• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Jamur Cordyceps militaris terhadap Ulat Api Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Jamur Cordyceps militaris terhadap Ulat Api Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP ULAT

API Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae)

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH :

GLORIA DWI S. BRAHMANA

050302047

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGGUNAAN JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP ULAT

API Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae)

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH :

GLORIA DWI S. BRAHMANA 050302047 / HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Ketua

)

(Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS)

Anggota Anggota

(Dr. Ir. Agus Susanto, MP)

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Gloria Dwi S. Brahmana, "Using of Cordyceps militaris on

Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae) on Oil Palm".

It was under supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. The objective of this research was to know the

ability of Cordyceps militaris with different fungus applications and soil pH in controlling Setothosea asigna Van Eecke. This research was conducted at Oil Palm Research Centre in Marihat, Pematang Siantar from October 2009 to Februari 2010. The research used factorial complete random design which consist of two factors: application of fungus and soil pH with 15 treatment combinations and three replication. The last result showed that the highest mortality percentage was 100% on R2B2 (natural C. militaris sprayed 20 gr/100 ml air/ m2 at pH 6.5) and R4B2 (C. militaris on corn media sprayed 20 gr/100 ml air/ m2 at pH 6.5) and the lowest was 86,76% on R1B1 (natural C. militaris disolve 20 gr/100 ml air/ m2

at pH 5). The highest number of pupae to be adult was 1.33 in R1B1 (natural C. militaris disolve 20 gr/100 ml air/ m2 at pH 5) and the lowest was 0.00 in R2B2

(4)

ABSTRAK

Gloria Dwi S. Brahmana, “Penggunaan Jamur Cordyceps militaris terhadap Ulat Api Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan jamur Cordyceps militaris dalam mengendalikan ulat api

Setothosea asigna Van Eecke dengan aplikasi jamur dan pH tanah yang berbeda.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Gloria Dwi S. Brahmana lahir pada tanggal 28 September 1988 di

Medan, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, puteri dari Bapak T. J. Sembiring dan Ibu E. br Tarigan.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu :

- Lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 060896 Medan pada tahun 1999. - Lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Katolik Budi Murni - I

Medan pada tahun 2002.

- Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Medan pada tahun 2005. - Tahun 2005 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah ” Penggunaan Jamur Cordyceps militaris

Terhadap Ulat Api Setothosea asigna Van Eecke

(Lepidoptera : Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi

pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku ketua, Ibu Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS selaku anggota, Dr. Ir. Agus Susanto, MP

dan Ahmad P. Dongoran, SP selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sebesarnya penulis sampaikan kepada Ayah (T. J. Sembiring), Ibu (E. br Tarigan), kakak (Lily A. Brahmana) dan adik (Friska S. Brahmana dan Apri Y. Brahmana) serta teman – teman HPT 05 yang membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat.

(7)

DAFTAR ISI

Kerusakan Yang Disebabkan S. asigna Van Eecke ... 7

Pengendalian S. asigna Van Eecke ... 8

Karakteristik Jamur C. militaris ... 9

Mekanisme Penetrasi C. militaris ke dalam Tubuh Inang ... 12

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Mortalitas (%) Pupa S. asigna ... 19 Pengaruh Aplikasi Jamur terhadap Mortalitas (%) Pupa

S. asigna ... 19 Pengaruh pH Tanah terhadap Mortalitas (%) Pupa

S. asigna ... 21 Pengaruh Interaksi Aplikasi Jamur dan pH Tanah terhadap

Mortalitas (%) Pupa S. asigna ... 22 Jumlah Pupa menjadi Imago ... 25

Pengaruh Aplikasi Jamur terhadap Jumlah Pupa S. asigna

yang menjadi Imago ... 25 Pengaruh pH Tanah terhadap Jumlah Pupa S. asigna yang

menjadi Imago ... 26 Pengaruh Interaksi Aplikasi Jamur dan pH Tanah terhadap

Jumlah Pupa S. asigna yang menjadi Imago ... 27 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 31 Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

1. Telur S. asigna ... 4

2. Larva S. asigna ... 5

3. Pupa S. asigna ... 6

4. Kokon S. asigna ... 6

5. Imago S. asigna ... 7

6. Gejala Serangan S. asigna ... 8

7. Cordyceps militaris ... 10

8. C. militaris a. Stroma, b. Perithecia, c. Askus, d. Askospora ... 11

9. Histogram Pengaruh Aplikasi Jamur terhadap Mortalitas (%) Pupa S. asigna pada setiap Waktu Pengamatan ... 20

10. Histogram Pengaruh pH Tanah terhadap Mortalitas (%) Pupa S. asigna pada setiap Waktu Pengamatan ... 22

11. Pra-pupa (kiri) dan pupa (kanan) terserang jamur C. militaris ... 24

12. Histogram Pengaruh Interaksi Aplikasi Jamur dan pH Tanah terhadap Mortalitas (%) Pupa S. asigna pada setiap Waktu Pengamatan ... 25

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Hlm

1. Kemampuan Makan dari Berbagai Instar Larva S. asigna ... 5 2. Padat Populasi Kritis Beberapa Jenis Ulat Pemakan Daun

Kelapa Sawit (UPDKS) ... 8 3. Beda Uji Rataan Pengaruh Aplikasi Jamur terhadap Mortalitas

(%) Pupa S. asigna pada pengamatan 1-8 msa ... 19 4. Beda Uji Rataan Pengaruh pH Tanah terhadap Mortalitas (%)

Pupa S. asigna pada pengamatan 1-8 msa ... 21 5. Beda Uji Rataan Interaksi Aplikasi Jamur dan pH Tanah

terhadap Mortalitas (%) Pupa S. asigna pada pengamatan

1-8 msa ... 23 6. Beda Uji Rataan Pengaruh Aplikasi Jamur terhadap Jumlah

Pupa S. asigna yang menjadi imago ... 26 7. Beda Uji Rataan Pengaruh pH Tanah terhadap Jumlah Pupa

S. asigna yang menjadi imago ... 27 8. Beda Uji Rataan Interaksi Aplikasi Jamur dan pH Tanah

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hlm

1. Bagan Penelitian ... 34

2. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 1 msa ... 36

3. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 2 msa ... 37

4. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 3 msa ... 40

5. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 4 msa ... 44

6. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 5 msa ... 48

7. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 6 msa ... 52

8. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 7 msa ... 56

9. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 8 msa ... 60

10. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna menjadi Imago ... 64

(12)

ABSTRACT

Gloria Dwi S. Brahmana, "Using of Cordyceps militaris on

Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae) on Oil Palm".

