• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

PERILAKU PRIA TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA BARUS JAHE KECAMATAN BARUS JAHE

KABUPATEN KARO TAHUN 2009

SKRIPSI

Oleh :

HENYRIA BARUS NIM : 061000255

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

PERILAKU PRIA TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA BARUS JAHE KECAMATAN BARUS JAHE

KABUPATEN KARO TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

HENYRIA BARUS NIM : 061000255

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

PERILAKU PRIA TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA BARUS JAHE KECAMATAN BARUS JAHE

KABUPATEN KARO TAHUN 2009

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

(

HENYRIA BARUS NIM : 061000255

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 7 Juli 2009

Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

dr. Linda T Maas, MPH) (Drs.Alam Bakti Keloko, M.Kes)

NIP.19521022 198003 2 002 NIP. 19620604 199203 1 001

Penguji II Penguji III

(Drs. Eddy Syahrial, MS) (Asfriyati, SKM, M.Kes)

NIP. 19590713 198703 1 001 NIP. 19701220 199403 2 001

Medan, 7 Juli 2009

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

ABSTRAK

Kesehatan keluarga adalah modal dasar bahkan utama demi meningkatkan mutu kehidupan. Jika kita ingin memiliki kualitas hidup yang lebih baik tentu tidak hanya ibu yang harus peduli terhadap kesehatan keluarga dan kesehatan reproduksi akan tetapi suami juga memegang peranan yang menentukan. Akan tetapi partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi masih sangat rendah.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan pria dalam penggunaan alat kontrasepsi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 75 orang dari 300 suami yang ada di Desa Barus Jahe. Wawancara mendalam dilakukan terhadap 8 orang informan untuk mengetahui perilaku mereka dalam penggunaan alat kontrasepsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden pada umumnya berada pada kategori “kurang” yaitu sebanyak 64 %, dan tingkat sikap responden secara umum berada pada kategori “sedang” yaitu sebanyak 40 %. Dari keempat informan yang menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi, mereka merasa sangat tidak nyaman dan merasa risih dalam penggunaannya. Dan alasan mereka menggunakan kondom tersebut karena keadaan kesehatan istri yang tidak memungkinkan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Alasan informan yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi karena istri mereka sudah menggunakan alat kontrasepsi sehingga mereka merasa tidak perlu untuk menggunakan alat kontrasepsi dan ada juga yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi karena mereka merasa menggunakan alat kontrasepsi bukan urusan pria tetapi urusan wanita.

Oleh karena itu, diharapkan petugas kesehatan dan petugas KB terus meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kontrasepsi dengan cara melakukan penyuluhan baik secara door to door, setelah selesai kebaktian di gereja ataupun pada saat musyawarah desa sehingga partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi dapat lebih ditingkatkan. Vasektomi juga harus lebih disosialisasikan sebagai metode kontrasepsi pada pria sehingga pria memiliki pilihan kontrasepsi lain selain kondom.

(5)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

ABSTRACT

Family health is the basic capital to enhance the quality of life. If we want to increase the quality of life, not only women who must care for familiy health and reproductive health, but the husbands also play a determinative role. However, participation of men in contraceptive usage is still very low.

This research is a descriptive study using the quantitative and qualitative approaches to know the knowledge, attitude and action of man in contraception usage. The member of sample is 75 out of 300 husbands in Barus Jahe village. In-depth interview is used to 8 informants to explore the action regarding of condom using.

The result of the research shows that the respondents knowledge is categorized “low” (64%) in the general, the attitude of the respondent is categorized “medium” (40 %). Those who use condom said that they feel uncomfortable, eventhough they still use condom as their contraception. And the main reason of using condom becouse their wife cannot use the contraception regarding to their health condition are not enable to use it. And the reason for the informants who doesnot use the contraception, becouse their wives are already use the contraception so they think they don’t have to use it anymore. And they also felt that using the contraception is not a man problem but a woman’s problem.

(6)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : HENYRIA BARUS

Nim : 061000255

Agama : Kristen Protestan Status : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 8 orang

Alamat Rumah : Jl. Bunga Pancur IX Gg. Anggrek. Simpang Selayang. Medan Tuntungan.

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1989-1995 : SD INPRES No 040526 Barus Jahe 2. Tahun 1995-1998 : SLTP Swasta Maria Goretti Kaban Jahe 3. Tahun 1998-2001 : SPRG Dep.Kes.RI Medan

4. Tahun 2001-2004 : AKG Dep.Kes.RI Medan 5. Tahun 2006-2009 : FKM USU Medan

Riwayat Pekerjaan :

(7)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Perilaku Pria Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2008”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar kesehatan masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dr. Ria Masriani Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Linda T Maas, MPH, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu serta pikirannya dalam membimbing penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(8)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

5. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS, dan ibu Asfriyati SKM, MKes, selaku Dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya sebagai dosen penguji pada saat menjalani ujian skripsi.

6. Ibu Eka Mahyuni Lestari SKM, MKes, selaku Dosen Pembimbing Akademik 7. Teristimewa untuk kedua orangtua penulis yang penulis sayangi, ayahanda

Ng. Barus dan Ibunda Napsiah Tarigan (Alm) yang telah memberikan kasih sayangnya dan semangat kepada penulis dan juga kepada seluruh abang/kakak yang sudah banyak memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini

8. Kepada bapak Drs. Temazaro Zega, Mkes selaku kepala bagian pelatihan dan pengembangan di BKKBN PEMPROVSU yang sudah banyak membantu penulis.

9. Kepada bapak Drs. Menteladen Sinuhaji selaku kepala Badan Kependudukan, Catatan Sipil, KB dan Keluarga Sejahtera yang sudah banyak membantu penulis.

