• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi Setelah Pemberian Terapi Besi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi Setelah Pemberian Terapi Besi"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA

ANEMIA DEFISIENSI BESI SETELAH

PEMBERIAN TERAPI BESI

TESIS

RINA AMALIA CAROMINA SARAGIH

047103010/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA

ANEMIA DEFISIENSI BESI SETELAH

PEMBERIAN TERAPI BESI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Science (MSi)

dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RINA AMALIA CAROMINA SARAGIH

047103010

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Perilaku Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi Setelah Pemberian Terapi Besi

Nama : Rina Amalia Caromina Saragih Nomor Induk Mahasiswa : 047103010

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Sri Sofyani, SpA(K)

Anggota

Dr. Yazid Dimyati, SpA

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

PERNYATAAN

PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA

ANEMIA DEFISIENSI BESI SETELAH

PEMBERIAN TERAPI BESI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 9 September 2008

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 16 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur pada Tuhan atas segala berkat-Nya yang memungkinkan penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Sri Sofyani, SpA(K) dan dr. Yazid Dimyati, SpA dan pembimbing lainnya Prof. dr. H. Iskandar Z. Lubis, SpA(K) dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesain tesis ini.

(7)

3. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007- sekarang, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. 4. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /

RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

5. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.

6. Pimpinan beserta karyawan PTP N III dan Rumah Sakit Aek Nabara yang telah membantu menyediakan fasilitas yang dipergunakan dalam penelitian ini.

7. Kepala sekolah, guru, staf dan seluruh murid Sekolah Dasar Kecamatan Bilah Hulu, Aek Nabara Selatan yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

(8)

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang tercinta orangtua drg. Reny Joselina Purba serta abang dr. Sonny Giat Raja Saragih dan kakak dr. Rini Amanda Carolina Saragih yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 9 September 2008

(9)

DAFTAR ISI

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan dan Lambang xiii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku 5

2.2. Peranan Besi dalam Fisiologi Perilaku 9

2.3. Anemia Defisiensi Besi 13

2.4. Penilaian Perilaku 15

2.5. Kerangka Konseptual 17

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian 18

3.2. Tempat dan Waktu penelitian 18

3.3. Populasi penelitian 18

3.4. Perkiraan Besar Sampel 18

3.5. Kriteria Penelitian 20

3.6. Persetujuan/Informed consent 20

3.7. Etika Penelitian 20

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 21

3.9. Identifikasi Variabel 22

3.10. Definisi Oerasional 23

3.11. Pengolahan dan Analisis Data 24

BAB 4. HASIL 25

BAB 5. PEMBAHASAN 30

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 35

(10)

Ringkasan 36

Summary 38

Daftar Pustaka 40

Lampiran

1. Surat Pernyataan Kesediaan 43

2. Lembar Penjelasan 44

3. Lembar Kuesioner 46

4. Child Behavior Check List 48

5. Lembar Persetujuan Komite Etik 53

6. Data Penelitian 54

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 26

Tabel 4.2. Perbandingan parameter hematologi sebelum dan

sesudah intervensi 27

Tabel 4.3. Perbandingan proporsi anak dengan skor T > 60

setelah intervensi 27

Tabel 4.4. Perbandingan rerata skor T CBCL setelah intervensi

antara kelompok besi dan plasebo 28 Tabel 4.5. Perbandingan rerata Skor T CBCL sebelum dan

sesudah intervensi 29

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual 17

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ADB : Anemia Defisiensi Besi dkk : dan kawan-kawan DA : Dopamine

GABA : γ- aminobutyric acid 5-HT : 5-hydroxytryptamine

MRI : Magnetic Resonance Imaging MAO : Monoamine oxidase

IQ :Intelligence Quotient Hb : Hemoglobin SD : Standar Deviasi

WHO : World Health Organization

MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobine Concentration

Fe : Ferrum

EP : Eritrosit Protoporfirin DNA : Deoxyribonucleic Acid CBCL : Child Behavior Checklist SD : Sekolah Dasar

SDN : Sekolah Dasar Negeri n1 : besar sampel

n2 : besar sampel α : kesalahan tipe I β : kesalahan tipe II

(14)

P2 : Proporsi efek yang diteliti (clinical judgement) Ht : Hematokrit

MCV : Mean Corpuscular Volume MCH : Mean Corpuscular Hemoglobine RBC : Red Blood Cell

RDW : Red Cell Distribution Width mg : miligram

kg : kilogram

ADHD : Attention Deficit Hyperactivity Disorder TIBC : Total Iron Binding Capacity

(15)

ABSTRAK

Latar belakang. Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan bentuk anemia

yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Terdapat sejumlah penelitian tentang hubungan antara status besi dengan perilaku, tetapi hal ini masih kontroversial.

Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi terhadap perilaku anak sekolah dasar yang menderita ADB.

Metode. Uji klinis acak tersamar tunggal dilaksanakan di Kecamatan Bilah Hulu, pada bulan November 2006 – April 2007. ADB ditegakkan bila dijumpai kadar Hb<12 g/dl, MCHC<31%, Indeks RDW>220 dan Indeks Mentzer (RBC/MCV)>13. Murid sekolah dasar (6 – 12 tahun) dengan ADB diikutsertakan dalam penelitian dan secara acak dibagi atas kelompok intervensi yang mendapatkan terapi besi 4-6 mg/kg/hari atau kelompok plasebo. Terapi diberikan selama 3 bulan. Orang tua diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List (CBCL) sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.

Hasil. Setelah 6 bulan, 110 anak mengikuti penelitian sampai akhir. Sebelum intervensi didapati 14 anak dengan skor T total>60. Seluruhnya memiliki skor T>60 untuk social problems dan 12 di antaranya memiliki skor T>60 untuk attention problems. Setelah intervensi, enam diantara anak tersebut memiliki skor T total<60. Empat di antaranya mendapatkan terapi besi. Tidak dijumpai perbedaan skor CBCL yang bermakna antara kelompok besi dengan plasebo. Dijumpai penurunan skor T eksternalisasi, skor T total dan attention problem yang bermakna secara statistik pada kelompok besi setelah intervensi dibandingkan sebelum intervensi dan tidak dijumpai perubahan bermakna pada kelompok plasebo.

Kesimpulan. Pada kelompok terapi besi didapati penurunan skor T CBCL

yang bermakna setelah intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah eksternalisasi,skor total dan attention problem.

(16)

ABSTRACT

Background. Iron deficiency anemia (IDA) is the most common form of anemia worldwide, especially in developing countries. There were some studies about the association between iron status and behavior, but it is still controversial.

Objective. To investigate whether iron therapy has an effect on behavior of children with Iron Deficiency Anemia (IDA)

Method. A randomized placebo-controlled clinical trial was conducted in Labuhan Batu on November 2006 – April 2007. Iron Deficiency Anemia was defined as Hb < 12gdl, MCHC < 31%, RDW index > 220 and Mentzer index > 13. Elementary school children ( 6–12 years old ) with IDA were randomly assigned to treatment group with a daily therapy of 6 mg iron/kg/day or placebo group for three months. The behavior were evaluated with Child Behavior Check List (CBCL) before and six months after intervention.

