TESIS
ADY SUBRATA 057103009/IKA
PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANEMIA DEFISIENSI BESI SETELAH TERAPI BESI
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Klinik Kedokteran
Konsentrasi Kesehatan Anak
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ADY SUBRATA 057103009/IKA
PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pubertas penderita anemia defisiensi besi setelah terapi besi
Nama Mahasiswa : Ady Subrata Nomor Induk Mahasiswa : 057103009/IKA Program Magister : Magister Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing:
Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) Ketua
Dr. Supriatmo, SpA(K) Anggota
Ketua Program Magister, Ketua TKP-PPDS,
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr.H. Zainuddin Amir, SpP(K)
Tanggal Lulus : 25 Juni 2009
Tanggal : 25 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) ...
Anggota: 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ... 2. Prof.Dr.H. Darwin Dalimunthe, PhD ...
3. Prof.Dr.Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...
4. Prof.Dr.H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) ...
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK USU / RSUP H.
Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga
dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing Dr.Hj. Melda Deliana, SpA(K) dan Dr.Supriatmo,
SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan
penyelesaian tesis ini.
2. Prof.Dr.H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU dan Dr.Hj. Melda
Deliana, SpA(K), sebagai Sekretaris Program Studi yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam
Malik Medan periode 2003-2007 dan Dr.H. Ridwan M Daulay,
SpA(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007
sampai sekarang, Dr. Wisman Dalimunthe, SpA selaku sekretaris
Departemen Ilmu Kesehatan Anak yang telah memberi sumbangan
pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
4. Prof.Dr.Hj. Bidasari Lubis, SpA(K), selaku Kepala Divisi
Hemato-Onkologi Anak dan Dr.H. Hakimi, SpA(K), selaku Kepala Divisi
Endokrinologi Anak yang telah memberikan banyak masukan dan
bantuan serta kerjasama antar Divisi dalam penelitian dan penulisan
tesis ini.
5. Dr.H. Adi Sutjipto, SpA(K) (Alm) yang telah memberikan semangat
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan spesalis anak dan
memberikan masukan pada penelitian ini.
6. Prof.Dr.H.Iskandar Z. Lubis, SpA(K) dan Dr. Muhammad Ali, SpA(K)
yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU
/ RSUP H.Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan
pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
8. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.H. Chairuddin P. Lubis,
Anak di FK. USU.
9. Direktur Rumah Sakit H.Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Dr.
Pirngadi Medan yang telah memberi sarana bekerja selama penulis
melaksanakan pendidikan.
10. Drs.H. Akmaluddin Hasibuan sebagai direktur PTPN III dan segenap
jajaran staf dan karyawan PTPN III Aek Nabara Selatan yang telah
banyak memberikan bantuan berbagai sarana kepada penulis
selama melakukan penelitian di wilayah PTPN III Aek Nabara
Selatan.
11. Dr.H. Hendy Suhendro, MSc. sebagai manager Rumah Sakit Aek
Nabara dan segenap jajaran dan staf yang telah banyak
memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian di
wilayah RS Aek Nabara.
12. Dr. Dedi Gunadi, Dr. Leon Agustian, Dr. Dina Lyfia, Dr. Rina AC
Saragih, dan Dr. T. Mirda Zulaicha yang telah banyak membantu
dalam penelitian, mulai dari penjaringan sampel sampai
penyelesaian tesis ini.
13. Dr. Ditho Atos P Daulay, Dr. Fakhri Widyanto dan Dr. Syamsidah
Lubis sebagai teman satu angkatan yang telah memberikan
masukan dan dorongan serta kerjasamanya yang amat baik selama
penulis menjalani Pendidikan Spesialis Anak di FK. USU.
14. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Aeknabara, para Kepala
Sekolah Dasar dan SMPN 1 Aek Nabara, Labuhan Batu dan seluruh
pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik. Serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan
tesis ini.
Teristimewa kepada istri tercinta dr. Hartati dan ananda tersayang
Harith Naufal Subrata dan Aqillah Halwa Subrata, terima kasih atas doa,
pengertian, dukungan dan pengorbanan selama penulis menyelesaikan
pendidikan.
Kepada orang tua yang tercinta, Ishak (Alm) dan Hj. Sariyah serta
mertua H. Syamsul Bahar dan Hj. Darwati (Almh), serta adik-adik yang
selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil
selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah
diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 25 Juni 2009
Halaman
Persetujuan Pembimbing iii
Ucapan Terima Kasih v
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Singkatan xiii
Daftar Lambang xiv
Abstrak xv
Abstract xvi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Hipotesis 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Pertumbuhan 5
2.2. Pacu Pertumbuhan 7
2.3. Pubertas dan Tingkat Kematangan Seksual 9 2.4. Kecepatan Tumbuh 10
2.5. Metabolisme Zat Besi 12
2.5.1. Bioavailabilitas Besi 13
2.5.2. Mukosa Usus 14
2.5.3. Distribusi Besi 15
2.6. Fungsi Zat Besi 17
2.7. Defisiensi Zat Besi 18
2.8. Kerangka Konseptual 21
BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian 22
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 22
3.3. Populasi Penelitian dan Sampel 22
3.4. Perkiraan Besar Sampel 23
3.5. Kriteria Penelitian 23
3.5.1. Kriteria Inklusi 23
3.5.2. Kriteria Ekslusi 24
3.6. Etika Penelitian 24
3.7. Bahan dan Cara Kerja Penelitian 24
3.8. Identivikasi Variabel 27
3.9. Defenisi Operasional 27
3.10. Analisis Data 28
BAB 4. HASIL 29
BAB 5. PEMBAHASAN 35
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 44
6.2. Saran 44
RINGKASAN 45
SUMMARY 47
DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN
1. Lembar Penjelasan Penelitian 55
2. Surat Pernyataan Kesediaan 56
3. Lembar Kuesioner 57
4. Lembar Daftar Makan 59
5. Persetujuan Komite Etik Penelitian Fakultas 60 Kedokteran USU
RIWAYAT HIDUP 61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Karakteristik sampel 31
Tabel 4.2. Tingkat kematangan seksual dan Usia saat menarche 32
Tabel 4.3. Rerata hemoglobin dan tinggi badan sebelum dan sesudah 33
intervensi besi
Tabel 4.4. Perbandingan hemoglobin, tinggi badan dan kecepatan 34
tumbuh
Halaman
Gambar 2.1. Tingkat Kematangan Seksual (SMR) Menurut 9
Marshall dan Tanner
Gambar 2.2. Rerata Tecepatan Tumbuh Anak Perempuan 11
Gambar 2.3. Absorbsi Besi di Usus Halus 15
Gambar 2.4 Distribusi Besi Dalam Tubuh 16
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual 21
Gambar 3.1 Alur Penelitian 27
ACTH : Adrenocorticotrophic Hormone ADB : Anemia Defisiensi Besi
AKG : Angka Kecukupan Gizi ATP : Adenosine Triphosphate
BB : Berat badan
CDC : Centers for Disease Control
cm : Centimeter
DNA : Deoxyribonucleic Acid
df : degree of freedom
dL : desiliter
fL : Fikoliter
Fe : Ferrum
FK : Fakultas Kedokteran
FSH : Follicle Stimulating Hormone
GH : Growth hormone
GHRH : Growth Hormon Releasing Hormone
g : Gram
Hb : Hemoglobin
Ht : Hematokrit
IGFs : Insulin-growth Factors
kg : Kilogram
LH : Luteinizing Hormone
mg : miligram
MCV : Mean Corpuscular Volume
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
RDW : Red Blood Cell Distribution Width
RS : Rumah Sakit
SD : Standar Deviasi
SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga SMR : Sexual Maturity Rating
SPSS : Statistical Package for Social Science
SI : Serum Iron
TB : Tinggi Badan
TIBC : Total Iron-Binding Capacity
TSH : Thyrotrophin-Stimulating Hormone
T3 : Triioditironin
T4 : Tiroksin
USU : Universitas Sumatera Utara
WHO : World Health Organization
DAFTAR LAMBANG
n : Besar sampel
: Kesalahan tipe 1
: Kesalahan tipe 2
P : Tingkat kemaknaan
Sd : Simpang baku dari rerata selisih z : Deviat baku normal untuk z : Deviat baku normal untuk
Latarbelakang: Masa pubertas merupakan hal yang penting pada anak
perempuan, karena mereka merupakan kelompok yang berisiko mengalami defisiensi besi akibat kebutuhan sekunder yang meningkat untuk menambah kecepatan tumbuh dan persiapan menstruasi.
