• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ALAT BANTU CAHAYA

(THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION)

MUHAMMAD SULAIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber insformasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Januari 2006

(3)

iii

ABSTRAK

MUHAMMAD SULAIMAN. Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan MULYONO S. BASKORO.

Dewasa ini penerapan metode akustik melalui peralatan sonar atau echo-sounder yang dapat digunakan untuk studi tingkah laku ikan (migrasi vertikal dan horizontal), kecepatan renang, respon ikan terhadap stimuli dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola tingkah laku ikan hubungannya dengan pengoperasian alat tangkap yang menggunakan cahaya lampu. Secara khusus penelitian ini bertujuan : (1) Menganalisis pola distribusi ikan di sekitar pencahayaan sebelum dan setelah proses penangkapan, (2) Menganalisis pola kedatangan ikan di sekitar pencahayaan, (3) Menganalisis tingkah laku pergerakan ikan di sekitar sumber cahaya.

Penelitian dilakukan di perairan Kabupaten Barru – Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Lokasi pengamatan terletak pada posisi 4°19’19,9” LS-119°16’201” BT, dan bagan rambo dioperasikan pada kedalaman 70 m dengan jarak dari pantai Barru 20 mil laut. Pengamatan lapang dilakukan selama 12 trip mulai dari bulan April sampai Mei 2005. Pendekatan akustik untuk mengamati tingkah laku ikan dilakukan dengan menggunakan side scan sonar colour.

Hasil pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colour

memperlihatkan bahwa kawanan ikan mendatangi sumber cahaya dari kedalamanan yang berbeda, yaitu pada kisaran kedalaman 20-30 m dan pada kisaran kedalam 5 - 10 m. Pola kedatangan ikan hubungannya dengan arah memperlihatkan bahwa ikan cenderung mendatangi sumber pencahayaan dari arah kiri dan kanan bagan.

Penyebaran ikan pada saat lampu luar bagan telah dimatikan, terlihat kawanan ikan semakin mendekati daerah tangkapan (cathcable area). Pada saat ini pola pergerakan kawanan ikan cenderung membentuk pola pergerakan memutar mengitari sumber pencahayaan dan kadang-kadang bergerak agak menjauhi sumber pencahayaan kemudian mendekati lagi.

Pada saat hauling dimana hanya lampu fokus yang menyala, pola penyebaran kawanan ikan di perairan sudah memiliki pola yang teratur. Pola penyebaran kawanan ikan berada di sekitar waring bagan dan tepat berada di bawah rangka bagan. Pola penyebaran seperti ini diindikasikan adalah pola penyebaran kawanan ikan teri yang berada di bawah rangka bagan, ikan kembung dan tembang yang berada di sekitar bingkai bagan. Pola distribusi ikan ini membentuk pola spherical (bola). Pola pergerakan kawanan ikan yang berada sedikit di luar daerah pencahayaan membentuk pola kawanan yang tersusun secara vertikal seperti pita (ribbon).

(4)

iv

© Hak cipta milik Muhammad Sulaiman, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(5)

v

PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU

IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN

ALAT BANTU CAHAYA

(THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION)

MUHAMMAD SULAIMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

vi

Judul Tesis : Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya

Nama : Muhammad Sulaiman

NIM : C551030031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Pogram Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis: Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya.

Sebelum penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak, olehnya itu penulis menyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada:

(1) Bapak Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran yang konstruksif.

(2) Bapak Dr. Ir. Mulyono S. baskoro, M.Sc selaku anggota komisi

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan

bimbingan, arahan dan saran yang konstruksif.

(3) Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku tim penguji luar komisi atas

koreksi, saran dan pertanyaan yang memberikan bobot tersendiri tesis ini.

(4) Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah banyak

membekali ilmu pengetahuan dan wawasan penulis.

(5) Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc yang telah banyak memberikan

semangat dan dorongan moral dalam menyelesaikan studi selama beliau

menjabat Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

(6) Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja yang telah banyak memberikan

semangat dan dorongan moral dalam menyelesaikan studi selama beliau

menjabat Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (Mantan)

(7) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS, yang telah memberikan

bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS).

(8) Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI), yang telah

memberikan bantuan dana Penelitian dan Penulisan Tesis.

(9) Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan teman-teman staf

(8)

viii

(9) Pemerintah Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kotamadya

Makassar yang telah memberikan bantuan penelitian.

(10) Bapak Kepala Daerah Kabupaten Barru beserta jajarannya yang telah

memberikan izin penelitian

(11) Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan: Adam, Eva,

Bangkit, Wiwit, Ibrahim, Ami, Hasnia, Syamsuar, Mukhlisa, khususnya

angkatan 2003 atas segala kerjasama dan dukungannya selama ini.

(12) Anwar ST, Safaruddin, Alam, Mansyur, Arief Jaya, Rauf, dan Uppi atas

bantuannya dalam pengambilan data selama penelitian.

(13) Ayahanda H. Baso Musatari (almarhum) dan Ibunda Yasseng tercinta yang

telah membesarkan, mengasuh dan mendidik dengan penuh kasih sayang.

(14) Ayah dan ibu mertua H. Yermin dan Hj. Dra. Kartia Kati serta seluruh

keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya dalam

menyelesaikan studi.

(15) Terkhusus istriku Ruswati Widyastuti, Spi dan kedua putraku

Muhammad Alief Alfaridzi dan Muhammad Afindito Zulkarnain yang saya

cintai atas segala dukungan, pengorbanan dan doa serta pengertiannya

selama ini.

(19) Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsi pemikiran

dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini, masih jauh dari

kesempurnaan. Olehnya itu, segala saran dan kritikan yang sifatnya konstruktif

dengan senang hati penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat adanya.

Bogor, Januari 2006

(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Limbung Gowa pada tanggal 10 September 1970 dari ayah H. Baso Mustari (almarhum) dan ibu Yasseng. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 159 Sungguminasa Kabopaten Gowa Sulawesi Selatan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Fakultas Peternakan dan Perikanan Jurusan Perikanan UNHAS dan menyelesaikan studi pada tahun 1995.

(10)

x

2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan ... 8

2.2 Alat Tangkap Bagan Rambo ... 8

2.3 Proses Penangkapan dan Tingkah Laku Ikan... 9

2.4 Peranan Cahaya dan Sifat-sifatnya Dalam Air... 11

2.5 Teknik Hidroakustik untuk Pendeteksian Tingkah Laku Ikan 12 3 METODOLOGI PENELITIAN... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Bahan dan Alat... 14

3.2.1 Bahan untuk simpan data ... 14

3.2.2 Bagan rambo ... 14

3.2.3 Kapal pengamatan (platform observer) ... 23

3.3 Pengamatan, Pengukuran dan Pengumpulan Data... 24

3.3.1 Pengamatan proses penangkapan... 24

3.3.2 Pengukuran iluminasi cahaya bawah air ... 24

3.3.3 Pengukuran profil dasar perairan ... 25

3.3.4 Pengamatan tingkah laku ikan ... 25

3.3.5 Pengamatan beberapa faktor oseanografi... 26

3.4 Metode Analisis Data... 27

3.4.1 Proses penangkapan ... 27

3.4.2 Distribusi iluminasi cahaya bawah air ... 27

3.4.3 Pola tingkah laku ikan... 28

3.4.4 Komposisi jenis hasil tangkapan... 28

4 HASIL ... 30

4.1 Analisis Proses Penangkapan... 30

4.2 Distribusi Iluminasi Cahaya Bawah Air ... 34

4.3 Profil Dasar Perairan Fishing Ground ... 37

(11)

xi

4.4.1 Pola kedatangan ikan ... 37

4.4.2 Pola penyebaran ikan di sekitar pencahayaan... 41

4.4.3 Pola penyebaran ikan pada saat hauling ... 45

4.4.4 Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan... 49

4.5 Hasil Tangkapan ... 54

4.5.1 Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian ... 54

4.5.2 Komposisi jenis hasil tangkapan... 54

4.5.3 Hubungan antara hasil tangkapan dengan waktu hauling... 56

5 PEMBAHASAN ... 58

5.1 Proses Penangkapan pada Bagan Rambo... 58

5.2 Analisis Tingkah Laku Ikan pada Bagan Rambo... 59

5.2.1 Proses tertangkapnya ikan pada bagan rambo ... 60

5.2.2 Pola kedatangan ikan di catchable area... 60

5.2.3 Pola penyebaran ikan di sekitar pencahayaan... 61

5.2.4 Pola penyebaran ikan pada saat hauling... 62

5.2.5 Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan... 62

5.3 Analisis Hasil Tangkapan ... 63

5.4 Perbaikan Teknik dan Metode pada Bagan Rambo pada Saat ini... 65

6 KESIMUPULAN DAN SARAN... 67

6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Dimensi bagan rambo, perahu observer dan perahu pengangkut yang digunakan selama penelitian ... 21