10. Kepada teman-teman mahasiswa/i PKIP, Fida, Risma, Rista, Siska, Lasma, Desi, Julfah, Ari, kak Wirna dan kak susi juga teman-teman lainnya terimakasih atas dukungan yang kalian berikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih belum sempurna, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

(9)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Medan November 2009

Penulis

2.1.1. Beberapa teori determinan perilaku ... 13

2.1.2. Proses adopsi perilaku ... 19

2.1.3. Pengertian pengetahuan ... 20

2.1.4. Pengertian sikap ... 22

2.1.5. Pengertian tindakan ... 24

2.2 Keluarga Berencana ... 25

2.3. Defenisi kontrasepsi ... 26

2.3.1. Pembagian cara/metode kontrasepsi ... 26

2.4. Kontrasepsi pria ... 27

2.4.1. Kondom (karet KB) ... 27

2.4.2. Kontrasepsi mantap (metode operasi pria/vasektomi . 29 2.4.3. Tempat pelayanan metode operasi pria/vasektomi ... 32

2.4.4. Prosedur metode operasi pria/vasektomi ... 32

2.4.5. Efek samping dan komplikasi metode operasi pria .... 34

2.4.6. Kegagalan metode operasi pria/vasektomi ... 35

(10)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

2.4.9. Alasan-alasan untuk reversal/pemulihan kembali kontap

pria pada umumnya ... 38

3.6. Instrumen dan aspek pengukuran ... 43

3.6.1. Instrumen ... 43

4.1. Gambaran lokasi penelitian ... 46

4.2. Karateristik responden ... 47

4.3. Sumber informasi ... 50

4.4. Pengetahuan responden... 51

4.5. Sikap responden ... 59

4.6. Tindakan responden ... 67

4.7. Karateristik informan ... 69

4.8. Tindakan informan ... 72

BAB V PEMBAHASAN ... 82

5.1. Karateristik responden ... 82

5.2. Sumber informasi ... 83

5.3. Pengetahuan ... 84

5.3.1. Tingkat pengetahuan responden ... 86

5.4. Sikap ... 87

5.4.1. ... 91

(11)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 102 Lampiran 2. Master data

Lampiran 3. Surat keterangan telah selesai penelitian

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Distribusi penduduk berdasarkan jumlah pasangan usia subur dan jumlah pengguna kontrasepsi pria di Kabupaten Karo tahun 2008 7 Tabel 1.2. Distribusi penduduk berdasarkan jumlah pasangan usia subur dan

jumlah pengguna kontrasepsi pria di Kecamatan Barus Jahe tahun 2008 ... ... 8 Tabel 4.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di Desa Barus

Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 47 Tabel 4.4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Suku di Desa Barus

Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 48 Tabel 4.5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di

Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 48 Tabel 4.6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di Desa Barus

Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 49 Tabel 4.7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah anak di Desa

Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 49 Tabel 4.8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin anak di

Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 50 Tabel 4.9. Distribusi frekuensi responden terhadap sumber informasi yang

(12)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Tabel 4.10. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap tujuan dari penggunaan alat/metode kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 51 Tabel 4.11. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap tujuan dari

program Keluarga Berencana di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 52 Tabel 4.12. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap jenis-jenis

alat/metode kontrasepsi pada pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 53 Tabel 4.13. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap keuntungan

menggunakan kondom sebagai salah satu alat kontrasepsi pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 53 Tabel 4.14. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap kekurangan

menggunakan kondom sebagai salah satu alat kontrasepsi pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 54 Tabel 4.15. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap tempat-tempat

mendapatkan kondom sebagai salah satu alat kontrasepsi pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 55 Tabel 4.16. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap keuntungan

dari MOP/vasektomi sebagai salah satu metode kontrasepsi pada pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 55 Tabel 4.17. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap kekurangan

dari MOP/vasektomi sebagai salah satu metode kontrasepsi pada pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 56 Tabel 4.18. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap tempat-

tempat yang dapat melaksanakan MOP/vasektomi sebagai salah satu metode kontrasepsi pada pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 57 Tabel 4.19. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap kontraindikasi

(13)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Tabel 4.20. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 58 Tabel 4.21. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap mempunyai anak

yang banyak akan membawa rejeki yang banyak pula di Desa Barus Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 59 Tabel 4.22. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap anak laki-laki

memiliki nilai lebih dibandingkan dengan anak perempuan di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 .. 60

Tabel 4.23. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap menggunakan alat kontrasepsi merupakan suatu kesadaran bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam program KB di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 60 Tabel 4.24. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap minat pria dalam

mengakses informasi tentang KB masih sangat rendah di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 61 Tabel 4.25. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap para pria harus lebih

sering menghadiri acara-acara sosialisai mengenai alat kontrasepsi dan Keluarga Berencana di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 61 Tabel 4.26. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap penggunaan alat

kontrasepsi adalah urusan wanita saja di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 62 Tabel 4.27. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap kontrasepsi

MOP/vasektomi harus lebih digalakkan sebagai metode kontrasepsi pada pria di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 63 Tabel 4.28. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap MOP/vasektomi

dapat dilakukan apabila suami yang mengambil keputusan untuk ber KB di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 63 Tabel 4.29. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap MOP/vasektomi

(14)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Tabel 4.30. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap pria dapat melakukan MOP/vasektomi jika keadaan istri dengan alasan medis tidak dapat menggunakan alat KB di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 65 Tabel 4.31. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap MOP/vasektomi sama

dengan proses kebiri di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 65 Tabel 4.32. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap MOP/vasektomi akan

membuat pria kehilangan kejantanannya atau menjadi impoten di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 66 Tabel 4.33. Distribusi frekuensi sikap responden terhadap seorang penderita

penyakit jantung dan penyakit diabetes melithus sebaiknya tidak dianjurkan untuk melakukan MOP/vasektomi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009 ... 66 Tabel 4.34. Distribusi frekuensi tingkat sikap responden terhadap perilaku pria

terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009 ... 67 Tabel 4.35. Distribusi frekuensi tindakan pria terhadap menggunakan alat

kontrasepsi atau tidak di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 67 Tabel 4.36. Distribusi frekuensi tindakan istri responden terhadap penggunaan

alat kontrasepsi atau tidak di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 68 Tabel 4.37. Distribusi frekuensi tindakan responden terhadap alasan tidak

menggunakan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 68 Tabel 4.38. Distribusi frekuensi karateristik informan terhadap penggunaan alat

kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 70 Tabel 4.39. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dan tingkat sikap informan

terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 71 Matriks 4.40. Tindakan informan terhadap penggunaan alat kontrasepsi dan