Tujuan: Untuk menilai pengaruh terapi besi pada kecepatan tumbuh anak
perempuan pubertas usia sekolah yang menderita anemia defisiensi besi (ADB).
Metode: Suatu random klinis dengan kontrol plasebo di Aek nabara
Provinsi Sumatera Utara dilakukan pada bulan November 2006 sampai April 2007. Pubertas dinilai berdasarkan adanya menstruasi. Anemia bila hemoglobin <12 gr/dL, ADB didiagnosis berdasarkan Mentzer Indeks >13, dan RDW indeks >220. Albendazole 400 mg diberikan untuk menghilangkan infeksi kecacingan. Anak dengan ADB secara random sederhana sampel dibagi dalam 2 kelompok: mendapatkan pemberian besi (60 mg elemental zat besi) dan plasebo selama 12 minggu. Tinggi badan diukur sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.
Hasil: Pada pemeriksaan awal kami dapati karakteristik dasar sampel yang
hampir sama pada kedua kelompok. Setelah 4 minggu diintervensi kami dapati perbedaan yang bermakna rerata konsentrasi hemoglobin antara sebelum dan setelah intervensi. Tetapi tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi (P <0,05).
Kesimpulan: Didapati perbedaan yang bermakna pada konsentrasi
hemoglobin sebelum dan setelah intervensi pada 4 minggu intervensi dan tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi.
Kata kunci: Kecepatan tumbuh, pubertas, anak perempuan, anemia
defisiensi besi
ABSTRACT
Background: Puberty is important among girls, because they are a
well-defined risk group for iron deficiency due to high iron requirements secondary to pubertal enhanced growth velocity and establishment of menses.
Objective: To study the effect of iron therapy on the growth velocity among
pubertal schoolgirls with iron deficiency anemia (IDA).
Methods: A randomized placebo-controlled clinical trial study was done at
Aek Nabara, Sumatera Utara Province on November 2006 – April 2007. Puberty was assessed based on menstruation details obtained by interviewer administered questioner and level of sexual maturating rating. Anemia were defined by hemoglobin level below 12 gr/dL, IDA was diagnosed if there were anemia followed by Mentzer index > 13, and RDW index > 220. Albendazole 400 mg single dose was given to eliminate the worm infection. Pubertal girls (10 to 16 years old) with IDA were randomly divided into two groups: iron therapy (60 mg elemental iron) and placebo groups for 12 weeks. The body height was measured before intervention and 6 months after intervention.
Results: Both groups are similar on the baseline characteristic. We found
the differences of the mean hemoglobin concentration before and after intervention at 4 weeks intervention. But there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention (P < 0,05).
Conclusion: There was significant difference on hemoglobin concentration
before and after intervention at 4 weeks intervention and there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention.
Latarbelakang: Masa pubertas merupakan hal yang penting pada anak
perempuan, karena mereka merupakan kelompok yang berisiko mengalami defisiensi besi akibat kebutuhan sekunder yang meningkat untuk menambah kecepatan tumbuh dan persiapan menstruasi.
Tujuan: Untuk menilai pengaruh terapi besi pada kecepatan tumbuh anak
perempuan pubertas usia sekolah yang menderita anemia defisiensi besi (ADB).
Metode: Suatu random klinis dengan kontrol plasebo di Aek nabara
Provinsi Sumatera Utara dilakukan pada bulan November 2006 sampai April 2007. Pubertas dinilai berdasarkan adanya menstruasi. Anemia bila hemoglobin <12 gr/dL, ADB didiagnosis berdasarkan Mentzer Indeks >13, dan RDW indeks >220. Albendazole 400 mg diberikan untuk menghilangkan infeksi kecacingan. Anak dengan ADB secara random sederhana sampel dibagi dalam 2 kelompok: mendapatkan pemberian besi (60 mg elemental zat besi) dan plasebo selama 12 minggu. Tinggi badan diukur sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.
Hasil: Pada pemeriksaan awal kami dapati karakteristik dasar sampel yang
hampir sama pada kedua kelompok. Setelah 4 minggu diintervensi kami dapati perbedaan yang bermakna rerata konsentrasi hemoglobin antara sebelum dan setelah intervensi. Tetapi tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi (P <0,05).
Kesimpulan: Didapati perbedaan yang bermakna pada konsentrasi
hemoglobin sebelum dan setelah intervensi pada 4 minggu intervensi dan tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi.
Kata kunci: Kecepatan tumbuh, pubertas, anak perempuan, anemia
defisiensi besi
ABSTRACT
Background: Puberty is important among girls, because they are a
well-defined risk group for iron deficiency due to high iron requirements secondary to pubertal enhanced growth velocity and establishment of menses.
Objective: To study the effect of iron therapy on the growth velocity among
pubertal schoolgirls with iron deficiency anemia (IDA).
Methods: A randomized placebo-controlled clinical trial study was done at
Aek Nabara, Sumatera Utara Province on November 2006 – April 2007. Puberty was assessed based on menstruation details obtained by interviewer administered questioner and level of sexual maturating rating. Anemia were defined by hemoglobin level below 12 gr/dL, IDA was diagnosed if there were anemia followed by Mentzer index > 13, and RDW index > 220. Albendazole 400 mg single dose was given to eliminate the worm infection. Pubertal girls (10 to 16 years old) with IDA were randomly divided into two groups: iron therapy (60 mg elemental iron) and placebo groups for 12 weeks. The body height was measured before intervention and 6 months after intervention.
Results: Both groups are similar on the baseline characteristic. We found
the differences of the mean hemoglobin concentration before and after intervention at 4 weeks intervention. But there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention (P < 0,05).
Conclusion: There was significant difference on hemoglobin concentration
before and after intervention at 4 weeks intervention and there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention.
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan
dewasa yang berlangsung dalam tahapan-tahapan dan dipengaruhi oleh
sejumlah faktor neuroendokrin yang kompleks.1 Pada anak perempuan
tanda yang tampak adalah bertambah besarnya payudara, menstruasi
(normal pada usia 9 sampai 16 tahun), dan bertambahnya tinggi badan.2,3
Masa pubertas merupakan subjek yang penting, tidak hanya karena
mereka merupakan kelompok yang berisiko untuk terjadinya defisiensi besi
tetapi juga karena tingginya kebutuhan besi sekunder pubertas dalam
menambah kecepatan tumbuh dan menstruasi.4
WHO memperkirakan anemia terjadi pada lebih sepertiga penduduk
dunia.5 Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan bentuk anemia yang
paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang
berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,
masukan protein hewani yang rendah dan infestasi parasit (kecacingan)
yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia ADB masih
merupakan salah satu masalah gizi utama di samping kekurangan kalori,
protein, vitamin A, dan yodium.6,7
Dibandingkan dengan dewasa, ADB pada anak paling banyak
disebabkan oleh kurangnya asupan besi dari makanan, baik karena pola
makan yang tidak tepat, kualitas dan kuantitas makanan yang tidak
memadai, maupun karena adanya peningkatan kebutuhan zat besi untuk
proses tumbuh kembangnya.8 Meningkatnya kebutuhan besi pada periode pertumbuhan cepat juga merupakan penyebab defisiensi besi yang akan
memperlambat kecepatan tumbuh.9
Prevalensi ADB tinggi pada anak usia sekolah dan remaja.2 Sesuai
survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992 di Indonesia didapati
anemia 40,5% pada balita, 47,2% usia sekolah, 57,1% remaja putri, dan
50,9% ibu hamil.10
Tinggi badan adalah salah satu penilaian terhadap pertumbuhan
dan bagian yang penting dalam pemeriksaan anak. Dari pertumbuhan
akan didapatkan penilaian kualitas kesehatan fisik dan mental anak.11,12
Menurut data tinggi badan pasien yang berkunjung ke Bagian
Endokrinologi anak dan remaja FK USU/RS H. Adam Malik Medan
2000-2004 didapati 27 orang (29%) memiliki tinggi badan di bawah persentil ke
3.13 Kebutuhan besi pada remaja putri sangat tinggi karena meningkatnya
kebutuhan untuk pengembangan volume darah sehubungan dengan
pertumbuhan cepat dan awitan menstruasi.14
Satu penelitian di Indonesia tahun 1993 mendapatkan bahwa
suplementasi besi pada anak anemia dapat menurunkan insiden
perawakan pendek pada anak.15 Penelitian lain di Indonesia tahun 1988
elemental besi pada anak sekolah dasar selama 12 minggu didapatkan
peningkatan pertumbuhan dan peningkatan status hematologis.16
Pertumbuhan pascanatal ditandai oleh 3 fase yaitu fase bayi
(infant), anak-anak (childhood) dan pubertas (puberty). Pada fase
anak-anak pertumbuhan relatif menetap 5 sampai 7 cm pertahun sampai
menjelang fase pubertas. Perubahan tinggi badan ini tidak terjadi secara
stabil setiap waktu akan tetapi pertumbuhan terjadi secara episodik,
sehingga pengukuran kecepatan tumbuh hanya bisa dilihat dalam waktu
minimal 4 atau 6 bulan.6,17
Pada penelitian ini kami ingin melihat pengaruh terapi besi
terhadap kecepatan tumbuh anak perempuan pubertas usia 10 sampai 16
tahun yang menderita ADB.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
apakah ada pengaruh pemberian terapi besi pada anak sekolah
perempuan pubertas usia 10 sampai 16 tahun yang menderita ADB
1.3. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian terapi besi pada anak perempuan pubertas usia
10 sampai 16 tahun yang menderita ADB terhadap kecepatan tumbuh.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi
selama 12 minggu pada anak perempuan pubertas usia 10 sampai 16
tahun yang menderita ADB terhadap kecepatan tumbuh.