2 Spesifikasi bagan rambo yang digunakan selama penelitian ... 21

3 Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktifitas operasi bagan rambo di Selat Makassar... 33

4 Hasil pengukuran intensitas (lux) bawah air bagan rambo ... 35

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir kerangka pemikiran masalah ... 7

2 Jenis formasi ikan sardine di pantai False Afrika Selatan (Midsun et al, 2003) ... 13

3 Peta lokasi pengmatan di perairan Barru Sealat Makassar ... 15

4 Dimensi bagan rambo yang digunakan selama penelitian ... 20

5 Bahan dan peralatan yang digunakan selama penelitian... 22

6 Posisi peralatan di atas bagan dan platform observer selama penelitian ... 22

7 Bagan dan platform observer yang digunakan selama penelitian... 22

8 Ilustrasi pengukuran intensitas cahaya bawah air lampu mercury di bagan rambo ... 24

9 Alur pelayaran akustik data profil dasar perairan ... 25

10 Diagram alir pengambilan data sampai proses data... 29

11 Proses operasi penangkapan ikan pada bagan ambo... 32

12 Ilustrasi metode pengoperasian bagan rambo ... 33

13 Distribusi iluminasi cahaya pada bagan rambo yang menggunakan lampu mercuri ... 35

14 Hasil estimasi iluminasi cahaya pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m dari perahu bagan rambo yang menggunakan lampu mercuri ... 36

15 Pola pergerakan ikan pada awal setting pertama ... 38

16 Pola pergerakan ikan pada awal setting kedua... 39

17 Pola pergerakan ikan pada awal setting ketiga ... 40

18 Pola penyebaran ikan pada saat lampu masih dinyalakan semua ... 41

(14)

xiv

20 Contoh observasi pola pergerakan gerombolan ikan setelah lampu

luar bagan dipadamkan ... 43

21 Pola penyebaran ikan sesaat sebelum hanya lampu fokus yang menyala ... 44

22 Pola penyebaran ikan pada saat hauling pertama trip I... 46

23 Pola penyebaran ikan pada saat hauling ketiga trip VI... 47

24 Pola penyebaran ikan pada saat hauling kedua trip IV ... 48

25 Tampilan sonar yang memperlihatkan pola pergerakan gerombolan ikan, posisi dan indikasi waktu ... 50

26 Contoh observasi pola pergerakan gerombolan ikan dengan menggnakan side scan sonar colour pada tanggal 27 April 2005 pukul 01:30:12 – 01:36:52 WITA... 51

27 Pola pergerakan ikan-ikan kecil di sekitar lampu fokus ... 52

28 Pola pergerakan ikan teri di sekitar lampu fokus yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam... 52

29 Pola pergerakan ikan layang di sekitar pencahayaan yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam ... 53

30 Pola pergerakan maju mundur cumi-cumi di sekitar pencahayaan... 53

31 Komposisi hasil tangkapan selama penelitian... 54

32 Distribusi rata-rata hasil tangkapan bagan rambo selama penelitian 56 33 Perbandingan antara hasil tangkapan sebelum tengah malam dan setelah tengah malam selama penelitian ... 57

34 Modifikasi bagan rambo dengan menggunakan selubung apung ... 66

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Berbgai kondisi bagan Rambo di perairan ... 72

2 Profil dasar perairan lokasi penelitian di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar ... 73

3 Profil dasar perairan (3 dimensi) lokasi penelitian ... 73

4 Jumlah hasil tangkapan menurut waktu hauling... 74

5 Hasil pengukuran data oceanografi dan hasil tangkapan selama

(16)

1.1 Latar Belakang

Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama

diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal

maupun berkelompok (Ben-Yami, 1987). Metode penangkapan ini digunakan

untuk menangkap ikan pelagis dengan menggunakan alat tangkap seperti

surrounding net (purse seine dan lampara), stationary dan movable lifnets (stick

held dipnets di Jepang), dan pancing.

Teknologi penangkapan ikan di Indonesia berkembang pesat terutama pada

penggunaan alat bantu cahaya untuk menarik perhatian ikan (Baskoro, 2001).

Teknologi penangkapan ikan menggunakan alat bantu cahaya disebut light

fishing. Sumber cahaya yang digunakan mulai dari obor, petromaks (lampu

tekan minyak tanah) sampai lampu listrik (Nomura and Yamazaki, 1975, diacu

dalam Wisudo et al, 2001). Cahaya digunakan untuk menarik dan

mengkonsentrasikan kawanan ikan pada catchable area yang selanjutnya dengan

menggunakan alat tangkap tertentu untuk menangkapnya. Setiap alat dan metode

penangkapan bervariasi pada ruang dan waktu, demikian juga intensitas cahaya

yang digunakan oleh nelayan berbeda-beda tergantung pada jenis alat tangkap,

spesies target, fishing ground, dan kemampuan finansial dari nelayan.

Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya

sebagai alat bantu penangkapan. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat

dikelompokkan ke dalam jaring angkat (von Brandt, 1985). Sejalan dengan

perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai

masyarakat, maka desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Salah satu

jenis bagan yang berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan saat ini adalah

bagan perahu, khususnya di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar (Nadir,

2000). Hal yang cukup menarik perhatian pada konstruksi bagan perahu ini

adalah ukurannya yang besar dan menggunakan lampu listrik dengan jumlah

kapasitas yang besar. Bagan perahu yang demikian oleh masyarakat setempat

disebut “bagan rambo”. Selanjutnya menurut Sudirman (2003) bahwa tidak jelas

(17)

dengan ukuran bagan yang lebih besar dengan jumlah hasil tangkapan yang lebih

banyak, dapat tinggal lama pada suatu fishing ground, kekuatan dari alat

tangkapnya, serta jangkauan fishing ground yang lebih jauh.

Prinsip penangkapan pada alat tangkap ini pada dasarnya memanfaatkan

tingkah laku ikan, khususnya respon ikan terhadap cahaya. Mengingat sulitnya

melakukan pengamatan di bawah air, maka dalam penelitian ini pengamatan

tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan dilakukan melalui pendekatan akustik.

Dewasa ini penerapan metode akustik terus mengalami kemajuan dalam

bidang perikanan dengan menggunakan peralatan sonar atau echo-sounder yang

dapat digunakan untuk studi tingkah laku ikan (migrasi vertikal dan horizontal),

kecepatan renang, respon ikan terhadap stimuli dan lain-lain (Bodholt and Olsen,

1977, diacu dalam Ferno dan Olsen, 1994). Metode ini mempunyai beberapa

kelebihan berupa hasil dugaan dapat diperoleh secara langsung, singkat, cukup

akurat dan dapat mencakup areal yang luas serta dapat memonitor pergerakan

kawanan ikan (Jaya dan Pasaribu, 2000).

Penelitian mengenai hubungan antara cahaya dan tingkah laku ikan telah

dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain : Levenes, Gerlotto dan Petit (1990)

meneliti tentang reaksi ikan pelagis terhadap alat bantu cahaya untuk melihat

kelimpahan dengan menggunakan echo sounder, Baskoro (1999) meneliti proses

penangkapan ikan dan tingkah laku ikan pada bagan skala kecil dengan lampu

petromaks, Jaya dan Pasaribu (1999) meneliti tentang evaluasi kecepatan dan

arah renang ikan pelagis di Selat Sunda dengan pendekatan akustik, Jaya (2002)

mengamatati tingkah laku schooling lemuru dengan pendekatan akustik, Alam

(2002) meneliti tentang kecepatan renang ikan di bawah cahaya lampu dengan

pemanfaatan teknologi hidroakustik, Tupamahu (2003) meneliti tentang tingkah

laku ikan tembang dan selar di bawah cahaya lampu dan Sudirman (2003)

menganalisis tingkah laku ikan hubungannya dengan teknologi ramah

lingkungan.

Pengetahuan yang diharapkan dapat mengoptimalkan pengoperasian alat

penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya adalah pengetahuan

tentang tingkah laku ikan, khususnya mengenai aspek-aspek pola tingkah laku

(18)

area pada bagan. Dalam penelitian ini aspek-aspek tersebut diamati dengan

menggunakan side scan sonar colour.

