. Nelayan berasal dari masyarakat sekitar PPP Tamperan atau Kabupaten Pacitan.

Nelayan tradisional diberikan perlakuan yang berbeda oleh PPP Tamperan yaitu :

(21)

2. Tempat dan fasilitas penimbangan serta pendataan hasil tangkapan disediakan terpisah dari nelayan lain;

3. Tidak dikenakan biaya lawuhan dan retribusi.

Adapun karakter-karakter lain dari masing-masing nelayan purse seine,

handline, dan Tradisional disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik Nelayan di PPP Tamperan

No Kriteria Purse Seine Handline Tradisional

1 Asal daerah Pekalongan dan

9 Penggunaan rumpon menggunakan menggunakan Tidak 9 Rata-rata pendapatan

nelayan bulan agustus 2013 (rupiah)

(22)

Tipologi Usaha Perikanan Tangkap

Usaha perikanan tangkap adalah usaha yang dilakukan dalam bidang penangkapan ikan.

Usaha perikanan tangkap purse seine

Tipologi usaha perikanan tangkap purse seine mempunyai beberapa tipe. Tipe ini disesuaikan dengan kebiasaan dari pemilik yang wariskan secara turun temurun dari orang tuanya. Jenis tipologi usaha perikanan tangkap sebagai berikut:

1. Tipologi purse seine jenis 1

Jenis pertama nelayan pemilik mempunyai semua aset usaha secara penuh, baik aset perusahaan maupun modal usaha. Aset yang dimiliki adalah kapal penangkapan ikan, alat tangkap, alat bantu, perlengkapan di kapal lainnya dan tempat tinggal sementara untuk nelayan buruh saat mendarat dan menunggu berangkat kembali melaut. Walau pemilik meminjam uang baik untuk menambah alat penangkapan ikan atau modal dari Bank.

Nelayan pemilik mempunyai peran rangkap pada tipologi jenis ini, yaitu sebagai pemilik perusahaan, pengumpul ikan, dan penjual besar. Harga ikan pada jenis ini menggunakan satu harga bagi semua jenis ikan yaitu Rp 5.000 per-kilogram. Menurut nelayan pemilik alasan diterapkannya satu harga ini adalah untuk menyelamatkan harga ikan apabila ikan yang ditangkap ikan rucah (rusak) atau ikan yang berharga murah.

Selain itu, pada tipologi usaha jenis ini sistem pengupahan yang digunakan adalah bagi hasil. Nelayan mendapatkan pendapatan dari bagian bagi hasil dan pendapatan tambahan. Pemilik memperoleh pendapatan tambahan dari hasil penjualan ikan baik kepada pendagang-pendagang, perusahaan pengolahan ikan atau perusahaan pengekspor. Sering kali keuntungan pemilik dari penjualan lebih besar dibanding pendapatan dari bagi hasil. Nakhoda mendapat tambahan dari pemilik sebagai uang bonus nakhoda. Adapun ABK atau nelayan buruh lain memperoleh pendapatan tambahan dari mancing mandiri.

Satu kapal biasanya memiliki satu nakhoda tetap, minimal dalam waktu satu tahun. Nelayan buruh lainnya (Juru-juru dan ABK) merupakan hasil ajakan nakhoda atau pencari ABK khusus. ABK atau juru-juru terkadang bertahan hanya satu bulan di satu kapal, setelah itu nakhoda harus mencari penggantinya. Hal ini menyebabkan kedekatan antara nakhoda dan nelayan pemilik yang memperkuat patennya sistem bagi hasil yang ada. Hal ini menyebabkan nelayan buruh lain yang ingin bergabung harus menerima sistem yang telah ada termasuk sistem penjualan ikan serta bagi hasil.

Sistem bagi hasil dilakukan setalah dilakukan akumulasi satu bulan atau 2-3 kali melaut. Akumulasi bukan hanya jumlah keuntungan tetapi bila didapatkan kerugianpun maka akan diakumulasikan sebagai pengeluaran nelayan buruh. 2. Tipologi purse seine jenis 2

(23)

yang besar, selain itu menurut pemilik kapal keberhasilan penangkapan sangat ditentukan kemampuan nakhoda.

3. Tipologi purse seine jenis 3

Tipologi jenis 3 mempunyai ciri-ciri yang sama dengan tipologi usaha jenis 1 termasuk penetapan satu harga. Adapun perbedaannya adalah pada sistem bagi hasil yang langsung dilakukan tanpa potongan biaya tambat labuh, dan perawatan jaring serta kapal. Pemilik menanggung beban tambah labuh, dan perawatan jaring serta kapal, sedangkan biaya hidup neleyan buruh saat mendarat ditanggug oleh nelayan buruh masing-masing, sehingga rata-rata pendapatan nelayan buruh tipologi usaha ini lebih besar dibanding tipologi jenis lain. Adapaun penjelasan sistem bagi hasil lebih lengkap akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.

Usaha perikanan tangkap handline

Tipologi usaha perikanan tangkap handline di PPP Tamperan hanya memiliki satu jenis, walau ada sedikit perbedaan saat sumber modal berbeda. Sistem pengupahan yang digunakan adalah sistem bagi hasil. Bagi hasil dilakukan diakhir musim dengan mengakumulasikan seluruh pemasukan dan pengeluaran. Adapun besar bagian masing-masing adalah sebagai berikut (1) Nelayan pemilik mendapatkan bagian enam atau tujuh bagian, (2) nakhoda tiga atau empat bagian, dan (3) ABK satu bagian. Tetapi banyak juga nelayan pemilik yang langsung melakukan penangkapan dan merangkap sebagai nakhoda kapal, sehingga diakhir mendapatkan 9-10 bagian.

