• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecepatan Tumbuh Anak Perempuan Pubertas Penderita Anemia Defisiensi Besi Setelah Terapi Besi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kecepatan Tumbuh Anak Perempuan Pubertas Penderita Anemia Defisiensi Besi Setelah Terapi Besi"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

ADY SUBRATA 057103009/IKA

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANEMIA DEFISIENSI BESI SETELAH TERAPI BESI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Klinik Kedokteran

Konsentrasi Kesehatan Anak

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ADY SUBRATA 057103009/IKA

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

pubertas penderita anemia defisiensi besi setelah terapi besi

Nama Mahasiswa : Ady Subrata Nomor Induk Mahasiswa : 057103009/IKA Program Magister : Magister Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) Ketua

Dr. Supriatmo, SpA(K) Anggota

Ketua Program Magister, Ketua TKP-PPDS,

Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr.H. Zainuddin Amir, SpP(K)

Tanggal Lulus : 25 Juni 2009

(4)

Tanggal : 25 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) ...

Anggota: 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ... 2. Prof.Dr.H. Darwin Dalimunthe, PhD ...

3. Prof.Dr.Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...

4. Prof.Dr.H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) ...

(5)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK USU / RSUP H.

Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh karena itu dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga

dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing Dr.Hj. Melda Deliana, SpA(K) dan Dr.Supriatmo,

SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta

saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan

penyelesaian tesis ini.

2. Prof.Dr.H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU dan Dr.Hj. Melda

Deliana, SpA(K), sebagai Sekretaris Program Studi yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

(6)

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam

Malik Medan periode 2003-2007 dan Dr.H. Ridwan M Daulay,

SpA(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007

sampai sekarang, Dr. Wisman Dalimunthe, SpA selaku sekretaris

Departemen Ilmu Kesehatan Anak yang telah memberi sumbangan

pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

4. Prof.Dr.Hj. Bidasari Lubis, SpA(K), selaku Kepala Divisi

Hemato-Onkologi Anak dan Dr.H. Hakimi, SpA(K), selaku Kepala Divisi

Endokrinologi Anak yang telah memberikan banyak masukan dan

bantuan serta kerjasama antar Divisi dalam penelitian dan penulisan

tesis ini.

5. Dr.H. Adi Sutjipto, SpA(K) (Alm) yang telah memberikan semangat

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan spesalis anak dan

memberikan masukan pada penelitian ini.

6. Prof.Dr.H.Iskandar Z. Lubis, SpA(K) dan Dr. Muhammad Ali, SpA(K)

yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam

penyelesaian tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU

/ RSUP H.Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan

pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.H. Chairuddin P. Lubis,

(7)

Anak di FK. USU.

9. Direktur Rumah Sakit H.Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Dr.

Pirngadi Medan yang telah memberi sarana bekerja selama penulis

melaksanakan pendidikan.

10. Drs.H. Akmaluddin Hasibuan sebagai direktur PTPN III dan segenap

jajaran staf dan karyawan PTPN III Aek Nabara Selatan yang telah

banyak memberikan bantuan berbagai sarana kepada penulis

selama melakukan penelitian di wilayah PTPN III Aek Nabara

Selatan.

11. Dr.H. Hendy Suhendro, MSc. sebagai manager Rumah Sakit Aek

Nabara dan segenap jajaran dan staf yang telah banyak

memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian di

wilayah RS Aek Nabara.

12. Dr. Dedi Gunadi, Dr. Leon Agustian, Dr. Dina Lyfia, Dr. Rina AC

Saragih, dan Dr. T. Mirda Zulaicha yang telah banyak membantu

dalam penelitian, mulai dari penjaringan sampel sampai

penyelesaian tesis ini.

13. Dr. Ditho Atos P Daulay, Dr. Fakhri Widyanto dan Dr. Syamsidah

Lubis sebagai teman satu angkatan yang telah memberikan

masukan dan dorongan serta kerjasamanya yang amat baik selama

penulis menjalani Pendidikan Spesialis Anak di FK. USU.

14. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Aeknabara, para Kepala

Sekolah Dasar dan SMPN 1 Aek Nabara, Labuhan Batu dan seluruh

(8)

pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik. Serta

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan

tesis ini.

Teristimewa kepada istri tercinta dr. Hartati dan ananda tersayang

Harith Naufal Subrata dan Aqillah Halwa Subrata, terima kasih atas doa,

pengertian, dukungan dan pengorbanan selama penulis menyelesaikan

pendidikan.

Kepada orang tua yang tercinta, Ishak (Alm) dan Hj. Sariyah serta

mertua H. Syamsul Bahar dan Hj. Darwati (Almh), serta adik-adik yang

selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil

selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah

diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 25 Juni 2009

(9)

Halaman

Persetujuan Pembimbing iii

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan xiii

Daftar Lambang xiv

Abstrak xv

Abstract xvi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Pertumbuhan 5

2.2. Pacu Pertumbuhan 7

2.3. Pubertas dan Tingkat Kematangan Seksual 9 2.4. Kecepatan Tumbuh 10

2.5. Metabolisme Zat Besi 12

2.5.1. Bioavailabilitas Besi 13

2.5.2. Mukosa Usus 14

2.5.3. Distribusi Besi 15

2.6. Fungsi Zat Besi 17

2.7. Defisiensi Zat Besi 18

2.8. Kerangka Konseptual 21

BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian 22

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 22

3.3. Populasi Penelitian dan Sampel 22

3.4. Perkiraan Besar Sampel 23

3.5. Kriteria Penelitian 23

3.5.1. Kriteria Inklusi 23

3.5.2. Kriteria Ekslusi 24

3.6. Etika Penelitian 24

3.7. Bahan dan Cara Kerja Penelitian 24

3.8. Identivikasi Variabel 27

3.9. Defenisi Operasional 27

3.10. Analisis Data 28

(10)

BAB 4. HASIL 29

BAB 5. PEMBAHASAN 35

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 44

6.2. Saran 44

RINGKASAN 45

SUMMARY 47

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan Penelitian 55

2. Surat Pernyataan Kesediaan 56

3. Lembar Kuesioner 57

4. Lembar Daftar Makan 59

5. Persetujuan Komite Etik Penelitian Fakultas 60 Kedokteran USU

RIWAYAT HIDUP 61

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Karakteristik sampel 31

Tabel 4.2. Tingkat kematangan seksual dan Usia saat menarche 32

Tabel 4.3. Rerata hemoglobin dan tinggi badan sebelum dan sesudah 33

intervensi besi

Tabel 4.4. Perbandingan hemoglobin, tinggi badan dan kecepatan 34

tumbuh

(12)

Halaman

Gambar 2.1. Tingkat Kematangan Seksual (SMR) Menurut 9

Marshall dan Tanner

Gambar 2.2. Rerata Tecepatan Tumbuh Anak Perempuan 11

Gambar 2.3. Absorbsi Besi di Usus Halus 15

Gambar 2.4 Distribusi Besi Dalam Tubuh 16

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual 21

Gambar 3.1 Alur Penelitian 27

(13)

ACTH : Adrenocorticotrophic Hormone ADB : Anemia Defisiensi Besi

AKG : Angka Kecukupan Gizi ATP : Adenosine Triphosphate

BB : Berat badan

CDC : Centers for Disease Control

cm : Centimeter

DNA : Deoxyribonucleic Acid

df : degree of freedom

dL : desiliter

fL : Fikoliter

Fe : Ferrum

FK : Fakultas Kedokteran

FSH : Follicle Stimulating Hormone

GH : Growth hormone

GHRH : Growth Hormon Releasing Hormone

g : Gram

Hb : Hemoglobin

Ht : Hematokrit

IGFs : Insulin-growth Factors

kg : Kilogram

LH : Luteinizing Hormone

mg : miligram

MCV : Mean Corpuscular Volume

MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin

MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

RDW : Red Blood Cell Distribution Width

RS : Rumah Sakit

SD : Standar Deviasi

SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga SMR : Sexual Maturity Rating

SPSS : Statistical Package for Social Science

SI : Serum Iron

TB : Tinggi Badan

TIBC : Total Iron-Binding Capacity

TSH : Thyrotrophin-Stimulating Hormone

T3 : Triioditironin

T4 : Tiroksin

USU : Universitas Sumatera Utara

WHO : World Health Organization

(14)

DAFTAR LAMBANG

n : Besar sampel

 : Kesalahan tipe 1

 : Kesalahan tipe 2

P : Tingkat kemaknaan

Sd : Simpang baku dari rerata selisih z : Deviat baku normal untuk  z : Deviat baku normal untuk 

(15)

Latarbelakang: Masa pubertas merupakan hal yang penting pada anak

perempuan, karena mereka merupakan kelompok yang berisiko mengalami defisiensi besi akibat kebutuhan sekunder yang meningkat untuk menambah kecepatan tumbuh dan persiapan menstruasi.

