PENGEMBANGAN TAMAN WISATA ALAM TELOGO WARNO
TELOGO PENGILON BERDASARKAN PRINSIP
SUSTAINABLE TOURISM
SHINTA MERLINDA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Shinta Merlinda
ABSTRAK
SHINTA MERLINDA. Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism. Dibimbing oleh E. K. S. HARINI MUNTASIB dan EVA RACHMAWATI
Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon (TWATWTP) dapat dikembangkan secara berkelanjutan (Sustainable Tourism). Penelitian dilakukan di TWATWTP pada bulan Juni-Juli 2014. Data yang dikumpulkan meliputi potensi fisik, biologi, keterlibatan masyarakat dalam wisata, keaslian budaya dan pengembangan wisata menurut pengelola. Pengembangan wisata TWATWTP berdasarkan prinsip Sustainable Tourism menurut Eber (1992) dan Kemenparekraf (2012) yang dimodifikasi yaitu. Penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan harus sesuai dengan fungsi kawasan, diimbangi kegiatan konservasi dan diperlukan perlakuan khusus pada setiap objek. Upaya dalam mempertahankan keragaman yaitu penataan tumbuhan, mengurangi kegiatan penebangan liar, pemeliharaan habitat, dan memberikan sanksi yang tegas. Selain itu diperlukan tindakan konservasi alam seperti perlindungan, pengawetan dan pemanfatan sumberdaya alam. Selain itu, untuk mendukung pengembangan wisata di TWATWTP diperlukan pula kegiatan pelibatan masyarakat lokal dalam perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan wisata dan mempertahankan keaslian budaya seperti pesembanhan bumi dan pelarungan rambut gimbal.
Kata kunci: pengembangan wisata, sustainable tourism, TWATWTP
ABSTRACT
SHINTA MERLINDA. Nature in Tourism Park Telogo Warno Telogo Pengilon Development Based On Sustainable Tourism Principle. Supervised by E K.S. HARINI MUNTASIB and EVA RACHMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
PENGEMBANGAN TAMAN WISATA ALAM TELOGO WARNO
TELOGO PENGILON BERDASARKAN PRINSIP
SUSTAINABLE TOURISM
SHINTA MERLINDA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Alhamdulilah puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW. Berkat rahmat NYA sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon berdasarkan prinsip Sustainable Tourism”.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terutama kepada Prof Dr E.K.S Harini Muntasib dan Eva Rachmawati, S.Hut,M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan iklas dalam memberikan saran, arahan dan bimbingan selama penelitian serta penyusunan skripsi. Keluarga tercinta yang selalu setiap saat memberikan doa, dukungan dan kasih sayang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, Taman Wisata Alam Telogo Warno dan Telogo Pengilon Seksi Konservasi Wilayah II Pemalang Resort Konservasi Wilayah Wonosobo yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian. Kepada Nur Dyah Ayu Novita, Eko Hartanto, Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH 47) dan Nepenthes raflesia 47 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat serta berbagi suka dan duka selama menuntut ilmu di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 1
METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Alat dan Bahan 2
Teknik Pengumpulan Data 2
Analisis Data 4
Sintesis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5
Kondisi Wisata di TWATWTP 6
Pengembangan Wisata TWATWTP Berdasarkan Prinsip
Sustainable Tourism 14
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
DAFTAR TABEL
1 Teknik Pengumpulan Data 3
2 Kriteria Penilaian dan Pengembangan objek daya tarik wisata 5
3 Klasifikasi Penilaian objek daya tarik wisata 5
4 Keunikan Sumberdaya 11
5 Sumberdaya yang Menonjol 12
6 Kepekaan Sumberdaya 12
7 Rekapitulasi Penilaian ODTW 13
8 Daftar Tumbuhan 21
9 Daftar Satwaliar 23
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian TWATWTP 2
2 Telogo Warno Telogo Pengilon 6
3 Kondisi Bentang Alam di TWATWTP 9
4 Potensi Tumbuhan yang Dimanfaatkan di TWATWTP 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar Tumbuhan 22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon (TWATWTP) merupakan kawasan konservasi yang berada di Dataran Tinggi Dieng. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah tahun 2012, TWATWTP memiliki dua buah Telaga, Kompleks Gua dan sebagai habitat satwaliar. Potensi tersebut dapat dijadikan kegiatan wisata alam. Wisata alam merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela bersifat sementara menikmati keunikan dan keindahan alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010).
Potensi sumberdaya alam dan budaya yang dimiliki TWATWTP hingga kini belum dikembangkan. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah tahun 2012 Telogo Warno dan Telogo Pengilon mengalami ancaman erosi, sedimentasi, perubahan kualitas dan kuantitas air, pendangkalan dan perubahan ekosistem akibat meluasnya penggunaaan lahan pertanian kentang. Untuk menjaga sumberdaya alam dan memperbaiki kerusakan sumberdaya alam perlu suatu pengembangan wisata yang diarahkan ke pengelolaan sumberdaya alam atau prinsip Sustainable Tourism. Prinsip Sustainable Tourism menurut Hirotsune (2011) pengembangan sumberdaya alam yang tetap memperhatikan kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Prinsip Sustainable Tourism menurut Eber (1992) yaitu menggunakan sumberdaya secara berkelanjutan, mengurangi konsumsi yang berlebih dan limbah, mempertahankan keragaman, mengintegrasikan pariwisata ke dalam perencanaan, mendukung ekonomi lokal, melibatkan masyarakat lokal, pelatihan staf, konsultasi pemangku kepentingan dan masyarakat, pemasaran pariwisata bertanggung jawab dan melakukan penelitian. Sementara itu, dalam Kemenparekraf (2012) dijelaskan prinsip Sustainable Tourism yaitu memanfaatkan sumberdaya lingkungan secara optimal dengan tetap menjaga ekologi dan konservasi, menghormati keaslian budaya dan komunitas masyarakat dan memastikan operasi jangka panjang. Untuk melakukan suatu pengembangan dan tetap mempertahankan keberlanjutan sumberdaya alam maka pengembangan berdasarkan prinsip Sustainable Tourism dapat diterapkan di TWATWTP.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menyusun rencana pengembangan TWATWTP berdasarkan prinsip Sustainable Tourism.
Manfaat Penelitian
2
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di TWATWTP meliputi wilayah Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara selama satu bulan pada bulan Juni-Juli 2014.
Gambar 1 Lokasi penelitian TWATWTP
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah alat tulis, perekam suara, kamera, binokuler, laptop, headlamp/senter, plastik spesimen, buku panduan lapang tumbuhan dan satwaliar (mamalia, herpetofauna dan burung) dan bahan yang digunakan yaitu panduan wawancara.