It was under supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. The objective of this research was to know the

ability of Cordyceps militaris with different fungus applications and soil pH in controlling Setothosea asigna Van Eecke. This research was conducted at Oil Palm Research Centre in Marihat, Pematang Siantar from October 2009 to Februari 2010. The research used factorial complete random design which consist of two factors: application of fungus and soil pH with 15 treatment combinations and three replication. The last result showed that the highest mortality percentage was 100% on R2B2 (natural C. militaris sprayed 20 gr/100 ml air/ m2 at pH 6.5) and R4B2 (C. militaris on corn media sprayed 20 gr/100 ml air/ m2 at pH 6.5) and the lowest was 86,76% on R1B1 (natural C. militaris disolve 20 gr/100 ml air/ m2

at pH 5). The highest number of pupae to be adult was 1.33 in R1B1 (natural C. militaris disolve 20 gr/100 ml air/ m2 at pH 5) and the lowest was 0.00 in R2B2

(13)

ABSTRAK

Gloria Dwi S. Brahmana, “Penggunaan Jamur Cordyceps militaris terhadap Ulat Api Setothosea asigna Van Eecke (Lepidoptera : Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan jamur Cordyceps militaris dalam mengendalikan ulat api

Setothosea asigna Van Eecke dengan aplikasi jamur dan pH tanah yang berbeda.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama dibuka pada tahun 1911 di Tanah Itam Ulu oleh maskapai

Oliepalmen Cultuur. Pada tahun 1952 – 1953 HVA (Handels Vereniging

Amsterdam) memasukkan Elaeis melanococa ke Indonesia, ditanam di Dolok

Sinumbah, PPN (Marihat) dimana bibitnya berasal dari Brazil Suriname (Fauzi dkk, 2002).

Perkebunan kelapa sawit telah memicu meningkatnya tingkat perekonomian, dan selama 20 tahun perkebunan kelapa sawit menjadi nadi utama penghidupan rakyat. Luas pertanaman sawit di seluruh Indonesia dalam 20 tahun terakhir berkembang sangat cepat. Tahun 2003 luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera, seperti yang dicatat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), mencapai 5,2 juta hektar. Pada hal pada tahun 1997 luas areal sawit di Sumatera hanya 611.300 hektar (Risza, 1994). Sebagai komoditas pertanian, tanaman kelapa sawit sering mengalami serangan hama yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi. Untuk memelihara dan memantapkan kemampuan produksi tanaman kelapa sawit, maka mutlak diperlukan usaha perlindungan tanaman secara terpadu dari gangguan serangan hama (Pamin dkk, 1990).

(15)

yang berat. Akibat serangan hama ini, secara umum dapat menurunkan produksi tanaman kelapa sawit pada tahun-tahun berikutnya. Tanaman kelapa sawit yang diserang hama dapat mengalami kehilangan daun sebesar 50 – 80 %, dan bila keadaan ini berlangsung selama 3 tahun produksinya dapat berkurang sebanyak 48 – 87 % (Ginting dkk, 1995).

Pada perkebunan kelapa sawit, masalah ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) umumnya diatasi dengan menggunakan insektisida kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama dengan cepat, sehingga dapat dihindarkan terjadinya kerusakan daun lebih lanjut. Walaupun demikian, penggunaan insektisida kimia sintetik secara kurang bijaksana telah terbukti dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan. Disamping itu justru mengakibatkan permasalahan hama menjadi lebih rumit, seperti adanya masalah resistensi dan resurgensi hama (Prawirosukarto dkk, 1997).

Secara teknis pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan

pengendalian secara kimiawi, karena selain efektif dan efisien juga ramah

lingkungan. Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan

mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus β Nudaurelia, multiple

nucleopolyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff. militaris

(Prawirosukarto dkk, 2008).

(16)

Jamur C. militaris dapat dijadikan sebagai salah satu pengendalian yang efektif dalam mengendalikan hama ulat api di perkebunan kelapa sawit. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas jamur Cordyceps militaris dengan aplikasi

tabur dan semprot pada beberapa pH tanah dalam mengendalikan ulat api

Setothosea asigna Van Eecke di insektarium.

Hipotesa Penelitian

1. Interaksi jamur C. militaris dengan tabur dan semprot pada pH tanah berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap mortalitas pupa S. asigna.

2. Perlakuan jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 paling efektif daripada perlakuan lainnya.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hidup S. asigna Van Eecke

Telur

Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6 – 17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir. Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sekitar 300 – 400 butir. Telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan (Prawirosukarto dkk, 2003).

Gambar 1. Telur S. asigna

Larva

(18)

memiliki kemampuan makan yang berbeda – beda, dan menyebabkan serangan yang berbeda pula (Tabel 1) (Prawirosukarto dkk, 2003).

Tabel 1. Kemampuan makan dari berbagai instar larva S. asigna

(19)

kelapa sawit. Pupa berwarna coklat muda (Gambar 3) dan diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur larva, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap (Gambar 4). Kokon jantan dan betina masing – masing berukuran 16 × 13 mm dan 20 × 16.5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ± 40 hari (Prawirosukarto dkk, 2003).

