• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Lulusan Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Era Globalisasi Informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kemampuan Lulusan Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Era Globalisasi Informasi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Kemampuan Lulusan Program Studi Ilmu Perpustakaan dan

Informasi di Era Globalisasi Informasi

Sulistyo-Basuki

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

Abstract

The Graduation of Library and Information Science Study Program in era of information globalization is required to have competence in Information and Communication Technology (ICT). The competence of ICT which is required to possess by graduation includes, basic competence of ICT, word processing, e-mail, internet and intranet, graphic, presentation, publication and project management, spreadsheet, and database. For librarian as graduation who wants to develop their ICT competence, they are able to develop themselves until system maintenance, design and development of application in Web and system analysis and programming.

Keywords: Competence, Library and Information Science

1. Pendahuluan

Dalam pertemuan tahun 2005 di Jakarta antara para pengelola program studi ilmu perpustakaan hampir seluruh Indonesia disepakati untuk menggunakan istilah ilmu perpustakaan dan informasi dengan maksud bahwa ilmu perpustakaan dan informasi tidak semata-mata terbatas pada ilmu perpustakaan melainkan juga ilmu informasi. Hubungan antara kedua ilmu tersebut dapat diibaratkan seperti sekeping koin yang bersisi dua, masing-masing sisi memiliki gambar dan ciri tersendiri, namun tetap merupakan kesatuan (Saracevic, 1999).

Sebagai program studi, sebutan yang digunakan berbeda; ada yang menggunakan jurusan, program studi, departemen. Pengelolanya pun berbeda, ada yang masuk Fakultas Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Sastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Dalam kesepakatan yang diambil pada tahun 2002, dinyatakan tidak ada pengaruh pada kompetensi kelulusan selama setiap program studi menggunakan kurikulum yang sama. Tahun 2002 disepakati kurikulum dasar program studi ilmu perpustakaan dan informasi (Konsorsium 2002) yang terdiri dari 60 kredit. Sisanya diserahkan kepada masing-masing lembaga. Hal tersebut menunjukkan perubahan

dalam kebebasan menyusun kurikulum (Sulistyo, 2006). Kurikulum dituangkan ke mata kuliah, dari mata kuliah dihasilkan kompetensi lulusan.

2. Kompetensi

2.1. Pengertian Kompetensi

Pendekatan berbasis kompetensi dalam dunia kerja maupun dunia pendidikan adalah untuk peningkatan mutu dan penyiapan angkatan kerja yang handal atau angkatan kerja kelas dunia (world-class workforce), dan juga untuk meningkatkan keterampilan (reskilling) dari angkatan kerja yang telah ada, sehingga tenaga kerja itu memiliki dasar keterampilan yang jauh lebih baik atau dapat bersaing di era global.

(2)

kompetensi tersebut, setiap individu dalam profesi apapun perlu mengetahui dengan jelas kualifikasi yang dipersyaratkan untuk jenis pekerjaan tertentu, sehingga setiap individu mengetahui dengan jelas apa yang perlu dikuasai dan dipersiapkannya. Kualifikasi ini juga menjadi acuan bagi setiap program pelatihan. Karena itu, kualifikasi yang dipersyaratkan untuk setiap profesi sebagai standar kompetensi perlu dirumuskan dengan jelas dan pasti, setelah mendapat masukan aktif dari masyarakat pengguna tenaga kerja, tentang kualifikasi yang dipersyaratkan untuk setiap profesi sebagai standar kompetensi. Standar kompetensi atau kualifikasi ini dalam sistem kualifikasi ditandai dengan pemberian pengakuan atau sertifikasi yang jelas.

2.2. Kompetensi bagi Tenaga Perpustakaan

Seseorang yang berkompetensi berarti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang diterapkan dalam melaksanakan tugasnya. Karena itu, kompetensi bagi seorang tenaga perpustakaan adalah standar minimum kemampuan dan keahlian yang perlu dipenuhinya dalam melakukan segala hal yang berkenaan dengan perpustakaan, dan berorientasi kepada hasil yang memuaskan. Kompetensi yang diharapkan itu dapat telah dimiliki atau belum dimiliki oleh seorang tenaga perpustakaan, dan bila belum dimiliki dapat dilatihkan. Jadi, supaya kompetensi itu dapat benar-benar dimiliki secara utuh oleh seorang tenaga perpustakaan, kompetensi tersebut perlu secara terus-menerus diupayakan supaya benar-benar terkuasai, yaitu supaya tenaga perpustakaan tersebut memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas praktis dengan tepat dan bukan hanya pengetahuan yang teoretis saja.

Standar kompetensi yang dirumuskan bagi tenaga perpustakaan ini dapat digunakan sebagai salah satu solusi terhadap masalah kesenjangan yang masih lebar antara kompetensi yang diharapkan dari seorang tenaga perpustakaan dan kompetensi yang sekarang masih dimiliki tenaga perpustakaan. Kompetensi semakin menjadi persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap individu dalam suatu organisasi supaya setiap jenis pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, waktu,

tepat-sasaran, dan sebanding antara biaya dan hasil yang diperoleh (cost-benefit ratio).