(15)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Matriks 4.41. Tindakan informan terhadap jenis alat/metode kontrasepsi yang digunakan dan alasan memilih jenis alat/metode kontrasepsi tersebut di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 73 Matriks 4.42. Tindakan informan terhadap lamanya menggunakan alat

kontrasepsi tersebut di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009... 74 Matriks 4.43. Tindakan informan terhadap orang yang menganjurkan untuk

menggunakan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 75 Matriks 4.44. Tindakan informan terhadap adanya perasaan lain yang dirasakan

dalam menggunakan alat kontrasepsi di Desa Barus jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 75 Matriks 4.45.Tindakan informan terhadap tempat mendapatkan alat kontrasepsi

yang digunakan di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 76 Matriks 4.46.Tindakan informan terhadap keinginan untuk menambah jumlah

anak atau tidak di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 77 Matriks 4.47. Tindakan informan terhadap pernah atau tidak pernah

menggunakan alat kontrasepsi dan jenis alat kontrasepsi yang digunakan di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 78 Matriks 4.48.Tindakan informan terhadap alasan tidak menggunakan alat

kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 ... 79 Matriks 4.49. Tindakan informan terhadap adanya perasaan lain yang dirasakan

sewaktu dulu menggunakan alat kontrasepsi di Desa Barus jahe

Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009 80 Matriks 4.50. Tindakan terhadap informan masih ingin menambah jumlah anak dan

(16)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Saat ini Keluarga Berencana telah dikenal di dunia. Di negara-negara maju, Keluarga Berencana (KB) bukan lagi merupakan suatu program atau gagasan, tetapi telah merupakan falsafah hidup masyarakat, sedangkan di negara-negara berkembang Keluarga Berencana masih merupakan program yang pelaksanaannya harus terus ditingkatkan (BKKBN, 2007).

(17)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

perkembangannya organisasi BKKBN mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan tuntutan dinamika organisasi dan tuntutan masyarakat.

Pada era Otonomi Daerah dengan mengacu pada Keppres tahun 2003 dimana sebagian urusan pemerintahan dilakukan oleh daerah sendiri, maka sebagian kewenangan BKKBN telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Sehingga pengelolaan program KB mengalami babak baru, kondisi ini memunculkan struktur BKKBN disetiap Provinsi menjadi beragam. Bentuk lembaga yang menangani program KB di kabupaten/kota seluruhnya berbentuk dinas/badan, ada yang merupakan dinas/kantor yang utuh maupun merger dengan bagian yang lain, dan kesemuanya di bentuk dengan peraturan daerah, yang disesuaikan dengan peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota. Pada peraturan pemerintah ini disebutkan bahwa Kependudukan, Catatan Sipil, Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera merupakan salah satu urusan yang ditangani oleh pemerintahan kabupaten/kota (BKKBN Pusat, 2007).

(18)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional (Emon, S, 2008).

Berdasarkan hasil estimasi, jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut Badan Pusat Stastistik tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta jiwa pada tahun 2025. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Pada dekade 1990-2000 penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 % per tahun, kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 % dan 0,92 % per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat dari pada penurunan karena kematian. Angka kelahiran kasar (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi. Berdasarkan kuantitasnya penduduk Indonesia tergolong sangat besar namun dari segi kualitasnya masih memprihatinkan dan tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Anonim, 2008).

(19)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Tingkat pemakaian alat kontrasepsi atau contraceptive rate (CPR) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat dari 57 % pada tahun 1997 kini mencapai 61,4 % (SDKI 2007) maka sudah sepantasnya jika kontrasepsi ditempatkan sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting bagi pasangan suami istri sekaligus dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak serta memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) sehingga membantu mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Sebagai suatu kebutuhan, kontrasepsi terkait dengan kebutuhan fisik dan kebutuhan sosial. Sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi memiliki perananan dalam setiap fase reproduksi yaitu menunda kehamilan, menjarangkan serta mencegah terjadinya kehamilan. Sedangkan sebagai kebutuhan sosial, kontrasepsi terkait dengan upaya mewujudkan program pembangunan suatu negara (BKKBN Pusat, 2006).

Salah satu kunci kesuksesan Program Keluarga Berencana Nasional adalah adanya keterlibatan semua pihak, baik dari institusi pemerintah, swasta maupun masyarakat itu sendiri, dalam lingkup yang lebih kecil keterlibatan seluruh anggota keluarga. Pelayanan keluarga berencana ditujukan kepada pasangan usia subur (PUS) yang berarti harus melibatkan kedua belah pihak yakni istri maupun suami. Namun pada kenyataannya hanya perempuan saja yang dituntut untuk menggunakan alat kontrasepsi, hal ini dapat dilihat dari data peserta KB yang lebih banyak wanita dari pada pria (Siswosudarmo, dkk, 2001).

(20)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

kontrasepsi yakni metode operasi pria/vasektomi dan kondom. Metode operasi pria/vasektomi hanya ditujukan bagi pria yang menghendaki penghentian kesuburan, sedangkan bagi mereka yang belum menghendaki penghentian kesuburan hanya kondom sebagai pilihan terakhir (BKKBN Pusat, 2006).