Teknik Pengumpulan Data
3 Tabel 1 Teknik pengumpulan data berdasarkan prinsip Sustainable Tourism
No. Jenis data Informasi yang
Pemanfaatan tanah Studi pustaka, observasi lapang dan wawancara Pemanfaatan air Studi pustaka, observasi
lapang dan wawancara pengelola dan masyarakat Pengelolaan air Wawancara pengelola dan
masyarakat Pemanfaatan Wawancara pengelola dan
masyarakat Keaslian budaya Wawancara kepada
masyarakat
4
pengelola. Data dan informasi diperoleh dari berbagai sumber yaitu buku, dokumen, website yang dapat menunjang dan berkaitan dengan penelitian.
Wawancara
Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Berikut responden yang diwawancara :
a. Pengelola TWATWTP
Wawancara dilakukan kepada dua orang pengelola yaitu Kepala Resort yang merangkap sebagai Polisi Hutan (Polhut) dan satu orang Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) untuk mendapatkan data terkait beberapa aspek diantaranya aspek fisik (jenis tanah dan sumber air), biologi (jenis tumbuhan dan satwaliar), bentuk pelibatan masyarakat lokal dan bentuk pengembangan wisata di TWATWTP.
b. Masyarakat
Masyarakat yang diwawancara ditentukan dengan metode Purposive Sampling. Responden dipilih berdasarkankriteria yang sesuai dengan keterlibatan masyarakat dalam wisata, masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya air, tumbuhan, satwaliar dan keaslian budaya. Pengambilan responden dilakukan di tiga desa yaitu Dieng Wetan, Dieng Kulon dan Jojogan dengan penentuan jumlah sampel adalah 30 responden tiap desa sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 90 responden. Pengambilan jumlah sampel ukuran minimum sebanyak 30 sampel (Hasan 2002).
Pengamatan lapang
Pengamatan lapang dilakukan untuk memverifikasi data tanah, air, bentang alam, tumbuhan dan satwaliar yang telah didapatkan sebelumnya pada studi pustaka. Pengamatan tumbuhan dan satwa dilaksanakan dengan menggunakan metode rapid assessment. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari (06.00-09.00 WIB), sore hari (15.00-18.00 WIB) dan malam hari pada pukul (19.00-21.00 WIB). Pengamatan dilakukan dengan mencatat dan mendokumentasikan jenis tumbuhan dan satwaliar yang ditemukan disepanjang jalur.
Analisis Data
Identifikasi penggunaan sumberdaya tanah
Keseluruhan data jenis tanah diidentifikasi menggunakan Klasifikasi Tanah menurut Soepraptoharjo (1976,1977) dan Sistem Klasifikasi tanah (1978) dalam
Rachim dan Arifin (2011). Sedangkan pemanfaatan jenis tanah disesuaikan dengan PP No. 16 tahun 2004 tentang Penggunaan Tanah Secara Berkelanjutan. Identifikasi penggunaan sumberdaya air
Penggunaan sumberdaya air dilakukan dengan arahan pengelolaan keberlanjutan sesuai UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan, Konservasi dan Pemeliharaan Sumberdaya Air.
Analisis daya tarik
5 Kriteria Penilaian dan Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) oleh Dirjen PHKA (2003) yang telah dimodifikasi (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria penilaian dan pengembangan objek dan daya tarik wisata (Hasil modifikasi Dirjen PHKA 2003)
No Unsur /sub unsur daya tari Bobot nilai : 6
Kriteria yang dianalisis dalam penilaian ODTW hanya menganalisis daya tarik. Unsur daya tarik dibedakan menjadi tiga sub unsur yaitu keunikan sumberdaya alam, sumberdaya alam yang menonjol dan kepekaan sumberdaya alam. Setelah mendapatkan data skoring dulu dan akan diklasifikasikan menjadi kategori penilaian tinggi, sedang dan rendah (Tabel 3) yang kemudian akan menjadi dasar pengembangan berdasarkan prinsip Sustainable Tourism.
Tabel 3 Klasifikasi penilaian objek dan daya tarik wisata
Unsur penelitian Klasifikasi penilaian
Rendah Sedang Tinggi
6
Selang = S maks- S min K
Keterangan :
S maks : Nilai maksimal S min : Nilai minimal
K : Kelas
Sintesis Data
Dari hasil analisis data dilakukan sintesis data untuk pengembangan TWATWTP berdasarkan prinsip Eber (1992) dan Kemenparekraf (2012) yang dimodifikasi yaitu penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, mempertahankan keragaman, konservasi alam dan pelibatan masyarakat lokal dan keaslian budaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi TWATWTP secara geografis terletak diantara 7˚12’3” dan 7˚13’3” LS serta 109˚54’47” dan 109˚55’10” BT. Secara administratif lokasi berada di wilayah Desa Jojogan, Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Kawasan TWATWTP memiliki luas 39.6 ha dengan ketinggian ± 2100 mdpl, kemiringan mencapai 40%, curah hujan rata-rata 1.713 sampai 4.255 mm/tahun, suhu maksimum diantara 14.3˚ sampai 26.5˚C dan suhu minimum diantara 5˚ sampai 1˚C (BPS 2011).
TWATWTP merupakan salah satu tempat wisata di Dataran Tinggi Dieng. Kawasan ini pada awalnya ditunjuk sebagai Cagar Alam oleh Pemerintahan Hindia Belanda dengan Surat Gubernur Hindia Belanda No. 26 Stb 1940 No. 376 tanggal 10 Juli 1940 yang kemudian berubah statusnya menjadi Taman Wisata Alam dan memiliki status kawasan yang belum dikukuhkan (Gambar 2).
7 Kondisi Wisata TWATWTP
Potensi fisik wisata TWATWTP
Jenis tanah di TWATWTP yaitu Orgonosol Eutrof. Karakteristik tanah berwarna coklat, tumbuhan yang mendominasi yaitu jenis pakis-pakisan, rerumputan dan di beberapa lokasi tanah ditemukan bekas terbakar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soepraptoharjo (1977) dan Sistem Klasifikasi Tanah (1978) dalam Rachim dan Arifin (2011). Jenis tanah Orgonosol Eutrof menurut Soepraptoharjo (1977) dalam Rachim dan Arifin (2011) memiliki kepekaan terhadap erosi dan kesuburan tanah yang tergantung pada kondisi lingkungan.