Gambar 3. Pupa S. asigna

Gambar 4. Kokon S. asigna Imago

Ngengat jantan dan betina masing – masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan

(20)

Gambar 5. Imago S. asigna

Kerusakan Yang Disebabkan S. asigna Van Eecke

Larva muda (dibawah instar 3) biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit, serta meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat seperti jendela – jendela memanjang pada helaian daun. Mulai instar ke-3

biasanya ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja (Buana dan Siahaan, 2003).

Serangan ulat ini biasanya dimulai dari pelepah daun yang terletak di strata tengah dari tajuk kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih muda atau lebih atas. Pada serangan yang lebih berat daun yang tua dimakan juga oleh larva

S. asigna, sehingga hanya tinggal pelepah beserta lidinya (Gambar 6), gejala

seperti ini sering disebut gejala melidi (Wood, 1968). Pada serangan berat menyebabkan daun berwarna coklat seperti hangus terbakar. Tanaman muda yang terserang akan lebih berat serangannya daripada tanaman tua (Lever, 1969). Apabila populasi ulat ini lebih banyak dibandingkan dengan padat populasi kritis

(21)

Gambar 6. Gejala serangan S. asigna

Tabel 2. Padat populasi kritis beberapa jenis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) (Prawirosukarto dkk, 2003)

Jenis UPDKS Padat populasi kritis (jumlah ulat/pelepah)

Pengendalian S. asigna Van Eecke

1. Pengendalian secara mekanis

Pengutipan ulat dapat dilakukan pada tanaman muda umur 1 – 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 ha. Pengutipan ulat

(22)

2. Pengendalian secara hayati

Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan

mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus β-Nudaurelia, multiple

nucleopolyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff. militaris

(Prawirosukarto dkk, 2008). Pelepasan sejumlah predator seperti Sycanus sp.,

Cantheconidae sp., Eucanthecona furcellata, juga penggunaaan parasitoid Spinaria sp., parasitoid telur Trichogrammatoidae thoseae, parasitoid

kepompong Chlorocryptus purpuratus (Purba dkk, 1986).

3. Pengendalian secara kimiawi

Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai tindakan terakhir apabila terjadi ledakan populasi pada hamparan yang luas, dengan memilih jenis dan teknik aplikasi yang aman bagi lingkungan, khususnya bagi kelangsungan hidup parasitoid dan predator (Prawirosukarto dkk, 2003).

Karakteristik Jamur C. militaris

Menurut Holliday et al (2005), jamur Cordyceps militaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Klass : Ascomycetes Ordo : Hypocreales Famili : Clavicipitaceae Genus : Cordyceps

(23)

Cordyceps dikenal sebagai jamur entomopatogen yang membentuk badan

buah pada serangga inangnya dan dikenal 750 species dari jamur ini. C. militaris merupakan jamur entomopatogen khususnya pada larva dan pupa Lepidoptera (Gambar 7) (Schgal & Sagar, 2006). Jamur ini bersifat soil borne karena infeksi

mulai terjadi pada saat larva turun ke tanah untuk berkepompong (Wibowo dkk, 1994).

Gambar 7. Cordyceps militaris

Pada sub divisi Ascomycotina secara umum jamur akan memperbanyak diri dengan dua cara yaitu fase reproduksi seksual teleomorfik dengan memproduksi perfek spora (askospora) dan fase reproduksi aseksual anamorph dengan memproduksi imperfek spora (konidia) (Wibowo dkk, 1994).

Pada awal ditemukannya, tampak struktur stromata yang timbul dari badan ulat api. Stromata merupakan jalinan hifa yang membentuk tangkai, dimana pada

bagian fertile disebut perithecia yang mengandung askus dan askospora (Wibowo dkk, 1994). Ukuran stromata 8 – 70 × 1.5 – 6 mm, perithecium 500 –

(24)

Stromata Cordyceps timbul dari endosklerotium dan biasanya muncul dari mulut atau anus dari serangga dan tumbuh ke arah sumber cahaya. Perithecia terbentuk pada bagian atas yang menghasilkan askospora. Badan buah berukuran

sekitar 30 cm, bercabang dan berwarna kuning atau orange (Tanada & Kaya, 1993).

Gambar 8. C. militaris a. stroma, b. perithecia, c. askus, d. askospora. Sumber. Zhang et al (2004)

Hasil penelitian di Balai Penelitian Marihat menunjukkan bahwa pada kondisi kelembapan yang cukup perkembangan Cordyceps dari mumifikasi sampai terjadinya emisi askospora sekitar 24 hari. Keadaan yang sedikit gelap akan berpengaruh terhadap evolusi stromata tetapi cahaya akan merangsang keluarnya perithecia. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan stromata berkisar antara 2 – 4 minggu setelah inokulasi. Secara umum infeksi jamur terjadi pada hari ke-21 setelah perlakuan yang mana kepompong masih dalam tahap pra

kepompong, dan kecepatan laju infeksi terbesar pada hari ke 21 – 37 (Wibowo dkk, 1994).

a

b

(25)

Mekanisme Penetrasi C. militaris ke dalam Tubuh Inang

Askospora yang berada pada integument dari larva dan pupa melakukan penetrasi melalui pembuluh, dan mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa lapisan kitin dari larva maupun pupa tersebut. Setelah infeksi, muncul badan hifa berbentuk silindris pada haemocoel pupa, kemudian badan hifa meningkat dan menyebar pada tubuh serangga (Schgal & Sagar, 2006).

Gejala Serangan C. militaris

Kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mummifikasi), berwarna krem sampai coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh kepompong di dalam kokon. Miselium berkembang keluar dinding kokon dan terjadi diferensiasi membentuk rizomorf dengan beberapa cabang, berwarna merah muda. Ujung – ujung rizomorf berdiferensiasi membentuk badan buah berisi peritesia dengan askus dan askospora. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan berkepompong, tetapi lebih banyak pada fase kepompong. Pada kondisi lapangan,

C. militaris tumbuh baik pada tempat-tempat lembab di sekitar piringan kelapa

sawit dan di gawangan. Menurut hasil penelitian kepompong terinfeksi cukup tinggi dan bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan media terutama kelembapan (Purba dkk, 1986).