Perpustakaan sebagai sebuah organisasi tertentu tidak terlepas dari masalah yang sama dalam meningkatkan kinerjanya, yakni masalah perlunya kompetensi dan profesionalisme di kalangan tenaga perpustakaan. Sejak dua dekade terakhir ini, yaitu pada abad ke-20 dan terutama pada abad ke-21, telah terjadi era baru yang ditandai dengan: (a) derasnya perkembangan teknologi yang memberi peluang bagi penciptaan layanan baru, (b) tuntutan peningkatan layanan, serta (c) harapan para pustakawan itu sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan hidup. Artinya pustakawan perlu meningkatan kinerja mereka. Pada era globalisasi sekarang ini, apabila tenaga p e r p u s t a k a a n t i d a k m e n i n g k a t k a n profesionalismenya, berbagai peluang yang seharusnya dimanfaatkan pustakawan di negeri sendiri akan diambil oleh pustakawan atau pakar informasi dari luar. Oleh sebab itu, kompetensi dan profesionalisme tenaga perpustakaan kita perlu selalu ditingkatkan sesuai standar yang dibutuhkan para pengguna perpustakaan.

(3)

Ada lima jenis ciri kompetensi, yaitu motif, ciri, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan itu secara relatif tampak di permukaan. Konsep diri, ciri-ciri dan motif itu tersembunyi, melekat dalam kepribadian (Spencer & Spencer, 1993).

1. Motif: hal yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang yang dapat melahirkan kegiatan.

2. Ciri: ciri fisik dan tanggapan yang ajeg dimiliki terhadap sebuah keadaan atau situasi.

3. Konsep diri: sikap, nilai-nilai atau citra-diri seseorang.

4. Pengetahuan: informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang-bidang khusus. 5. K e t e r a mp i la n : k e ma mp u a n un tu k

melaksanakan kegiatan fisik atau mental tertentu.

Menurut pengertian di atas, faktor kompetensi yang sangat penting bagi perorangan maupun organisasi dalam mencapai keberhasilan, meliputi: pengetahuan teknis (terutama untuk kompetensi dalam bidang teknologi informasi), pengkoordinasian pekerjaan, penyelesaian dan pemecahan masalah, komunikasi dan layanan (untuk mencapai kepuasan pengguna), dan akuntabilitas (pengambilan keputusan dan pertanggung-jawaban atasnya).

Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap tenaga perpustakaan akan menunjukkan kualitas tenaga perpustakaan yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai tenaga perpustakaan.

Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi tenaga perpustakaan adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut berkompeten.

3. Teknologi Informasi dan Komunikasi

3.1.Definisi

Istilah teknologi informasi dan komunikasi merupakan terjemahan istilah communication

and information technology, disingkat ICT lazim ditemukan pada dokumen resmi Uni Eropa. Istilah lain yang banyak digunakan adalah teknologi informasi, merupakan terjemahan istilah information technology lazim digunakan di Amerika Utara. Ada juga istilah informatika, banyak ditemukan di literatur Prancis dengan sebutan informatique. Istilah serupa dikenal di eks blok sosialis, semula pengertiannya menyangkut dokumentasi namun kini disamakan dengan pengertian teknologi informasi dan komunikasi. Di Indonesia pada tahun 2000-an populer istilah telematika yang merupakan sinergi antara komputer dan telekomunikasi.

Teknologi informasi dan komunikasi (selanjutnya disebut TIK) merupakan kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak komputasi dengan kemampuan jaringan komunikasi yang digunakan untuk berbagai keperluan. Dalam konteks pendidikan, TIK digunakan untuk pengajaran, pembelajaran dan pelatihan dengan cara penyampaian atau pengantaran materi digital.

3.2. TIK dalam Kurikulum

Dalam kurikulum nasional ilmu perpustakaan dan informasi, sedikit-dikitnya tersedia 4 Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mata kuliah TIK. Karena istilah yang sedang populer pada masa itu, maka digunakan istilah Telematika. Kurikulum tersebut tidak merinci apa saja yang dicakup. Usulan cakupan isi kuliah TI pernah diberikan oleh Sulistyo (1999) sementara kebebasan menyusun kurikulum oleh masing-masing institusi justru belum berkembang (Sulistyo, 2006).

4. Kompetensi (Pustakawan) Profesional yang Ada

4.1. Cakupan

(4)

Tabel – 1: Kompetensi Informasi dengan Tiga Sub-kompetensi

1.

Mengem-bangkan koleksi

a. Memiliki pengetahuan mengenai pengarang, literatur, penerbit dan penerbitan termasuk isinya yang sesuai dengan jenjang pendidikan di SD/MI

b. Mengetahui karya sastra Indonesia dan dunia, baik versi lengkap maupun ringkasan, yang sesuai dengan tingkat usia anak di SD/MI dengan tidak memandang medianya (cetak, multimedia, elektronik)

c. Mampu menggunakan berbagai sumber untuk membantu pemilihan materi perpustakaan serta pengembangan koleksi perpustakaan, sesuai dengan jenjang pendidikan di SD/MI

d. Mengetahui materi perpustakaan baru yang relevan dengan kurikulum serta minat siswa, guru, dan komunitas sekolah lainnya.

e. Mengkoordinasi pemilihan bahan perpustakaan dengan bekerjasama dengan guru bidang studi terkait.

f. Mampu mengevaluasi dan menyeleksi sumber daya informasi g. Mampu membuat kriteria tentang buku dan lembaga donor h. Mampu bekerja sama dalam pengembangan koleksi i. Mampu melakukan pemesanan, penerimaan dan pencatatan

j. Mampu mendayagunakan teknologi tepat guna untuk keperluan pengadaan bahan perpustakaan

2 Mengorga-nisasi informasi

a. Mampu membuat deskripsi bibliografis (pengatalogan) sesuai dengan standar nasional, sampai pada tingkat pertama.

b. Mampu menentukan subjek dan menggunakan bagan klasifikasi desimal Dewey, (Dewey Decimal Classification) sampai ringkasan ketiga.

c. Mampu menggunakan daftar tajuk subjek dalam bahasa Indonesia. d. Mampu menjajarkan (filing) kartu katalog.

e. Terampil membuat indeks majalah dan surat kabar f. Terampil membuat anotasi.

g. Mampu memberdayakan teknologi tepat guna.

Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) di provinsi maupun di Perpustakaan Nasional yang memungkinkan seseorang yang bergelar sarjana atau sarjana muda non-ilmu perpustakaan menjadi pustakawan (fungsional) setelah mengikuti kursus selama 732 jam.

4.2. Tenaga Perpustakaan Sekolah

Di Indonesia dikenal 5 jenis perpustakaan yaitu perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan perguruan tinggi, dan perpustakaan sekolah. Dari kelima jenis perpustakaan tersebut, yang sudah mengembangkan pedoman kompetensi baru perpustakaan sekolah sementara yang lainnya masih belum tertulis. Pengecualian mungkin dengan perpustakaan perguruan tinggi yang sedang mengembangkan kompetensi mereka (lihat butir 4.4.).

Walaupun selama ini perpustakaan sekolah mendapat perhatian yang kurang dengan akibat kemajuannya lebih terhambat dibandingkan dengan perpustakaan khusus dan perguruan tinggi, namun pada masa mendatang akan diperlukan banyak tenaga pustakawan terutama untuk perpustakaan SMA. Tim Teknis Perpustakaan Sekolah (2006) telah membuat usulan kompetensi tenaga perpustakaan sekolah1 sebagai berikut:

Indikator Kompetensi Tenaga Perpustakaan

Kompetensi tersebut terdiri atas:

A. Kompetensi informasi dengan subkompetensi:

1. pengembangan koleksi

2. organisasi informasi

3. jasa informasi

1

(5)

B. K o mp e t e n si ma n a j e me n d e n ga n subkompetensi:

1. melaksanakan kebijakan 2. manajemen sumber daya 3. keuangan dan anggaran

C. K o mp e t e n si p en d i d i k a n d en g a n subkompetensi:

1. memiliki wawasan pendidikan 2. mengembangkan keterampilan informasi 3. bimbingan dan promosi penggunaan

perpustakaan memiliki kemampuan berinisiatif

Contoh di atas sekadar menunjukkan bahwa kompetensi teknologi informasi di tingkat SD hanya merupakan bagian kecil dari kompetensi keseluruhan. Untuk tingkat SMA saat ini sedang dalam taraf penyusunan.

Di beberapa negara bagian AS, terdapat daftar kompetensi pustakawan sekolah. Daftar tersebut tidak ada yang seragam karena diatur oleh masing-masing negara bagian. untuk perpustakaan sekolah masih dibagi-bagi lagi, termasuk aras kompetensinya.

4.3. Special Libraries Association

Special Libraries Association (SLA) dalam Competencies for Special Librarians of the 21st century membagi dua jenis kompetensi yaitu:

a. Kompetensi profesional yang berkaitan dengan pengetahuan pustakawan khusus dalam bidang sumber informasi, akses informasi, teknologi, manajemen dan riset serta kemampuan penggunaan bidang pengetahuan tersebut sebagai dasar menyediakan jasa informasi dan perpustakaan; b. Kompetensi perorangan (personal) terdiri

dari himpunan keterampilan, sikap dan nilai yang memungkinkan pustakawan bekerja secara efisien.

Special Libraries Association (2005) menyatakan profesional informasi menggunakan informasi dalam pekerjaannya untuk memajukan misi organisasi. Profesional informasi mencapai tujuan ini melalui pengembangan, penyebaran dan manajemen sumber dan jasa formasi. Dalam pengertian profesional informasi ini termasuk pula pustakawan.

4.4. Perpustakaan perguruan tinggi

Saat ini beberapa pustakawan perguruan tinggi di Indonesia tengah menyusun kompetensi pustakawan perguruan tinggi. Hasilnya masih belum diumumkan.

5. Kemampuan TIK yang Diharapkan

5.1. Asal Usul

Kemampuan TIK yang diharapkan dari pustakawan Indonesia ini diajukan berdasarkan usulan yang pernah dikemukakan oleh penulis, pembahasan dengan beberapa rekan pengajar dari beberapa lembaga pendidikan pustakawan Indonesia yang dipilih secara kebetulan, diskusi dengan rekan pengajar dari beberapa negara Asia Tenggara dalam pertemuan internasional di Bangkok (2005), Manila (2006) dan Singapura (2006) serta komunikasi informal dengan rekan pengajar dari Malaysia. Hasilnya diberikan pada butir 5.2. Survei serupa yang lebih mendalam pernah dilakukan antara lain untuk kawasan Afrika Sub-Sahara (Minishi-Majanja, 2004), Malaysia (Ahmad Bakeri, 2005; Roesnita, 2005).

5.2. Urutan Kompetensi TIK

(1) Kompetensi dasar TIK

D a l a m k o mp e t e n s i i n i t e r c aku p kemampuan:

a. Menggunakan perambang (browsers) Web serta mengetahui fungsinya. b. Mengumpulkan data dari berbagai

sumber.

c. Meninjau dan menilai penggunaan TIK di perpustakaan.

d. Memahami sistem operasi komputer. e. Menggunakan perangkat lunak komputer,

memahami perangkat keras dan antarmuka komunikasi.

f. Analisis data.

g. Meng gun ak an p erang k at lun a k pemampatan (compression) data h. Memasang dan memelihara mesin

cetak (printer).

i. Memahami teknik yang digunakan oleh analis dan desainer sistem.

(6)

k. Menyediakan bantuan teknis dalam pemasangan dan pemeliharaan.

