Efek Aromaterapi Lavender Secara Evaporasi Terhadap
Penurunan Tekanan Darah dan Denyut Jantung
pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
KHALISHATURRAHMI NASUTION
110100269
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Efek Aromaterapi Lavender Secara Evaporasi Terhadap
Penurunan Tekanan Darah dan Denyut Jantung
pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
KHALISHATURRAHMI NASUTION
110100269
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Efek Aromaterapi Lavender Secara Evaporasi Terhadap
Penurunan Tekanan Darah dan Denyut Jantung pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Nama
: Khalishaturrahmi Nasution
NIM
: 110100269
Pembimbing
Penguji I
(Prof. dr. Yasmeini Yazir)
(dr. Rina Amelia, MARS)
NIP: 19760420 200312 2 002
Penguji II
(dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL)
NIP: 19781207 200801 2 013
Medan, 12 Januari 2015
Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)
ABSTRAK
Aromaterapi adalah salah satu terapi yang sedang berkembang pesat di
dunia. Aromaterapi dengan menggunakan minyak esensial lavender dapat
diberikan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan cara inhalasi. Salah
satu fungsi dari aromaterapi adalah memberikan efek menenangkan (relaksasi),
yang kemudian dapat menurunkan tekanan darah dan denyut jantung.
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran USU pada bulan
September-November 2014 dengan tujuan untuk mengetahui efek aromaterapi
lavender secara evaporasi terhadap tekanan darah dan denyut jantung pada
mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sampel
dipaparkan aromaterapi dengan menggunakan minyak esensial lavender selama
20 menit. Pengukuran tekanan darah dan denyut jantung dilakukan 5 menit
sebelum dan sesudah pemaparan aromaterapi. Jumlah sampel adalah 34 orang dan
semua berjenis kelamin perempuan yang dipilih secara consecutive sampling.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu (quasi experiment)
dengan pretest-posttest design. Data yang telah didapat dianalisis dengan
menggunakan uji T-berpasangan dan uji Wilcoxon.
Dari hasil didapatkan terjadi penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan rata-rata penurunan 5,735 ± 9,78 mmHg dan 5,265 ± 13,25
mmHg dan penurunan denyut jantung dengan rata-rata penurunan 3,441 ± 9,24
kali/menit. Penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang terjadi adalah
penurunan yang bermakna (p < 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aromaterapi dengan
menggunakan minyak esensial lavender dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah dan denyut jantung yang bermakna.
ABSTRACT
Aromatherapy is a method of therapy that is currently growing rapidly
worldwide. Aromatherapy with lavender essential oil can be administered in
many ways, one of them is by inhalation. One of the function of aromatherapy is
to relax the body, which could lower blood pressure and heart rate.
This research was done in Faculty of Medicine of North Sumatra
University from September to November 2014 with the purpose of acknowledging
the effect of lavender aromatherapy administration by evaporation to the blood
pressure and heart rate of Faculty of Medicine of North Sumatra University
students. Sample was exposed to aromatherapy using lavender essential oil for 20
minutes. Heart rate and blood pressure measurement was done 5 minutes before
and after exposure. Number of samples taken is 34 women that was chosen by
consecutive sampling. This research is a quasi experiment with pretest-posttest
design. The data was analyzed using paired t-test and Wilcoxon test.
From the data it was found that there was a decrease in systolic and
diastolic blood pressure with the average of 5,735 ± 9,78 mmHg and 5,265 ±
13,25 mmHg respectively and a decrease in heart rate with the average of 3,441 ±
9,24 times/minute. The decrease of blood pressure and heart rate is significant (p
< 0,05).
According to the test results it can be concluded that aromatherapy with
lavender essential oil can cause a significant decrease in blood pressure and
heart rate.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat-Nya penulis dapat menyusun karya tulis ilmiah ini. Penyusunan karya tulis
ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi dalam
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Penelitian yang akan dilakukan berjudul “Efek Aromaterapi
Lavender Secara Evaporasi Terhadap Penurunan Tekanan Darah dan Denyut
Jantung pada Mahasiswa Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara”.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis memperoleh bantuan
moral dan material dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Pimpinan dan civitas academica Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang telah memungkinkan dan mempermudah penulis dalam
penyusunan karya tulis ilmiah,
2.
Prof. dr. Yasmeini Yazir selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan dan penulisan karya
tulis ilmiah,
3.
dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL, dr. Rina Amelia, MARS, Prof. Dr. dr.
Rozaimah Zain-Hamid, M.S., Sp.FK selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik, saran, dan ilmu sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi
lebih baik,
4.
Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberi materi
perkuliahan mengenai penelitian dan statistika kedokteran sehingga penulis
5.
Seluruh staf Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang telah mengizinkan dan membantu penulis untuk dapat
menggunakan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara,
6.
Orangtua yang telah memberi dukungan moral dan material serta berbagai
saran yang membangun selama penyusunan karya tulis ilmiah,
7.
Teman-teman penulis Reyhana, Tririn, Ricky, Viany, dan Alda yang telah
membantu penulis dan juga selalu memberi dukungan dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
terlibat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini
dapat memberikan manfaat untuk semua kalangan.
Medan, 8 Desember 2014
Penulis,
Khalishaturrahmi Nasution
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ...
i
ABSTRAK ...
ii
ABSTRACT...
iii
KATA PENGANTAR ...
iv
DAFTAR ISI ...
vi
DAFTAR TABEL ...
viii
DAFTAR GAMBAR ...
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...
x
BAB 1 PENDAHULUAN...
1
1.1. Latar Belakang ...
1
1.2. Rumusan Masalah ...
3
1.3. Tujuan Penelitian ...
3
1.4. Manfaat Penelitian ...
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...
5
2.1. Tekanan Darah ...
5
2.1.1. Definisi Tekanan Darah ...
5
2.1.2. Fisiologi Tekanan Darah ...
6
2.1.3. Regulasi Tekanan Darah ...
7
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah ....
9
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Denyut Jantung ...
13
2.3.Aromaterapi ...
14
2.4. Fisiologi Penciuman ...
16
2.4.1. Epitel Penciuman dan Bulbus Olfaktorius ...
16
2.4.2. Korteks Penciuman ...
17
2.4.3. Reseptor Penciuman dan Transduksi Sinyal ...
18
2.4.4. Ambang Deteksi Bau ...
19
2.4.5. Odorant-binding Proteins ...
19
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penciuman ...
20
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.
21
3.1. Kerangkan Konsep Penelitian ...
21
3.2. Definisi Operasional ...
21
3.3. Hipotesis ...
24
BAB 4 METODE PENELITIAN ...
25
4.1. Jenis Penelitian ...
25
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...
25
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...
25
4.4. Metode Pengumpulan Data ...
27
4.5. Metode Analisis Data ...
27
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
29
5.1. Hasil Penelitian ...
29
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...
29
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ...
29
5.1.3. Hasil Analisis Data ...
30
5.2. Pembahasan ...
33
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...
37
6.1. Kesimpulan ...
37
6.2. Saran ...
37
DAFTAR PUSTAKA ...
38
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Nama Tabel Halaman
Tabel 2.1 Faktor-faktor yang Meningkatkan Denyut Jantung 13
Tabel 2.2 Faktor-faktor yang Menurunkan Denyut Jantung 14
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Usia 29
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Respon 30
Tekanan Darah dan Denyut Jantung
Tabel 5.3 Rata-rata Tekanan Darah Sebelum (Pretest) 31
dan Sesudah (Posttest) Pemaparan Aromaterapi
Tabel 5.4 Rata-rata Denyut Jantung Sebelum (Pretest) 31
dan Sesudah (Posttest) Pemaparan Aromaterapi
Tabel 5.5 Hasil Uji T-berpasangan (T-paired Test) 32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Nama Gambar Halaman
Gambar 2.1 Reseptor Penciuman 18
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 21
Gambar 3.2 Aroma Diffuser Ultrasmit® 22
Gambar 3.3 Digital Sphygmomanometer Omron® 24
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 2 Lembar Penjelasan
LAMPIRAN 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed
Consent)
LAMPIRAN 4 Data Induk
LAMPIRAN 5 Hasil Uji Statistik
LAMPIRAN 6 Persetujuan Komisi Etik
ABSTRAK
Aromaterapi adalah salah satu terapi yang sedang berkembang pesat di
dunia. Aromaterapi dengan menggunakan minyak esensial lavender dapat
diberikan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan cara inhalasi. Salah
satu fungsi dari aromaterapi adalah memberikan efek menenangkan (relaksasi),
yang kemudian dapat menurunkan tekanan darah dan denyut jantung.