Pada umumnya penggunaan tanah di TWATWTP digunakan untuk aktivitas wisata (jalan-jalan dan berfoto-foto) padahal menurut Mathieson dan Wall (1982) dampak dari akitivitas wisata seperti jalan-jalan, berfoto-foto dapat menimbulkan dampak terhadap aspek geologi dan tanah yaitu vandalisme, perubahan fisik dan kimia tanah, pemadatan tanah dan erosi tanah. Selain aktivitas wisata penggunaan tanah dibangun flying fox yang dibangun di tepi Telogo Warno
Sumberdaya air yang dimiliki TWATWTP yaitu Telogo Warno, Telogo Pengilon, air suci Tirta Perwitasari. Beberapa sumber air yang berada diluar kawasan yaitu gunung prau, telaga balekamba, mata air gembirung, sumur sebido, tuk bima lukar, tuk sidandan, tuk siton, kali tulis, kali anget, kali angkrung dan kali serayu. Sumber air Telogo Warno, Telogo Pengilon dan air suci Tirta perwitasari memiliki sumber mata air sendiri.
Sumber air Telogo Warno Telogo Pengilon digunakan masyarakat Jojogan untuk mengairi lahan pertanian. Dalam mengairi lahan pertanian masyarakat hanya menggunakannya pada saat musim kemarau atau persediaan air yang sudah tidak mencukupi. Untuk mencukupi kebutuhan air dibidang pertanian, masyarakat Jojogan menampung air hujan kedalam bak-bak besar untuk digunakan saat awal musim kemarau tiba. Hal ini termasuk kedalam kegiatan Konservasi air. Konservasi air adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir pada musim penghujan dan cukup air pada musim kemarau (Arsad 2006). Sedangkan sumberdaya air suci Tirta Perwitasari digunakan untuk pengobatan penyakit.
Salah satu upaya pengelola BKSDA dalam menjaga sumberdaya air yaitu bekerjasama dengan masyarakat. Upaya kerjasama BKSDA dengan masyarakat kelompok tani persada Jojogan yaitu masyarakat memanfaatkan lima titik sumber air, dua titik di Telogo Warno dan tiga titik di Telogo Pengilon yang terisi oleh mesin penyedot air. Selain itu untuk mempertahankan keberlanjutan air suci Tirta Perwitasari seperti memasuki gua harus menemui juru kunci terlebih dahulu karena tidak semua wisatawan bisa memasuki Kompleks Gua.
8
Posisi Telogo Warno dan Telogo Pengilon berada di tengah kawasan. Objek Telogo Warno dan Telogo Pengilon merupakan objek yang menyatu dengan luasan 15.3 ha. Meskipun objek ini menyatu, tetapi Telogo Warno memiliki nilai pengetahuan dan keindahan dari kandungan belerang yang cukup tinggi sehingga jika dibiaskan dengan sinar matahari dapat menghasilkan kombinasi warna. Kombinasi tersebut memiliki nilai kepercayaan atau mitos yaitu warna merah berarti amarah (marah), warna hitam berarti sofiah (menawan), warna putih berarti mutmainah (ketenangan) dan warna kuning berarti alamanah (jujur). Semua kombinasi warna dilambangkan seperti sifat-sifat manusia. Hasil warna tersebut tergantug dari cuaca, waktu dan posisi melihat objek. Sehingga terkadang pengunjung merasa dikecewakan karena tidak dapat menikmati kombinasi warna bahkan pengunjung menjumpai sampah yang berserakan di tepi Telogo Warno dan beberapa kegiatan vandalisme. Selain itu lokasi Telogo warno juga digunakan untuk upacara adat seperti pelarungan rambut gimbal dan pesembahan bumi. Sedangkan Telogo Pengilon merupakan Telogo air tawar yang permukaannya bening seperti cermin, konon jika seseorang memiliki sikap dan sifat yang baik, jika dia bercermin di Telogo Pengilon maka bayangannya akan menghasilkan wajah seperti Arjuna dan Dewi Shinta, tetapi objek Telogo Pengilon kini tidak dapat digunakan untuk bercermin karena permukaannya keruh yang diakibatkan dari tumpukan sampah dan tidak ada tempat sampah disekitar lokasi. Selain itu jalan setapak ditutupi oleh vegetasi rerumputan yang menjalar kesepanjang jalan. Keindahan kedua Telogo ini dapat dilihat dari Bukit Sidengkeng.
Kompleks Gua TWATWTP terdiri dari Gua Semar, Sumur dan Jaran. Gua Semar memiliki ukuran sedalam ± 4m dan didalam Gua Sumur terdapat kolam kecil yang mengandung air suci Tirta Perwitasari. Nilai sejarah atau mitos yang dimiliki tiap gua berbeda-beda yaitu digunakan untuk meditasi dan pengobatan penyakit. Gua Semar yang berarti “guguo barang sing samar” yang artinya
sebagai umat beragama kita harus percaya dengan Allah SWT, jika kita sudah percaya maka di anjurkan untuk menyembah kepada NYA dengan cara bersuci. Bersuci dapat dilakukan di Gua Sumur. Gua Sumur memiliki air suci Tirta Perwitasari yang sering dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit dan membuat awet muda. Selain itu terdapat Goa Jaran “ojo ngujar separan-paran”
yang berarti dalam bertutur kata maupun bersikap kita tidak boleh sembarangan. Selain itu Kompleks Gua memiliki nilai keindahan tumpukan bebatuan dan pepohonan yang berbentuk unik secara alami dan selalu diabadikan oleh pengunjung.
9 contoh dari beberapa kawah yang berada di Dataran Tinggi Dieng yang terbetuk dari proses kawah gunung berapi. Kawah Sikendang merupakan kawah yang berbunyi seperti kendang, aktif pada tahun 1997 dan 2005. Semenjak itu objek kawah ini sudah tidak aktif, hanya saja bau belerangnya masih terasa. Pengelola BKSDA belum mengatur dan mengelola dengan jelas dan intensif kepada semua objek yang dimiliki TWATWTP.