1.2 Rumusan Masalah

Berbagai permasalahan bisa timbul di lapangan pada saat pengoperasian alat

tangkap, karena bagaimanapun canggihnya suatu alat penangkapan ikan, namun

ikan ternyata masih dapat meloloskan diri dari cakupan alat tangkap. Oleh sebab

itu sangatlah penting pengetahuan tingkah laku ikan dari berbagai faktor untuk

dapat diketahui dan dipahami dalam rangka membuka jalan untuk mengetahui

cara-cara yang dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu alat tangkap,

bahkan dapat memacu dan memodifikasi suatu jenis alat tangkap yang baru dan

lebih sesuai.

Bila dihubungkan dengan lamanya waktu pengangkatan jaring pada bagan

saat nelayan telah melihat ikan banyak berkumpul dan pada waktu itu penyinaran

cahaya terlalu singkat dapat menyebabkan kurang efektifnya proses penangkapan

disebabkan ikan belum nyaman berada di bawah lampu. Begitu pula kalau terlalu

lama, ikan dapat menjadi jenuh berada di bawah lampu yang pada akhirnya

meninggalkan lokasi pencahayaan.

Distribusi dan tingkah laku ikan pada bagan rambo sampai saat ini belum

banyak diketahui bagaimana pola distribusi, pola pergerakan, hubungan sebaran

intensitas cahaya dengan distribusi ikan dan lain-lain. Sampai saat ini keberadaan

ikan di bawah lampu diduga dari adanya gelembung-gelembung yang dikeluarkan

ikan, akan tetapi posisi ikan pada catchable area tidak diketahui. Oleh karena itu

pengamatan bawah air (underwater observation) merupakan salah satu aspek

yang disarankan dalam pengamatan tingkah laku ikan (Arimoto, 2000).

Penelitian tentang tingkah laku ikan telah dilakukan beberapa peneliti

sebelumnya antara lain: Baskoro (1999) tentang proses penangkapan dan tingkah

laku ikan pada bagan skala kecil dengan lampu petromaks, Tupamahu (2003),

meneliti tentang tingkah laku ikan tembang dan selar di bawah cahaya lampu

menyatakan bahwa pola ikan pergerakan dapat dikategorikan dua bagian yaitu

gerakan memutar yang berlawanan arah jarum jam (tembang dan tongkol) dan

pola pergerakan yang muncul secara tiba-tiba dipermukaan perairan karena

(19)

densitas ikan di zona iluminasi cahaya secara vertikal memperlihatkan bahwa

ikan tertarik terhadap cahaya lampu dan dan berada di zona iluminasi dari waktu

ke waktu dengan densitas yang berbeda-beda. Sudirman (2003) meneliti tentang

analisis tingkah laku ikan dalam proses penangkapan pada bagan rambo dimana

distribusi dan iluminasi cahaya di dalam air menurun secara eksponensial, baik ke

bawah maupun ke samping bagan rambo

Hubungan antara cahaya dengan tingkah laku ikan serta jumlah hasil

tangkapan, merupakan kajian yang perlu diketahui. Oleh sebab itu perlu

diketahui pengetahuan tingkah laku ikan agar dapat meningkatkan efesiensi dan

efektivitas suatu alat tangkap, bahkan dapat merancang dan memodifikasi suatu

jenis alat tangkap baru dan lebih sesuai.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pengetahuan tingkah laku ikan yang

perlu diketahui adalah :

(1) Pola kedatangan ikan di sekitar bagan rambo

(2) Pola distribusi ikan di sekitar pencahayaan

(3) Pola tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan dan pada catchable area

bagan rambo.

(4) Pola tingkah laku pergerakan ikan di bawah bagan rambo

(5) Pola distribusi ikan setelah proses hauling

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola tingkah laku ikan

hubungannya dengan pengoperasian alat tangkap yang menggunakan cahaya

lampu. Secara khusus penelitian ini bertujuan :

(1) Menganalisis pola distribusi ikan di sekitar pencahayaan sebelum dan

setelah proses penangkapan

(2) Menganalisis pola kedatangan ikan di sekitar pencahayaan

(3) Menganalisis tingkah laku pergerakan ikan di sekitar sumber cahaya.

(4) Menganalisis hasil tangkapan

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini diperoleh suatu perbaikan terhadap taktik

(20)

dengan penggunaan cahaya untuk menarik perhatian ikan dan

mengkonsentrasikan ikan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti berikutnya.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka disusun

hipotesis penelitian berikut:

(1) Ada pengaruh iluminasi cahaya terhadap keberadaan dan pembentukan pola

pergerakan ikan disekitar sumber cahaya

(2) Pola kedatangan ikan sangat tergantung dari jenisnya.

(3) Pergerakan ikan di sekitar pencahayaan cenderung bergerak berputar

(melingkar) secara teratur

(4) Semakin besar iluminasi cahaya, maka kemungkinan menarik perhatian

ikan pada jarak yang jauh akan semakin besar.

(5) Sebagian ikan pada saat hauling masih dapat meloloskan diri

1.6Kerangka Teori

Tertariknya ikan pada sumber cahaya disebut fototaksis positif. Tingkah

laku ikan yang mendatangi sumber cahaya dapat dibedakan: pertama tertarik

secara langsung oleh cahaya dan kedua tertarik mendekati cahaya karena mencari

makan. Tingkah laku yang demikian inilah yang dimanfaatkan nelayan di

malam hari dengan berbagai alat penangkapan ikan seperti bagan, purse seine dan

pancing.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tertariknya ikan terhadap sumber

cahaya antara lain keberadaan ikan dengan sumber cahaya, temperatur air,

intensitas cahaya dan predator. Berbagai faktor yang mempengaruhi ikan

terhadap cahaya, sumber cahaya itu sendiri yang merupakan faktor utama

(intensitas cahaya) yang mempengaruhi secara langsung pola tingkah laku ikan.

Pengamatan tingkah laku ikan dapat dilakukan dengan cara pengamatan di

atas permukaan air dan di bawah permukaan air. Pengamatan di atas permukaan

air meliputi pengamatan visual dengan menggunakan kamera atau handycam.

(21)

bawah air, penyelam dan perangkat akustik untuk mengetahui kecepatan renang

dan pola pergerakan kawanan ikan di sekitar zona iluminasi.

Pengamatan tingkah laku ikan sangat penting diketahui untuk meningkatkan

hasil tangkapan sehingga dalam menangkap ikan di laut tidak lagi mencari tetapi

dapat memilih jenis ikan yang akan ditangkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkah laku ikan antara lain faktor lingkungan seperti arus, suhu kecerahan,

gelombang dan topografi dasar perairan dan faktor dari ikan itu sendiri seperti

jenis dan ukuran serta faktor lain yang dapat mempengaruhi ikan untuk berada

pada suatu tempat tertentu seperti penetrasi dan iluminasi cahaya, lintang

geografis dan musim.

Pengetahuan tingkah laku ikan dalam proses penangkapan ikan yang

menggunakan cahaya sebagai alat bantu yang penting diketahui khususnya

tingkah laku di sekitar pencahayaan antara lain pola penyebaran dan distribusi

ikan sebelum dan sesuadah proses penangkapan, pola kedatangan ikan di sekitar

pencahayaan dan pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan.

Diketahuinya tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan dapat dijadikan

suatu pedoman untuk membuat taktik penangkapan agar hasil tangkapan dapat

lebih meningkat. Disamping itu dapat juga dijadikan landasan untuk merancang

atau memodifikasi suatu alat tangkap yang lebih efektif dan efisien dalam

melakukan operasi penangkapan.

Berdasarkan kerangka teori di atas, kerangka pemikiran penelitian dibuat

(22)
(23)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada

daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan

menggunakan jaring pantai (beach seine), serok (scoop net) dan pancing (hand

line). Pada tahun 1953 perkembangan penggunaan lampu untuk tujuan

penangkapan ikan tumbuh dengan pesat bersamaan dengan perkembangan bagan

(jaring angkat, lift net) untuk penangkapan ikan. Saat ini pemanfaatan lampu

tidak hanya terbatas pada daerah pantai, tetapi juga dilakukan pada daerah lepas

pantai yang penggunaannya disesuaikan dengan keadaan perairan seperti alat

tangkap payang, purse seine dan sebagainya.

Penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia dan siapa

yang memperkenalkannya belumlah jelas. Meskipun demikian di daerah-daerah

perikanan Indonesia Timur, khususnya dimana usaha penangkapan cakalang

dengan pole and line dilakukan sekitar tahun 1950 ditemukan kurang lebih 500

buah lampu petromaks yang digunakan untuk penangkapan, dimana

tempat-tempat lain belum digunakan (Subani, 1983).