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran USU pada bulan
September-November 2014 dengan tujuan untuk mengetahui efek aromaterapi
lavender secara evaporasi terhadap tekanan darah dan denyut jantung pada
mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sampel
dipaparkan aromaterapi dengan menggunakan minyak esensial lavender selama
20 menit. Pengukuran tekanan darah dan denyut jantung dilakukan 5 menit
sebelum dan sesudah pemaparan aromaterapi. Jumlah sampel adalah 34 orang dan
semua berjenis kelamin perempuan yang dipilih secara consecutive sampling.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu (quasi experiment)
dengan pretest-posttest design. Data yang telah didapat dianalisis dengan
menggunakan uji T-berpasangan dan uji Wilcoxon.
Dari hasil didapatkan terjadi penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan rata-rata penurunan 5,735 ± 9,78 mmHg dan 5,265 ± 13,25
mmHg dan penurunan denyut jantung dengan rata-rata penurunan 3,441 ± 9,24
kali/menit. Penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang terjadi adalah
penurunan yang bermakna (p < 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aromaterapi dengan
menggunakan minyak esensial lavender dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah dan denyut jantung yang bermakna.
ABSTRACT
Aromatherapy is a method of therapy that is currently growing rapidly
worldwide. Aromatherapy with lavender essential oil can be administered in
many ways, one of them is by inhalation. One of the function of aromatherapy is
to relax the body, which could lower blood pressure and heart rate.
This research was done in Faculty of Medicine of North Sumatra
University from September to November 2014 with the purpose of acknowledging
the effect of lavender aromatherapy administration by evaporation to the blood
pressure and heart rate of Faculty of Medicine of North Sumatra University
students. Sample was exposed to aromatherapy using lavender essential oil for 20
minutes. Heart rate and blood pressure measurement was done 5 minutes before
and after exposure. Number of samples taken is 34 women that was chosen by
consecutive sampling. This research is a quasi experiment with pretest-posttest
design. The data was analyzed using paired t-test and Wilcoxon test.
From the data it was found that there was a decrease in systolic and
diastolic blood pressure with the average of 5,735 ± 9,78 mmHg and 5,265 ±
13,25 mmHg respectively and a decrease in heart rate with the average of 3,441 ±
9,24 times/minute. The decrease of blood pressure and heart rate is significant (p
< 0,05).
According to the test results it can be concluded that aromatherapy with
lavender essential oil can cause a significant decrease in blood pressure and
heart rate.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah terhadap dinding pembuluh
darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah
jantung dipengaruhi oleh stroke volume dan denyut jantung. Salah satu faktor yang juga
dapat mempengaruhi tekanan darah dan denyut jantung adalah aktivitas saraf simpatis
dan parasimpatis (Guyton dan Hall, 2008).
Tekanan sistolik dan diastolik bervariasi untuk setiap individu. Namun, secara umum
ditetapkan, tekanan darah normal untuk orang dewasa ≥ 18 tahun adalah <120/80, angka
120 disebut tekanan sistolik, dan angka 80 disebut tekanan diastolik. Tekanan darah
seseorang dapat lebih atau kurang dari batasan normal. Jika melebihi nilai normal, orang
tersebut menderita tekanan darah tinggi/hipertensi. Sebaliknya, jika kurang dari nilai
normal, orang tersebut menderita tekanan darah rendah/hipotensi (Haryati, 2011).
Menurut American Heart Association (2013), ada beberapa hal yang dapat
meningkatkan tekanan darah, antara lain olahraga, konsumsi alkohol, stres, dan merokok.
Mahasiswa fakultas kedokteran memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan
rekan-rekan seusianya, yang disebabkan oleh beberapa hal seperti keuangan, beban kerja,
tekanan kademik, hubungan yang tidak memadai antara dosen dan mahasiswa, masalah
keluarga, dan rasa cemas atas masa depan (Saravanan dan Wilks, 2014).
Denyut jantung merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah.
Frekuensi denyut jantung adalah jumlah detak jantung dalam satu menit. Denyut jantung
bervariasi pada setiap orang. Denyut jantung normal adalah 60 kali/menit sampai 100
kali/menit (American Heart Association, 2014).
Aromaterapi adalah salah satu terapi yang paling berkembang pesat di dunia.
Aromaterapi didefinisikan sebagai penggunaan minyak esensial murni yang berasal dari
berbagai bagian tumbuhan, termasuk bunga, akar, atau daun, untuk memperbaiki
kesehatan fisik dan mental, kualitas hidup secara umum, atau hanya untuk kesenangan.
Dalam penggunaannya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa cara, seperti
berendam, kompres kulit, inhalasi langsung, ataupun dijadikan pengharum ruangan
(Thomas, 2002). Cara pemberian aromaterapi yang lebih sering digunakan adalah dengan
cara inhalasi (Liu, Lin, dan Chang, 2013).
Minyak esensial dalam aromaterapi yang biasa sering digunakan adalah bergamot,
dengan menggunakan minyak esensial bergamot terhadap 54 guru TK menunjukkan
bahwa pemaparan aromaterapi secara inhalasi selama 10 menit dapat menurunkan
rata-rata tekanan darah secara bermakna, yaitu tekanan sistol 123,30 mmHg menjadi 112,78
mHg dan diastol 82,91 mmHg menjadi 76,76 mmHg, dan rata-rata denyut jantung, yaitu
83,15 kali/menit menjadi 74,61 kali/menit. Penelitian terhadap 28 responden penderita
prehipertensi dan hipertensi yang menerima intervensi berupa inhalasi campuran minyak
esensial yang didalamnya terdapat lavender menunjukkan penuruan tekanan darah sistol
sebesar 4,7 mmHg dari 132,3 mmHg ke 127,6 mmHg dalam waktu empat minggu.
Tekanan darah diastol juga menurun sebesar 1,21 mmHg dari 85,7 mmHg ke 84,5 mmHg
juga dalam waktu empat minggu (Kim et al., 2012). Selain itu, penelitian terhadap 300
pekerja spa di Taiwan secara inhalasi dengan menggunakan minyak esensial lavender
selama 2 jam, mendapatkan hasil penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang dapat
dijumpai mulai dari menit ke-15 (Chuang et al., 2012).
Komposisi minyak esensial lavender sudah dipelajari dengan baik. Minyak esensial
lavender memiliki kandungan utama yaitu linalool dan linayl acetate (Xu et al., 2008).
Komposisi utama tersebut akan mencapai kadar tertinggi dalam darah pada menit ke-19
(Koulivand, Ghadiri, dan Ghorji, 2013). Kandungan utama tersebut akan merangsang
hipotalamus anterior, sebagai pusat parasimpatis. Aktivasi parasimpatis akan menurunkan
denyut jantung, yang kemudian akan berpengaruh terhadap tekanan darah (Widjaja,
2011).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti tentang efek aromaterapi lavender
secara evaporasi terhadap penurunan tekanan darah dan denyut jantung pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana efek aromaterapi lavender secara evaporasi terhadap tekanan darah dan
denyut jantung pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efek aromaterapi lavender secara evaporasi terhadap tekanan
darah dan denyut jantung pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui rata-rata tekanan darah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi.
2. Untuk mengetahui rata-rata denyut jantung mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa:
1.4.1. Bagi Peneliti
Peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang manfaat aromaterapi dan
pengaruhnya terhadap tekanan darah dan denyut jantung, serta dapat
mengembangkan kemampuan di bidang penelitian kesehatan terutama dalam hal
penulisan karya ilmiah, pendataan serta analisisnya.
1.4.2. Bagi Subjek Penelitian
Diharapkan subjek penelitian mendapatkan efek relaksasi dan dapat memanfaatkan
aromaterapi sebagai penurun tekanan darah dan denyut jantung di kehidupan
sehari-hari.