(3a) Telogo warno (3b) Telogo pengilon
(3c) Gua semar (3d) Gua sumur
(3e) Gua jaran (3f) Batu tulis
(3g) Pesanggrahan bumi pertolo (3h) Kawah sikendang Gambar 3 Kondisi bentang alam di TWATWTP
Potensi biologi wisata TWATWTP
10
hutan hujan tropis yang didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau. Beberapa vegetasi yang mendominasi Hutan tropis didaerah Jawa yaitu spesies Albizzia montana, Anaphalis javanica dan Cassuarina spp (Indriyanto 2006). Jenis tumbuhan yang ditemukan di TWATWTP beberapa sesuai dengan Indriyanto (2006) diantaranya cemara siuk (Casuarina junghuniana). Cemara siuk merupakan tumbuhan yang tumbuh di lereng gunung berapi dengan ketinggian 1500-3100 mdpl (Pinyopusarerk dan Williams 2005), dapat memainkan peran penting dalam suksesi hutan biasanya tanaman pionir (Van Steenis 1972). Menurut Pinyopusarerk dan Williams (2005) pohon ini toleran terhadap kebakaran dan meningkatkan kesuburan tanah. Selain jenis cemara gunung jenis lain yang ditemukan yaitu panca warna (Hydrangea macrophylla), kecubung terompet (Datura metel), pakis galar (Cyathea contaminan), carica (Carica candamarcensis), akasia (Acacia deccurens), teh wulung (Cammelia sinensis),
waluh (Sechium edule Sw), gelagah (Saccharum spontaneum), cemethi (Salix babylonica), kuping gajah (Anthurium crystallinum), puspa (Schima noronhae Rein), gandapura (Gaultheria fragrantissima Auct), urang-urangan (Urena trifolia), krangean (Litsea cubeba Pers) dan Alang-alang (Imperata cylindrica). Akasia merupakan tanaman invasive yang berada di TWATWTP, berasal dari Australia memiliki karakteristik siklus tumbuhan yang cepat dan mudah beradaptasi ( NAS 1979).
Jenis satwaliar yang ditemukan di TWATWTP yaitu 3 taksa yaitu aves, mamalia dan amfibi. Jenis aves yang ditemukan diantaranya kareo padi (Amaurornis phoenicurus), itik gunung (Anas superciliosa), raja udang (Alcedo coerulescens), mandar batu (Gallinula chloropus), elang hitam (Ictinaetus malayensis) dan burung kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis). Sedangkan jenis mamalia yang ditemukan yaitu tupai (Tupaia montana) dan garangan (Herpestes semitorquatu) dan jenis amfibi yang ditemukan yaitu katak serasah
(Microhyla achatina) merupakan spesies endemik pulau jawa dan katak yang sering dan berlimpah ditemukan lahan basah (Kurniati 2003).
Status jenis tumbuhan dan satwa, terdapat dua jenis satwa yang memiliki status dilindungi yaitu burung raja udang (Alcedo coerulescens) dan elang hitam
11
(4a) Panca warna (4b) Waluh (4c) Gelagah Gambar 4 Potensi tumbuhan yang dimanfaatkan di TWATWTP Kriteria penilaian dan pengembangan objek daya tarik wisata
Keunikan sumberdaya
Kriteria penilaian keunikan sumberdaya pada enam objek utama terdapat Lima objek memiliki nilai tertinggi (20) dalam penilaian keunikan sumberdaya yaitu Telogo Warno, Telogo Pengilon, Kawah Sikendang, Prasasti Batu Tulis dan Kompleks Gua (Tabel 3). Hanya satu objek yang termasuk dalam klasifikasi rendah yaitu Pesanggrahan Bumi Pertolo hal ini dikarenakan objek tersebut hanya memiliki keunikan sumberdaya alam berupa tumbuhan dan satwaliar.
Tabel 3 Keunikan sumberdaya yang di TWATWTP
No Objek Keunikan sumberdaya alam Nilai
1. TW Tumbuhan cemara siuk (Casuarina junghuhniana) 20 Satwaliar raja udang (Alcedo coerulescens)
Telogo Warno
2. TP Tumbuhan cemethi (Salix babylonica) 20
Satwaliar kareo padi (Amaurornis phoenicurus)
Telogo Pengilon
3. KG Gua semar, jaran dan sumur 20
Tumbuhan pakis galar (Cyathea contaminant)
Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
4. PBT Tumbuhan kuping gajah (Anthurium crystallinum) 20 Satwaliar tupai (Tupaia montana)
Peninggalan sejarah
5. PBP Tumbuhan panca warna (Hydrangea macrophylla) 15 Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
6. KS Tumbuhan gandapura (Gaultheria fragrantissima Auct) 20 Satwaliar kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis)
Kawah Sikendang
Keterangan: TW: Telogo Warno, TP: Telogo Pengilon, KG: Kompleks Gua, PBT: Perasasti Batu Tulis, PBP: Pesanggrahan Bumi Pertolo, KS: Kawah Sikendang
Sumberdaya alam yang menonjol
12
Tabel 4 Sumberdaya alam yang menonjol di TWATWTP
No Objek Banyaknya sumberdaya alam yang menonjol Nilai 1. TW Tumbuhan cemara siuk (Casuarina junghuhniana) 25
Satwaliar raja udang (Alcedo coerulescens)
Gejala alam pancaran warna yang ditimbulkan oleh Telogo Warno
Air Telogo Warno
2. TP Tumbuhan cemethi (Salix babylonica) 20 Satwaliar kareo padi (Amaurornis phoenicurus)
Air Telogo Pengilon
3. KG Tumbuhan pakis galar (Cyathea contaminant) 30 Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
Gejala alam pohon tumbang dan tumpukan batuan Batuan
Sumber air Tirta Perwitasari
4. PBT Tumbuhan kuping gajah (Anthurium crystallinum) 25 Satwaliar tupai (Tupaia montana)
Batuan
Gejala alam batu bisa ditumbuhi tumbuhan
5. PBP Tumbuhan panca warna (Hydrangea macrophylla) 20 Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
Batuan besar
6. KS Tumbuhan gandapura (Gaultheria fragrantissima
Auct)
20 Satwaliar kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis) Gejala alam Kawah Sikendang
Kepekaan sumberdaya alam
Kepekaan sumberdaya alam meliputi nilai sejarah/mitos, nilai pengetahuan, nilai keindahan dan nilai pengobatan. Seluruh objek umumnya memiliki nilai sejarah/mitos. Objek yang memiliki nilai kepekaan sumberdaya alam yang tinggi bernilai (25) yaitu Kompleks Gua (Tabel 5).
Tabel 5 Kepekaan Sumberdaya Alam di TWATWTP
No Objek Kepekaan sumberdaya alam Nilai
1. TW Nilai mitos/sejarah, keindahan dan pengetahuan 20
2. TP Nilai mitos/sejarah 10
3. KG Nilai mitos/sejarah, keindahan, pengetahuan dan pengobatan
25 4. PBT Nilai mitos/sejarah, keindahan dan pengetahuan 20 5. PBP Nilai mitos/sejarah dan nilai keindahan 15 6. KS Nilai mitos/ sejarah dan Nilai pengetahuan 15
13 Dwijayani et al. (2013) mengatakan bahwa objek wisata yang memiliki daya tarik yang unik maka berpotensi untuk menarik kunjungan wisatawani, hal tersebut dapat dilihat pada (Tabel 8).