Penggunaan cahaya listrik dalam skala industri penangkapan ikan pertama

kali dilakukan di Jepang pada tahun 1900 untuk menarik perhatian berbagai jenis

ikan, kemudian berkembang dengan pesat setelah Perang Dunia II. Di Norwegia

penggunaan lampu berkembang sejak tahun 1930 dan di Uni Soviet baru mulai

digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov, 1975).

2.2 Alat Tangkap Bagan Rambo

Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di tanah

air untuk menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenalkan oleh nelayan

Bugis Makassar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif singkat

alat tangkap tersebut telah dikenal di seluruh Indonesia. Bagan dalam

perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun

ukuran yang dimodofikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah

(24)

dalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk

mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989).

Bagan rambo memiliki ukuran yang lebih besar dan konstruksinya tampak

lebih kokoh serta jumlah lampu yang digunakan lebih banyak (di atas 30 unit

lampu). Perahu bagan dapat dikatakan sebagai bangunan utama dari bagan rambo

karena selain untuk mengapungkan bangunan bagan juga di atasnya

terkonsentrasi seluruh peralatan dan merupakan tempat kegiatan pada saat operasi

penangkapan. Bentuk dan konstruksi perahu dirancang khusus yaitu berbentuk

pipih memanjang dengan dimensi utama, panjang 30,0 m; lebar 2,0 m dan dalam

3,0 m. Selain perahu, komponen lain dari bagan rambo adalah rangka bagan.

Adanya bangunan kayu yang berbentuk rangka merupakan ciri khas dari bagan.

Ukuran panjang dan lebar bangunan bagan adalah 32,0 m x 30,0 m, dirangkai

pada sisi kiri dan kanan perahu. Semua bahan dari rangka serta perahu terbuat

dari kayu pilihan. Selain itu dilengkapi dengan jaring, roller, generator dan

lampu merkuri (Nadir, 2000). Hal yang menonjol dari penggunaan bagan rambo

ini adalah penggunaan cahaya listrik dengan jumlah bola lampu yang

dipergunakan berkisar 30 – 66 buah. Berdasarkan fungsinya lampu dapat

dibedakan atas dua jenis yaitu, lampu penarik dan lampu yang digunakan untuk

mengkonsentrasikan ikan-ikan yang telah tertarik pada cahaya lampu.

Alat tangkap bagan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok.

Berdasarkan mobilitasnya maka dikenal adanya bagan tancap dan bagan apung.

Bagan tancap sifatnya menetap sedangkan bagan apung dapat berpindah dari satu

fishing ground ke fishing ground lainnya. Bagan rambo merupakan bagan apung

dengan mobilitas tinggi, dapat dioperasikan mulai dari pantai sampai jauh dari

pantai. Bagan rambo merupakan perkembangan yang paling mutakhir dari alat

tangkap bagan apung yang ada di Indonesia saat ini. Berbeda halnya dengan

dengan bagan apung lainnya, karena ukurannya yang sangat besar sehingga

sering pula disebut dengan bagan raksasa (Sudirman, 2003).

2.3 Proses Penangkapan dan Tingkah Laku Ikan

Dalam pengoperasiannya jika dibandingkan dengan jenis bagan lainnya,

maka operasional bagan rambo dapat dilakukan pada bulan terang, karena

(25)

masuk secara vertikal ke dalam air akan lebih dalam dan secara horizontal dapat

menarik kawanan ikan pada jarak yang jauh. Dibandingkan dengan bagan diesel

yang dioperasikan di perairan Lampung dengan menggunakan jumlah lampu

neon dari 105 – 137 unit, dimana cahaya pada kedalaman 21 – 22 m, iluminasi

cahaya mencapai 0,3 – 3 lux, maka daya tembus cahaya lampu mercury pada

bagan rambo masih lebih tinggi. Dengan demikian, jumlah tangkapan dan trip

penangkapan atau jumlah hauling yang dapat dilakukan pada bagan rambo dapat

lebih banyak, pada akhirnya jumlah tangkapan pertripnya akan lebih banyak pula

(Sudirman, 2003).

Konsep aktivitas penelitian dan pengembangan teknologi penangkapan ikan

pada masa yang akan datang tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil

tangkapan tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki proses penangkapan (capture

process), mengurangi fishing impact terhadap lingkungan dan bio-diversty

(Arimoto, et al. 1999). Selanjutnya Chopin and Inoue (1997) telah melakukan

penelitian mengenai kecenderungan dan pengembangan teknologi penangkapan

ikan di Asia dan menekankan bahwa ada beberapa topik utama yang sangat

penting dikembangkan antara lain pengamatan bawah air terhadap proses

penangkapan (underwater observation on capture process) dan tingkah laku ikan

atau studi-studi fisiologi.

Walaupun tingkah laku ikan mudah diamati tetapi tidak mudah untuk

mempelajarinya karena diperlukan perencanaan yang hati-hati untuk mengamati

bagian-bagian dari tingkah laku yang menjadi tujuan pengamatan (Noakes and

Baylis, 1990). Metode pengamatan tingkah laku ikan dapat dilakukan di

laboratorium dan dapat pula dilakukan langsung di lapangan. Selanjutnya

dikatakan bahwa studi tingkah laku ikan di lapangan dapat memberikan

keuntungan yang lebih baik karena dapat diterapkan pada masalah-masalah

praktis. Underwater observation merupakan metode pengamatan di lapangan

yang dapat dilakukan untuk tujuan pengamatan tingkah laku ikan. Beberapa

peralatan yang dapat digunakan untuk memahami proses penangkapan telah

dijelaskan oleh Arimoto et al. (1999) antara lain video camera, sonar,

(26)

menggunakan rangsangan buatan (artificial stimuli), bertujuan untuk

memperbaiki teknologi penangkapan ikan.

Tingkah laku ikan adalah adaptasi ikan terhadap faktor lingkungan eksternal

dan internal (He, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa tingkah laku ikan dapat

diklassifikasikan kedalam beberapa bagian seperti instinct behaviour, taxis dan

refleks. Karena berbagai keterbatasan dalam pengamatan langsung maka

penggunaan remote automatic sampling techniques merupakan salah satu alat

untuk tujuan pengamatan tingkah laku ikan.

2.4 Peranan Cahaya dan Sifat-Sifatnya Dalam Air

Cahaya merupakan bagian yang fundamental dalam menentukan tingkah

laku ikan di laut (Woodhead, 1966). Stimuli cahaya terhadap tingkah laku ikan

sangat kompleks antara lain intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, komposisi

spektralnya dan lama penyinaran. Nicol (1963) telah melakukan suatu telaah

mengenai penglihatan dan penerimaan cahaya oleh ikan dan menyimpulkan

bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi sensitifitasnya terhadap cahaya.

Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang dapat diterima

memiliki panjang gelombang pada interval 400 – 750 mμ (Mitsugi, 1974,

Nikonorov, 1975).

Penetrasi cahaya dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang

gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut. Semakin besar panjang

gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam perairan. Dengan

demikian maka cahaya biru akan menembus jauh ke dalam perairan daripada

warna lainnya. Didalam penerapannya pada operasi penangkapan ikan, maka

untuk menarik ikan dari jarak yang jauh baik secara vertikal maupun horizontal

digunakan warna biru karena dapat di absorbsi oleh air sangat sedikit sehingga

penetrasinya ke dalam perairan sangat tinggi. Untuk mengkonsentrasikan ikan di

sekitar Catchable area digunakan warna merah atau kuning karena daya

tembusnya rendah.

Selain panjang gelombang, faktor lain yang menentukan penetrasi cahaya

masuk ke dalam perairan adalah absorbsi cahaya dari partikel-partikel air,

kecerahan, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis

(27)

suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari

sumber cahaya tersebut dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut

masuk ke dalam air karena mengalami pemudaran.

2.5 Teknik Hidroakustik untuk Pendeteksian Tingkah Laku Ikan

Instrumen hidroakustik mengalami perkembangan yang pesat selama Perang

Dunia II khususnya dalam mendeteksi kapal selam. Akan tetapi cikal bakal

hidroakustik ini dikemukakan oleh Leonardo da Vinci pada tahun 1490 bahwa

jika anda menempelkan telinga pada suatu pipa panjang yang dimasukkan dalam

air, anda akan mendengar kapal pada suatu jarak yang jauh dari anda (Urick,

1975). Instrumen hidroakustik dalam hubungannya dengan pendeteksian kawanan

ikan pertama kali dilakukan oleh Kimura tahun 1929 dengan menginstalasikan

unit pemancar (transmitter) dan unit penerima (receiver) dalam kolam yang

digunakan untuk kultivasi ikan, sedangkan Sund pada Tahun 1935 pertama kali

mempublikasikan echogram ikan cod (Maclennan dan Simmonds, 1992).