(26)

Pertumbuhan maksimum miselium C. militaris dalam padatan dan media cair masing-masing pada pH 7.5 dan pH 5.5 (Schgal & Sagar, 2006).

Media yang dipakai untuk menumbuhkan jamur entomopatogen sangat

menentukan laju pembentukan koloni dan jumlah konidia selama pertumbuhan.

Jumlah konidia akan menentukan keefektifan jamur entomopatogen dalam

mengendalikan serangga. Jamur entomopatogen membutuhkan media dengan

kandungan gula yang tinggi di samping protein. Media dengan kadar gula yang

tinggi akan meningkatkan virulensi jamur entomopatogen. Media dari jagung

manis atau jagung lokal + gula 1% menghasilkan jumlah konidia dan persentase

daya kecambah konidia yang lebih tinggi dibandingkan media yang lain

(27)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di atas permukaan laut (dpl). Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai Februari 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah ulat api instar terakhir yang sehat, tanaman kelapa sawit berumur ± 6 bulan, pupa S. asigna yang terserang jamur C. militaris, media PDA, media cair Dextrose-peptone, jagung giling, air, tanah, pasir dan bahan lain yang mendukung.

Alat yang digunakan adalah kotak pemeliharaan serangga ukuran 60 × 100 cm, pH meter, handsprayer, mortal, blender, gelas ukur, shaker, inkubator, timbangan, pinset, toples, alat tulis dan alat lain yang mendukung.

Metodologi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor, yaitu :

Faktor I : perlakuan aplikasi jamur C. militaris terdiri dari 5 faktor, yaitu : R0 = kontrol

R1 = jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2

(28)

R3 = jamur C. militaris media jagung giling ditaburkan 20 gr/m2

R4 =jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2

Faktor II : pH tanah terdiri dari 3 faktor, yaitu : B1 = pH 5

B2 = pH 6.5 B3 = pH 8

Sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan sebagai berikut : R0B1 R0B2 R0B3

R1B1 R1B2 R1B3 R2B1 R2B2 R2B3 R3B1 R3B2 R3B3 R4B1 R4B2 R4B3

Masing – masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan, dengan rumus : t1 (t2-1) (r-1) ≥ 15

5 (3-1) (r-1) ≥ 15 10 (r-1) ≥ 15 r ≥ 2.5 r = 3

(29)

Model linear yang digunakan adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ξijk

Keterangan :

Yijk = repon atau nilai pengamatan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan ke-k

μ = nilai tengah umum

αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor A

βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor B

(αβ)ij= pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

ξijk = pengaruh galat percobaan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor

B pada ulangan ke-k

Bila dalam pengujian sidik ragam diperoleh pengaruh perlakuan berbeda nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai tengah Duncan pada taraf nyata 5% (Steel & Torrie, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Tempat Serangga Uji

Tanaman kelapa sawit berumur ± 6 bulan yang ditanam dalam polibag,

(30)

Penyedian Serangga Uji

Ulat api diambil dari areal perkebunan PPKS Marihat, Pematang Siantar, dipilih larva tua (memasuki stadia akhir) dan dipastikan masih segar (sehat). Ulat api diseleksi terlebih dahulu sebelum diintroduksi ke tanaman agar diperoleh ulat api yang sehat dan berukuran sama. Setiap perlakuan diintroduksi ulat api sebanyak 10 ekor. Jumlah ulat api yang dibutuhkan sebanyak ± 450 ekor.

Penyediaan Jamur C. militaris

Untuk jamur C. militaris alami, penyediaannya sebagai berikut :

Pupa S. asigna yang terserang jamur C. militaris diambil dari areal perkebunan PPKS Marihat, Pematang Siantar. Untuk yang ditabur, pupa terinfeksi

C. militaris disiapkan sebanyak 20 gr lalu dihaluskan. Untuk yang disiram, pupa

terinfeksi C. militaris diblender sebanyak 20 gr dan ditambahkan air sebanyak 100 ml.

Untuk jamur C. militaris buatan, penyediaannya sebagai berikut :

Perbanyakan jamur C. militaris dilakukan di laboratorium Kelti Proteksi Tanaman, PPKS. Isolat C. militaris ditumbuhkan pada media PDA (Potato

Dextrose Agar), kemudian dipindahkan pada media cair Dextrose-Peptone dan

(31)

Pengaturan pH Tanah

Tanah yang berada pada lantai kotak pemeliharaan serangga, diatur pH tanahnya sesuai dengan perlakuan. Penurunan pH tanah menjadi asam dilakukan dengan penambahan belerang (amonium sulfat) dan untuk menaikkan pH tanah menjadi basa dapat dilakukan dengan pengapuran (dolomit).

Aplikasi Jamur

Aplikasi jamur C. militaris dilakukan sesuai dengan perlakukan. Aplikasi dilakukan setelah larva tua (memasuki stadia akhir) yang diintroduksi dalam kotak pemeliharaan serangga.

Peubah Amatan

Persentase Mortalitas Pupa

Pengamatan dilakukan setiap minggu setelah aplikasi selama 8 kali pengamatan dengan mengamati jumlah pupa yang terinfeksi. Persentase mortalitas pupa dapat dihitung dengan rumus :

P = x 100% b

a a +

Keterangan : P = Persentase mortalitas

a = Jumlah pupa yang terserang b = Jumlah pupa yang sehat

Jumlah Pupa menjadi Imago

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Mortalitas (%) Pupa S. asigna

1. Pengaruh aplikasi jamur terhadap mortalitas (%) pupa S. asigna

Data pengamatan mortalitas dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 2 – 9. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan aplikasi jamur pada pengamatan 1 – 8 msa berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas pupa S. asigna. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 3. Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%. msa : minggu setelah aplikasi

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pada pengamatan 8 msa perlakuan R0

(kontrol) berbeda nyata dengan perlakuan lainnnya, perlakuan R1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2) juga berbeda nyata dengan

perlakuan lainnnya, sedangkan perlakuan R2 (jamur C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/ 100 ml air/m2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3

(33)

C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan R0 dan R1.