(2) Kompetensi olah kata (word processing) Ini merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh profesional informasi, terutama kemampuan menggunakan Microsoft Word. Penguasaan pengolah kata untuk menciptakan dokumen menggunakan fitur semacam printer control, mail merge, grafik dan indeks. Mungkin bagi perpustakaan lain yang tidak menggunakan Microsoft Word dapat menggunakan perangkat olah kata lain seperti WordPerfect dan Lotus WordPro walaupun kurang populer (Ahmad Bakeri, 2005).

(3) Kompetensi surat elektronik (e-mail) Dalam kompetensi ini termasuk kemampuan (a) memasang serta menggunakan surat elektronik, (b) menggunakan Microsoft Outlook Express. Di Malaysia ada tuntutan kemampuan menggunakan Lotus Notes (Ahmad Bakeri, 2005).

(4) Kompetensi internet dan intranet

Internet serta sumber berjaring (networked resources) lainnya merupakan inovasi yang sangat mempengaruhi profesional informasi pada akhir abad 20 dan awal abad 21. Penguasaan internet dan intranet merupakan hal vital. Kemampuan yang diharapkan mencakup:

a. Meng gun ak an in tern et un tuk mengakses sumber elektronik.

b. Menggunakan internet untuk menelusur informasi dengan menggunakan mesin pencari (search engines).

c. Menggunakan internet untuk akses ke jasa terpasang/dalam jaringan (online) lokal maupun asing. Contoh akses ke berbagai situs surat kabar dalam dan luar negeri.

d. Menggunakan internet untuk katalogisasi dan klasifikasi. Bila lembaga pendidikan pustakawan di Indonesia mampu menyediakan fasilitas internet yang cukup bagi mahasiswanya, maka perkuliahan katalogisasi dan klasifikasi akan jauh dipermudah. Kini bukan lagi katalogisasi asli (original cataloguing) yang dilakukan melainkan katalogisasi menyalin (copy cataloguing).

Pengajaran klasifikasi juga dipermudah karena beberapa perpustakaan nasional seperti The British Library menyediakan data bibliografis lengkap termasuk notasi DDC; bahkan OCLC WorldCat sudah menyatakan bahwa akses ke pangkalan datanya sudah gratis (Korynta, 2006). e. Menggunakan file transfer protocol

atau FTP.

f. Mendayagunakan teknik penelusuran y a ng ef e kti f . B a ny ak p e ma k a i me n g a n gg ap d e ng an k e h ad ir a n Internet maka bantuan pustakawan tidak lagi diperlukan. Pemakai lupa bahwa dengan menggunakan mesin pencari yang tersedia, mereka menemukan jutaan dokumen, namun sebahagian besar, dengan perolehan tinggi namun nisbah presisi sangat rendah sehingga hasil yang ditemukan lebih banyak sampahnya (junk). Berdasarkan pengalaman tidak banyak pemakai yang mau memeriksa lebih dari 100 entri, apalagi yang jutaan! Dalam hal demikian pustakawan diharapkan mampu memilih dan mendayagunakan mesin pencari yang sesuai.

g. Menggunakan internet untuk menjawab pertanyaan referens. Ada beberapa ensiklopedia yang dapat diakses secara cuma-cuma di internet, bahkan ada ensiklopedi yang dapat diisi oleh siapa saja.

h. Memahami intranet. Hal ini tidak mutlak karena tidak semua lembaga memiliki fasilitas intranet yang dapat diakses oleh perpustakaan.

i. Penggunaan papan buletin (bulletin

board), newsgroup. Saat ini di

kalangan pustakawan Indonesia sudah tersedia berbagai kelompok berita. j. Kemampuan tambahan lain seperti

administrasi situs web, penggunaan internet untuk menciptakan halaman web, penggunaan perangkat lunak videokonferensi.

(5) Kompetensi graf(ik).

Kompetensi grafik mencakup:

a. Penggunaan program grafik bisnis b. Pemahaman grafik komputer

(7)

d. Menggunakan perangkat lunak pemetaaan.

(6). Kompetenasi penyajian (presentasi) Pustakawan diharapkan memiliki kemampuan menyajikan hasil temuannya dalam bentuk presentasi menggunakan komputer. Kompetensi penyajian mencakup:

a. Penggunaan Microsoft Power Point b. Pemahaman perangkat lunak pemindaian

(scanning) dan OCR

c. Menggunakan Printshop Pro d. Menggunakan Adobe Photoshop

Ada lembaga yang menuntut penguasaan Macromedia Director dan Harvard Graphics, namun tidak semuanya menyepakati tuntutan tersebut.

(7). Kompetensi penerbitan

Kompetensi penerbitan sebenarnya setara dengan kompetensi penyajian, hanya saja penerbitan dianggap lebih memerlukan k e a hl i an da r i p ad a p eny aj i an s er t a pemanfaatannya lebuih sedikit dibandingkan dengan penyajian. Dalam kompetensi ini tercakup:

a. Penggunaan perangkat lunak penerbitan Web.

b. Menulis dan menerbitkan di situs Internet.

c. Menggunakan Adobe Pagemaker.

Menyangkut penerbitan, beberapa lembaga pendidikan di Inggris, Amsterdam dan Leipzig sudah mulai menawarkan program Publishing Studies (Johnson, 1997). Keahlian lain yang jarang disebut seperti penggunaan perangkat lunak Desktop dan Microsoft Frontpage. Di Indonesia menulis dan menerbitkan di internet muncul dalam bentuk blog yang jumlahnya semakin meningkat termasuk di kalangan pustakawan.