Harga yang digunakan adalah harga umum ikan di PPP Tamperan yang dibedakan atas jenis dan kondisi ikan. Adapun sumber modal ada dua jenis yaitu berasal dari pemilik kapal dan pihak lain. Pihak lain ini dominan adalah nelayan pemilik dari usaha perikanan purse seine. Sumber modal ini berpengaruh pada penjualan ikan, bila sumber modal berasal dari nelayan pemilik maka dia berhak menentukan penjualan ikan, dan bila modal dari pihak lain maka ikan harus dijual pada pemberi modal.

Usaha perikanan tangkap tradisional

Perikanan tangkap tradisional mempunyai sistem usaha yang fleksibel, karena masih menggunakan asas-asas kekerabatan dan kekeluargaan. Hal ini menyebabkan sistem bagi hasil terkadang tidak baku. Kebanyakan nelayan pemilik melakukan penangkapan ikan sendiri, dengan dirinya sebagai nakhoda. Bila penangkapan membutuhkan ABK maka biasanya berasal dari masyarakat sekitar yang merupakan tentangga bahkan keluarganya sendiri.

(24)

Sistem Bagi Hasil Perikanan Tangkap Perikanan tangkap purse seine

Perikanan tangkap purse seine di PPP Tamperan menerapkan sistem bagi hasil, walaupun memiliki perbedaan antara satu sama lain. Bagi hasil ini dilakukan atas akumulasi penghasilan dan pengeluaran satu bulan. Salah satu yang mempengaruhi sistem bagi hasil adalah keputusan pemilik usaha, walau nelayan penggarap mempunyai hak berpendapat. Selain itu, kekuasaan pemilik usaha ini adalah menentukan harga, karena pemilik usaha merangkap sebagai pembeli ikan dan penjual ikan besar sesuai yang dijelaskan pada subbab sebelumnya.

Bagi hasil dilakukan setelah perolehan hasil melaut dipotong oleh biaya-biaya variabel yaitu:

1. Investasi Rumpon : 10% dari pendapatan kotor; 2. Retribusi : 5% dari pendapatan kotor;

3. Keamanan : Rp. 150.000,00 per-bongkar muat;

4. Manol/ Buruh Angkut : Rp. 50,00 per Kilogram Hasil Tangkapan;

5. Pengeluaran Kapal : Rp. 20.000.000,00 s.d. Rp.30.000.000,00 per trip per kapal

Penerimaan dikurangi biaya-biaya variabel diatas dan didapatkanlah Penerimaan Bersih (PB) lalu dilanjutkan bagi hasil, dengan lima sistem bagi hasil yang berbeda sesuai Tabel 3. Adapun tipologi usaha dari jenis-jenis bagi hasil pada Tabel 3 adalah sebagai berikut (1) bagi hasil jenis 1 menggunakan tipologi usaha jenis 1, (2) bagi hasil jenis 2 dan 3 menggunakan tipologi jenis 2, dan (3) bagi hasil jenis 4 menggunakan tipologi usaha jenis 3. Tipologi usaha yang dimaksud adalah yang ada di subbab sebelumnya.

Tabel 3 akan menjelaskan tahap-tahapan dalam bagi hasil mulai dari Penerimaan Bersih sampai dilakukan pembagian antara nelayan buruh, bahkan dalam jenis 3 menjelaskan dari penetapan Penerimaan Bersih yang berbeda dengan jenis lainnya. Ada beberapa jenis yang hampir sama dan ada yang sangat berbeda, seperti jenis satu dan dua yang hampir sama, serta dengan jenis lain yang sangat berbeda.

Jenis satu, dua dan tiga mengalami pemotongan kembali beberapa hal pada pendapatan bersih, sehingga ada penerimaan bersih satu (PB1) bahkan dua (PB2). Kemudian dilakukan pembagian kerja antara nelayan pemilik dan buruh. Hal ini dikarenakan semua hal yang menjadi pemotong terhadap pendapatan bersih ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Hal ini berbeda dengan jenis empat, jenis empat pemilik menerapkan langsusng sistem bagi hasil setelah didapat penerimaan bersih.

(25)

13 Tabel 3 Jenis-Jenis Sistem Bagi Hasil Perikanan Tangkap Purse Seine

Sistem Bagi Hasil Perikanan Tangkap Purse Seine

Jenis 1 Jenis 2 Jenis 3 Jenis 4

Bagi Hasil Nelayan Pemilik dan Penggarap

Penerimaan bersih (PB) dari pendapatan kotor dikurangi retribusi, keamanan, manol, dan tambat labuh

Bagi Hasil Nelayan Pemilik dan Penggarap

Nakhoda (N) 7% x PB 7.5% x PB

Bagi Hasil Nelayan Pemilik dan Penggarap Bagian kotor pemilik (BKP) 50% x PB Sisa 1 (S1) = PB – N Nakhoda (N) 7% x PB Bagian penggarap (BPN) 50% x PB Penguras (S) 3% x PB1 Bagi Hasil antara Nelayan Penggarap

Bagian pemilik 50% x PB1 Penerimaan bersih 2 (BP2) =PB1 – J – S Nakhoda 3 bagian Bagian penggarap 50% x PB1 Bagian pemilik 50% x BP2 Wakil nakhoda 2 bagian

Bagi Hasil antar Nelayan Penggarap Bagian penggarap 50% x BP2 Juru mesin (KKM) 2 bagian

Bagi Hasil antara Nelayan Penggarap Juru masak 1.5 bagian

Nakhoda 3 bagian Nakhoda 3 bagiam Juru kolor 1.5 bagian

Pencari ABK 1.5 bagian

ABK 1 bagian

(26)

Analisis komparasi antara keempat jenis sistem bagi hasil dilakukan untuk mengetahui sistem bagi hasil terbaik pada usaha perikanan tangka purse seine.