Di Indonesia sebagian besar masyarakat hanya mengetahui kondom sebagai alat kontrasepsi pada pria, sedangkan metode operasi pria/vasektomi sebagai salah satu metode kontrasepsi pria belum begitu digalakkan. Hal ini memerlukan motivasi dan penerangan yang lebih luas karena masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa MOP/vasektomi sama dengan proses kebiri (kastrasi). MOP/vasektomi tidak sama dengan kebiri (kastrasi), kebiri adalah suatu proses pengambilan kedua testis sehingga produksi sperma tidak ada lagi. Pada zaman Yunani kuno pengebirian dilakukan terhadap laki-laki penjaga asrama kaum wanita, dan hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Sementara MOP/vasektomi adalah suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria dengan memotong dan menutup saluran mani (vas deferens) yang menyalurkan sel sperma keluar dari pusat produksi/testis (Notodihardjo, 2002).

Rasa takut terhadap tindakan vasektomi juga menjadi salah satu faktor pria tidak mau menggunakan MOP/vasektomi sebagai cara/metode kontrasepsi karena perasaan ngeri mendengar kata operasi yang biasanya identik dengan kulit diiris dengan pisau, dijahit, luka yang lebar, serta rasa sakit sewaktu mengangkat jahitan atau mengambil benang (BKKBN Pusat, 2006).

(21)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

seharusnya menggunakan alat kontrasepsi karena perempuanlah yang mengandung dan melahirkan, dan tugas pria hanya mencari uang agar keluarga dapat tetap hidup dan anak-anak tetap bisa sekolah begitulah umumnya para pria berkomentar (Sumaryati, 2004).

Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan data pasangan usia subur yang menggunakan metode kontrasepsi terus meningkat mencapai 61,4 %, pola pemakaian kontrasepsi terbesar adalah KB suntik yaitu sebesar 31,6 %, pil sebesar 13,2 %, IUD sebesar 4,8 %, implant 2,8 %, kondom sebesar 1,3 %, kontap wanita (metode operasi wanita/MOW) sebesar 3,1 % dan kontap pria (metode operasi pria MOP/vasektomi) sebesar 0,2 %, pantang berkala 1,5 %, senggama terputus 2,2 % dan metode lainnya 0,4 %. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi pria dalam ber KB sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang cukup memuaskan (Survey Kesehatan dan Demografi Indonesia, 2007).

(22)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Masih rendahnya kesadaran pria untuk ikut ber KB terkait dengan kurangnya pemahaman kaum pria mengenai kontrasepsi pria, rendahnya minat suami dalam mengakses informasi tentang KB dan kesehatan reproduksi, peran tokoh agama yang masih kurang, dan sarana pelayanan KB bagi pria yang masih perlu ditingkatkan dan terbatasnya pilihan alat kontrasepsi yang tersedia. Pada masyarakat juga masih ada pandangan negatif yang muncul terhadap pria ber KB berupa penyamaan dengan pengebirian, disalah gunakan oleh pria untuk penyimpangan seksual, mempengaruhi kenikmatan berhubungan seksual dan anggapan sulit untuk ereksi (Abdi, Z, 2008).

Tabel 1.1. Distribusi penduduk berdasarkan jumlah pasangan usia subur dan jumlah pengguna kontrasepsi Pria Di Kabupaten Karo tahun 2008.

No Kecamatan Pencapaian peserta KB aktif

Jumlah MOP/ Vasektomi

Jumlah Kondom

1 Berastagi 6296 0 574

2 Kabanjahe 6265 0 218

3 Tiga Panah 3456 0 78

4 Barus Jahe 3504 0 103

5 Tiga Binanga 2074 2 57

(23)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

7 Tiga Nderket 1928 0 185

Sumber: Badan Kependudukan dan Catatan sipil, KB dan Keluarga Sejahtera Tahun 2008.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa Kecamatan Berastagi paling tinggi dalam penggunaan kondom dan di dukung oleh jumlah PUS yang juga cukup besar begitu juga dengan Kecamatan Kaban Jahe di urutan kedua. Untuk metode operasi pria/vasektomi hanya ada 3 orang akseptor di Kecamatan Merek dan 2 orang di Kecamatan Tiga Binanga dan di Kecamatan lain tidak ada sama sekali.

Kecamatan Barus Jahe adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Karo yang memiliki jumlah pencapaian peserta KB aktif yang besar, akan tetapi tingkat pemakaian alat kontrasepsi pria masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah PUS yang ada. Akan tetapi kecamatan Barus Jahe bukanlah satu-satunya Kecamatan yang memiliki tingkat pemakaian alat kontrasepsi pria yang sedikit, hal ini dapat dilihat dari data jumlah akseptor KB pria yang juga sangat sedikit di Kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Karo.

(24)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

disebabkan karena faktor sosial budaya pada masyarakat Batak Karo yang masih menganggap masalah mengenai seks, kesehatan reproduksi dan juga masalah KB masih dianggap tabu untuk dijadikan topik pembicaraan.

Tabel 1.2. Distribusi penduduk berdasarkan jumlah pasangan usia subur dan jumlah pengguna kontrasepsi pria Di Kecamatan Barus Jahe tahun 2008.

Sumber: Puskesmas Desa Barus Jahe Tahun 2008

(25)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Di Desa Barus Jahe data mengenai peserta KB khususnya data akseptor KB pria dari tahun ke tahun tidak pernah mengalami peningkatan. Untuk tahun 2006 akseptor KB pria dengan menggunakan kondom hanya sebanyak 15 orang (5 %) dan untuk MOP/vasektomi tidak ada (0 %). Tahun 2007 akseptor KB untuk penggunaan kondom masih 15 orang (5 %) dan untuk MOP/vasektomi tidak ada (0 %). Rata-rata jumlah anak yang dimiliki oleh setiap keluarga di desa ini adalah 4-5 orang. Data akseptor KB di Desa Barus Jahe sampai dengan akhir bulan Oktober tahun 2008 adalah untuk KB suntik 28 orang (9,33 %), pil KB 26 orang (8,67 %), IUD 10 orang (3,34 %), tubektomi/MOW 30 orang (10 %), implant 40 orang (13,33 %), sedangkan untuk kontrasepsi pada pria, kondom sebanyak 10 orang (3,34 %) dan untuk kontrasepsi vasektomi atau MOP tidak ada (0 %) (Sumber:Profil Puskesmas Barus Jahe, 2008).

