• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebab Konflik Dalam Hubungan Kerjasama Pada Sistem Franchise di Simply Fresh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyebab Konflik Dalam Hubungan Kerjasama Pada Sistem Franchise di Simply Fresh"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENYEBAB KONFLIK DALAM HUBUNGAN KERJASAMA PADA SISTEM FRANCHISE DI SIMPLY FRESH

OLEH :

MARCO SEMBIRING SINULAKI 080502221

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Penyebab Konflik Dalam

Hubungan Kerjasama Pada Sistem Franchise di Simply Fresh.

Adalah benar hasil karya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan,

atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S-1 Reguler

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas benar apa

adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima

sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 12 Desember 2014

Yang membuat pernyataan

Marco Sembiring Sinulaki

(3)

ABSTRAK

PENYEBAB KONFLIK DALAM HUBUNGAN KERJASAMA PADA

SISTEM FRANCHISE DI SIMPLY FRESH

Menggunakan sistem franchise merupakan suatu perpindahan dari sistem usaha

(dagang) konfensional menuju modernisasi. Dikatakan seperti itu, karena adanya faktor

efisien dan ekonomis. Modal relatif lebih kecil yang dikeluarkan ketika menyatakan diri

bergabung untuk menjalankan sistem ini, menjadi obat penawar yang mujarab untuk orang

yang berkeinginan besar untuk memiliki usaha sendiri. Begitu juga bagi beberapa orang yang

memiliki modal tetapi tidak memiliki atau tidak mampu untuk mengelola usaha dengan

pertimbangan – pertimbangan tertentu dan takut mengambil resiko kebangkrutan usaha,

terjawab olehnya. Franchise rawan terjadinya konflik karena tidak semua orang mengerti

akan sistem franchise, walaupun sistem kerja sudah diberikan oleh franchisor. Banyak

franchisee yang menghentikan usaha franchise-nya karena tidak mampu mengelola usahanya

ataupun tidak mampu mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh franchisor. Peneliti

memilih Simply Fresh oleh karena hubungan kerjasama antar Franchisor dan Franchise

Simply Fresh didapati adanya konflik. Konflik tersebut diduga disebabkan oleh adanya

mis-komunikasi, sumber daya manusia, tentang relasi, kepentingan atau kebutuhan, dan nilai –

nilai hidup.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat berlimpah

dalam hidupku. Mengucap syukur dalam segala hal membuat saya memiliki kesanggupan

prima untuk menghadapi tantangan hidup dan mengalami kemenangan dari berbagai masalah

yang harus dihadapi.

Adapun skripsi ini berjudul Penyebab Konflik Dalam Hubungan Kerjasama Pada

Sistem Franchise di Simply Fresh, dan disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen

Manajemen Universitas Sumatera Utara.

Penulis Menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dari penelitian yang ideal,

namun karena dorongan, usaha, bantuan dan bimbingan serta doa dari bapak saya J.

Sembiring, SE. MM., dan ibu saya L. Simanjuntak yang membuatku tetap semangat dalam

menjalani perkuliahan. Dan juga bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Endang Sulistya Rini, SE, M.Si., selaku Ketua Prodi Departemen Manajemen

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Setrihiyanti Siregar, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang tulus dan ikhlas

meluangkan waktu, memberi saran dan arahan kepada penulis dalam proses

(5)

4. Ibu Dra. Mulykata Sebayang, M.Si., selaku Dosen Pembaca Penilai dan Ibu Dra.

Friska Sipayung, M.Si., selaku Dosen Ketua Penguji yang telah membantu penulis

melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang

telah mendidik penulis.

6. Para pegawai Departemen Manajemen, Ibu Hartati, Ibu Ida, Kak Vina, dan Bang

Chairil yang telah banyak membantu penulis dalam administrasi di Departemen

Manajemen.

7. Buat adikku Mauritsio Sembiring, SE dan Andre Fabio Sembiring yang telah

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skipsi ini.

Keberhasilan kita adalah hadiah terindah buat papa dan mama. Tetap kompak!

8. Imanuel Sembiring, Rovo Sembiring, Erikson Banjarnahor, Julio Gultom, Leoni

Ginting, Alexander Siburian, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu –

persatu, terima kasih untuk kesediaan waktu yang sudah capek menemani penulis

kesana kemari, dan telah memberikan semangat, motivasi, dorongan, bantuan dan

arahan – arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Serta terima kasih atas

kebersamaan yang telah kita jalani bersama.

Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun bagi

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan berharap

semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 12 Desember 2014

Penulis,

Marco Sembiring Sinulaki

(6)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian..………... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…... 6

2.1 Tinjauan Pustaka………... 6

2.1.1. Franchise………... 6

2.1.2. Sejarah dan Perkembangan franchise………...……… 6

2.1.3. Franchise di Indonesia……….. 9

2.1.4. Format Bisnis Franchise………... 9

2.1.5. Kriteria Franchise………. 10

2.2. Konflik dan Pengertiannya………... 13

2.2.1. Penyebab Konflik…...………... 18

2.2.2. Jenis – Jenis Konflik………... 23

2.2.3. Akibat Konflik..………... 24

2.3. Manajemen Konflik……….. 25

2.3.1. Aspek – Aspek Dalam Manajemen Konflik…………... 26

2.3.1.1. Manajemen Konflik Destruktif………... 26

2.3.1.2. Manajemen Konflik Konstruktif……… 26

2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Konflik……….. 31

2.5. Kerjasama………. 32

2.5.1 Sikap Kerjasama Dalam Kelompok……….. 33

2.5.2 Karakteristik – Karakteristik Pribadi Anggota Kelompok………34

2.6. Penelitian Terdahulu...37

2.7. Kerangka Konseptual………... 38

(7)

BAB 3 METODE PENELITIAN………. 42

3.1 Jenis Penelitian……….. 42

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………... 42

3.2.1 Tempat Penelitian………... 42

3.2.2 Waktu Penelitian………. 43

3.3 Batasan Operasional……….. 43

3.4 Definisi Operasional……….. 44

3.4.1 Variabel Terikat (Depent Variable)……… 44

3.4.2 Variabel Bebas……… 44

3.4.2.1 Menyangkut Komunikasi.………. 44

3.4.2.2 Menyangkut Sumber Daya……….... 45

3.4.2.3 Menyangkut Relasi…………...………... 45

3.4.2.4 Menyangkut Kepentingan / Kebutuhan………... 45

3.4.2.5 Menyangkut Nilai – Nilai Hidup……….. 46

3.5 Skala Pengukuran Variabel………... 47

3.5.1 Defenisi Skala….……… 47

3.5.2 Defenisi Variabel……… 48

3.5.3 Jenis Variabel……….. 48

3.5.3.1 Variabel Terikat (Dependent Variabel)………. 48

3.5.3.2 Variabel Bebas……….. 49

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian……….... 49

3.6.1 Populasi………... 49

3.6.2 Sampel……….49

3.7 Jenis Data………... 50

3.8 Teknik Pengumpulan Data.………... 50

3.9 Teknik Analisis Data………. 51 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 52

4.1 Gambaran Umum Perusahaan………... 52

4.1.1 Filosofi Perusahaan ... 53

4.1.2 Visi ... 53

4.1.3 Misi ... 53

(8)

4.2 Hasil Penelitian ... 56

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Franchise, kata ini sudah tidak asing lagi didengar oleh sebagian besar masyarakat

Indonesia terutama di kota besar. Sumatera Utara khususnya kota Medan yang

merupakan salah satu dari 5 (lima) kota besar di Indonesia no 3 (tiga) setelah Surabaya,

banyak dijumpai usaha yang menggunakan sistem ini. Tingkat pertumbuhan franchise

di kota Medan begitu signifikan. Banyak para pengusaha yang tertarik menggunakan

sistem ini, dengan pertimbangan – pertimbangan yang menjadi keputusan mutlak bagi

sebuah badan usaha.