Metode akustik untuk mengestimasi kelimpahan ikan pertama kali

diaplikasikan sekitar tahun 1970. Pada waktu itu hasil yang diperoleh dengan

tingkat kesalahan yang cukup tinggi dan metode kalibrasipun belum tepat.

Instrumen akustik sekarang ini telah berkembang dengan pesatnya sehingga dapat

menghitung target strength ikan melalui pengukuran secara langsung melalui

berbagai percobaan-percobaan khususnya echosounder bim ganda (dual beam)

dan bim terbagi (split beam), kedua instrumen ini juga telah digunakan untuk

estimasi kelimpahan melalui echo counting (Maclennan dan Simmonds, 1992).

Penggunaan instrumen hidroakustik untuk tingkah laku ikan pun telah

digunakan, seperti Blaxter dan Batty (1989) dengan menggunakan echo sounding

untuk mendeteksi kelompok ikan herring dewasa pada perbedaan intensitas

cahaya selama operasi penangkapan musim panas di Laut Utara, Baskoro (1999)

mendeteksi keberadaan kelompok ikan yang tertarik dengan cahaya lampu di

bagan apung dengan menggunakan echosounder dan sonar dimana ikan anchovy

(Stolephorus commersonii) biasanya menunjukkan reaksi yang kuat terhadap

sumber cahaya di bawah air, dan cenderung berada pada kolom air antara 2

(28)

dikurangi, ikan ini menunjukkan gerakan yang sangat aktif naik-turun di bawah

sumber cahaya, Arakawa et al (1998) menggunakan color scanning sonar untuk

mengamati pola distribusi cumi-cumi yang tertarik dengan cahaya lampu di kapal

pemancingan cumi-cumi, Levenez et al (1990) menggunakan scientific echo

sounder dan digital echo integrator untuk mengamati reaksi dari jenis ikan

pelagis terhadap cahaya lampu.

Penggunaan side scan sonar untuk melihat formasi tingkah laku

bergerombol ikan sardine telah dilakukan oleh Midsun et al (2003). Perubahan

kawanan ikan membutuhkan waktu rata-rata 2,08 menit untuk terpecah,

sedangkan penyatuan kawanan ikan membutuhkan waktu sekitar 5 menit.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa rata-rata kecepatan renang kawanan ikan

sardine di Afrika Selatan adalah 0,56 – 1,89 m/detik pada kedalaman antara

20 – 48 m.

(29)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat

bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru – Selat Makassar, Sulawesi

Selatan. Lokasi pengamatan terletak pada posisi 4°19’19,9” LS-119°16’201” BT.

Selat Makassar khususnya perairan Kabupaten Barru merupakan salah satu

daerah penangkapan ikan bagan rambo (Gambar 3). Pengamatan tingkah laku

ikan di salah satu bagan rambo milik nelayan. Bagan rambo dioperasikan pada

kedalaman 70 meter dengan jarak dari pantai Barru 20 mil laut. Pengamatan

lapang dilakukan selama 12 trip mulai dari bulan April sampai Mei 2005.

3.2 Bahan dan Alat

Beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, selain untuk

pengambilan data maupun pengolahan data dijelaskan sebagai berikut:

3.2.1 Bahan untuk simpan data

Kaset video jenis MP8 (Sony MP8 120) digunakan untuk menyimpan data

hasil pengamatan di atas permukaan perairan dengan menggunakan handycam.

Jumlah kaset video MP8 yang digunakan selama penelitian sebanyak 12 kaset.

Setiap malam membutuhkan 1 (satu) kaset untuk merekam data pergerakan ikan

di atas permukaan perairan.

CD-R (compact disc recordable) digunakan untuk menyimpan hasil

rekaman yang dihasilkan oleh side scan sonar colour selama penelitian. Jumlah

CD-R yang digunakan sekitar 100 keping, dimana setiap malam menggunakan 7

– 9 CD selama 12 malam. Setiap CD mampu merekam data selama 1 jam 19

menit.

3.2.2 Bagan rambo

Bagan rambo yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagan rambo

nelayan milik H. Gani (ukuran bingkai 30 x 30 meter, lampu mercury 60 buah)

(30)
(31)

underwater camera, televisi 21 inchi (Thosiba), handycam (sony) untuk merekam

data baik dari permukaan air maupun di layar televisi, timbangan elektrik untuk

mengukur berat setiap jenis ikan, sigma untuk mengukur panjang total ikan.

Alat tangkap bagan rambo berbeda dengan bagan yang lain terutama

dilihat dari segi komponen yang lebih kompleks dan konstruksi yang lebih kuat

serta mempunyai ukuran yang lebih besar. Satu unit bagan rambo terdiri atas

beberapa komponen utama yang saling terkait satu sama lain. Komponen tersebut

adalah : perahu, rangka, waring, bingkai jaring, roller, generator set (genset),

lampu mercuri, dan rumah bagan.

(a) Perahu

Satu unit bagan rambo terdiri atas dua perahu, yaitu perahu utama (main

boat) dan perahu pengantar. Perahu utama berfungsi sebagai penyangga bagunan

bagan dan tempat semua proses penangkapan dilaksanakan. Perahu utama

berbentuk pipih memanjang dengan dimensi L x B x D 27 m x 2,5 m x 3,1 m

dimana bentuk haluan dan buritan sama. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu

bayang (Intsia bijuga) dan kayu meranti (Shorea spp). Perahu ini dilengkapi

dengan jangkar beton dengan ukuran panjang 2 m dan berat kurang lebih 250 kg.

Perahu ini tidak dilengkapi dengan mesin penggerak.

Perahu pengantar merupakan perahu penarik (towing boat) yang berfungsi

menarik bagan dari fishing base ke fishing ground atau dari fishing ground yang

satu ke fishing ground lainnya dan kembali ke fishing base. Perahu pengantar ini

juga digunakan sebagai pengangkut hasil tangkapan, mengantar jemput nelayan,

dan membawa bahan dan perlengkapan kebutuhan operasional bagan rambo dari

fishing base ke fishing ground dan sebaliknya. Perahu ini berbentuk memanjang

dengan dimensi L x B x D 22 m x 2 m x 1,2 m. Jenis mesin yang digunakan

adalah mesin darat (truck) merk Mitsubishi Fuso 6 selinder berbahan bakar solar.

(b) Rangka

Rangka bagan rambo dirangkai pada sisi kiri dan kanan kapal utama.

Ukuran rangka bagan rambo yang digunakan selama penelitian 30 x 30 meter.

Fungsi rangka pada bagan rambo adalah : tempat menggantung jaring, menjaga

(32)

menggantungkan lampu, tempat dudukan roller, dan kegiatan lainnya (perbaikan

jaring, sortir hasil tangkapan, memancing).

Rangka bagan rambo ditahan dengan 2 buah tiang terbuat dari kayu jati

(Tectona grandis) yang dipasang pada bagian tengah perahu utama. Tiang ini

berbentuk bulat dengan panjang 14 meter dan berdiameter 30 cm tempat mengikat

kawat baja sebagai penyangga rangka bagan. Jumlah kawat baja yang digunakan

286 buah diameter 6 mm dengan panjang setiap kawat baja berkisar 7 – 15 m,

bergantung pada jarak tiang dengan rangka bagan. Pemasangan kawat baja

diusahakan menyebar agar kedudukan rangka bagan lebih kuat, rata, dan stabil.

(c) Bingkai jaring dan jaring

Bingkai jaring berbentuk segi empat terbuat dari kayu jati (Tectona

grandis) dengan panjang 7 – 8 m dengan diameter 7 cm. Kayu ini disambung

satu dengan yang lain sesuai dengan panjang dan lebar mulut jaring dan rangka

bagan. Bingkai jaring berfungsi sebagai tempat mengikat jaring, pemberat, dan

tali penggantung yang dihubungkan dengan roller jaring. Pada setiap sudut

bingkai jaring diikatkan batu, demikian juga sisi bingkai jaring diikatkan 3 buah

batu yang beratnya 17 – 20 kg.

Jaring pada bagan rambo berbentuk seperti kelambu terbalik dan terbuat

dari bahan waring hitam (polypropylene). Bagian tepi jaring dipasang tali ris

berdiameter 6 mm terbuat dari bahan polyethylen (PE) sebagai penguat pinggiran

jaring. Jaring diikatkan pada bingkai jaring dengan ukuran panjang, lebar dan

dalam masing-masing 30 x 30 x 17 m. Satu unit bagan rambo, luas jaring yang

digunakan berkisar antara 3500 – 4000 m2.