Komunikasi mengenai kontrasepsi di desa ini juga masih jarang dibicarakan, banyak faktor yang menghambat masyarakat membicarakan hal tersebut. Faktor sosial dan kultural merupakan salah satu penyebab yang menghambat diskusi mengenai kontrasepsi ini, karena mereka menganggap pembicaraan mengenai seks, kesehatan reproduksi dan kontrasepsi masih sangat tabu untuk dijadikan topik dalam pembicaraan sehari-hari.

(26)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

nilai seorang anak laki-laki lebih dibandingkan seorang anak perempuan. Bagi orang Batak anak laki-laki memiliki tugas untuk meneruskan marga keturunan, oleh sebab itu di dalam sebuah keluarga harus memiliki anak laki-laki dan apabila belum memiliki anak laki sebuah keluarga akan terus berusaha agar memiliki anak laki-laki sehingga kepercayaan seperti ini cenderung membuat sebuah keluarga memiliki jumlah anak yang lebih dari dua orang (Daulay, 2004).

Selain itu paradigma pada masyarakat yang masih menganggap sebuah keluarga tidak akan sempurna apabila di dalam keluarga tidak ada anak laki-laki maupun tidak ada anak perempuan. Sehingga orang tua akan terus berusaha untuk mendapatkan anak yang diinginkannya yaitu laki-laki atau perempuan dimana pada akhirnya kepercayaan yang seperti ini juga akan membuat sebuah keluarga memiliki anak yang lebih dari dua dan jarang mau menggunakan alat kontrasepsi mantap seperti MOP atau MOW karena berpegang pada kepercayaan tersebut.

Di Desa ini masih ada juga orang tua yang tidak mau membatasi kelahiran anak karena mereka beranggapan bahwa setiap anak membawa rejeki masing-masing atau banyak anak banyak rejeki sehingga sebagai orang tua mereka merasa tidak perlu khawatir karena anak tersebut sudah membawa rejekinya masing-masing.

(27)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

makna kata patriarki (patriarch). Sistem ini membuat perempuan tidak berdaya atau tidak memiliki kekuasaan untuk menolak sesuatu yang menjadi keputusan laki-laki. Dan di dalam rumah tangga laki-laki juga yang menentukan apakah mereka mau menggunakan alat kontrasepsi atau tidak. Koentjaraningrat (1984) dalam Yustina (2007) memberi contoh sistem sosial patriarki yang kuat di indonesia, yakni suku Batak. Suku ini sangat dikenal dengan sistem patrilineal (menurut garis ayah) yang terkuat di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah perilaku pria, dikaitkan dengan masih rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009 “.

1.3.Tujuan Penelitian

(28)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Untuk mengetahui perilaku pria dikaitkan dengan masih rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009.

2. Untuk mengetahui sikap para pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009.

3. Untuk mengetahui tindakan para pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti.

2. Sebagai bahan informasi bagi penduduk Desa Barus Jahe terhadap penggunaan alat kontrasepsi pria, sehingga meningkatkan partisipasi pria dalam program KB.

3. Sebagai bahan masukan bagi Badan Kependudukan, Catatan Sipil, KB dan Keluarga Sejahtera Kabupaten Karo untuk perencanaan Program Keluarga Berencana (KB).

4. Sebagai referensi dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo untuk upaya peningkatan partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi.

(29)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Perilaku menurut Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Di dalam proses pembentukan atau perubahan perilaku tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor itu sendiri antara lain seperti persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya.

2.1.1. Beberapa Teori Determinan Perilaku

Green (1980) menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (Behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (Non behaviour couses). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

(30)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors)

Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah sakit, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya.

3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)

Adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Misalnya seorang ibu mengetahui banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan alat kontrasepsi tetapi ibu tersebut tidak menggunakan alat kontrasepsi karena, ibu lurah atau ketua RT yang ada di desa mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi dan tetap sehat dan dapat mengurus anak dengan baik. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas dan sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

(31)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain tersebut diukur dari:

- Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (Knowledge).

- Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (Attitude).

- Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi yang diberikan (Practise).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa, dimulai pada domain kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya sehingga menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek terhadap obyek yang diketahuinya itu. Akhirnya rangsangan yaitu obyek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus obyek tadi. Namun demikian di dalam kenyataannya stimulus yang diterima oleh subyek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain, tindakan (practise) seseorang tidak harus di dasari oleh pengetahuan dan sikap. Misalnya perilaku yang didasari oleh paksaan, ikut-ikutan atau karena adanya reward atau ganjaran.

(32)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya. Misalnya, pria mau menggunakan alat kontrasepsi apabila dia memiliki niat untuk menggunakan alat kontrasepsi tersebut.

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku seseorang cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat atau orang-orang terdekat disekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat atau orang sekitarnya, maka orang tersebut akan merasa kurang atau tidak nyaman. Misalnya, seorang istri tidak memberi izin kepada suaminya untuk melakukan vasektomi karena takut akan memepengaruhi kehidupan seks mereka. Hal ini akan membuat pria berfikir kembali untuk melakukan vasektomi.

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Sebuah keluarga mau ikut Program Keluarga Berencana, apabila keluarga tersebut memperoleh penjelasan yang lengkap tentang Keluarga Berencana: tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB (alat-alat kontrasepsi yang tersedia), akibat-akibat sampingan ber KB dan sebagainya. Dengan adanya informasi yang lengkap dan jelas akan membuat sebuah keluarga berfikir untuk menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.

(33)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

masih terbatas terutama di pedesaan. Seorang istri, dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung kepada suami. Contohnya untuk penggunaan alat kontrasepsi seorang istri harus memperoleh persetujuan dari suami, dan apabila suami tidak setuju maka istri tidak akan menggunakan alat kontrasepsi.