1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah pemahaman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara tentang manfaat dan penggunaan aromaterapi.
1.4.4. Bagi Masyarakat
Menambah pemahaman masyarakat tentang manfaat dan pengguanaan aromaterapi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tekanan Darah
2.1.1. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah terhadap dinding pembuluh
darah (Guyton dan Hall, 2008). Tekanan maksimal sewaktu darah dipompakan ke dalam
pembuluh selama fase sistol disebut tekanan sistolik, sedangkan tekanan minimal di
dalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh darah yang lebih kecil di
hilir sewaktu diastol disebut tekanan diastolik. Tekanan darah pada aorta, arteri
brakhialis, dan arteri besar lainnya pada dewasa muda memiliki tekanan sistolik sekitar
120 mmHg dan tekanan diastolik sekitar 70 mmHg. Penulisan tekanan darah secara
umum didahului oleh tekanan sistolik lalu tekanan diastolik, contohnya 120/70 mmHg
(Ganong, 2013). Nilai ambang terkini untuk tekanan darah normal yang ditentukan oleh
National Institutes of Health (NIH) adalah kurang dari 120/80 (Sherwood, 2011).
Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur di tubuh,
bukan tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan
dibagian lain pohon vaskular. Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sitolik
dan diastolik arteri, yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri
rerata(Sherwood, 2011).
Tekanan arteri rerata adalah rata-rata tekanan darah selama siklus jantung. Karena
waktu sistol lebih singkat dibandingkan dengan waktu diastol, tekanan arteri rerata sedikit
lebih rendah dari nilai tengah antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan arteri rerata
dapat diperkirakan dengan menambahkan tekanan diastolik dengan sepertiga tekanan nadi
(pulse pressure). Tekanan nadi (pulse pressure) adalah tekanan sistolik dikurang dengan
tekanan diastolik (Sherwood, 2011).
Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan darah ke
jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan ini
harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang memadai, tanpa tekanan ini,
yang dilakukan dalam aspek resistensi arteriol yang mendarahi organ-organ tersebut.
Kedua, tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga menimbulkan tambahan kerja bagi
jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan
pecahnya pembuluh darah halus (Sherwood, 2011).
2.1.2. Fisiologi Tekanan Darah
Dua penentu tekanan arteri rerata adalah curah jantung dan resistensi perifer total
(Sherwood, 2011).Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam
satu satuan waktu. Dalam keadaan istirahat, seorang laki-laki dengan posisi terlentang
mempunyai curah jantung sebesar 5 L/menit. Volume darah total rerata adalah 5 sampai
5,5 liter, maka masing-masing paruh jantung setiap menit memompa setara dengan
seluruh volume darah (Ganong, 2013).
Curah jantung bergantung pada stroke volume(isi sekuncup) dan denyut jantung
(Sherwood, 2011). Denyut jantung dikontrol oleh sistem saraf otonom, dimana sistem
saraf simpatis meningkatkan denyut jantung dan parasimpatis menurunkannya. Denyut
jantung normal saat istirahat adalah 70 kali/menit (Ganong, 2013).
Stroke volume adalah jumlah darah yang dipompakan dalam satu detak jantung.
Jumlahnya sekitar 70 mL dari setiap ventrikel pada lelaki dewasa dalam keadaan istirahat
dan posisi terlentang. Stroke volume meningkat sebagai respon terhadap aktivitas
simpatis, yang merupakan kontrol ekstrinsik stroke volume. Sistem saraf simpatis
merangsang serat-serat otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat, sedangakan
parasimpatis memiliki efek yang berlawanan. Stroke volume juga meningkat jika aliran
balik vena meningkat, yang merupakan kontrol intrinsik sekuncup sesuai hukum
Frank-Sterling jantung. Semakin besar aliran balik vena maka semakin besar pengisian diastol
kemudian semakin besar volume diastolik akhir dan ventrikel jantung akan semakin
teregang, dan sesuai Hukum Frank-Starling hal ini akan mengakibatkan panjang awal
serat otot sebelum berkontraksi akan semakin besar. Kemudian peningkatan panjang
menghasilkan peningkatan kekuatan pada kontraksi selanjutnya sehingga stroke volume
juga meningkat. Aliran balik vena juga meningkat oleh vasokontriksi vena. Volume
sirkulasi darah efektif juga mempengaruhi seberapa banyak darah dikembalikan ke
jantung. Volume darah jangka pendek bergantung pada ukuran perpindahan cairan
jangka panjang, volume darah bergantung pada keseimbangan garam dan air, yang secara
hormonal dikontrol masing-masing oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron dan
vasopresin (Sherwood, 2011).
Penentu utama lain tekanan arteri rerata, resistensi perifer total, bergantung pada
jari-jari semua arteriol serta kekentalan darah. Faktor utama yang menentukan kekentalan
darah adalah jumlah sel darah merah. Namun, jari-jari arteriol adalah faktor yang lebih
penting dalam menentukan resistensi perifer total. Jari-jari arterial dipengaruhi oleh
kontrol metabolik lokal (intrinsik) yang menyamakan aliran darah dengan kebutuhan
metabolik. Jari-jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis, suatu mekanisme
kontrol ekstrinsik yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol untuk meningkatkan
resistensi perifer total dan tekanan arteri rerata. Jari-jari arteriol juga dipengaruhi secara
ekstrinsik oleh hormone vasopressin dan angiotensin II, yaitu vasokonstriktor poten serta
penting dalam keseimbangan garam dan air (Sherwood, 2011).
2.1.3. Regulasi Tekanan Darah
Perubahan setiap faktor di atas yang mempengaruhi tekanan darah akan mengubah
tekanan darah, kecuali jika terjadi perubahan kompensasi di variabel lain yang menjaga
tekanan darah konstan. Aliran darah ke suatu organ bergantung pada gaya dorong tekanan
arteri rerata dan derajat vasokonstriksi arteriol organ tersebut. Karena tekanan arteri rerata
bergantung pada curah jantung dan derajat vasokonstriksi arteriol, maka jika
arteriol-arteriol di satu organ melebar, maka arteriol-arteriol-arteriol-arteriol di organ lain berkonstriksi untuk
mempertahakan tekanan darah arteri yang adekuat. Tekanan yang memadai diperlukan
untuk menghasilkan gaya untuk mendorong darah tidak saja ke organ yang mengalami
vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang bergantung pada aliran darah yang konstan
meskipun kebutuhan akan darah dari masing-masing organ berubah-ubah (Sherwood,
2011).
Tekanan arteri rerata secara terus menerus dipantau oleh baroreseptor (reseptor
tekanan) di dalam sistem sirkulasi. Ketika terdeteksi adanya penyimpangan dari normal
maka berbagai respon refleks teraktifkan untuk mengembalikan tekanan arteri rerata ke
nilai normalnya (Sherwood, 2011).
Penyesuaian tekanan darah yang bekerja cepat (berlangsung secara beberapa detik
sampai menit) adalah dengan cara pengaturan sistem saraf melalui baroreseptor yang
berperan sebagai pressure buffer system terhadap fluktuasi tekanan arteri. Kenaikan
vasokonstriksi dan merangsang vagus sehingga mengakibatkan vasodilatasi sirkulasi
perifer dan pengurangan denyut jantung yang mengakibatkan penurunan tekanan darah.
Baroreseptor mengurangi variasi perubahan tekanan darah sehari-hari kira-kira 1/3-1/2
setengah dari tekanan yang terjadi dibandingkan jika baroreseptor tidak ada. Baroreseptor
tidak berperan pada pengaturan jangka panjang, karena terjadiya adaptasi (”resetting
baroreceptor”) dalam 1-2 hari setelah kenaikan tekanan darah sebesar apapun. Selain
refleks baroreseptor, pengaturan yang segera atau agak cepat (moderately rapid) bisa
melalui hormon yaitu melalui mekanik vasokonstraktor norepinefrin, epinefrin, renin
angiotensin, vasopresin, dan chemoreceptor dan CNS ischemic respon. Mekanisme ini
bekerja terutama bila tekanan darah turun (Majid, 2005).