(8). Kompetensi manajemen proyek dan lembar elektronik (spreadsheet)

Kemampuan menguasai kompetentsi ini dianggap moderat. Penguasaan yang diacu adalah penggunaan Microsoft Project 98, Microsoft Excel dan Lotus 1-2-3. Penguasaan atas program tersebut merupakan keunggulan tambahan bagi

pustakawan. Microsoft 98 digunakan untuk perencanaan dan pengelolaan sebuah proyek, terutama untuk pustakawan yang berkecimpung dalam bidang perencanaan.

(9). Kompetensi pangkalan data

Bagi pustakawan konsep pangkalan data sebenarnya bukanlah masalah asing hanya saja pengertian pustakawan sering lebih sempit. Pustakawan sejak semula mengelola katalog, padahal katalog adalah sebuah pangkalan data. Kemampuan yang diharapkan adalah memasang, memelihara dan mengembangkan pangkalan data termasuk kegiatan pemantauan, mengatasi kesulitan (troubleshooting), dokumentasi pangkalan data serta tugas lain yang berkaitan bila dijabarkan mencakup: a. Memasang, memelihara dan administrasi

pangkalan data.

b. Menggunakan Microsoft Access. c. Menggunakan FoxPro.

d. Menggunakan alat (tool) desain pangkalan data server/pemakai.

e. Penggunaan alat pengembangan aplikasi visual.

(10). Kompetensi pemeliharaan sistem (system maintenance)

Bagian ini dianggap tidak penting bagi pustakawan karena kompetensi tersebut merupakan ranah ilmu komputer. Pustakawan berpendapat kompetensi mendesain dan mengembangkan aplikasi server/pemakai serta menciptakan dan mengembangkan integrasi sistem sebagai kurang relevan dengan pekerjaan pustakawan. Pustakawan berpendapat dalam mengembangkan sistem, dia dapat memberikan masukan selanjutnya terpulang pihak komputer untuk mengembangkannya.

(11). Kompetensi desain dan pengembangan aplikasi dalam lingkungan Web.

Di sini kompetensi yang dianggap paling penting adalah kemampuan membangun situs Web. Kompetensi lain yang diharapkan ialah:

a. Penggunaan PERL.

b. Menciptakan situs Web yang menggunakan struktur pangkalan data.

(8)

d. Menggunakan HTML.

e. Menciptakan Communication Gateway Interfaces (CGI).

f. Menggunakan Java language untuk aplikasi internet.

g. Mengembangkan Visual Basic atau Jscript menggunakan ASP.

h. Penggunaan Activex Control.

i. Memahami Graphic Utility Interface (GUI) pada aras aplikasi.

(12). Kompetensi analisis sistem dan pemrograman

Di Malaysia (Ahmad Bakeri, 2005) menganggap kompetensi ini penting, walaupun untuk Indonesia banyak yang menganggap kompetensi tersebut sebagai kompetensi ilmu komputer. Adapun kompetensi yang diharapkan ialah:

a. Memahami isu siklus hidup serta permasalahan perangkat lunak. Melakukan analisis aplikasi dan pemodelan data konseptual. b. Menggunakan Visual Basic.

Menggunakan UNIX

c. Modifikasi perangkat lunak guna memenuhi permintaan pemakai. d. Desain dan mengembangkan

produk perangkat lunak/ Menggunakan INFORMIX 4GL Menggunakan Powerbuilder e. Menggunakan Progress 4GL

Menggunakan RPG/400 f. Menggunakan C++ g. Menggunakan COBOL

Dari butiran 12 nampak bahwa beberapa program tidak selalu tersedia di perpustakaan. Misalnya untuk RPG400 harus mengikuti kursus di pusat komputer universitas atau ke penjajanya (vendor).

6. Analisis

Dari uraian di atas, kompetensi TIK yang diperlukan untuk pustakawan tertera pada Tabel- 2.

Tabel-2: Kompetensi TIK

No. K o m p e t e n s i

1 Kompetensi dasar TIK

2 Kompetensi olah kata (word processing) 3 Kompetensi surat elektronik (e-mail) 4 Kompetensi internet dan intranet

5 Kompetensi graf(ik).

6 Kompetenasi penyajian (presentasi)

7 Kompetensi penerbitan

8 Kompetensi manajemen proyek dan lembar elektronik (spreadsheet) 9 Kompetensi pangkalan data 10 Kompetensi pemeliharaan sistem

(system maintenance) 11 Kompetensi dalam desain dan

pengembangan aplikasi dalam lingkungan Web

12 Kompeteni analisis sistem dan pemrograman

Tuntutan kompetensi TIK muncul akibat perkembangan TIK sehingga pada beberapa perpustakaan bertanggung jawab atas fungsi komputasi berkaitan dengan jasa perpustakaan (Renaud, 2006). Penggabungan perpustakaan dan pusat komputer sebagaimana dikatakan Renaud tidak selalu berjalan lancar karena pustakawan harus membiasakan diri membagi ruang, bekerja di luar perpustakaan seperti memberikan kuliah penelusuran informasi di ruang kuliah dan laboratorium, orientasi mahasiswa pada sumber informasi serta membantu mahasiswa yang sedang melakukan penelitian.

Kemampuan mendayagunakan TIK serta mendayagunakan informasi secara efektif merupakan keterampilan utama sehingga pustakawan tidak lagi disebut pekerja informasi melainkan pekerja pengetahuan atau knowledge workers (Abell, 1998).

