• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ektoparasit pada Kuda Dan Masalah Yang Ditimbulkannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ektoparasit pada Kuda Dan Masalah Yang Ditimbulkannya"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

YANG DlTIMBULKANNYA

Oleh

SUTIKNQ B. 160149

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUTIKNO. Ektoparasit pada kuda dan masalah yang ditim-bulkannya (Di bawah bimbingan KOESHARTO).

Ektoparasit merupakan parasit pada ternak yang u-mumnya menyerang permukaan tubuh, terdiri dari berbagai

jenis misalnya lalat, kutu, nyamuk, caplak dan tungau. Lalat yang termasuk ordo Diptera yang menyerang ku-da meliputi famili Musciku-dae yakni Musca domestica, Musca-vetustissima, Musca sorbens, stomoxys calcitrans dan セᆳ

matobia exigua. Lalat yang lain adalah Tabanus sp.

(fa-mili: Tabanidae); Austrosimulium pestilens dan Austrosi-mulium bancrofti (famili: Simuliidae); Culicoides sp.

(famili: Ceratopogonidae). Sedangkan famili Gasterophi-lidae meliputi Gasterophilus intestinalis, Gasterophilus

nasalis dan Gasterophilus haemorrhoidalis.

Selain itu terdapat jenis kutu yang termasuk ordo

Phtiraptera meliputi famili Trichodectidae yakni Damali-ョセ。@ egui, famili Haematopinidae yakni Haematopinus asini.

Jenis tungau yang bertindak sebagai ektoparasit kuda

termasuk didalam famili Psoroptidae yaitu Psoroptes egui dan Chorioptes bovis.

Ektoparasit ini hampir semuanya menghisap darah un-tuk kelangsungan hidupnya. Pada waktu itu mereka dapat bertindak sebagai vektor penyakit.

Adanya ektoparasit pada ternak sangat merugikan, ka-,;,

(3)

protozoa, cacing maupun jamur, ia dapat juga

menyebab-kan gangguan ketenangan hewan, menurunmenyebab-kan nafsu mamenyebab-kan,

menimbulkan kekurusan dan menurunkan kwalitas kulit. Sebagai vektor penyakit, vektor yang terpenting a-dalah 1a1at Tabanus dan StomoxYs ca1citrans yang dapat menularkan penyakit surra yang disebabkan.oleh

Trypano-セ@ evansi. Disamping itu lalat Musca dapat bertindak sebagai induk semang antara cacing lambung dan akan

me-nyebabkan bungkul-bungkul pada lambung. Apabila menye-rang mat a dapat menimbulkan habronemic conjunctivitis sedangkan pada 1uka akan menyebabkan habronemic

granulo-matosa. Penyakit lainnya yang lebih serius adalah mia-sis pada lambung karena infestasi larva Gasterophilus. Dalam perjalanannya menuju lambung, larva tersebut dapat juga menyebabkan kerusakan berupa kantung-kantung nanah, peradangan dan luka-1uka di bagian mu1ut sehingga kuda menjadi kurang nafsu makan. Gejala kuda yang terkena seranganlarva Gasterophilus ialah rasa gelisah bahkan sering menyebabkan kolik.

(4)
(5)

YANG DITIMBULKANNYA

S K RIP S I

Oleh

S UTI K N 0

B. 160149

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Nama Mahasiswa

Nomor pokok

YANG

ditiセイョulkannya@

SUTIKNO

B. 160149

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Dr. F. X. Koesharto

?

(7)

Penulis di1ahirkan pada tangga1 9 Agustus 1960 di Kediri, Jawa Timur, dari ayah Samidi dan Ibu Kasinem. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara.

Pada tahun 1972, penulis menamatkan pendidikan da-sar di Sekolah Dada-sar Negeri Banaran, Kediri. Kemudian pada tahun 1973 masuk Seko1ah Menengah Pertama Joyoboyo di Kediri dan 1u1us pada tahun 1975. Pad a tahun 1976 penu1is me1anjutkan ke Seko1ah Menengah Atas Negeri di

Kediri dan lulus pada tahun 1979.