Tabel 3 menunjukkan pada pengamatan 2 msa mortalitas pupa S. asigna tertinggi terdapat pada perlakuan R4 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2) sebesar 11.11% dan terendah pada perlakuan R1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2) sebesar 4.44 %. Pada pengamatan 8 msa, mortalitas pupa S. asigna tertinggi terdapat pada perlakuan R4 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2) sebesar 95.56 % dan terendah pada perlakuan R1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2) sebesar 90.00 %. Ini berarti jamur pada media jagung dan diaplikasikan dengan cara semprot lebih cepat menginfeksi.

Beda rataan mortalitas pupa S. asigna pada aplikasi jamur pada setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram pengaruh aplikasi jamur terhadap mortalitas (%) pupa

(34)

2. Pengaruh pH tanah terhadap mortalitas (%) pupa S. asigna

Data pengamatan mortalitas dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 2 – 9. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan pH tanah pada pengamatan 1 msa berpengaruh nyata dan pada pengamatan 2 – 8 msa berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas pupa S. asigna. Hasil beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur terhadap mortalitas pupa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Beda uji rataan pengaruh pH tanah terhadap mortalitas (%) pupa

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

msa : minggu setelah aplikasi

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa, pada pengamatan 2-6 msa perlakuan B1 (pH 5) berbeda nyata dengan perlakuan B2 (pH 6.5) dan B3 (pH 8), tetapi perlakuan B2 (pH 6.5) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B3 (pH 8). Pada pengamatan 7-8 msa perlakuan B2 (pH 6.5) berbeda nyata dengan perlakuan B1 (pH 5) dan B3 (pH 8), tetapi perlakuan B1 (pH 5) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B3 (pH 8).

(35)

(pH 8) sebesar 81.33 % dan terendah pada perlakuan B1 (pH 5) sebesar 78.67 %. Hal ini berarti pada pH tanah 6.5 (netral) jamur lebih cepat menginfeksi.

Untuk melihat perbedaan mortalitas pupa S. asigna antara pH tanah pada setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram pengaruh pH tanah terhadap mortalitas (%) pupa S. asigna pada setiap waktu pengamatan.

3. Pengaruh interaksi aplikasi jamur dan pH tanah terhadap mortalitas (%)

pupa S. asigna

(36)

Tabel 5. Beda uji rataan interaksi aplikasi jamur dan pH tanah terhadap mortalitas Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%. msa : minggu setelah aplikasi

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa, pada pengamatan 8 msa mortalitas pupa tertinggi terdapat pada perlakuan R2B2 (jamur C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/ 100 ml air/m2 pada pH 6.5) dan R4B2 (jamur C. militaris

media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 pada pH 6.5) sebesar 100 %, dan terendah pada perlakuan R1B1 (jamur C. militaris dari lapangan

(37)

pengamatan ini sesuai dengan pernyataan Prayogo dkk (2005) yang menyatakan jamur entomopatogen membutuhkan media dengan kandungan gula yang tinggi di

samping protein. Media dengan kadar gula yang tinggi akan meningkatkan

virulensi jamur entomopatogen. Media dari jagung manis atau jagung lokal + gula

1% menghasilkan jumlah konidia dan persentase daya kecambah konidia yang

lebih tinggi dibandingkan media yang lain.

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa jamur mulai menginfeksi mulai pengamatan 2 – 3 msa, infeksi ini mulai terjadi saat larva turun ke tanah untuk berkepompong. Hal ini sesuai pernyataan Wibowo dkk (1994) yang menyatakan secara umum infeksi jamur terjadi pada hari ke-21 setelah perlakuan yang mana kepompong masih dalam tahap pra kepompong, dan kecepatan laju infeksi terbesar pada hari ke 21 – 37.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, jamur C. militaris dapat

menyerang pra-pupa maupun pupa yang ditandai dengan munculnya miselium

berwarna putih dan pupa mengalami mumifikasi (Gambar 11). Hasil pengamatan ini sesuai dengan pernyataan Purba dkk (1986) yang menyatakan kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mummifikasi), berwarna krem sampai coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh kepompong di dalam kokon.

(38)

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas pupa

S. asigna pada interaksi perlakuan aplikasi jamur dengan pH tanah pada setiap

waktu pengamatan selalu mengalami kenaikan secara bertahap dari pengamatan 1-8 msa. Untuk melihat persentase mortalitas pupa S. asigna dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram pengaruh interaksi aplikasi jamur dan pH tanah terhadap mortalitas (%) pupa S. asigna pada setiap waktu pengamatan.

Jumlah Pupa Menjadi Imago

1. Pengaruh aplikasi jamur terhadap jumlah pupa S. asigna yang menjadi

Imago

Data pengamatan pupa menjadi imago dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan aplikasi jamur berpengaruh sangat nyata terhadap terbentuknya imago

S. asigna. Hasil beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur terhadap terbentuknya

(39)

Tabel 6. Beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur terhadap jumlah pupa

S. asigna yang menjadi imago.

Perlakuan Imago Hidup

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa perlakuan R0 (kontrol) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, perlakuan R1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2) dan R3 (jamur C. militaris media jagung giling ditaburkan 20 gr/m2) tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, perlakuan R2 (jamur C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2) dan R4 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2) tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa, pupa yang menjadi imago tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2) sebesar 1.00 dan terendah pada perlakuan R4 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2) sebesar 0.44.