Tujuan: Untuk menilai pengaruh terapi besi pada kecepatan tumbuh anak

perempuan pubertas usia sekolah yang menderita anemia defisiensi besi (ADB).

Metode: Suatu random klinis dengan kontrol plasebo di Aek nabara

Provinsi Sumatera Utara dilakukan pada bulan November 2006 sampai April 2007. Pubertas dinilai berdasarkan adanya menstruasi. Anemia bila hemoglobin <12 gr/dL, ADB didiagnosis berdasarkan Mentzer Indeks >13, dan RDW indeks >220. Albendazole 400 mg diberikan untuk menghilangkan infeksi kecacingan. Anak dengan ADB secara random sederhana sampel dibagi dalam 2 kelompok: mendapatkan pemberian besi (60 mg elemental zat besi) dan plasebo selama 12 minggu. Tinggi badan diukur sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.

Hasil: Pada pemeriksaan awal kami dapati karakteristik dasar sampel yang

hampir sama pada kedua kelompok. Setelah 4 minggu diintervensi kami dapati perbedaan yang bermakna rerata konsentrasi hemoglobin antara sebelum dan setelah intervensi. Tetapi tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi (P <0,05).

Kesimpulan: Didapati perbedaan yang bermakna pada konsentrasi

hemoglobin sebelum dan setelah intervensi pada 4 minggu intervensi dan tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi.

Kata kunci: Kecepatan tumbuh, pubertas, anak perempuan, anemia

defisiensi besi

(16)

ABSTRACT

Background: Puberty is important among girls, because they are a

well-defined risk group for iron deficiency due to high iron requirements secondary to pubertal enhanced growth velocity and establishment of menses.

Objective: To study the effect of iron therapy on the growth velocity among

pubertal schoolgirls with iron deficiency anemia (IDA).

Methods: A randomized placebo-controlled clinical trial study was done at

Aek Nabara, Sumatera Utara Province on November 2006 – April 2007. Puberty was assessed based on menstruation details obtained by interviewer administered questioner and level of sexual maturating rating. Anemia were defined by hemoglobin level below 12 gr/dL, IDA was diagnosed if there were anemia followed by Mentzer index > 13, and RDW index > 220. Albendazole 400 mg single dose was given to eliminate the worm infection. Pubertal girls (10 to 16 years old) with IDA were randomly divided into two groups: iron therapy (60 mg elemental iron) and placebo groups for 12 weeks. The body height was measured before intervention and 6 months after intervention.

Results: Both groups are similar on the baseline characteristic. We found

the differences of the mean hemoglobin concentration before and after intervention at 4 weeks intervention. But there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention (P < 0,05).

Conclusion: There was significant difference on hemoglobin concentration

before and after intervention at 4 weeks intervention and there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention.

(17)

Latarbelakang: Masa pubertas merupakan hal yang penting pada anak

perempuan, karena mereka merupakan kelompok yang berisiko mengalami defisiensi besi akibat kebutuhan sekunder yang meningkat untuk menambah kecepatan tumbuh dan persiapan menstruasi.

Tujuan: Untuk menilai pengaruh terapi besi pada kecepatan tumbuh anak

perempuan pubertas usia sekolah yang menderita anemia defisiensi besi (ADB).

Metode: Suatu random klinis dengan kontrol plasebo di Aek nabara

Provinsi Sumatera Utara dilakukan pada bulan November 2006 sampai April 2007. Pubertas dinilai berdasarkan adanya menstruasi. Anemia bila hemoglobin <12 gr/dL, ADB didiagnosis berdasarkan Mentzer Indeks >13, dan RDW indeks >220. Albendazole 400 mg diberikan untuk menghilangkan infeksi kecacingan. Anak dengan ADB secara random sederhana sampel dibagi dalam 2 kelompok: mendapatkan pemberian besi (60 mg elemental zat besi) dan plasebo selama 12 minggu. Tinggi badan diukur sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.

Hasil: Pada pemeriksaan awal kami dapati karakteristik dasar sampel yang

hampir sama pada kedua kelompok. Setelah 4 minggu diintervensi kami dapati perbedaan yang bermakna rerata konsentrasi hemoglobin antara sebelum dan setelah intervensi. Tetapi tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi (P <0,05).

Kesimpulan: Didapati perbedaan yang bermakna pada konsentrasi

hemoglobin sebelum dan setelah intervensi pada 4 minggu intervensi dan tidak didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan kecepatan tumbuh setelah 6 bulan intervensi.

Kata kunci: Kecepatan tumbuh, pubertas, anak perempuan, anemia

defisiensi besi

(18)

ABSTRACT

Background: Puberty is important among girls, because they are a

well-defined risk group for iron deficiency due to high iron requirements secondary to pubertal enhanced growth velocity and establishment of menses.

Objective: To study the effect of iron therapy on the growth velocity among

pubertal schoolgirls with iron deficiency anemia (IDA).

Methods: A randomized placebo-controlled clinical trial study was done at

Aek Nabara, Sumatera Utara Province on November 2006 – April 2007. Puberty was assessed based on menstruation details obtained by interviewer administered questioner and level of sexual maturating rating. Anemia were defined by hemoglobin level below 12 gr/dL, IDA was diagnosed if there were anemia followed by Mentzer index > 13, and RDW index > 220. Albendazole 400 mg single dose was given to eliminate the worm infection. Pubertal girls (10 to 16 years old) with IDA were randomly divided into two groups: iron therapy (60 mg elemental iron) and placebo groups for 12 weeks. The body height was measured before intervention and 6 months after intervention.

Results: Both groups are similar on the baseline characteristic. We found

the differences of the mean hemoglobin concentration before and after intervention at 4 weeks intervention. But there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention (P < 0,05).

Conclusion: There was significant difference on hemoglobin concentration

before and after intervention at 4 weeks intervention and there were no significant differences on mean body height and growth velocity after 6 months intervention.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan

dewasa yang berlangsung dalam tahapan-tahapan dan dipengaruhi oleh

sejumlah faktor neuroendokrin yang kompleks.1 Pada anak perempuan

tanda yang tampak adalah bertambah besarnya payudara, menstruasi

(normal pada usia 9 sampai 16 tahun), dan bertambahnya tinggi badan.2,3

Masa pubertas merupakan subjek yang penting, tidak hanya karena

mereka merupakan kelompok yang berisiko untuk terjadinya defisiensi besi

tetapi juga karena tingginya kebutuhan besi sekunder pubertas dalam

menambah kecepatan tumbuh dan menstruasi.4

WHO memperkirakan anemia terjadi pada lebih sepertiga penduduk

dunia.5 Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan bentuk anemia yang

paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang

berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,

masukan protein hewani yang rendah dan infestasi parasit (kecacingan)

yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia ADB masih

merupakan salah satu masalah gizi utama di samping kekurangan kalori,

protein, vitamin A, dan yodium.6,7

Dibandingkan dengan dewasa, ADB pada anak paling banyak

disebabkan oleh kurangnya asupan besi dari makanan, baik karena pola

makan yang tidak tepat, kualitas dan kuantitas makanan yang tidak

(20)

memadai, maupun karena adanya peningkatan kebutuhan zat besi untuk

proses tumbuh kembangnya.8 Meningkatnya kebutuhan besi pada periode pertumbuhan cepat juga merupakan penyebab defisiensi besi yang akan

memperlambat kecepatan tumbuh.9

Prevalensi ADB tinggi pada anak usia sekolah dan remaja.2 Sesuai

survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992 di Indonesia didapati

anemia 40,5% pada balita, 47,2% usia sekolah, 57,1% remaja putri, dan

50,9% ibu hamil.10

Tinggi badan adalah salah satu penilaian terhadap pertumbuhan

dan bagian yang penting dalam pemeriksaan anak. Dari pertumbuhan

akan didapatkan penilaian kualitas kesehatan fisik dan mental anak.11,12

Menurut data tinggi badan pasien yang berkunjung ke Bagian

Endokrinologi anak dan remaja FK USU/RS H. Adam Malik Medan

2000-2004 didapati 27 orang (29%) memiliki tinggi badan di bawah persentil ke

3.13 Kebutuhan besi pada remaja putri sangat tinggi karena meningkatnya

kebutuhan untuk pengembangan volume darah sehubungan dengan

pertumbuhan cepat dan awitan menstruasi.14

Satu penelitian di Indonesia tahun 1993 mendapatkan bahwa

suplementasi besi pada anak anemia dapat menurunkan insiden

perawakan pendek pada anak.15 Penelitian lain di Indonesia tahun 1988

(21)