1.5. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui kecepatan tumbuh anak
perempuan pubertas usia 10 sampai 16 tahun yang menderita ADB
setelah pemberian terapi besi, sehingga dapat mencegah kejadian pendek
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Pertumbuhan
Pertumbuhan terjadi akibat adanya hiperplasia sel (bertambahnya jumlah
sel), hipertrofi sel (bertambahnya ukuran sel) dan apoptosis (kematian sel).
Proses pertumbuhan diatur oleh genotype, hormon, nutrisi, dan lingkungan.
Secara garis besar, terdapat 3 tingkatan pertumbuhan, di masa awal
kehidupan terjadi pertumbuhan cepat pertama yang dilanjutkan dengan
pertumbuhan yang menetap pada usia sekolah dan pertumbuhan cepat
kedua pada masa remaja.18
Pemeriksaan yang akurat terhadap pertumbuhan pada awal masa
bayi merupakan hal yang penting. Tinggi badan merupakan suatu
pengukuran yang lazim digunakan untuk menilai pertumbuhan seorang anak
dan dipakai pertumbuhan linier untuk menilai pertumbuhan.19 Pertumbuhan
adalah suatu proses yang berhubungan dengan banyak faktor yang
kompleks yakni, faktor internal seperti genotype, faktor eksternal seperti
nutrisi dan lingkungan serta sistem pertanda internal (internal signailing
system) seperti hormon dan faktor-faktor pertumbuhan.20
Pertumbuhan merupakan masalah yang kompleks. Hormon sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhinya diatur melalui aksis
hipotalamus-hipofisis. Sekresi Growth Hormone (GH) yang diperantarai oleh sekresi dari
InsulinGgrowthFfactors (IGFs) diatur oleh hormon hipotalamus neuropeptid
seperti Growth Hormon Releasing Hormone (GHRH) dan somatostatin.
Sedangkan sekresi Thyrotrophin-Stimulating Hormone (TSH), Follicle
Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) dan
Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH) yang juga berperan dalam mengatur
pertumbuhan , diatur oleh neurohormon hipotalamus.21
Sirkulasi GH berikatan dengan protein serum terutama Growth
Hormone-Binding Protein (GHBP) di ekstraselular pada Growth Hormone
Receptor (GHR). GH dilepas dari sirkulasi untuk berikatan dengan
reseptornya GHR di banyak target jaringan dan terutama di hati. Menurut
hipotesis somatomedin, kerja GH distimulasi oleh sintesis dan pelepasan
Lnsulin-Like Growth Factors - 1(IGF-1).21,22
Hormon lain yang juga berperan dalam pertumbuhan adalah hormon
tiroid, yang oleh Thyrotrophin-Stimulating Hormone (TSH) akan dilepaskan
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Tanpa hormon tiroid, GH tidak mampu
menstimulasi proses anabolisme dan pertumbuhan.21
Efek metabolik yang terpenting dari GH adalah stimulasi
pertumbuhan linier pada anak sebelum penutupan epifisis.23 Pertumbuhan
tulang panjang terjadi pada lempeng pertumbuhan di epifisis, dimana
prekondrosit sebagai sel prekursor kartilago, berdiferensiasi ke kondrosit
dalam pengaruh GH yang distimulasi IGF-1. Sumsum tulang mengandung
banyak GHR, GH mengambil osteoklas dari monosit sumsum tulang dan
Dengan adanya sekresi GH, hormon tiroid diikutsertakan pada lempeng
pertumbuhan untuk membentuk osteogenesis.22
GH disebut sebagai mediator pada pertumbuhan somatik, dilepaskan
pada saat tidur, beraktivitas dan keadaan hipoglikemia.20-22 Pada hewan
percobaan tikus didapati kadar puncak GH terjadi pada interval 3 sampai 4
jam selama 60 sampai 90 menit. Pada manusia sekresi GH meningkat
secara bervariasi. Pada saat tidur pulsasi pelepasan GH terjadi pada 30
sampai 60 menit pertama. Frekuensi pulsasi bervariasi dari 9 sampai 29
pulsasi/24 jam.23 Konsentrasi serum GH tinggi pada bayi aterm dan bayi
prematur di 24 jam pertama kehidupannya, yang berkisar 50-60 ng/ml.
Pada bayi cukup bulan terjadi penurunan kadar GH setelah 48 jam, namun
setelahnya terjadi sekresi yang lebih sering dan mencapai puncak tertinggi
selama masa bayi dan berkurang di masa kanak-kanak untuk selanjutnya
mencapai kadar terendah di masa prepubertal dan dewasa.24
2.2. Pacu Tumbuh
Pacu tumbuh pada masa pubertas merupakan fase yang paling cepat pada
pertumbuhan postnatal setelah periode neonatus dan diikuti dengan
berkurangnya rata-rata pertumbuhan pada fase anak-anak yang terlambat.
Pada anak perempuan hal ini dapat diketahui sebelumnya melalui
karakteristik seks sekunder. Puncak kecepatan tumbuh pada anak
menarche memiliki sisa pertumbuhan 5 sampai 7,5 cm sebelum mencapai
tinggi dewasa dicapai, walaupun jarak pertumbuhan setelah menarche
dapat mencapai 11 cm. Pacu pertumbuhan pubertas dipengaruhi oleh
banyak faktor endokrin. Desakan steriod seks akan memberikan pengaruh
secara langsung pada pertumbuhan kartilago, seperti halnya pengaruh yang
tidak langsung melalui meningkatnya sekresi GH. Estrogen merupakan
faktor yang menyebabkan meningkatnya respons GH selama masa
pubertas. Estrogen memiliki pengaruh bifasik pada pertumbuhan,
konsentasi yang rendah akan merangsang pertumbuhan, saat konsentrasi
estrogen tinggi pertumbuhan mudan terhenti, estrogen berperan besar pada
penutupan epifisial.25
Dalam suatu studi in vitro pada binatang disebutkan GH dan
regulator utamanya IGF-1 menstimulasi eritropoesis, sehingga selama
pertumbuhan pembentukan eritrosit baru meningkat untuk menstabilkan
nilai hemoglobin. Namun hubungan peningkatan eritrosit dan pertumbuhan
masih belum dapat dijelaskan.26
2.3. Tingkat Kematangan Seksual dan Pubertas
Tingkat kematangan seksual (SMR) dinilai dengan menggunakan kriteria
Marshall dan Tanner untuk menetukan penyebaran rambut pubis dan
perkembangan payudara, klasifikasi rambut pubis pada anak perempuan
rambut halus pada pubis, P3 rambut pubis makin kasar dan lebar, P4
rambut pubis sudah hampir penuh, P5 bentuk dewasa sampai pusar.