Pengaturan jangka menengah berlangsung setelah beberapa menit terjadi kenaikan
tekanan darah dan berlangsung aktif 30 menit sampai beberapa jam, sedangkan pada saat
tersebut pengaturan melalui saraf tidak efektif lagi. Sistem pengaturan melalui:
1. Pergeseran Cairan Kapiler (Capillary Fluid Shift Mechanism)
Bila terjadi kenaikan tekanan darah terlalu tinggi, terjadi kehilangan cairan
kapiler ke intersitium, yang menyebabkan berkurangnya volume darah dan dengan
demikian menurunkan tekanan darah ke nilai normal. Besarnya penurunan yang
dapat ditimbulkan adalah kira-kira ¾ kenaikan yang terjadi.
2. Vascular Stress Relaxation
Jika tekanan darah turun tekanan organ yang menyimpan darah seperti vena,
hepar limpa, paru-paru juga turun, sedangkan pada kenaikan tekanan darah,
tekanan di organ-organ ini juga naik. Akibat kenaikan tekanan ini, terjadi
penyesuaian dalam pembuluh-pembuluh darah dengan akibat organ ini dapat lebih
banyak menampung jumlah darah yang ada.
Pengaturan jangka panjang terjadi melalui ginjal dengan dengan pengaturan
eksresi air dan natrium oleh pressure natriuresis. Hormon yang berperan adalah
renin-angiotensin-aldosteron, sistem yang menyebabkan retensi air dan garam
sebagai respon terhadap hipovolemia dan hiponatremia, vasopresin (anti diuretic
hormone = ADH), yang menyebabkan retensi air sebagai respon terhadap tekanan
darah yang turun ataupun hiperosmolalitas, dan atrial natriuretic peptide, yang
menyebabkan eksresi natrium dan diuresis terhadap respon distensi atrial (Majid,
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah:
1. Variasi Diurnal Tekanan Darah
Dari penelitian didapatkan bahwa tekanan darah mencapai puncak tertinggi
pada pagi hari (mid morning), puncak kedua pada sore hari, menurun malam hari,
paling rendah pada waktu tidur sampai jam tiga sampai jam empat pagi, kemudian
tekanan darah naik perlahan sampai bangun pagi dimana tekanan darah naik secara
cepat. Tekanan darah dapat bervariasi sampai 40 mmHg dalam 24 jam (Majid,
2005).
2. Tidur dan Bangun Tidur
Menjelang bangun tidur tekanan darah meningkat 20 mmHg. Peningkatan
darah sistolik/diastolik bisa naik sewaktu mau bangun, kemudian naik lagi setelah
bangkit dari tidur dan bergerak. Naiknya tekanan darah pada awal pagi dapat
membahayakan dan kebanyakan mati mendadak terjadi pada saat tersebut.
Umumnya selama tidur, tekanan darah tidak banyak bervariasi (Majid, 2005).
3. Pengaruh Penuaan (Umur)
Perubahan usia pada jantung antara lain berupa penurunan cardiac index, heart
rate maksimum menurun, peningkatan kontraksi dan waktu relaksasi otot jantung,
penigkatan kekakuan otot jantung selama diastol, penumpukan pigmen sel-sel
miokardium.
Pengaruh pada pembuluh darah antara lain berupa densitas kapiler menurun,
compliance arteri menurun, peningkatan resistensi perifer. Hal ini dapat
4. Perubahan Sikap
Gerakan dari posisi terlentang ke posisi berdiri mempengaruhi sirkulasi oleh
adanya pengaruh gravitasi terhadap distribusi darah vena. Gravitasi dapat
menyebabkan peningkatan tekanan transmural 10 kali lipat, menyebabkan
redistribusi darah dari thoraks ke ekstremitas bawah kira-kira 500 ml. Tekanan
pengisian kardiak turun (melalui mekanisme Frank-Starling) menyebabkan stroke
volume dan pulse pressure arteri menurun 30-40%.
Perubahan turunnya tekanan dapat menyebabkan hipotensi postural dan
hoyong. Pengurangan pulse pressure dan tekanan sinus karotis mengurangi
aktivitas baroreseptor arteri dan juga aktivitas cardiac mechanoreceptor.
Pengurang aktivitas aferen secara cepat menimbulkan takikardi 15-20
denyut/menit, vasokonstriksi perifer san venokonstriksi splanknik. Respon ini akan
menaikkan tekanan arteri rerata sedikit diatas nilai posisi terlentang (Majid, 2005).
5. Valsalva Maneuver
Peristiwa mengedan (ekspirasi yang ditahan terhadap penutupan glottis)
menaikkan tekanan intrathoraks sehingga menghalangi aliran balik vena dan
mengakibatkan turunnya stroke volume dan pulse pressure dan disertai refleks
takikardi. Bila maneuver ini dihentikan, tekanan intratoraks turun dan darah vena
yang menumpuk mengalir sehingga menaikkan stroke volume (mekanisme Frank
Starling). Akibatnya naiknya pulse pressure menyebabkan timbulnya refleks
bradikardi secara dramatis. Valsava maneuver ini digunakan untuk tes klinis
persarafan otonom jantung (Majid, 2005).
6. Kondisi Kesehatan
Adapun beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain
7. Olahraga
Perubahan kardiovaskular bisa terjadi pada orang normal, untrained, usia
pertengahan yang melakukan exercise dinamik seperti berlari. Dapat terjadi
peningkatan denyut jantung dan curah jantung yang banyak, demikian juga tekanan
darah terutama sistolik dan pulse pressure. Perubahan ini oleh akibat penigkatan
kebutuhan metabolisme otot skelet sehingga diperlukan aliran darah yang cukup ke
otot skelet.
Pada exercise static (isometric) seperti handgrip, mengangkat beban 20 kg
selama 2-3 menit dapat meningkatkan tekanan diastolik sampai 30 mmHg. Hal ini
akan meningkatkan kerja jantung; oleh karena itu isometric exercise sebaiknya
dilarang pada penderita penyakit jantung iskemik.
Setelah melakukan olahraga, tekanan darah turun secara cepat dan tetap rendah
untuk beberapa jam. Dari berbagai penelitian diadapatkan bahwa olahraga
mempunyai efek antihipertensi sebesar 6 – 15 mmHg (Majid, 2005).
8. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses aterosklerosis, dan tekanan darah
tinggi. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Nikotin dalam rokok dapat meningkatkan
denyut jantung dan tekanan darah dengan variasi mekanisme sebagai berikut :
a. Merangsang pelepasan norepinefrin melalui saraf adrenergik dan
meningkatkan kadar katekolamin yang dikeluarkan dari medula adrenal.
b. Merangsang chemoreceptor di carotid dan aortic bodies, yang
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
c. Bereaksi langsung pada miokardium untuk mengeluarkan efek positif
9. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dan teratur dapat
meningkatkan tekanan darah secara dramatis. (American Heart Association, 2013).
10. Kondisi Psikis
Paparan stres kronik bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah dan dapat
menyebabkan hipertensi (Gasperin et al., 2009). Menurut The American Institute of
Stress (2014), stres susah untuk didefenisikan karena stres berbeda untuk setiap
orang. Setiap orang akan memberikan respon yang berbeda terhadap stres yang
sama. Ketika seseorang mengalami stres, baik secara fisik ataupun psikologis,
sistem saraf simpatis mengirimkan sinyal ke kelenjar adrenal untuk mensekresikan
hormon adrenalin dan kortisol. Salah satu efek dari hormon-hormon yang
dihasilkan kelenjar adrenal ini adalah peningkatan denyut jantung dan peningkatan
tekanan darah. Setelah stres terlewati, maka efek tersebut akan menghilang.