elemental besi pada anak sekolah dasar selama 12 minggu didapatkan

peningkatan pertumbuhan dan peningkatan status hematologis.16

Pertumbuhan pascanatal ditandai oleh 3 fase yaitu fase bayi

(infant), anak-anak (childhood) dan pubertas (puberty). Pada fase

anak-anak pertumbuhan relatif menetap 5 sampai 7 cm pertahun sampai

menjelang fase pubertas. Perubahan tinggi badan ini tidak terjadi secara

stabil setiap waktu akan tetapi pertumbuhan terjadi secara episodik,

sehingga pengukuran kecepatan tumbuh hanya bisa dilihat dalam waktu

minimal 4 atau 6 bulan.6,17

Pada penelitian ini kami ingin melihat pengaruh terapi besi

terhadap kecepatan tumbuh anak perempuan pubertas usia 10 sampai 16

tahun yang menderita ADB.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan

apakah ada pengaruh pemberian terapi besi pada anak sekolah

perempuan pubertas usia 10 sampai 16 tahun yang menderita ADB

(22)

1.3. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian terapi besi pada anak perempuan pubertas usia

10 sampai 16 tahun yang menderita ADB terhadap kecepatan tumbuh.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi

selama 12 minggu pada anak perempuan pubertas usia 10 sampai 16

tahun yang menderita ADB terhadap kecepatan tumbuh.

1.5. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui kecepatan tumbuh anak

perempuan pubertas usia 10 sampai 16 tahun yang menderita ADB

setelah pemberian terapi besi, sehingga dapat mencegah kejadian pendek

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Pertumbuhan

Pertumbuhan terjadi akibat adanya hiperplasia sel (bertambahnya jumlah

sel), hipertrofi sel (bertambahnya ukuran sel) dan apoptosis (kematian sel).

Proses pertumbuhan diatur oleh genotype, hormon, nutrisi, dan lingkungan.

Secara garis besar, terdapat 3 tingkatan pertumbuhan, di masa awal

kehidupan terjadi pertumbuhan cepat pertama yang dilanjutkan dengan

pertumbuhan yang menetap pada usia sekolah dan pertumbuhan cepat

kedua pada masa remaja.18

Pemeriksaan yang akurat terhadap pertumbuhan pada awal masa

bayi merupakan hal yang penting. Tinggi badan merupakan suatu

pengukuran yang lazim digunakan untuk menilai pertumbuhan seorang anak

dan dipakai pertumbuhan linier untuk menilai pertumbuhan.19 Pertumbuhan

adalah suatu proses yang berhubungan dengan banyak faktor yang

kompleks yakni, faktor internal seperti genotype, faktor eksternal seperti

nutrisi dan lingkungan serta sistem pertanda internal (internal signailing

system) seperti hormon dan faktor-faktor pertumbuhan.20

Pertumbuhan merupakan masalah yang kompleks. Hormon sebagai

salah satu faktor yang mempengaruhinya diatur melalui aksis

hipotalamus-hipofisis. Sekresi Growth Hormone (GH) yang diperantarai oleh sekresi dari

InsulinGgrowthFfactors (IGFs) diatur oleh hormon hipotalamus neuropeptid

(24)

seperti Growth Hormon Releasing Hormone (GHRH) dan somatostatin.

Sedangkan sekresi Thyrotrophin-Stimulating Hormone (TSH), Follicle

Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) dan

Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH) yang juga berperan dalam mengatur

pertumbuhan , diatur oleh neurohormon hipotalamus.21

Sirkulasi GH berikatan dengan protein serum terutama Growth

Hormone-Binding Protein (GHBP) di ekstraselular pada Growth Hormone

Receptor (GHR). GH dilepas dari sirkulasi untuk berikatan dengan

reseptornya GHR di banyak target jaringan dan terutama di hati. Menurut

hipotesis somatomedin, kerja GH distimulasi oleh sintesis dan pelepasan

Lnsulin-Like Growth Factors - 1(IGF-1).21,22

Hormon lain yang juga berperan dalam pertumbuhan adalah hormon

tiroid, yang oleh Thyrotrophin-Stimulating Hormone (TSH) akan dilepaskan

tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Tanpa hormon tiroid, GH tidak mampu

menstimulasi proses anabolisme dan pertumbuhan.21

Efek metabolik yang terpenting dari GH adalah stimulasi

pertumbuhan linier pada anak sebelum penutupan epifisis.23 Pertumbuhan

tulang panjang terjadi pada lempeng pertumbuhan di epifisis, dimana

prekondrosit sebagai sel prekursor kartilago, berdiferensiasi ke kondrosit

dalam pengaruh GH yang distimulasi IGF-1. Sumsum tulang mengandung

banyak GHR, GH mengambil osteoklas dari monosit sumsum tulang dan

(25)

Dengan adanya sekresi GH, hormon tiroid diikutsertakan pada lempeng

pertumbuhan untuk membentuk osteogenesis.22

GH disebut sebagai mediator pada pertumbuhan somatik, dilepaskan

pada saat tidur, beraktivitas dan keadaan hipoglikemia.20-22 Pada hewan

percobaan tikus didapati kadar puncak GH terjadi pada interval 3 sampai 4

jam selama 60 sampai 90 menit. Pada manusia sekresi GH meningkat

secara bervariasi. Pada saat tidur pulsasi pelepasan GH terjadi pada 30

sampai 60 menit pertama. Frekuensi pulsasi bervariasi dari 9 sampai 29

pulsasi/24 jam.23 Konsentrasi serum GH tinggi pada bayi aterm dan bayi

prematur di 24 jam pertama kehidupannya, yang berkisar 50-60 ng/ml.

Pada bayi cukup bulan terjadi penurunan kadar GH setelah 48 jam, namun

setelahnya terjadi sekresi yang lebih sering dan mencapai puncak tertinggi

selama masa bayi dan berkurang di masa kanak-kanak untuk selanjutnya

mencapai kadar terendah di masa prepubertal dan dewasa.24

2.2. Pacu Tumbuh

Pacu tumbuh pada masa pubertas merupakan fase yang paling cepat pada

pertumbuhan postnatal setelah periode neonatus dan diikuti dengan

berkurangnya rata-rata pertumbuhan pada fase anak-anak yang terlambat.

Pada anak perempuan hal ini dapat diketahui sebelumnya melalui

karakteristik seks sekunder. Puncak kecepatan tumbuh pada anak

(26)

menarche memiliki sisa pertumbuhan 5 sampai 7,5 cm sebelum mencapai

tinggi dewasa dicapai, walaupun jarak pertumbuhan setelah menarche

dapat mencapai 11 cm. Pacu pertumbuhan pubertas dipengaruhi oleh

banyak faktor endokrin. Desakan steriod seks akan memberikan pengaruh

secara langsung pada pertumbuhan kartilago, seperti halnya pengaruh yang

tidak langsung melalui meningkatnya sekresi GH. Estrogen merupakan

faktor yang menyebabkan meningkatnya respons GH selama masa

pubertas. Estrogen memiliki pengaruh bifasik pada pertumbuhan,

konsentasi yang rendah akan merangsang pertumbuhan, saat konsentrasi

estrogen tinggi pertumbuhan mudan terhenti, estrogen berperan besar pada

penutupan epifisial.25

Dalam suatu studi in vitro pada binatang disebutkan GH dan

regulator utamanya IGF-1 menstimulasi eritropoesis, sehingga selama

pertumbuhan pembentukan eritrosit baru meningkat untuk menstabilkan

nilai hemoglobin. Namun hubungan peningkatan eritrosit dan pertumbuhan

masih belum dapat dijelaskan.26

2.3. Tingkat Kematangan Seksual dan Pubertas

Tingkat kematangan seksual (SMR) dinilai dengan menggunakan kriteria

Marshall dan Tanner untuk menetukan penyebaran rambut pubis dan

perkembangan payudara, klasifikasi rambut pubis pada anak perempuan

(27)

rambut halus pada pubis, P3 rambut pubis makin kasar dan lebar, P4

rambut pubis sudah hampir penuh, P5 bentuk dewasa sampai pusar.