Analisis diawali dengan menyamakan semua variable seperti jumlah pengeluaran. Pertimbangan yang digunakan adalah (1) perbandingan antara pendapatan bagian pemilik, dan buruh; (2) perbandingan pendapatan nakhoda dan nelayan buruh lainnya; serta (3) urutan besar pendapatan ABK. Maka didapatlah data pendapatan satu bulan nelayan yang disesuaikan dengan posisi nelayan pada Tebel 4. Adapun perbandingan masing-masing jenis sistem bagi hasil terhadap kriteria yang telah ditetapkan ditunjukan pada Tabel 5.

Tabel 4 Pendapatan Nelayan Satu Bulan dengan Masing-masing Jenis Bagi Hasil Pendapatan Bersih Rp 200.000.000,00

Status Pendapatan Bersih Bulanan dari Bagi Hasil (Rupiah) Jenis 1 Jenis 2 Jenis 3 Jenis 4

Tabel 5 Perbandingan Sistem Bagi Hasil Semua Jenis dalam Usaha Perikanan Tangkap Purse Seine

Sistem bagi hasil yang diduga terbaik adalah bagi hasil jenis 4 terbaik dari tiga pertimbangan. Hal ini dirasa adil dibanding dengan sistem bagi hasil jenis lain walau perlu ada kajian lebih mendalam untuk memilih mana yang terbaik atau bahkan mengkombinasikannya untuk mendapatkan sistem bagi hasil yang lebih baik dari keempatnya.

Perikanan tangkap handline

(27)

sinjay, adapun perbedaannya hanya tergantung jumlah ABK atau besar bagian nakhoda.

Adapun biaya variabel yang harus dikeluarkan sebelum bagi hasil dilakukan adalah sebagi berikut:

1. Retribusi : 2% dari hasil tangkapan

2. Manol : Manol Rp 50,00/ kilogram

3. Kemanan : Rp 50.000,00/ bulan

4. Bongkar muat : Rp 150.000,00/ bulan 5. Penyewaan sampan : Rp 150.000,00/ bulan 6. Uang makan saat mendarat : Tergantung kebutuhan

7. Pembekalan : Rp 5.000.000,00 s.d. Rp. 7.000.000,00 per-trip

8. Biaya transportasi pulang pergi pacitan sulawesi : Sekitar Rp 8.000.000,00. Setelah itu dilakukan bagi hasil yang biasanya disebut bagi hasil 12 atau 13 pada Tabel 6.

Tabel 6 Bagi Hasil Berdasarkan Status di Sistem Perikanan Handline

No Status

Bagian (A) Rata-rata Jumlah Orang (B)

Berdasarkan bagi hasil diketahui pendapatan masing-masing nelayan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pendapatan Nelayan Berdasarkan Status pada Bagi Hasil 13

No Status Pendapatan

Bagi Hasil 12 Bagi Hasil 13

(28)

25.000,00 s.d. Rp 100.000,00 hal ini disesuaikan dengan daerah penangkapan ikan. Adapun sistem bagi hasil ditunjukan pada Tabel 8.

Tabel 8 Bagi Hasil Berdasarkan Status di Sistem Perikanan Tradisional

No Status

Pendapatan dari Bagi Hasil (dari Penerimaan Bersih) terbaik karena beberapa hal. Pertama, sistem bagi hasil bersifat fleksibel sehingga selain dari bagi hasil pada Tabel 13 terkadang ada persentase lain yang didasarkan pada keihklasan, dan kekerabatan. Hal ini karena pada umumnya yang menjadi rekan kerja adalah keluarga atau tetangga. Kedua, perikanan tradisional terdiri dari beberapa jenis sistem perikanan tangkap seperti payang, pancing dan gillnet

yang memiliki variabel yang berbeda

Sistem Bagi Hasil Terbaik di PPP Tamperan

Sistem bagi hasil terbaik bisa ditentukan dengan melakukan perbandingan sistem bagi hasil yang ada di PPP Tamperan setalah asumsi-asumsi dan dasar dijadikan dasar sama. Dasar yang digunakan untuk membandingkan sistem bagi hasil di PPP Tamperan yaitu :

1. Undang-undang nomor 16 tahun 1964 tentang sistem bagi hasil perikanan 2. Sistem bagi hasil mudharabah.

Kedua dasar tersebut membentuk beberapa kriteria bagi hasil berdasarkan masing-masing. Hal ini untuk memudahkan dalam membandingkan kesesuaian sistem bagi hasil di PPP Tamperan dengan dasar yang digunakan. Sehingga ini bisa menjadi salah satu dasar pemilihan sistem bagi hasil terbaik di PPP Tamperan.