Tabel 8 Rekapitulasi penilaian daya tarik TWATWTP
No Unsur TW TP KG PBT PBP KS Klasifikasi penilaian Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Pelibatan masyarakat lokal dan keaslian budaya
Pengembangan TWATWTP sudah melibatkan masyarakat local hal ini terukti dari hasil responden sebanyak 95.56% dan pendatang sebanyak 4.44 %, dalam pelibatannya tidak ada tipologi khusus masyarakat yang dilibatkan. Masyarakat dilibatkan dalam menjaga kawasan seperti Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan bekerja dengan masyarakat yang memanfaatkan jasa lingkungan dan kegiatan wisata seperti pemandu, penjaga wc, pedagang, pemilik homestay, karyawan homestay, pemilik home industri, karyawan home industri, ojek wisata dan penjaga tiket. Masyarakat selama ini didorong oleh pengelola BKSDA untuk melakukan berbagai kegiatan yang terkait kepercayaan kepada alam seperti melaksanakan ritual pesembahan bumi dan pelarungan rambut gimbal yang dilakukan di TWATWTP. Pesembahan bumi merupakan bentuk rasa syukur yang dilakukan oleh masyarakat pada bulan Suro. Sebelum melakukan pelarungan rambut gimbal, biasanya dilakukan upacara ruwatan rambut gimbal dengan memberikan semua permintaan dari anak gimbal.
Pengembangan wisata di TWATWTP menurut pengelola BKSDA
Taman Wisata Alam merupakan suatu Kawasan Pelestarian Alam yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata alam dan rekreasi seperti TWATWTP yang dikelola oleh BKSDA Jawa tengah. Untuk mengembangkan TWATWTP, BKSDA membuat suatu rencana pengelolaan yang bertujuan sebagai pedoman jangka panjang dan melestarikan kawasan TWATWTP dengan sasaran terwujudnya pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan kawasan secara terarah, terpadu, berkelanjutan, terjaga dan terpelihara fungsi kawasan. Kegiatan yang direncanakan 10 tahun kedepan 2013 sampai 2022 yaitu kegiatan: 1. Inventarisasi sumberdaya alam (SDA)
2. Pengukuhan kawasan 3. Penataan kawasan
4. Perlindungan dan pengamanan kawasan 5. Pengawetan keanekaragaman hayati 6. Pemanfaatan potensi SDA
7. Pembangunan sarana dan prasaranan
14
10. Peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat 11. Peningkatan kordinasi dan integrasi
12. Pengelolaan database potensi kawasan
13. Pengembangan investasi dan pengusahaan Jasa lingkungan 14. Perancangan dan strategi pendanaan
Permasalahan yang sering muncul di TWATWTP adalah banyaknya pohon akasia yang tumbang, masyarakat mengambil cabang ranting pohon yang kering untuk kayu bakar dan selain itu banyaknya pohon akasia yang tumbang mempengaruhi kawasan ini rawan pencuri, kurang tertibnya kesadaran pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya dan disekitar Telogo Pengilon belum ada tempat sampah, terbukanya jalan masuk TWATWTP tanpa adanya penghalang dan pengawasan sehingga menyebabkan bebasnya sepeda motor keluar dan masuk kawasan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan suatu pengembangan wisata yang berkelanjutan dengan kegiatan wisata yang tidak memanfaatkan lahan.
Pengembangan Wisata di TWATWTP berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism
Prinsip Pengembangan Wisata di TWATWTP berdasarkan Sustainable Tourism. Dari hasil modifikasi dua prinsip menurut Eber (1992) dan Kemenparekraf (2012) yang dapat digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan 2. Mempertahankan keragaman
3. Konservasi alam
4. Pelibatkan masyarakat lokal dan keaslian budaya Penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan
Aspek fisik
Pemanfaatan dan penggunaan tanah di TWATWTP agar berkelanjutan menurut PP No. 16 tahun 2004 harus sesuai dengan fungsi kawasan dengan syarat tidak mengubah fungsi, bentang dan ekosistem alam. Agar kegiatan flying fox dapat dilakukan dengan standar keamanan diperlukan pembangunan di ruang yang terbuka dan terjal bukan di tepian Telogo Warno. Selain itu upaya untuk mengurangi erosi diantaranya erodibilitas, mengatur kemiringan lereng, panjang lereng, vegetasi yang digunakan, faktor erosivitas dan pembuatan teras miring (Butar et al. 2013). Upaya untuk mengurangi lahan yang terbakar diperlukan pengendalian vegetasi alang-alang. Karena alang-alang menurut Mac Donald et al. (2002) berakar rimpang yang tumbuh menyebar mendatar di bawah permukaan tanah, bagian yang ada di atas permukaan tanah mudah terbakar. Ketika musim kemarau alang-alang menjadi sangat kering dan sangat mudah terbakar (Wibowo
et al. 1997 dalam Murniati 2002).
15 yaitu perlindungan, pelestarian sumberdaya air, pengawetan, pengelolaan kualitas dan kuantitas dan pengendalian pencemaran air dan pemeliharaan seperti merawat sumber daya air. selain itu menurut Arsad (2006) agar penggunaan sumberdaya air secara berkelanjutan dapat ditingkatkan maka dilakukan dengan cara melakukan konservasi penyediaan air dan pengelolaan air.
Penggunaan dan pemanfaatan bentang alam yang dimiliki TWATWTP yaitu Telogo Warno, Telogo Pengilon, Kompleks Gua, Prasasti Batu Tulis, Pesanggrahan Bumi Pertolo dan Kawah Sikendang. Dalam penggunaan objek TWATWTP belum diatur secara berkelanjutan maka diperlukan pengaturan tiap objek yaitu:
Telogo Warno
Penilaian daya tarik objek Telogo Warno sebesar 390 penilaian ini termasuk kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang tinggi. Hal ini dikarenakan telogo memiliki daya tarik yaitu menghasilkan kombinasi warna yang indah. Tetapi kombinasi tersebut terkadang tidak bisa dinikmati oleh pengunjung Sehingga diperlukan menjaga kombinasi warna tersebut. Untuk menjaga, menggunakan dan mengembangkan objek secara berkelanjutan maka diperlukan:
1. Perawatan yang intensif seperti pembersihan Telogo Warno.
2. Penelitian lebih lanjut terkait kapan waktu yang tepat untuk bisa melihat kombinasi warna Telaga.
3. Melakukan perbaikan lokasi-lokasi dari kegiatan vandalisme.
4. Membuat program terkait atraksi budaya seperti mengkonsentrasikan kegiatan pada titik tertentu disekitar Telogo Warno yang dijadikan sebagai tempat ritual oleh masyarakat sekitar TWATWTP seperti pesembahan bumi dan pelarungan rambut gimbal dengan membatasi jumlah wisatawan dan aktifitas yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.
5. Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap berkelanjutan.
Telogo Pengilon
Penilaian daya tarik objek Telogo Pengilon 300 termasuk kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang sedang. Telogo yang memiliki daya tarik air yang bening dapat digunakan untuk bercermin tetapi objek ini kurang menarik untuk dikunjungi wisatawan seperti Telogo yang sudah tidak bisa digunakan untuk bercermin dan jalan setapak yang ditutupi oleh vegetasi rerumputan. Untuk menggunakan dan mengembangkan objek secara berkelanjutan maka diperlukan: 1. Perawatan yang intensif seperti pembersihan Telogo Pengilon dan
sekitarnya sehingga wisatawan dapat bercermin seperti namanya Telogo Pengilon.
2. Penataan tumbuhan yang menjular disepanjang jalan. 3. Membuat papan interpretasi.
4. Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap berkelanjutan.
Kompleks Gua
16
Untuk menggunakan dan mengembangankan potensi gua dapat membuat program wisata seperti wisata minat khusus tetapi penggunaannya tetap memperhatikan keberlanjutan sumberdaya dapat dikembangkan:
1. Memberikan pengarahan kepada wisatawan dan pemandu cara melestarikan gua seperti aturan-aturan masuk gua.
2. Membatasi jumlah pengunjung yang masuk. 3. Memberikan batas lamanya waktu kunjungan.
4. Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap berkelanjutan.
Prasasti Batu Tulis
Penilaian daya tarik Prasasti Batu Tulis sebesar 390 penilaian ini termasuk kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang tinggi. Prasasti Batu Tulis merupakan suatu prasasti batu besar yang dipercaya dapat digunakan untuk anak-anak yang belum bisa menulis. Agar objek tersebut dapat digunakan dan tidak disalah artikan. Maka dapat dikembangkan secara berkelanjutan yaitu dengan cara:
1. Melakukan perbaikan lokasi-lokasi dari kegiatan vandalisme.
2. Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap berkelanjutan.
Pesanggrahan Bumi Pertolo
Penilaian daya tarik Pesanggrahan Bumi Pertolo sebesar 300 penilaian ini termasuk kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang sedang. Pesanggrahan Bumi Pertolo digunakan untuk meditasi. Agar berkelanjutan maka dapat digunakan dan dikembangkan yaitu:
1. Jumlah wisatawan yang ingin melakukan kegiatan wisata di lokasi ini. 2. Memberikan batas waktu untuk pengunjung memasuki Pesanggrahan Bumi
Pertolo.
Kawah Sikendang
Penilaian daya tarik objek Kawah Sikendang sebesar 330 penilaian ini termasuk kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang sedang. Kawah Sikendang merupakan kawah yang sudah tidak aktif tetapi masih memiliki bau belerang. Agar dapat digunakan dan dikembangkan secara berkelanjutan maka sebelumnya diperlukan tindakan dari pengelola untuk tetap melakukan diskusi, memberikan pemahaman, pendampingan kepada masyarakat sehingga menemukan jalan keluar dari permasalahan yang sering muncul dilokasi ini. Seperti ditemukan kendara bermotor yang keluar masuk melalui lokasi ini, hal ini dapat mempengaruhi keberlanjutan Kawah Sikendang, oleh karena itu Kawah Sikendang perlu merehabilitasi lokasi agar tetap berkelanjutan.
Aspek biologi
Penggunaan secara berkelanjutan diperlukan kegiatan mengurangi pemanfaatan tumbuhan dan memberikan sanksi yang tegas kepada masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan.
Mempertahankan keragaman tumbuhan dan satwaliar
17 melakukan rencana pengendalian populasi tumbuhan invasive. Untuk mempertahankan keragaman dan melakukan pengembangan yang berkelanjutan jenis tumbuhan maka diperlukan:
1. Pengendalian populasi akasia.
2. Penataan tumbuhan dan mengurangi kegiatan penebangan liar.
3. Membuat sanksi yang tegas dan disepakati bersama dengan masyarakat sekitar TWATWTP.
Jenis satwaliar yang dimiliki TWATWTP terdiri dari 15 jenis dengan 14 famili. Dari beberapa jenis satwa yang ditemukan dilokasi TWATWTP ada beberapa jenis yang termasuk dalam status dilindungi yaitu raja udang (Alcedo coerulescens) dan elang hitam (Ictinaetus malayensis). Belum ada bentuk khusus dari pengelola untuk mempertahankan keragaman satwaliar menurut Alikodra (2010) mempertahankan keragaman dan keberlanjutan satwaliar diperlukan pemeliharaan habitat dan peremajaan rumput untuk jenis burung air. Untuk mempertahankan keragaman dan melakukan pengembangan yang berkelanjutan jenis satwaliar maka diperlukan:
1. Menjaga keberlanjutan satwa dalam pengembangan, maka diperlukan pemeliharaan habitat.
2. Rumput dan semak belukar secara bertahap perlu diremajakan, untuk keperluan bermain, mengasuh anak-anaknya khususnya bagi itik-itik liar diperlukan daerah-daerah rawa yang terbuka.
3. Membatasi jumlah pengunjung sehingga satwaliar tidak merasa terganggu. Konservasi alam
Kegiatan konservasi di TWATWTP baru intensif dilakukan kembali pada tahun 2010, karena sebelumnya kawasan ini dikelola oleh Perhutan yang tidak menggunakan prinsip konservasi. Sehingga masyarakat atau berbagai pihak yang berhubungan dengan TWATWTP merasakan bahwa konservasi menjadi penghambat dalam pengembangan wisata masal. Demikian juga masyarakat sekitar TWATWTP merasa bahwa setelah dikelola oleh BKSDA menjadi tidak leluasa untuk melakukan berbagai tindakan didalam kawasan. Padahal kegiatan-kegiatan tersebut sangat bertentangan dengan prinsip konservasi yang seharusnya dilakukan di kawasan konservasi. Sehingga untuk melaksanakan konservasi alam yang seharusnya sesuai dengan prinsip Sustainable Tourism maka diperlukan 1. Pengelola yang menyadari betapa pentingnya pengembangan wisata
berdasarkan prinsip Sustainbale Tourism.