Penulis berkesempatan menjadi mahasiswa Tingkat Per-siapan Bersama Institut Pertanian Bogor pada tahun 1979 me1a1ui proyek Perintis II. Pada tahun 1981 semester III penu1is terdaftar sebagai mahasiswa Faku1tas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai Sarjana

(8)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi yang dengan berkat, rahmat dan karunianya dapat

menyele-saikan skripsi yang sangat sederhana ini.

Senada dengan itu penulis menyampaikanpenghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih sedalam-dalam-nya kepada semua pihak yang telah berjasa dalam proses pendidikan dan pembinaan diri dengan ilmu pengetahuan dan akhlak sejak Sekolah Dasar hingga kini.

Rasa terima kasih khusus penulis haturkan kepada

Bapak Dr. F. X. Koesharto yang dengan tulus hati telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran-saran

sehing-ga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para petugas perpustakaan yang secara tidak langsung

telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini meruPakan syarat untuk memperoleh ge-lar Dokter Hewan. Namun karena penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa maupun isi, maka dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi

ini dan demi terciptanya wawasan berpikir bagi penulis

di masa yang akan datang.

Kepada ayah dan bunda tercinta yang telah berhasil

(9)

ngan penuh keterharuan dan rasa hormat seda1am-da1amnya. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi mere-ka yang membutuhmere-kannya.

(10)

.

.

. . . .

.

. .

.

.

.

.

. .

.

.

.

.

. . .

.

. . . .

.

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

PENDAHULUAN • • • • • TINJAUAN PUSTAKA

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

. .

.

.

. . .

Jenis ektoparasit pada kuda • • • • • • • • • • • •

Bionomik • • • • • • • • • • • • Bentuk gangguan ektoparasit terhadap induk semang

PEMBAHASAN KESIMPULAN

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

DAFTAR PUSTAKA • •

• • • • • • • • • • •

Halaman

1

4

4

8

34

46

51

(11)

No. Judu1 Ha1aman

(12)

No Judul Ealaman 1. Siklus bidup Culicoides •••••••••••••••••• 18

2. Siklus bidup lalat Gasterophilus ••••••••• 28

3. Dermatitis alergi kuda: permulaan luka

yang terdapat di bagian sisi tubuh ••••••• 40 4. Dermatitis alergi kulit: luka parah dengan

kerobekan kulit yang terdapat di bagian pantat dan pangkal ekor akibat gigitan

dan gOBokan •••••••••••••••••••••••••••••• 40

5.

Dermatitis alergi kuda: pada keadaan

khronis bentuk kulit di bagian bahu menga-lami kegundulan yang terlihat tebal dan

(13)

Sejak jaman dahulu hewan kuda telah banyak dikenal

di Indonesia. Di jaman Belanda kuda lebih dikenal seba-gai hewan pekerja, karena banyaknya kuda yang dipekerja-kan di perkebunan orang-orang Belanda pada waktu itu. Banyak pula kuda-kuda yang dipergunakan oleh opsir-opsir

Belanda yang bertugas diketentaraan sebagai kuda-kuda tunggang.

Sampai sekarang kuda-kuda tersebut masih kita kenaI

melalui berbagai mac am fungsinya. Sebagai kuda tarik, kuda beban maupun kuda pacu.

Fungsi hew an ini sebagai kuda tarik (delman, gero-bak) dan kuda beban lebih banyak ki ta jumpai di

daerah-daerah dari pada kota besar. Kuda pacu lebih banyak

ki-ta jumpai di koki-ta-koki-ta besar, untuk perkembangan olah raga yang peminatnya semakin besar pula. Hal ini dapat kita lihat semakin banyaknya kuda-kuda pacu yang diper-tandingkan, baik pertandingan yang bersifat nasional

ma-upun internasional.