Menggunakan sistem franchise merupakan suatu perpindahan dari sistem usaha

(dagang) konfensional menuju modernisasi. Dikatakan seperti itu, karena adanya faktor

efisien dan ekonomis. Misalnya saja, pemilik usaha tidak serta merta harus

mengeluarkan biaya yang sama besarnya ketika membuat cabang usaha baru dengan

nama yang sama, begitu juga untuk sarana publikasi ketika mengenalkan suatu produk

usahanya, baik jenis usaha jasa, maupun jenis usaha lainnya.

Di Indonesia, franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakeypisa, KFC,

Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat sekitar tahun 1995.

Kini sistem franchise banyak digunakan oleh para pengusaha untuk mempopulerkan

produknya. Hampir seluruh jenis usaha, baik usaha jasa, usaha makanan, usaha pakaian

dan lain – lain menggunakannya.

Banyak orang berpendapat bahwa, untuk mendirikan suatu badan usaha

(11)

mengambil resiko kerugian, atau bahkan tidak memiliki mental seorang entrepreneur.

Pada kenyataanya, masyarakat lebih memilih membuat usaha sendiri ketimbang bekerja,

baik itu instansi pemerintahan atau badan usaha non pemerintahan. Selain waktu,

ternyata faktor kepuasan memperkaya diri sendiri lebih diminati ketimbang bekerja

menjadi mesin uang bagi pemilik usaha tempat dimana Ia bekerja. Kendala modal dan

jiwa entrepreneur terjawab oleh sistem franchise. Modal relatif lebih kecil yang

dikeluarkan ketika menyatakan diri bergabung untuk menjalankan sistem ini, menjadi

obat penawar yang mujarab untuk orang yang berkeinginan besar untuk memiliki usaha

sendiri. Begitu juga bagi beberapa orang yang memiliki modal tetapi tidak memiliki atau

tidak mampu untuk mengelola usaha dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu dan

takut mengambil resiko kebangkrutan usaha, terjawab olehnya. Franchise rawan

terjadinya konflik karena tidak semua orang mengerti akan sistem franchise, walaupun

sistem kerja sudah diberikan oleh franchisor. Banyak franchisee yang menghentikan

usaha franchise-nya karena tidak mampu mengelola usahanya ataupun tidak mampu

mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh franchisor.

Konsep dasar dari franchise adalah pembentukan atau pendirian cabang usaha, yang

melibatkan pihak lain dari luar perusahaan, yang SOP (Standart Operational

Procedure)-nyaberasal dari owner atau pemilik utama usaha. SOP yang dikeluarkan

oleh pihak manajemen tidak bisa diganggugugat, meskipun sudah menjadi anggota

franchise. Perhitungan dalam pengambilan keputusan mengenai SOP harus secara

matang, agar meminimalisasikan konflik yang akan timbul. Secara alami, suatu konflik

akan timbul dengan sendirinya dengan faktor – faktor tertentu, misalkan saja konflik

yang muncul dikarenakan faktor emosi, sehingga menangani masalah yang sebenarnya

sudah dipertimbangkan secara matang oleh pihak manajemen tidak bisa dilaksanakan

(12)

ketidakdisiplinan waktu, sehingga akan memperlambat proses usaha yang tentunya akan

berdampak pada pendapatan usaha itu sendiri. Konflik yang terjadi, jika tidak segera

ditanggulangi atau dibiarkan berlarut – larut berpengaruh besar pada hubungan

kerjasama antar pemilik franchise dan para penanam modal. Sebagian besar konflik yang

timbul dikarenakan ketidakpatuhnya para pelaku bisnis (usaha) terhadap SOP yang

sudah terbentuk dibandingkan dengan ketidakmatangan SOP (Karamoy, 2012). Oleh

karena itu, diperlukan sebuah sistem yang membuat konflik dapat dikelola dalam

suasana kerjasama yang memuaskan. Untuk melihat penyebab konflik lainnya, peneliti

memilih usaha Franchise Simply Fresh sebagai objek penelitian. Peneliti memilih

Simply Fresh oleh karena hubungan kerjasama antar Franchisor dan Franchise Simply

Fresh didapati adanya konflik (Pra penelitian). Konflik tersebut diduga disebabkan oleh

adanya mis-komunikasi, sumber daya manusia, tentang relasi, kepentingan atau

kebutuhan, dan nilai – nilai hidup.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dikemukakan rumusan masalah

penelitian: Apakah konflik yang disebabkan oleh komunikasi, sumber daya, tentang

relasi, kepentingan / kebutuhan dan nilai – nilai hidup dalam hubungan kerjasama pada

sistem franchise di Simply Fresh. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa

penyebab konflik di dalam suatu hubungan kerjasama pada perusahaan yang

menggunakan sistem franchise, terhadap kelangsungan kegiatan perusahaan.

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : Mengetahui apa penyebab konflik

(13)

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi para calon pengusaha ketika memutuskan untuk

bergabung dalam usaha dengan sistem franchise.

2. Sebagai sebuah wacana yang dapat dijadikan sebuah informasi dan solusi

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Franchise

Kata Franchise berasal dari bahasa Prancis, yaitu “franchir”. Yang artinya

dibebaskan dari pemberian upeti, pajak. Namun seiring zaman, pengertian

franchise berubah menjadi pemberian izin dalam pemakaian nama atau merek

dagang. Franchise merupakan suatu bentuk strategi usaha yang bertujuan untuk

memperlebar jangkauan usaha dalam meningkatkan pangsa pasar dan penjualan.

Franchise merupakan sebuah perkawinan bisnis yang sudah ada (franchisor) dan

pendatang baru di dunia bisnis (franchisee). Dalam dunia bisnis, istilah franchise

atau waralaba adalah suatu pemberian sebuah lisensi oleh suatu pihak

(perseorangan atau perusahaan) sebagai pemberi franchise kepada pihak lain

sebagai penerima franchise untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang

atau nama dagangnya dengan menggunakan keseluruhan sistem bisnisnya.

2.1.2. Sejarah dan Perkembangan Franchise

Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine

Company, produsen mesin jahit Singer 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh

perusahaan Otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan

kendaraan bermotor dengan menunjukkan distributor franchise pada tahun 1898.

Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan – perusahaan soft drink di Amerika

(15)

waralaba dirintis oleh J Lycons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada

decade 60an.

Sampai pada tahun 1998, cara pendistribusian dengan waralaba diperkirakan

mencapai lebih dari 50% dari total penjualan eceran di Amerika Serikat dan

pertumbuhan waralaba sama berhasilnya di Negara – Negara maju lainnya seperti

: Kanada, Inggris, Jerman dan Jepang. Negara – Negara berkembang seperti

Meksiko, Indonesia dan Malaysia juga mendapatkan bahwa waralaba adalah cara

yang efektif untuk menciptakan bisnis baru dan meningkatkan kesempatan

lapangan kerja. Di Indonesia sendiri jumlah perusahaan waralaba tumbuh

mencapai 274% selama Sembilan tahun 2000 – 2009. (muharam-2002 rev 2010.