Perkembangan payudara pada anak perempuan menurut Marshall dan

Tanner: M1 hanya pertumbuhan papila saja, M2 pertumbuhan payudara

dan papila (umumnya pada usia 9,8 tahun), M3 pembengkakan tanpa ada

hubungan antara payudara dan areola mamae, M4 terbentuk tonjolan

sekunder dari areola dan papila diatas payudara, M5 areola terbentuk

kembali di tepi payudara. Tingkat kematangan seksual ini dapat dilihat

dalam Gambar 2.1.25,27-29

Gambar 2.1. Tahap perkembangan pubertas anak perempuan menurut

(28)

2.4. Kecepatan Tumbuh

Faktor yang penting dalam evaluasi pertumbuhan anak adalah menentukan

kecepatan tumbuh (growth velocity). Cara sederhana untuk menentukan

kecepatan tumbuh normal adalah dengan pemantuan pengukuran tinggi

badan yang dilakukan dengan interval 6 bulan dan dipetakan ke usia tahun

dan bulan dari kurva pertumbuhan,38 selanjutnya dapat dihitung kecepatan

tumbuh dalam cm/tahun:12

Ht2 – Ht1

Interval

Ht1 : pengukuran tinggi badan yang pertama ( cm )

Ht2 : pengukuran tinggi badan yang kedua ( cm )

Interval : jarak waktu pengukuran ( tahun )

Pencatatan kecepatan tumbuh merupakan parameter yang bermakna

untuk menyingkirkan gangguan pertumbuhan.38 Angka pertumbuhan dapat

dievaluasi dengan menghitung kecepatan tumbuh yang dibandingkan

(29)

velocity ) pada anak perempuan usia 2 sampai 15 tahun25 Gambar 2.2. Rerata dan standard deviasi (SD) Kecepatan tumbuh ( growth

Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tumbuh seorang anak adalah

faktor genetik, karenanya diperlukan pemeriksaan tinggi badan anak

terhadap saudara dan orang tuanya.11,29 Untuk mengetahui potensi tinggi

genetik seorang anak digunakan rumus :30

Laki-laki = Tinggi badan ayah + (Tinggi badan ibu +13) ± 8,5 cm 2

(30)

2.5. Metabolisme Zat Besi

Metabolisme menyangkut semua proses fisik dan kimia yang terjadi dalam

tubuh yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme

adalah proses pemecahan zat gizi didalam tubuh untuk menghasilkan

energi dan untuk pembentukan struktur tubuh. Metabolisme selalu

membutuhkan enzim untuk membantu reaksi-reaksi yang terjadi.

Kadang-kadang enzim membutuhkan pembantu berupa koenzim.31

Metabolisme selular dari besi dilakukan oleh tiga protein yaitu

transferin, reseptor transferin dan feritin.32 Besi adalah elemen yang

sangat penting, merupakan komponen Hb yang berguna untuk

transportasi oksigen ke jaringan. Besi bersama dengan protein (globin)

dan protoporfirin berperan dalam pembentukan Hb.33 Besi merupakan

nutrisi mikro yang paling penting bagi tubuh. Total kadar besi tubuh

dewasa 55 mg/kg BB atau sekitar 4 gram, kira-kira 67% sebagai pembawa

oksigen (hemoglobin), 3% terdapat pada mioglobin, 30% pada ferritin dan

hemosiderin, 0,07% sebagai besi transferin dan 0,2% sebagai heme

enzim. Bayi baru lahir mengandung besi 0,5 gram.6

Absorbsi besi memegang peranan penting pada regulasi

homeotasis besi. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah besi yang

diabsorbsi dari makanan, yaitu jumlah total besi dari makanan,

bioavaibilitas besi dan kontrol absorbsi besi pada sel mukosa usus. Besi

(31)

meningkat bila cadangan besi tubuh rendah atau eritropoesis meningkat.

Absorbsi akan berkurang bila cadangan besi cukup. Bahan makanan yang

dapat menghambat absorbsi besi adalah kulit padi (fitat), tanin (terdapat

dalam teh, kopi), kuning telor, serta kelebihan besi (iron overload). Bahan

makanan yang dapat menambah absorbsi besi adalah makanan yang

mengandung asam askorbat, asam sitrat, asam amino (daging, ikan) dan

keadaan defisiensi besi.35

2.5.1. Bioavaibilitas Besi

Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yang pertama adalah

penyerapan dalam bentuk nonhem (sekitar 90% dari makanan) dimana

besi harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap. Bentuk yang kedua

yaitu bentuk hem (sekitar 10% dari makanan), dimana besi dapat langsung

$diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam

lambung ataupun zat makanan yang dikonsumsi. Besi nonhem setelah

diserap, di dalam mukosa usus sebagian bergabung dengan apoferitin

membentuk feritin dan yang tidak berikatan dengan apoferitin akan masuk

ke sirkulasi darah, kemudian berikatan dengan apotransferin membentuk

(32)

2.5.2. Mukosa Usus

Mukosa usus memegang kontrol utama pada proses absorbsi besi. Besi

heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung

dan enzim proteosa. Kemudian besi hem mengalami oksidasi menjadi

hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa apikal dari enterosit dan

memasuki sel dengan utuh. Besi heme diangkut oleh alat transpor Heme

Carrier Protein 1 (HCP1). Heme carrier protein 1 adalah membran protein

dalam usus bagian proximal, tempat terbesar di mana besi diabsorbsi.

Adanya HCP1 pada sel mengaktifkan pengambilan hem dalam bentuk

besi protoporfirin dan zink protoporfirin. Kemudian besi hem akan dipecah

oleh enzim hemeoxigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin dalam

enterosit duodenum. Ion feri bebas ini akan bergabung dalam jalur

intraselular sebagai besi inorganik yang kemudian diangkut ke peredaran

darah oleh ferroportin.33,37

Sementara besi nonhem di lumen usus akan berikatan dengan

apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan

masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh alat transpor divalent metal

transporter 1 (DMT1). DMT1 adalah membran protein yang terdapat pada

bagian apikal dan basolateral membran enterosit. Besi nonhem akan

dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.

Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk

(33)

peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk

transferin serum (Gambar 2.3.).6,37

Gambar 2.3. Absorbsi besi di usus halus37

2.5.3. Distribusi Besi

Distribusi besi ke seluruh jaringan tubuh dijelaskan pada Gambar 2.4. Saat

tubuh dalam keadaan seimbang, 1 sampai 2 mg besi memasuki dan

meninggalkan tubuh setiap harinya. Setelah diabsorbsi dalam enterosit

duodenum, besi bersirkulasi dalam plasma untuk berikatan dengan

transferrin. Besi dalam tubuh terbanyak dalam bentuk hemoglobin yang

merupakan prekursor eritroid dan sel darah merah yang matang.

Diperkirakan 10% sampai 15% berada dalam otot (bentuk mioglobin) dan

beberapa jaringan (dalam bentuk enzim dan sitokrom). Di dalam sumsum

tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang

(34)

persenyawaan globulin dengan hem membentuk hemoglobin. Setelah

eritrosit berumur + 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya

dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses

degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi

menjadi bilirubin sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan

mengikuti siklus kembali seperti yang disebutkan di atas atau akan tetap

disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoesis.38

Gambar 2.4. Distribusi besi dalam tubuh38

Cadangan besi terdiri dari 2 bentuk, yang pertama ferritin yang bersifat

(35)

Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut yang ditemukan

terutama dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang.