Mengikuti perkembangan peternakan kuda maka fungsi Dokter Hewan sebagai pendorong pengembangan sangatlah diperlukan disini.

Secara umum di Indonesia belum ada kesadaran yang menyeluruh dari para pemilik llewan :\l:uda untuk membawa

(14)

bab-sebab ekonomis yang terutama didapat pada pemilik

kuda gerobak dan sejenisnya. Akan tetapi bagi para pe-milik kUda pacu kesadaran ini tampaknya sudah ada.

Salah satu gangguan kesehatan dapat disebabkan o1eh penyakit parasite Berdasarkan tempat hidupnya dibedakan lagi menjadi dua jenis yakni ektoparasit dan endoparasite

Ektoparasit merupakan parasit pada ternak yang u-mumnya menyerang permukaan tubuh, terdiri dari berbagai jenis misa1nya 'la1at, kutu, nyamuk, caplak dan-tungau. Adanya ektoparasit pada ternak sangat merugikan, karena bertindak sebagai induk semang perantara atau vektor be-gi beberapa penyakit lain yang disebabkan oleh: virus,

bakteri, protozoa, cacing maupun jamur. Selain itu ek-toparasit dapat mengganggu ketenangan hewan, menurunkan na!su makan, menghisap darah sehingga dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, kekurusan dan menurunkan kwalitas kulit, sedangkan pada infestasi berat dapat

ju-ga menyebabkan kematian. Sampai saat ini kita memang

belum mempunyai data yang tepat tentang kerugian yang disebabkan oleh ektoparasit (Keswan, 1983).

Yang penting bagi kita ada1ah bahwa penyakit-penya-kit tersebut di at as merugikan sehingga merupakan tugas

(15)

prinsipnya adalah menurunkan populasi (jumlah)

ektopara-sit sampai batas yang tak merugikan terutama ektoparaektopara-sit pengganggu dan yang diduga sebagai vektor penyakit.

Dari sini penulis ingin mengungkapkan sedikit me-ngenai penyakit ektoparasit pada kuda"karena selama ini pembahasan tentang penyakit tersebut jarang dilakukan.

Semoga skripsi ini merupakan sumbangan pikiran bagi

mereka yang berminat menyelidiki penyakit ini lebih

(16)

Secara umum perkembangan populasi kuda di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari

per-sentase kenaikan rata-rata mulai tahun 1974-1978 menca-pai 0.72%, sedangkan tahun 1979-1983 mencamenca-pai 1.61% (Dirjen Peternakan, 1985). Dibanding dengan ternak la-in, jumlah populasi kuda termasuk paling kecil (Tabel 1).

Arthropoda yang dapat bertindak sebagai vektor pe-nyakit yang dipermasalahkan meliputi lalat Musca sp., Stomoxys calcitrans dan Tabanus sp.

Penyaki t yang umumnya sering menyerang kuda antara lain: kudis at au scabies disebabkan oleh tungau,

derma-titis alergi oleh "sandfly" (Culicoides sp.) dan lalat kerbau.

Serangga umumnya tergolong ke dalam phylum Arthro-poda yang meliputi lima kelas yakni kelas Crustacea, In-secta (Hexapoda), Arachnida, Chilopoda dan Diplopoda.

Dari kelima kelas ini ektoparasit yang banyak menyebab-kan kerugian dan menularmenyebab-kan penyakit termasuk di dalam kelas insecta dan Arachnida (Keswan, 1978).

Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian

lu-ar dlu-ari tubuh induk semang.