Waralaba terbukti survive)

Pada masa itu sebuah rantai toko makanan di Tiongkok menerapkan konsep

distribusi dengan sistem waralaba lisensi produk / merek. Waralaba telah dipilih

sebagai cara menjalankan usaha oleh lebih dari 2500 perusahaan di Amerika

Serikat, karena terbukti memiliki peluang keberhasilan lebih tinggi dibandingkan

format bisnis biasa. Sebagai perbandingan, format bisnis biasa memiliki peluang

sukses 35-45%, sedangkan peluang sukses perusahaan waralaba mencapai

85-90%. Sementara orang berfikir bahwa waralaba hanya terbatas pada industri

makanan siap saji, kenyataanya menunjukan bahwa semua jenis bisnis yang

mungkin ada, dapat diwaralabakan. Misalnya hotel, properti, rumah sakit,

kursus, binatu, foto studio, minimart, spa, salon, bengkel, apotik, kantor pos,

laundry, warnet dapat dikembangkan dengan format waralaba.

Yang menarik adalah kesuksesan waralaba untuk tetap tumbuh selama krisis

moneter di Indonesia. Pada periode 1996 – 1999, usaha waralaba di Indonesia

(16)

bawah 3% (peluang, juni 2000). Sebagian besar pertumbuhan ini diakibatkan

oleh pertumbuhan waralaban lokal.

(sumber: http://frommarketing.blogspot.com/search/label/marketing)

Pelajaran yang dapat diambil dari krisis moneter adalah, waralaba lokal

ternyata mampu mengungguli pertumbuhan waralaba asing. Selisih kurs yang

demikian besar antara rupiah dengan dollar, mengakibatkan waralaba lokal

memiliki keunggulan kompetitif yang lebih baik untuk dikembangkan pada saat

itu. Sebagai gambaran untuk membuka sebuah mini market Indomaret

dibutuhkan investasi 300 -750 juta rupiah, bandingkan jika membeli hak

waralaba Disc Go Round dari Amerika, investasi yang dibutuhkan sekitar 1,1 –

1,3 miliar rupiah. Bayangkan jika kita membeli hak waralaba dari merek yang

lebih terkenal misalnya McDonald’s yang biaya investasinya bisa mencapai

423.000 – 651.000 USD (sumber :Franchise Opportunities Guide, IFA, 1996).

2.1.3. Franchise di Indonesia

Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakey Pisa,

KFC, Swensen dan Burger King. Perkembanganya terlihat sangat pesat dimulai

sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan

penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami

kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing

terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam.

Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal

itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil, ditandai dengan

perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air

(17)

2.1.4. Format Bisnis Franchise

Seperti yang dijelaskan pada penjelasan sebelumnya mengenai franchise

bahwa suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan (franchisor) memberi

hak pada pihak independen (franschisee) untuk menjual produk atau jasa

perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh franchisor.

Franchisee menggunakan nama, goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran,

keahlian, sistem prosedur operasional dan fasilitas penunjang dari perusahaan

franchisor. Sebagai imbalannya franchisee membayar initial fee dan royalti

(biaya pelayanan manajemen) pada perusahaan franchisor seperti yang diatur

dalam perjanjian franchise. Sebuah paket franchise yang baik, mampu membuat

seseorang yang tepat bisa mengoperasikan sebuah bisnis dengan berhasil, bahkan

tanpa pengetahuan sebelumnya tentang bisnis tersebut.

Franchise digambarkan sebagai perpaduan bisnis “besar” dan “kecil”, yaitu

perpaduan antara energi dan komitmen individual dengan sumber daya dan

kekuatan sebuah perusahaan besar. Franchise merupakan pilihan untuk

ber-wirausaha dan ber-ekspansi dengan resiko paling kecil. Secara umum franchise

merupakan alternatif jalan keluar yang relatif aman. (Muharam 2003).

2.1.5. Kriteria Franchise

Dalam PP No. 42 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Waralaba atau franchise

harus memenuhi 6 (enam) kriteria, yakni :

1. Memiliki Ciri Khas Usaha

Yang dimaksud dengan ciri khas adalah suatu usaha yang memiliki

keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan

(18)

Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau

penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari

pemberi waralaba.

2. Terbukti Sudah Memberikan Keuntungan

Yang dimaksud dengan sudah memberikan keuntungan adalah

menunjuk kepada pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5

(lima) tahun dan telah mempunyai kiat – kiat bisnis untuk mengatasi

masalah – masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan

masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan

menguntungkan.

3. Memiliki Standart Atas Pelayanan Barang dan Jasa yang Ditawarkan yang Dibuat Secara Tertulis

Yang dimaksud disni adalah standar secara tertulis supaya penerima

waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan

sama ( standar operasional kerja).

4. Mudah Diajarkan dan Diaplikasian.

Yang dimaksud dengan mudah diajarkan dan diaplikasikan adalah

mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki

pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis, dapat

melaksakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan

manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh penerima

(19)

5. Adanya Dukungan yang Berkesinambungan

Yang dimaksud dengan dukungan yang berkesinambungan adalah

dukungan dari pemberi waralaba secara terus menerus seperti bimbingan

operasional, pelatihan dan promosi

6. Hak dan Kekayaan Intelektual yang Telah Terdaftar

Yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar

adalah hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek,

hak cipta, hak paten, rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai

setifikasi atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang

berwenang.

Selanjutnya, menurut sumber dari Majalah Franchise (Rudi, 2013), jika

dirinci, faktor yang membuat keberhasilan usaha waralaba bisa berhasil, yakni :

1. Repicable, atau dipublikasikan dengan baik, bergantung pada sistem,

bukan pada keterampilan individual

2. Controllable, yaitu kualitasnya dapat dikendalikan atau dijaga.

3. Sustainable, atau mampu bertahan di tengah perubahan atau

perkembangan persaingan di lapangan. Bukan suatu tren sesaat.

4. Marketable, atau produknya dapat dipasarkan alias ada sejumlah

pelanggan potensial, serta memiliki merek yang kuat.

5. Profitable, yang berarti memiliki tingkat keuntungan yang dapat dibagi

kepada pihak – pihak yang terlibat, yaitu franchisor dan franchisee.

2.2.Konflik dan Pengertiannya

Konflik berasal dari kata latin configure yang berarti saling memukul. Secara

sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa

(20)

menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Definisi lain dari konflik adalah

pergesekan atau friksi yang terekspresikan diantara dua pihak atau lebih, dimana masing

– masing mempersepsi adanya interfernsi dari pihak lain yang dianggap menghalangi

jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya akan terjadi bila, semua pihak yang terlibat

mencium adanya ketidaksepakatan. Para pakar ilmu perilaku organisasi, banyak

memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan

konflik sebagai

“Sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi

usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang

menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mencapai tujuan yang diinginkan atau merealisasikan minatnya”.

Dengan demikian yang dimaksud dengan konflik menurut pakar di atas adalah proses

pertikaian yang terjadi, sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah

salah satu manifestasinya. Dua orang pakar dari Amerika Serikat yaitu Aconstantino

dan Sickles (1989) mengatakan dengan kata – kata yang lebih sederhana, bahwa konflik

pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan,

atau harapan – harapan yang tidak terealisasiakan”. Kedua penulis tersebut sepakat

dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses. Konflik dapat

diartikan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau

kelompok – kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan

sumber daya yang langka secara bersama – sama atau menjalankan kegiatan bersama –

sama dan atau karena mereka mempunyai status tujuan, nilai – nilai dan persepsi yang

berbeda.

Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi

(21)

maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka

mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka, konflik tersebut

telah menjadi kenyataan. Robbins (1993) juga menyatakan, bahwa konflik organisasi

sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon

terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang

telah atau akan menyerang secara negatif.

Dalam pembahasan tentang konflik, yang menarik adalah beberapa ahli

mengungkapkan secara detail dan rinci mengenai definisinya saja. Jika dilihat dari suku

katanya, konflik hanya mempunyai suku kata saja. Akan tetapi, ketika dibahas secara

detail menjadi satu kesatuan kalimat yang sangat kompleks. Berikut penulis angkat

penjabaran secara detail oleh beberapa ahli yang dijadikan rujukan untuk materi

penelitian ini.

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The

Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan

kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha

meminimalisasiakn konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain;

1. Pandangan Tradisional (The Traditional View)

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang

negatif, merugikan dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah

violence, destruction dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil

difungsional akibat komunikasi buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara

orang – orang dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan inspirasi

(22)

2. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relation View)

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang

wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu

yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi

perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus

dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja

organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk

melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

3. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)

Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya

konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif , tenang, damai dan

serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh

karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat

minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut

tetap semangat, kritis – diri dan kreatif.

Kemudian konflik menurut Stonner dan Freeman (1989: 392) membagi konflik

menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pandangan Tradisional (Traditional View)

Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini

disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan

optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus

(23)

dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak

manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.

2. Pandangan Modern

Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain

struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai dan sebagainya. Konflik

dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik,

manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta

kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami

berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers,

1993:234)

1. Pandangan Tradisional

Konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan

ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagi faktor penyebab

pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan

dengan kemarahan, agresivitas dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan

kata – kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan konflik yang

lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah

dihindari.

2. Pandangan Kontemporer

Mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu

yang tidak dapat dielakan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang

(24)

menanganinya secara tepat, sehingga tidak merusak hubungan antar pribadi bahkan

merusak tujuan organisasi. Konflik bukan dijadikan suat hal yang detruktif,

melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi

tersebut, misalnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Dari penjabaran mengenai pengertian konflik oleh para pakar yang sudah

dipaparkan, konflik memiliki persamaan yang mendasar. Bahwa konflik merupakan

suatu bentuk interaksi sosial ketika dua individu mempunyai kepentingan yang

berbeda dan kehilangan keharmonisan di antara mereka. Pada dasarnya, konflik

merupakan hal yang alamiah dan sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari.

2.2.1. Penyebab Konflik

Sarjono Soekanto (2007), menyatakan penyebab konflik yaitu ;

1. Konflik menyangkut komunikasi. Komunikasi adalah hal yang

sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia.

Terutama ketika dalam suatu organisasi atau kelompok usaha atau

perusahaan. Ketika dalam suatu organisasi atau kelompok usaha

maupun perusahaan memiliki komunikasi yang buruk, maka akan

menimbulkan konflik.

2. Konflik menyangkut sumberdaya. Sumber daya yang dimaksud

adalah seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, dan

lainnya. Apabila perusahaan tidak dapat mengelola sumber daya

yang ada dengan baik, maka konflik akan muncul dan bisa

(25)

3. Konflik menyangkut relasi. Setiap perusahaan memiliki relasi atau

orang terdekat. Setiap orang dalam organisasi atau perusahaan harus

menjaga jalinan komunikasi yang baik dengan para relasi.

4. Konflik menyangkut kepentingan / kebutuhan. Konflik juga bisa

timbul karena adanya kepentingan atau kebutuhan. Artinya apabila

perusahaan atau organisasi hanya mementingkan keuntungan bagi

perusahaan saja, maka akan terjadi konflik intern di dalam

perusahaan.

5. Konflik menyangkut nilai – nilai hidup. Nilai – nilai hidup disini

dapat berupa harga diri maupun perasaan para pekerja dalam

organisasi ataupun perusahaan.

Sedangkan menurut Mangku Negara (2001) dalam bukunya yang

berjudul konflik organisasi menyatakan bahwa penyebab konflik adalah:

1. Saling mengklaim dan menguasai Sumber Daya Alam yang mulai

terbatas akibat tekanan penduduk dan kerusakan lingkungan.

2. Kecemburuan sosial yang bersumber dari ketimpangan –

ketimpangan ekonomi antar kaum pendatang dan penduduk lokal.

Keberhasilan ekonomi para pendatang sebagai usaha kerja keras dan

tidak mengenal lelah yang kemudian dapat menguasai pasar dan

peluang ekonomi, sering dilihat sebagai penjajah ekonomi.

3. Dorongan emosional kesukuan dan ikatan – ikatan norma

tradisional. Bisa juga konflik ini muncul karena dorongan

(26)

4. Mudah dibakar dan dihasut oleh para dalang kerusuhan, elit politik

dan orang – orang yang haus akan kekuasaan. Ini didorong oleh

kualitas sumber daya manusia yang rendah yang diikuti juga oleh

rendahnya kesadaran sosial.

Dalam buku yang sama Mangku Negara (2001), menyatakan bahwa

konflik biasanya timbul karena 3 faktor yaitu :

1. Masalah Organisasi. Adanya masalah dalam tubuh organisasi yang

tidak dapat diselesaikan dengan baik akan merambat ke

kelangsungan hidup organisasi. Setiap organisasi atau perusahaan

harus menghindari masalah intern agar tidak terjadi konflik yang

besar.

2. Hubungan Pribadi. Hubungan antar individu dalam organisasi

ataupun perusahaan harus dijaga. Perbedaan pendirian dan perasaan

akan sesuatu hal yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab

konflik, sebab dalam menjalani hubungan, seseorang tidak selalu

sejalan dengan kelompoknya.

3. Struktur Organisasi. Dalam struktur organisasi juga dapat

menimbulkan konflik. Apabila penerapan struktur organisasi tidak

tepat dan dapat memicu kecemburuan pihak lain.

Menurut Torang (2013), ada beberapa faktor penyebab konflik, yakni :

1. Perbedaan Individu

Perbedaan ini yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaaan. Setiap

(27)

dan perasaan yang berbeda – beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian

dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi

faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,

seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika

berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap

waganya akan berbeda – beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik,

tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2. Perbedaan Latar Belakang Kebudayaan

Perbedaan latar belakang kebudayaan membentuk pribadi – pribadi yang

berbeda. Seseorang sedikit banyaknya akan terpengaruh dengan pola – pola

pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda

itu pada akhirnya menghasilkan perbeedaan individu yang dapat memicu

konflik.

3. Perbedaan Kepentingan Antara Individu atau Kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang

kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan

masing – masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda –

beda. Kadang – kadang orang dapat melakukan hal yang sama tetapi untuk

tujuan yang berbeda – beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan

kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat

menganggap hutan sebagai kekayaan kebudayaan yang menjadi bagian dari

kebudayaan mereka, sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para

petani menebang pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka

untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon –

(28)

membuka pekerjaan. Sedangkan bagi para pecinta lingkungan, hutan adalah

bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan.

Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok

dengan kelompok lainnya, sehingga akan mendatangkan konflik sosial di

masyarakat. Konflik akibat perbeedaan kepentingan ini dapat pula

menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Begitu pula dapat

terjadi antar kelompok atau antar kelompok dengan individu, misalnya konflik

antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan

kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang

memadai.