Cadangan besi berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam

tubuh, apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi maka

terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar

hemoglobin.6

2.6. Fungsi Zat Besi

Fungsi utama besi adalah untuk metabolisme energi. Di dalam sel, besi

bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron, yang berperan

dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. Protein ini

memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil

energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut

dihasilkan ATP.31

Peran besi dalam pertumbuhan telah banyak diteliti orang. Salah

satu peran besi adalah dalam proliferasi sel. Besi sangat dibutuhkan

pada siklus sel, karena besi merupakan bagian dari enzim untuk sintesis

DNA dan Ribonucleotide Reductase (RR). Kekurangan besi menghambat

aktivitas enzim RR sehingga proliferasi sel terganggu. Proliferasi sel

dikontrol oleh cyclins, Cyclin-Dependent Kinases (CDK’s) dan

Cyclin-Dependent Kinase Inhibitors (CDKI’s). Defisiensi besi menyebabkan

(36)

hubungan “defisiensi besi–supresi pertumbuhan” pada siklus proliferasi sel

sehingga menyebabkan pertumbuhan akan terganggu. Bagaimanapun,

masih sedikit diketahui peran besi dalam proses proliferasi sel ini.39

Besi juga berperan dalam kemampuan belajar anak. Hubungan

defisiensi besi dengan fungsi otak telah banyak diteliti. Beberapa bagian

dari otak mempunyai kadar besi yang tinggi yang diperoleh dari transpor

besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin.6,40,41

Pada sistem kekebalan, besi memegang peranan penting. Respon

kekebalan sel oleh limfosit–T terganggu karena berkurangnya

pembentukan sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh

berkurangnya sintesis DNA karena gangguan enzim ribonukleotida

reduktase yang membutuhkan besi dalam menjalankan fungsinya.6

2.7. Defisiensi Besi

Kriteria WHO untuk anemia defisiensi besi adalah:43

1. Kadar hemoglobin dibawah nilai normal menurut umur.

Bayi sampai umur 6 tahun : <11 g/dl

Anak 6 tahun sampai 14 tahun : <12 g/dl

2. Mean Corpuscular Haemoglobin

Concentrate (MCHC) : < 31% (32-35%)

3. Kadar besi serum : < 50 ug/dl (80-180 ug/dl)

(37)

5. Feritin serum : < 10-12 ug/l (20-200 ug/ml)

6. Eritrosit protoporfirin (EP) : > 2,5 ng/g hemoglobin

Defisiensi besi tanpa anemia akan mengakibatkan gangguan

sintesis hemoglobin tetapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria

anemia. Anemia defisiensi besi merupakan tingkat terakhir dari tingkatan

kekurangan besi pada manusia.36

Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang

cukup akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan

eritrosit bila dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular

Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin

(MCH) dan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya defisiensi besi.44,45

Red Blood Cell Distribution Width Index (RDW index) menunjukkan

variabilitas bentuk eritrosit (anisositosis) yang juga merupakan manifestasi

awal terjadinya defisiensi besi.Indeks RDW yaitu (MCV/RBC x RDW), bila

>220 merupakan indikasi untuk ADB dan bila <220 merupakan indikasi

Talasemia dengan spesifisitas 92%. Rumus ini dapat membantu klinisi

untuk menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan

elektroforesis hemoglobin untuk konfirmasi Talasemia Trait.44 Nilai RDW

index yang meningkat dan MCV yang menurun mengarah kepada

diagnosis defisiensi besi.46

Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada

(38)

membantu membedakan defisiensi besi dengan Talasemia dimana

pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.46

Bila hasil perhitungan >13 merupakan indikasi untuk ADB, namun

(39)

2. 8. Kerangka Konseptual Kognitif BESI Proses enzimatik Metabolisme oksidatif

Neurotransmiter Proses

imunologi Proses

katabolisme Sintesis

DNA

Fetus ANAK

- Ekpansi volume plasma ↑

- Perfusi uteroplsenta ↑ Nafsu makan

KECEPATAN TUMBUH

Perusak radikal bebas

- Reaksi oksidatif DNA - Aktivasi lipid

peroksidase

Respon sitokin seluler

Regulasi faktor pertumbuhan Komponen enzim Ribonukleotida reduktase sintesis DNA Komponen Sitokrom produksi ATP & sintesis protein

Pertumbuhan jaringan Hb ↑

BB ↑

TB ↑

Melawan infeksi

[image:39.597.79.574.185.528.2]

RUANG LINGKUP PENELITIAN

(40)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal untuk

mengetahui pengaruh pemberian terapi besi pada anak perempuan

Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang telah pubertas

berusia 10 sampai 16 tahun dan menderita ADB terhadap kecepatan

tumbuh.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di lokasi PT Perkebunan III Aek Nabara,

Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan yaitu pada 1 November

2006 sampai 30 April 2007.

3.3. Populasi Penelitian dan Sampel

Populasi penelitian adalah anak-anak perempuan Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah Pertama yang telah pubertas dan berusia 10 sampai

(41)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis terhadap rerata 2

populasi berpasangan.47

2 n 1= n 2 = 2 (Z + Z) Sd X1 – X2

n = jumlah sampel

Bila ditetapkan  = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:

Z = deviat baku normal untuk  = 1,96

Bila ditetapkan  = 0,2 dan power = 80% maka:

Z = deviat baku normal untuk  = 0,842

Sd = Simpang baku dari rerata selisih = 1,3716

X1 – X2 = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical

judgement) = 0,7

Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel

masing-masing kelompok = 60

3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria inklusi

1. Anak sekolah perempuan yang telah pubertas berusia 10

sampai 16 tahun dan menderita ADB

(42)

3.5.2. Kriteria eksklusi

1. Anak menderita anemia berat, infeksi berat dan gizi buruk

2. Siklus menstruasi yang tidak normal:

- Menstruasi yang tidak teratur

- Perdarahan/menstruasi yang masif

3. Penderita yang memiliki perawakan pendek

3.6. Etika penelitian

Etika penelitian disetujui oleh komite etik Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

3.7. Bahan, Cara Kerja penelitian

Pubertas ditentukan dengan menggunakan skala dari Marshall dan Tanner

untuk menentukan perkembangan seks skunder yang dinilai oleh tim

peneliti yang berjenis kelamin perempuan, menstruasi ditentukan dengan

ditanyakan langsung kepada sampel tentang menstruasi, gangguan

tentang menstruasi dan usia saat menstruasi pertama kali.

Penentuan anemia pada penelitian ini menggunakan kriteria WHO,

yaitu kadar Hb untuk anak usia 6 sampai14 tahun adalah kurang dari 12

g/dl. Dikatakan menderita ADB bila didapati Hb < 12 g/dl, RDW > 16%,

Indeks Mentzer > 13 dan Indeks RDW > 220. Darah kapiler diambil

(43)

30 hari pemberian terapi besi. Kemudian dilakukan pemeriksaan

hemoglobin, hematokrit, eritrosit, MCV, MCH, RDW. Pemeriksaan ini

diukur dengan menggunakan alat auto analyzer (ABX Mikros-60, Franc).

Setelah didapatkan sampel anak yang menderita ADB, kemudian

dilakukan pemeriksaan feses rutin, pada sampel yang mengalami infestasi

parasit (kecacingan) akan diberikan pengobatan untuk menyingkirkan

kecacingan dengan pemberian Albendazole tablet 400 mg dosis tunggal

dan setelah 2 minggu dilakukan pemeriksaan feses rutin ulang terhadap

penderita ADB yang mengalami kecacingan, sehingga sampel

benar-benar bebas dari kecacingan.

Data tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi (microtoise) merek

MIC (sensitivitas 0,1 cm) yang tertempel di dinding. Sampel diperiksa di

atas alas rata, tanpa alas kaki, mata dan telinga berada pada bidang

horizontal (Frankfrurt plane) dan berat badan ditimbang dengan timbangan

merek CAMRY (sensitivitas 0,1 kg). Kemudian hasil pengukuran

dimasukkan kedalam grafik Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) tahun 2000. Sampel yang memiliki tinggi badan < - 2 SD dengan

indikasi perawakan pendek tidak diikutkan dalam penelitian ini.

Data tinggi badan diulang setelah 6 bulan. Data kesakitan anak

(44)

Ht2-Ht1 (cm)

Interval (tahun)

Keterangan :

Ht 1 : Pengukuran tinggi badan yang pertama (cm)

Ht 2 : Pengukuran tinggi badan yang kedua (cm)

Interval : Jarak waktu pengukuran (tahun)

Setelah dilakukan randomisasi secara sederhana dengan

menggunakan tabel random, sampel dibagi menjadi dua kelompok

perlakuan yaitu pemberian terapi besi dengan ferro sulfat satu kali sehari

dan plasebo satu kali sehari. Terapi besi diberikan satu kali sehari pada

pagi hari sebelum makan selama 12 minggu dalam bentuk kapsul ferro

sulfat dengan dosis 60 mg elemental zat besi, plasebo terdiri dari sakarum

laktis dan dikemas sama dengan preparat besi yang juga diberikan selama

dua belas minggu. Pengawasan makan obat dilakukan oleh guru UKS dan

orang tua serta efek samping di catat dalam buku, efek samping yang

(45)

Kecepatan tumbuh Antropometri (setelah 6 bulan)

3.8. Identifikasi variabel Anak perempuan

pubertas dan anemia defisiensi besi

Kelompok terapi besi 1 x sehari

(12 minggu)