2. Pengaruh pH tanah terhadap jumlah pupa S. asigna yang menjadi

imago

Data pengamatan pupa S. asigna yang menjadi imago dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat

(40)

S. asigna yang menjadi imago. Hasil beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur

terhadap jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Beda uji rataan pengaruh pH tanah terhadap jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago.

Perlakuan Imago Hidup

B1 2.13 a

B2 1.60 b

B3 1.87 a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 7 di atas menunjukkan, bahwa perlakuan B2 (pH 6.5) berbeda nyata dengan perlakuan B1 (pH 5) dan B3 (pH 8) tetapi perlakuan B1 (pH 5) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B3 (pH 8). Jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago tertinggi terdapat pada perlakuan B1 (pH 5) sebesar 2.13, kemudian perlakuan B3 (pH 8) sebesar 1.87 dan terendah pada perlakuan B2 (pH 6.5) sebesar 1.60

3. Pengaruh interaksi aplikasi jamur dan pH tanah terhadap jumlah pupa

S. asigna yang menjadi imago

(41)

Tabel 8. Beda uji rataan interaksi aplikasi jamur dan pH tanah terhadap jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago

Perlakuan Imago hidup

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa R0B1 (kontrol pada pH 5), R0B2 (kontrol pada pH 6.5) dan R0B3 (kontrol pada pH 8) tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata perlakuan yang lain. R1B1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 5), R2B1 (jamur C. militaris dari lapangan

(jamur C. militaris media jagung giling ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 8) tidak

(42)

C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/ 100 ml air/m2 pada pH 6.5), R3B2 (jamur C. militaris media jagung giling ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 6.5), R4B2 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 pada pH 6.5), R4B3 (jamur C.militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 pada pH 8) tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa, jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago tertinggi terdapat pada perlakuan R1B1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 5) sebesar 1.33 dan terendah pada perlakuan R2B2 (jamur C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/ 100 ml air/m2 pada pH 6.5) dan R4B2 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 pada pH 6.5) sebesar 0.00. Hal ini disebabkan karena perlakuan R1B1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 5) jamur berasal langsung dari lapangan sehingga lambat untuk menginfeksi dibandingkan dengan perlakuan R2B2 (jamur C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/ 100 ml air/m2 pada pH 6.5) dan R4B2 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 pada pH 6.5) jamur sudah dibiakkan pada media jagung menghasilkan konidia yang tinggi yang dapat menginfeksi lebih cepat sehingga mengakibatkan jumlah pupa yang menjadi imago pada perlakuan R1B1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 5) lebih tinggi.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah pupa

S. asigna yang menjadi imago pada interaksi perlakuan aplikasi jamur dengan pH

(43)

Gambar 13. Histogram pengaruh interaksi aplikasi jamur dan pH tanah terhadap jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Mortalitas pupa tertinggi pada perlakuan R2B2 (jamur C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/ 100 ml air/m2 pada pH 6.5) dan R4B2 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 pada pH 6.5) sebesar 100 %, dan terendah pada perlakuan R1B1 (jamur C. militaris

dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 5) sebesar 86.76 %.

2. Jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago tertinggi pada perlakuan R1B1 (jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan 20 gr/m2 pada pH 5) sebesar 1.33 dan terendah pada perlakuan R2B2 (jamur C. militaris dari lapangan disemprotkan 20 gr/ 100 ml air/m2 pada pH 6.5) dan R4B2 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2 pada pH 6.5) sebesar 0.00.

3. Perlakuan R4 (jamur C. militaris media jagung giling disemprotkan 20 gr/100 ml air/m2) menginfeksi lebih cepat pupa S. asigna (95.56 %) dan

terendah dalam pembentukan pupa S. asigna menjadi imago (90.00 %). 4. Perlakuan B2 (pH 6.5) menginfeksi lebih cepat pupa S. asigna (84.00 %) dan

terendah dalam pembentukan pupa S. asigna menjadi imago (1.60)

Saran

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Buana dan Siahaan, 2003. Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 21 : 56-77.

Ginting, C. U., Dj. Pardede dan A. Djamin, 1995. Formulasi Baru

Bacillus thuringiensis dan Pengaruhnya Terhadap Ulat Setothosea asigna

Van Ecke pada Perkebunan Kelapa Sawit. Warta PPKS 1995, Vol. 3(1) : 35-38.

Fauzi, Y., Iman S., Rudi H., dan Yustina E. W., 2002. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Holliday, J., M. Cleaver, & S. P. Wasser, 2005. Cordyceps. Encyclopedia of Dietary Supplements, November 2005. pp. 1-13.

Kalshoven, L. G. E., 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Lever, R. J. A. W., 1969. Pests of The Coconut Palm. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome.

Mexzon, R. G., C. M. Chinchilla & D. Salamanca, 1996. The Biology of

Sibine megasomoides Walker (Lepidoptera: Limacodidae) : Observations

of The Pest in Oil Palm in Costa Rica. Diunduh dari

Pamin, K., U. Kusnanto dan C. Utomo, 1990. Pengendalian Organisme Pengganggu pada Tanaman Kelapa Sawit dan Kakao dalam Makalah pada Seminar Perlindungan Tumbuhan Indonesia Wilayah Barat 18-20 Oktober 1990, Medan. 2-3.

Prawirosukarto, S., A. Djamin, dan Dj. Pardede, 1997. Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Secara Terpadu. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 1997, 33-46.

Prawirosukarto, S., R. Y. Purba, C. Utomo dan A. Susanto, 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Pusat penelitian Kelapa Sawit, P. Siantar.

Prawirosukarto, S., A. Susanto, R. Y. Purba, dan B. Drajat, 2008. Teknologi

Pengendalian Hama dan Penyakit pada Kelapa Sawit : Siap Pakai dan Ramah Lingkungan. Diunduh dari

(46)

Prayogo, Y., W. Tengkano, dan Marwoto, 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura pada Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian, 24(1): 19-26.