2.2.2. Jenis – jenis Konflik

Mengenai jenis – jenis konflik, Menurut Dahrendorf (1996) konflik dibedakan

menjadi 6 macam:

1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intra pribadi), misalnya antara peranan

– peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

2. Konflik antara kelompok – kelompok sosial (antar keluarga, antar gank)

3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa)

4. Konflik antara satuan nasional (kampanye, perang saudara)

5. Konflik antar atau tidak antar agama

6. Konflik antar politik

2.2.3. Akibat Konflik

(29)

1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in group) yang

mengalami konflik dengan kelompok lain.

2. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

3. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,

saling curiga dll.

4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia

5. Dominasi bahkan penaklukan satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak – pihak yang berkonflik dapat

menghasilkan respom terhadap konflik menurut sebuah skema dua dimensi, yaitu

pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya.

Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagi berikut:

1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak, akan menghasilkan

percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri, akan menghasilkan percobaan

untuk “memenangkan” konflik

3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain, hanya akan menghasilkan percobaan

yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut

4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak, akan menghasilkan percobaan

menghindari konflik

2.3.Manajemen Konflik

(30)

mengendalikan, sedangkan pengelolaan dan istilah manager berarti tindakan

membimbing atau memimpin, sedangkan dalam bahasa Cina, manajemen adalah kuan

lee yang berasal dari dua suku kata yaitu khuan khung (mengawasi orang kerja) dan lee

chai (me-manajemen konfliksi uang). Sehingga manajemen dapat didefinisikan sebagai

mengawasi/ mengatur orang bekerja dan me-manajemen konfliksi administrasi dengan

baik. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses

penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk menca Spritual tujuan.

Manajemen merupakan proses penting yang menggerakan organisasi karena tanpa

manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang berhasill cukup lama.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, manajemen sebuah

tindakan yang berhubungan dengan usaha tertentu dan penggunaan sumber daya secara

efektif untuk mencaSpiritual tujuan.

2.3.1. Aspek – Aspek Dalam Manajemen Konflik

Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis

besar ada dua manajemen konflik yaitu:

2.3.1.1.Manajemen Konflik Destruktif

Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict angagement

(menyerang dan lepas kontrol), withdrawal (menarik diri) dari situasi

tertentu yang kadang – kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan

diri ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme

pertahanan diri, dan compliance (menyerah dan tidak membela diri).

2.3.1.2.Manajemen Konflik Konstruktif

Yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan

(31)

pihak yang terlibat mengurang tuntutanya agar tercipta tercaSpritual suatu

penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk

melaksanakan kompromi adalah bahwa satu pihak bersedia untuk

merasakan dan memahami keadaan pihak lain dan sebaliknya. Sedangkan

nogoiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat

disepakati dan diterima olrh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana

tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Menurut Prijaksono

dan Sembel (2000), negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama,

yaitu :

1. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan

organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.

2. Memiliki ancaman di dalamnya mengandung konflik yang terjadi

mulai dari awal samSpriritual terjadi kesepakatan dalam akhir

negosiasi.

3. Menggunakan cara – cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar

menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter).

4. Hampir selalu berbentuk tatap muka yang menggunakan bahasa lisan,

gerak tubuh maupun ekspresi wajah.

5. Negosiasi biasanya menyangkut hal – hal di masa depan atau sesuatu

yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.

6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh

kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah

(32)

Manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan

konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak – pihak yang berkonflik

masih terjaga dan masih berinteraksi secara harmonis.

Johnson dan Johnson (Farida, 1996) mengatakan bahwa ketika individu

terlibat konflik maka untuk menghadapinya seringkali digunakan Relegiustas

dasar manajemen konflik yaitu Withdrawing (menghindari), forcing (memaksa),

smoothing (melunak), compromising (kompromi), dan confronting (konfrontasi).

Individu yang menggunakan cara withdrawing cenderung berusaha menarik diri

untuk menghindari konflik dengan orang yang terlibat dengannya. Forcing

digunakan oleh individu yang telibat konflik yang berusaha untuk mengalahkan

lawannya dan memaksa untuk menerima solusi konflik, sedangkan bila individu

menganggap individu sebagai sesuatu yang harus dihindari demi keharmonisan

hubungan dengan orang lain disebut smoothing. Bila ada upaya mengorbankan

sebagai tujuan dan membujuk orang lain untuk mau mengorbankan sebagian

tujuannya juga maka cara menyelesaikan konflik tersebut disebut compromising,

dan confrontation adalah bila individu memandang konflik sebagai masalah yang

harus dipecahkan dan berupaya agar solusi yang digunakan mampu memcahkan

masalah dan memuaskan kedua belah pihak.

Lain halnya dengan Rubin (Farida, 1996) yang menyatakan bahwa

manajemen konflik yang biasa digunakan seseorang adalah domination

(dominasi), capitulation (menyerah), in action (tidak bertindak), withdrawal

(menarik diri), negotiation (negosiasi), dan third party intervention (intervensi

pihak ketiga). Ketika individu yang terlibat konflik berusaha memaksa secara

fisik pihak lain untuk menerima kemauannya disebut cara dominasi.

(33)

lain yang terlibat konflik, sedangkan bila salah satu pihak yang berkonflik tidak

melakukan usaha untuk menyelesaikan konflik tersebut disebut in action.

Withdrawal adalah cara yang digunakan individu dengan menghindar agar tidak

terlibat dalam konflik yang terjadi. Negotiation ditandai dengan adanya

penukaran pendapat antara kedua belah pihak untuk mencaSpiritual tindakan

yang disetujui bersama dan intervensi pihak ketiga terjadi bila individu atau

kelompoj di luar pihak yang bertikai berupaya menggerakkan pihak – pihak yang

berselisih untuk menyelesaikan konflik. Pada saat ini pihak ketiga hanya

berperan sebagai moderator.

Pendapat Deutch yang dikutip oleh Bernt dan Ladd (Indati, 1996) menyatakan

beberapa pengelolaan konflik atau bisa disebut manajemen konflik, yaitu:

1. Destruktif

Adalah bentuk konflik dengan menggunakan ancaman, paksaan, atau

kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau

bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan.

2. Konstruktif

Merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan

negosiasi, sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta

tetap mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula

menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berfikir

(34)

Setiap konflik yang ada dalam kehidupan apabila dapat dikelola dengan baik,

maka akan sangat bermanfaat dalam hal memajukan kreatifitas dan inovasi,

meskipun konflik memiliki sisi konstruktif dan sisi destruktif (Winardi, 1994).

Pengelolaan konflik bertujuan untuk mengembangkan dan memberikan

serangkaian pendekatan, alternatif untuk membatasi dan menghindari kekerasan

dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak – pihak yang

terlibat (Fisher, 2000). Menurut Johnson setiap orang memiliki relegiusitas

masing – masing dalam mengelola konflik. Relegiusitas – relegiustias ini

merupakan hasil belajar, biasanya dimulai dari masa kanak – kanak dan berlanjut

hingga remaja (Supraktiknya, 1995).

2.4.Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Konflik

Pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di

dalam diri individu (internal) dan kindisi eksternal. Cara individu bertingkah laku dalam

menghadapi konflik dengan orang lain akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan –

tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain yang dirasakan sehingga ada dua hal

yang menjadi pertimbangan dalam penyelesaian masalah yaitu :

1. Tujuan atau kepentingan pribadi dirasa sebagai hal yang sangat penting sehingga

harus dipertahankan atau tidak penting sehingga bisa dikorbankan.