Results. After six months, 110 children completed the therapy. Before intervention, there was 14 children had total T scores>60. All those children also had T scores>60 for social problems and 12 of them had T scores>60 for attention problems. After intervension, 6 of them had total T scores<60. Four of them got iron therapy. There was no significant difference on score between iron and placebo group after intervention. There was statistically significant decreased on externalizing, total problems and attention problem score of treatment group with iron after intervention (p<0,05) and there was no significant deacresed in placebo group.

Conclusion. There was significant decreased on externalizing, total problems and attention problem scores in treatment group with iron.

(17)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin dan merupakan kelainan hematologi yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak.1,2 Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan dari sekitar 30% penduduk dunia yang menderita anemia, lebih dari setengahnya merupakan ADB.1 Di Indonesia menurut data dari Survei Rumah Tangga tahun 1995 40,5% anak balita dan 47,3% anak usia sekolah menderita ADB. Survei pada anak sekolah dasar berumur 7-15 tahun menunjukkan bahwa 50% dari seluruh jenis anemia yang diderita oleh anak sekolah tersebut merupakan ADB.3

Defisiensi besi merupakan defisiensi mikronutrien yang terpenting dan terbanyak ditemukan.3 Akibat dari defisiensi besi dapat berupa bidang hematologi (anemia) dan non hematologi (perilaku, epitel, dan neurokognitif).4

(18)

apakah gangguan tersebut dapat diatasi dengan pemberian besi.5,6 Iritabilitas dan anoreksia dapat menggambarkan suatu defisiensi besi, oleh karena dengan terapi besi perbaikan perilaku yang nyata seringkali dijumpai sebelum perbaikan hematologi yang signifikan.2

Lozoff dkk yang meneliti pengaruh jangka panjang defisiensi besi pada masa bayi mendapati bahwa setelah lebih dari 10 tahun, anak-anak dengan riwayat defisiensi besi lebih banyak mengalami masalah perilaku terutama dalam hal kecemasan/depresi, masalah sosial dan atensi dibandingkan dengan anak-anak tanpa riwayat defisiensi besi.7 Anak usia pra sekolah dengan defisiensi besi dengan atau tanpa anemia didapati memiliki masalah dalam atensi yang mengakibatkan kesulitan dalam fungsi kognitif yang lebih tinggi.8 Penelitian lain menunjukkan skor yang lebih rendah dalam uji kognitif pada remaja dengan ADB. Suatu penelitian yang melibatkan survei 5.389 anak Amerika usia 6 sampai 12 tahun menemukan bahwa 3 % diantaranya mengalami defisiensi besi dan anak dengan defisiensi besi dengan atau tanpa anemia dua kali lebih cenderung untuk bermasalah dalam hal matematika.9

(19)

bahwa perilaku secara khusus melibatkan sistim prefrontal-striatal dan hipokampus.7

Kebanyakan penelitian melaporkan tentang perilaku penderita ADB pada masa bayi. Penelitian tentang perilaku anak penderita ADB pada usia yang lebih tua serta pengaruh pemberian terapi besi terhadap perilaku tersebut masih sangat terbatas.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap perilaku anak sekolah dasar yang menderita ADB.

1.3. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah pemberian terapi besi memberikan pengaruh terhadap perilaku anak sekolah dasar yang menderita ADB.

1.4. Tujuan Penelitian

(20)

1.5.Manfaat penelitian

1.5.1. Manfaat dalam bidang akademik atau ilmiah:

– dapat diketahui gambaran jumlah anak yang menderita ADB pada populasi penelitian.

– dapat diketahui bagaimana perilaku anak yang menderita ADB. – dapat diketahui adakah manfaat pemberian terapi besi terhadap

perilaku anak.

1.5.2. Manfaat dalam pelayanan masyarakat:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi kebijakan di bidang kesehatan.

1.5.3. Manfaat dalam pengembangan penelitian:

(21)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Definisi Perilaku

Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan manusia yang dapat diamati secara langsung.10 Perilaku dalam pengertian yang luas meliputi perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Woodworth dan Marquis mengemukakan bahwa hal ini meliputi aktivitas motorik, aktivitas kognitif maupun aktivitas emosional.11

Burrhus Frederick Skinner membedakan perilaku atas:11

1. Perilaku yang alami (innate behavior), yang kemudian oleh Hergenhanh disebut juga sebagai respondent behavior , yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, perilaku yang bersifat refleksif.

(22)

2.1.2. Proses Terjadinya Perilaku

Pendekatan ‘neuroscience’ perilaku menekankan bahwa otak dan sistim saraf merupakan pusat dari pemahaman akan perilaku, pikiran dan emosi. Para ahli ‘neuroscience’ percaya bahwa dasar fisik dari pikiran dan emosi berada di otak. Impuls elektrik melalui sel otak, melepaskan substansi kimia yang memungkinkan manusia untuk berpikir, merasa dan berkelakuan.10

Dua sistim utama yang mengatur perilaku adalah sistim saraf dan endokrin. Selain itu faktor herediter dan evolusi manusia juga mempengaruhi perilaku.12 Otak dan sistim saraf memandu interaksi manusia dengan dunia sekitar, menggerakkan tubuh manusia dan mengarahkan adaptasi manusia terhadap lingkungan.10

Neuron mengirimkan informasi melalui axon dalam bentuk impuls elektrik atau gelombang. Untuk bergerak dari satu neuron ke neuron lain, informasi harus diubah dari impuls elektrik menjadi pesan kimia yang disebut neurotransmitter. Pada sinaps, dimana neuron bertemu, neurotransmitter dilepaskan ke dalam celah sempit yang memisahkannya.10 Dalam dekade terakhir ini, para ahli psikobiologi telah mengidentifikasi ratusan neurotransmitter.12

(23)

dalam pola stereotipi dari perilaku (seperti berjalan, tidur atau berbalik ke arah suara), dan sekelompok kecil neuron yang berhubungan dengan banyak daerah otak. Forebrain merupakan tingkat tertinggi dari otak. Struktur kunci forebrain adalah sistem limbik, thalamus, basal ganglia, hypothalamus dan korteks serebral. Sistem limbik berperan dalam memori dan emosi melalui dua struktur, yaitu amygdala (yang berperan dalam ketahanan dan emosi) dan hippocampus (yang berfungsi dalam penyimpanan memori). Thalamus merupakan struktur forebrain yang memantau makan, minum dan seks, mengarahkan sistem endokrin melalui kelenjar hipofisis dan berperan dalam emosi, stres dan penghargaan. Korteks serebral membentuk hampir seluruh lapisan luar otak. Fungsi mental yang lebih tinggi, seperti berpikir dan berencana, bertempat di korteks serebral.10,13

(24)

radikal pada beberapa hormon dapat menimbulkan gangguan patologis seperti depresi.12

Aktifitas kelenjar tiroid yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai gejala, seperti eksitabilitas berlebihan, insomnia, menurunnya atensi, fatigue, agitasi, karakter acting out dan kesulitan untuk memusatkan perhatian pada satu tugas. Kadar tiroksin yang terlalu rendah menyebabkan keinginan untuk tidur dan kelelahan yang konstan. Sehingga gangguan tiroid sering misdiagnosis sebagai depresi.12 Kelenjar adrenal berperan penting dalam mood, tingkat energi dan kemampuan menghadapi tekanan.10 Medulla adrenal mensekresikan epinephrine dan norepinephrine. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang mempengaruhi perilaku seksual.10,12,13

Sebagian besar perilaku manusia merupakan perilaku yang dibentuk atau yang dipelajari. Cara membentuk perilaku tersebut terdiri atas:11

1. Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan.