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Denyut Jantung
Jantung merupakan organ yang dipengaruhi oleh kerja sistem sarah simpatis dan
parasimpatis. Pelepasan norepinefrin dari postganglionic saraf simpatis mengaktivasi
1-adrenoreceptors di jantung , terutama di nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular, jaringan
konduktif His-Purkinje dan jaringan kontraktil atrium dan ventrikel. Stimulasi saraf
simpatis meningkatkan denyut jantung (kronotropi), laju transmisi jaringan konduktif
(dromotropi), dan kontraksi ventrikel (inotropi). Sedangkan pelepasan asetilkolin dari
postganglionic saraf parasimpatis (N. Vagus) mengaktivasi reseptor nikotinik di jantung,
terutama nodus sinoatrial dan nodus atrioventrikular dan otot atrium. Stimulasi nervus
vagus akan mengurangi denyut jantung, laju transmisi memalui nodus atrioventrikular,
Meningkatkan denyut jantung:
Tabel 2.1 Faktor-faktor yang Meningkatkan Denyut Jantung
Penurunan aktivitas baroreseptor arteri
Amarah
Peningkatan aktivitas reseptor regang atrium
Hipoksia
Inspirasi Stimulus yang paling nyeri
Kegembiraan Olahraga
Hormon tiroid Demam
Sumber: Ganong, 2013
Menurunkan denyut jantung:
Tabel 2.2 Faktor-faktor yang Menurunkan Denyut Jantung
Peningkatan aktivitas baroreseptor arteri
Stimulasi nyeri pada nervus trigeminus
Ekspirasi Peningkatan tekanan intrakranial
Rasa takut Kesedihan
Sumber: Ganong, 2013
2.3. Aromaterapi
Aromaterapi adalah penggunaan minyak esensial murni yang berasal dari berbagai
bagian tumbuhan, termasuk bunga, akar, atau daun, untuk memperbaiki kesehatan fisik
dan mental, kualitas hidup secara umum, atau hanya untuk kesenangan. Sekarang ini,
aromaterapi dapat tersedia dalam beberapa bentuk, seperti sabun, pencuci rambut, bath
aromaterapi dengan minyak esensial seperti mawar, lemon, lavender, geranium, dan
bergamot dapat diberikan melalui beberapa cara, seperti berendam, kompres kulit,
inhalasi langsung, ataupun dijadikan pengharum ruangan (Thomas, 2002). Aromaterapi
dapat diberikan dengan berbagai cara. Cara yang sering digunakan adalah dengan cara
inhalasi (Liu, Lin, dan Chang, 2013).
Efek dari minyak esensial paling cepat didapat dengan cara inhalasi. Inhalasi
aromaterapi dapat menstimulasi nervus olfaktorius dan kemudian mempengaruhi sistem
limbik. Sistem limbik dapat mempengaruhi kedua sistem saraf otonom, yaitu sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis (Cook, 2008).
Salah satu minyak esensial yang paling sering digunakan adalah lavender (Chang
dan Shen, 2011). Menurut Collet (1994) dalam Sakamoto et al. (2012) minyak esensial
lavender dapat menjadi terapi untuk insomnia, sakit kepala, migrain, ansietas, gugup, and
melankolis.
Pemeriksaan regio otak terhadap 10 perempuan sehat yang telah diberikan stimulus
wewangian lavender dengan menggunakan positron emission tomography mendapatkan
hasil peningkatan neuronal pada daerah orbitofrontal, girus singulata posterior, batang
otak, talamus, serebelum, dan penurunan aktivitas di girus presentralis dan possentralis
dan frontal eye field. Penemuan ini mengindikasikan bahwa aromaterapi dengan lavender
selain menimbulkan efek relaksasi, dapat juga meningkatkan gairah pada beberapa
subyek (Duan et al., 2007 dalam Koulivand, Ghadiri, dan Gorji, 2013).
Salah satu efek dari minyak esensial lavender adalah peningkatan aktivitas sistem
saraf parasimpatis dan penekanan aktivitas sistem saraf simpatis (Cook, 2008).
Komposisi minyak esensial lavender sudah diketahui dengan baik, komposisi utamanya
adalah
linalool
danlinalyl acetate
. Menurut Jager et al. (1992) pada aplikasi minyakesensial lavender secara topikal yaitu dengan
massage
, kadarlinalool
danlinalyl
acetate
dalam darah dapat terdeteksi dengan cepat, dan mencapai puncak dalam 19menit (Koulivand, Ghadiri, dan Ghorji, 2013).
Linalool
akan menstimulasi nervusolfaktorius dan kemudian impuls berjalan menuju hipotalamus dan mempengaruhi
sistem saraf pusat.
Linalool
akan berikatan dengan reseptor GABA di sistem sarafpusat dan menimbulkan efek relaksasi (Xu
et al.
, 2008). Minyak esensial lavendermeningkatkan efek gamma-aminobutyric aciddi amygdala. Linalool juga dapat
menghambat pengeluaran asetilkolin untuk menimbulkan efek menenangkan (Peng, Koo,
Sedangkan menurut Price (1997) dalam Widjaja (2011), impuls yang masuk ke
otak mengaktifkan jaras ke
nucleus Raphe
sehingga dihasilkan serotonin. Serotoninyang dihasilkan akan merangsang hipotalamus anterior sebagai pusat parasimpatis.
Aktivasi sistem saraf parasimpatis menimbulkan efek inotropik dan kronotropik
negatif pada jantung yang menyebabkan penurunan kuat kontraksi dan frekuensi
denyut jantung (Guyton dan Hall, 2008). Lavender juga diperkirakan menghambat
kerja sistem saraf simpatis dengan cara menghambat reseptor histamin (Koulivand,
Ghadiri, dan Ghorji, 2013).
Seorang ahli kimia berkebangsaan Perancis Rene Maurice Gattefosse menemukan
kegunaan minyak esensial lavender yaitu dapat menyembuhkan luka bakar tanpa
sedikitpun meninggalkan jaringan parut (Thomas, 2002). Lavender juga mempunyai efek
menenangkan (Cook, 2008). Hasil penelitian di Bali menunjukkan inhalasi minyak
esensial lavender dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis (Dewi, Putra, dan Witarsa, 2013). Minyak esensial lavender
juga dapat meningkatkan kualitas tidur (Lytle, Mwatha, dan Davis, 2014).
Selain itu, minyak esensial lavender dapat menurunkan tekanan darah dan efektif
dalam pengobatan hipertensi. Penelitian terhadap 28 responden penderita prehipertensi
dan hipertensi yang menerima intervensi berupa inhalasi campuran minyak esensial yang
didalamnya terdapat lavender menunjukkan penuruan tekanan darah sistolik sebesar 4,7
mmHg dari 132,3 mmHg ke 127,6 mmHg dalam waktu empat minggu. Tekanan darah
diastolik juga menurun sebesar 1,21 mmHg dari 85,7 mmHg ke 84,5 mmHg juga dalam
waktu empat minggu (Kim et al., 2012). Penelitian pada pasien di Intensive Care Unit
(ICU) juga menemukan bahwa massage kaki dengan minyak esensial lavender bukan
hanya dapat menurunkan tekanan darah, tetapi juga denyut jantung dan frekuensi nafas
(Hongratanaworakit, 2004).
2.4. Fisiologi Penciuman
2.4.1 Epitel Penciuman dan Bulbus Olfaktorius
Saraf-saraf penciuman sensoris terletak pada nasal mucosa dan berwarna kuning,
disebut epitel penciuman. Pada manusia, area ini seluas 10 cm2, dan berada pada bagian
atap rongga hidung dekat dengan septum nasal. Epitel penciuman manusia memiliki 50
cells) dan basal stem cells. Epitel penciuman dilapisi oleh lapisan mucus tipis yang
disekresikan oleh sel penyokong dan kelenjar Bowman yang terletak dibawah epitel
penciuman. Masing-masing saraf penciuman memiliki dendrit yang pendek dan tebal
yang berjalan ke rongga hidung. Pada ujung dendrit terdapat 6-12 silia. Nervus
olfaktorius akan melewati lempeng kribriformis yang merupakan bagian dari tulang
etmoidalis dan kemudian akan memasuki bulbus olfaktorius. Molekul odoran larut di
dalam mucus dan berikatan dengan reseptor pada silia saraf penciuman. Akson-akson
saraf sensoris penciuman (N. Olfaktorius) berjalan ke atas melalui lempeng kribriformis
tulang etmoidalis dan memasuki bulbus olfaktorius (olfactory bulbs). Pada bulbus
olfaktorius, akson-akson dari sel reseptor penciuman akan berhubungan dengan sel mitral
dan sel berumbai (tufted cells), yang akan membentuk glomeruli olfaktori. Bulbus
olfaktorius juga terdiri dari sel periglomerular, yang merupakan saraf inhibitory yang
menghubungkan satu glomerulus ke glomerulus lainnya, dan sel granul, yang tidak
memiliki akson, dan membuat sinaps dengan sel mitral atau sel berumbai. Pada
sinaps-sinaps ini, sel mitral atau sel berumbai akan merangsang sel granul dengan mengeluarkan
glutamat, kemudian sel granul akan menghambat kerja sel mitral atau sel granul dengan
mengeluarkan GABA.