Adapun beberapa kriteria bagi hasil perikanan tangkap dalam UU no. 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan, yaitu sebagai berikut:

1. Sistem bagi hasil disepakati oleh pemilik dan penggarap;

2. Minimal bagian penggarap 40% dari bagi hasil apabila kapal Motor; 3. Pembagian Tanggungan:

a. Bersama-sama : administrasi pelabuhan, keperluan nelayan penggarap saat melaut, dana kesejahteraan, pembangunan kapal, dan tunjangan kematian;

(29)

4. Perjanjian berlaku minimal 2 musim penangkapan atau 1 tahun; 5. Pemasaran dilakukan dengan Kesepakatan Bersama;

6. Tidak adanya sistem ijon seperti pemberian modal dengan syarat saat hasil tangkapan didapat ikan harus dijual kepada pemberi modal dengan Harga yang ditetapkan pemilik.

Dasar lain yang digunakan untuk mengevaluasi sistem bagi hasil perikanan tangkap adalah sistem bagi hasil syariah (mudharabah). Kriteria bagi hasil dalam

Mudharabah adalah sebagai beikut:

1. Disepakati oleh kedua belah pihak (pemilik modal dan penggarap); 2. Hal yang dibagi adalah keuntungan sesuai dengan kesepakatan yang ada; 3. Bila rugi yang menanggung adalah pemilik, kecuali ada faktor kelalaian

pengelola dan/ atau ditanggung bersama bila telah disepakati tentang penanggung kerugian seperti profit loss sharring (Yahya 2011);

4. Hak dari pengelola adalah mendapatkan biaya hidup dan bagian dari keuntungan sesuai kesepakatan bagi hasil (Nawawi 2012).

Berikut ini hasil evaluasi sistem bagi hasil di PPP Tamperan menggunakan kriteria UU no. 16 Tahun 1964 dan Sistem Mudharabah pada Tabel 9.

Tabel 9 Evaluasi Sistem Bagi Hasil di PPP Tamperan Kriteria Bagi

Hasil

Sistem Bagi Hasil Usaha Perikanan Tangkap

Purse Seine Handline Tradisional

UU RI No 16 Tahun 1964

Kriteria 1 Tidak terlaksana Terlaksana Terlaksana Kriteria 2 Terlaksana Terlaksana Terlaksana Kriteria 3 Tidak terlaksana Tidak terlaksana Tidak terlaksana Kriteria 4 Tidak terlaksana Tidak terlaksana Tidak terlaksana Kriteria 5 Tidak terlaksana Terlaksana Terlaksana Kriteria 6 Tidak terlaksana Terlaksana Terlaksana Total

Kriteria 1 Tidak terlaksana Terlaksana Terlaksana Kriteria 2 Terlaksana Terlaksana Terlaksana Kriteria 3 Tidak terlaksana Terlaksana Terlaksana Kriteria 4 Terlaksana Terlaksana Tidak terlaksana Total

(30)

bagi hasil mudharabah. Hasilnya menunjukan bagi hasil yang paling memenuhi kriteria adalah sistem bagi hasil usaha perikanan tangkap handline.

Hubungan Jumlah Jam Kerja terhadap Pendapatan Nelayan

Setiap nelayan dalam satu usaha perikanan tangkap mempunyai rata-rata jumlah jam kerja yang sama. Tabel 10 menunjukan hubungan perbedaan jumlah jam kerja terhadap pendapatan nelayan.

Tabel 10 Hasil Analisis Regresi Hubungan Jumlah Jam Kerja dan Pendapatan Rata-rata Masing-masing Sistem Perikanan Tangkap

No Status Nelayan Hasil Analisis Regresi

R-Squared F-Hitung F-Table

1 Nakhoda 0 % 0 161

2 ABK (Anak Buah Kapal) 74,5 % 2,99 161

Nilai F-hitung dan R-square nakhoda menunjukan nilai nol. Nilai F-hitung dibawah nilai F-table menunjukan tidak ada pengaruh perbedaan jumlah jam kerja terhadap pendapatan nakhoda di masing-masing usaha perikanan tangkap pada selang kepercayaan 95%. Adapun nilai R-square nol menunjukan tidak ada keeratan atau hubungan antara jumlah jam kerja dan pendapatan seorang nakhoda di masing-masing usaha perikanan tangkap. Dua hal diatas menunjukan bahwa besar pendapatan nakhoda tidak dipengaruhi jumlah jam kerja nakhoda. Hal ini diperikaran karena sistem bagi hasil yang ada di masing-masing usaha perikanan tangkap sudah menjadi hal paten yang tidak bisa berubah karena jumlah jam kerja nakhoda. Selain itu kemampuan dan tanggung jawab adalah hal yang paling mempengaruhi pendapatan terbesar.

(31)

PEMBAHASAN

PPP Tamperan merupakan tempat banyak nelayan menggantungkan mata pencahariannya, baik berasal dari dalam atau luar Kabupaten Pacitan. Masing-masing nelayan mempunyai kekhasan termasuk dalam sistem pengupahan. Sistem pengupahan di PPP Tamperan semuanya menggunakan sistem bagi hasil mulai dari usaha perikanan tangkap purse seine, handline, dan tradisional.

Sistem bagi hasil perikanan tangkap sangat dipengaruhi kondisi nelayan dan tipologi usaha yang ada. Kondisi nelayan buruh handline dan tradisional jauh lebih baik bila dilihat dari rata-rata pendidikan dan tingkat pendidikan dari nelayan purse seine. Kondisi pendidikan nelayan handline rata-rata SMP dan SMA karena kesadaran masyarakat terhadap pendidikan yang baik di Sinjay. Nelayan handline menyampaikan di Sinjay sekolah SD sampai SMA gratis, sehingga rata-rata pendidikan mereka tinggi. Nelayan tradisional yang merupakan nelayan sekitar dengan pendidikan yang rata-rata SMP. Salah satu penyebabnya adalah rata-rata nelayan tradisional merupakan nelayan sambilan seperti berkebun atau berjualan, sehingga pemasukan mereka bukan hanya dari melaut dan tidak perlu melibatkan anaknya melaut, bahkan keluar sekolah. Selain itu, nelayan pacitan mempunyai kebiasaan menijinkan seorang anak untuk bekerja termasuk menjadi nelayan minimal lulus SMP.