2. Mempersiapkan aturan atau kebijakan sehingga semua yang terlibat dalam pengembangan wisata bertanggung jawab.
3. Memberikan pemahaman, pelatihan pendampingan dan pengarahan dalam pengembangan wisata berdasarkan prinsip Sustainable Tourism kepada pengelola dan masyarakat.
4. Mengatasi permasalahan-permasalahan yang belum melakukan tindakan konservasi seperti penebangan liar, masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan dan masyarakat yang sering keluar masuk melalui jalur tikus. Pelibatan masyarakat lokal dan keaslian budaya
18
berkelanjutan dan tetap menjaga keaslian budaya masyarakat memerlukan suatu peningkatan pemahaman dan pendampingan dari pengelola seperti :
1. Memberikan pemahaman, pelatihan pendampingan dan pengarahan dalam pengembangan wisata Sustainable Tourism kepada pengelola dan masyarakat.
2. Menyadarkan masyarakat, pentingnya menjaga keberlanjutan sumberdaya. 3. Melibatkan masyarakat dalam perencanaan hingga pelaksannaan kegiatan
wisata.
4. Membuat program terkait atraksi budaya seperti pesembahan bumi dan pelarungan rambut gimbal
5. Membuat program yang sesuai kepercayaan adanya Prasasti Batu Tulis.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
TWATWTP adalah salah satu kawasan konservasi sehingga prinsip
Sustainable Tourism sudah sesuai dengan prinsip konservasi. Hanya dalam pelaksanaannya masih mengalami kendala, salah satu diantaranya belum dikukuhkannya kawasan, masyarakat sekitar yang memerlukan pendampingan khusus dari pengelola BKSDA agar bersama-sama dapat menjaga keberlanjutan sumberdaya alam. Bentuk rencana pengembangan wisata TWATWTP berdasarkan prinsip Sustainable Tourism yaitu penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan (tanah harus sesuai dengan fungsi kawasan, penggunaan air dilakukan dengan cara melakukan konservasi air, penggunaan bentang alam diperlukan perlakuan khusus pada tiap objek, tumbuhan diperlukan kegiatan mengurangi pemanfaatan tumbuhan. Mempertahankan keragaman (penataan tumbuhan, mengurangi kegiatan penebangan liar, pemeliharaan habitat dan memberikan sanksi). Konservasi alam (pengelola yang menyadari pentingnya mempersiapkan aturan dan kebijakan, memberikan pemahaman dan pelatihan terkait pengembangan wisata berdasarkan prinsip Sustainbale Tourism). Pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan perencanaan sampai kegiatan pelaksanan wisata dan mempertahankan keaslian budaya seperti pesembahan bumi dan pelarungan rambut gimbal.
Saran
Untuk melaksanakan Pengembangan TWATWTP maka langkah-langkah yang perlu dipersiapkan oleh pengeloa adalah menyusun kebijakan, menyusun
19
DAFTAR PUSTAKA
Ali S, Ripley SD. 1983. Handbook of the Birds of India and Pakistan. Compact Edition. New Dehli (IN): Oxford University Press.
Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): Kampus IPB Taman Kencana.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air.Bogor (ID): IPB Perss
Arief A. 1994. Hutan Hakikat dan Pengaruh terhadap Lingkungan. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia
[BKSDA] Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Tengah. 2012. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Priode 2013 s/d 2022. Jawa Tengah (ID): BKSDA Jawa Tengah [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka 2010.
Wonosobo (ID): BPS Wonosobo.
Butar MJOB, Lubis KS, Sitanggang G. 2013. Pendugaan Erosi Tanah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode Usle. Jurnal Online Agroekoteknologi, Vol 1(2): Maret 2013
Direktorat Jendral Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Jenderal Kehutanan
[Dirjen PHKA]. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Pedoman Analisis Daerah Operasi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA). Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Dwijayani AAP, Wahyono H. 2013. Studi Kelayakan Pengolahan Air Laut Menjadi Air Bersih di Kawasan Wisata dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pantai Prigi, Trenggalek. Jurnal Online. (http://ejurnal.its.ac.id/index.php /teknik/article/download/4132/1 028). Diakses Tanggal 10 November 2014.
Eber S. 1992. Beyond the Green Horizon: A Discussion Paper on Principles for Sustainable Tourism. London (GB): WWF and Tourism Concern.
Hiratsune K. 2011. Tourism, Sustainable Tourism and Ecotourism in developing countries. Nogaya (JP): Paper for international conference in nagoya.
Hasan MI. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
[Kemenparekraf] Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2012. Rencana Strategi 2012-2014. Jakarta (ID): Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata
Kurniati H. 2003. Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park, West Java, Indonesia. Cibinong. (ID): Research Center for Biology-LIPI. MacDonald GEDG, Shilling BJ, Breck JF, Gaffney KA, Lang L, Ducar JT. 2002.
Weeds in the Sunshine: Cogon Grass (Im-perata cylindrica (L.) Beauv.) Bio-logy, Ecology and Management in Florid. WWW.google.com
Mathieson A, Wall G. 1982. Tourism: Economic, Physical and Sosial Impacts. New York (NY): Longman
20
[NAS] National Academy of Science. 1979. Legumes Resources for Future. Washington. Tropical p 193 – 347
Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No: p. 3/iv-set/2011. Pedoman Penyusunan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam. Jakarta 9 Maret 2011.
Peraturan pemerintah No 36 Tahun 2010. Pengusahaa Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam . Jakarta 12 Februari 2010. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 44.
Peraturan Pemerintah 16 tahun 2004. Penggunaan Tanah. Jakarta. 10 Mei 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No 45.
Pinyopusarerk, Williams. 2005. Variations In Growth And Morphological
Characteristics Of Casuarina Junghuhniana Provenances Grown In Thailand. Bangkok (TH): Royal Forest Departemen
Rachim DA, Arifin M. 2011. Klasifikasi Tanah Indonesia. Bandung (ID): Pustaka Reka Cipta
Santosa Y. 1996. Diversitas dan Tipologi Ekosistem Hutan yang Perlu Dilestarikan. Proseding Simposium Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi. Bogor (ID): Kerja Sama Fakultas Kehutanan dengan Yayasan Gunung menghijau dan yayasan Pendidikan Ambarwati
Schmidt FH, Ferguson JHA. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia and Western New Guinea Kementerian Perhubungan. Jakarta (ID): Jawatan Meteorologi dan Geofisika.