(d) Roller

Berdasarkan fungsinya, maka roller atau pemutar pada bagan rambo

terdiri atas 3 (tiga) jenis yaitu :

(1) Roller untuk bingkai jaring, berfungsi untuk menurunkan atau menarik

bingkai jaring pada saat setting dan hauling. Roller ini dipasang melintang

pada sisi kiri dan kanan bagian tengah rangka bagan, tingginya 1 m.

Panjang tali roller ini antara 25 – 45 meter. Ukuran diameter tali roller

(33)

pemutar (tangkai untuk memutar roller) masing-masing 3 buah dengan

panjang 1,3 meter dan diameter 10 cm berjumlah 4 buah.

(2) Roller untuk tali jangkar, berfungsi untuk menurunkan dan menarik tali

jangkar. Roller ditempatkan pada bagian depan perahu utama,

panjangnya 3,5 m, tinggi 1 m, dan diameter 25 cm. Pada roller ini dibuat

handle pemutar (tangkai untuk memutar roller) sebanyak 2 buah pada

masing-masing sisi luar yang panjang pemegangnya 1,5 m diameter 4 cm

berjumlah 4 buah. Pada roller ini disiapkan tali jangkar dengan panjang

350 meter dengan diameter 3,5 cm terbuat dari bahan polyethylen (PE).

(3) Roller pemberat, berfungsi untuk menarik dan menurunkan batu arus.

Batu arus ini beratnya 35 kg berfungsi untuk menahan bingkai jaring pada

saat arus kencang sehingga bingkai jaring tetap berada di bawah rangka

bagan. Roller pemberat berjumlah 4 buah, 2 buah di depan dan 2 buah di

belakang. Tinggi roller 50 cm, diameter 12 cm, dan panjang 70 cm. Tali

yang digunakan pada roller ini terbuat dari polyethylen (PE) berdiameter 1

cm dengan panjang 50 m. Secara rinci deskripsi bagan dapat dilihat pada

Gambar 4 dan Tabel 1 dan 2.

(e) Generator set (genset)

Sumber tenaga untuk menyalakan lampu pada bagan rambo menggunakan

genset yang dipasang dalam lambung kapal. Kapasitas daya genset yang

digunakan 20 KVA. Genset ini digerakkan dengan mesin merek Yanmar TF 300,

dengan daya kerja maksimum 2400 rpm 30 pk.

(f) Lampu

Jenis lampu yang digunakan bagan rambo adalah lampu mercury. Jumlah

watt dan warna lampu bagan rambo yang digunakan selama penelitian adalah

lampu 250 dan 500 watt dengan menggunakan warna kuning dan putih. Dua buah

warna kuning 500 watt lampu di pasang setinggi 6 m dan 2 buah lampu warna

putih 500 watt dipasang setinggi 3 m pada tiang kapal menghadap ke depan dan

ke belakang. Setiap sisi kapal dipasang 4 buah lampu, 1 lampu warna kuning 500

watt, 1 buah lampu berwarna putih 500 watt dan 2 buah lampu warna putih 250

(34)

jauh. Tiga puluh delapan buah lampu warna putih 250 watt dan dua lampu fokus

berkekuatan 500 watt ditempatkan di bawah rangka bagan yang dapat diredupkan

dan berfungsi mengkonsentrasikan ikan di catchable area. Setiap bola lampu

dilengkapi dengan reflektor terbuat dari wajan (aluminium) dengan diameter 30

cm, kecuali lampu fokus ditempatkan dalam wadah berbentuk silender agar

cahaya lampu terfokus pada perairan. Total jumlah lampu yang digunakan pada

bagan rambo ini adalah 60 buah dengan menggunakan kekuatan 18 kW.

(g) Rumah bagan

Rumah bagan pada bagan rambo di tempatkan di atas perahu utama dan

berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 7 m, lebar 3,75 m dan tinggi

2,75 m. Rumah bagan ini berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat panel lampu

dan saklar, genset, dan peralatan lainnya.

(h) Alat bantu lainnya

Peralatan lain yang ada pada bagan rambo adalah alat bantu dalam

memperlancar operasional antara lain radio komunikasi, keranjang, peti, dan

serok. Radio komunikasi digunakan berkomunikasi antara juragan laut dan

juragan darat (punggawa laut dan punggawa darat), sesama nelayan untuk

mengetahui fishing ground, harga ikan, dan hasil tangkapan. Keranjang berfungsi

sebagai wadah hasil tangkapan setelah disortir. Setiap bagan rambo mempunyai

minimal 30 buah keranjang. Peti merupakan tempat penyimpanan hasil tangkapan

sebelum dibawa ke darat. Peti ini mempunyai ukuran panjang 78 cm, lebar 46

cm dan tinggi 50 cm. Selain alat tersebut di atas, alat lain adalah serok yang

berfungsi mengangkat hasil tangkapan dari jaring ke atas perahu. Serok ini

mempunyai ukuran panjang 3,5 meter dengan dameter bukaan mulut 50 cm, dan

(35)
(36)

Tabel 1 Dimensi bagan rambo, perahu observer dan perahu pengangkut yang

Jenis Jaring/waring Waring (poliprophylene) P. 30 m, L. 30 m, T. 17 m watt, 6 buah berwarna kuning 500

watt)

Jenis Lampu Mercury

Mesin Penggerak Mitsubishi fuso

8 selinder

Jianding 14 pK

Mesin Generator (pK) Yanmar TF 30030 Pk

Dinamo 20 KVA

Nama Pemilik H. Gani H. Gani Syafruddin

Juragan laut Rustam Lawi Uppi

Jumlah ABK 14 1

Daerah Penangkapan 4°19’19,9” LS - 119°16’201” BT

Tabel 2 Spesifikasi teknis bagan rambo yang digunakan selama penelitian

(37)

Gambar 5 Bahan dan peralatan yang digunakan selama penelitian (1) timbagan elektrik, (2) GPSMAP 168 sounder, (3) side scan sonar colour, (4) video disc recorder dan stereo video titler and processor beserta CD-R, (5) handycam (sony) dan kaset MP8 120, (6) kamera bawah air (rakitan), (7) Botol sampel, hand refractometer dan sigma, (8)

current meter), (9) genset (pro-tiger TG1000)

(38)

3.2.3 Kapal pengamatan (platform observer)

Platform observer (perahu nelayan) dilengkapi dengan side scan sonar

colour (JRC, model JFP-101, frekuensi : 180kHz, beam angle : 10°, depression

angle : 3°) yang menggunakan video kamera (SONY, type CCD-MC1) yang

dihubungkan dengan video disk recorder (Data Video VDR-3000) untuk merekam

data), hand refractometer (merk kruss), current meter (valeport seri 07481), botol

sampel (botol nansen) yang dilengkapi dengan thermometer. Perlengkapan

penunjang penelitian yang ada di atas kapal adalah 1 unit genset (PRO TIGER –

TG100) sebagai sumber listrik.

(39)

3.3 Pengamatan, Pengukuran dan Pengumpulan Data 3.3.1 Pengamatan proses penangkapan

Pengamatan proses penangkapan (penurunan jaring, penyalaan lampu,

pemadaman lampu secara teratur dan penarikan jaring) dilakukan setiap tahapan

kegiatan operasi di daerah penangkapan ikan dan menghitung waktu yang

dibutuhkan untuk setiap tahapan kegiatan. Data hasil tangkapan (jenis, ukuran dan

berat ikan) dan jumlah hauling setiap malam digunakan untuk membuat diagram

proses penangkapan dan mencoba menganalisis secara deskriptif.

3.3.2 Pengukuran iluminasi cahaya bawah air

Pengukuran iluminasi cahaya bawah air (lux) diukur pada bagian tengah

bagan ke arah horizontal ke sudut bagan dengan interval 5, 10, 20, 30 , 40 ,50 m.

Pengukuran dilakukan mulai dari kedalaman nol meter dengan interval 1 meter.

Iustrasi pegukuran intensitas cahaya di bagan rambo diperlihatkan pada Gambar 8.

(40)

3.3.3 Pengukuran profil dasar perairan

Pengukuran profil dasar perairan dilakukan dengan menggunakan GPSMAP

168 sounder yang ditempatkan di platform observer. Platform observer yang

berlayar sepanjang jalur transek seperti Gambar 9. Data akustik direkam secara

terus menerus selama pelayaran dengan interface NMEA 0813 dengan transfer

data per 10 detik yang dihubungkan dengan komputer.

Gambar 9 Alur pelayaran akustik data profil dasar perairan

3.3.4 Pengamatan tingkah laku ikan

Observasi tingkah laku ikan pada bagan rambo dilakukan dengan

menggunakan dua cara yaitu : (1) pengamatan secara visual di permukaan air dan

pengamatan bawah air (2) pengamtan bawah air dengan menggunakan metode

akustik.