Banyak ditemukan ujung-ujung bebas dari saraf trigeminal pada epitel penciuman.
Ujung-ujung bebas ini terstimulasi oleh substansi yang dapat mengiritasi, yang akan
membantu kita untuk mengenal karateristik bau tertentu, seperti peppermint, menthol, dan
chlorine. Aktivasi dari ujung-ujung bebas ini juga akan menginisiasi bersin, lakrimasi,
dan refleks lainnya. (Ganong, 2013)
2.4.2. Korteks Penciuman
Sel berumbai memiliki ukuran yang lebih kecil dan akson yang lebih tipis
dibandingkan dengan sel mitral, tapi kedua sel ini memiliki fungsi yang mirip.
Akson-akson dari sel mitral dan sel berumbai melewati bagian belakang lateral olfactory stria
dan akan berakhir pada dendrit dari sel-sel piramidal di lima bagian korteks penciuman:
nukleus olfaktorius anterior, olfactory tubercle, korteks piriformis, amigdala, dan korteks
entorinalis. Dari wilayah-wilayah ini, informasi berjalan langsung korteks frontalis atau
pada jalur yang menuju korteks orbitofrontalis. Jalur menuju amigdala mungkin
melibatkan respon emosional terhadap rangsangan penciuman, dan jalur menuju korteks
entorinalis bersangkutan dengan memori penciuman (Ganong, 2013).
2.4.3. Reseptor Penciuman dan Transduksi Sinyal
Terdapat kira-kira 500 gen penciuman yang fungsional pada manusia. Reseptor
penciuman adalah G protein coupled receptor (GPCR). Ketika molekul odoran berikatan
dengan reseptor tersebut, maka subunit alfa, beta, dan gamma dari protein G akan
berdisosiasi. Subunit alfa akan mengaktifkan adenilat siklase untuk mengkatalisis
produksi cAMP, yang berperan sebagai second messenger untuk membuka kanal kation,
yang kemudian akan meningkatkan permeabilias ion Na+, K+, dan Ca2+. Influks dari ion
Ca2+ akan membuat graded receptor potential. Lalu, kanal ion Cl- yang teraktivasi oleh
ion Ca2+ akan terbuka, kemudian depolarisasi sel akan terjadi lebih lanjut. Jika stimulus
dapat mencapai nilai ambang batas, potensial aksi dari nervus olfaktorius akan
[image:30.595.125.481.447.640.2]terpicu.
Gambar 2.1. Reseptor Penciuman
Selain itu, jawaban mengapa 10.000 bau dapat dideteksi terletak pada organisasi
saraf dari jalur penciuman. Walaupun terdapat jutaan saraf sensori, masing-masing hanya
mengekspresikan satu dari 500 gen penciuman. Masing-masing saraf akan menuju satu
atau dua glomeruli. Hal ini akan memberikan peta dua dimensi yang khas terhadap
masing-masing bau pada bulbus olfaktorius. Sel-sel mitral dari glomeruli akan menuju ke
bagian korteks penciuman yangberbeda.
Inhibisi yang diperantarai oleh sel-sel periglomerular dan sel-sel granul, tujuannya
adalah untuk mempertajam dan memfokuskan sinyal-sinyal penciuman. Bagian ekstrasel
dari setiap glomerulus juga berosilasi, yang diatur oleh sel-sel granul. Fungsi dari osilasi
ini belum jelas diketahui, diperkirakan juga ikut membantu memfokuskan sinyak-sinyal
penciuman menuju korteks penciuman (Ganong, 2013).
2.4.4. Ambang Deteksi Bau
Molekul-molekul yang memproduksi bau (odoran) berukuran kecil, terdiri dari 3
sampai 20 atom karbon; dan molekul-molekul dengan jumlah atom karbon yang sama
tetapi berbeda konfigurasi strukstural memiliki bau yang berbeda. Molekul dengan
karakter sangat larut dalam air dan lemak memiliki bau yang kuat.
Ambang deteksi bau adalah konsentrasi terendah suatu zat kimia untuk dapat
dideteksi. Beberapa substansi dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah seperti
H2S (0,0005 parts per million, ppm), asam asetat (0,016 ppm), minyak tanah (0,1 ppm),
dan bensin (0,3 ppm). Di sisi lain, ada substansi yang bersifat toksik yang tidak memiliki
bau. Substansi-substansi ini memiliki nilai ambang yang melebihi konsentrasi letal agar
dapat terdeteksi. Contohnya karbon dioksida (CO2), yang terdeteksi pada 74.000 ppm
tetapi sudah letal pada 50.000 ppm.
Tidak semua individu memiliki nilai ambang batas yang sama terhadap setiap
odoran. Ketika seseorang sudah dapat mendeteksi suatu odoran pada ambang batas
2.4.5. Odorant-binding Proteins
Epitel penciuman terdiri dari beberapa odorant-binding protein (OBP) yang
diproduksi oleh sel penyokong yang dikeluarkan ke ruang ekstraseluler. Protein tersebut
diperkirakan homolog dengan protein dalam tubuh yang berfungsi membawa molekul
lipofilik. OBP ini berfungsi: (1) mengkonsentrasikan odoran dan kemudian
mentransfernya ke reseptor, (2) mengencerkan molekul hidrofobik dari udara, (3)
mengisolir aroma menjauh dari tempat pengenalan bau (Ganong, 2013).
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penciuman
Anosmia (tidak dapat mencium bau) dan hiposmia atau hypesthesia (berkurangnya
sensitivitas penciuman) bisa berasal dari hidung tersumbat atau polip di hidung. Hal ini
juga bisa merupakan tanda dari masalah yang lebih serius seperti kerusakan nervus
olfaktorius yang disebabkan oleh fraktur lempeng kribriformis atau trauma kepala, tumor
seperti neuroblastoma atau meningioma, dan infeksi saluran pernafasan. Anosmia
kongenital merupakan suatu kelainan yang jarang ditemukan dimana seseorang terlahir
tanpa kemampuan untuk mencium bau. Penggunaan nasal dekongestan yang
berkepanjangan juga dapat menyebabkan anosmia. Kerusakan nervus olfaktorius sering
terlihat pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Menurut National Institue of Health,
1-2% populasi Amerika Utara yang berusia dibawah 65 tahun mengalami derajat
kehilangan penciuman yang bermakna. Proses penuaan juga berhubungan dengan
kelainan sensasi penciuman; 50% individu berusia 65 tahun sampai 80 tahun dan >75%
yang berusia 80 tahun memiliki gangguan kemampuan untuk mengenali bau. Anosmia
juga berhubungan dengan penurunan sensitifitas pengecapan (hipogeusia).
Hiperosmia (peningkatan sensitivitas penciuman) lebih jarang terjadi dibandingkan
dengan kehilangan kemampuan penciuman. Ibu hamil biasanya menjadi lebih sensitif
terhadap bau.
Disosmia (kesalahan persepsi bau) bias disebabkan oleh beberapa kelainan termasuk
infeksi sinus, kerusakan parsial pada nervus olfaktorius, dan kebersihan gigi yang buruk
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. KerangkaKonsep
Kerangka konseppadapenelitianiniadalah:
[image:33.595.127.485.218.357.2]VariabelIndependen
VariabelDependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Adapun definisi operasionaldaripenelitianiniadalah:
1)
Aromaterapi
a.
Definisi Aromaterapi
Aromaterapiadalahprosesinhalasi minyak esensial lavender 2%secara
evaporasi denganmenggunakanalataroma diffuserselama 20 menit.
b.