2. Hubungan dengan pihak lain. Sama halnya dengan tujuan pribadi, hubungan

dengan pihak lain ketika konflik terjadi bisa menjadi sangat penting atau sama

sekali tidak penting

Menurut Boardman dan Horowitz (Mardianto, 2000), karakteristik kepribadian

(35)

kecenderungan agresif, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi kooperatif

atau kompetitif, kemampuan berempati dan kemampuan menemukan alternatif

penyelesaian konflik. Boardman dan Horowitz juga mengatakan bahwa faktor jenis

kelamin dan sikap etnosentrik sangat berpengaruh pada proses penyelesaian dan akhir

konflik. Sikap etnisentrik adalah cara pandang yang menggunakan norma kelompok

sebagai tolak ukur dalam memandang segala sesuatu serta mengukur atau meniai orang

lain. Hal ini akan memperkecil kemungkinan terjadi proses pemecahan masalah yang

produktif dalam interaksi antar individu dalam kelompok yang berbeda. Selain itu

kemampuan manajemen konflik juga banyak didukung oleh karakteristik – karakteristik

seperti keterbukaan akan pendapat, hubungan yang hangat, serta kebiasaan untuk tidak

memecahkan masalah secara sepihak. Manajemen konflik disebut konstruktif bila, dalam

upaya menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak – pihak yang

berkonflik masih terjaga dan masih berinteraksi secara harmonis.

2.5.Kerjasama

Sebagai mahluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya. Setiap

orang di Dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk

memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain. Secara alamiah manusia melakukan

interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan mahluk

hidup.Dalam kesuskesan usahanya pasti ada peran orang atau pihak lain. Oleh karena

itu, salah satu kunci sukses usaha adalah dalam kerjasama usaha.

Pada intinya, kerjasama menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau

lebih yang saling menguntungkan. Arti kerjasama itu sendiri adalah interaksi sosial antar

individu atau kelompok yang secara bersama – sama mewujudkan kegiatan untuk

(36)

“kerjasama merupakan usaha terkoordinasi diantara anggota kelompok atau masyarakat

yang diarahkan untuk mencapai tujuan bersama”. Lebih lanjutnya lagi

Santosa (1992: 29-30) menyatakan bahwa “ kerjasama adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapa tujuan”

2.5.1. Sikap Kerjasama Dalam Kelompok

Sikap kerjasama dalam kelompok merupakan perpaduan dari sikap individu

yang terbentuk berdasarkan komitmen bersama yang diwujudkan berupa satu

sikap dan perilaku kelompok sesuai dengan karakteristik dari pada sikap dan

perilaku individu. Sikap dan perilaku kelompok yang akan mendukung jalannya

kerjasama adalah

1. Ada kejelasan visi dan misi kelompok yang dilahirkan secara bersama.

2. Ada partisipasi individu dalam kelompok

3. Ada pengaruh dalam pembuatan keputusan

4. Ada berbagi informasi

5. Sering terjadi interaksi antar anggota kelompok

2.5.2. Karakteristik – Karakteristik Pribadi Anggota Kelompok

Sikap kerjasama dalam kelompok merupkan hal yang penting bagi para

wirausaha untuk menyelesaikan tugas secara efisien dan efektif. Karakteristik –

(37)

1. Kesetiaan

2. Kesopanan

3. Kesabaran

4. Semangat

5. Optimis

6. Komunikasi

7. Kemampuan untuk menyetujui

8. Dapat diandalkan

9. Ketepatan waktu

10. Kehati – hatian

11. Humoris

Agar mekanisme kerja kelompok menjadi lancar dan terarah, masing – masing

kelompok hendaknya mempunyai pengurus kelompok yang terdiri atas ketua

kelompok, sekretaris kelompok dan jika diperlukan bendahara kelompok. Dalam

mengembangkan sikap kerjasama kelompok yang kreatif dan inovatif, seorang

pengusaha perlu mengkaji secara komprehensif tujuan kerjasama kelompok yang

dibentuk agar sesuai dengan visi dan misi pengusaha. Dengan demikian,

kelompok harus mempunyai visi untuk memberikan fokus dan pengarahan pada

energi kreatif. Contoh, kelompok penelitian (evaluation team) di tingkat

pengusaha harus memiliki visi yang jelas, dianut bersama, dirundingkan, bisa

(38)

tersebut harus dapat memberikan inspirasi bagi anggota kelompok untuk

menyumbangkan hasil pemikiran bagi kepentingan pengusaha.

Bekerjasama dalam satu tim memang membutuhkan kekompakan dan

kerjasama yang solid. Tapi meski demikian, setiap anggota juga dituntut untuk

mandiri didalam kelompok. Artinya, walau kerja tim, setiap anggota tidak boleh

hanya mengandalkan bantuan dan pertolongan rekan satu tim. Setiap anggota

tetap harus memberikan kontribusi pribadi bagi kepentingan kelompok. Menjadi

mandiri dalam kelompok kerjasama dapat diupayakan dengan berbagai cara:

1. Inisiatif

Bekerjasama bukan berarti setiap anggota cukup menunggu perintah

ketua kelompok. Jika diperlukan, lakukan apa saja yang dapat dilakukan

untuk kelompok tanpa menanti perintah. Tentu saja dengan ketentuan

mengetahui batas inisiatif yang jelas. Selain itu, jangan ragu untuk

menawarkan bantuan pada rekan yang membutuhkan bantuan anda. Dan

perlu diperhatikan bahwa, inisiatif juga merupakan bagian dari kontribusi

pada kelompok.

2. Jangan Tergantung

Jangan biasakan sifat ketergantungan di dalam kelompok. Tanamkan

bahwa, setiap individu dalam kelompok atau tim harus berbuat sesuatu

untuk kelompok. Tidak perlu cemas dan takut, jika salah satu anggota tim

tidak hadir. Bahkan, jika seandainya ketua tim berhalangan, anggota tim

(39)

3. Kebangkan Diri

Jangan menganggap bahwa, nama salah satu anggota tim akan ikut

terangkat meski Ia bermalas – malasan saja dalam kelompok, sementara

yang lain bekerja keras. Meskipun kerja tim, masing – masing anggota

kelompok memiliki nilai tersendiri. Oleh kerana itu, tidak dianjurkan

mengandalkan kerja keras rekan lain. Kesadaran akan perlunya

mengembangkan diri di dalam kelompok sangatlah diperlukan.

Kemampuan diri untuk merespon positif terhadap segala bentuk informasi

yang bersifat membangun.

4. Kesempatan Berharga

Setiap anggota wajib menanamkan di dalam dirinya, bahwa bekerja

dalam tim merupakan kesempatan berharga untuk banyak belajar. Pelajari

hal – hal baru di dalam kelompok yang tidak ditemui jika bekerja sendiri.

Walaupun masing – masing anggota kelompok merupakan pribadi yang

mandiri dalam kelompok kerjasama, iklim saling menjatuhkan harus dibuang

jauh – jauh. Perlunya kesadaran diri bahwa antara anggota adalah mitra

sejajar yang memiliki tanggung jawab bersama di dalam satu tim.