Perkembangan payudara pada anak perempuan menurut Marshall dan
Tanner: M1 hanya pertumbuhan papila saja, M2 pertumbuhan payudara
dan papila (umumnya pada usia 9,8 tahun), M3 pembengkakan tanpa ada
hubungan antara payudara dan areola mamae, M4 terbentuk tonjolan
sekunder dari areola dan papila diatas payudara, M5 areola terbentuk
kembali di tepi payudara. Tingkat kematangan seksual ini dapat dilihat
dalam Gambar 2.1.25,27-29
Gambar 2.1. Tahap perkembangan pubertas anak perempuan menurut
2.4. Kecepatan Tumbuh
Faktor yang penting dalam evaluasi pertumbuhan anak adalah menentukan
kecepatan tumbuh (growth velocity). Cara sederhana untuk menentukan
kecepatan tumbuh normal adalah dengan pemantuan pengukuran tinggi
badan yang dilakukan dengan interval 6 bulan dan dipetakan ke usia tahun
dan bulan dari kurva pertumbuhan,38 selanjutnya dapat dihitung kecepatan
tumbuh dalam cm/tahun:12
Ht2 – Ht1
Interval
Ht1 : pengukuran tinggi badan yang pertama ( cm )
Ht2 : pengukuran tinggi badan yang kedua ( cm )
Interval : jarak waktu pengukuran ( tahun )
Pencatatan kecepatan tumbuh merupakan parameter yang bermakna
untuk menyingkirkan gangguan pertumbuhan.38 Angka pertumbuhan dapat
dievaluasi dengan menghitung kecepatan tumbuh yang dibandingkan
velocity ) pada anak perempuan usia 2 sampai 15 tahun25 Gambar 2.2. Rerata dan standard deviasi (SD) Kecepatan tumbuh ( growth
Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tumbuh seorang anak adalah
faktor genetik, karenanya diperlukan pemeriksaan tinggi badan anak
terhadap saudara dan orang tuanya.11,29 Untuk mengetahui potensi tinggi
genetik seorang anak digunakan rumus :30
Laki-laki = Tinggi badan ayah + (Tinggi badan ibu +13) ± 8,5 cm 2
2.5. Metabolisme Zat Besi
Metabolisme menyangkut semua proses fisik dan kimia yang terjadi dalam
tubuh yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme
adalah proses pemecahan zat gizi didalam tubuh untuk menghasilkan
energi dan untuk pembentukan struktur tubuh. Metabolisme selalu
membutuhkan enzim untuk membantu reaksi-reaksi yang terjadi.
Kadang-kadang enzim membutuhkan pembantu berupa koenzim.31
Metabolisme selular dari besi dilakukan oleh tiga protein yaitu
transferin, reseptor transferin dan feritin.32 Besi adalah elemen yang
sangat penting, merupakan komponen Hb yang berguna untuk
transportasi oksigen ke jaringan. Besi bersama dengan protein (globin)
dan protoporfirin berperan dalam pembentukan Hb.33 Besi merupakan
nutrisi mikro yang paling penting bagi tubuh. Total kadar besi tubuh
dewasa 55 mg/kg BB atau sekitar 4 gram, kira-kira 67% sebagai pembawa
oksigen (hemoglobin), 3% terdapat pada mioglobin, 30% pada ferritin dan
hemosiderin, 0,07% sebagai besi transferin dan 0,2% sebagai heme
enzim. Bayi baru lahir mengandung besi 0,5 gram.6
Absorbsi besi memegang peranan penting pada regulasi
homeotasis besi. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah besi yang
diabsorbsi dari makanan, yaitu jumlah total besi dari makanan,
bioavaibilitas besi dan kontrol absorbsi besi pada sel mukosa usus. Besi
meningkat bila cadangan besi tubuh rendah atau eritropoesis meningkat.
Absorbsi akan berkurang bila cadangan besi cukup. Bahan makanan yang
dapat menghambat absorbsi besi adalah kulit padi (fitat), tanin (terdapat
dalam teh, kopi), kuning telor, serta kelebihan besi (iron overload). Bahan
makanan yang dapat menambah absorbsi besi adalah makanan yang
mengandung asam askorbat, asam sitrat, asam amino (daging, ikan) dan
keadaan defisiensi besi.35
2.5.1. Bioavaibilitas Besi
Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yang pertama adalah
penyerapan dalam bentuk nonhem (sekitar 90% dari makanan) dimana
besi harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap. Bentuk yang kedua
yaitu bentuk hem (sekitar 10% dari makanan), dimana besi dapat langsung
$diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam
lambung ataupun zat makanan yang dikonsumsi. Besi nonhem setelah
diserap, di dalam mukosa usus sebagian bergabung dengan apoferitin
membentuk feritin dan yang tidak berikatan dengan apoferitin akan masuk
ke sirkulasi darah, kemudian berikatan dengan apotransferin membentuk
2.5.2. Mukosa Usus
Mukosa usus memegang kontrol utama pada proses absorbsi besi. Besi
heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung
dan enzim proteosa. Kemudian besi hem mengalami oksidasi menjadi
hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa apikal dari enterosit dan
memasuki sel dengan utuh. Besi heme diangkut oleh alat transpor Heme
Carrier Protein 1 (HCP1). Heme carrier protein 1 adalah membran protein
dalam usus bagian proximal, tempat terbesar di mana besi diabsorbsi.
Adanya HCP1 pada sel mengaktifkan pengambilan hem dalam bentuk
besi protoporfirin dan zink protoporfirin. Kemudian besi hem akan dipecah
oleh enzim hemeoxigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin dalam
enterosit duodenum. Ion feri bebas ini akan bergabung dalam jalur
intraselular sebagai besi inorganik yang kemudian diangkut ke peredaran
darah oleh ferroportin.33,37
Sementara besi nonhem di lumen usus akan berikatan dengan
apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan
masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh alat transpor divalent metal
transporter 1 (DMT1). DMT1 adalah membran protein yang terdapat pada
bagian apikal dan basolateral membran enterosit. Besi nonhem akan
dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.
Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk
peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk
transferin serum (Gambar 2.3.).6,37
Gambar 2.3. Absorbsi besi di usus halus37
2.5.3. Distribusi Besi
Distribusi besi ke seluruh jaringan tubuh dijelaskan pada Gambar 2.4. Saat
tubuh dalam keadaan seimbang, 1 sampai 2 mg besi memasuki dan
meninggalkan tubuh setiap harinya. Setelah diabsorbsi dalam enterosit
duodenum, besi bersirkulasi dalam plasma untuk berikatan dengan
transferrin. Besi dalam tubuh terbanyak dalam bentuk hemoglobin yang
merupakan prekursor eritroid dan sel darah merah yang matang.
Diperkirakan 10% sampai 15% berada dalam otot (bentuk mioglobin) dan
beberapa jaringan (dalam bentuk enzim dan sitokrom). Di dalam sumsum
tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang
persenyawaan globulin dengan hem membentuk hemoglobin. Setelah
eritrosit berumur + 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya
dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses
degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi
menjadi bilirubin sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan
mengikuti siklus kembali seperti yang disebutkan di atas atau akan tetap
disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoesis.38
Gambar 2.4. Distribusi besi dalam tubuh38
Cadangan besi terdiri dari 2 bentuk, yang pertama ferritin yang bersifat
Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut yang ditemukan
terutama dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang.