Cara ini didasarkan atas teori belajar kondisioning, baik yang dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner. Walaupun pendapat mereka tidak sepenuhnya sama, namun tidak jauh berbeda. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya perilaku tersebut akan terbentuk.

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

(25)

kognitif yang dalam eksperimennya mementingkan pengertian atau insight.

3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model

Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura.

2.2. Peranan Besi dalam Fisiologi Perilaku

(26)

daerah yang kaya akan besi juga memiliki kandungan dopamine (DA), γ

-aminobutyric acid (GABA), serotonin (5-hydroxytryptamine; 5-HT), dan neuropeptida yang tinggi.14 Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah digunakan untuk memetakan distribusi besi pada otak anak dan remaja. Konsentrasi tertinggi ditemukan di globus pallidus, nukleus kaudatus, putamen dan substansia nigra.16,17

Di antara berbagai pengaruh biologis besi, terdapat bukti bahwa besi juga berperan penting dalam fungsi neurologis dan perkembangan.16 Kebanyakan informasi ini diperoleh dari penelitian pada hewan, terutama tikus yang sengaja dibuat menderita defisiensi besi.14,18,19 Beberapa fungsi biologis besi yang berkaitan dengan besi otak adalah:14

1 Peran katalistik dalam proses enzimatik, yaitu: enzim siklus trikarboksilik (contoh: Succinate dehydrogenase, Aconitase), enzim fosforilasi oksidatif (contoh: cytochrome oxidase C) dan enzim metabolisme asam amino dan neurotransmitter (contoh: Phenylalanine hydroxylase, Monoamine oxidase (MAO), Aldehyde oxidase, Aminobutyric acid transaminase, Glutamate dehydrogenase).

2. Pengaruh pada fungsi reseptor D2.

3. Pengaruh pada neurotransmitter lainnya, yaitu: γ Aminobuturic acid

(GABA), Serotonin, Opiate-peptides.

(27)

5. Fungsi lain yang mungkin (belum ditemukan), yaitu: peran dalam sintesis protein dan mempertahankan sawar otak.

Dasar biologis dari keterlambatan perkembangan perilaku dan kognitif yang dijumpai pada bayi dengan defisiensi besi belum sepenuhnya dimengerti, tetapi kemungkinan meliputi:16,20

1. Abnormalitas pada metabolisme neurotransmiter

Besi diperlukan untuk sintesis berbagai enzim yang terlibat dalam sintesis neurotransmitter, yaitu tryptophan hydroxylase (serotonin) dan tyrosine hydroxylase (norepinephrine dan dopamin). Besi juga berkaitan dengan aktivitas monoamine oxidase, suatu enzim yang penting untuk degradasi neurotransmitter.16

2. Penurunan pembentukan myelin

Besi berperan penting dalam sintesis myelin, kemungkinan melalui peranannya dalam enzim yang mensintesis asam lemak dan melalui metabolisme energi glia (oligodendrosit).21

3. Perubahan dalam metabolisme energi otak.

Besi juga berperan dalam metabolisme energi neuron, kemungkinan melalui penyatuan postranslasional besi kedalam sitokrom dan efek selanjutnya pada transfer elektron dan adenosin trifosfat.21

(28)

menjadi sifatnya.22 Sistim dopaminergik berkembang pesat saat awal kehidupan postnatal dengan peningkatan yang cepat dalam jumlah dan densitas transporter dopamin, serta reseptor pada lapangan terminal sampai pada awal pubertas. Transporter dan reseptor monoamine lainnya juga secara aktif diekspresikan dalam perkembangan jaras neuron saat periode ini dengan modifikasi yang berlanjut dalam densitas sampai pubertas dan masa dewasa. Proyeksi monoamine ini memainkan peran penting dalam organisasi pertumbuhan akson dan formasi sinaps saat fase awal pertumbuhan otak tetapi dengan pertambahan usia berubah ke peran neurotransmisi yang lebih tradisional. Meskipun kebanyakan penelitian tentang besi otak dan neurotransmitter berpusat pada dopamin, terdapat bukti bahwa metabolisme serotonin dan norepinephrine juga berubah pada insufisiensi besi otak.

Neurotransmitter lain yang telah diteliti adalah γ aminobutyric acid.16

(29)

perilaku dalam kelas, kemampuan dalam uji IQ, belajar dan prestasi sekolah, walaupun hubungan kausal masih belum dipastikan.14

2.3. Anemia Defisiensi Besi

Dikatakan anemia apabila didapati keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di bawah 2 SD dari rerata hemoglobin sesuai usia dan jenis kelamin.23 Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.1

Kriteria diagnosis menurut WHO:24

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia Nilai normal Hb:23

Bayi – usia 6 tahun Hb: 11 g/dl 6 tahun – 14 tahun Hb: 12 g/dl Laki-laki dewasa Hb: 13 g/dl Wanita dewasa Hb: 12 g/dl Wanita hamil Hb: 11 g/dl

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (MCHC) < 31% (N:32-35%) 3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N: 80-180 ug/dl)

4. Saturasi transferin < 15% (N: 20-50%) Serum feritin < 10-12 ug/l

(30)

Indeks Mentzer dan indeks RDW (Red Cell Distribution Width) dapat membantu membedakan defisiensi besi dengan thalassemia minor. Indeks Mentzer merupakan hasil perhitungan MCV/RBC. Bila hasil perhitungan >13 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi, namun bila <13 merupakan indikasi untuk talasemia trait. RDW menunjukkan variabilitas bentuk eritrosit (anisositosis) yang juga merupakan manifestasi awal terjadinya defisiensi besi. Indeks RDW (MCV/RBC x RDW) >220 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi dan bila <220 merupakan indikasi thalassemia minor.4,25

(31)

2.4. Penilaian Perilaku

Penilaian perilaku atau karakter personal seringkali berdasarkan pada kuesioner yang dilengkapi oleh orangtua atau guru.28 Beberapa contoh instrumen yang dapat membantu dalam mendeteksi masalah perilaku adalah Temperament and Atypical Behavior Scale, Child Behavioral Check List (CBCL), The Carey Temperament Scales, Eyberg Child Behavior Inventory, Pediatric Symptom Checklist dan Family Psychosocial Screening.29

CBCL dibuat oleh Thomas Achenbach,30,31 diawali dengan deskripsi masalah-masalah yang dihadapi oleh orangtua dan para profesional kesehatan mental. Deskripsi ini berdasarkan pada penelitian terdahulu, literatur klinis dan penelitian, serta konsultasi dengan psikolog klinis dan perkembangan, psikiater anak dan pekerja sosial kejiwaan. Akhirnya didapati 118 item seperti yang terdapat pada lampiran 3. CBCL dapat digunakan untuk berbagai area penelitian.31

(32)
(33)

2.5. Kerangka Konseptual - metabolisme energi otak

(34)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Uji klinis acak tersamar tunggal.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di 5 Sekolah Dasar ( SD ) di Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara pada bulan November 2006 sampai April 2007.