Jenis ektoparasit pada kuda

(17)

5

Tabe1 1- Popu1asi ternak di Indonesia (1974-1984)

(000 ekor)

Tahun Sapi perah Sapi potong Kerbau Kuda

1 2 3 4 5

Kenaikan rata-rata

7.82 -0.18 -4.20 0.03

Pelita I

(%)

1974 86 6.380 2.415 600

1975 90 6.242 2.432 627

1976 87 6.237 2.284 631

1977 91 6.217 2.·292 659

1978 93 6.330 2.312 615

Kenaikan rata-rata

+2.03 -0.19 -1.04 +0.72

Pelita II

C%)

1979 94 6.364 2.432 596

1980 103 6.440 2.457 616

1981 113 6.516 2.488 637

198211 140 6.594 2.513 658

1983 162 6.660 2.538 665

Kenaikan rata-rata

Pelita III

C%)

11.99 1.02 1.90 1.61

1984- 173 6.741 2.724 672

Keterangan: *) Angka diperbaiki

(18)

tungau. Lalat-lalat yang bertindak sebagai ektoparasit kuda termasuk di dalam famili Muscidae, Tabanidae,

Simu-liidae, Ceratopogonidae dan Gasterophilidae.

Ordo Diptera dan famili Muscidae meliputi Musca

££-mestica yang tersebar hampir di seluruh dunia. Sebagian besar aktir pada siang hari dan menyukai cahaya

mataha-rio Karena seringnya berada di dalam tempat tinggal ma-nusia, lalat ini lebih umum disebut sebagai lalat rumah. Musca vetustissima (lalat semak) merupakan spesies asli dari Australia. Selain itu lalat ini dapat dijumpai pu-la di Papua Nugini. Sebagian besar terdapat di padang rumput, semak belukar dan habitat terbuka. Musca sorbens tersebar di negara-negara ASia, antara lain India, Pales-tina, Iran dan Jepang. Spesies ini sering terdapat di tempat-tempat umum seperti pasar, kakus umum dan

timbu-nan sampah. Stomoxys calcitrans tersebar luas di dunia. Lalat yang sering disebut dengan lalat kandang ini lebih menyukai hidup bergerombol. Haematobia exigua (lalat kerbau) mempunyai ukuran tubuh yang relatir kecil,

seki-tar empat milimeter. Ia terdapat di negara-negara Je-pang, Taiwan, Cina bagian utara, Philipina, Muangthai, Indonesia, Papua Nugini, Birma, Ceylon, India, Solomon, dan Australia.

Famili Tabanidae yang suka menyerang ternak kuda

(19)

hampir di seluruh dunia. Ia sangat aktif pada saat cua-ca panas dan lembab.

Famili Simuliidae yang dilaporkan sebagai penyerang ternak kuda di Australia yang dikutip oleh Arundel (1978) yaitu Austrosimulium pestilens dan Austrosimulium セᆳ

crofti. Lalat ini sering menggerombol dan banyak

dijum-pal di dekat sungai yang mengalir deras.

Famili Ceratopogonidae yang merupakan ektoparasit

kuda adalah Cu1icoides sp. Di セオウエイ。Qゥ。@ 1alat ini ter-sebar di sepanjang Queensland sampai ke utara dan New South Wales (Campbell dan Kettle, 1979). Ia dapat

me-nyerang sepanjang hari, tetapi sangat mengganggu pada saat hari mUlai sore.

Famili Gasterophilidae yang termasuk sebagai ekto-parasit pada kuda dan yang sering dilaporkan ada1ah Gasterophilus intestinalis, G. nasalis dan

Q.

Haemorrho-idalis. Spesies yang pertama dan kedua umumnya

terda-pat di Australia. s・、。ョァォ。ョセN@ haemorrhoidalis hanya terdapat di New South Wales, Victoria dan Australia

ba-gian barat.

Kutu yang termasuk ordo Fthiraptera yang menyerang kuda meliputi famili Trichodectidae yakni Damalinia equi

(kutu penggigit) dan famili Haematopinidae yaitu Haema-topinus asini (kutu penghisap).

(20)

tersebut adalah Psoroptes equi dan Chorioptes bovis.

Bionomik

Ektoparasit yang menyerang hewan pelihara dan liar maupun manusia mempunyai bentuk tubuh, sejarah hidup ser-ta tingkah laku yang khas. lni adalah akibat penyesuaian diri terhadap lingkungan hidupnya, guna mempertahankan hi-dUp serta berkembang biak seterusnya (Keswan, 1978).