Pengamatan tingkah laku ikan secara visual di atas permukaan air meliputi

jenis ikan dan pola pergerakan kawanan ikan. Pengamatan ini dilakukan secara

visual pada permukaan perairan sampai dengan kedalaman 1,5 meter. Data di

(41)

Pengamatan bawah air dilakukan dengan menggunakan teknik akustik yaitu

dengan menggunakan side scan sonar colour. Pengoperasian perangkat akustik

dilakukan selama operasi penangkapan ikan. Variabel yang dapat diamati dengan

alat ini adalah pola tingkah laku dan sebaran kawanan ikan di sekitar bagan pada

beberapa waktu setting dan hauling (waktu setting/hauling : Sebelum tengah

malam pukul 18.00-22.00; Tengah malam pukul 22.00-02.00 dan setelah tengah

malam pukul 02.00 06.00), pola tingkah laku kawanan ikan ketika pemadaman

lampu, bagaimana pola tingkah laku pergerakan kawanan ikan serta sebaran

kawanan ikan setelah hauling.

Pengambilan data akustik dilakukan dengan menempatkan side scan sonar

colour di platform observer yang diarahkan ke arah bagan rambo dengan sudut

sebesar 3600 dengan jarak platform observer dengan bagan rambo sejauh kurang

lebih 60 - 90 meter (Gambar 6). Data akustik direkam terus menerus sepanjang

malam. Pengambilan data dengan side scan sonar colour menggunakan kamera

yang dihubungkan dengan video disc recorder dan stereo video titler and

processor yang direkam dengan menggunakan CD-Recordable. Transfer data

untuk setiap malamnya menggunakan 7 - 9 CD-Recordable dengan perincian 2

atau 3 kali setting semalam.

Data yang diperoleh dari side scan sonar colour dilengkapi dengan data

underwater camera yang dapat memonitoring pola pergerakan kawanan ikan.

Underwater camera dihubungkan dengan televisi yang selanjutnya data di rekam

dengan menggunakan handycam.

3.3.5 Pengamatan beberapa faktor oseanografi

Faktor oseanografi diketahui untuk menjelaskan keterkaitan dengan

faktor-faktor lainnya. Dalam penelitian ini arus dan kecerahan merupakan parameter

penting yang perlu diketahui. Suhu dan salinitas diketahui sebagai faktor

pendukung.

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan current meter. Kecepatan

arus diukur sebelum dan setelah hauling. Pengukuran kecepatan arus dilakukan

(42)

Suhu dan salinitas diukur dengan menggunakan bantuan cammerer water

sampler untuk mengambil sampel air di beberapa kedalaman. Suhu dan salinitas

diukur dengan menggunakan thermometer dan handrefractometer dimana lokasi

kedalaman dan waktu pengambilan data seperti halnya pengukuran suhu.

Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan seicchi disk. Pengukuran

kecerahan dilakukan 1 jam sebelum waktu pengangkatan jaring.

3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Proses penangkapan

Analisis proses penangkapan dilakukan secara deskriptif untuk melihat

tahapan kegiatan operasi dan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk setiap

tahap kegiatan. Data tersebut digunakan untuk membuat diagram proses

penangkapan.

3.4.2 Distribusi iluminasi cahaya bawah air

Menurut Nikonorov (1975), iluminasi cahaya dalam kolom air menurun

secara eksponensial berdasarkan hukum Burger sebagai berikut :

e

I

I

x o kx

= ... (1)

dimana: Ix = intensitas cahaya pada kedalaman yang ditentukan (lux)

Io = intensitas cahaya awal yang masuk dalam air (lux) e = logaritma dasar natural

k = koefisien atenuasi

x = panjang path dari sinar cahaya (m)

Persamaan ini dipakai untuk memperoleh koefisien atenuasi dan intensitas

cahaya awal yang masuk dalam perairan dari hasil pengukuran dengan lux meter.

Dengan memperoleh koefisien atenuasi dapat diduga nilai iluminasi cahaya bawah

air dengan interval 1 m sampai kedalaman 20 m. Hasil perhitungan iluminasi

cahaya dinormalkan untuk medapatkan formula iluminasi cahaya yang masuk ke

dalam perairan dengan menggunakan software CURVA EXPERT 1.3. Formula

yang didapatkan selanjutnya digunakan untuk mencari distribusi iluminasi cahaya

dalam perairan. Tampilan kontur distribusi iluminasi cahaya bawah air bagan

(43)

3.4.3 Pola tingkah laku ikan

Pola distribusi kawanan ikan disekitar pencahayaan sebelum dan setelah

proses penangkapan, pola kedatangan kawanan ikan disekitar pencahayaan dan

tingkah laku ikan disekitar pencahayaan yang meliputi pola pergerakan pada saat

pengoperasian bagan dianalisis secara deskriptif berdasarkan pengamatan visual

untuk ikan-ikan yang terakumulasi di bawah cahaya lampu sampai dengan

kedalaman 1,5 meter. Analisis data di kedalaman lebih dari 1,5 meter

menggunakan metode akustik untuk mengetahui tingkah laku ikan yang ada di

dalam kolom air.

Data hasil rekaman side scan sonar colour dimati secara deskriptif untuk

mengetahui pola pergerakan kawanan ikan. Kecepatan pergerakan kawanan ikan

juga dapat diketahui dengan menghitung jarak perpindahan kawanan ikan pada

rekaman side scan sonar colour dan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan

perpindahan. Pola kawanan ikan juga dapat diamati dari hasil rekaman side scan

sonar colour dengan melihat bentuk kawanannya dan jenisnya dapat diketahui

dengan menghubungkan dengan data hasil tangkapan. Data hasil rekaman side

scan sonar colour juga diamati pola kedatangan kawanan ikan di sekitar

pencahayaan, pola pergerakan pada saat lampu dipadamkan secara bertahap dan

pola penyebaran kawanan ikan setelah proses hauling.

3.4.4 Komposisi jenis hasil tangkapan

Persentase komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian dan komposisi

jenis berdasarkan waktu pengamatan (sebelum malam, tengah malam dan setelah

tengah malam dihitung dengan menggunakan rumus:

%

p = persentase satu jenis ikan yang tertangkap

n1= berat satu jenis ikan setiap kali sampling (kg)

N = berat total tangkapan setiap kali hauling (kg)

Selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui distribusi hasil

tangkapan dengan melihat standar deviasi hasil tangkapan masing-masing waktu

(44)
(45)

4

HASIL

4.1 Proses penangkapan

Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang

anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut

dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin dan bertanggung jawab penuh

terhadap seluruh operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Tugas

masing-masing ABK pada saat operasi dibagi atas : 1 orang mengatur pencahayaan

lampu, 1 orang mengatur tali jangkar pada saat hauling, 2 orang bertugas

mengangkut hasil tangkapan dan 12 orang bertugas memutar roller dan

menggiring ikan pada salah satu sisi bagan yang berfungsi sebagai kantong.

Proses penangkapan dimulai dengan menentukan fishing ground.

Penentuan fishing ground dilakukan dengan melihat pengalaman tahun-tahun

sebelumnya, hasil tangkapan nelayan malam sebelumnya, dan hasil tangkapan

nelayan lain. Penentuan fishing ground sepenuhnya berada pada juragan laut.

Bagan ditarik ke fishing ground setelah lokasi fishing ground ditentukan.

Jarak dari fishing base ke fishing ground sekitar 20 mil. Lama waktu yang

dibutuhkan ke fishing ground sekitar 6 jam. Penurunan jangkar pada fishing

ground dilakukan setelah dilakukan pengecekan dasar perairan. Dasar perairan

sebaiknya berlumpur dan dekat dengan batu agar terlindung dari arus dan

gelombang yang besar.

Setting dimulai pada saat senja hari (pukul 18.00 WIT) setelah semua

ujung jaring telah diikatkan pada bingkai bagan dan selanjutnya dilakukan

penyalaan lampu. Sebelum bingkai jaring diturunkan, batu arus yang berfungsi

sebagai penahan jaring dari arus diturunkan terlebih dahulu.

Dua sampai tiga jam setelah lampu dinyalakan dilakukan pemadaman

lampu. Pemadaman lampu dilakukan secara bertahap untuk menghindari agar

ikan tidak kaget dan ikan semakin mendekat ke tengah jaring. Lampu pertama

yang dipadamkan adalah lampu yang berada pada bagian pinggir rangka bagan.