[image:45.597.67.551.117.725.2]

Kelompok plasebo 1 x sehari (12 minggu) Randomisasi

Gambar 3.1. Alur penelitian

3.8. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Jenis obat Nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

Kecepatan tumbuh Numerik

Tinggi Badan Numerik

(46)

3.9.1 Usia anak : usia dari tanggal lahir sampai ulang tahun

berikutnya dihitung dalam bulan

3.9.2 Pubertas dinilai berdasarkan kriteria Marshall dan Tanner

dan menstruasi adalah anak yang telah mengalami

menarche dan menstruasi beberapa siklus

3.9.3 ADB : kadar Hb<12 g/dl, MCHC <31%, Indeks RDW >220

dan Indeks Mentzer >13

3.9.4 Besi yang digunakan adalah dalam bentuk ferro yaitu ferous

sulfat 300 mg setara dengan 60 mg elemental zat besi

3.9.5 Kecepatan tumbuh : dihitung dari pertambahan tinggi badan

diantara dua waktu pengamatan dan diukur dengan satuan

cm/tahun.28-30

3.10. Analisis data

Analisis data menggunakan uji t-independent. Dikatakan bermakna jika

(47)

BAB 4. HASIL

4.1 Hasil Penelitian

Di antara 367 anak perempuan di Sekolah Menengah Pertama yang

diperiksa, didapati 270 anak perempuan yang telah pubertas, pada

Sekolah Dasar didapati 4 orang anak perempuan yang telah pubertas dan

126 anak yang menderita ADB (46%), enam orang anak menolak untuk

mengikuti penelitian. Didapatkan 120 anak sebagai sampel penelitian ini,

secara randomisasi sederhana dengan menggunakan tabel random

sampel dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 60 anak yang

diberikan terapi besi dan 60 anak diberikan plasebo, namun dalam

pemantauan selama 6 bulan satu orang anak pada kelompok plasebo

tidak bersedia melanjutkan penelitian. Penelitian ini menganut analisis

intention to treat sehingga sampel yang drop out dihitung juga.

Penelitian ini didapati usia saat menstruasi pertama, pemeriksaan

antropometri, konsentrasi hemoglobin, MCV, RBC, indeks mentzer dan

indeks RDW hampir sama pada kedua kelompok. Hai ini dapat dilihat

dalam (Tabel 4.1).

(48)

Anak dengan ADB n = 126

Sampel n = 120

Kelompok terapi Besi 1 X Sehari

n = 60

Pengukuran Antropometri

-Kelompok Plasebo 1 X Sehari

n = 60

Pengukuran Antropometri

-Pemeriksaan darah ulang satu bulan intervensi

Anak perempuan pubertas usia 10 sampai 16 tahun

n = 274

Enam anak menolak ikut dalam penelitian

Pemeriksaan darah ulang satu bulan intervensi

Analisa Lengkap ( n = 60 ) Pengukuran Antropometri

Setelah 6 bulan

Analisa Lengkap ( n = 59 ) Pengukuran Antropometri

setelah 6 bulan Drop out ( n = 1 )

Gambar 4.1 Algoritme penelitian

Pemberian Albendazole 400mg

dosis tunggal

(49)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel

Karakteristik Terapi besi (60)

n(SD)

Plasebo (60)

n(SD)

Usia (tahun)

Usia saat menstruasi (tahun)

Tinggi badan (cm)

Berat badan (kg)

Kadar Hemoglobin (gr/dl)

MCV (fL)

MCH

MCHC

Ht (%)

RBC (/mm3)

RDW (%)

Indeks mentzer (%)

Indeks RDW (%)

12,97 (0,92)

11,93 (0,89)

147,16 (5,81)

43,85 (5,78)

10,75 (0,58)

74,48 (3,46)

25,25 (2,26)

29,99 (0,82)

32,31 (2,94)

4,24 (0,39)

16,43 (1,08)

17,67 (1,66)

290,67 (38,31)

13,05 (1,15)

11,91 (0,96)

148,67 (5,19)

44,11 (6,17)

10,72 (0,72)

73,21 (4,20)

25,29 (1,94)

29,98 (0,67)

31,86 (3,15)

4,30 (0,40)

16,62 (0,75)

17,13 (1,71)

284,55 (28,81)

Nilai rerata ( SD )

Dari 120 sampel, kami mendapati 48,50% anak sekolah yang telah

pubertas dengan perkembangan payudara pada tingkat 2 dan

pertumbuhan rambut pubis pada tingkat 2, perkembangan payudara pada

tingkat 2 dan pertumbuhan rambut pubis pada tingkat 3 sebanyak 31,70%,

perkembangan payudara pada tingkat 3 dan pertumbuhan rambut pubis

pada tingkat 2 sebanyak 14,20%, dan perkembangan payudara pada

tingkat 3 dan pertumbuhan rambut pubis pada tingkat 3 sebanyak 5,80%.

Usia saat menstruasi pertama pada sampel di dapati pada usia 10 tahun

sebanyak 5,00%, usia 11 tahun sebanyak 28,33%, usia 13 tahun

(50)
[image:50.597.106.512.225.472.2]

rata-rata saat menstruasi pertama adalah 12 tahun sebanyak 45,83%

(Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Tingkat kematangan seksual (SMR) dari Marshal dan Tanner

dan usia saat menstruasi pertama (tahun)

Karakteristik n(%)

Tingkat Kematangan Seksual (SMR)

M2P2

M2P3

M3P2

M3P3

Usia saat mensntruasi pertama (tahun)

10

11

12

13

14

58 (48,30)

38 (31,70)

17 (14,20)

7 (5,80)

6 (5,00)

34 (28,33)

55 (45,83)

21 (17,50)

4 (3,33)

Nilai rerata (SD)

Konsentrasi hemoglobin pada kelompok terapi besi dan kelompok plasebo

hampir sama pada awal penelitian yaitu 10,75 g/dL pada kelompok terapi

besi dan 10,72 g/dL pada kelompok plasebo, setelah dilakukan intervensi

didapati peningkatan pada kedua kelompok dan peningkatan bermakna

antara sebelum (Hb1) dan setelah intervensi (Hb2). Didapati peningkatan

(51)

(TB1) dan setelah (TB2) intervensi, namun tidak didapati perbedaan yang

bermakna antara kedua kelompok. Hal ini dapat dilihat dalam (Tabel 4.3).

Pada penelitian ini kami dapati peningkatan konsentrasi hemoglobin

baik pada kelompok terapi besi dan kelompok plasebo perbedaan yang

bermakna pada konsentrasi hemoglobin antara kelompok terapi besi dan

plasebo setelah pemberian terapi besi selama 4 minggu namun tidak

didapati perbedaan yang bermakna pada rerata tinggi badan dan

kecepatan tumbuh antara kelompok terapi besi dan kelompok plasebo

pada pengukuran setelah 6 bulan dengan kecepatn tumbuh 1,89 (SD:

0,64) cm/enam bulan pada kelompok terapi besi serta 2,00 (SD: 0,61)

cm/enam bulan pada kelompok plasebo, hal ini dapat dilihat dalam (Tabel

[image:51.597.108.488.489.684.2]

4.4).

Tabel 4.3. Rerata hemoglobin dan tinggi badan sebelum dan setelah intervensi

pada kedua kelompok

Kelompok

Terapi Besi

Kelompok

Plasebo

P

Hb 1 10,75 (0,58) 10,72 (0,72)

Hb 2 12,67 (0,38) 12,02 (0,43) 0,0001

TB1 147,03 (5,41) 149,05 (5.46)

TB2 149,05 (5.46) 150,47 (5,29) 0,140

Nilai dalam rerata ( SD )

(52)
[image:52.597.108.508.186.300.2]

Tabel 4.4. Perbandingan hemoglobin, tinggi badan dan kecepatan tumbuh antara

kelompok terapi besi dan kelompok plasebo

Karakteristik Terapi besi

n = 60

Plasebo

n = 60

P

Hemoglobin (gr/dl)

Tinggi badan (cm)

Kecepatan tumbuh (cm)

12,67 (0,38)

149,05 (5,46)

1,89 (0,64)

12,02 (0,43)

150,47 (5,29)

2,00 (0,61)

0,0001

0,140

0,180

Nilai dalam rerata ( SD )

(53)