Cadangan besi berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam
tubuh, apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi maka
terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar
hemoglobin.6
2.6. Fungsi Zat Besi
Fungsi utama besi adalah untuk metabolisme energi. Di dalam sel, besi
bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron, yang berperan
dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. Protein ini
memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil
energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut
dihasilkan ATP.31
Peran besi dalam pertumbuhan telah banyak diteliti orang. Salah
satu peran besi adalah dalam proliferasi sel. Besi sangat dibutuhkan
pada siklus sel, karena besi merupakan bagian dari enzim untuk sintesis
DNA dan Ribonucleotide Reductase (RR). Kekurangan besi menghambat
aktivitas enzim RR sehingga proliferasi sel terganggu. Proliferasi sel
dikontrol oleh cyclins, Cyclin-Dependent Kinases (CDK’s) dan
Cyclin-Dependent Kinase Inhibitors (CDKI’s). Defisiensi besi menyebabkan
hubungan “defisiensi besi–supresi pertumbuhan” pada siklus proliferasi sel
sehingga menyebabkan pertumbuhan akan terganggu. Bagaimanapun,
masih sedikit diketahui peran besi dalam proses proliferasi sel ini.39
Besi juga berperan dalam kemampuan belajar anak. Hubungan
defisiensi besi dengan fungsi otak telah banyak diteliti. Beberapa bagian
dari otak mempunyai kadar besi yang tinggi yang diperoleh dari transpor
besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin.6,40,41
Pada sistem kekebalan, besi memegang peranan penting. Respon
kekebalan sel oleh limfosit–T terganggu karena berkurangnya
pembentukan sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh
berkurangnya sintesis DNA karena gangguan enzim ribonukleotida
reduktase yang membutuhkan besi dalam menjalankan fungsinya.6
2.7. Defisiensi Besi
Kriteria WHO untuk anemia defisiensi besi adalah:43
1. Kadar hemoglobin dibawah nilai normal menurut umur.
Bayi sampai umur 6 tahun : <11 g/dl
Anak 6 tahun sampai 14 tahun : <12 g/dl
2. Mean Corpuscular Haemoglobin
Concentrate (MCHC) : < 31% (32-35%)
3. Kadar besi serum : < 50 ug/dl (80-180 ug/dl)
5. Feritin serum : < 10-12 ug/l (20-200 ug/ml)
6. Eritrosit protoporfirin (EP) : > 2,5 ng/g hemoglobin
Defisiensi besi tanpa anemia akan mengakibatkan gangguan
sintesis hemoglobin tetapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria
anemia. Anemia defisiensi besi merupakan tingkat terakhir dari tingkatan
kekurangan besi pada manusia.36
Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang
cukup akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan
eritrosit bila dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin
(MCH) dan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya defisiensi besi.44,45
Red Blood Cell Distribution Width Index (RDW index) menunjukkan
variabilitas bentuk eritrosit (anisositosis) yang juga merupakan manifestasi
awal terjadinya defisiensi besi.Indeks RDW yaitu (MCV/RBC x RDW), bila
>220 merupakan indikasi untuk ADB dan bila <220 merupakan indikasi
Talasemia dengan spesifisitas 92%. Rumus ini dapat membantu klinisi
untuk menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan
elektroforesis hemoglobin untuk konfirmasi Talasemia Trait.44 Nilai RDW
index yang meningkat dan MCV yang menurun mengarah kepada
diagnosis defisiensi besi.46
Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada
membantu membedakan defisiensi besi dengan Talasemia dimana
pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.46
Bila hasil perhitungan >13 merupakan indikasi untuk ADB, namun
2. 8. Kerangka Konseptual Kognitif BESI Proses enzimatik Metabolisme oksidatif
Neurotransmiter Proses
imunologi Proses
katabolisme Sintesis
DNA
Fetus ANAK
- Ekpansi volume plasma ↑
- Perfusi uteroplsenta ↑ Nafsu makan↑
KECEPATAN TUMBUH
Perusak radikal bebas
- Reaksi oksidatif DNA - Aktivasi lipid
peroksidase
Respon sitokin seluler
Regulasi faktor pertumbuhan Komponen enzim Ribonukleotida reduktase sintesis DNA Komponen Sitokrom produksi ATP & sintesis protein
Pertumbuhan jaringan Hb ↑
BB ↑
TB ↑
Melawan infeksi
[image:39.597.79.574.185.528.2]RUANG LINGKUP PENELITIAN
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal untuk
mengetahui pengaruh pemberian terapi besi pada anak perempuan
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang telah pubertas
berusia 10 sampai 16 tahun dan menderita ADB terhadap kecepatan
tumbuh.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di lokasi PT Perkebunan III Aek Nabara,
Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan yaitu pada 1 November
2006 sampai 30 April 2007.
3.3. Populasi Penelitian dan Sampel
Populasi penelitian adalah anak-anak perempuan Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama yang telah pubertas dan berusia 10 sampai
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis terhadap rerata 2
populasi berpasangan.47
2 n 1= n 2 = 2 (Z + Z) Sd X1 – X2
n = jumlah sampel
Bila ditetapkan = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:
Z = deviat baku normal untuk = 1,96
Bila ditetapkan = 0,2 dan power = 80% maka:
Z = deviat baku normal untuk = 0,842
Sd = Simpang baku dari rerata selisih = 1,3716
X1 – X2 = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical
judgement) = 0,7
Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel
masing-masing kelompok = 60
3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria inklusi
1. Anak sekolah perempuan yang telah pubertas berusia 10
sampai 16 tahun dan menderita ADB
3.5.2. Kriteria eksklusi
1. Anak menderita anemia berat, infeksi berat dan gizi buruk
2. Siklus menstruasi yang tidak normal:
- Menstruasi yang tidak teratur
- Perdarahan/menstruasi yang masif
3. Penderita yang memiliki perawakan pendek
3.6. Etika penelitian
Etika penelitian disetujui oleh komite etik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
3.7. Bahan, Cara Kerja penelitian
Pubertas ditentukan dengan menggunakan skala dari Marshall dan Tanner
untuk menentukan perkembangan seks skunder yang dinilai oleh tim
peneliti yang berjenis kelamin perempuan, menstruasi ditentukan dengan
ditanyakan langsung kepada sampel tentang menstruasi, gangguan
tentang menstruasi dan usia saat menstruasi pertama kali.
Penentuan anemia pada penelitian ini menggunakan kriteria WHO,
yaitu kadar Hb untuk anak usia 6 sampai14 tahun adalah kurang dari 12
g/dl. Dikatakan menderita ADB bila didapati Hb < 12 g/dl, RDW > 16%,
Indeks Mentzer > 13 dan Indeks RDW > 220. Darah kapiler diambil
30 hari pemberian terapi besi. Kemudian dilakukan pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, MCV, MCH, RDW. Pemeriksaan ini
diukur dengan menggunakan alat auto analyzer (ABX Mikros-60, Franc).
Setelah didapatkan sampel anak yang menderita ADB, kemudian
dilakukan pemeriksaan feses rutin, pada sampel yang mengalami infestasi
parasit (kecacingan) akan diberikan pengobatan untuk menyingkirkan
kecacingan dengan pemberian Albendazole tablet 400 mg dosis tunggal
dan setelah 2 minggu dilakukan pemeriksaan feses rutin ulang terhadap
penderita ADB yang mengalami kecacingan, sehingga sampel
benar-benar bebas dari kecacingan.
Data tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi (microtoise) merek
MIC (sensitivitas 0,1 cm) yang tertempel di dinding. Sampel diperiksa di
atas alas rata, tanpa alas kaki, mata dan telinga berada pada bidang
horizontal (Frankfrurt plane) dan berat badan ditimbang dengan timbangan
merek CAMRY (sensitivitas 0,1 kg). Kemudian hasil pengukuran
dimasukkan kedalam grafik Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) tahun 2000. Sampel yang memiliki tinggi badan < - 2 SD dengan
indikasi perawakan pendek tidak diikutkan dalam penelitian ini.