3.3. Populasi Penelitian dan Sampel

Populasi target penelitian adalah siswa SD berusia 6 – 12 tahun yang menderita ADB. Populasi terjangkau adalah murid dari 5 Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Bilah Hulu yang menderita ADB, yaitu: SDN 112172, SDN 117836, SDN 112170, SDN 118252 dan SDN 112171. Sampel penelitian adalah siswa SD yang menderita ADB. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

(35)

n1=n2 = (Z √2PQ + Z √_P1Q1 + P2Q2)2

(P1-P2)2

n1=n2 = besar sampel α = kesalahan tipe I

β = kesalahan tipe II

Zα = deviat baku normal untuk kesalahan tipe I

Zβ = deviat baku normal untuk kesalahan tipe II P1 = Proporsi efek standar7 = 0,56

Q1 = 1- P1

P2 = Proporsi efek yang diteliti (clinical judgement)= 0,3

Q2 = 1-P2

P = ½ (P1+P2)

Q = 1-P

(36)

3.5. Kriteria Penelitian

3.5.1 Kriteria inklusi

1. Anak menderita ADB

2. Mendapat persetujuan tertulis dari orangtua

3.5.2. Kriteria eksklusi

1. Menderita penyakit darah yang lain, gizi buruk, penyakit ginjal dan penyakit infeksi kronis lain

2. Dijumpai gangguan neurologis yang nyata 3. Anemia berat, yaitu Hb < 7 g/dl

3.6. Persetujuan/Informed consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orangtua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami, pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. Formulir persetujuan setelah penjelasan (PSP) dan draft penjelasan sebagaimana terlampir dalam tesis ini.

3.7. Etika Penelitian

(37)

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

- Semua anak sekolah dasar usia 6-12 tahun di populasi terjangkau diambil darah kapiler dengan cara menusukkan jarum di jari tengah tangan kiri. Dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobine (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentrate (MCHC), jumlah eritrosit (RBC) and Red Blood Cell Distribution Width (RDW) dengan alat auto analyzer ( ABX Mikros-60, France ).

- Anak yang menderita ADB diikutsertakan dalam penelitian.

- Orang tua diminta untuk mengisi kuesioner CBCL versi bahasa Indonesia setelah diberi penjelasan tentang cara mengisi sebelumnya - Dilakukan randomisasi pemberian obat besi (Fe) dan plasebo dengan

randomisasi sederhana cabut nomor. Untuk masing - masing anak, petugas mengambil gulungan kertas yang ditempatkan dalam kotak. Peneliti membuka gulungan kertas, anak yang mendapatkan nomor ganjil dimasukkan ke dalam kelompok besi.

- Kelompok intervensi mendapat terapi besi dengan dosis 4 - 6 mg besi elemental per kilogram berat badan per hari, yaitu kapsul berisi sulfas ferosus 200 mg (40 mg besi elemental) diberikan 3 kali sehari. Anak meminum obat di depan guru atau orangtuanya

(38)

- Data antropometri yang diambil:

1. Berat badan: diukur dengan alat timbangan merk Camry (sensitifitas 0,5 kg), anak hanya memakai pakaian minimal berupa seragam sekolah.

2. Tinggi badan: diukur dengan pengukur tinggi merk MIC (sensitifitas 0,5 cm), tanpa alas kaki.

- Orang tua kembali diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List versi bahasa Indonesia enam bulan setelah pemberian preparat besi

3.9. Identifikasi Variabel

3.9.1 Variabel bebas:

– jenis obat (skala nominal) 3.9.2 Variabel tergantung:

– perilaku, berupa:

– jumlah anak dengan skor T CBCL > 60 (skala nominal) – rerata skor T CBCL (skala numerik)

3.9.3 Variabel perancu: – status gizi

(39)

3.10. Definisi Operasional

- ADB: kadar Hb < 12 g/dl, MCHC < 31%, Indeks RDW > 220 dan Indeks Mentzer (RBC/MCV) >13.

- Jenis obat: intervensi obat dalam penelitian, terdiri atas terapi besi atau plasebo.

- Terapi besi: kapsul berisi sulfas ferosus 200 mg (40 mg besi elemental) diberikan 3 kali sehari (dosis 4 - 6 mg besi elemental per kilogram berat badan per hari).

- Plasebo: sakarin laktis dan dikemas dalam kapsul dengan warna, bentuk dan ukuran yang sama dengan preparat Fe.

- Perilaku: segala sesuatu yang dilakukan anak sehari-hari yang dapat diamati secara langsung, yang dinilai dengan menggunakan kuesioner Child Behavior Check List (CBCL) dalam bentuk skor T.

- Status gizi: keadaan gizi anak berdasarkan nilai normal menurut usia dan jenis kelamin.

- Pola makan: kebiasaan makan anak sehari-hari.

(40)

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

(41)

BAB 4. HASIL

Selama periode penelitian dari 300 anak SD yang diperiksa, didapatkan 156 (52%) anak yang menderita ADB. Secara acak sedehana, 115 anak dipilih menjadi sampel. Kemudian sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu 57 anak untuk kelompok yang mendapat terapi besi dan 58 anak untuk kelompok yang mendapat plasebo. Hanya 110 anak yang menyelesaikan penelitian sampai akhir selama 6 bulan, yang terdiri dari 55 anak pada kelompok terapi besi dan 55 anak pada kelompok plasebo (Gambar 4.1).

Dari hasil pemeriksaan darah, jawaban kuesioner dan penilaian CBCL sebelum intervensi didapatkan kedua kelompok perlakuan tidak mempunyai karakteristik yang berbeda ( Tabel 4.1 ).

Pemeriksaan darah

Mengikuti sampai akhir penelitian n=55

Mengikuti sampai akhir penelitian n=55

Plasebo n=58

(42)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Parameter Besi Plasebo

n 57 58

- Perguruan Tinggi

2 (3,5) Penghasilan Orang tua; n (%)

- ≤ Rp 300.000,-

Indeks Mentzer; rerata ( SD ) Indeks RDW; rerata ( SD )

Skor CBCL; rerata ( SD ): CBCL Summary Measures

- Skor T Internalisasi

- Skor T Eksternalisasi

- Skor T Total

- Skor T Internalisasi

- Skor T Eksternalisasi

(43)

Terdapat peningkatan yang bermakna kadar hemoglobin pada kedua kelompok setelah 3 bulan terapi ( Tabel 4.2 ).