Menurut Ningsih (2010) tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendatan nelayan. Pengaruh tidak langsung itu berpengaruh terhadap ketergantungan finansial, dan membentuk patron klien yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Menurut satria (2002) ciri umum struktur sosial dalam masyarakat nelayan adalah kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya ikatan patron-klien tersebut merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian.

Pendidikan adalah hal yang harus menjadi prioritas dalam memperbaiki kondisi nelayan. Menurut pratama et al. (2012) tingkat pendidikan yang tinggi pada nelayan akan meningkatkan informasi mengenai penangkapan ikan dan keberanian dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pendidikan sangat berpengaruh pada penyesuaian terhadap teknologi baru dalam kegiatan penangkapan. Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan akan membentuk nelayan-nelayan modern yang tidak bisa ditipu oleh seorang tengkulak. Kedepannya diharapkan nelayan bisa memperoleh keadaan ekonomi lebih baik. Hal ini sesuai data pada Tabel 2, rata-rata pendapatan nelayan handline serta tradisional lebih tinggi dibanding nelayan purse seine dan ini sesuai dengan rata-rata tingkat pendidikan yang dimiliki.

Selain pendidikan, menurut Primyastanto et al. (2013) hal yang mempengaruhi pendapatan nelayan yaitu pengalaman melaut. Hal ini tidak terjadi dalam penelitian ini seperti pada Tabel 2. Penelitian ini menunjukan lamanya pengalaman melaut dan umur nelayan tidak berhubungan positif dengan pendapatan nelayan. Hal ini diduga karena perbandingan dilakukan antara usaha perikanan tangkap yang berbeda jenis, sehingga susah untuk menjaga tidak ada hal lain yang berpengaruh.

(32)

kerja berpengaruh pada nelayan buruh ABK/ bagian lain kecuali nahoda. Diduga pengaruh ini disebabkan besar bagian ABK/ bagian lain kecil bila dibandingkan dengan bagian nakhoda. Adapun besarnya bagian nakhoda dikarenakan kemampuan yang dimiliki dan tanggung jawab yang didapat saat melakukan operasi penangkapan ikan.

Rata-rata pendapatan nelayan purse seine memperlihatkan hal yang memprihatinkan. Rata-rata pendapatan nelayan pemilik mencapai 41 juta/ bulan, sedangkan nelayan buruh hanya mendapatkan 1- 2 juta/ bulan. Hal ini memperlihatkan pengaruh pemilik masih yang besar dan ketergantungan nelayan buruhi. Selain itu, nilai jual nelayan buruh sangat kecil dipandangan seorang nelayan pemilik, dan tidak berjalannya proses pelelangan ikan. Hal ini harus diperbaiki dengan peningkatan kemampuan nelayan buruh baik dengan belajar formal maupun nonformal, sehingga nilai jualnya lebih tinggi dan kekuasaan pemilik usaha bisa dikurangi.

Aktivitas pelalangan tidak berjalan di TPI PPP Tamperan. TPI hanya digunakan untuk pendataan hasil tangkapan, pengecekan ikan dan penempatan sementara sebelum ikan diangkut ke gudang. TPI merupakan salah satu fungsi utama dalam kegiatan perikanan serta merupakan salah satu faktor yang menggerakkan, meningkatkan usaha, dan kesejahteraan nelayan. Pramitasari et al.

(2006) menyebutkan bahwa TPI didirikan dan diselenggarakan oleh koperasi perikanan yang bertujuan untuk (1) melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon, (2) membantu nelayan mendapatkan harga yang layak, dan (3) membantu nelayan dalam mengembangkan usahanya. Pengaktifan pelelangan di TPI merupakan hal yang seharusnya diambil untuk memperbaiki kondisi nelayan buruh khususnya nelayan purse seine. Proses pembangunan kembali pelelangan ini harus diawali dengan perbaikan kondisi sarana dan prasarana yang ada, sehingga banyak lagi pembeli besar yang mau datang, mengikuti pelelangan, dan pendapatan nelayan buruh bisa meningkat.

Pengupahan adalah hal yang sangat berpengaruh pada kesejahteraan nelayan buruh. Upah adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemilik usaha atau pemberi kerja. Upah ini ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya, atas suatu pekerjaan atau jasa yang dilakukan. Sistem pengupahan adalah mekanisme pemberian upah dari pemilik usaha atau pemberi kerja kepada pegawai atau rekan kerja.

Sistem pengupahan ini ada beberapa jenis yaitu sistem gaji dan sistem bagi hasil. Masing-masing sistem mempunyai dasar yang digunakan baik secara legalitas formal maupun secara budaya atau kebiasaan. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-07/Men/1990, gaji pokok adalah imbalan dasar (basic salary) yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

(33)

diberikan secara tidak tetap (penjelasan pasal 94 UU No. 13/2003). Tunjangan ini dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti tunjangan transpor atau tunjangan makan yang didasarkan pada kehadiran.

Dasar penetapan upah dalam suatu usaha adalah Upah Minimum Regional (UMR) daerah tersebut. Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum.