CaraUkur
-
Melarutkan 40 tetes minyak esensial lavender 100% ke dalam 100
ml air, untuk mendapatkan minyak esensial lavender 2%. Lalu
larutan minyak esensial lavender 2% tersebut dituangkan ke dalam
aroma diffuser.
c.
Alat Ukur
Aroma diffuser Ultrasmit
®dan gelas ukur.
d.
HasilUkur
Minyak esensial lavender 2%.
e.
SkalaUkur
Aromaterapi lavender secara evaporasi selama 20 menit
- TekananDarah
• Tekanandarah sistolik
Skala numerik.
Gambar 3.2. Aroma DiffuserUltrasmit
®2)
TekananDarah
a.
DefinisiTekananDarah
Tekanandarahadalahtekanan darah responden yang diukur pada arteri
brakialis dengan menggunakan digital sphygmomanometer.
b.
Cara Ukur
-
Pengukurantekanandarahdilakukanpadawaktu5menitsebelumdanse
sudahdiberikanaromaterapi.
-
Responden berada dalam posisi duduk.Kemudianpemeriksa
memasang digital sphygmomanometer pada lengan atas, sejajar
dengan posisi jantung.
-
Responden diminta untuk tetap duduk dan tenang selama
pengukuran.
-
Lalu dilakukan pengukuran dan hasil pengukuran dapat dibaca
pada layar monitor.
c.
AlatUkur
Hasilpengukurantekanandarahyang
terdiridaritekanansistoldandiastoldandalamsatuan mmHg
sebelumdansesudahpemberianaromaterapi.
e.
SkalaUkur
Skala numerik.
3)
DenyutJantung
a.
DefinisiDenyutJantung
Denyutjantungadalahjumlahdetakjantung selama satumenit, yang
diukur bersamaan dengan pengkuran tekanan darah menggunakan
digital sphygmomanometer.
b.
Cara Ukur
-
Pengukuran
denyut jantung
dilakukanpadawaktu5menitsebelumdansesudahdiberikanaromatera
pi, bersamaan dengan pengukuran tekanan darah.
-
Responden berada dalam posisi duduk.Kemudianpemeriksa
memasang digital sphygmomanometer pada lengan atas, sejajar
dengan jantung.
-
Responden diminta untuk tetap duduk dan tenang selama
pengukuran.
-
Lalu dilakukan pengukuran dan hasil pengukuran dapat dibaca
pada layar monitor.
c.
AlatUkur
Digital sphygmomanometerOmron
®HEM – 7200.
d.
HasilUkur
Hasilpengukuranadalahjumlahdenyutjantungselamasatumenit
sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi.
e.
Skala Ukur
Gambar 3.3. Digital Sphygmomanometer Omron
®HEM - 7200
3.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat penurunan tekanan darah dan denyut jantung
setelah pemberian aromaterapi lavender secara evaporasi pada mahasiswa Fakultas
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Penelitianinimerupakan penelitian eksperimental semu (quasi experiment) dengan
pretest-posttest design (Mukhtar, 2011). Tujuannya adalah untuk melihat penurunan
tekanan darah dan denyut jantung setelah diberikan aromaterapi lavender secara
evaporasi selama 20 menit.
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitianakandilakukanpada bulan September—November 2014.
TempatpenelitianadalahLaboratoriumFisiologiFakultasKedokteranUniversitas Sumatera
Utara. Penelitiandilakukan di laboratoriumagar
seluruhsubjekpenelitianmendapatkansuasanalingkungan yang
sama.LaboratoriumFisiologi FK USU jugasudahdikenalolehseluruhmahasiswa FK USU
danberadadalamkawasankampussehinggamudah dijangkau.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2012 (semester lima saat
dilakukan pengambilan dan pengumpulan data) Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Populasi memiliki rutinitas yang hampir sama di dalam kampus. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa karakteristik individu dalam populasi tidak terlalu
berbeda. Karena jumlah populasi yang terlalu banyak yaitu 542 orang, maka diperlukan
penarikan sampel pada penelitian ini.
Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi sebagai berikut:
Kriteria Inklusi:
1. Responden adalah mahasiswa perempuan angkatan 2012 Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, berusia 18-23 tahun.
2. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan.
Kriteria Eksklusi:
1. Responden memiliki riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Responden memiliki riwayat penyakit asma.
4. Responden alergi terhadap lavender.
5. Responden tidak merokok dan minum alkohol atau kopi enam jam sampai
dengan sesaat sebelum pemberian aromaterapi.
6. Responden mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem
kardiovaskular sehari sampai dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian.
7. Indeks massa tubuh > 25.
Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan data sampel
untuk penelitian analitik berpasangan dengan data numerik (Wahyuni, 2007).
n = besarsampelminimum
= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu
= harga varians di populasi (literatur)
= perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di populasi
Maka didapatkan jumlah sampel adalah 34 orang. Sampel didapat dari seluruh
mahasiswa perempuan FK USU semester 5 dengan teknik non-probability sampling
dengan jenis consecutive sampling, yaitu semua subyek yang datang secara berurutan dan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini adalah data primer. Data diperoleh dari pengamatan dan
pencatatan hasil pengukuran. Pencatatan dilakukan pada lembar pencatatan hasil
pengukuran. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Calon responden diberi penjelasan mengenai penelitian hingga mengerti,
kemudian calon yang setuju untuk mengikuti penelitian diminta untuk mengisi
lembar persetujuan (Lampiran 2). Kemudian responden diwawancara untuk
menentukan apakah responden memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki
kriteria eksklusi. Jika responden memiliki kriteria eksklusi maka tidak
diikutsertakan dalam penelitian dan akan dicari responden pengganti.
b. Sehari sebelum dilakukanpenelitian, responden
sudahdihubungidandiberitahutanggaldanwaktusertatempatpelaksaanpenelitianya
yaitu di LaboratoriumFisiologi FK USU.
c. Semua responden ditempatkan pada ruangan yang sama.
d. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah dan denyut jantung.
e. Setelah 5 menit, diberikan aromaterapi lavender secara evaporasi selama 20
menit.
f. Setelah 20 menit pemberian aromaterapi, tekanan darah dan denyut jantung
kembali diukur 5 menit kemudian.
g. Semua hasil pengukuran dicatat dalam tabel yang telah disediakan.
h. Penelitiandilakukansecarabertahapsampaijumlahsampel yang
dibutuhkanterpenuhi.
4.5. Metode Analisis Data
Proses pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program
komputer SPSS (Statistic Package for Sosial Science). Data hasil pengukuran
dipresentasikan dalam bentuk tabel. Pengujian menggunakan metode komputerisasi.
Sebelumnya dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika
dari hasil uji didapat nilai p < 0,05, maka data dikatakan mempunyai distribusi tidak
normal. Sebaliknya, bila nilai p > 0,05, maka data mempunyai distribusi normal
(Mukhtar, 2011).
Jika data berdistribusi normal, uji hipotesis yang digunakan untuk menganalisis data
adalah uji t - berpasangan (t – paired test). Apabila ditemukan data tidak berdistribusi
4.6. Ethical Clearance
Ethical clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Komisi Etik Penelitian
untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang
menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan
tertentu. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yaitu di lantai dua gedung FK USU yang terletak
di Jl. Dr. Mansyur No.5, Medan. Laboratorium Fisiologi dilengkapi oleh
pendingin ruangan, meja dan kursi, lemari,whiteboard, dankomputer, serta
peralatan pendukung praktikum fisiologi yang lengkap, seperti treadmill,
elektrokardiogram (EKG), elektromiogram (EMG), sphygmomanometer,
stetoskop, dan termometer.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester lima Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2014. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 34 dan semua berjenis kelamin perempuan. Sampel
berusia antara 18-21 tahun. Data lengkap mengenai usia responden dapat
[image:41.595.132.517.573.720.2]dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia
Usia (tahun)
Frekuensi (orang)
Persentase dalam Kelompok
(%)
18
1
2,9
19
9
26,5
20
23
67,6
21
1
2,9
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sampel dalam penelitian berusia
antara 18-21 tahun. Dari 34 orang sampel yang paling banyak adalah berusia
20 tahun yaitu sebanyak 23 orang (67,6%) dan yang terendah berumur 18 dan
21 tahun (2.9%).