BAB 5. Pembahasan

Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan

dewasa yang berlangsung dalam tahapan-tahapan dan dipengaruhi oleh

sejumlah faktor neuroendokrin yang kompleks. Faktor tersebut

bertanggung jawab terhadap awitan dan perkembangan menuju maturitas

seksual yang sempurna.29 Walaupun usia awitan pubertas sangatlah

bervariasi, sebagian besar anak akan mengawali pubertas pada umur 8

sampai 13 tahun untuk anak perempuan dan 9 sampai 14 tahun untuk

anak laki-laki. Perkembangan pubertas dianggap abnormal bila awal

pubertas terlampau dini atau terlambat.1 Banyak faktor yang

mempengaruhi awitan pubertas antara lain etnis, sosial ekonomi,

psikologis, nutrisi, fisis dan penyakit kronis.27

Pada suatu penelitian di Boston pada 67 anak perempuan didapati

usia rerata saat menstruasi pertama (menarche) adalah pada usia 12

tahun dimana usia tercepat saat menstruasi pertama adalah pada usia 10

tahun dan usia paling lambat saat menstruasi pertama adalah pada usia

16 tahun.48

Penelitian lain di Kuwait mendapatkan rerata usia awitan saat

menstruasi pertama adalah pada usia 12,7 tahun dengan usia yang paling

cepat saat menstruasi pertama adalah pada usia 9 tahun dan usia saat

menstruasi pertama yang paling lambat adalah pada usia 18 tahun.49

(54)

Satu penelitian di US didapati usia rerata menarche pada anak perempuan

adalah pada usia 12,43 tahun.50

Pada ini penelitian ini kami mendapatkan usia rerata awitan saat

menstruasi pertama adalah pada usia 12 tahun dan usia 10 tahun

merupakan usia saat menstruasi pertama yang paling cepat serta usia 14

tahun merupakan usia saat menstruasi pertama yang paling lambat untuk

awal pubertas. Hal ini dapat dilihat dalam (Tabel 4.2).

Pada masa pubertas terjadi perubahan fisik yang dapat

digambarkan dalam tingkat kematangan seksual (Sexual Maturity Rating)

dari Marshall dan Tanner.27 Satu penelitian di Lithuania didapati rerata usia

awitan dari perkembangan payudara pada tingkat 2 (M2) adalah pada usia

10,2 tahun, perkembangan payudara pada tingkat 3 (M3) adalah pada usia

11,3 tahun dan perkembangan payudara pada tingkat 4 (M4) adalah pada

usia 13,9 tahun, dan untuk rerata perkembangan rambut pubis adalah

pada usia 11,2 tahun.51

Dari 120 anak perempuan pada penelitian ini berdasarkan tingkatan

skala dari Marshall dan Tanner didapati tingkat kematangan seksual pada

tingkat M2P2 sebanyak 48,30%, tingkat kematangan seksual pada tingkat

M2P3 sebanyak 31,70%, tingkat kematangan seksual pada tingkat M3P2

sebanyak 14,20% dan tingkat kematangan seksual pada tingkat M3P3

(55)

Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit bukan merupakan

tes diagnostik pilihan karena kadar hemoglobin atau hematokrit tidak

sensitif terhadap ADB. Namun kedua pemeriksaan ini relatif murah, mudah

didapat dan merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan untuk

skrining defisiensi besi. Tahap awal terjadinya ADB tidak dapat terdeteksi

dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hemokrit. Pemeriksaan ini

diperlukan untuk menentukan keparahan anemianya.11,46 Pemeriksaan

darah tepi yang mengarah terhadap kecurigaan ADB adalah mikrositik

hipokromik, sedangkan pemeriksaaan kadar feritin serum merupakan tes

diagnostik yang paling baik untuk ADB dengan sensitivitas dan spesifisitas

paling baik. Kadar feritin serum pada anak ADB < 12 ug/L, namun

pemeriksaan ini kurang lazim dipakai sebagai pemeriksaan skrining karena

relatif mahal.45

Mean Corpuscular Volume ( MCV ) berguna untuk menentukan

apakah mikrositik, normositik atau makrositik. Pada penelitian terhadap

bayi berusia 12 bulan didapati RDW yang tinggi (>14%) dengan

sensitivitas 100% dan spesifisitas 82%. Disebabkan spesifisitasnya yang

relatif rendah, maka pemeriksaan RDW saja tidak dapat digunakan

sebagai pemeriksaan skrining, tetapi sering digunakan bersama dengan

MCV untuk membedakan diantara variasi anemia.44 Salah satu cara untuk

membedakan ADB dengan talasemia minor adalah dengan pemeriksaan

(56)

< 13 menunjukkan talasemia minor dengan spesifisitas sebesar 82%. Bila

indeks RDW > 220 merupakan ADB, namun bila < 220 menunjukkan

talasemia dengan spesifisitas 92%.5

Penelitian di Indonesia tahun 1988, diagnosis ADB dengan

menggunakan pemeriksaan hemoglobin (Hb), serum besi (SI), Total Iron

Binding Capacity (TIBC) dan saturasi transferin (TS).16 Penelitian lain

dalam menegakkan diagnosis ADB adalah dengan pemeriksaan

hemoglobin dan kadar serum feritin.52,53 Satu penelitian lain di Jakarta

menggunakan pemeriksaan hemoglobin, Mean Corpuscular Volume

(MCV) dan konsentrasi serum feritin dalam menegakkan diagnosis ADB.15

Pada penelitian ini untuk menegakkan diagnosis ADB digunakan

pemeriksaan yang sederhana yaitu pemeriksaan Hb, MCV, RBC, RDW,

indeks Mentzer dan indeks RDW. Pada pemeriksaan awal kami didapati

rerata kadar Hb 10,75 g/dL pada kelompok terapi besi dan 10,72 g/dL

pada kelompok plasebo; MCV pada kelompok terapi besi adalah 74,48 fL

dan pada kelompok plasebo adalah 73,21 fL; RBC pada kelompok terapi

besi adalah, 24/mm3 dan pada kelompok plasebo adalah 4,30/mm3; RDW

pada kelompok terapi besi adalah16,43% dan pada kelompok plasebo

adalah 16,62%; indeks Mentzer pada kelompok terapi besi adalah 17,67%

dan pada kelompok plasebo adalah 17,13%; indeks RDW pada kelompok

terapi besi adalah 290,67% dan pada kelompok plasebo adalah 284,55%.

(57)

Tingginya prevalensi ADB di negara berkembang berhubungan

dengan masalah ekonomi (kaitannya terhadap malnutrisi, sanitasi yang

jelek), rendahnya asupan protein hewani dan tingginya infestasi parasit

(kecacingan).5 Defisiensi besi pada anak terutama terjadi pada usia antara

6 bulan sampai 3 tahun dan 11 sampai 17 tahun karena pada masa itu

merupakan pertumbuhan cepat dan penambahan masa sel darah merah.35

Pada remaja putri kehilangan darah melalui menstruasi merupakan

penyebab utama terjadinya ADB.54

Bahan makanan dapat menambah dan menghambat absorbsi besi

selama proses absorbsi diusus sehingga dapat mempengaruhi keadaan

defisiensi besi.19 Tidak kalah pentingnya dalam pencegahan defisiensi besi

adalah kebersihan lingkungan.7

Satu penelitian di Peru dengan pemberian zat besi selama 12

minggu pada anak remaja perempuan yang berusia 12 sampai 17 tahun

didapatkan peningkatan konsentrasi hemoglobin yang bermakna

dibandingkan kelompok plasebo.55 Penelitian lain di Indonesia didapati

peningkatan konsentrasi hemoglobin yang sama pada pemberian satu kali

sehari dan seminggu sekali pada minggu kedelapan dengan pemberian

suplementasi besi 60 mg elemental zat besi.56

Penelitian ini dilakukan di daerah perkebunan dengan sosial

ekonomi menengah ke bawah dimana kebanyakan orangtua sampel

(58)

intervensi, kami memberikan edukasi nutrisi kepada anak-anak, guru dan

orangtua berupa jenis-jenis makanan yang banyak mengandung besi dan

yang dapat meningkatkan atau menghambat absorbsi besi.

Edukasi mengenai higiene dan sanitasi yang baik diberikan kepada

sampel dan guru untuk mencegah dan mengobati ADB. Pada penelitian ini

kami dapati konsentrasi hemoglobin pada kelompok terapi besi adalah

10,75 g/dL dan pada kelompok plasebo adalah 10,74 g/dL dan setelah

intervensi selama 4 minggu didapati peningkatan yang bermakna pada

konsentrasi hemoglobin sebelum dan setelah intervensi pada kedua

kelompok. Keadaan ini dapat terjadi dikarenakan beberapa penyebab

diantaranya adalah karena infestasi parasit. Keadaan ini dapat dilihat

dalam (Tabel 4.3).