Upah Minimum Regional (UMR) ditetapkan setiap tahun oleh pemerintahan daerah (Provinsi). Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei, dan turun ke lapangan mencari tahu harga kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan, serta buruh. Survei dilakukan di beberapa kota atau kabupaten yang mewakili propinsi tersebut untuk mendapatkan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kemudian disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan.

Sistem pengupahan gaji dalam dunia perikanan tangkap mulai diterapkan dalam usaha perikanan tangkap skala besar seperti longline. Adapun di PPP Tamperan tidak ada usaha penangkapan ikan yang menggunakan sistem pengupahan gaji. Hal ini dikarenakan pengelolaan usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan masih belum melembaga dengan administrasi sangat baik, dan skala usaha hanya tingkat menengah (Kapal maksimal 60 GT).

Adapun beberapa definisi mengenai bagi hasil menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964 dan Rofiq (2004). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964 perjanjian bagi hasil adalah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap/ buruh atau pemilik tambak dan penggarap tambak, menurut perjanjian mana mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha tersebut menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya. Adapun menurut Rofiq (2004) bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana, dan pengelola dana.

Semua usaha perikanan tanggkap di PPP Tamperan menggunakan sistem bagi hasil sebagai sistem pengupahan dengan berbagai dasar, baik kebiasaan atau keuntungan yang didapat. Sistem bagi hasil dalam perikanan tangkap mempunyai beberapa dasar, seperti Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964 dan sistem mudharabah.

1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964

(34)

seine berganti nelayan pemilik setiap bulan, sehingga pemilik biasanya sudah menetapkan sistem bagi hasil diawal.

Selain itu, dalam undang-undang ini kesepakatan bagi hasil harus dilaksanakan minimal selama 2 musim atau 1 tahun. Hal ini belum bisa diaplikasikan di PPP Tamperan karena nelayan buruh selain nakhoda biasanya tidak bertahan dengan satu pemilik selama 2 musim atau 1 tahun, sehingga aturan ini tidak bisa digunakan dalam usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan.

Undang-undang ini mengatur dalam bagi hasil pihak nelayan buruh paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut:

a. jika dipergunakan perahu layar minimum 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari hasil bersih;

b. jika dipergunakan kapal motor minimum 40% (empat puluh perseratus) dari hasil bersih

Bagi hasil di PPP Tamperan telah memenuhi kriteria besaran nelayan buruh ini karena dalam bagi hasil penggarap mendapatkan bagian minimal 50%. Nilai 50% ini telah digunakan dalam seluruh usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan, walaupun dengan perhitungan yang berbeda. Adapun pembagian beban antara penggarap dan pemilik adalah sebagai berikut :

a. beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan pemilik dan buruh adalah ongkos lelang, uang rokok/jajan dan biaya perbekalan selama di laut, biaya untuk sedekah laut (selamatan bersama), serta iuran-iuran yang disyahkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II seperti untuk koperasi, dan pembangunan perahu/kapal, dana kesejahteraan, dana kematian dan lain-lainnya;

b. beban-beban yang menjadi tanggungan nelayan pemilik: ongkos pemeliharaan dan perbaikan perahu/kapal serta alat-alat lain yang dipergunakan, penyusutan, dan biaya eksploitasi usaha penangkapan, seperti untuk pembelian solar, minyak, es dan lain sebagainya.

Pembagian beban ini dirasa tidak relevan digunakan dalam bagi hasil perikanan tangkap. Banyak beban yang tidak memungkinkan ditanggung oleh pemilik karena nilainya yang besar seperti solar. Hal ini akan merugikan pemilik bila pembagian beban ini tidak berubah.

Undang-Undang ini mengatur pemasaran harus disepakati bersama antara nelayan pemilik dan buruh. Hal ini yang sudah terlaksana di PPP Tamperan kecuali pada usaha perikanan tangkap purse seine. Nelayan pemilik dalam usaha perikanan tangkap purse seine sudah menetapkan pembeli ikan, yaitu dirinya sendiri, sehingga sangat mirip dengan sistem ijon.

2. Bagi Hasil Mudharabah

Norma resiprositas dalam Islam dikenal dengan istilah Qiradh atau

mudharabah (profit and loss sharing), yaitu bagi untung yang sama-sama memikul resiko, dalam suatu bentuk kerjasama (partnership) antara pemilik dan pengguna (Kusmastanto 2005). Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak: pemilik modal (shahibul mal) yang menyediakan modal dan pengelola usaha (mudharib) yang mengelola modal yang ada (Nawawi 2012).

Ada beberapa kesamaan bagi hasil mudharabah dengan Undang Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964 yaitu :

(35)

b. Hal yang dibagi adalah keuntungan

Prinsip lainnya adalah bila ada kerugian yang bukan disebabkan kelalaian nelayan buruh maka yang menanggung adalah pemilik, kecuali ada faktor kelalaian pengelola dan/ atau ditanggung bersama, atau bila telah disepakati tentang penanggung kerugian seperti profit loss sharring (Yahya 2011). Hal ini sudah terlaksana di PPP Tamperan kecuali pada usaha perikanan tangkap purse seine, karena bila ada kerugian maka akan masuk dalam pengeluaran nelayan buruh yang akan diakumulasikan diakhir bulan.

Adapun hak nelayan pengelola dalam mudharabah adalah mendapatkan biaya hidup dan bagian dari keuntungan sesuai kesepakatan bagi hasil (Nawawi 2012). Hal ini tidak terlaksana pada usaha perikanan tangkap tradisional karena nelayan hanya melakukan penangkapan satu hari (one day fishing), dan kembali ke rumah masing-masing setelahnya, sehingga yang didapat hanya bagian dari bagi hasil.

Usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan mempunyai kekhasan masing-masing termasuk dalam sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil dalam usaha perikanan tangkap purse seine mempunyai 4 jenis dan jenis ke-4 menjadi terbaik. Sedangkan dalam sistem usaha perikanan tangkap handline tidak bisa dipilih bagi hasil terbaik, karena sebenarnya hanya ada satu jenis sistem bagi hasil dengan pola sama, hanya jumlah ABK atau besar bagian nakhoda yang membuanya berbeda. Adapun dalam usaha perikanan tangkap tradisional tidak bisa dipilih sistem bagi hasil terbaik juga, karena terlalu banyak variabel yang berbeda.

Adapun dalam memilih sistem bagi hasil terbaik di PPP Tamperan dilakukan perbandingan antara sistem bagi hasil di masing-masing usaha perikanan tangkap. Mempertimbangkan pelaksanaan dua dasar pembanding yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964 dan Sistem Bagi Hasil

Mudharabah. Maka pada Tabel 14 dapat diketahui sistem bagi hasil ideal adalah sistem bagi hasil pada usaha penangkapan ikan Handline. Hal ini karena usaha perikanan tangkap handline memenuhi 4 kriteria dari 6 kriteria bagi hasil Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1964 dan semua kriteria bagi hasil

mudharabah.

Selain itu, hal lain yang mendukung usaha perikanan tangkap handline

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan terdiri dari 3 yaitu purse seine, handline, dan tradisional, yang seluruhnya menggunakan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil dalam perikanan tangkap purse seine mempunyai 4 jenis dan jenis 4 paling baik. Sistem bagi hasil perikanan tangkap handline mempunyai 2 jenis, yaitu bagi hasil 12, dan 13. Sedangkan sistem bagi hasil perikanan tradisional mempunyai 4 jenis yang dibedakan berdasarkan jenis alat tangkap. Bagi hasil perikanan dipengaruhi oleh beberapa kondisi nelayan, hal ini terlihat dari hubungannya pada pendapatan nelayan.

Bagi hasil terbaik di PPP Tamperan adalah bagi hasil pada usaha perikanan tangkap handline. Hal ini dillihat melalui perbandingan sistem bagi hasil dari ketiga usaha perikanan tangkap dengan sistem bagi hasil mudharabah dan Undang-Undang nomor 16 tahun 1964. Selain itu, idealnya bagi hasil usaha perikanan handline terlihat dari rata-rata kondisi nelayan handline yang lebih baik dibanding nelayan lainnya, seperti pada tingkat pendidikan dan pendapatan bulanan.

Hal yang mempengaruhi pendapatan nelayan buruh adalah jumlah jam kerja, dan tingkat pendidikan nelayan. Jumlah jam kerja berpengaruh pada pendapatan nelayan buruh selain nakhoda. Sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh pada pendapatan nelayan buruh secara tidak langsung.

Saran

Setelah melihat kondisi yang ada penulis menyarankan kepada stakeholder

terkait untuk:

1. Meningkatkan tingkat pendidikan keluarga nelayan khususnya nelayan buruh dan mengaktivkan kembali pelelangan di TPI dengan diawali perbaikan sarana dan prasana untuk mengundang para pedagang besar yang akan mengikuti pelelangan;

2. Menerapkan sistem bagi hasil perikanan tangkap handline dalam semua sistem bagi hasil perikanan tangkap baik menyeluruh atau hanya sebagian, yang diawali dengan kajian yang mendalam untuk menyesuaikan dengan usaha perikanan lain, sera melakukan kajian-kajian tentang bagi hasil yang ada Pelabuhan Perikanan lainnya di Indonesia untuk melihat kesesuaian UU nomor 16 tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik.2013. Statistik Kemiskinan Indonesia. Jakarta:BPS [DEPHUKHAM] Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia. Laporan Akhir Naskah Akademis Tentang Bagi Hasil Perikanan. Jakarta (ID). DEPHUKHAM.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia,2011. Jakarta:KKP

[UPTD] Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan. 2013. Data Produksi Ikan. Pacitan: UPTD

Agunggunanto E. 2011. Analisis Kemiskinan dan Pendapatan Keluarga Nelayan Kasus di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Jurnal Diinamika Ekonomi Pembangunan. 1 (1): 50-58

Matrutty D, Lopulalan Y, Siahainenia S. 2006. Alternatif Pola Bagi Hasil Nelayan Purse Seine. Jurnal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPATI Ambon. 5 (2): 51-56

Nawawi I. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontenporer. Jakarta. Ghalia Indonesia. 141 hal

Ningsih D. 2011. Pengaruh Ikatan Patron-Klien terhadap Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 64 hal.

Pratama DS, Gumilar I, Maulina I. 2012. Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Pancing Ulur Kecamatan Manggar Kabupaten Belitung Timur.

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 107-116.

Primyastanto M, Efani A, Soemarno, Muhammad S. 2013. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Nelayan Payang Jurung di Selatan Madura. Jurnal Universitas Brawijaya. 16 (1): 15-23

Pramitasari SD, Anggoro S, Susilowati I. 2006. Analisis Efisiensi TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Kelas 1, 2, dan 3 di Jawa Tengah dan Pengembangannya untuk Peningkatan Kesejahteraan Nelayan. Jurnal Pasir Laut 2 (2):12-21. Rofiq A. 2004. Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial.

Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 153 hal.

Satria A. 2009. Ekologi Nelayan Politik. Yogyakarta. LkiS. 410 hal.

Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta. PT. Pustaka Cidesindo. 130 hal.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-07/Men/1990 tentang Pengelompokan Upah dan Pendapatan Non Upah

Sutardjo SC. Sejahterakan Nelayan, Sharif Pimpin Rakor PKN [internet].[5 April 2012]. Jakarta (id).[diunduh tanggal 1 April 2014]. Tersedia pada alamat web http://www.kkp.go.id/index.php/export/post/c/7612/print/.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

(38)
(39)
(40)

Lampiran 2 Hasil wawancara nelayan pemilik purse seine di PPP Tamperan

Lampiran 3 Hasil wawwancara nakhoda purse seine di PPP Tamperan

No Umur

Lampiran 4 Hasil wawancara nelayan pemilik handline di PPP Tamperan

(41)
(42)
(43)

31 Lampiran 7 Hasil wawancara nelayan tradisionaldi PPP Tamperan

No Umur (Tahun)

Pengalaman Melaut (Tahun)

Pendapatan Bulanan (Rupiah)

Tingkat Pendidikan

Tanggungan (orang)

Tugas di Kapal

Modal/ Bulan (Rupiah)

Pemilik Kapal

Daerah

Asal Jenis Alat Tangkap

1 53 37 6000000 SMP 2 Nakhoda 3000000 Pribadi Pacitan Payang dan Jaring Klitik

2 46 18 1500000 SD 3 Nakhoda 3000000 Pribadi Pacitan Jaring Klitik

3 29 14 6000000 SMP 0 Nakhoda 3000000 Pribadi Pacitan Payang dan Jaring Klitik

4 63 58 3000000 SD 1 Nakhoda 1500000 Pribadi Pacitan Payang dan Jaring Klitik

5 53 10 3000000 SMP 3 Nakhoda 1500000 Pribadi Pacitan Jaring Gondrong

6 40 10 3000000 SD 5 Nakhoda 1500000 Pribadi Pacitan Payang

7 55 10 1500000 SD 4 ABK 1500000 Orang lain Pacitan Payang

8 38 4 2100000 SMA/SMK 3 ABK 1500000 Orang lain Pacitan Payang

9 48 10 1500000 Tidak Sekolah 1 ABK 750000 Orang lain Pacitan Payang

10 43 40 1500000 SMA/SMK 4 ABK 1500000 Orang lain Pacitan Payang dan Jaring Klitik

(44)

Lampiran 8 Hasil analisis regresi linear hubungan jumlah jam kerja dengan pendapatan nelayan

The regression equation is

Pendapatan Rata-rata_1 = 1767288 - 1535 Jam Kerja_1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1767288 397371 4.45 0.141 Jam Kerja_1 -1535.2 888.4 -1.73 0.334

S = 307999 R-Sq = 74.9% R-Sq(adj) = 49.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 2.83257E+11 2.83257E+11 2.99 0.334 161 Residual Error 1 94863298182 94863298182

(45)

Lampiran 9 Kondisi Perikanan Tangkap di PPP Tamperan a. Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

b. Kapal Penangkapan Ikan

Kapal nelayan tradisional Kapal purse peine

TPI dan kolam pelabuhan TPI dari belakang

(46)

Lampiran 9 Lanjutan Kondisi Perikanan Tangkap di PPP Tamperan

c. Nelayan PPP Tamperan

Kapal handline/ sekoci

Nelayan tradisional Nelayan purse seine

(47)

Lampiran 9 Lanjutan Kondisi Perikanan Tangkap di PPP Tamperan d. Hasil Tangkapan PPP Tamperan :

Ikan hasil tangkapan nelayan tradisional

Ikan hasil tangkapan nelayan tradisional

Ikan hasil tangkapan nelayan purse seine

Ikan hasil tangkapan nelayan

(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 15 Agustus 1992 dari ayah Dadang Suganda dan ibu Maryam. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari MAN Cianjur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Gambar

Gambar 1. Lokasi PPP Tamperan Kabupaten Pacitan
Tabel 1 Sampel yang diambil saat survei di PPP Tamperan
Gambar 2. Diagram alir metode pengumpulan data
Tabel 2 Karakteristik Nelayan di PPP Tamperan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hima (2017) pembelajaran Blended Learning memberikan kelebihan-kelebihan antara lain (1) mahasiswa dapat mempelajari materi pelajaran secara mandiri dengan manfaatkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya mutu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produk cacat pada CV Usaha Musi Palembang dengan nilai F hitung 8,470 dan nilai

[r]

Beberapa rencana kegiatan disesuaikan dengan jenis luaran pendampingan penyusunan perdes sebagai upaya penguatan kapasitas desa tangguh bencana sesuai dengan

Pengelolaan arsip dinamis di Dinas Kearsipan Provinsi Sumatera Selatan dalam hal penciptaan menjadi tanggung jawab pencipta arsip, yakni pencipta arsip membuat tata

Saputra (1998: 11-13), menjelaskan tiga isi pengembangan program sebagai berikut: a)Rancangan kegiatan program kokurikuler dan ekstrakurikuler adalah serangkaian kegiatan dalam

Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dari 40 mikron dan tidak digunakan sebagi pemisah debu tingkat akhir. Di industri, terdapat

Di dalam air P2O5 akan membentuk senyawa orto posfat yang dibutuhkan mikroalga menurut reaksi:.. P2O5 + H2O