Purba, R. Y., A. Sipayung, dan R. Desmier de Chenon, 1986. Kemungkinan Pengendalian Serangga Hama pada Tanaman Kelapa Sawit Secara Hayati. Prosiding Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia. PEI Cabang Sumatera Utara. 95-104.

Risza, S., 1994. Upaya Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta.

Schgal, A. K., & A. Sagar, 2006. In vitro Isolation and Influence of Nutriional Conditions on the Mycelial Growth of the Entomopathogenic and Medicinal Fungus Cordyceps militaris. Plant Pathology Journal 5(3): 315-321.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie, 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sung, G., & J. W. Spatafora, 2004. Cordyceps cardinalis sp. Nov., A New Species of Cordyceps with an East Asian-Eastern North American Distribution. Mycologia, 96(3), pp. 658-666.

Sung, G. H., N. L. Hywel-Jones, J. M. Sung, J. J. Luangsa-ard, B. Shrestha, & J. W. Spatafora, 2007. Phylogenetic Classification of Cordyceps and the

Clavicipitaceous Fungi. Mycology 57:5-59.

Tanada Y. & H. K. Kaya, 1993. Insect Pathology. Academic Press Inc, London. Wibowo, H., A. Sipayung, dan R. Desmier de Chenon, 1994. Teknik Perbanyakan

Cendawan Cordyceps sp. untuk Pengendalian Setothosea asigna Moore (Lepidoptera : Limacodidae). Buletin PPKS 1994, Vol. 2, Juli – September 1994, pp.147-154.

Wood, B. J., 1968. Pest of Oil Palms in Malaysia And Their Control. The Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur.

(47)

Lampiran 1. Bagan Penelitian

BAGAN PENELITIAN

Keterangan :

R0B1 = kontrol pada pH 5

R1B1 = jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan (20 gr/m 2

) pada pH 5

R2B1 = jamur C.militaris dari lapangan disemprotkan (20 gr/ 100 ml air/m 2

)pada pH 5

R3B1 = jamur C. militaris media jagung giling ditaburkan (20 gr/m 2

) pada pH 5

R4B1 = jamur C.militaris media jagung giling disemprotkan (20 gr/100 ml air/m2)pada

(48)

R1B2 = jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan (20 gr/m 2

) pada pH 6.5

R2B2 = jamur C.militaris dari lapangan disemprotkan (20 gr/ 100 ml air/m 2

) pada pH 6.5

R3B2 = jamur C. militaris media jagung giling ditaburkan (20 gr/m2) pada pH 6.5

R4B2 = jamur C.militaris media jagung giling disemprotkan (20 gr/100 ml air/m 2

) pada

pH 6.5

R0B3 = kontrol pada pH 8

R1B3 = jamur C. militaris dari lapangan ditaburkan (20 gr/m2) pada pH 8

R2B3 = jamur C.militaris dari lapangan disemprotkan (20 gr/ 100 ml air/m 2

) pada pH 8

R3B3 = jamur C. militaris media jagung giling ditaburkan (20 gr/m 2

) pada pH 8

R4B3 = jamur C.militaris media jagung giling disemprotkan (20 gr/100 ml air/m 2

) pada

(49)

Lampiran 2. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 1msa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

R0 B1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R1 B1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R2 B1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R3 B1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R4 B1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R0 B2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R1 B2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R2 B2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R3 B2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R4 B2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R0 B3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R1 B3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R2 B3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R3 B3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

R4 B3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Total 0.00 0.00 0.00 0.00

(50)

Lampiran 3. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 2msa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(51)

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(52)
(53)

Lampiran 4. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 3msa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(54)

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(55)
(56)

Uji Jarak Duncan

Faktor Interaksi Aplikasi Jamur dan pH

sy 2.77

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

SSR 0,05 2.89 3.04 3.12 3.20 3.25 3.29 3.32 3.35 3.37 3.38 3.40 3.43 3.43 3.44 3.44

LSR 0,05 8.01 8.43 8.65 8.87 9.01 9.12 9.20 9.29 9.34 9.37 9.43 9.51 9.51 9.54 9.54

Perlakuan R0 B1 R0 B2 R0 B3 R1 B1 R3 B1 R2 B1 R1 B3 R1 B2 R3 B3 R3 B2 R2 B3 R4 B1 R4 B3 R2 B2 R4 B2

Rataan 5.23 5.23 5.23 9.63 21.14 23.86 23.86 31.00 31.00 33.00 33.00 33.21 35.01 35.22 37.14

a

b

(57)

Lampiran 5. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 4msa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(58)

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(59)
(60)

Uji Jarak Duncan

Faktor Interaksi Aplikasi Jamur dan pH

sy 1.67

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

SSR 0,05 2.89 3.04 3.12 3.20 3.25 3.29 3.32 3.35 3.37 3.38 3.40 3.43 3.43 3.44 3.44

LSR 0,05 4.82 5.07 5.20 5.33 5.42 5.48 5.53 5.58 5.62 5.63 5.67 5.72 5.72 5.73 5.73

Perlakuan R0 B1 R0 B2 R0 B3 R1 B1 R3 B1 R1 B3 R2 B1 R1 B2 R3 B3 R3 B2 R4 B1 R2 B3 R2 B2 R4 B3 R4 B2

Rataan 5.23 5.23 5.23 26.57 35.22 35.22 37.22 39.23 39.23 41.15 41.15 41.15 43.08 43.08 45.00

a

b .c

(61)

Lampiran 6. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 5msa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(62)

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(63)
(64)