Bionomik merupakan siklus hidup parasit yang diawali mulai dari keluarnya telur sampai berkembang menjadi dewa-sa serta tingkah lakunya sewaktu masih hidup.

Lalat famili Muscidae Genus Musca

Lalat jenis Musca yang menyerang kuda adalah Musca domestica (lalat rumah), Musca vetustissima (llbushf1yll) dan Musca sorbens (Pascoe, 1974 dalam Arundel, 1978)

Musca domestica tersebar hampir di seluruh dunia. la terdapat di Australia, tetapi di Tasmania penyebarannya

kurang.

Panjang tubuhnya berkisar antara empat sampai delapan mi1imeter. Bagian scutum dari thorax berwarna coklat ge-lap sampai hitam dengan empat garis ャッョァセエオ、ゥョ。ャ@ yang ber-warna hi tam, bagian abdomen berber-warna jingga tua.

(21)

Telur berwarna putih dengan panjang

1.20-1.25

mm dan le-barnya

0.25-0.30

mm. jumlahnya dapat meneapai antara

120-150

butir. Dalam kondisi yang menguntungkan larva menetas dalam waktu

12-24

jam (Ferrar.

1979) •

.i.arva instar pertama keeil, langslng, berwarna putih dengan panjang

1.3-2.6

mm, instar kedua

2.8-6.7

mm, se-dangkan yang ketiga berwarna keputihan panjangnya

6.5-12.5

mm. Larva menjadi dewasa berkisar antara empat

sam-pai tujuh haria Perkembangannya mengalami hambatan

apabi-la euaea dingin', lingkungan kering atau persediaan makanan tidak ュ・ョ」オォオーセN@ Mereka meninggalkan tempat perindukan kemudian menjadi pupa di tanah (Rockstein dkk.,

1965;

Ferrar,

1979).

Periode pupa yang berwarna eoklat kemerahan berkisar tiga sampai enam hari pada ュオウセュ@ panas.

Lalat dewasa adalah synantropik sejatl, menglkuti ma-nusia di seluruh dunia. Ia seeara aktif meneari dan mema-suki rumah-rumah dimana ia hinggap pada sampah dan makanan

(Rockstein dkk.,

1965).

Bahan makanan dan sayuran, hewan yang membusuk, sekresi tubuh dan luka adalah makanan spe-sies ini. Sebagian besar dar! mereka aktif di siang hari, menyukai eahaya dan slnar matahar! dan segera masuk ke da-lam tempat tinggal manusia (Ferrar,

1979),

te'tapi pada mu-s1m ding1n jumlahnya mulal berkurang.
(22)

Populasinya tinggi pada mUSlm aanas dan musim rontok, ke-mudian menghilang di awal mUSlm di'ngin (Norrls, 1966).

Kotoran sapl merupakan media yang disenangl untuk tempat berblak, tetapl dapat juga pada kotoran domba, ku-da onts, anjlng ku-dan manus1a (Ferrar, 1979). Dlsamplng i-tu juga pada kotoran babi dan lsi perut ruminan yang te-lah mati (Norris, 1966).

Tempat perindukan yang disukai lalat dewasa yang se-dang grafld yakni feses. Pada tempat tersebut lalat men-carl makan sambil menmen-carl lokasi perletakan telur yang sesuai. Apabila sudah mendapatkan tempat, lalat betlna memasukkan ovipositornya ke dalam celah feses (Ferrar, 1979). Telur diletakkan satu per satu pada feses dan

se-telah beberapa waktu akan menjadi satu kumpulan telur, jumlahnya dapat mencapal sekltar 48 butlr.