Data tinggi badan diulang setelah 6 bulan. Data kesakitan anak
Ht2-Ht1 (cm)
Interval (tahun)
Keterangan :
Ht 1 : Pengukuran tinggi badan yang pertama (cm)
Ht 2 : Pengukuran tinggi badan yang kedua (cm)
Interval : Jarak waktu pengukuran (tahun)
Setelah dilakukan randomisasi secara sederhana dengan
menggunakan tabel random, sampel dibagi menjadi dua kelompok
perlakuan yaitu pemberian terapi besi dengan ferro sulfat satu kali sehari
dan plasebo satu kali sehari. Terapi besi diberikan satu kali sehari pada
pagi hari sebelum makan selama 12 minggu dalam bentuk kapsul ferro
sulfat dengan dosis 60 mg elemental zat besi, plasebo terdiri dari sakarum
laktis dan dikemas sama dengan preparat besi yang juga diberikan selama
dua belas minggu. Pengawasan makan obat dilakukan oleh guru UKS dan
orang tua serta efek samping di catat dalam buku, efek samping yang
Kecepatan tumbuh Antropometri (setelah 6 bulan)
3.8. Identifikasi variabel Anak perempuan
pubertas dan anemia defisiensi besi
Kelompok terapi besi 1 x sehari
(12 minggu)
[image:45.597.67.551.117.725.2]Kelompok plasebo 1 x sehari (12 minggu) Randomisasi
Gambar 3.1. Alur penelitian
3.8. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Jenis obat Nominal dikotom
Variabel tergantung Skala
Kecepatan tumbuh Numerik
Tinggi Badan Numerik
3.9.1 Usia anak : usia dari tanggal lahir sampai ulang tahun
berikutnya dihitung dalam bulan
3.9.2 Pubertas dinilai berdasarkan kriteria Marshall dan Tanner
dan menstruasi adalah anak yang telah mengalami
menarche dan menstruasi beberapa siklus
3.9.3 ADB : kadar Hb<12 g/dl, MCHC <31%, Indeks RDW >220
dan Indeks Mentzer >13
3.9.4 Besi yang digunakan adalah dalam bentuk ferro yaitu ferous
sulfat 300 mg setara dengan 60 mg elemental zat besi
3.9.5 Kecepatan tumbuh : dihitung dari pertambahan tinggi badan
diantara dua waktu pengamatan dan diukur dengan satuan
cm/tahun.28-30
3.10. Analisis data
Analisis data menggunakan uji t-independent. Dikatakan bermakna jika
BAB 4. HASIL
4.1 Hasil Penelitian
Di antara 367 anak perempuan di Sekolah Menengah Pertama yang
diperiksa, didapati 270 anak perempuan yang telah pubertas, pada
Sekolah Dasar didapati 4 orang anak perempuan yang telah pubertas dan
126 anak yang menderita ADB (46%), enam orang anak menolak untuk
mengikuti penelitian. Didapatkan 120 anak sebagai sampel penelitian ini,
secara randomisasi sederhana dengan menggunakan tabel random
sampel dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 60 anak yang
diberikan terapi besi dan 60 anak diberikan plasebo, namun dalam
pemantauan selama 6 bulan satu orang anak pada kelompok plasebo
tidak bersedia melanjutkan penelitian. Penelitian ini menganut analisis
intention to treat sehingga sampel yang drop out dihitung juga.
Penelitian ini didapati usia saat menstruasi pertama, pemeriksaan
antropometri, konsentrasi hemoglobin, MCV, RBC, indeks mentzer dan
indeks RDW hampir sama pada kedua kelompok. Hai ini dapat dilihat
dalam (Tabel 4.1).
Anak dengan ADB n = 126
Sampel n = 120
Kelompok terapi Besi 1 X Sehari
n = 60
Pengukuran Antropometri
-Kelompok Plasebo 1 X Sehari
n = 60
Pengukuran Antropometri
-Pemeriksaan darah ulang satu bulan intervensi
Anak perempuan pubertas usia 10 sampai 16 tahun
n = 274
Enam anak menolak ikut dalam penelitian
Pemeriksaan darah ulang satu bulan intervensi
Analisa Lengkap ( n = 60 ) Pengukuran Antropometri
Setelah 6 bulan
Analisa Lengkap ( n = 59 ) Pengukuran Antropometri
setelah 6 bulan Drop out ( n = 1 )
Gambar 4.1 Algoritme penelitian
Pemberian Albendazole 400mg
dosis tunggal
Tabel 4.1. Karakteristik sampel
Karakteristik Terapi besi (60)
n(SD)
Plasebo (60)
n(SD)
Usia (tahun)
Usia saat menstruasi (tahun)
Tinggi badan (cm)
Berat badan (kg)
Kadar Hemoglobin (gr/dl)
MCV (fL)
MCH
MCHC
Ht (%)
RBC (/mm3)
RDW (%)
Indeks mentzer (%)
Indeks RDW (%)
12,97 (0,92)
11,93 (0,89)
147,16 (5,81)
43,85 (5,78)
10,75 (0,58)
74,48 (3,46)
25,25 (2,26)
29,99 (0,82)
32,31 (2,94)
4,24 (0,39)
16,43 (1,08)
17,67 (1,66)
290,67 (38,31)
13,05 (1,15)
11,91 (0,96)
148,67 (5,19)
44,11 (6,17)
10,72 (0,72)
73,21 (4,20)
25,29 (1,94)
29,98 (0,67)
31,86 (3,15)
4,30 (0,40)
16,62 (0,75)
17,13 (1,71)
284,55 (28,81)
Nilai rerata ( SD )
Dari 120 sampel, kami mendapati 48,50% anak sekolah yang telah
pubertas dengan perkembangan payudara pada tingkat 2 dan
pertumbuhan rambut pubis pada tingkat 2, perkembangan payudara pada
tingkat 2 dan pertumbuhan rambut pubis pada tingkat 3 sebanyak 31,70%,
perkembangan payudara pada tingkat 3 dan pertumbuhan rambut pubis
pada tingkat 2 sebanyak 14,20%, dan perkembangan payudara pada
tingkat 3 dan pertumbuhan rambut pubis pada tingkat 3 sebanyak 5,80%.
Usia saat menstruasi pertama pada sampel di dapati pada usia 10 tahun
sebanyak 5,00%, usia 11 tahun sebanyak 28,33%, usia 13 tahun
rata-rata saat menstruasi pertama adalah 12 tahun sebanyak 45,83%
(Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Tingkat kematangan seksual (SMR) dari Marshal dan Tanner
dan usia saat menstruasi pertama (tahun)
Karakteristik n(%)
Tingkat Kematangan Seksual (SMR)
M2P2
M2P3
M3P2
M3P3
Usia saat mensntruasi pertama (tahun)
10
11
12
13
14
58 (48,30)
38 (31,70)
17 (14,20)
7 (5,80)
6 (5,00)
34 (28,33)
55 (45,83)
21 (17,50)
4 (3,33)
Nilai rerata (SD)
Konsentrasi hemoglobin pada kelompok terapi besi dan kelompok plasebo
hampir sama pada awal penelitian yaitu 10,75 g/dL pada kelompok terapi
besi dan 10,72 g/dL pada kelompok plasebo, setelah dilakukan intervensi
didapati peningkatan pada kedua kelompok dan peningkatan bermakna
antara sebelum (Hb1) dan setelah intervensi (Hb2). Didapati peningkatan
(TB1) dan setelah (TB2) intervensi, namun tidak didapati perbedaan yang
bermakna antara kedua kelompok. Hal ini dapat dilihat dalam (Tabel 4.3).
Pada penelitian ini kami dapati peningkatan konsentrasi hemoglobin
baik pada kelompok terapi besi dan kelompok plasebo perbedaan yang
bermakna pada konsentrasi hemoglobin antara kelompok terapi besi dan
plasebo setelah pemberian terapi besi selama 4 minggu namun tidak
didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan
kecepatan tumbuh antara kelompok terapi besi dan kelompok plasebo
pada pengukuran setelah 6 bulan dengan kecepatn tumbuh 1,89 (SD:
0,64) cm/enam bulan pada kelompok terapi besi serta 2,00 (SD: 0,61)
cm/enam bulan pada kelompok plasebo, hal ini dapat dilihat dalam (Tabel
[image:51.597.108.488.489.684.2]4.4).