Tabel 4.2. Perbandingan parameter hematologi sebelum (1) dan sesudah(2) intervensi

Parameter Kelompok Sebelum Sesudah P Interval

intervensi intervensi Kepercayaan 95%

Hb Besi 10,12 (1,302) 12,34 (1,327) 0,001* -2,65 ; -1, 80

Nilai dalam rerata (SD)

Tidak dijumpai perbedaan proporsi anak dengan skor T > 60 (Tabel 4.3) maupun rerata skor CBCL (Tabel 4.4) yang bermakna antara kedua kelompok setelah intervensi

Tabel 4.3 Perbandingan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah intervensi

Parameter Besi Plasebo P Interval

(44)

Tabel 4.4. Perbandingan rerata skor T CBCL setelah intervensi antara kelompok besi dan plasebo

Parameter Besi Plasebo P

CBCL Summary Measures

- Somatic Complaints - Anxious/Depressed - Social Problems - Thought Problems - Attention Problems - Delinquent Behavior - Agressive Behavior

42,6 (9,95) Nilai dalam rerata (SD)

(45)

Tabel 4.5. Perbandingan rerata skor T CBCL sebelum (1) dan sesudah (2)

- Somatic Complaints

- Anxious/Depressed

- Social Problems

- Thought Problems

- Attention Problems

- Delinquent Behavior

- Agressive Behavior

CBCL Summary Measures

- Somatic Complaints

- Anxious/Depressed

- Social Problems

- Thought Problems

- Attention Problems

- Delinquent Behavior

- Agressive Behavior

43,82(9,84) Nilai dalam rerata (SD)

(46)

BAB 5. PEMBAHASAN

(47)

kausal antara defisiensi besi saat masa perkembangan dengan defisit fungsi kognitif dan perilaku menyimpulkan bahwa hubungan kausal antara kedua hal ini masih belum dapat dipastikan.35

Otak berada pada masa yang sangat rentan saat periode kritis perkembangan, yaitu pada trimester akhir kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan, suatu periode dimana otak berkembang dengan cepat.35,36 Pada berbagai penelitian longitudinal mengenai defisiensi besi di masa awal menunjukkan bahwa anak dengan anemia pada masa bayi cenderung memiliki fungsi kognitif, prestasi sekolah dan gangguan perilaku lebih buruk dibandingkan dengan anak yang tidak anemia. Bila anak menderita anemia defisiensi besi saat berusia < 2 tahun, walaupun sudah diberikan suplemen besi anak tersebut tidak bisa mengejar perkembangan anak yang tidak menderita anemia.5

(48)

memiliki skor T > 60 untuk social problems dan 12 orang di antaranya memiliki skor T > 60 untuk attention problems. Setelah intervensi, enam orang diantara anak tersebut memiliki skor T total < 60. Empat orang di antaranya mendapatkan terapi besi dan dua orang mendapat plasebo.

Mayoritas penelitian pada manusia berpusat pada defisiensi besi pada bayi berusia 12-24 bulan. Sedikit penelitian yang menilai apakah defisiensi besi di luar periode perkembangan berhubungan dengan perubahan perilaku, kognisi dan fungsi otak.16 Suatu penelitian pada anak usia pra sekolah mendapati bahwa anak yang menderita ADB menunjukkan perhatian sosial yang kurang, lebih cepat bergerak mendekati ibunya, dan lebih lambat menunjukkan afek positif serta menyentuh mainan baru dibandingkan anak yang tidak menderita ADB. Hal ini menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi pada usia pra sekolah memberikan pengaruh terhadap perilaku dan afek seperti yang dilaporkan pada ADB pada masa bayi.37 Penelitian pada remaja yang mengalami defisiensi besi, namun tidak anemia, menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan terapi besi memperoleh hasil yang lebih baik dalam uji pembelajaran verbal dan memori dibandingkan kelompok kontrol yang mendapat plasebo.38

(49)

behavior dan aggressive behavior.31 Berbagai penelitian secara konsisten melaporkan hubungan antara defisiensi besi dengan perubahan sistem dopamine.16,22,39 Dopamine berperan dalam sistem aktivasi dan inhibisi perilaku,22 bahkan telah dikaitkan dengan ADHD.34

Untuk pengobatan ADB, pemberian besi bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb menjadi normal dan mengisi cadangan besi. Sangat penting untuk mengobati penyebab terjadinya ADB seperti meningkatkan asupan nutrisi yang mengandung energi, protein dan besi yang cukup.3 Pada penelitian ini didapati peningkatan kadar Hb yang bermakna pada kedua kelompok setelah intervensi. Sebelum intervensi besi, kami memberikan edukasi nutrisi kepada keluarga, anak-anak dan guru berupa jenis-jenis makanan yang banyak mengandung besi dan yang dapat meningkatkan atau menurunkan absorbsi besi.

Kelemahan dari penelitian ini adalah terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku, yaitu defisiensi zat gizi lain yang tidak terdeteksi, keterbatasan tingkat pengetahuan serta emosi orangtua serta faktor lingkungan.7,40-42 Selain itu, sebagaimana kuesioner lainnya, karakteristik pemberi informasi, dalam hal ini orang tua dapat mempengaruhi skor.31

(50)

yang efektif untuk menemukan permasalahan pada masa anak. Namun orangtua tidak selalu akurat, 20% - 25% orangtua tidak merasa khawatir pada keadaan dimana perkembangan anak sudah seharusnya dikhawatirkan, dan banyak orangtua khawatir pada keadaan yang tidak perlu dikhawatirkan.43 Multi-informan memberikan kemungkinan untuk menilai anak dari berbagai sudut pandang. Dengan membandingkan penilaian orangtua dengan yang lain, seperti guru, dapat membantu dalam menilai konsistensi permasalahan.29,44,45 Pada penelitian ini, penilaian perilaku hanya berdasarkan pada pendapat orangtua.

(51)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pada kelompok terapi besi didapati penurunan skor T CBCL yang bermakna setelah intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah eksternalisasi, skor total dan attention problem.

6.2. Saran

(52)

RINGKASAN

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Survei Rumah Tangga di Indonesia pada tahun 1995 menunjukkan bahwa 47,3% anak usia sekolah menderita ADB.

Dalam tiga dekade terakhir, terdapat sejumlah penelitian tentang hubungan antara status besi dengan kognitif dan perilaku, tetapi hal ini masih kontroversial. Kebanyakan penelitian melaporkan tentang perilaku penderita ADB pada masa bayi. Penelitian tentang perilaku anak penderita ADB pada usia yang lebih tua serta pengaruh pemberian terapi besi terhadap perilaku tersebut masih sangat terbatas. Pada penelitian ini kami ingin melihat pengaruh pemberian terapi besi terhadap perilaku anak sekolah dasar yang menderita ADB.

(53)

orangtua. ADB ditegakkan bila dijumpai kadar Hb < 12 g/dl, MCHC < 31%, Indeks RDW > 220 dan Indeks Mentzer (RBC/MCV) >13. Kriteria eksklusi adalah menderita penyakit darah yang lain, gizi buruk, penyakit ginjal dan penyakit infeksi kronis lain, dijumpai gangguan neurologis yang nyata dan anemia berat. Dilakukan randomisasi pemberian obat Fe dan plasebo dengan randomisasi sederhana cabut nomor. Preparat besi (Sulfas Ferosus) 4-6 mg elemental Fe/KgBB/hari diberikan untuk kelompok yang mendapatkan Fe. Perilaku anak dinilai dengan CBCL yang diisi oleh orangtua sebelum intervensi dan 6 bulan setelah intervensi.

Didapati 110 anak yang menyelesaikan penelitian sampai akhir. Sebelum intervensi didapati 14 anak dengan skor T total>60. Seluruhnya memiliki skor T>60 untuk social problems dan 12 di antaranya memiliki skor T>60 untuk attention problems. Setelah intervensi, enam diantara anak tersebut memiliki skor T total<60. Empat di antaranya mendapatkan terapi besi. Tidak didapati perbedaan bermakna pada skor CBCL antara kelompok besi dengan plasebo setelah intervensi. Dijumpai penurunan skor T eksternalisasi, skor T total dan attention problem yang bermakna secara statistik pada kelompok besi setelah intervensi dan tidak dijumpai perubahan yang bermakna pada kelompok plasebo.