(9)

wawancara secara kebetulan dengan mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan di beberapa lokasi, mereka menekankan pada kemampuan internet. Kemampuan internet diperlukan dalam era globalisasi dalam wujud (a) menggunakan internet untuk menelusur informasi dengan menggunakan mesin pencari (search engines), (b) menggunakan internet untuk akses ke jasa terpasang/dalam jaringan lokal maupun asing, (c) menggunakan internet untuk katalogisasi dan klasifikasi, (d) menggunakan file transfer protocol atau FTP, (e) mendayagunakan teknik penelusuran yang efektif, (f) menggunakan internet untuk menjawab pertanyaan referens.

Kemampuan “dasar” TIK bagi pustakawan mencakup butir 1 sampai dengan 9 sedangkan kompetensi 10 s.d. 12 diperlukan bagi pustakawan yang ingin mengembangkan kemampuan TIK-nya lebih lanjut. Berdasarkan pengalaman lapangan di Jakarta dan Bogor, terdapat lulusan JIP yang sudah mampu menguasai kompetensi tersebut. Hasil karya mereka terlihat pada beberapa sistem otomasi di berbagai perpustakaan. Misalnya di perpustakaan IPB yang mengembangakn sistem otomasi bahkan menjualnya ke perpustakaan lain.

Kemampuan 1 s.d. 9 ditambah dengan kemampuan komunikasi dan menyampaikan keinginan pustakawan kepada analis sistem dan pranata komputer dapat dijumpai di perpustakaan perguruan tinggi yang mengembangkan sistem ing-griya (in-house program). Contoh terdapat di perpustakaan Universitas Bina Nusantara di Jakarta,

Universitas Kristen Petra di Surabaya, Unika Atma Jaya dan Universitas Indonesia.

Kemampuan TIK dari nomor 1 s.d. 4 juga dapat diterapkan pada mahasiswa bidang kesehatan (Oberprieler, 2005) serta petugas referens dalam konteks lebih terbatas (Koh and Al-Hawamdeh, 2002).

Kemampuan lain yang perlu dikuasai pustakawan adalah kemampuan keilmuan serta bahasa. Kemampuan keilmuan menyangkut kepustakawanan, baik menggunakan TIK maupun tidak, yang bersumber pada ilmu perpustakaan dan informasi. Maka pengajaran kepustakawanan tradisional yang lazim dikaitkan dengan kegiatan berbasis manual masih diperlukan. Contohnya tugas referens, walaupun di internet tersedia banyak sumber referens, dalam hal tertentu menggunakan buku cetak lebih cepat. Contoh mencari asal usul kata atau letak sebuah pulau akan lebih cepat menggunakan materi tercetak daripada materi di internet.

Keberadaan TIK diharapkan tidak mengaburkan misi perpustakaan yaitu menyediakan data dan informasi bagi pemakai. Karena pemakai tetap merupakan tujuan utama maka tidaklah mengherankan bila pada banyak kompetensi yang dikembangkan oleh asosiasi pustakawan maupun lembaga pendidikan pustakawan selalu ada kompetensi menghubungkan pemakai dengan informasi, termasuk memahami bagaimana informasi diciptakan, disebarkan serta fasilitasi akses ke informasi (Moran Jr, 2005).

Tabel – 3: Frequency of English Use by Seven University Librarians

Communication activities Very often Often Sometimes Rarely Never

Surfing the internet 6 1

Corresponding through e-mail 1 2 4

Chatting with fellow professionals 1 4 2

Collaborating to build a new web 1 2 4

Attending seminars at home/abroad 1 2 4

Presenting works at international conferences

1 6

Giving formal speeches 1 6

Translating textbooks 1 6

Translating journal articles 1 6

Sharing ideas with experts 1 5 1

(10)

Kemampuan berikutnya yang diperlukan ialah penguasaan bahasa Inggris tulis dan lisan (Sulistyo, 1999, 2001). Bila pada saat ini program pascasarjana masih mensyaratkan kelulusan tingkat TOEFL pada angka 450, maka angka tersebut belum banyak bermanfaat untuk membaca teks Inggris dengan baik. Padahal hampir 80% literatur kepustakawanan tertulis dalam bahasa Inggris.

Rusmono (2004) mengemukakan betapa rendahnya penggunaan bahasa Inggris di kalangan pustakawan universitas (Tabel-3).

Kompas (24 Agustus 2006) menulis di kolom tajuk rencana berjudul Daerah Perdagangan Bebas atau Free Trade Area (FTA). Pasar tunggal tersebut dipercepat realisasinya, dari tahun 2020 menjadi 2015. Dalam pengertian pasar tunggal ASEAN akan terdapat pergerakan bebas dalam bidang perdagangan, barang dan nantinya manusia di kawasan ASEAN. Hal itu berarti bahwa tenaga profesional informasi (termasuk pustakawan) bebas bergerak di seantero ASEAN. Itu berarti bahwa Indonesia akan didatangi pustakawan dari negara jiran. Itu berarti bahwa pustakawan Indonesia menghadapi persaingan pustakawan yang relatif hidup dalam lingkungan berbahasa Inggris seperti Filipina, Singapura, dan juga Malaysia. Maka tuntutan kemampuan TOEFL pada angka 450 harus dinaikkan menjadi setidak-tidaknya 500 atau kini 550. Itu berarti bahwa pustakawan Indonesia harus belajar terus menerus mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya bila mau bersaing dalam pasaran bebas.

Persaingan sesama pustakawan akan berlangsung lebih ketat manakala FTA yang diusulkan Jepang mencakup 16 negara yaitu 10 negara ASEAN ditambah Cina, India, Korea Selatan, Jepang, Australia dan New Zeland.

Menyangkut TIK, negara seperti Singapura dan Malaysia sudah mendayagunakan TIK untuk keperluan pengolahan dan penyimpanan informasi sehingga memaksa lembaga pendidikan mereka menekankan banyak aspek TIK. Maka pustakawan Indonesia perlu menguasai kompetensi TIK (Tabel – 1) dan mengembangkan diri sampai kompetensi

nomor 12. Sudah tentu tidak semua pustakawan harus menguasai sampai kompetensi nomor 12, namun untuk kompetensi 1 s.d. 9 merupakan hal yang mutlak wajib.

Di segi lain, pasar terbuka ASEAN tidak semuanya dimasuki pesaing, terutama untuk sektor pemerintahan (Sulistyo, 2001). Namun demikian sektor swasta akan menuntut kompetensi TIK yang lebih tinggi karena relatif mereka lebih cepat menggunakan TIK daripada sektor pemerintah,

Bagi lembaga pendidikan (pustakawan), mau tidak mau harus berbenah diri dalam pengembangan kurikulum menyangkut TIK termasuk penyediaan sarana pembelajaran dan pengajarnya. Bila memperhatikan iklan lowongan pustakawan, lazimnya selalu dicantumkan syarat memahami TIK menyangkut pengoperasian komputer dan Internet, bahkan sampai ada yang lebih spesifik menguasai CDS/ISIS, terlepas dari kelemahan CDS/ISIS. Bila kompetensi internet yang diinginkan, maka fasilitas untuk praktik internet harus disediakan oleh lembaga pendidikan. Pengajar lain juga harus bersiap pula misalnya pengajar referens yang harus tahu bagaimana menelusur menggunakan berbagai mesin pencari, mengenali pangkalan data tersembunyi, fasilitas OA (Open Archives), jurnal yang dapat diakses secara gratis, dll. Untuk katalogisasi dan klasifikasi juga dapat memanfaatkan katalog berbagai perpustakaan besar yang dapat diunduh termasuk OCLC World Cat yang terbuka untuk umum mulai tahun 2006 tanpa bayaran.

(11)

belum satupun jurusan ilmu perpustakaan dan informasi yang sudah mengarah kesana.

Makalah ini banyak membahas kompetensi TIK untuk keperluan pustakawan. Hal itu tidak berarti bahwa penulis mengabaikan keberadaan ribuan perpustakaan yang masih dalam situasi merana; jangankan komputer, anggaran untuk membeli buku pun masih belum tersedia. Di satu sisi, pustakawan perlu menguasai kompetensi TIK, di sisi lain pustakawan harus berusaha menularkan kemampuan TIK-nya pada pustakawan lain. Pustakawan yang memiliki kompetensi TIK masih memiliki tugas lain yaitu menjembatani kesenjangan digital antara kelompok yang memiliki akses ke TIK dengan kelompok yang tidak memiliki akses ke TIK. Dengan cara demikian, pustakawan Indonesia berupaya mencegah kesenjangan digital. Dengan pemakai sebagai tujuan utama pustakawan, maka upaya menjembatani kesenjangan digital akan mencegah tidak terjadinya asimetri informasi di kalangan pemakai.

7. Penutup

Istilah teknologi informasi dikenal pula dengan istilah informatika, teknologi informasi dan komunikasi serta telematika. Kompetensi teknologi informasi dan komunikasi yang dituntut dari pustakawan mencakup kompetensi dasar TIK, olah kata (word processing), surat elektronik (e-mail), internet dan intranet, graf(ik), penyajian (presentasi), penerbitan dan manajemen proyek dan lembar elektronik (spreadsheet) dan pangkalan data. Bagi pustakawan yang ingin mengembangkan kompetensi TIK-nya dia dapat mengembangkan diri sampai dengan kompetensi pemeliharaan sistem (system maintenance), dalam desain dan pengembangan aplikasi dalam lingkungan Web dan analisis sistem dan pemrograman. Dalam kaitannya dengan Pasar Terbuka ASEAN yang akan dilaksanakan pada tahun 2015, maka di samping kompetensi TIK diperlukan dua kompetensi lain yaitu kompetensi keilmuan menyangkut ilmu perpustakaan dan informasi serta kemampuan bahasa Inggris. Dengan berbekal tiga kompetensi (TIK, keilmuan dan kebahasaan) maka pustakawan Indonesia siap

bersaing dalam pasaran global, khususnya yang berkaitan dengan Pasar Terbuka ASEAN tanpa melupakan perkembangan jenis perpustakaan lain yang relatif masih tertinggal, termasuk kesenjangan digital dan asimetri informasi.

Rujukan

Abell, Angela.1998. “Skills for the 21st century.” Journal of Librarianship and Information Science, 30 (4) December: 211-214.

Ahmad bakeri Abu Bakar. 2005. “IT competencies in academic libraries: Malaysian experience.” Library Review, 54 (4): 267-276.

Andretta, Susie and Cutting, Andrew. 2003. “Information literacy: a plug-and-play approach. Libri, 43 (3): 202-209.

Brown, H.D. 1991. TESOL at twenty-five: What are the Issues? TESOL Quarterly, 25, pp. 245-260.

Canagarajah, A.S. 2006. TESOL at Forty: What are the issues? TESOL Quarterly, 40(1), pp.9-34.

Cooper, J.D. 2000. Literacy: Helping Children Construct Meaning. Boston: Houghton Mifflin Company.

Darling-Hammond, L. B. Berry, A. Thoreson, 2001. Does teacher certification matter? Evaluating the evidence. Educational Evaluation and Policy Analysis, 23(1), 57-77.

Diao, A.L. and Chandrawati, T. (2005). Current state of information literacy awareness and practices in Indonesian primary and secondary public schools jakarta. (to be published).