Infestasi parasit dapat memberikan pengaruh pada status nutrisi

yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak.57

Penelitian terhadap anak remaja di Indonesia tahun 1997 yang menderita

ADB dari 104 anak didapati infestasi parasit sebanyak 34% dan untuk

mengobati kecacingan tersebut diberikan mebendazole 500 mg dengan

dosis tunggal.58 Penelitian lain di Jakarta mendapatkan angka kecacingan

sebanyak 56,5% pada kelompok suplementasi besi dan 70,3% pada

kelompok plasebo.15

Penelitian di Zanzibar, Tanzania dengan pemberian mebendazole

(59)

tahun 2000 pada anak ADB yang pada pemeriksaan feses didapati

adanya kecacingan, setelah diberikan albendazole dan suplementasi besi

didapati peningkatan yang signifikan pada hemoglobin dibandingkan pada

kelompok plasebo.57

Pada penelitian ini setelah kami lakukan pemeriksaan feses rutin

kami dapati 30,8% anak yang menderita kecacingan dan untuk

mengobatinya kami berikan albendazole dosis tunggal 400 mg.

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri khas seorang

anak.45 Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi,

metabolik dan endokrin. Pada masa anak-anak kecepatan tumbuh

mencapai 5 sampai 7 cm pertahun sampai awal masa pubertas.19,53

Penelitian di Indonesia tahun 1993 didapatkan bahwa pemberian

suplementasi besi pada anak anemia dapat membantu menurunkan

insiden perawakan pendek pada anak.15 Penelitian di Indonesia didapati

peningkatan tinggi badan setelah suplementasi besi.16 Satu penelitian di

Thailand tahun 1999, mendapatkan bahwa suplementasi besi yang

diberikan satu kali seminggu lebih efektif daripada satu kali sehari selama

16 minggu dalam hal peningkatkan tinggi badan namun tidak dalam hal

peningkatan hematologis yang diberikan pada anak usia 6 sampai 13

tahun.58 Penelitian lainnya dengan suplementasi besi dapat merangsang

pertumbuhan fisik pada anak anemia.59 Penelitian di Indonesia (Jawa

(60)

dan perkembangan psikomotor yang signifikan pada kelompok yang

diberikan suplementasi besi dan pada kelompok yang diberikan

suplementasi zink, tetapi tidak didapati pertumbuhan dan perkembangan

psikomotor yang signifikan pada kelompok yang diberikan besi yang

dikombinasikan dengan zink.60 Pada suatu penelitian di Boston didapati

rerata kecepatan tumbuh pada 67 anak perempuan adalah 7,99

cm/tahun.48

Penelitian ini kami memberikan terapi besi dengan sulfas ferosus

300 mg setara dengan 60 mg elemental zat besi selama 12 minggu dan

didapatkan peningkatan tinggi badan pada kedua kelompok namun tidak

didapati perbedaan yang bermakna sebelum dan setelah intervensi antara

kelompok terapi besi dan kelompok plasebo (Tabel 4.3). Kecepatan

tumbuh rerata pada penelitian ini didapati 1,89 (SD 0,64) cm/enam bulan

pada kelompok terapi besi dan kecepatan tumbuh pada kelompok plasebo

adalah 2,0 (SD 0,61) cm/enam bulan, dan tidak didapati perbedaan yang

bermakna antara kelompok terapi besi dan kelompok plasebo. Keadaan ini

dapat dilihat dalam Tabel 4.4. Dari penelitian ini kami mendapatkan

perbedaan yang bermakna pada pemeriksaan hemoglobin pada minggu

keempat setelah terapi besi dan plasebo kami lanjutkan sampai 12

minggu.

Efek samping dapat terjadi pada pemberian besi, efek samping

(61)

dilaporkan terjadi diare yang meningkat, kemerahan pada badan, muntah

dan infeksi pernafasan seperti batuk dan kesulitan bernafas.60,61

Pada penelitian ini setiap anak kami berikan sebuah buku catatan

untuk mencatat kesakitan dan efek samping yang timbul selama penelitian

dilakukan dan dilaporkan kepada guru. Namun efek samping yang timbul

pada penelitian ini tidak kami dapatkan, hal ini kemungkinan karena

pencatatan tidak dilakukan dengan baik oleh sampel.

Kelemahan dalam penelitian ini, kami tidak melakukan evaluasi pola

makan dengan lengkap. Kepatuhan minum obat pada sampel penelitian

hanya dipercayakan kepada sampel, orangtua dan guru, tanpa didampingi

petugas pemantau minum obat untuk memastikan apakah obat diminum

dengan teratur dan pencatatan efek samping yang timbul. Pada penelitian

ini terapi besi kami berikan hanya dalam waktu 12 minggu. Faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan seorang anak pada masa pubertas

diantaranya adalah faktor genetik, nutrisi, faktor hormonal, lingkungan dan

etnis. Pada penelitian ini kami tidak menganalisis faktor-faktor yang dapat

(62)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Tidak ada perbedaan bermakna kecepatan tumbuh anak sekolah

perempuan yang telah pubertas usia 10 sampai 16 tahun yang menderita

anemia defisiensi besi setelah diberikan terapi besi 60 mg elemental zat

besi satu kali sehari dibandingkan plasebo satu kali sehari selama dua

belas minggu pada pemantauan selama enam bulan. Didapati

peningkatan yang bermakna pada hemoglobin antara sebelum dan setelah

intervensi pada pemeriksaan minggu keempat, namun tidak didapati

perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok.

6.2. Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan pemberian terapi besi dalam

waktu yang lebih lama dan menggunakan parameter status besi yang lebih

baik seperti pemeriksaan profil besi termasuk serum feritin, saturasi

transferin serum dan pemeriksaan feses rutin yang lebih lengkap serta

(63)

RINGKASAN

Telah dilakukan penelitian dengan desain uji klinis acak terkontrol untuk

mengetahui perbedaan kecepatan tumbuh sebelum dan setelah

pemberian terapi besi pada anak Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah

Pertama (10 sampai 16 tahun). Penelitian dilakukan di Kecamatan Bilah

Hulu Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara pada bulan November

2006 – 31 Mei 2007.

Anak penderita anemia defisiensi besi dan tidak menderita anemia

berat, infeksi berat, gizi buruk serta tidak perawakan pendek dan

sangkaan menderita sindrom tertentu serta disertai persetujuan dari

orangtua dimasukkan ke dalam kriteria inklusi.

Kepada anak dibagikan kuesioner yang berisi lembaran pertanyaan

yang akan diisi oleh orang tua. Menstruasi dan awal mulai menstruasi

ditanyakan langsung kepada seluruh sampel dan tingkat kematangan

seksual (SMR) dinilai berdasarkan kriteria dari Marshall dan Tanner

dengan menilai penyebaran rambut pubis dan perkembangan payudara.

Pemeriksaan darah menggunakan alat auto analyzer (ABX Mikros-60,

France). Tinggi badan (TB) diukur dengan pengukur tinggi (microtoise)

Gambar

Gambar 2.1. Tahap perkembangan pubertas anak perempuan menurut
Gambar 2.2. Rerata dan standard deviasi (SD) Kecepatan tumbuh ( g rowth
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
Gambar 3.1. Alur penelitian 3.8. Identifikasi variabel
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya, ruang lingkup pendampingan bersifat lebih personal-dialo- gis (ada kedekatan antara yang mendampingi dan yang didampingi), infor- mal (fleksibel) dan berfokus pada

[r]

Singkatnya, contoh keluhan pelanggan diatas dapat berdampak pada persepsi negatif dari konsumen tentang pelayanan yang diberikan Customer Service (CS) sehingga

Uraian tentang komunitas sel ini disarikan dari http://www.cellule-evangelizzazione.org/.. komunitas dan kelompok lain di dalam Gereja. Namun, karakter khas kelompok ini

Skripsi PENGARUH INDEPENDENSI SATUAN PENGAWASAN INTERN ..... ADLN Perpustakaan

38 Peningkatan kompetensi guru PKS/Wakasek Kurikukum 39 Sistem penjaringan siswa berprestasi PKS / Wakasek Kesiswaan 40 Pelatihan mengemas program Kepsek dan PKS/Wakasek..

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

To undermine the effect of the noise presented in the segmented iris region we have divided the candidate region into N patches and used Fuzzy c-means clustering (FCM) to classify