5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk bertindak apa pun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Misalnya seorang ibu tidak menggunakan kontrasepsi karena alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan untuk menggunakan kontrasepsi (action situation).

Sedangkan menurut tim ahli WHO merumuskan determinan perilaku ini sangat sederhana. Mereka mengatakan bahwa mengapa seseorang berperilaku karena adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Seorang istri akan pergi ke Puskesmas untuk menggunakan alat kontrasepsi, dengan dasar pertimbangan untung ruginya, manfaatnya, sumber daya atau uang yang tersedia, dan sebagainya.

(34)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Di dalam masyarakat di mana sikap paternalistik masih kuat, maka perubahan perilaku acuan (referensi) yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat. Misalnya orang mau menggunakan alat kontrasepsi apabila tokoh masyarakat disekitarnya sudah terlebih dahulu menggunakan alat kontrasepsi.

3. Sumber daya (resources)

Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori Green, sumber daya ini adalah sama dengan faktor enabling (sarana dan prasarana atau fasilitas). Misalnya seorang ibu ingin menggunakan alat kontrasepsi tetapi karena fasilitas dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai sehingga ibu tersebut tidak memungkinkan untuk menggunakan alat kontrasepsi.

4. Sosio budaya (culture)

(35)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

2.1.2. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu:

- Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

- Interest (tertarik), dimana orang mulai tertarik kepada stimulus tersebut.

- Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

- Trial (mencoba) dimana orang tersebut sudah mulai mencoba-coba untuk

berperilaku baru.

- Adoption dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

(36)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan berlangsung lama. Misalnya, ibu-ibu peserta KB, yang diperintahkan oleh lurah atau ketua RT, tanpa ibu-ibu tersebut mengetahui makna dan tujuan KB. Maka mereka akan segera keluar dari keikut sertaannya dalam KB setelah beberapa saat perintah tersebut diterima.

2.1.3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh orang lain, dari buku, surat kabar atau media massa atau media elektronik. Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

(37)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan mengatakan.

b. Memahami (comprehension)

Di artikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi, harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku-buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian.

d. Analisa (analysis)

Adalah suatu harapan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya dengan yang lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.

(38)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meningkatkan, menyesuaikan, menyimpulkan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluating)

Evaluasi ini dikaitkan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan identifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalamam pengetahuan yang ingin kita ukur atau ingin kita ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.

2.1.4. Sikap

(39)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 1993).

Newcomb dalam Notoatmodjo (1993), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertindak. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Dan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek. Seperti halnya pengetahuan sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap informasi-informasi tentang gizi.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari tugas tersebut benar atau salah adalah berarti bahwa orang tersebut menerima ide tersebut.

(40)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain pergi ke Puskesmas untuk menggunakan alat kontrasepsi, ini adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap alat kontrasepsi.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari suami atau orang tuanya sendiri.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek.

2.1.5. Tindakan

(41)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih jenis alat kontrasepsi yang cocok dengan dirinya.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat mencuci dan memotong-motong sayur dengan benar mulai dari cara mencuci dan memotong sayur hingga lamanya memasak.

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka orang tersebut sudah dapat mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang

sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

d. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu paktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.

(42)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.2. Keluarga Berencana

Keluarga Berencana (family planning) adalah kegiatan untuk melakukan pembatasan kelahiran baik untuk sementara agar dapat dicapai jarak antara dua kelahiran, maupun untuk selamanya agar dapat dicegah bertambahnya anak.

Paradigma baru program Keluarga Berencana telah diubah visinya selain untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera juga untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015, dimana keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (DepKes RI, 2003).

2.3. Defenisi Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata: Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan sel telur (sel wanita) yang matang dengan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Tujuan dari kontrasepsi adalah untuk menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur dengan sel sperma tersebut (Sou,yb, J, 1989).

Cara kerja kontrasepsi bermacam-macam tetapi pada umumnya: 1. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.

(43)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

3. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.

2.3.1. Pembagian Cara/Metode Kontrasepsi

Pada umumnya cara/metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi:

1. Metode Sederhana

a. Tanpa alat/obat

- Senggama terputus/coitus interuptus - Pantang berkala

b. Dengan obat/alat - Kondom

- Diafragma/cap

- Cream, jelly dan cairan berbusa

2 Metode Efektif

- Pil KB

- Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) - Kontrasepsi suntikan

- Kontrasepsi susuk (Implant)

3. Metode Mantap (Kontap)

- Kontap pada pria (Metode Operasi Pria/Vasektomi) - Kontap pada wanita (Tubektomi) (DepKes, RI, 2003).

(44)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Tujuan kontrasepsi pria adalah untuk mencari keadaan azoospremia atau air mani yang tidak subur untuk periode yang diinginkan. Agar dapat dipakai kontrasepsi yang ideal, maka suatu kontrasepsi pria haruslah memenuhi syarat yaitu: tidak menyebabkan penurunan libido (daya rangsang seks) pria, tidak mengurangi kejantanan, tidak menyebabkan efek samping serta dapat menghambat produksi spermatozoa atau menurunkan mortalitas spermatozoa secara reversible (BKKBN Pusat, 2007).

2.4.1. Kondom (Karet KB)

Kondom merupakan selubung/sarung karet yang tipis yang terbuat dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produk hewani) berwarna atau tidak berwarna yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermicide) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual. Modifikasi tersebut dilakukan dalam hal:

- Bentuk - Warna - Pelumas - Rasa - Ketebalan - Bahan

(45)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

- Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah kedalam saluran reproduksi perempuan.

- Mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khususnya kondom yang terbuat dari lateks dan vinil)

Manfaat:

- Efektif bila digunakan dengan benar - Tidak mengganggu produksi ASI - Tidak mengganggu kesehatan klien - Tidak mempunyai pengaruh sistemik - Murah dan mudah dibeli secara umum

- Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus

- Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda

Keterbatasan:

- Efektivitas tidak terlalu tinggi

- Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi - Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung)

- Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi - Harus selalu tersedia setiap kali akan berhubungan seksual

- Beberapa klien malu untuk membeli kondom ditempat umum

(46)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Indikasi pemakaian kondom:

- 6 minggu sesudah vasektomi.

- Sementara menunggu pemasangan AKDR.

- Sementara sedang menunggu haid untuk pemakaian pil yang diminum. - Apabila pasangan/istri lupa minum pil dalam jangka waktu lebih dari 36 jam. - Apabila di duga ada penyakit kelamin, sementara menunggu diagnosa pasti. - Bersamaan dengan pemakaian spermicide.

- Dalam keadaan darurat apabila tidak ada kontrasepsi yang tersedia atau yang dipakai.

2.4.2. Kontrasepsi Mantap (Metode Operasi Pria/Vasektomi)

Cara kontrasepsi ini dipersiapkan melalui tindakan operasi ringan dengan cara mengikat atau memotong saluran sperma atau vas deferens, sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak mengandung spermatozoa, dengan demikian tidak terjadi pembuahan. Sesuai dengan perkembangan tekhnologi sekarang ini telah di kembangkan teknik MOP yang baru, yaitu vasektomi tanpa pisau. Teknik vasektomi tanpa pisau ini diharapkan dapat menghilangkan perasaan takut dan cemas, serta menghilangkan perasaan ngeri karena mendengar kata operasi yang biasanya identik dengan kulit diiris dengan pisau, dijahit, luka yang lebar, serta rasa sakit sewaktu mengangkat jahitan atau mengambil benang (BKKBN Pusat, 2006).

(47)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

tanpa jarum. Jadi tidak diperlukan jahitan, sehingga tidak ada rasa takut lagi untuk mengangkat jahitan. Luka yang ditimbulkan juga sangat kecil hanya 0,5 cm-1 cm dan hanya tunggal. Komplikasi perdarahan dan infeksi yang mungkin terjadi juga lebih sedikit (BKKBN Pusat, 2006)

Beberapa keuntungan dari Metode operasi pria/Vasektomi antara lain:

- Tidak ada mortalitas

- Morbiditas (mengakibatkan sakit) kecil sekali.

- Suami tidak perlu dirawat dirumah sakit.

- Dilakukan dengan anasthesi lokal, hanya kurang lebih 15 menit.

- Kemungkinan kegagalan tidak ada, karena dapat diperiksa kepastiannya di laboratorium.

- Tidak mengganggu hubungan seks selanjutnya dan juga jumlah cairan mani yang dikeluarkan waktu senggama tidak berubah.

- Biayanya murah.

- Dapat dilakukan dimana saja asal tempatnya bersih dan terang, tidak selalu harus diruangan operasi.

Kerugian dari Metode Operasi Pria/vasektomi adalah:

- Diperlukan suatu tindakan operatif. - Harus dilaksanakan oleh tenaga yang ahli.

- Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti pendarahan atau infeksi. - Belum memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa yang sudah

(48)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

Kontra indikasi Metode OperasiPria/Vasektomi:

- Infeksi kulit lokal, misalnya scabies.

- Infeksi traktus genitalis (Infeksi alat kelamin). - Kelainan pada scrotum dan sekitarnya :

- Varicocele: Pelebaran anyaman pembuluh balik tali mani.

- Hydrocele: Timbunan cairan setempat sehingga kandung buah zakar

membengkak dan menjadi tegang.

- Filariasis: Penyakit yang disebabkan oleh filarial.

- Hernia inguinalis: Keluarnya dalaman perut melalui cincin terusan lipatan paha

kedaerah lipat paha dan kandung buah zakar. - Orchiopexy: Radang buah zakar

- Luka perut bekas operasi hernia.

- Scrotum (kantung buah zakar) yang sangat tebal.

- Penyakit sistemik:

- Penyakit-penyakit pendarahan.

- Penyakit DM (Diabetes mellitus)/penyakit gula. - Penyakit jantung koroner.

(49)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

2.4.3. Tempat Pelayanan Metode Operasi Pria/Vasektomi

MOP/Vasektomi dapat dilakukan di fasilitas kesehatan yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruangan tersebut sebaiknya tidak di bagian yang sibuk/banyak orang yang lalu lalang. Ruangan tersebut sebaiknya:

1. Mendapat penerangan yang cukup.

2. Lantainya terbuat dari semen atau keramik agar mudah dibersihkan. Bebas dari debu dan serangga.

3. Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan/air conditioner. Bila tidak memungkinkan, ventilasi ruangan harus sebaik

mungkin dan apabila jendela dibuka, tirai harus terpasang dengan baik.

2.4.4. Prosedur Metode Operasi Pria/Vasektomi

Prosedur kontap pria meliputi beberapa langkah tindakan.

1. Identifikasi dan isolasi vas deferens

- Kedua vas deferens merupakan struktur paling padat di daerah mia-scrotum, tidak berpulsasi.

- Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan-keadaan:

- Kulit scrotum tebal

(50)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

- Kedua vas deferens harus di dentifikasi sebelum meneruskan prosedur kontapnya.

- Dilakukan imobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan jari telunjuk atau dengan klem.

- Dilakukan penyuntikan anasthesi lokal.

2. Insisi scrotum

- Vas deferens yang telah dimobilisasi di depan scrotum hanya ditutupi oleh otot dartos dan kulit scrotum.

- Insisi horijontal atau vertikal dapat dilakukan secara : - Tunggal, digaris tengah (Scrotal raphe)

- Dua insisi, satu insisi dimasing-masing vas deferens.

3. Memisahkan lapisan-lapisan superficial dari jaringan-jaringan, sehingga vas

deferens dapat di isolasi.

4. Oklusi vas deferens

- Umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1-3 cm) yang harus dilakukan jauh dari epididimis.