Tabel 4.3. Rerata hemoglobin dan tinggi badan sebelum dan setelah intervensi
pada kedua kelompok
Kelompok
Terapi Besi
Kelompok
Plasebo
P
Hb 1 10,75 (0,58) 10,72 (0,72)
Hb 2 12,67 (0,38) 12,02 (0,43) 0,0001
TB1 147,03 (5,41) 149,05 (5.46)
TB2 149,05 (5.46) 150,47 (5,29) 0,140
Nilai dalam rerata ( SD )
Tabel 4.4. Perbandingan hemoglobin, tinggi badan dan kecepatan tumbuh antara
kelompok terapi besi dan kelompok plasebo
Karakteristik Terapi besi
n = 60
Plasebo
n = 60
P
Hemoglobin (gr/dl)
Tinggi badan (cm)
Kecepatan tumbuh (cm)
12,67 (0,38)
149,05 (5,46)
1,89 (0,64)
12,02 (0,43)
150,47 (5,29)
2,00 (0,61)
0,0001
0,140
0,180
Nilai dalam rerata ( SD )
BAB 5. Pembahasan
Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan
dewasa yang berlangsung dalam tahapan-tahapan dan dipengaruhi oleh
sejumlah faktor neuroendokrin yang kompleks. Faktor tersebut
bertanggung jawab terhadap awitan dan perkembangan menuju maturitas
seksual yang sempurna.29 Walaupun usia awitan pubertas sangatlah
bervariasi, sebagian besar anak akan mengawali pubertas pada umur 8
sampai 13 tahun untuk anak perempuan dan 9 sampai 14 tahun untuk
anak laki-laki. Perkembangan pubertas dianggap abnormal bila awal
pubertas terlampau dini atau terlambat.1 Banyak faktor yang
mempengaruhi awitan pubertas antara lain etnis, sosial ekonomi,
psikologis, nutrisi, fisis dan penyakit kronis.27
Pada suatu penelitian di Boston pada 67 anak perempuan didapati
usia rerata saat menstruasi pertama (menarche) adalah pada usia 12
tahun dimana usia tercepat saat menstruasi pertama adalah pada usia 10
tahun dan usia paling lambat saat menstruasi pertama adalah pada usia
16 tahun.48
Penelitian lain di Kuwait mendapatkan rerata usia awitan saat
menstruasi pertama adalah pada usia 12,7 tahun dengan usia yang paling
cepat saat menstruasi pertama adalah pada usia 9 tahun dan usia saat
menstruasi pertama yang paling lambat adalah pada usia 18 tahun.49
Satu penelitian di US didapati usia rerata menarche pada anak perempuan
adalah pada usia 12,43 tahun.50
Pada ini penelitian ini kami mendapatkan usia rerata awitan saat
menstruasi pertama adalah pada usia 12 tahun dan usia 10 tahun
merupakan usia saat menstruasi pertama yang paling cepat serta usia 14
tahun merupakan usia saat menstruasi pertama yang paling lambat untuk
awal pubertas. Hal ini dapat dilihat dalam (Tabel 4.2).
Pada masa pubertas terjadi perubahan fisik yang dapat
digambarkan dalam tingkat kematangan seksual (Sexual Maturity Rating)
dari Marshall dan Tanner.27 Satu penelitian di Lithuania didapati rerata usia
awitan dari perkembangan payudara pada tingkat 2 (M2) adalah pada usia
10,2 tahun, perkembangan payudara pada tingkat 3 (M3) adalah pada usia
11,3 tahun dan perkembangan payudara pada tingkat 4 (M4) adalah pada
usia 13,9 tahun, dan untuk rerata perkembangan rambut pubis adalah
pada usia 11,2 tahun.51
Dari 120 anak perempuan pada penelitian ini berdasarkan tingkatan
skala dari Marshall dan Tanner didapati tingkat kematangan seksual pada
tingkat M2P2 sebanyak 48,30%, tingkat kematangan seksual pada tingkat
M2P3 sebanyak 31,70%, tingkat kematangan seksual pada tingkat M3P2
sebanyak 14,20% dan tingkat kematangan seksual pada tingkat M3P3
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit bukan merupakan
tes diagnostik pilihan karena kadar hemoglobin atau hematokrit tidak
sensitif terhadap ADB. Namun kedua pemeriksaan ini relatif murah, mudah
didapat dan merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan untuk
skrining defisiensi besi. Tahap awal terjadinya ADB tidak dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hemokrit. Pemeriksaan ini
diperlukan untuk menentukan keparahan anemianya.11,46 Pemeriksaan
darah tepi yang mengarah terhadap kecurigaan ADB adalah mikrositik
hipokromik, sedangkan pemeriksaaan kadar feritin serum merupakan tes
diagnostik yang paling baik untuk ADB dengan sensitivitas dan spesifisitas
paling baik. Kadar feritin serum pada anak ADB < 12 ug/L, namun
pemeriksaan ini kurang lazim dipakai sebagai pemeriksaan skrining karena
relatif mahal.45
Mean Corpuscular Volume ( MCV ) berguna untuk menentukan
apakah mikrositik, normositik atau makrositik. Pada penelitian terhadap
bayi berusia 12 bulan didapati RDW yang tinggi (>14%) dengan
sensitivitas 100% dan spesifisitas 82%. Disebabkan spesifisitasnya yang
relatif rendah, maka pemeriksaan RDW saja tidak dapat digunakan
sebagai pemeriksaan skrining, tetapi sering digunakan bersama dengan
MCV untuk membedakan diantara variasi anemia.44 Salah satu cara untuk
membedakan ADB dengan talasemia minor adalah dengan pemeriksaan
< 13 menunjukkan talasemia minor dengan spesifisitas sebesar 82%. Bila
indeks RDW > 220 merupakan ADB, namun bila < 220 menunjukkan
talasemia dengan spesifisitas 92%.5
Penelitian di Indonesia tahun 1988, diagnosis ADB dengan
menggunakan pemeriksaan hemoglobin (Hb), serum besi (SI), Total Iron
Binding Capacity (TIBC) dan saturasi transferin (TS).16 Penelitian lain
dalam menegakkan diagnosis ADB adalah dengan pemeriksaan
hemoglobin dan kadar serum feritin.52,53 Satu penelitian lain di Jakarta
menggunakan pemeriksaan hemoglobin, Mean Corpuscular Volume
(MCV) dan konsentrasi serum feritin dalam menegakkan diagnosis ADB.15
Pada penelitian ini untuk menegakkan diagnosis ADB digunakan
pemeriksaan yang sederhana yaitu pemeriksaan Hb, MCV, RBC, RDW,
indeks Mentzer dan indeks RDW. Pada pemeriksaan awal kami didapati
rerata kadar Hb 10,75 g/dL pada kelompok terapi besi dan 10,72 g/dL
pada kelompok plasebo; MCV pada kelompok terapi besi adalah 74,48 fL
dan pada kelompok plasebo adalah 73,21 fL; RBC pada kelompok terapi
besi adalah, 24/mm3 dan pada kelompok plasebo adalah 4,30/mm3; RDW
pada kelompok terapi besi adalah16,43% dan pada kelompok plasebo
adalah 16,62%; indeks Mentzer pada kelompok terapi besi adalah 17,67%
dan pada kelompok plasebo adalah 17,13%; indeks RDW pada kelompok
terapi besi adalah 290,67% dan pada kelompok plasebo adalah 284,55%.
Tingginya prevalensi ADB di negara berkembang berhubungan
dengan masalah ekonomi (kaitannya terhadap malnutrisi, sanitasi yang
jelek), rendahnya asupan protein hewani dan tingginya infestasi parasit
(kecacingan).5 Defisiensi besi pada anak terutama terjadi pada usia antara
6 bulan sampai 3 tahun dan 11 sampai 17 tahun karena pada masa itu
merupakan pertumbuhan cepat dan penambahan masa sel darah merah.35
Pada remaja putri kehilangan darah melalui menstruasi merupakan
penyebab utama terjadinya ADB.54
Bahan makanan dapat menambah dan menghambat absorbsi besi
selama proses absorbsi diusus sehingga dapat mempengaruhi keadaan
defisiensi besi.19 Tidak kalah pentingnya dalam pencegahan defisiensi besi
adalah kebersihan lingkungan.7
Satu penelitian di Peru dengan pemberian zat besi selama 12
minggu pada anak remaja perempuan yang berusia 12 sampai 17 tahun
didapatkan peningkatan konsentrasi hemoglobin yang bermakna
dibandingkan kelompok plasebo.55 Penelitian lain di Indonesia didapati
peningkatan konsentrasi hemoglobin yang sama pada pemberian satu kali
sehari dan seminggu sekali pada minggu kedelapan dengan pemberian
suplementasi besi 60 mg elemental zat besi.56
Penelitian ini dilakukan di daerah perkebunan dengan sosial
ekonomi menengah ke bawah dimana kebanyakan orangtua sampel
intervensi, kami memberikan edukasi nutrisi kepada anak-anak, guru dan
orangtua berupa jenis-jenis makanan yang banyak mengandung besi dan
yang dapat meningkatkan atau menghambat absorbsi besi.