Bersamaan dengan itu lampu fokus dinyalakan dan lampu tiang juga dipadamkan.

(46)

di bawah rangka bagan yang dinyalakan. Pemadaman lampu di bawah rangka

bagan juga dilakukan secara bertahap, mulai dari bagian luar rangka bagan,

sehingga kawanan ikan diharapkan semakin mendekat ke arah perahu. Pada

akhirnya hanya lampu fokus yang menyala dan diredupkan secara perlahan

selama 10 – 15 menit (pendapat nelayan = peredupan dilaksanakan jika yang

terkonsentarsi ikan layang, jika ikan teri maka peredupan lampu fokus tidak

dilakukan).

Penarikan jaring dimulai setelah juragan laut telah memberikan isyarat

bahwa jaring segera ditarik. Penarikan jaring dilakukan setelah juragan

mengamati secara visual kawanan ikan yang terdapat di bawah rangka bagan.

Pemutaran roller jaring dilakukan dengan cepat agar kawanan ikan pada

catchable area tidak meloloskan diri. Pada saat pemutaran roller jaring, tali

jangkar juga dikendorkan agar bingkai jaring tepat berada di bawah perahu pada

saat penarikan bingkai jaring. Waktu yang dibutuhkan untuk menarik jaring

sampai kepermukaan air bergantung pada kecepatan arus dan kedalaman bingkai

jaring, umumnya lama penarikan jaring berkisar 10 menit.

Proses selanjutnya adalah menggiring ikan ke bagian sisi jaring yang

berfungsi sebagai kantong setelah bingkai jaring ditarik sampai rangka bagan dan

lampu dinyalakan kembali. Jika ikan sudah terkumpul, ikan diangkat ke atas

perahu dengan menggunakan serok dilanjutkan dengan penyortiran. Ikan yang

sejenis dikelompokkan ke dalam satu basket dan dimasukkan ke dalam peti

setelah dicampur es. Pada saat ini pula tali jangkar ditarik kembali, jaring

diturunkan untuk melakukan proses penangkapan berikutnya. Secara singkat

proses penangkapan ikan pada bagan rambo dapat dilihat pada Gambar 11 dan

illustrasi metode pengoperasian bagan dapat dilihat pada Gambar 12.

Waktu yang dibutuhkan dalam penyalaan lampu berbeda-beda bergantung

pada waktu hauling, musim ikan, kedatangan ikan, periode bulan dan keadaan

cuaca. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan dalam operasi bagan

(47)
(48)

Gambar 12 Ilustrasi metode pengoperasian bagan rambo (1 kolom perairan).

Tabel 3 Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktifitas operasi bagan rambo di Selat Makassar

No. Deskripsi Waktu yang dibutuhkan (menit)

1. Persiapan setting 10 - 20

2. Pencahayaan 120 - 240

3. Pemadaman lampu secara berkala 30 – 60

4. Hauling 10 – 15

5. Menggiring ikan ke sisi perahu 10 – 15

6. Mengangkat hasil tangkapan ke

atas perahu 5 – 50

7. Penyortiran hasil tangkapan 15 – 90

1 1

(49)

Bagan rambo dengan alat bantu cahaya akan menarik ikan karena

intensitas cahaya, warna cahaya, kecerahan perairan yang mendukung, dan

keberadaan ikan di sekitar fishing ground. Ikan-ikan akan bergerak mendekati

sumber cahaya disebabkan oleh fototaksis positif, mencari makan, ataupun

keduanya, yaitu sifat fototaksis positif dan mencari makan.

Ikan-ikan yang berfototaksis positif akan memilih cahaya yang disenangi.

Ikan berenang di atas jaring atau di bawah jaring dan berdiam lama di sekitar

pencahayaan. Ikan-ikan yang mencari makan akan berada di sekitar pencahayaan

selama makanan masih tersedia dan akan meninggalkan daerah pencahayaan

apabila makanan tidak ada lagi. Ikan yang berfototaksis positif dan mencari

makan berada di sekitar pencahayaan sambil melakukan aktivitas makan (feeding

activity).

Pemadaman lampu secara berkala pada saat pengoperasian bagan rambo

mengakibatkan ikan-ikan semakin mendekati catchable area. Ikan yang

berfototaksis positif tetap terkonsentrasi di sekitar pencahayaan. Pada saat hanya

lampu fokus yang menyala, ikan yang berfototaksis positif telah berada pada

catchable area. Pada saat hauling sebagian ikan masuk ke dalam lingkup jaring

dan sebagian lagi meloloskan diri. Ikan-ikan yang meloloskan diri ada yang

masih tetap berada di sekitar daerah pencahayaan dan ada yang berenang

menghindar dan menjauhi bagan.

4.2Distribusi iluminasi cahaya bawah air

Hasil pengukuran iluminasi cahaya bawah air di bawah bagan rambo dapat

dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya bawah air

pada Tabel 4, dicari koefisien ateniasi dengan menggunakan formula (1). Hasil

perhitungan selanjutnya di analisis dengan menggunkan software Curva Eexpert

1.3 untuk medapatkan formula nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai

kedalaman dan jarak dari bagan setelah dinormalkan diperlihatkan pada

(50)

Tabel 4 Hasil pengukuran intensitas (lux) bawah air bagan rambo

(51)

Nilai estimasi iluminasi cahaya selanjutnya dibuat kontur distribusi

iluminasi cahaya yang masuk dalam perairan dianalisis dengan menggunakan

software SURFER versi 7.0 (Gambar 13).

Kontur iluminasi cahaya bagan rambo yang menggunakan lampu mercury

meperlihatkan pola iluminasi cahaya yang berada dalam radius 5 m di bawah

perahu bagan menunjukkan bahwa cahaya lebih jauh menembus perairan. Hal ini

disebabkan pada daerah ini terdapat lampu fokus yang arah pencahayaannya

terfokus secara vertikal ke dalam perairan. Pola iluminasi juga memperlihatkan

bahwa pola iluminasi cahaya sangat tergantung dari tata letak lampu di atas bagan.

Gambar 14 Hasil estimasi iluminasi cahaya pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m dari perahu bagan rambo yang menggunakan lampu merkuri

Hasil analisis data menunjukkan bahwa iluminasi cahaya di bawah air

berkurang secara ekponensial dengan semakin bertambahnya kedalaman. Pola

iluminasi cahaya tergantung dari awal intensitas cahaya yang masuk ke dalam

perairan. Intensitas awal tergantung dari jarak sumber cahaya sudut dan keadaan

gelombang.. Nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai kedalaman dan jarak

dari bagan setelah dinormalkan diperlihatkan pada Gambar 14. Hasil analisis

menunjukkan bahwa koefisien atenuasi berkisar antara 0,11 sampai 0,74.

Koefisien atenuasi diperoleh pada pengukuran yang dipengaruhi oleh jarak dari

Gambar

Gambar 3  Peta lokasi pengamatan di perairan Barru Selat Makassar
Gambar  4   Desain bagan rambo yang digunakan selama penelitian
Tabel  2  Spesifikasi teknis bagan rambo yang digunakan selama penelitian
Gambar 6 Posisi peralatan di atas bagan dan platform observer selama penelitian dimana (1) jarak bagan dengan platform observer (60 -100 m), (2) bagan rambo, (3) lampu mercury, (4) platform observer, (5) GPS map sounder, (6) side scan sonar colour, (7) handycam, (8) permukaan air laut, (9) kedalaman perairan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesulitan guru dalam menyusun instrumen penilaian autentik terletak pada cara mengembangkan indikator dari Kompetensi Dasar, yaitu dalam menentukan kata kerja

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan metode sex reversal menggunakan beberapa bahan alami seperti madu dan air kelapa yang dapat mengalihkan kelamin menjadi

Perilaku konsumen diukur dengan preferensi konsumen yaitu pilihan konsumen dalam membeli buah jeruk keprok yang diukur dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari

Jika Peraturan Walikota telah diubah lebih dari satu kali, Pasal I memuat, selain mengikuti ketentuan pada Nomor 4 huruf a, juga tahun dan nomor dari Peraturan

Karakteristik performa dari kendali vektor yang telah diaplikasikan pada skema simulasi sistem PLTB untuk torsi masukan ke generator dalam kondisi konstan dapat dilihat

Seperti yang telah tercantum dalam Permen 24 Tahun 2008 Tentang Standard Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah salah satunya yakni untuk menjadi kepala tenaga adminstrasi

Khususnya untuk tugas belajar di Luar Negeri, masa tugas belajar adalah lebih dari 3 (tiga) bulan dan untuk selama-lamanya 3 (tiga) tahun.. Gaji aktif dibayarkan sampai tanggal