- Ujung-ujung vas deferens setelah dipotong dapat ditutup kembali. - Ligasi: Tindakan menutup saluran mani dengan mengikat.

- Dapat dilakukan dengan chormic catgut

- Dapat pula dengan benang yang tidak diserap (silk)

(51)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

sekitarnya dan jaringan granuloma (Yang terdiri dari jaringan granulasi/bakteri kelamin).

- Untuk mencegah kedua ujung vas deferens agar tidak menyambung kembali (Rekanalisasi) ujung vas deferens dapat dilipat kebelakang lalu diikatkan/dijahitkan pada dirinya sendiri atau fascia dari vas deferens dapat di tutup diatas ujung sehingga terdapat suatu barrier dari jaringan fascia atau ujung vas deferens ditanamkan kedalam jaringan fascia

- Elektro koagulasi: Suatu alat bedah listrik. - Clips

5. Penutupan luka insisi

- Dilakukan dengan catgut.

- Pada insisi 1 cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja (Dep.Kes.RI, 2003).

2.4.5. Efek Samping dan Komplikasi Metode Operasi Pria/Vasektomi

1. Perdarahan

(52)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

2. Hematoma

Biasanya terjadi bila daerah scrotum diberi beban yang berlebihan, misalnya naik sepeda motor, duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan sebagainya.

3. Infeksi

Infeksi pada kulit scrotum cukup dengan mengobati prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah, dengan kompres. Apabila kering dengan salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrate di dalam kulit scrotum di tempat vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit. Disini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring, kompres es, pemberian antibiotika, dan pengamatan apabila infiltrate menjadi abscess. Mungkin juga terjadi epididimitis, orkitis atau epididimoorkitis. Dalam keadaan seperti ini pasien segera dirujuk.

4. Granuloma Sperma

Dapat terjadi pada ujung proksimal vas deferens atau pada epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dengan kadang-kadang keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi. Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat kembali vas deferens (Dep.Kes.RI, 2003).

2.4.6. Kegagalan Metode Operasi Pria/Vasektomi

(53)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

- Pada analisis sperma setelah 3 bulan setelah vasektomi atau setelah 15-20 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.

- Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma. - Istri (pasangan) hamil.

2.4.7. Perawatan Post Operatif Metode Operasi Pria/Vasektomi

Setiap pasca tindakan pembedahan betapapun kecilnya memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pasca tindakan bedah MOP/vasektomi dianjurkan dilakukan hal-hal sebagai berikut:

- Dipersilahkan berbaring selama 15 menit. - Amati rasa sakit dan perdarahan pada luka.

- Pasien dapat dipulangkan bila keadaan pasien dan luka operasi baik. Sebelum pasien pulang berikan nasehat sebagai berikut:

- Perawatan luka diusahakan agar tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi.

- Segera kembali kerumah sakit apabila ada perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah dan sesak nafas.

- Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotik dan analgetik seperlunya. - Jangan bekerja berat/naik sepeda motor.

(54)

Henyria Barus : Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009, 2010.

mani (pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisa-sisa sperma (bibit), sehingga selama masih ada sisa sperma, sebaiknya suami dan istri tetap menggunakan alat pencegah kehamilan. Untuk hal ini pasien diberi 15 kondom, guna menghindari kehamilan. Petugas akan memberi contoh pemakaiannya. Setelah air mani keluar 15 kali atau setelah jangka waktu 3 bulan, maka suami diminta memeriksakan air maninya dengan maksud meyakinkan bahwa air mani tersebut tidak mengandung bibit-bibit (spermatozoa) lagi. Untuk keperluan ini suami diminta menyediakan air mani di dalam botol bersih atau air mani yang ada di dalam kondom dan memeriksakan ke laboratorium. Apabila sudah ada pernyataan dari laboratorium bahwa air mani suami tidak mengandung bibit lagi, baru suami boleh bersenggama tanpa alat pencegah apapun. Akan lebih baik bila suami memeriksakan air mani untuk kedua kalinya.

Kunjungan ulang:

Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal sebagai berikut:

1. Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan. Lakukanlah anamnese dan pemeriksaan sebagai berikut :

- Anamnese meliputi keadaan kesehatan umum, adanya demam, rasa nyeri,

perdarahan dari bekas operasi, atau alat kelamin.

- Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan luka, dan perawatan sebagaimana mestinya.

2. Sebulan setelah operasi. Lakukanlah anamnese dan pemeriksaan sebagai berikut: - Anamnese meliputi keadaan kesehatan umum, senggama, sikap terhadap

Gambar

Tabel 4.4.  Distribusi frekuensi responden berdasarkan suku di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009
Tabel 4.6.  Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009
Tabel 4.8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin anak Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun
Tabel 4.9.  Distribusi frekuensi responden terhadap sumber informasi yang diperoleh tentang Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Syarat tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa pelanggan yang telah minimal satu tahun dan telah mengenal petugas potong rambutnya, diprediksi mempunyai hubungan

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXIX-B5, 2012 XXII ISPRS Congress, 25 August – 01 September 2012,

26 Pranata Hubungan Masyarakat Pertama S.1 Komunikasi III.a 2 1 Bagian Humas Setda. 27 Pranata Hubungan Masyarakat

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXIX-B5, 2012 XXII ISPRS Congress, 25 August – 01 September 2012,

The hazard mapping approach is able to deliver a practical solution for slope stability assessment, which presents the user with the slope factor of safety, a derived risk

terdiri atas epidermis, dermis dan subkutan. Epidermis dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis dan tabung epidermis. Selain sel-sel epitel,

Hal ini di perkuat dengan hasil wawancara pada subjek yang mengatakan bahwa subjek tidak ingin mencari pekerjaan terlebih dahulu sebelum menyelesaikan studinya

Seiring dengan kemajuan teknologi dalam bidang komputerisasi yang sangat pesat, maka penulis berniat untuk memberikan metode baru untuk mempelajari kord gitar dengan menggunakan