Strange M. 2001. A Photographic Guide to the Birds of Indonesia. Singapore (SG): Periplus Editions.
21 Lampiran 1 Jenis tumbuhan yang terdapat di TWATWTP
No Nama lokal Nama ilmiah famili
1. Manis jangan Cinnamomum brurmannii Lauraceae
2. Koltis Eucalyptus sp Myrtaceae
3. Cemara siuk Casuarina junghuniana Casuarinaceae 4. Carica Carica candamarcensis Caricaceae 5. Panca warna Hydrangea macrophylla Hydrangeaceae 6. Kecubung
terompet
Datura metel Solanaceae
7. Cabe jupang Capsicum annuum Solanaceae
8. Pring gondani Bambusa multiplex Poaceae
9. Teh Cammelia sinensis Theaceae
10. Ri borang Astilbe rivularis Saxifragaceae 11. Pakis galar Cyathea contaminan Cyatheaceae 12. Menjangan Platycerium bifurcatum Polypodiaceae 13. Pakis jangan Pleocnemia irregularis Drypoteriddaceae
14. Puspa Schima noronhae Rein Theaceae
15. Akasia Acacia deccurens Acaciaceae
16. Tanganan Schefflera octophylla Lour. Harms Araliaceae 17. Rumput gajah Pennisetum purpureum Poaceae
18. Kayu pasang Quercus sp. Fagaceae
19. Uncen wangi Rubus reflexus Ker. Rosaceae
20. Kayu sadan Eurya japonica Theaceae
21. Kayu dempul Glasidionsp Euphorbiaceae
22. Cemara gimbal Cupressus papuana Oxalidacaea
23. Kerisan Carex baccans Nees Cyperaceae
24. Krangean Litsea cubeba Pers Lauraceae 25. Rondo nunut Drymaria cordata Caryophyllaceae 26. Pakis jebul Crypteronia peniculata BL Crypteroniaceae 27. Gandapura Gaultheria fragrantissima Auct Ericaceae
28. Urang-urangan Urena trifolia Malvaceae
29. Ranti Solanum nigrum Solanoceae
30. Kayu suren Toona sureni Meliaceae
31. Gelagah Saccharum spontaneum Poaceae
32. Jampang wuluh Digitaria sp Poaceae
33. Suket paraksitan Digitania sp Poaceae
34. Kayu wrakas Castanopsisargentea (BL.) DC Fagaceae
35. Rendeng Centella asiatica Apiaceae
36. Tengsek Dodonea viscusa Sapindaceae
37. Laos Alpina galangal Zingiberaceae
38. Cemara aru Casuaria sumatrana Casuarinaceae 39. Picis Cyclophorus nummularifolius C.Chr Polypodiceae 40. Asem-aseman Desmanthus virgatus Fabaceae 41. Menjangan
wulung
22
Lampiran 1 Jenis tumbuhan yang terdapat di TWATWTP (lanjutan)
No Nama lokal Nama ilmiah Famili
45. Pakis urang Dryopteris pteroides (Retz.) Kuntze Aspidiaceae 46. Kuping gajah Anthurium crystallinum Araceae
47. Pakis andam Dicranopteris dichotoma Thunb Gleicheniaceae 48. Cempean Synedrella odiflora L Asteraceae 49. Pare parang Argyreira mollis Chois. Convolvulaceae
50. Pinus Pinus merkusii Pinaceae
51. Dahlia Dahlia pinata Asteraceae
52. Lili Zantedes chiaaethiopica Araceae
53. Senggani Melastoma polyanthum Melastomaceae
54. Sente Alocasia macrorrhiza Araceae
55. Lobak sayur Raphonus sativus Cruciferae 56. Bayam merah Celosia argentea Amaranthaceae 57. Terong belanda Solanumbetaceum Solanaceae 58. Umbud Chrysalidocarpus lutescens Arecaceae 59. Penghijauan Cerbera manghas Apocinaceae 60. Brembet Rubus moluscanus L Cyrtandracea 61. Kayu putih Melaleuca leuca dendron Myrtaceae 62. Bayem hutan Pytholaca sp Phytholacaceae 63. Pakis emas Ciboium barometz Dicksoniaceae 64. Umbel-umbelan Aleurites fordii Euphorbiaceae 65. Kayu manis daun
kecil
Cinnamomum burmanii Lauraceae
66. Cemethi Salix babylonica Salinaceae
67. Andom jarum Clibedium surinamense Asteraceae 68. Rumput
sundamala
Astemisia argyi levl. Et vany Asteraceae
69. Ganyong Canna edulis Cannaceae
70. Kerisan lemes Dianella ensifolia Liliaceae 71. Tepak darah Catharanthus roseus Apocynaceae 72. Sembung Blumea balsamifera Asteraceae
73. Pakis haji Cycas rumphii Cycadaeae
74. Racunan Euphorbia pulcherrima Wild Euphorbiaceae 75. Jampang slendep Artocarpus elasticus Moraceae 76. Alang-alang Imperata cylindrica L. Et. Beauw Poaceae 77. Jampang putih Oplismenus burmannii Beauw Poaceae 78. Lempuyangan Panicum repens L. Poaceae 79. Endong Eria flavescens Lindl Orchidaceae
23 Lampiran 2 Daftar satwaliar yang terdapat di TWATWTP
No Nama lokal Nama ilmiah Famili
1. Mandar batu Gallinula chloropus Rallidae 2. Trinil pantai Tringa hypoleucos Scolopacidae 3. Cucak Kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 4. Raja udang meninting Alcedo meninting Alcidinidae 5. Kareo padi Amaurornis phoenicurus Rallidae 6. Elang hitam Ictinaetus malayensis Accipitridae 7. Itik gunung Anas superciliosa Anatidae 8. Kepudang kuduk hitam Oriolus chinensis Oriolidae 9. Kicuit batu Motacilla cinerea Motacillidae 10. Perenjak jawa Prinia familiaris Silviidae
11. Kacer Copsyschus saularis Turdidae
12. Betet kelabu Lanius schach Laniidae
13. Tupai Tupaia Montana Tupaiidae
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 5 Mei 1992 dari ayah Sajidin dan ibu Faridawati. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bawang dan melanjutkan S1 di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010. Selama menempuh kuliah di IPB, penulis mengikuti beberapa organisasi seperti menjadi Bendahara Gebyar tahun 2012, anggota Biro Kekeluargaan Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) serta ikut dalam Kelompok Pemerhati Herpetofauna 2011-2012. Praktek yang pernah diikuti penulis diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Papandayan dan Cagar Alam Sancang tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2013, serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon tahun 2014.
Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism”