Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB
PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN
(Studi Kasus: Hutan Kemenyan di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa)
HASIL PENELITIAN
Oleh :
Kiajar Rajagukguk 051201046
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
ABSTRAK
KIAJAR RAJAGUKGUK. Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas
Pengelolaan Hutan Kemenyan. Dibimbing oleh ODING AFFANDI dan
ZULKIFLI LUBIS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan serta bagaimana strategi penyelesaiannya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian dengan Analisis SWOT diketahui bahwa faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan adalah faktor waktu pengelolaan, faktor tenaga kerja yang kurang memenuhi, faktor ekonomi serta harga yang tidak stabil. Strategi penyelesaian permasalahan yang terjadi adalah seperti memperluas lahan kemenyan, melakukan pelatihan dan pembinaan kepada masyarakat, mempertahankan kebiasaan masyarakat di dalam mengelola kemenyan, meningkatkan akses pasar, menjalankan kembali kelembagaan petani.
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sitio-tio pada tanggal 29 Agustus 1987 dari ayah
Japaruntungan Rajagukguk dan ibu Nurmi S. Penulis merupakan anak bungsu
dari delapan bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Muara dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui ujian
tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi
Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi
mahasiswa kehutanan (HIMAS), sebagai asisten Praktikum Keteknikan Hutan.
Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ektrauniversitas.
Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan
Hutan (P3H) di Hutan Mangrove Mesjid Lama Kecamatan Talawi, Kabupaten
Asahan dan Hutan Pegunungan Lau Kawar Kabupaten Tanah Karo. Penulis
melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) pada tanggal 12 Januari – 12 Maret 2009
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
dimana atas berkah dan kasih-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas
Pengelolaan Hutan Kemenyan” .
Tujuan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Oding Affandi, S.Hut, M.Si dan Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A selaku
komisi pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua dosen
dan pegawai Departemen Kehutanan USU, orang tua dan keluarga, sahabat, petani
kemenyan dan pemerintah Desa Tangga Batu Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten
Toba Samosir, BAPPEDA Kabupaten Toba Samosir, serta semua pihak dan
golongan yang telah memberikan dukungan dan bantuan moril maupun materil
yang belum penulis sebutkan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, demi penyempurnaan skripsi ini, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat diterima dan dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama.
Medan, Desember 2009
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
DAFTAR ISI
Pengembangan Hutan Rakyat di Tanah Milik ... 7
Kemenyan (Styrax sumatrana J. J. SM) ... 8
Syarat Tumbuh . ... 8
Jenis Kemenyan . ... 8
Manfaat Tanaman Kemenyan . ... 9
Pengelolaan Kemenyan . ... 10
Pengolahan dan Pemanfaatan Kemenyan ... 10
Penyadapan Getah Kemenyan . ... 11
Penakikan Pohon Kemenyan . ... 11
Analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities, Threats) . ... 12
Kondisi Umum Kabupaten Toba Samosir . ... 13
Kondisi Umum Desa Tangga ... 14 Pengelolaan Hutan Kemenyan oleh Masyarakat ... 20
Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan ... 25
Faktor Internal ... 26
Faktor Eksternal ... 36
Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan ... 39
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
Kesimpulan ... 47
Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan . ... 18
2. Identifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi penurunan intensitas penurunan hutan kemenyan. ... 18
3. Analisis identifikasi faktor kunci keberhasilan ... 19
4. Matriks metodologi yang digunakan dalam penelitian . ... 19
5. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan... 25
6. Faktor-faktor internal pada hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ... 27
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Tegakan kemenyan yang tumbuh tegak dan lurus . ... 21
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Kuesioner penelitian ... 51
2. Gambar-gambar penelitian. ... 59
3. Daftar responden penelitian ... 63
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang akan tetap menjadi
perhatian saat ini maupun di masa mendatang. Karena fungsinya sebagai
paru-paru dunia, yang mampu mengubah karbondioksida menjadi oksigen, mencegah
terjadinya bencana erosi dan banjir. Lebih dari itu, hutan juga mampu
menghasilkan komoditi berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu yang
cukup tinggi nilainya.
Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan
nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dengan
mengutamakan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup,
memulihkan tata air, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta
meningkatkan sumber pendapatan negara dan devisa untuk memacu
pembangunan daerah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan
pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan
suasana yang menunjang. Dengan kata lain keberhasilan pembangunan sangat
tergantung pada tingkat partisipasi masyarakat dan dipihak lain salah satu
keberhasilan ukuran pembangunan adalah seberapa jauh mampu menumbuhkan,
menggerakkan, memelihara dan mengembangkan masyarakat dalam
pembangunan. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan menyadari
bahwa manusia (masyarakat) merupakan kekuatan utama pelaksanaan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
serta aktif dan dinamika dari seluruh masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan terus ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan.
Sebagian dari penduduk Indonesia masih tetap tinggal di dalam dan di
sekitar hutan. Warga dari desa-desa tersebut pada umumnya memiliki pengalaman
hidup yang dikembangkan sebagai satu tradisi turun-temurun. Tradisi yang
tercipta dari interaksi masyarakat yang telah lama dan terus-menerus dengan
hutan, akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian berbagai pihak guna menyikapi
sistem-sistem yang ada diantara mereka dengan hutan. Dengan kata lain ada
paradigma baru yang berkembang dalam tahun-tahun sekarang ini, yang
memandang masyarakat asli (adat) yang bermukim di dalam dan disekitar hutan
secara turun temurun memikili kemampuan mengelola sumber daya hutan secara
lestari dan berkelanjutan.
Salah satu upaya pokok pembangunan kehutanan yaitu memberikan
kesempatan kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan kehutanan melalui perhutanan sosial, khususnya di dalam
kawasan hutan, berupa kegiatan hutan kemasyarakatan. Kegiatan hutan
kemasyarakatan merupakan salah satu alternatif dalam rangka mewujudkan
pembangunan kehutanan yang berwawasan lingkungan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan pembangunan kehutanan ini dapat dilakukan melalui
pengelolaan hutan secara aktif dan efisien dengan memperhatikan fungsi hutan.
Pengelolaan yang dimaksudkan adalah pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan
manusia dengan memanfaatkan hasil hutan kayu dan hasil hutan non-kayu sesuai
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
hasil hutan non-kayu yang sudah sangat banyak dikelola masyarakat antara lain
adalah madu, minyak atsiri, berbagai jenis getah-getahan (seperti karet, getah
kemenyan, gopal, dll) damar, tanaman obat-obatan, dan lain sebagainya.
Desa Tangga Batu Barat merupakan salah satu desa yang mempunyai
hutan kemenyan. Hutan kemenyan ini berdiri cukup lama. Pada awalnya
kemenyan merupakan salah satu sumber penghasilan petani setelah padi. Tetapi
belakangan ini masyarakat petani kemenyan mulai meninggalkan kemenyan ini
dan beralih ke perkebunan dan berbagai kegiatan lain.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
“Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan”
dengan studi kasus Hutan Kemenyan yang terletak di Desa Tangga Batu Barat,
Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa.
Perumusan Masalah
Manusia tidak bisa dipisahkan dari keberadaan hutan karena kehidupan
manusia sangat bergantung erat dengan kondisi hutan. Keberlangsungan hidup
manusia sangat dipengaruhi oleh fungsi hutan secara ekologis, hidrologis dan
ekonomis. Keberadaan hutan yang dapat memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat tidak terlepas dari perlakuan yang diberikan masyarakat itu sendiri
terhadap hutan.
Tetapi belakangan ini keberadaan masyarakat yang selalu memperhatikan
keberlangsungan hutan itu sudah mulai pudar. Kesadaran dan pola-pola pikir serta
nilai-nilai yang seharusnya masyarakat miliki dan kembangkan di dalam
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
khususnya di hutan kemenyan yang terletak di Desa Tangga Batu Barat,
Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa, hal ini terlihat jelas dari :
1. Menurunnya intensitas pengelolaan hutan kemenyan yang dilakukan
masyarakat.
2. Banyaknya lahan kemenyan yang sudah tidak dikelola masyarakat lagi
Dari permasalahan diatas, maka timbul pertanyaan yang merupakan ruang
lingkup kajian penelitian ini, yaitu :
1. Apa faktor penyebab (faktor internal maupun faktor eksternal) penurunan
intensitas pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap Hutan
Kemenyan yang terletak di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan
Tampahan, Kabupaten Tobasa.
Tujuan
1. Mengetahui faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan
kemenyan.
2. Mengetahui strategi penyelesaian dari permasalahan yang ada
Manfaat
Manfaat dari kajian ini adalah sebagai bahan masukan kepada Pemerintah
Daerah, dan masyarakat petani kemenyan serta berbagai pihak yang belum dan
ingin mengelola Hutan Kemenyan di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kemasyarakatan
Hutan kemasyarakatan adalah terjemahan dari Community Forestry yang
diartikan sebagai salah satu bentuk perhutanan sosial yang dilaksanakan di dalam
kawasan hutan yaitu, suatu sistem pengelolaan hutan oleh masyarakat desa hutan
yang ditujukan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan dengan tetap
memperhatikan kelestarian hutan. Manfaat dari kegiatan hutan kemasyarakatan
cukup besar antara lain berupa :
1. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat;
2. Membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha;
3. Menumbuhkembangkan sikap dan rasa tanggung jawab masyarakat
terhadap pelestarian sumber daya alam hutan;
4. Meningkatkan daya dukung lahan;
5. Terlestarinya sumber daya alam hutan dengan semua fungsinya
(PUSKAP, 1997).
Hutan Kerakyatan
Di luar istilah-istilah Hutan Rakyat, hutan kemasyarakatan dan perhutanan
sosial, ada juga istilah “Sistem Hutan Kerakyatan” (SHK) yang diperkenalkan
oleh LSM. Istilah ini mengacu pada kenyataan dimana terdapat satuan-satuan
wilayah hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan yang diklaim
pemerintah, yang tersebar diberbagai tempat di nusantara. Satuan-satuan wilayah
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
kemungkinan pengelolaan oleh rakyat atas satuan-satuan wilayah hutan itu sudah
berlangsung beberapa generasi sebelumnya dan bahkan sebagian sudah ada
sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terbentuk. Oleh sebab itu dapat
dipastikan bahwa pelaku utama pengelolaan satuan-satuan wilayah hutan itu
bukan pemerintah atau pengusaha HPH, melainkan adalah rakyat yang hidup di
dalam dan di sekitar wilayah hutan itu. Merekalah yang menentukan teknik dan
strategi yang dipakai untuk mengelola hutan itu. Biasanya strategi dan teknik
tersebut tidak berdasarkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperoleh dari pusat-pusat ilmiah (PUSKAP, 1997).
Selain itu hutan yang dikelola rakyat (sistem hutan kerakyatan) biasanya
merupakan sumber pendapatan bagi rumah tangga dalam bentuk produk hutan
non-kayu (Non-timber forest product). Sebagian daripadanya digunakan untuk
keperluan subsistensi, kesehatan, keagamaan, dan lain-lain. Sedangkan yang
selebihnya dimaksudkan untuk kelebihan pasar (PUSKAP, 1997).
Hutan Rakyat
Secara formal ditegaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun
di atas lahan milik. Pengertian semacam itu kurang mempertimbangkan
kemungkinan adanya hutan di atas tanah milik yang tidak dikelola rakyat,
melainkan oleh perusahaan swasta. Penekanan pada kata ‘rakyat’ kiranya lebih
ditujukan kepada pengelola yaitu ‘rakyat kebanyakan’, bukan pada status
pemilikan tanahnya. Dengan menekankan kepada kata ‘rakyat’ membuka peluang
bagi rakyat sekitar hutan untuk mengelola hutan dilahan negara
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Pola Hutan Rakyat
Secara fisik hutan rakyat mempunyai pola tanam yang sangat beragam.
Namun demikian sebagian besar hutan rakyat yang ada di lapangan pada
umumnya mempunyai pola tanam campuran (wanatani), yakni campuran antara
tanaman pangan dan tanaman kayu-kayuan. Menurut Munawar (1986) dalam
Awang dkk,. (2001) berdasarkan pola tanam, hutan rakyat dapat diklasifikasikan
menjadi 3 macam :
1. Penanaman pohon di sepanjang batas milik
2. Penanaman pohon di teras bangku
3. Penanaman pohon di seluruh batas milik.
Pengembangan Hutan Rakyat di Tanah Milik
Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui
secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal
(tanah adat). Dalam hutan rakyat diusahakan pohon-pohon yang hasil utamanya
kayu: misalnya sengon (Paraserianthes falcataria) dan akasia (Acacia
auriculiformis); yang hasil utamanya getah: kemenyan (Stirax benzoin), damar
(Shorea javanica); maupun yang hasil utamanya buah: kemiri (Aleurites
moluccana) dan pala (Myristica fragrans); serta hutan bambu. Jumlah rumah
tangga petani yang mengusahakan hutan rakyat (budidaya kayu-kayuan)
berdasarkan Sensus Pertanian tahun 1993 adalah 827.767 rumah tangga dan
19.713.806 rumah tangga petani pengguna lahan. Sebagian besar dari petani hutan
rakyat berada di Jawa 690.895 (83,5 %) dan sebagian besar (53,8 %) rumah
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM)
Klasifikasi tanaman kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM) dalam
sitematika tumbuhan dapat disusun sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonae
Ordo : Ebeneles
Family : Styraceae
Genus : Styrax
Spesies : Styrax sumatrana J.J.SM (Oetomo, 1974).
Syarat Tumbuh
Tempat tumbuh kemenyan cukup bervariasi yaitu pada ketinggian
600-2000 mdpl, dimana di daerah Tapanuli Utara kemenyan tumbuh baik pada
ketinggian 1000-1500 mdpl. Heyne (1987) dalam Sasmuko (2001) menambahkan
bahwa Kemenyan Toba mampu tumbuh baik pada tanah yang kaya humus dengan
kelembaban cukup tinggi, berdrainase baik, curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun
dengan temperatur 180 – 230 C dan dapat tumbuh baik pada topografi
bergelombang sampai dengan berbukit.
Jenis Kemenyan
Terdapat dua jenis kemenyan dan yang dikembangkan oleh masyarakat
khususnya petani di Kabupaten Tapanuli. Kedua jenis tersebut adalah Styrax
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
dari aroma dan warna getah yang dihasilkan, yaitu aroma getah toba lebih tajam
dengan warna yang lebih putih dibandingkan kemenyan durame. Secara botani
kedua jenis ini dapat dibedakan pula dari bentuk dan ukuran daun. Kemenyan
durame mempunyai ukuran daun lebih besar dan berbentuk bulat memanjang
(oblongus). Kemenyan toba merupakan jenis yang disenangi oleh masyarakat
karena dalam perdagangan lokal getahnya lebih tinggi dibandingkan dengan
kemenyan durame (Sasmuko dan Karyaatmaja, 2000).
Manfaat Tanaman Kemenyan
Usaha pelestarian tanaman penghasil senyawa bioaktif, terutama tanaman
penghasil obat, di Indonesia perlu mendapat perhatian karena memiliki nilai
ekonomi tinggi. Salah satu tanaman yang sangat potensial adalah tanaman
kemenyan (Styrax benzoin Dryander). Tanaman kemenyan termasuk Divisio
Spermatophyta, sud Divisio Angiospermae, Klass Dicotyledonae, Ordo Ebenales,
Familia Styraceae, Genus Styrax, dan spesies Styrax benzoin Dryander. Kemeyan
tumbuh dengan baik di hutan Sumatera Utara menjadi salah satu sumber
penghasilan masyarakat dibeberapa desa, yang dikenal dengan getah kemeyan.
Pemanfaatan kemenyan telah dikenal luas di Indonesia terutama sebagai bahan
obat, baik sebagai obat tradisional maupun industri rokok, batik dan upacara
ritual. Lebih dari itu tanaman kemenyan sebagai golongan styrax mengandung
senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Kemenyan sumatrana
(Styrax benzoin Dryander) memiliki banyak senyawa bioaktif seperti asam
sinamat dan turunannya yaitu senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
Tanaman kemenyan prospektif dikembangkan untuk tanaman hutan
rakyat, hutan kemasyarakatan, rehabilitasi, sekat baker, penghara industri pulp,
maupun untuk pohon ornamen. Selain itu kayunya dapat digunakan untuk
bangunan rumah dan jembatan serta akarnya mengandung cairan berwarna
kemerah-merahan yang berfungsi sebagai insektisida (Pinyopusarerk, 1994).
Pengelolaan Kemenyan
Secara tradisional pengelolaan kemenyan oleh petani di Tapanuli Utara
meliputi kegiatan penanaman dan pemanenan. Pekerjaan penanaman secara
tradisional dilakukan dengan memindahkan anakan alam pada tempat yang
kosong atau pohon yang mati dalam kebunnya. Sedangkan kegiatan pemungutan
getah (penyadapan) dilakukan satu kali dalam setahun dengan pola tradisional
tanpa adanya perlakuan tertentu. secara umum petani lebih suka menaman dan
memungut kemenyan jenis toba dibandingkan jenis durame. Hal ini disebabkan
karena getah kemenyan toba menurut standar lokal memiliki mutu dan harga lebih
baik. Keberhasilan penanaman secara tradisional sebesar 30 - 40 %. Sedangkan
produksi getahnya tidak lebih dari 15 gr/takik atau rata-rata 0,5 kg/pohon
(Sasmuko, 1999).
Pengolahan dan Pemanfaatan Kemenyan
Kemenyan yang dipasarkan baik lokal maupun ekspor pada umumnya
masih berupa bahan mentah (raw material). Dari saat dipanen dari pohonnya
hingga siap dijual petani tidak melakukan pengolahan dalam upaya meningkatkan
mutu. Petani hanya melakukan proses pengeringan saja sebelum dijual kepada
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
rendah dan bercampur (mixed) dengan kulit dan kotoran lain. Pada tingkat
pedagang pengumpul pengolahan dilakukan dengan tujuan membagi dalam
beberapa kelas mutu (5 kelas mutu) dengan cara membedakan berdasarkan ukuran
dan kebersihan kemenyan (Sasmuko, 2003).
Penyadapan Getah Kemenyan
Kegiatan penyadapan getah kemenyan yang dilakukan oleh para petani
secara umum terdiri dari beberapa kegiatan antara lain: menakik, membersihkan,
dan mensugi. Kegiatan menakik merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan
oleh petani dalam pengelolaan hutan kemenyan. Kegiatan ini sama halnya dengan
kegiatan menyadap pada pohon karet atau pinus. Biasanya kegiatan ini dilakukan
pada bulan Juli - September. Urutan kegiatan menakik adalah sebagai berikut:
membersihkan semak-semak yang berdekatan dengan pohon kemenyan yang akan
ditakik menggunakan parang, kemudian dilanjutkan membersihkan pohon
kemenyan dengan cara mengguris bagian kulit pohon tersebut. Kegiatan tersebut
dilakukan untuk membersihkan lumut yang menempel pada kulit pohon sehingga
getah yang dihasilkan tidak kotor (Dede, 1998).
Penakikan Pohon Kemenyan
Jumlah pohon yang dapat ditakik perhari tergantung besar batang yang
disesuaikan dengan sistem penakikan yang digunakan dan biasanya 10 – 15
pohon. Pohon yang telah selesai ditakik ditinggalkan 3 – 4 bulan. Pada luka-luka
bekas takikan akan terbentuk getah yang sudah lengkek dan mengering. Kulit
kering yang mengandung getah tadi dipotong dan dicopot dari batang dengan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
diperoleh kemenyan mata kasar (sidungkapi), mata halus, tahir dan jurur.
Produksi rata-rata antara 0,1 – 0,5 kg/pohon. Setelah selesai dilakukan kegiatan
pengumpulan getah maka ± 2 – 3 bulan lagi getah akan keluar yang membuka dan
menempel pada bekas luka takikan. Para petani kemudian memungut hasilnya
yang disebut kegiatan pembersihan (panen kedua). Kualitas getah yang dihasilkan
disebut Kemenyan Tahir. Setelah 2 - 3 bulan kemudian maka getah ke tiga akan
muncul lagi dan getah ini akan dikumpulkan pada saat akan dilakukan penakikan
lagi (Darusman dkk., 2001).
Penakikan dilakukan dengan menggunakan pisau takik “Agat Panugi”
dalam bahasa Batak. Menakik dilakukan dengan membuat luka pada bagian kulit
pada garis vertikal dengan panjang 2 - 3 cm dengan kedalaman (bergantung pada
ketebalan kulit) sampai pada kayunya. Bila pisau tertancap dengan baik pada
kulit, kemudian pisau tersebut ditekan kearah kiri atau kanan, sehingga keadaan
kulit tersebut terkoak dan terdapat ruangan yang terbuka diantara kulit dan bagian
kayu 4 x 3 cm. kulit kayu yang terkoak dipukul-pukul dengan palu dalam bahasa
Batak disebut dengan “Agat Panuktuk” sebanyak 5 – 7 kali secara pelan-pelan,
karena terlalu keras atau pelan getah tidak akan keluar (Dede, 1998).
Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi. Proses pengambilan strategi selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini (Rangkuti, 2000).
Dalam analisis SWOT terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan,
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menurut Pearce II dan
Robinson (1991) dalam Sanudin (2006), kekuatan (strenghts) adalah sumberdaya,
keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar;
kelemahan (Weakness) merupakan keterbatasan dalam sumberdaya, keterampilan
dan kemampuan yang sangat serius menghalangi kinerja; peluang (opportunities)
merupakan situasi yang menguntungkan, berbagai kecenderungan,
peraturan-peraturan, dan perubahan teknologi; sedangkan ancaman (threats) adalah situasi
yang tidak menguntungkan atau rintangan.
Kondisi Umum Kabupaten Toba Samosir
Secara geografis Kabupaten Toba Samosir terletak pada 2003’ – 2040’ LU
dan 98056’ – 99040’ BT. Kabupaten Toba Samosir memiliki luas wilayah 2021,8
km. Kabupaten Toba samosir memiliki batas-batas:
- Sebelah Utara : Kabupaten Simalungun
- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara
- Sebalah Barat : Kabupaten Samosir
- Sebelah Timur : Labuhan Batu dan Asahan
Kabupaten Toba Samosir terletak pada ketinggian antara 900 – 2.200 m
dpl. Kabupaten Toba Samosir tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah
dengan suhu berkisar antara 170C – 290C dengan kelembaban udara 85,04 % dan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Kondisi Umum Desa Tangga Batu Barat
Hutan kemenyan Desa Tangga Barat berada di Kecamatan Tampahan,
Kabupaten Toba Samosir. Secara astronomis kawasan ini terletak pada 2015’ LU -
2021’ LU dan 99011 BT dan memiliki batas-batas :
- Sebelah Utara : Danau Toba
- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara
- Sebalah Barat : Kabupaten Tapanuli Utara
- Sebelah Timur : Kecamatan Balige
Keadaaan permukaan tanah di daerah tersebut umumnya bergelombang
atau berbukit dengan ketinggian 700 – 1000 meter diatas permukaan laut dengan
rata-rata kemiringan lahan 2 – 600. Curah hujan rata-rata sebesar 1.491 mm/tahun
(BPS Toba Samosir, 2007)
Berdasarkan sensus tahun 2006 Desa Tangga Batu Barat mempunyai
jumlah penduduk 478 jiwa yang terdiri dari 90 kepala keluarga. Sehingga
kepadatan penduduk adalah 148,9 jiwa/km2. Mata pencaharian penduduk di desa
ini adalah hampir seluruhnya hidup dari bidang pertanian (BPS Toba Samosir,
2007).
Luas Desa Tangga Batu Barat adalah 321 ha yang terdiri dari 60 ha tanah
sawah dan 261 ha tanah kering. Desa Tangga Batu Barat berjarak 13 km dari
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan Mei
2009. Lokasi penelitian adalah Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan,
Kabupaten Tobasa. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena daerah ini
merupakan salah satu daerah yang mengalami penurunan intensitas pengelolaan
hutan kemenyan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah :
1. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan lokasi penelitian
2. Laporan-laporan hasil penelitian terdahulu (individu dan lembaga) dan
berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk
melengkapi pengamatan langsung dilapangan
3. Data primer yang diperoleh dilapangan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Kuesioner untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder
2. Kamera digital untuk mendokumentasikan objek kegiatan
Objek dan Data Kegiatan
1. Objek Kegiatan
Kegiatan ini melibatkan pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
a. Kepala desa, petani kemenyan, dan pemilik lahan kemenyan untuk
mendapatkan informasi tentang keberadaan hutan kemenyan
b. Kawasan hutan kemenyan (yang berada di Desa Tangga Batu Barat,
Kecamatan tampahan, Kabupaten Toba Samosir).
2. Data Penelitian
Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah faktor-faktor yang
menyebabkan penurunan intensitas pengelolaan kemenyan serta hasil penelitian
yang terkait dengan tujuan penelitian. Sedangkan data sekundernya adalah: letak,
luas daerah, dll.
Metode Pegumpulan Data
1. Pengambilan Sampel
Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga, baik keluarga
yang mengelola maupun yang tidak mengelola hutan kemenyan tetapi termasuk
pemilik lahan kemenyan yang berada di Desa Tangga Batu Barat. Jumlah
responden dalam penelitian ini adalah 17 kepala rumah tangga. Pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling (bertujuan).
2. Teknik dan Tahapan Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan yaitu, sebagai
berikut :
1. Observasi
Kegiatan observasi yang dilakukan dilapangan adalah pengamatan,
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
masyarakat pengelola maupun yang tidak mengelola tetapi termasuk
pemilik lahan kemenyan.
2. Wawancara dengan menggunakan kuesioner
Dilakukan dengan bertemu langsung dengan responden dan bertanya
jawab dengan responden dengan berpatokan kepada kuesioner yang sudah
disusun sebelum melakukan wawancara.
3. Diskusi Kelompok
Kegiatan yang dilakukan dilapangan adalah dengan mengatur jadwal
diskusi dengan masyarakat yang mengelola maupun yang tidak mengelola
tetapi pemilik lahan kemenyan. Diskusi kelompok ini dilaksanakan di
rumah kepala desa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui berbagai hal
yang berhubungan dengan hutan kemenyan khususnya faktor penyebab
penurunan intensitas penurunan hutan kemenyan.
4. Keseluruhan data yang dikumpulkan baik itu data primer maupun data
sekunder selanjutnya akan diedit dan ditabulasikan sesuai dengan
kebutuhan sebelum dilakukannya pengolahan dan analisis data.
Cara memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan
wawancara, diskusi dan pengukuran langsung dilapangan. Informasi yang
dikumpulkan dari setiap responden meliputi :
1. Identifikasi diri responden
2. Berbagai informasi yang berhubungan dengan keberadaan hutan kemenyan
khususnya penurunan gairah masyarakat di dalam mengelola hutan kemenyan
3. Skedul kegiatan pengelolaan kemenyan dengan menggunakan tabel tata waktu
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Tabel 1. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan
Kegiatan/Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sept Okt Nov Des
Analisis faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan
Identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman) yang berpengaruh terhadap penurunan intensitas
pengelolaan hutan kemenyan dilakukan dengan analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel
2 berikut ini:
Tabel 2. Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan
Analisis Faktor Internal
Faktor Eksternal Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Peluang (O) Isu/strategis Isu/strategis
Ancaman (T) Isu/strategis Isu/strategis
Sumber : Rangkuti (1997)
Strategi Analisis SWOT penyelesaian masalah dari pengembangan
implementasi program kerja atau rencana serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut (dapat dilihat
pada tabel 3) :
a. Strategi mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang;
b.Strategi menggunakan kekuatan untuk mencegah dan mengatasi
ancaman/tantangan;
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
d.Strategi mengurangi kelemahan untuk mencegah/mengatasi
ancaman/tantangan.
Tabel 3. Analisis Identifikasi Faktor Kunci Keberhasilan
S W O T
KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)
ISU/STRATEGI ISU/STRATEGI
Sumber : Rangkuti (1997)
Untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian ini, maka
digunakan matrik metodologi yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Matrik metodologi yang digunakan dalam penelitian
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Hutan Kemenyan Oleh Masyarakat
Hutan kemenyan ini diperkirakan sudah ada sejak lebih dari 1,5 abad yang
lalu. Hasil wawancara dengan petani kemenyan Ragusta Siahaan menyatakan
bahwa tanaman kemenyan ini ditanami oleh para nenek moyang mereka. Bibit
tanaman kemenyan diperoleh dari hutan kemenyan yang terdapat di Dolok
Sanggul. Mengelola hutan kemenyan menjadi salah satu budaya masyarakat Desa
Tangga Batu Barat yang secara turun-temurun. Pada tahun 1960-an getah
kemenyan menjadi salah satu penghasilan yang sangat baik sehingga banyak yang
mengelola kemenyan. Hingga tahun 1970 kegiatan pengelolaan hutan kemenyan
di Desa Tangga Batu Barat ini masih terus baik. Tetapi keadaan ini tidak bertahan
lama, semenjak menurunnya harga kemenyan masyarakat mulai beralih ke
perkebunan terutama akibat kedatangan tanaman kopi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Heyne (dalam Sasmuko, 2003) yang menyatakan bahwa terjadi
peningkatan produksi getah kemenyan mulai tahun 1930 dan pada tahun 1950
terus mengalami peningkatan tetapi sejak permulaan 1985 perdagangan kemenyan
di Tapanuli Utara terutama ditingkat petani mengalami penurunan. Penyebabnya
ada beberapa faktor dan penyebab yang dominant adalah harga kemenyan yang
terus merosot.
Meskipun demikian hutan kemenyan ini masih tetap ada sampai sekarang.
Kemenyan dapat tumbuh dengan baik dan subur di daerah ini. Tegakan kemenyan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Gambar 1. Tegakan Kemenyan yang Tumbuh di Lahan Masyarakat Desa Tangga Batu
Barat
Pengelolaan tanaman kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini belum
menggunakan sistem silvikultur intensif. Pengelolaan tanaman kemenyan masih
dilakukan secara tradisional seperti membersihkan batang dari tumbuhan
menumpang, membersihkan piringan pohon kemenyan. Perlakuan sistem
silvikultur intensif belum mereka gunakan karena mereka masih kurang
memahaminya.
Tanaman kemenyan di daerah ini tidak mempunyai jarak tanam yang
pasti, ada yang rapat (jarak tanam 2 x 2) dan ada pula yang jarang (jarak tanam 6
x 5). Sehingga tidak jarang dijumpai lahan kemenyan yang masih layak untuk
disulami. Kelerengan tempat tumbuhnya kemenyan ini mulai dari datar sampai
curam 2% sampai lebih dari 25%. Lahan yang masih jarang ditanami dengan bibit
kemenyan yang diambil dari bawah pohon kemenyan yang telah dewasa.
Penyadapan getah mulai dilakukan pada saat batang kemenyan sudah
besar, biasanya dilakukan setelah 8 tahun. Sanudin (2006) menyatakan bahwa
getah bisa mulai dipanen (diambil getahnya) pada umur 7 – 10 tahun dan sampai
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
tanahnya. Penyadapan getah boleh dilakukan secara terus-menerus sampai pohon
tua. Pohon kemenyan akan tetap menghasilkan getah dengan baik jika tanaman
kemenyan ini tetap dijaga dari tanaman menumpang dan tanaman pengganggu
disekitarnya.
Kegiatan pengelolaan hutan kemenyan Desa Tangga Batu Barat dilakukan
dengan sistem tradisional. Petani kemenyan masih belum melakukan kegiatan
sistem silvikultur yang intensif. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurrochmat
(dalam Sinaga, 2009) di Kabupaten Tapanuli Utara yang menyatakan bahwa
budidaya tanaman kemenyan yang dilakukan di Tapanuli Utara masih dilakukan
dengan cara yang sangat sederhana. Kegiatan pengelolaan hutan kemenyan berupa
penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran di Desa Tangga Batu Barat
ini diuraikan dibawah ini.
1. Penanaman
Petani kemenyan tidak semuanya melakukan penanaman kemenyan baru.
Penanaman kemenyan hanya dilakukan oleh sebagian kecil petani.
Pelaksanaannya dilakukan dengan tidak terjadwal. Jika petani menemukan
anakan yang tumbuh dibawah tegakan kemenyan maka mereka akan
memindahkannya ke areal yang mempunyai jarak tanam yang jarang. Hal ini
sesuai dengan Sasmuko (1999) yang menyatakan bahwa pekerjaan menanam
secara tradisional dilakukan dengan memindahkan anakan alam pada tempat
yang kosong atau pohon yang mati dalam kebunnya.
2. Pemeliharaan
Pemeliharaan kemenyan yang dilakukan petani berupa penyiangan batang dari
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
penyadapan getah. Daerah yang dibersihkan berupa piringan batang tanaman
kemenyan.
3. Pemanenan
Lahan kemenyan Desa Tangga Batu Barat seluas 50 ha yang berisi sekitar ±
55.000 pohon kemenyan. Produktivitas tanaman kemenyan ini sekitar ±
38.500 kg/tahun. Produktivitas tanaman kemenyan pada setiap pohon
kemenyan sekitar ± 0,7 kg/tahun. Pemanenan tanaman kemenyan ada dua
tahap yaitu pemanenan getah mata kasar yang dilakukan 6 bulan kemudian
setelah penyadapan. Setelah panen mata kasar ini, pohon kemenyan akan tetap
mengeluarkan getah dan ini akan dipanen sekitar 3 - 4 bulan berikutnya yang
disebut dengan tahir (panen sisa). Hal ini juga dinyatakan Darusman,dkk
(2001) bahwa setelah selesai dilakukan kegiatan pengumpulan getah maka ± 2
– 3 bulan lagi getah akan keluar yang membuka dan menempel pada bekas
luka takikan, para petani kemudian memungutnya yang disebut kegiatan
pembersihan (panen kedua), kualitas getah yang dihasilkan disebut Kemenyan
Tahir. Sehingga dalam sekali penakikan getah dapat menghasilkan 2 kali
panen. Tetapi kualitas panen kedua ini sangat jauh dibawah panen pertama.
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
a b
Gambar 1. Getah Mata Kasar (a) dan Getah Tahir (b) yang Sudah Kering dan Siap
Dijual
4. Pemasaran
Getah kemenyan yang sudah dikeringkan akan dipasarkan ke Dolok Sanggul.
Jika getah kemenyan mereka sedikit maka akan dititipkan ke petani lain yang
akan pergi ke Dolok Sanggul pada saat pekan. Hasil wawancara dengan
seorang petani kemenyan yang menjual getah kemenyan tahun 2009 Tagor
Tampubolon menyatakan bahwa harga getah kemenyan dari hasil panen
pertama yaitu berkisar antara Rp 100.000.00 – Rp 130.000.00/kg sedangkan
harga getah tahir sekitar Rp 50.000.00 – Rp 70.000.00/kg.
Kegiatan pengelolaan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat tidak
sepanjang tahun dilaksanakan. Pengelolaan kemenyan hanya dilakukan
diwaktu-waktu tertentu. Kegiatan persiapan alat dilakukan sebelum pembersihan lokasi.
Perbersihan lokasi kemenyan dilaksanakan pada bulan Mei dan bulan Juni
sebelum proses penakikan dilakukan. Tetapi ada juga petani kemenyan yang
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
Batang kemenyan mulai ditakik pada saat pohon kemenyan sedang
berbunga yaitu mulai bulan Juli sampai awal bulan Oktober. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Dede (1998) yang menyatakan bahwa kegiatan menakik merupakan
kegiatan yang pertama kali dilakukan petani dalam pengelolaan hutan kemenyan,
biasanya kegiatan ini dilakukan pada bulan Juli – September.
Pemanenan baru akan dilakukan kira-kira 6 bulan kemudian setelah
penakikan yaitu bulan Januari sampai bulan Maret. Hasil panen inilah yang
dinamakan getah mata kasar. Kemudian kira-kira 3 bulan kemudian akan
dilakukan pemanenan getah yang kedua dari hasil penakikan yang pertama. Dari
panen kedua ini akan diperoleh getah yang kualitasnya lebih rendah dari panen
pertama. Panen kedua ini merupakan panen sisa dan dinamakan getah tahir.
Getah yang sudah dipanen dikumpulkan rumah dan dikeringkan selama 3
minggu di dalam ruangan. Setelah kering getah akan dipasarkan ke Dolok
Sanggul. Untuk lebih jelasnya kegiatan pengelolaan getah kemenyan di Desa
Tangga Batu Barat ini dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan
Kegiatan/Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sept Okt Nov Des
Persiapan alat *
Pembersihan lokasi * *
Penyadapan * * * *
Pemanenan * * *
Pengangkutan * * *
Pemasaran *
Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan
Untuk merumuskan faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan
tanaman kemenyan ini digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini akan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
(peluang dan tantangan). Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal
dari dalam meliputi keinginan masyarakat untuk mengelola, ketersediaan hutan
kemenyan, kontribusi yang diberikan hutan kemenyan, kualitas getah, kesesuaian
tempat tumbuh, kultur masyarakat. Faktor eksternal merupakan faktor-faktor
pendukung yang meliputi ketersediaan pasar, serta ketersediaan areal kosong yang
layak untuk ditanami. Perumusan faktor-faktor penyebab penurunan intensitas
pengelolaan hutan kemenyan ini dilakukan secara deskriptif.
Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan hutan
kemenyan itu sendiri. Faktor internal ini meliputi kekuatan dan kelemahan hutan
kemenyan. Melalui proses wawancara dan observasi maka diperoleh faktor-faktor
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Tabel 6. Faktor-faktor internal pada hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat
No Kekuatan (Strenght) Kelemahan (Weakness)
1
Masyarakat masih memiliki hutan kemenyan
Kesesuaian tempat tumbuh
Kualitas getah sangat baik
Getah kemenyan berpotensi memberikan kontribusi yang tinggi
Biaya pengelolaan sangat kecil
Mengelola kemenyan merupakan kebiasaan yang turun-temurun
Teknik budidaya kemenyan kurang intensif dibanding usaha tani lainnya
Adanya kelembagaan
Kemenyan merupakan tanaman keras sehingga lama menghasilkan
Kurangnya tenaga kerja
Kurangnya keterampilan kalangan muda didalam mengelola kemenyan
Fungsi kelembagaan tidak berjalan dengan baik
Pengelolaan kemenyan membutuhkan ketekunan dan kesabaran
Batang yang sudah disadap butuh waktu untuk menutup luka
Panen hanya sekali setahun sementara kebutuhan sangat mendesak
Minat masyarakat di dalam mengelola kemenyan cenderung menurun
Petani banyak yang sudah tua dan meninggal
Merantau merupakan minat yang dalam bagi kalangan muda
Kekuatan (Strenght)
Peubah-peubah yang menjadi kekuatan hutan kemenyan ini adalah:
1. Masyarakat masih memiliki hutan kemenyan
Hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat diperkirakan sudah ada lebih dari
1,5 abad yang lalu. Hutan kemenyan ini merupakan hutan yang dikelola
masyarakat secara turun-temurun. Hal ini sesuai dengan PUSKAP (2007)
yang menyatakan bahwa satuan-satuan wilayah tersebut, sepenuhnya dikelola
oleh rakyat secara turun-temurun. Satuan-satuan yang dimaksud adalah hutan
rakyat, hutan kemasyarakatan, perhutanan social dan sistem hutan kerakyatan.
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
daerah ini sekitar ± 50 ha. Karena tanaman kemenyan ini merupakan
pendapatan yang paling utama disamping tanaman padi, masyarakat terus
mengembangkan hutan kemenyan ini dengan melakukan penanaman
meskipun hal ini dilakukan para orang tua terdahulu.
2. Kesesuaian tempat tumbuh
Data BPS tahun 2007 menunjukkan bahwa Desa Tangga Batu Barat terletak
pada ketinggian 700 – 1000 m diatas permukaan laut dengan curah hujan
rata-rata 1.491 mm/tahun. Kemenyan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian
ini. Hal ini sesuai dengan Sasmuko (2001) yang menyatakan bahwa tempat
tumbuh kemenyan cukup bervariasi yaitu pada ketinggian 600-200 mdpl.
3. Kualitas getah sangat baik
Kesesuaian tempat tumbuh membuat tanaman kemenyan tumbuh subur di
daerah ini. Pertumbuhan pohon kemenyan yang baik menghasilkan getah yang
berkualitas tinggi.
4. Getah kemenyan berpotensi memberikan kontribusi yang tinggi
Getah kemenyan merupakan barang ekspor. Getah ini diekspor ke berbagai
negara di dunia. Hanya saja dikalangan petani sering terjadi ketidakstabilan
harga yang menyebabkan keuntungan mereka sangat tidak sebanding dengan
usaha yang sudah petani lakukan. Keadaan ini mulai terjadi tahun 1980-an.
Hal ini sesuai dengan Sasmuko (2003) yang menyatakan bahwa harga
kemenyan pada tahun 1985 adalah Rp 7000,00/kg dan walaupun pada tahun
2003 harga kemenyan Rp 20.000/kg tetapi keadaan ini masih saja menjadi
permasalahan yang dirasakan oleh petani kemenyan karena tidak sebanding
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
petani akan sangat baik. Seperti tahun 2009 ini harga getah kemenyan dari
panen getah I di kalangan produsen (petani kemenyan) berkisar antara Rp
90.000.00 – Rp 130.000.00 untuk setiap kg getah. Sedangkan harga getah
kemenyan dari hasil panen II (getah tahir) berkisar antara Rp 50.000.00 – Rp
70.000.00 untuk setiap 1 kg getah. Sehingga jika harga kemenyan terus baik
maka potensi dan pendapatan petani dari kemenyan ini sangat baik.
5. Biaya pengelolaan sangat kecil
Pengelolaan kemenyan yang dilakukan masyarakat masih secara tradisional.
Penanaman mereka lakukan tanpa membuat pembibitan tetapi pemindahan
langsung anakan yang tumbuh dibawah tegakan. Pemeliharaan hanya berupa
penyiangan dari tumbuhan pengganggu disekitar batang pohon kemenyan.
Sedangkan pemupukan tanaman tidak mereka lakukan. Petani bisa dikatakan
tidak mengeluarkan biaya untuk mengelola kemenyan.
6. Mengelola kemenyan merupakan kebiasaan yang turun-temurun
Tanaman kemenyan di daerah ini sudah ada lebih dari 1,5 abad yang lalu. Dari
hasil wawancara dengan masyarakat petani kemenyan, hutan kemenyan ini
sengaja ditanami oleh orang tua terdahulu dengan tujuan mencegah longsor,
sebagai sumber persediaan air, dan lain sebagainya. Alasan memilih pohon
kemenyan adalah bahwa disamping tujuan diatas, pohon kemenyan dapat
merubah nasib mereka di masa yang akan datang yaitu memberikan
kesejahteraan melalui penyadapan pohon kemenyan. Sebelum adanya hutan
kemenyan masyarakat hanya tergantung pada hasil pertanian khususnya
tanaman padi. Padi hanya dapat ditanam sekali dalam setahun sehingga
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
mendesak mereka mulai belajar untuk menyadap pohon kemenyan. Melihat
hasil penjualan getah yang cukup membantu, kegiatan menyadap pohon
kemenyan ini terus-menerus dilakukan dan diikuti oleh keturunan mereka.
7. Teknik budidaya kemenyan kurang intensif dibanding usaha tani lainnya
Pohon kemenyan merupakan tanaman keras yang dapat tumbuh dengan baik
walau perawatannya tidak dilakukan secara intensif. Perawatan pohon
kemenyan ini sangat berbeda jauh dari tanaman pertanian dan perkebunan
yang harus dirawat secara intensif. Walau pengelolaan pohon kemenyan hanya
dilakukan secara tradisional, pohon kemenyan ini dapat tumbuh dengan baik
dan mengahasilkan getah yang berkualitas yang baik. Masyarakat hanya
merawat pohon kemenyan dengan membersihkan pohon dari tanaman
pengganggu seperti benalu, membersihkan piringan pohon dan hal ini hanya
dilakukan sekali dalam satu tahun pada saat akan melakukan penyadapan.
8. Adanya kelembagaan
Setelah melihat bahwa getah kemenyan dari Desa Tangga Batu Barat sangat
potensial untuk dikembangkan maka timbul pemikiran untuk membentuk
kelembagaan dengan catatan akan dapat membantu untuk pengembangkan
potensi dari hutan kemenyan dari segi ekonomi. Kelembagaan ini dibentuk
pada tahun 1992 yang terdiri dari 21 kepala rumah tangga. Kelembagaan ini
sangat membantu karena di dalam kelembagaan ini terdapat peralatan yang
dapat dipinjam oleh anggota.
Kelemahan (Weakness)
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
1. Kemenyan merupakan tanaman keras sehingga lama menghasilkan
Tanaman keras merupakan tanaman yang berumur panjang. Tanaman ini baru
bisa disadap setelah batangnya besar. Batang pohon kemenyan ini akan besar
dan bisa disadap setelah kurang lebih 8 tahun. Dalam Sanudin (2006)
dikatakan bahwa kemenyan bisa mulai dipanen pada umur 7 – 10 tahun dan
sampai puluhan tahun ke depan tergantung pemeliharaan dan tingkat
kesuburan tanahnya. Waktu yang lama ini membuat petani kurang berminat
untuk menanam tanaman kemenyan.
2. Kurangnya tenaga kerja
Penyadapan getah kemenyan dilakukan oleh kaum pria saja sedangkan kaum
ibu-ibu bekerja di kebun. Sehingga tenaga penyadap menjadi sedikit.
Sementara itu, kalangan muda lebih menyukai merantau dari pada tinggal
dikampung sebagai petani. Keadaan ini membuat kurangnya tenaga kerja
didalam mengelola kemenyan.
3. Kurangnya keterampilan kalangan muda di dalam mengelola kemenyan
Getah kemenyan merupakan pekerjaan yang membutuhkan waktu 6 bulan
untuk bisa dipanen. Sementara itu kalangan muda lebih menyukai pekerjaan
yang memang cepat untuk menghasilkan uang seperti menyadap nira,
bercocok tanam, kopi dan lain sebagainya. Sehingga mereka tidak berminat
untuk belajar menyadap getah kemenyan. Disamping itu banyak di antara
kalangan muda yang merantau dulu tetapi setelah mereka berkeluarga mereka
pulang kampung. Ini menjadi salah satu yang menyebabkan mereka sudah
tidak tau lagi bertani apalagi menyadap getah karena mereka sudah tidak
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
4. Fungsi kelembagaan tidak berjalan dengan baik
Petani kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini memiliki kelompok tani yang
diberi nama kelompok tani “Dosroha” yang didirikan pada tanggal 23 Maret
1992. Sebelumnya kelompok tani ini berjalan sangat baik bahkan meraih
berbagai prestasi seperti juara II dalam rangka Lomba Penghijauan dan
Konservasi Sumber Sumber Daya Alam Kabupaten Toba Samosir tahun 2000,
juara I Tingkat Provinsi pada Lomba Penghijauan tahun 2000, mendapat
Piagam Penghargaan dari Menteri Muda Kehutanan sebagai Kelompok Tani
Penghijauan Tingkat Nasional tahun 2000. Utusan dari kelompok tani ini juga
sering diundang untuk mengikuti temu karya.
Tetapi belakangan ini Kelompok Tani Dosroha tidak berjalan dengan baik.
Salah satu penyebab tidak berjalannya kelompok tani ini dengan baik adalah
kepengurusan yang tidak bekerja lagi. Ketua kelompok tani yang sebelumnya
efektif dalam hal pekerjaan, telah meninggal dunia. Setelah itu digantikan oleh
ketua baru, tetapi karena untuk menambah ilmu ketua baru ini melanjutkan
studi di luar kota. Sedangkan yang lain masih kurang paham dalam
menjalankan kelompok tani ini. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan
pentingnya kelompok tani menyebabkan kelompok tani ini tidak dapat
berjalan dengan baik lagi.
5. Pengelolaan tanaman kemenyan membutuhkan ketekunan dan kesabaran
Mengelola kemenyan tidak sama dengan kebanyakan pekerjaan lain. Untuk
mendapatkan hasil yang baik dan banyak tidak karena kecepatan bekerja,
bukan karena kekuatan tetapi lebih kepada kesabaran dan ketekunan di dalam
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan sehingga saat pohon
mulai disadap butuh waktu 6 bulan untuk panen. Agar pohon kemenyan dapat
menghasilkan getah, maka pohon boleh disadap saat pohon kemenyan tersebut
mulai berbunga. Tetapi karena berbagai alasan banyak di antara masyarakat
yang menyadap getah secara tidak serius, kadang dikerjai dan beberapa hari
kemudian berhenti, sedangkan pohon kemenyan berbunga hanya beberapa
minggu dan jika sudah tidak berbunga lagi pohon tersebut tidak akan
menghasilkan getah lagi. Karena yang mereka sadap sedikit dan tidak dengan
serius, menyebabkan hasil panen mereka tidak baik.
6. Batang yang sudah disadap butuh waktu untuk menutup luka
Pohon kemenyan sama dengan pohon-pohon yang lain. Jika pohon dilukai
maka pohon itu butuh waktu untuk menutup luka. Bagian batang yang sudah
dilukai tidak boleh lagi ditakik sebelum lukanya benar-benar menutup. Proses
penutupan batang yang sudah dilukai ini butuh waktu yang sangat lama
bahkan bertahun-tahun. Pelukaan pohon juga harus teratur untuk menjaga
kesehatan pohon. Keadaan ini membuat jumlah takik yang akan dibuat
masyarakat berkurang.
7. Panen hanya sekali dalam setahun sementara kebutuhan sangat mendesak
Pemanenan getah kemenyan hanya dapat dilakukan sekali dalam setahun.
Sasmuko (1999) menyatakan bahwa kegiatan pemungutan getah (penyadapan)
dilakukan satu kali dalam setahun dengan pola tradisional tanpa adanya
perlakukan tertentu. Kebutuhan yang sangat mendesak menyebabkan
masyarakat berusaha mencari pekerjaan yang lebih cepat menghasilkan uang.
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
Menyadap getah sangat jauh berbeda dengan perkebunan seperti kopi, cabai
dan lain sebagainya. Jika mereka menanam kopi, kopi dapat menghasilkan
hampir beberapa bulan walaupun hasilnya sedikit-sedikit tetapi cukup
membantu di dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut salah seorang
petani kopi bahwa harga kopi dalam setiap kgnya dapat mencapai Rp
15.000,00 dan paling rendah Rp 9.100,00. Dalam setahun petani dapat
menjual kopi ± 1200 kg.
Perawatan tanaman perkebunan harus intensif, hal ini banyak menghabiskan
waktu petani sehingga waktu untuk menyadap getah kemenyan sudah tidak
ada lagi. Adanya solusi bahwa perkebunan dapat memenuhi kebutuhan
mereka membuat petani mulai meninggalkan kemenyan.
8. Minat masyarakat di dalam mengelola kemenyan cenderung menurun
Mengelola kemenyan merupakan kegiatan yang dilakukan secara
turun-temurun meskipun hal ini dilakukan hanya untuk menambah penghasilan.
Mengelola kemenyan sudah sejak lama dilakukan masyarakat Desa Tangga
Batu Barat bahkan mulai dari para nenek moyang mereka. Menurut
masyarakat yang diwawancarai dilapangan pada tahun 1950 - 1970-an
mengelola merupakan pekerjaan yang utama disamping pertanian (padi).
Tetapi lama-kelamaan minat masyarakat mulai menurun untuk mengelola
kemenyan ini. Menurut mereka hal ini mulai muncul saat harga kemenyan
mulai merosot sedangkan tanaman kopi mulai diminati masyarakat.
Penurunan minat ini juga terjadi karena kalangan muda cenderung lebih
menyukai merantau ketimbang tinggal di desa sebagai petani. Meningkatnya
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
pendapatan yang lain karena getah kemenyan hanya panen sekali dalam
setahun tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Penurunan minat
masyarakat ini dapat mengakibatkan pengelolaan kemenyan lama-kelamaan
hilang dari budaya mereka sehingga hutan kemenyan ini teramcam rusak.
9. Petani banyak yang sudah tua dan meningggal
Mengelola kemenyan merupakan pekerjaan yang sudah ditekuni masyarakat
sejak dahulu. Mereka sudah banyak merasakan kebaikan dari hasil penjualan
getah. Hal inilah yang menyebabkan orang-orang yang sudah lama menekuni
kemenyan enggan meninggalkannya secara total untuk beralih ke perkebunan
khususnya kopi. Tetapi berhubung waktu yang terus berjalan banyak diantara
mereka yang tidak sanggup lagi untuk menyadap getah khususnya memanjat
pohon kemenyan untuk menakik. Selain itu, lokasi kemenyan juga lumayan
jauh dari pemukiman masyarakat petani kemenyan. Bagi yang sudah tua atau
sakit lokasi yang terletak diatas gunung tersebut sudah cukup jauh. Penurunan
intensitas pengelolaan tanaman kemenyan ini terjadi karena banyaknya
masyarakat yang sudah tua dan sakit. Disamping itu, masyarakat yang selama
ini berprofesi sebagai penyadap getah sudah banyak yang meninggal. Hasil
pengamatan di lapangan diperoleh data petani kemenyan yang sudah
meninggal ada sebanyak 14 orang (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 4).
10. Merantau merupakan niat yang dalam bagi kalangan muda
Sudah menjadi niat yang dalam bagi masyarakat yang berada di desa untuk
merantau ke daerah yang lebih maju. Keinginan anak muda untuk merantau
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
pertumbuhan penduduknya rendah. Demikian juga halnya dengan masyarakat
Desa Tangga Batu Barat, mereka lebih memilih untuk mengadu nasib ke kota
dan sebagian kecil di antara mereka untuk melanjutkan pendidikannya. Hal ini
menyebabkan kalangan muda yang tinggal di desa ini sedikit dan generasi
yang akan melanjutkan pengelolaan kemenyan sangat minim. Karena
keinginan mereka untuk tidak tinggal di desa, membuat mereka tidak berminat
untuk belajar menyadap getah kemenyan.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan situasi dan kondisi yang mempengaruhi hutan
kemenyan tersebut. Faktor eksternal ini meliputi peluang dan ancaman hutan
kemenyan. Setelah melakukan penelitian maka diperoleh faktor-faktor eksternal
yang disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Faktor-faktor eksternal pada hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat
No Peluang (Opportunity) Ancaman (Threat)
1
2
3
Dukungan Dinas Kehutanan berupa pendampingan kepada petani kemenyan
Adanya lahan kosong yang potensial ditanami
Tersedianya akses pasar
Tanaman kemenyan yang tidak dikelola menjadi rusak dan mati
Kebakaran lahan saat musim kemarau
Terjadinya ketidakstabilan harga
Peluang (Opportunity)
Peubah-peubah yang menjadi peluang hutan kemenyan ini adalah:
1. Dukungan Dinas Kehutanan berupa pendampingan kepada petani kemenyan
Pengelolaan kemenyan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tangga Batu
Barat ini menjadi salah satu perhatian pemerintah. Sehingga untuk
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
memberikan bantuan kepada Kelompok Tani Dosroha yang berada di Desa
Tangga Batu Barat ini berupa dana untuk membeli peralatan sadap, biaya
pembibitan, dan lain sebagainya. Disamping itu dinas kehutanan Toba
Samosir juga menetapkan salah satu pegawainya sebagai pendamping di
kelompok tani ini. Harapannya adalah dengan adanya pegawai dinas
kehutanan yang mendampingi mereka segala kebutuhan dan kelemahan petani
kemenyan dapat diketahui dan masyarakat juga mempunyai tempat untuk
bertanya tentang pengelolaan kemenyan.
2. Adanya lahan kosong yang potensial ditanami
Hutan kemenyan ini terletak di atas gunung. Lereng gunung ini masih
merupakan lahan kosong dan sebagaian hanya ditumbuhi semak. Sebenarnya
areal ini masih layak untuk ditanami pohon kemenyan. Dipinggiran hutan
kemenyan juga masih banyak lahan yang kosong yang potensial untuk
ditanami pohon kemenyan. Kemenyan milik masyarakat ini tidak memiliki
jarak tanam, sehingga tidak jarang dijumpai tanaman kemenyan yang
mempunyai jarak tanam yang sangat jarang. Untuk itu pohon kemenyan yang
mempunyai jarak tanam yang panjang ini masih layak dirapatkan dengan
tanaman kemenyan yang baru.
3. Tersedianya akses pasar
Getah kemenyan merupakan barang ekspor sehingga pemasarannya sangat
mudah. Getah kemenyan yang dari Desa Tangga Batu Barat dipasarkan ke
Dolok Sanggul dan biasanya petani kemenyan tidak akan menunggu lama
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
Ancaman (Threat)
Peubah-peubah yang menjadi ancaman hutan kemenyan ini adalah:
1. Tanaman kemenyan yang tidak dikelola menjadi rusak dan mati
Tanaman kemenyan sama dengan tanaman yang lain, jika tidak dirawat akan
rusak. Biasanya yang paling banyak merusak tanaman ini adalah tumbuhan
benalu. Persaingan dengan tanaman lain merupakan salah satu hal yang
menyebabkan tanaman ini menjadi rusak. Sehingga jika tanaman ini tidak
pernah disiangi, tanaman akan kemenyan kalah bersaing untuk mendapatkan
makanan. Disamping itu tumbuhan benalu yang menumpang pada pohon
kemenyan jika tidak segera dibersihkan lama-kelamaan akan membunuh
pohon kemenyan.
Semakin banyak masyarakat yang meninggalkan tanaman kemenyan akan
mengakibatkan rusaknya hutan kemenyan yang terdapat di Desa Tangga Batu
Barat ini.
2. Kebakaran lahan saat musim kemarau
Daerah Toba merupakan daerah yang tiap tahun dilanda kebakaran lahan
khususnya pada musim kemarau. Hal ini sesuai dengan penelitian Nikson
(2009) bahwa daerah Toba Samosir mengalami kebakaran hutan sebanyak 2
kali dalam setahun. Lahan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini terletak
diatas gunung dan merupakan daerah yang rawan kebakaran. Lahan kemenyan
ini tiap tahun terancam kebakaran. Kebakaran lahan pernah melanda lahan
kemenyan milik masyarakat yang terletak di desa ini. Hal ini menyebabkan
Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.
mengelolanya lagi. Kebakaran ini dapat mengakibatkan rusaknya lahan
kemenyan.
3. Ketidakstabilan harga tahun-tahun sebelumnya
Kemenyan sudah sangat lama digeluti masyarakat Desa Tangga Batu Barat.
Kemenyan ini sempat menjadi sumber pendapatan yang utama disamping
padi. Tetapi harga kemenyan ini sering tidak sesuai dengan harapan
masyarakat karena harga kemenyan sering sangat murah sehingga merugikan
petani. Hal ini juga dikatakan dalam Sasmuko (2003) bahwa sejak permulaan
tahun 1985, perdagangan kemenyan di Tapanuli Utara terutama di tingkat
petani mengalami penurunan, penyebabnya ada beberapa faktor dan penyebab
yang dominan adalah harga kemenyan yang terus merosot. Desa Tangga Batu
Barat sendiri mengalaminya sejak tahun 1980-an dan keadaan inilah yang
membuat petani kemenyan mulai mencari sumber pendapatan yang lain
seperti tanaman kopi. Sejak tahun 1990-an kopi ateng mulai digeluti
masyarakat sehingga lama-kelamaan menyadap kemenyan mulai mereka
tinggalkan.
Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka faktor penyebab
penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan di daerah Tangga Batu Barat
ini adalah sebagai berkut :
1. Kemenyan merupakan tanaman keras yang membutuhkan waktu yang
lama baru bisa disadap. Keadaan ini membuat masyarakat kurang berminat
untuk menanam tanaman kemenyan, sehingga keberlanjutan dan