(54)

SUMMARY

Iron deficiency anemia (IDA) is the most common form of anemia worldwide, especially in developing countries. Family Surveilance in Indonesia in 1995 showed that 47,3% of school aged children suffered from IDA.

Over the past three decades, there have been a considerable number of studies on the relationship between iron status and cognition, and behavior, but the topic remain controversial. Majorities of studies on behavior of children with IDA had a focus on iron deficient infants 12 – 24 months of age. There is still limited studies of children who are older.

In this study we want to investigate whether iron therapy has an effect on behavior of elementary school children with iron deficiency anemia.

(55)

After six months, 110 children completed the therapy. Before intervention, there was 14 children had total T scores>60. All those children also had T scores>60 for social problems and 12 of them had T scores>60 for attention problems. After intervension, 6 of them had total T scores<60. Four of them got iron therapy. There was no significant difference on score between iron and placebo group after intervention.There was statistically significant decreased on externalizing, total problems T score and attention problems of treatment group with iron after intervention ( p<0,05 ) and there was no significant deacresed in placebo group.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Raspati H, Reniarti L, Susanah S, ADB, Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting, Buku ajar hematologi onkologi anak. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2005. h. 30-43

2. Glader B. Anemias of inadequate production. Dalam: Behrman RE, Kligman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004. h. 1614-16

3. Abdulsalam M, Diagnosis, pengobatan dan pencegahan anemia defisiensi besi pada bayi dan anak, Dalam: Triasih R, penyunting, Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM, 2005. h. 55-64

4. Sandoval C, Jayabose S, Eden AN. Trends in diagnosis and management of iron deficiency during infancy and early childhood. Hematol Oncol Clin N Am. 2004;18: 1423-38

5. McGregor SG, Ani C. A review of studies on the effect of iron deficiency on cognitive development in children. J. Nutr. 2001; 131:649S-68S

6. Saloojee H, Pettifor JM. Iron deficiency and impaired child development, the relation may be causal, but it may not be a priority for intervention. BMJ. 2001; 323:1377-8

7. Lozoff B, Jimenez E, Hagen J, Mollen E, Wolf AW. Poorer behavioral and developmental outcome more than 10 years after treatment for iron deficiency in infancy. Pediatrics. 2000; 105: e51-61

8. Yager JY, Hartfield DS. Review neurologic manifestations of iron deficiency in childhood. Pediatr Neurol. 2002; 27: 85-92

9. Halterman JS, Kaczorowski JM, Aligne CA, Auinger P, Szilagyi PG. Iron deficiency and cognitive achievement among school-aged children and adolescents in the United States. Pediatrics. 2001;107:1381-6. 10. Santrock JW. Psychology. Boston: McGraw-Hill, 2005. h. 6-12.

11. Walgito B. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi, 2004. h. 9-73.

12. Morris CG, Maisto AA. Basic psychology. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005. h.43-82

13. Ganong WF. Review of medical physiology. Edisi ke-21. Boston: McGraw-Hill, 2005. h.256-65.

14. Sachdev P. The neuropsychiatry of brain iron. J Neuropsychiatry Clin Neurosci. 1993; 5:18-29.

15. Beard JL. Iron biology in immune function, muscle metabolism and neuronal functioning. J Nutr. 2001;131:568S–580S.

(57)

17. Aoki S, Okada O, Nishimura K, Barkovich AJ, Kjos BO, Brasch RC, et al. Normal deposition of brain iron in childhood and adolescence: MR imaging at 1.5 T1. Radiology. 1989;172:381-385.

18. Pinero DJ, Jones BC, Beard JL. Variations in dietary iron alter behavior in developing rats. J Nutr. 2001;131:311-8.

19. Beard J, Erikson KM, Jones BC. Neonatal iron deficiency results in irreversible changes in dopamine function in rats. J. Nutr. 2003;133:1174–79.

20. Lozoff B, Beard J, Connor J, Felt B, Georgieff M, Schallert T. Long-lasting neural and behavioral effects of iron deficiency in infancy. Nutr Rev. 2006;64:S34-S91.

21. Georgieff MK. Iron in the brain: its role in development and injury. NeoReviews. 2006;7:e344-52.

22. Lozoff B, Black MM. Impact of micronutrient deficiencies on behavior and development. Dalam: Pettifor J, Zlotkin SH, penyunting. Nutrition-micronutrient deficiencies during the weaning period and the first years of life. Basel: Karger, 2003. h. 119-35.

23. Dallman PR. Nutritional Anemia. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting. Rudolps Pediatrics. Edisi ke-20. Connecticut: Appleton & Lange; 1996. h. 1176-80.

24. DeMaeyer DM, Dallman P, Gurney JM, Hallberg L, Sood SK, Srikantia SG. Preventing and controlling iron deficiency anaemia through primary health care, a guide for health administrators and programme managers. Switzerland: World Health Organization, 1989: 26.

25. WHO. Iron deficiency anemia: assessment, prevention and control. Geneva: WHO, 2001. h. 33-45.

26. Irwin JJ, Kirchner JT. Anemia in Children. Am Fam Physician. 2001;64:1379-86.

27. Andraca I, Castillo M, Walter T. Psychomotor development and behavior in iron-deficient anemic infants. Nutr Rev. 1997; 55:125-32. 28. Boris NW, Forman MA, Daruna JH. The clinical interview (history).

Dalam: Behrman RE, Kligman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 69-70.

29. American Academy Of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Developmental surveillance and screening of infants and young children. Pediatrics 2001;108:192-6.

30. Achenbach TM, Ruffle TM. The child behavior checklist and related forms for assessing behavioral/emotional problems and competencies. Pediatr Rev. 2000;21:265-71.

(58)

32. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2008. h. 314.

33. Clark SF. Iron deficiency anemia. Nutr Clin Pract. 2008;23:128-41. 34. Konofal E, Lecendreux M, Arnulf I, Mouren M. Iron deficiency in

children with attention-deficit/hyperactivity disorder. Arch Pediatr Adolesc Med. 2004;158:1113-1115.

35. McCann JC, Ames BN. An overview of evidence for a causal relation between iron deficiency during development and deficits in cognitive or behavioral function. Am J Clin Nutr. 2007;85:931-45.

36. Georgieff MK. Nutrition and the developing brain: nutrient priorities and measurement. Am J Clin Nutr. 2007;85:614S-24S.

37. Lozoff B, Corapci F, Burden MJ, Kaciroti N, Angulo-Barroso R, Sazawal S, et al. Preschool-aged children with iron deficiency anemia show altered affect and behavior. J Nutr. 2007;137:683-9.

38. Bruner AB, Joffe A, Duggan AK, Casella JF, Brandt J. Randomised study of cognitive effects of iron supplementation in non-anaemic iron-deficient adolescent girls. Lancet. 1996;348:992-6.

39. Erikson Km, Jones BC, Beard JL. Iron deficiency alters dopamine transporter functioning in rat striatum. J. Nutr. 2000;130:2831–2837. 40. D. Kowaleski-Jones L, Duncan GJ. The structure of achievement and

behavior across middle childhood. Child Dev. 1999;70:930-43.