Uji Jarak Duncan

Faktor Interaksi Aplikasi Jamur dan pH

sy 2.37

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

SSR 0,05 2.89 3.04 3.12 3.20 3.25 3.29 3.32 3.35 3.37 3.38 3.40 3.43 3.43 3.44 3.44

LSR 0,05 6.84 7.19 7.38 7.57 7.69 7.78 7.85 7.92 7.97 8.00 8.04 8.11 8.11 8.14 8.14

Perlakuan R0 B2 R0 B1 R0 B3 R1 B1 R2 B1 R1 B3 R3 B1 R3 B3 R4 B1 R1 B2 R2 B3 R3 B2 R4 B3 R2 B2 R4 B2

Rataan 9.63 14.03 18.43 39.23 41.15 41.15 43.08 45.00 46.92 46.92 46.92 48.85 48.85 50.85 52.78

a

b

(65)

Lampiran 7. Data Pengamatan Mortalitas S. asigna (%) (6msa)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(66)

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(67)
(68)

Uji Jarak Duncan

Faktor Interaksi Aplikasi Jamur dan pH

sy 2.30

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

SSR 0,05 2.89 3.04 3.12 3.20 3.25 3.29 3.32 3.35 3.37 3.38 3.40 3.43 3.43 3.44 3.44

LSR 0,05 6.66 7.01 7.19 7.37 7.49 7.58 7.65 7.72 7.77 7.79 7.83 7.90 7.90 7.93 7.93

Perlakuan R0 B2 R0 B1 R0 B3 R1 B1 R3 B1 R2 B1 R1 B3 R3 B3 R4 B1 R1 B2 R2 B3 R4 B3 R3 B2 R2 B2 R4 B2

Rataan 18.43 23.86 23.86 46.92 48.85 50.85 50.85 52.78 54.78 54.78 54.78 56.79 57.00 61.22 63.43

a

b .c

(69)

Lampiran 8. Data Pengamatan Mortalitas S. asigna (%) (7msa)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(70)

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(71)
(72)

Uji Jarak Duncan

Faktor Interaksi Aplikasi Jamur dan pH

sy 1.97

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

SSR 0,05 2.89 3.04 3.12 3.20 3.25 3.29 3.32 3.35 3.37 3.38 3.40 3.43 3.43 3.44 3.44

LSR 0,05 5.68 5.97 6.13 6.29 6.39 6.47 6.53 6.58 6.62 6.64 6.68 6.74 6.74 6.76 6.76

Perlakuan R0 B2 R0 B3 R0 B1 R1 B1 R3 B1 R1 B3 R2 B1 R3 B3 R2 B3 R4 B1 R1 B2 R2 B2 R3 B2 R4 B3 R4 B2

Rataan 28.78 31.00 33.21 54.78 56.79 56.79 59.00 59.00 61.22 63.43 63.43 66.14 66.14 66.14 68.86

a

b

(73)

Lampiran 9. Data Pengamatan Mortalitas Pupa S. asigna (%) 8msa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(74)

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(75)

Daftar sidik ragam

Sumber Keragaman db JK KT F.Hit F. 05 F. 01

Perlakuan 14 14423.37

(76)

Uji Jarak Duncan

Faktor Interaksi Aplikasi Jamur dan pH

(77)

Lampiran 10. Data Pengamatan Pupa menjadi Jumlah Imago

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(78)
(79)

Uji Jarak Duncan

Faktor Interaksi Aplikasi dan Ph

sy 0.23

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

SSR 0,05 2.89 3.04 3.12 3.20 3.25 3.29 3.32 3.35 3.37 3.38 3.4 3.43 3.43 3.44 3.44

LSR 0,05 0.66 0.69 0.71 0.73 0.74 0.75 0.76 0.76 0.77 0.77 0.77 0.78 0.78 0.78 0.78

Perlakuan R2 B2 R4 B2 R3 B2 R4 B3 R1 B2 R2 B3 R2 B1 R3 B1 R4 B1 R1 B3 R3 B3 R1 B1 R0 B1 R0 B3 R0 B2

Rataan 0.00 0.00 0.33 0.33 0.67 0.67 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.33 6.33 6.33 7.00

a

b

(80)
(81)

Biakan jamur Cordyceps militaris pada media PDA (Potato Dextrose Agar)

Jamur Cordyceps militaris pada media cair Dextrose Agar

Jamur Cordyceps militaris pada media Jamur Cordyceps militaris pada jagung (baru dituang dari media cair media jagung yang siap diaplikasikan

(82)

Kiri : Pra pupa yang sehat (tidak terinfeksi) Kanan : Pra pupa yang terinfeksi jamur

Cordyceps militaris (tampak miselium

pada pra pupa)

Pre-pupa S. asigna terserang Pupa sehat (kiri) dan pupa terinfeksi jamur Cordyceps militaris jamur Cordyceps militaris (kanan)

Gambar

Gambar Penelitian   ...................................................................
Gambar 1. Telur S. asigna
Tabel  1.
Gambar 3. Pupa S. asigna
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis jamur yang lebih efektif untuk mengendalikan larva Setothosea asigna van Ecke dan untuk mengetahui perbandingan

Judul Penelitian : Uji Efektifitas Beberapa Bahan Aktif Insektisida Untuk Mengendalikan Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) Pada Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Lapangan. Nama :

Judul Penelitian : Uji Efektifitas Beberapa Bahan Aktif Insektisida Untuk Mengendalikan Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) Pada Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Lapangan.. Nama :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insektisida yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan ulat api (S. asigna Eecke) pada kelapa sawit di lapangan.

Salah satu kendala yang paling penting dalam budidaya kelapa sawit.. adalah hama serangga, Setothosea asigna (Lepidoptera:

asigna setelah aplikasi insektisida..

Data awal pengamatan mortalitas hama ulat api dapat dilihat pada Tabel 1. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa S. annulicornis merupakan predator yang aktif memangsa

Hasil penelitian menyatakan bahwa dari pengamatan I-VI persentase mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan I3 (Bacillus thuringiensis 75 g/l) I6 (Beauveria