Telur segera menetas klra-klra 24 jam, kemudian lar- e va tumbuh secara pesat dalam lima hari. Masa pupa

seki-tar enam hari pada musim panas dan 10-14 hari pada waktu musim dingin (Norris, 1966). Menurut Johnston dan Tieas, 1922, dalam Sen dan Fletcher, 1962 pada mUSlm semi dan awal musim panas, waktu yang diperlukan dari stadium te-lur sampai dewasa sekitar 11-13 bari.

(23)

tanaman (Ferrar, 1979). Sebagian besar terdapat di

pa-dang rumput dan habitat terbuka.

Musca sorbens tersebar di negara-negara seperti In-dia, Palestina, Iran dan Jepang.

Lalat in! banyak dijumpai di tempat-tempat umum, me-llputi pasar, kakus umum, tlmbunan sampah yang basah dan kandang sapi serta kandang babi. Ia tidak suka memasuki rumah seperti Ialat Musca domestica.

Spesies im bertelur pada kotoran kuda, feses manu-sia, bahan sayuran busuk dan yang utama pada kotoran sa-pi. Telur siap menetas dalam waktu 24 jam, sedangkan

larva akan berganti menjadi pupa setelah lima hari. Ma-sa tenang pupa enam har1. Lalat yang baru keluar dar! pupar1um akan menjadi dewasa kelamin sekitar lima sampai delapan hari (Awatti, 1921 dalam Sen dan Fletcher, 1922).

Lalat dewasa sering berkerumun di atas bahan-bahan makanan dan sangat aktif mengikuti manusia untuk menda-patkan keringat atau eksudat yang keluar dar! luka.

stomoxys calci trans atau lalat Kandang

Lalat in! hidup tersebar luas di dunia, dan hidup dengan menghisap darah hewan berdarah panas. Hewan yang sering diserang ialah sap1, kerbau dan kuda (Pascoe,

1974

(24)

Ia mengembangkan keturunannya dengan cara bertelur. Daur hidupnya di ulai dari telur yang menetas menjadi larva, kemudian pupa dan akhirnya dewasa. Ia bertelur di atas kotoran yang banyak terdapat di kandang-kandang dan tempat lain dimana kelembaban dan zat organik banyak ter-dapat, diantaranya kotoran kuda, sapi dan domba. Tempat lain yang baik adalah di atas tumpukan jerami atau rumput kering yang terkontaminasi dengan urine (Ferrar, 1979).

セ・ュー。エ@ semacam ini sangat ideal, karena lembab. Selain

itu berguna untuk melindunginya dar! kekeringan.

Ukuran lalat kandang kira-kira sebesar lalat rumah,

dapat dibedakan melalui probosisnya yang panjang, kuat dan lurus ke depan. Lalat ini berwarna abu-abu, thorax-nya berbentuk segi empat dengan garis-garis hitam gelap, rues kedua dan ketiga dari abdomen terdapat tiga titik yang berwarna hitam gelap.

(25)

Pada hari ke 14-26 dengan suhu 21-26o

c,

larva akan berubah menjaOi pupa (kepompong). Periode pupa di daerah

エイッーセウ@ tidak lebih dari empat hari.

Kopulasi (perkawinan) terjadi dalam seminggu dan te-lur-telur セエオ@ dihasilkan selama 18 hari setelah lalat de-wasa (Hansens, 1951).

Cara mereka mengambil makanannya dengan menghisap darah selama tiga sampai empat menit sekali hisap. Volu-me darah yang diambil ctalam satu kali hisapan berjumlah 0.05-0.10 cc setiap ekor lalat. Sectangkan di musim panas ia menghisap darah hingga beberapa kali setiap harinya

(Ferrar, 1979) dan gigitannya menimbulkan rasa sakit yang menusuk.

Setelah lalat kanctang itu menghisap darah hingga ke-nyang, mereka mencari tempat-tempat yang disukai untuk beristirahat dan mencernakan makanannya. Actapun tempat-tempat yang disukai oleh mereka adalah di tembok-tembok dan pohon-pohon serta tempat lain yang terang. Mereka lebih menyukai hidup bergerombol di daerah yang terang daripacta daerah gelap dan jarang berada di padang rumput terbuka yang jauh dari pekarangan (Ferrar, 1979; Hansens, 1951). Faktor-faktor kelembaban dan cahaya sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan perkembangan selanjut-nya dari lalat kandang ini.