Edukasi mengenai higiene dan sanitasi yang baik diberikan kepada
sampel dan guru untuk mencegah dan mengobati ADB. Pada penelitian ini
kami dapati konsentrasi hemoglobin pada kelompok terapi besi adalah
10,75 g/dL dan pada kelompok plasebo adalah 10,74 g/dL dan setelah
intervensi selama 4 minggu didapati peningkatan yang bermakna pada
konsentrasi hemoglobin sebelum dan setelah intervensi pada kedua
kelompok. Keadaan ini dapat terjadi dikarenakan beberapa penyebab
diantaranya adalah karena infestasi parasit. Keadaan ini dapat dilihat
dalam (Tabel 4.3).
Infestasi parasit dapat memberikan pengaruh pada status nutrisi
yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak.57
Penelitian terhadap anak remaja di Indonesia tahun 1997 yang menderita
ADB dari 104 anak didapati infestasi parasit sebanyak 34% dan untuk
mengobati kecacingan tersebut diberikan mebendazole 500 mg dengan
dosis tunggal.58 Penelitian lain di Jakarta mendapatkan angka kecacingan
sebanyak 56,5% pada kelompok suplementasi besi dan 70,3% pada
kelompok plasebo.15
Penelitian di Zanzibar, Tanzania dengan pemberian mebendazole
tahun 2000 pada anak ADB yang pada pemeriksaan feses didapati
adanya kecacingan, setelah diberikan albendazole dan suplementasi besi
didapati peningkatan yang signifikan pada hemoglobin dibandingkan pada
kelompok plasebo.57
Pada penelitian ini setelah kami lakukan pemeriksaan feses rutin
kami dapati 30,8% anak yang menderita kecacingan dan untuk
mengobatinya kami berikan albendazole dosis tunggal 400 mg.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri khas seorang
anak.45 Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi,
metabolik dan endokrin. Pada masa anak-anak kecepatan tumbuh
mencapai 5 sampai 7 cm pertahun sampai awal masa pubertas.19,53
Penelitian di Indonesia tahun 1993 didapatkan bahwa pemberian
suplementasi besi pada anak anemia dapat membantu menurunkan
insiden perawakan pendek pada anak.15 Penelitian di Indonesia didapati
peningkatan tinggi badan setelah suplementasi besi.16 Satu penelitian di
Thailand tahun 1999, mendapatkan bahwa suplementasi besi yang
diberikan satu kali seminggu lebih efektif daripada satu kali sehari selama
16 minggu dalam hal peningkatkan tinggi badan namun tidak dalam hal
peningkatan hematologis yang diberikan pada anak usia 6 sampai 13
tahun.58 Penelitian lainnya dengan suplementasi besi dapat merangsang
pertumbuhan fisik pada anak anemia.59 Penelitian di Indonesia (Jawa
dan perkembangan psikomotor yang signifikan pada kelompok yang
diberikan suplementasi besi dan pada kelompok yang diberikan
suplementasi zink, tetapi tidak didapati pertumbuhan dan perkembangan
psikomotor yang signifikan pada kelompok yang diberikan besi yang
dikombinasikan dengan zink.60 Pada suatu penelitian di Boston didapati
rerata kecepatan tumbuh pada 67 anak perempuan adalah 7,99
cm/tahun.48
Penelitian ini kami memberikan terapi besi dengan sulfas ferosus
300 mg setara dengan 60 mg elemental zat besi selama 12 minggu dan
didapatkan peningkatan tinggi badan pada kedua kelompok namun tidak
didapati perbedaan yang bermakna sebelum dan setelah intervensi antara
kelompok terapi besi dan kelompok plasebo (Tabel 4.3). Kecepatan
tumbuh rerata pada penelitian ini didapati 1,89 (SD 0,64) cm/enam bulan
pada kelompok terapi besi dan kecepatan tumbuh pada kelompok plasebo
adalah 2,0 (SD 0,61) cm/enam bulan, dan tidak didapati perbedaan yang
bermakna antara kelompok terapi besi dan kelompok plasebo. Keadaan ini
dapat dilihat dalam Tabel 4.4. Dari penelitian ini kami mendapatkan
perbedaan yang bermakna pada pemeriksaan hemoglobin pada minggu
keempat setelah terapi besi dan plasebo kami lanjutkan sampai 12
minggu.
Efek samping dapat terjadi pada pemberian besi, efek samping
dilaporkan terjadi diare yang meningkat, kemerahan pada badan, muntah
dan infeksi pernafasan seperti batuk dan kesulitan bernafas.60,61
Pada penelitian ini setiap anak kami berikan sebuah buku catatan
untuk mencatat kesakitan dan efek samping yang timbul selama penelitian
dilakukan dan dilaporkan kepada guru. Namun efek samping yang timbul
pada penelitian ini tidak kami dapatkan, hal ini kemungkinan karena
pencatatan tidak dilakukan dengan baik oleh sampel.
Kelemahan dalam penelitian ini, kami tidak melakukan evaluasi pola
makan dengan lengkap. Kepatuhan minum obat pada sampel penelitian
hanya dipercayakan kepada sampel, orangtua dan guru, tanpa didampingi
petugas pemantau minum obat untuk memastikan apakah obat diminum
dengan teratur dan pencatatan efek samping yang timbul. Pada penelitian
ini terapi besi kami berikan hanya dalam waktu 12 minggu. Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan seorang anak pada masa pubertas
diantaranya adalah faktor genetik, nutrisi, faktor hormonal, lingkungan dan
etnis. Pada penelitian ini kami tidak menganalisis faktor-faktor yang dapat
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Tidak ada perbedaan bermakna kecepatan tumbuh anak sekolah
perempuan yang telah pubertas usia 10 sampai 16 tahun yang menderita
anemia defisiensi besi setelah diberikan terapi besi 60 mg elemental zat
besi satu kali sehari dibandingkan plasebo satu kali sehari selama dua
belas minggu pada pemantauan selama enam bulan. Didapati
peningkatan yang bermakna pada hemoglobin antara sebelum dan setelah
intervensi pada pemeriksaan minggu keempat, namun tidak didapati
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok.
6.2. Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan pemberian terapi besi dalam
waktu yang lebih lama dan menggunakan parameter status besi yang lebih
baik seperti pemeriksaan profil besi termasuk serum feritin, saturasi
transferin serum dan pemeriksaan feses rutin yang lebih lengkap serta
RINGKASAN
Telah dilakukan penelitian dengan desain uji klinis acak terkontrol untuk
mengetahui perbedaan kecepatan tumbuh sebelum dan setelah
pemberian terapi besi pada anak Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama (10 sampai 16 tahun). Penelitian dilakukan di Kecamatan Bilah
Hulu Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara pada bulan November
2006 – 31 Mei 2007.
Anak penderita anemia defisiensi besi dan tidak menderita anemia
berat, infeksi berat, gizi buruk serta tidak perawakan pendek dan
sangkaan menderita sindrom tertentu serta disertai persetujuan dari
orangtua dimasukkan ke dalam kriteria inklusi.
Kepada anak dibagikan kuesioner yang berisi lembaran pertanyaan
yang akan diisi oleh orang tua. Menstruasi dan awal mulai menstruasi
ditanyakan langsung kepada seluruh sampel dan tingkat kematangan
seksual (SMR) dinilai berdasarkan kriteria dari Marshall dan Tanner
dengan menilai penyebaran rambut pubis dan perkembangan payudara.
Pemeriksaan darah menggunakan alat auto analyzer (ABX Mikros-60,
France). Tinggi badan (TB) diukur dengan pengukur tinggi (microtoise)