2.6.Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil Penelitian

(40)

2 Simarmata

communication yang

dilakukan oleh

Terjadinya suatu konflik yang berpengaruh terhadap hubungan kerjasama pada sistem

franchise, tergantung bagaimana me-manage konflik itu sendiri. Oleh karenanya,

seorang owner atau pemilik perusahaan harus mempertimbangkan ketika membuat suatu

standart operating prossedure (SOP). Begitu juga dengan calon investor atau pembeli

franchise, diharuskan mengetahui secara detail sistem pada perusahaan yang dipilih.

Penulis memfokuskan analisis mengenai pengaruh konflik terhadap hubungan

kerjasama pada sistem franchise. Berdasarkan analisis, perusahaan yang menggunakan

waralaba sangat diminati baik pemula di bidang usaha maupun bukan. Pemahaman

mengenai untung rugi, kesiapan berwirausaha, pemahaman sistem franchise, komunikasi

dan mental dalam menjalankan usaha, khususnya yang menggunakan sistem franchise

yang buruh memicu terjadinya konflik. Sedikit banyaknya konflik yang terjadi,

(41)

Penulis mencoba meniliti pengaruh konflik terhadap hubungan kerjasama pada sistem

franchise. Secara sistematis konsep pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai

berikut :

gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Sumber : Soekanto (2007)

Tumbuh kembangnya perekonomian global mengakibatkan persaingan yang sangat

ketat dialami oleh perusahaan baik yang bergerak di bidang jasa maupun yang lainnya.

Sehingga setiap perusahaan memiliki keharusan menciptakan sebuah inovasi, baik dari

segi produk maupun pemasarannya. Keterangan

Komunikasi

Sumberdaya

Relasi

Kepentingan / kebutuhan

KONFLIK

Hubungan Kerjasama

usaha (franchise)

(42)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Komunikasi adalah hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam

kehidupan manusia. Terutama ketika dalam suatu organi sasi atau kelompok usaha

atau perusahaan. Ketika dalam suatu organisasi atau kelompok usaha atau

perusahaan memiliki komunikasi yang buruk, maka akan menimbulkan konflik

yang serius.

2. Pentingnya memiliki sumber daya baik itu alam ataupun tenaga ahli dalam

menjalankan usaha bisnis terlebih menggunakan sistem franchise. Faktor ini

sangat dibutuhkan untuk menunjang kinerja perusahaan.

3. Relasi sangatlah penting, selain menjadi media pemasaran dapat dijadikan sebagai

pemasukan (keuntungan) bagi perusahaan. Semakin banyak relasi yang dimiliki

oleh perusahaan maka semakin baik pula pondasi perusahaan untuk tetap berdiri

dalam persaingan bisnis.

4. Kepentingan / kebutuhan adalah suatu pencapaian baik individu atau kelompok

yang dapat dijadikan sebuah alasan menjalankan sebuah kegiatan (usaha) atau

menghasilkan produk baik jasa maupun barang. Dalam sebuah perusahaan

tentunya pemenuhan kebutuhan konsumen dicapai melalu pelayanan dan produk

itu sendiri, dan dalam komunikasi bisnis, keuntungan atau kebutuhan adalah

mengenai pendapatan dan kekuasaan itu sendiri. Selama masih sama – sama

memberikan kebutuhan tersebut maka suatu perusahaan dapat terjamin

kekuatanya.

5. Pada hubungan interaksi baik langsung maupun tidak, tentunya tidak lepas dari

(43)

menjunjung tinggi atau menerapkan nilai – nilai kehidupan, suatu perusahaan

secara otomatis memiliki karakter tersendiri di mata masyarakat, begitu pula

dengan anggota organisasi ataau perusahaan.

2.8.Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : ”Penyebab konflik yang menyangkut

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian digunakan pendekatan deskriptif karena peneliti melakukan

pengamatan terhadap obyek secara mendalam dan melibatkan sebagian waktu di

objek penelitian selama 1 bulan, pada bulan Oktober 2014. Dalam cakupan definisi,

menurut Bog Dan dan Taylor metodologi penelitian kualitatif didefinisikan sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau

lisan dari orang – orang dan prilaku yang dapat diamati.

Penulis menggunakan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan

strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan

how” atau “why”. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai

berbagai aspek seorang individu suatu kelompok suatu organisasi (komunitas) suatu

program atau sesuatu situasi sosial.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada jenis usaha yang menggunakan sistem

franchise (waralaba) yang sudah ditentukan oleh penulis. Yaitu : Simply Fresh

beralamat di Jl. MH. Thamrin No. 11 Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang digunakan oleh penulis selama penelitian adalah

(45)

digunakan oleh penulis, diharapkan hasil penelitian memuaskan dan dapat

digunakan oleh instansi lain dan dijadikan sebuah wacana intelektual.

3.3. Batasan Operasional

Seperti yang sudah dipaparkan oleh penulis sebelumnya, bahwa sulitnya

untuk menjumpai seorang narasumber, sehingga melakukan beberapa improvisasi

yang berdampak pada penentuan batasan operasional. Batasan operasional dari

penelitian ini adalah

1. Perusahaan dengan sistem franchise adalah perusahaan Simply Fresh.

2. Narasumber adalah orang / bagian dalam perusahaan yang menjadi sumber

informasi mengenai sistem franchise, baik owner (pemilik) atau yang sudah

ditugaskan untuk menjadi informan.

3. Penelitian pengaruh konflik pada usaha yang menggunakan sistem franchise

adalah bagaimana pengaruh konflik pada hubungan kerjasama, dengan melihat

keberhasilan usaha itu sendiri

3.4. Definisi Operasional

Menurut Umar, 2002 definisi operasional adalah penentuan suatu konstruk (hal

– hal yang sulit diukur) sehingga ia menjadi variabel – variabel yang dapat diukur.

3.4.1. Variabel Terikat (Depent Variable)

Sebagai variabel terikat pada penelitian ini adalah konflik yang terjadi.

Konflik yang terjadi pada sebuah badan usaha atau perusahaan yang

menggunakan sistem franchise (waralaba) mengenai pengaruhnya terhadap

(46)

3.4.2. Variabel Bebas

Sebagai variabel bebas pada penelitian ini adalah yang faktor yang menjadi

penyulut konflik

3.4.2.1. Menyangkut komunikasi

Komunikasi adalah persepsi penulis mengenai komunikasi

yang terjadi dalam sebuah hubungan kerjasama usaha yang

menggunakan sistem waralaba, buruk. Ketika suatau komunikasi

tidak terjalin dengan baik, maka akan menimbulkan konflik atau

masalah baru.

3.4.2.2. Menyangkut Sumber Daya

Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah,

tenaga ahli yang menempati posisi kerja. Jika tenaga ahli yang

dimiliki oleh suatu perusahaan tidak memiliki porsi yang dibutuhkan,

dalam arti lain adalah tidak menguasai pekerjaan dikarenakan tidak

memiliki ilmu yang dibutuhkan maka proses dan tujuan perusahaan

tidak berjalan dengan baik yang akan menyulut konflik.

3.4.2.3. Menyangkut Relasi

Kesepakatan dengan pihak lain dalam proses mencapai tujuan

perusahaan sangat penting untuk diperhatikan. Relasi pada penelitian

ini adalah pihak diluar perusahaan yang membuat sebuah kesepakatan

usaha, baik yang bergabung menjadi bagian perusahaan (Franchisee)

maupun bergabung untuk menyokong kinerja perusahaan tanpa

(47)

3.4.2.4. Menyangkut Kepentingan / Kebutuhan

Dalam suatu perusahaan, pastinya memiliki sebuah

kepentingan / kebutuhan. Semua yang berhubungan dengan salah satu

perusahaan pasti memiliki kepentingan dan kebutuhan tersendiri, baik

itu karyawan (anggota), pemilik perusahaan, investor bahkan

pelanggan.