41. Ma S, Truong K, Sturm R. School characteristics and behavior problems of U.S. fifth-graders. Psychiatric services. 2007;58:610.

42. Berk LE. Infants and children, prenatal through middle childhood. Edisi ke-2. Boston: Allyn & Bacon; 1996. h.467-507.

43. Glascoe FP. Developmental screening. Dalam: Parker S, Zuckerman B, penyunting. Behavioral and developmental pediatrics, a handbook for primary care. Boston: Little Brown Company; 1995. h. 25-9.

44. Rudan V, Begovac I, Szirovicza L, Filipovic O, Skocic M. The child behavior check list, teacher report form and youth self reported problem scales in a normative sample of croatian children and adolescents aged 7 – 18. Coll Antropol. 2005;29:17-26.

(59)

Lampiran 1

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :………

Umur :………

Pekerjaan :……… Alamat :……… Adalah orangtua (ayah/ibu/wali) dari:

Nama :………

Kelamin :………

Murid SD :………

Kelas :………

Alamat :………

Saya selaku orangtua (ayah/ibu/wali), setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul:

PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA

DEFISIENSI BESI SETELAH PEMBERIAN TERAPI BESI, dan setelah

mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengizinkan dengan suka rela ANAK SAYA menjadi subjek penelitian tersebut; dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

(60)

Lampiran 2.

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

Kepada Yth Bapak/ Ibu…

Bersama ini kami ingin menyampaikan kepada Bapak/ Ibu bahwa Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai perilaku anak usia sekolah dasar yang menderita anemia (kurang darah) setelah mendapat pengobatan dengan zat besi.

Hingga saat ini kekurangan zat besi merupakan penyebab paling banyak anemia gizi diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Anak merupakan kelompok umur yang sering menderita kekurangan zat besi, yang merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

Di Indonesia, sekitar 47,3 % anak usia sekolah menderita anemia defisiensi besi, yang sering dijumpai bersamaan dengan keadaan anak yang kurang gizi. Zat besi banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, meningkatkan daya tahan tubuh dan konsentrasi belajar. Kekurangan zat besi menberikan dampak yang negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan hubungan antara anemia defisiensi besi dengan perilaku dan perkembangan pada bayi dan anak. Dalam tiga dekade terakhir, terdapat sejumlah penelitian tentang hubungan antara status besi dengan kognitif dan perilaku, tetapi hal ini masih kontroversial. Defisiensi besi pada anak usia sekolah menyebabkan gangguan pemusatan perhatian dan gangguan kognitif, terutama matematika. Lozoff dkk yang meneliti pengaruh jangka panjang defisiensi besi pada masa bayi mendapati bahwa setelah lebih dari 10 tahun, anak-anak dengan riwayat defisiensi besi lebih banyak mengalami masalah perilaku terutama dalam hal kecemasan/depresi, masalah sosial dan atensi dibandingkan dengan anak-anak tanpa riwayat defisiensi besi. Mengingat dampak tersebut, penting bagi kita untuk mencoba melakukan pengamatan untuk mengetahui manfaat pemberian zat besi terhadap perilaku anak usia sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi.

(61)

perilaku anak, orangtua diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaaan seputar perilaku anak yang dilakukan dengan cara wawancara. Juga dilakukan pemeriksaan feses/kotoran buang air besar untuk mengetahui apakah anak menderita penyakit kecacingan yang akan mempengaruhi hasil pengamatan. Pada anak yang menderita anemia defisiensi besi, akan diberikan zat besi selama 3 bulan secara terus menerus. Setelah bulan keenam dilakukan kembali penilaian perilaku dan dibandingkan dengan penilaian sebelum diberikan zat besi.

Bapak/ Ibu yang kami hormati, kami sangat mengharapkan dukungan dan bantuan dari Bapak/ Ibu untuk memberikan ijin kepada kami untuk melakukan penelitian tersebut kepada putra/putri Bapak/ Ibu, karena akan memberikan sumbangsih yang berguna bagi kami bagian pendidikan khususnya, dan bermanfaat bagi si anak serta masyarakat pada umumnya.

Bapak/ Ibu serta putra/putri anda bebas menolak ikut atau mengundurkan diri dalam penelitian ini. Semua data penelitian akan diperlakukan secara rahasia, sehingga tidak memungkinkan orang lain mengetahui data penderita. Semua biaya penelitian akan ditanggung oleh peneliti.

Dengan ikut sertanya putra/putri Bapak/ Ibu dalam penelitian ini akan didapatkan manfaat sebagai berikut:

- Bapak/ Ibu beserta putra/putri anda akan mengetahui apakah menderita anemia defisiensi besi dan penyakit kecacingan serta mendapatkan pengobatan

- Bapak/ Ibu beserta putra/putri anda dan para dokter akan mendapatkan kesempatan untuk mengetahui apakah pemberian zat besi memberikan pengaruh terhadap perilaku anak.

Bapak/ Ibu dapat menghubungi Peneliti setiap waktu bila ingin menanyakan masalah kesehatan putra / putri anda atau masalah lain seputar penelitian ini yang belum Anda pahami melalui:

Dr. Rina Amalia Caromina Saragih Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial

Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAdam Malik Jl. Bunga Lau No. 17 Medan

Telp. 8365663

Atau Jl. Sei Belutu No.96, Medan

Telepon: (061)77562038/ 085270560913.

(62)

Lampiran 3 No. urut Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

KUESIONER PENELITIAN

Tanggal: Pencatat: 1. Nama Anak :

2. Tanggal Lahir : Umur : [ ] tahun, [ ] bulan 3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

(63)

9. Perkiraan rata-rata penghasilan perbulan dalam 1 tahun terakhir :

10. Jumlah pengeluaran untuk makan dan bukan makanan 1 bulan yll: Rp...

11. Pemeriksaan:

Berat Badan: ... Kg Tinggi Badan: ...cm BB/TB... Berat badan lahir:...Kg Lingkaran Lengan Atas ...cm

Untuk obesitas & Overweight: Ling. Dada : ... cm Ling. Pinggang...cm

Ling. Pinggul... cm

- Waktu Bayi : ASI/PASI sampai umur...bulan Buah : umur...bulan

Makanan saring : umur...bulan Makanan lunak : umur...bulan Nasi biasa: umur...

- Mulai Sekolah: Makan nasi: ... kali, makanan selingan:... kali, Jenis makanan selingan :... Minum Susu:... kali

(64)

Lampiran 4. Child Behavior Check List

Dibawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang menggambarkan keadaan anak – anak. Untuk setiap pernyataan yang menggambarkan keadaan anak anda saat ini atau selama 6 bulan terakhir ini, lingkari angka 2 jika pernyataan itu sangat tepat atau sering kali menggambarkan keadaan anak anda. Lingkari angka 1, jika pernyataan itu sedikit banyak atau kadang – kadang dapat menggambarkan keadaan anak anda. Jika pernyataan itu tidak dapat menggambarkan anak anda, lingkari angka 0.

Keterangan : 0 = tidak tepat (sejauh pengetahuan anda) 1 = kadang – kadang tepat

2 = tepat sekali atau sering kali tepat

0 1 2 1. Bertingkah laku terlalu muda bagi

usianya.