Data lengkap mengenai respon tekanan darah dan denyut jantung
[image:42.595.135.512.268.434.2]responden dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Respon Tekanan
Darah dan Denyut Jantung
Frekuensi (orang)
Menurun
Tetap
Meningkat
Tekanan Darah
Sistolik
24
1
9
Tekanan Darah
Diastolik
20
2
12
Denyut Jantung
23
1
10
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hasil terjadi penurunan tekanan darah
sistolik pada 24 orang, penurunan tekanan darah diastolik pada 20 orang,
penurunan denyut jantung pada 23 orang.
5.1.3. Hasil Analisis Data
5.1.3.1. Hasil Perhitungan Tekanan Darah
Hasil perhitungan tekanan darah sebelum dan sesudah
pemberian aromaterapi dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Rata-rata Tekanan Darah Sebelum (Pretest) dan
Sesudah (Posttest) Pemaparan Aromaterapi
Rata-rata Tekanan Darah (mmHg)
TD Sistolik
TD Diastolik
Pretest
111,21 ± 15,84
71,65 ± 17,10
Berdasarkan analisis data pada tabel 5.3 didapatkan bahwa
rata-rata tekanan darah sistolik sebelum pemaparan aromaterapi
(pretest) adalah 111,21 ± 15,84 mmHg dan 71,65 ± 17,10 mmHg untuk
tekanan darah diastolik. Sedangkan rata-rata tekanan darah sistolik dan
diastolik setelah pemaparan aromaterapi (posttest) adalah 105,47 ±
12,34 mmHg dan 66,38 ± 11,04 mmHg.
5.1.3.2 Hasil Perhitungan Denyut Jantung
Sedangkan hasil perhitungan denyut jantung diterangkan dalam
[image:43.595.163.517.353.477.2]bentuk rata-rata pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Rata-rata Denyut Jantung Sebelum (Pretest) dan
Sesudah (Posttest) Pemaparan Aromaterapi
Rata-rata Denyut Jantung (kali/menit)
Pretest
Posttest
Denyut
Jantung
83,38 ± 10,36
79,94 ± 10,99
Berdasarkan analisis data pada tabel 5.4 didapatkan bahwa
rata-rata denyut jantung sebelum pemaparan aromaterapi (pretest) dan
sesudahnya (posttest) adalah 83,38 ± 10,36 kali/menit dan 79,94 ±
10,99 kali/menit.
5.1.3.3. Hasil Uji Statistik
Pada penelitian ini, uji statistik didahului dengan melakukan uji
normalitas data, yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji
tersebut, didapatkan bahwa data tekanan darah sistolik dan denyut
jantung pretest dan posttest berdistribusi normal (p > 0,05), sedangkan
tekanan darah diastolik pretest dan posttest tidak berdistribusi normal (p
Untuk menilai penurunan tekanan darah sistolik dan denyut
jantung pretest dan posttest dilakukan analisis data dengan uji
t-berpasangan (t-paired test). Hasil uji t-paired test terhahap penurunan
[image:44.595.164.512.242.416.2]tekanan sistolik dan denyut jantung dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil Uji T-berpasangan (T-paired Test)
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Standar
Eror
Rata-rata
Sig
(2-tailed)
Tekanan
Darah
Sistolik
5,735 ±
9,78
9,783
1,678
0,002
Denyut
Jantung
3,441 ±
9,24
9,245
1,585
0,037
Berdasarkan analisis data pada tabel 5.5 didapatkan hasil uji
t-berpasangan dalam penurunan tekanan darah sistolik adalah penurunan
yang bermakna (p = 0,002; p < 0,005) dan memiliki nilai rata-rata
penurunan 5,735 ± 9,78 mmHg. Analisis data dengan uji t-berpasangan
dalam penurunan denyut jantung adalah penurunan yang bermakna (p =
0,037; p < 0.05) dan memiliki nilai rata-rata penurunan 3,441 ± 9,24
kali/menit.
Untuk menilai penurunan tekanan darah diastolik pretest dan
posttest dilakukan analisis data dengan uji Wilcoxon. Hasil uji
Wilcoxon terhadap penurunan tekanan darah diastolik dapat dilihat
Tabel 5.6 Hasil Uji Wilcoxon
Variabel
Mean
Asymp. Sig
(2-tailed)
Z
Tekanan
Darah
Diastolik
5,265 ± 13,25
0,031
-2,163
Berdasarkan analisis data pada tabel 5.6 didapatkan hasil uji
Wilcoxon dalam penurunan diastolik adalah penurunan yang bermakna
(p = 0,031; p <0,05) dan memiliki rata-rata penurunan 5,265 ± 13,25
mmHg.
5.2. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang bermakna dari
tekanan darah sistolik dan diastolik dan denyut jantung setelah sampel diberikan
aromaterapi selama 20 menit. Rata-rata tekanan darah sistolik menurun dari
111,21 ± 15,84 mmHg menjadi 105,47 ± 12,34 mmHg. Rata-rata tekanan darah
diastolik menurun dari 71,65 ± 17,10 mmHg menjadi 66,38 ± 11,04 mmHg.
Rata-rata denyut jantung menurun dari 83,38 ± 10,36 kali/menit menjadi 79,94 ± 10,99
kali/menit. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang mengatakan terdapat
penurunan tekanan darah dan denyut jantung setelah pemberian aromaterapi
selama 20 menit dapat diterima.
Penelitian Chang dan Shen (2011) terhadap 54 guru TK juga mendapatkan
hasil yang sama. Rata-rata tekanan darah sistolik menurun dari 123,30 ± 12,810
mmHg menjadi 112,78 ± 15,909 mmHg, rata-rata tekanan darah diastolik
menurun dari 82,91 ± 7,86 mmHg menjadi 76,76 ± 7,997 mmHg, dan rata-rata
denyut jantung menurun dari 83,15 ± 13,964 kali/menit menjadi 74,61 ± 9,803
sistem saraf parasimpatis, yang kemudian dapat menurunkan tekanan darah dan
denyut jantung.
Penelitian Chuang et al. (2014) terhadap 100 pekerja spa juga mendapatkan
hasil yang sama. Rata-rata penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada menit
ke-15 adalah 0,81 mmHg dan 0,45 mmHg, sementara rata-rata penurunan denyut
jantungnya adalah 1,08 kali/menit. Penelitian Seo (2009) dalam Chuang et al.
(2014) juga melaporkan ada hubungan antara inhalasi minyak esensial dengan
penurunan tekanan darah dan denyut jantung pada siswi SMA. Chuang et al.
(2014) mengakatan bahwa pemaparan aromaterapi selama satu jam dapat
meredakan stres sehingga efektif dalam menurunkan tekanan darah dan denyut
jantung.
Selain pada orang sehat, aromaterapi juga diberikan pada pasien prehipertensi
dan hipertensi. Pada 28 pasien prehipertensi dan hipertensi, setelah inhalasi
aromaterapi terjadi penurunan tekanan darah sistolik dari 130,8 ± 5,65 mmHg
menjadi 125,8 ± 6,00 mmHg dan diastolik dari 84,1 mmHg ± 5,00 menjadi 83,2 ±
5,30 mmHg pada pasien prehipertensi. Sedangkan pada pasien hipertensi
penurunan tekanan darah sistolik 133,5 ± 5,54 mmHg menjadi 129,1 ± 5,14
mmHg, tekanan darah diastolik 87,2 ± 5,58 mmHg menjadi 85,7 ± 6,83 mmHg
(Kim et al., 2012).
Sedangkan pada pasien ICU yang diberikan aromaterapi mulai dari pukul
10.00 malam sampai 06.00 pagi, hanya terjadi penurunan tekanan darah setelah 6
jam, sementara tanda vital lain (termasuk denyut jantung) tidak dijumpai adanya
pengaruh (Lytle, Mwatha dan Davis, 2014). Berdasarkan penelitian Dunn et al.
(1995) dan Stevenson (1994) dalam Halm (2008), tidak dijumpai pengaruh
aromaterapi terhadap tekanan darah dan denyut jantung. Berdasarkan tabel 5.2,
beberapa responden tidak mengalami perubaha