Djunaidi. 2001. Jabatan Fungsional Pustakawan. Jurnal Kepustakawanan dan Masyarakat Membaca. 17 (2): 27-34.

Edwards, M.R. and Ewen, A.J. (1996). 3600 feedback: the powerful new model for employee assessment and performance improvement. New York: Amacom. Engevik, A. 2001. “Arkeoland: et digitalt

(12)

Fasheh, M.J. 1995. The reading campaign experience within Palestinian Society: Innovative Strategies for learning and Building Community. Harvard Educational Review, 65(1): 66-92.

Goldhaber, D.D. & D.J. Brewer, 2000. Does teacher certification matter? High school teacher certification status and student achievement. Educational Evaluation and Policy Analysis, 2000, 22(2):129-145.

Goodson, I.F., 1997. In Changing Curriculum: Studies in Social Construction. New York: Peterlang. Harris, B.M. & B.J. Monk, 1992. Personnel

Administration in Education: Leadership for Instructional Improvement. Boston: Allyn and Bacon.

Hockey, Susan. 2001. “UT and the education of librarians.” Relay, the Journal of the University, College & Research Group, (51):9-11

Johnson, Ian. 1997. “Peering into the mist and struggling through IT – the education and training of the future information professional.” Journal of Librarianship and Information Science, 29 (1):3-7. Koh Lay Tin and Suliman Al-Hawamdeh.

2002. “The changing role of paraprofessionals in the knowledge economy.” Journal of Information Science, 28 (4):331-343

Kompas, 24 Agustus 2006.

Konsorsium Sastra dan Filsafat. 2001. Kurikulum bidang sastra dan filsafat. Tidak diterbitkan

Koryntah, Waryn. Komunikasi pribadi. Agustus 2006

Kravetz Associates .1999. Building a job competency database: what the leaders do. <http://www.kravetz.com/artintro.html.>. (25/10/2005).

Minishi-Majanja, Mabel K. And Ocholla, Dennis N. 2004. “Auditing of information and communication technologies in library and information science education in Africa.” Education for Information 22 (3,4) December:187-221

Moran Jr, Robert F. 2005. “Core competencies. Where is our future? Library Administration and Management, Summer, 19 (3)”146-148.

Oberprieler,Gudrun; Masters, Kent and Gibbs, Trevor. “Information technology and informationliteracy for first year health science students in South Africa: matching early and professional needs.” Medical Teacher, 7\27 (7):595.

Perpustakaan Nasional RI, 2002. Hasil Kajian Kebutuhan Fungsional Pustakawan di Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri.

Perpustakaan Nasional. 2002. Pedoman Pembinaan Tenaga Fungsional Pustakawan. Jakarta Perpunas RI.

Rebore, R.W. 2004. Human Resources Administration in Education: a Management Approach. Boston: Pearson.

Renaud, Robert E. 2006. “Shaping a new profession: the role of librarians when the library and center merge.” Library Administration & Management, 20 (2) Spring 006:65-74.

Rusmono, Doddy. 2004. “How university librarians communicate in English: an Indonesian version of challenge and reality.” Makalah The 9th English in Southeast Asia : The Text and Context of English Lanaguage Studies in Southeast Asia., Yogyakarta, 2004. Roesnita, Ismail and Zainal, A. N. “The

appern of E-book use amongst undergraduates in Malaysia: a case of to know is to use.” Malaysian Journal of Library & Information Science, 10 (2) December:1-23

Saracevic, Tefko. 1999. “Information science,” Journal of the American Society for Information Science, 50 (12): 1051-1063

Supriyanto. 1997. Pemberdayaan Profesi Pustakawan. Media Pustakawan. 4 (3): 35-37.

Sulistyo-Basuki. 1999. “Information technology and library education in Indonesia: recent developments in the curriculum, Education for Information, 17 (1) 1999:353-361.

(13)

Sulistyo-Basuki. 2006. “Political reformation and its impact to library and information science education and practice: a case study of Indonesia during and post-President-Soeharto administration.” Dalam Proceedings of the Asia Pacific Conference on Library and Information Education & Practice (A-LIEP 2006): preparing information professionals for leadership in the new age: Singapore, 3-5 April [sic] 2006 Edited by Christopher Khoo, Diljit Singh & Abdus Sattar Chaudhry. p:172-79.

Gambar

Tabel – 3:  Frequency of English Use by Seven University Librarians

Referensi

Dokumen terkait

tipe waralaba jenis format bisnis atau business format franchise dimana dalam sistem bisnis ini pihak Sego Njamoer Surabaya selaku franchisor memberikan hak kepada franchisee

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe numbered head

Pada dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan

Maische Column (Kolom Kasar) merupakan kolom destilasi pertama yang bertujuan untuk pemisahan awal alkohol dari larutan hasil fermentasi sebagai hasil dengan

Penelitian ini menghasilkan sebuah sistem e-WaUKM yang memberikan kemudahan bagi para pewaralaba dan terwaralaba dalam grup UKM untuk mempromosikan waralaba mereka, memudahkan

Dalam pengujian pamadatan standar ini tidak hanya dilakukan untuk tanah asli saja, tapi untuk tanah campuran abu sekam padi dengan persentase 5%, 6%, dan 6,5% dengan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Hasil analisis deskriptif variabel kompetensi tergolong baik. Dengan demikian, maka guru SMA di Kota Masohi memiliki

Sistem Usulan Administrator Petugas Waserda Bendahara Sekretaris Ketua Koperasi Login Mengelola Data Barang Mengelola data Users Input Permission Access Mengelola Data