Dalam pemenuhan faktor ini perusahaan dituntut untuk

memenuhi, selagi masih dalam interaksi dengan perusahaan. Jika

dalam pemenuhannya tidak sesuai dengan kesepakatan dan penawaran

yang telah ditentukan maka akan menyulut konflik.

3.4.2.5. Menyangkut Nilai – Nilai Hidup

Pada poin ini, yang dimaksudkan oleh penulis adalah seluruh

kegiatan, mulai dari produk, visi & misi, sampai dengan sistem yang

dimiliki oleh perusahaan tidak melanggar nilai – nilai hidup. Baik

yang berasal dari Agama, Adat, bahkan hukum Negara. Konflik akan

terpicu jika perusahaan tidak mempertimbangkan nilai – nilai hidup.

Table 4.1

Definisi Operasional Variabel

Variable Definisi Operasional Indikator

Menyangkut Komunika si

Interaksin antara pemilik

Franchise dan pembeli

Franchise dalam

menjalankan kerjasama usaha

1. Tidak melakukan intervensi

pada tanggungjawab dan ketentuan.

2. Respon baik yang diberikan

kepada kedua belah pihak

Menyangkut Sumber Daya

Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, tenaga ahli yang

1. Memiliki tenaga ahli sesuai

dengan porsi jabatanya.

(48)

menempati posisi kerja peraturan atau ketentuan yang

1. Konsistensi diri mengenai

pendapatan yang diperolehnya dari hasil hubungan kerjasama usaha yang sudah ditentukan dalam suatu perjanjian usaha.

2. Sama – sama memberikan

pemenuhan semua pihak yang berinteraksi dengan perusahaan

1. Memberikan kontribusi kepada

pihak telah berinteraksi dengan perusahaan

2. Menjaga hubungan yang baik

dalam pemenuhan kepentingan

seluruh kegiatan, mulai dari produk, visi & misi, sampai dengan sistem yang dimiliki oleh perusahaan tidak melanggar nilai – nilai

hidup

1. Menjunjung tinggi nilai – nilai

kehidupan yang berlaku.

Hubungan Kerjasam

a

Hubungan interaksi antara kedua belah pihak yaitu

Franchisee dan

Franchisor dalam

menjalankan usaha selama kerjasama tersebut terjalin.

1. Saling menjaga isi perjanjian

kerjasama

2. Saling memberi dukungan

antar kedua belah pihak.

3.5. Skala Pengukuran Variabel

3.5.1. Definisi Skala

Skala dapat didefinisikan sebagai sebuah tanda atau simbol yang digunakan

sebagai standart acuan dalam sebuah pengukuran, kadang kala skala bukanlah

bagian dari variabel akan tetapi merupakan definisi operasional dari sebuah

(49)

3.5.2. Definisi Variabel

Secara umum variabel ialah karakteristik dari sebuah objek yang dapat

diamati.Variabel sering diartikan sebagai konsep yang mempunyai variabilitas.

Secara konsep, variabel diberi pengertian sebagai penggambaran atau abstraksi

dari suatu fenomena tertentu. Banyak variabel yang sudah memiliki nilai atau

kategori yang baku, akan tetapi beberapa variabel harus ditentukan sendiri oleh

peneliti (nilai atau kategori).

Skala dan Variabel saling berhubungan satu sama lain walaupun keduanya

mempunyai jenis – jenisnya tersendiri.

3.5.3. Jenis Variabel

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua variabel yang digunakan

dalam proses analisis penelitian, yaitu :

3.5.3.1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Sebagai variabel terikat pada penelitian ini adalah konflik yang

terjadi. Konflik yang terjadi pada sebuah badan usaha atau perusahaan

yang menggunakan sistem franchise (waralaba) mengenai

pengaruhnya terhadap hubungan kerjasama antara pemilik dan para

investor.

3.5.3.2. Variabel Bebas

a. Menyangkut komunikasi

(50)

d. Menyangkut kepentingan / kebutuhan

e. Menyangkut nilai – nilai kehidupan

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian

3.6.1. Populasi

Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri – ciri yang

telah ditetapkan (Moh. Nazir, 2005:271). Menurut Sugiono (2007:61) bahwa

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

3.6.2. Sampel

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampel yaitu franchisor atau

franchisee dari perusahaan yang menggunakan sistem franchise yaitu Simply

Fresh yang merupakan usaha dengan sistem franchise.

3.7. Jenis Data

Penulis menggunakan dua jenis data untuk membantu memecahkan masalah, yaitu:

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden terpilih

pada lokasi penelitian. Data primer ini diperoleh dari informan

penelitian. Informan penelitian ini adalah pemilik usaha laundry atau

penanggungjawab yang ada hubungannya dengan pemilik usaha

(51)

2. Data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen dengan

mempelajari berbagai tulisan melalui buku, jurnal, majalah dan situs

internet untuk mendukung penelitian.

3.8. Tehnik Pengumpulan Data

Adapun tehnik pengumpulan data yang akan digunakan yaitu; wawancara. Penulis

memberikan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada suatu bagian perusahaan yang

telah ditunjuk oleh masing – masing pihak (franchisor dan franchise) yang penulis

lampirkan pada bab lampiran.

3.9. Tehnik Analisis Data

Peneliti menggunakan metode deskriptif dalam menganalisis data. Data yang

diperoleh melalui wawancara dalam penelitian ini di analisis dengan menggunakan

analisis deskriptif yaitu dengan cara data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan

informan dideskriptifkan secara menyeluruh. Data wawancara dalam penelitian

adalah sumber data utama yang menjadi bahan analisis data untuk menjawab masalah

penelitian.

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan.

Setelah melakukan wawancara, peneliti membuat transkrip hasil wawancara dengan

cara melihat kembali hasil wawancara. Setelah peneliti menulis hasil wawancara ke

dalam transkrip, Penelitian deskriptif harus memiliki kredibilitas sehingga dapat

dipertanggungjawabkan. Kredibilitas adalah keberhasilan mencapai maksud

mengeksplorasikan masalah yang majemuk atau keterpercayaan terhadap hasil data

Gambar

gambar 2.2. Kerangka Konseptual
Table 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Kerjasama adalah sebuah sistem pekerjaan yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung, berkumpul untuk mencapai tujuan dan setiap anggota

Kerjasama Anggota Kelompok Tani Pada Sistem Usahatani Terpadu di Laban Sawah Irigasi (Kasus Sistem Usahatani Terpadu di Kecamatan Banyuresmi Garut dan Kecamatan

Konflik organisasi adalah suatu perbedaan pendapat diantara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam suatu organisasi yang muncul dari kenyataan bahwa mereka

Muchlas (2005), jika seorang anggota mempunyai perasaan yang erat terhadap kelompoknya, maka anggota kelompok tersebut akan merasa betah, nyaman, dan senang

Berdasarkan dari hasil penelitian pada mahasiswa semester III PGSD FKIP UPR, analisis yang digunakan untuk menguji kerjasama dalam kelompok belajar pada mahasiswa

Form input berita dan promosi merupakan halaman dimana admin dapat menginput berita-berita dan promosi yang berhubungan dengan perusahaan guna untuk menarik

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Partern (Santrock, 2002: 273) yang menyatakan bahwa tahapan cooperative play atau bermain secara kelompok dan kerjasama sudah