0 1 2 2. Alergi

(jelaskan) : _________________________

___________________________________

0 1 2 3. Banyak membantah

0 1 2 4. Asma

0 1 2 5. Bertingkah laku seperti lawan jenisnya (laki – laki / perempuan).

0 1 2 6. Buang air besar di celana (diluar WC).

0 1 2 7. Membual, mulut besar.

0 1 2 8. Tidak bisa berkonsentrasi, tidak bisa memperhatikan untuk waktu yang lama.

0 1 2 9. Tidak bisa menghilangkan pikiran –

pikiran tertentu; obsesi

(jelaskan) : _________________________

___________________________________

0 1 2 10. Tidak bisa duduk diam, gelisah atau lain atau ”jahat” pada orang lain.

0 1 2 17. Melamun

0 1 2 18. Sengaja melukai diri atau berusaha bunuh diri

0 1 2 19. Menuntut banyak perhatian

0 1 2 20. Merusak barang – barangnya sendiri

0 1 2 21. Merusak barang – barang milik

keluarganya atau orang lain.

0 1 2 22. Tidak patuh di rumah

(misalnya makan kotoran/minum bensin)

(jelaskan) : __________________________

___________________________________

0 1 2 29. Takut terhadap binatang, keadaan, atau tempat tertentu selain sekolah.

(jelaskan) : __________________________

___________________________________

0 1 2 30. Takut sekolah

0 1 2 34. Merasa orang lain akan mencelakakannya

0 1 2 35. Merasa tidak berharga atau rendah diri.

0 1 2 36. Sering terluka, mudah tertimpa

kecelakaan.

(65)

65

0 1 2 38. Sering dipermainkan.

0 1 2 39. Berkelompok dengan asnak – anak lain yang bermasalah.

0 1 2 40. Mendengar bunyi – bunyi atau suara – suara yang tidak ada. (jelaskan) : ________

___________________________________

0 1 2 41. Impulsif atau bertindak tanpa berpikir.

0 1 2 42. Lebih senang sendiri daripada bersama orang lain.

0 1 2 43. Berbohong atau curang.

0 1 2 44. Menggigit – gigit kuku. 0 1 2 45. Gugup atau tegang

0 1 2 46. Gerakan – gerakan gugup atau kedutan

(jelaskan) : __________________________

___________________________________

0 1 2 47. Mimpi buruk medis yang diketahui :

a. Nyeri atau rasa sakit (bukan sakit kepala) b. Sakit kepala

c. Mual

d. Masalah dengan mata (jelaskan) ______________________________

e. Gatal – gatal atau masalah kulit yang lain.

f. Sakit perut atau kejang perut

g. Muntah

h. Lain – lain (jelaskan)

______________________________

0 1 2 57. Menyerang orang – orang secara fisik.

0 1 2 58. Mengupil, menggaruk kulit atau bagian – bagian tubuh lainnya

(jelaskan) : __________________________

___________________________________

0 1 2 59. Mempermainkan alat kelaminnya di

0 1 2 66. Terus menerus mengulangi perbuatan – perbuatan tertentu, kompulsi

(jelaskan) : __________________________

0 1 2 67. Melarikan diri dari rumah

0 1 2 68. Banyak berteriak

0 1 2 69. Suka berahasia, menutup diri

0 1 2 70. Melihat hal – hal yang tida ada

(jelaskan) : __________________________

___________________________________

(66)

66

0 1 2 84. Tingkah laku aneh, (jelaskan) : __________

0 1 2 85. Pikiran aneh, (jelaskan) : ______________

0 1 2 86. Keras kepala, cemberut atau mudah marah.

0 1 2 87. Perubahan – perubahan mendadak dalam suasana hati atau perasaan.

0 1 2 88. Sering uring – uringan.

0 1 2 89. Curiga.

0 1 2 90. Menyumpahi atau bicara kotor.

0 1 2 91. Berbicara tentang bunuh diri.

0 1 2 92. Berbicara atau berjalan dalam tidur

(jelaskan) : _________________________

___________________________________

0 1 2 93. Terlalu banyak bicara

0 1 2 94. Banyak mempermainkan/menggoda

0 1 2 95. Mengamuk

___________________________________

0 1 2 101. Membolos untuk tujuan non – medis

(jelaskan) : _________________________

___________________________________

0 1 2 106. Merusak barang milik umum

0 1 2 107. Ngompol di siang hari.

0 1 2 108. Ngompol di tempat tidur

0 1 2 109. Merengek

0 1 2 110. Ingin menjadi lawan jenisnya.

0 1 2 111. Menarik diri, tidak melibatkan diri dengan orang lain.

0 1 2 112. Merasa khawatir

0 1 2 113. Sebutkan masalah – masalah anak anda yang belum tercantum di atas.

___________________________________

(67)
(68)

ii

Lampiran 6. Data Penelitian

(69)
(70)
(71)

v

No Nama Obat I2 II2 III2 IV2 V2 VI2 VII2 VIII2 IntT2 IntT602 ExtT2 ExtT602 skorTtotal2 SkorTtotal602

(72)
(73)

vii

II: Somatic Complaints III: Anxious/Depressed IV: Social Problems V: Thought Problems VI: Attention Problems VII: Delinquent Behavior VIII: Agressive Behavior

(74)

viii

Lampiran 6.

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Rina Amalia Caromina Saragih Tanggal lahir : 13 November 1979

Tempat lahir : Medan

NIP : 400057919

Alamat : Jl. Sei Belutu No. 95, Medan

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Immanuel 2 Medan , tamat tahun 1991 2. Sekolah Menegah Pertama di SMP RK St. Xaverius 1

Kabanjahe, tamat tahun 1994

3. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Kabanjahe, tamat tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara , tamat tahun 2003

Riwayat Pekerjaan

(75)

ix

Pendidikan Spesialis

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Gambar 4.1. CONSORT Algoritme
Gambar 2.1 Kerangka konseptual
Gambar 4.1 CONSORT algoritme
+5

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa ratus tahun silam, Sultan Johor dikaruniai seorang permaisuri yang cantik, Dayang Ayesha; ada pun raja Brunei maupun Sulu yang jatuh cinta dengannya. Ayesha sendiri

Based on the empirical relations between aerosol optical properties and PM10 or PM2.5 concentration and its influencing factors, combining the Beijing-Tianjin-Hebei regional PM

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, motivasi merupakan salah satu unsur yang amat penting dalam proses belajar dan pembelajaran. Sebab, motivasi akan mendorong peserta

Menurut penulis, setelah membaca beberapa teori tentang akad murabahah dan wakalah, serta memandang kemaslahatan yang dapat diambil dari pembiayaan ini, maka transaksi

Untuk mengetahui pengaruh current ratio dan return on equity terhadap price earning ratio secara simultan pada perusahaan industri logam dan sejenisnya

Pelanggan yang melakukan komplain dan bagaimana perusahaan melakukan perbaikan pada pelayanan (service recovery) yang diberikan, maka pada penelitian ini memfokuskan

Gen cacat RB1 dapat warisan dari orang tua baik, pada beberapa anak, bagaimanapun, mutasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin. Tidak diketahui apa yang menyebabkan

Perkembangan dari penetapan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 70 tahun 2001 tentang kebandarudaraan Presiden Republik Indonesia mengenai penetapan