(26)

aktif dan ganas untuk kemudian saling menyerang dan

meng-hisap darah dengan cara melukai bagian perutnya.

Haematobia exigua (lalat Kerbau)

Lelat kerbau ini tersebar di negara- negara Jepang, Taiwan, Cina bagian utara, Phillpina, Muangthai, Indone-sia, Birma, Ceylon, セョ、Q。L@ Solomon dan Australia. Ia ju-ga lazim terdapat di Papua Nugini.

Spesies yang dewasa menyerang hewan piara terutama kerbau, sapi dan kuda. Kadang-kadang lalat ini juga me-nyerang manusia (Ferrar,

1979).

Panjang tubuhnya kurang lebih empat milimeter, ber-warna abu-abu dengan dua garis patah yang berber-warna hitam gelap pada bagian thoraxnya. Abdomen berwarna kecoklatan dengan garis longitudinal berwarna kemerahan, dan kakinya kekuningan (Ferrar,

1979).

Probosis yang panjangnya satu milimeter berguna untuk menembus dan menghisap darah.

Lelat ini berkembang biak dengan cara bertelur. Te-lur-telur i tu diletakkan pada tinja kerbau atau sapi yang masih segar, ia kurang menyukai tinja kuda sebagai tempat bertelur.

(27)

permukaan menUju ke pinggir, kemudian secara teratur me-nuju ke bawah sampai ke dekat permukaan tanah. Telurnya diletakkan satu per satu secara berdekatan di atas

permu-kaan t1nja. Jadi telur 1 tu tidak di tanamkan kuat-kuat d1 atas t1nja (Cook dkk., 1984 dan Ferrar, 1979). Telur yang panjangnya 1.2 mm berwarna coklat kekuningan sering sering ditempatkan pada celah atau di sela-sela tinja. Lalat bet1na memerlukan waktu untuk bertelur selama dua sampai tiga menit, jumlahnya mencapai 12-120 butir telur. Sesudah 1tu ia'merangkak di permukaan tlnja dan terbang lagi menuju induk semangnya.

Masa inkubasi telur i tu pada umumnya kurang dari 24 jam. Cook dan Spai (1981) menentukan masa inkubasi pada suhu yang berbeda-beda. Pada suhu 25°C masa セョォオ「。ウQョケ。@

berkisar antara 20 jam 54 ュ・セエ「ウ。ュー。Q@ 21 jam 18 menit, sedangkan suhu 35°C memerlukan waktu 15 jam 6 menit.

Setelah masa inkubasi terpenuhi, telur akan menetas menjadi larva. 1a akan makan t1nja dan makan d1 s1 tu. Pada suhu 27-290C larva akan menjadi dewasa dalam waktu empat har1 (Cook dkk., 1984). Para penelit1 dl Australia telah menemukan bahwa kelembaban セウ「Q@ 68 セ@ adalah

opt1-mal untuk hidup ャ。イカ。セN@ exigua, j1ka kelembaban nisb1 dibawah 50

%

maka pertumbuhannya akan terhenti. aー。「セャ。@
(28)

permukaan menuju ke pinggir, kemudian secara teratur me-nuju ke bawah sampai ke dekat permukaan tanah. Telurnya di1etakkan satu per satu secara berdekatan di atas permu-kaan tinja. Jadi telur i tu tidak di tanamkan kuat-kuat di atas tinja (Cook dkk., 1984 dan Ferrar, 1979). Telur yang panjangnya 1.2 mm berwarna coklat kekuningan sering sering ditempatkan pada celah atau di sela-sela tinja. Lalat betina memerlukan waktu untuk bertelur selama dua sampai tiga menit, jumlahnya mencapai 12-120 butir telur. Sesudah i tu iamerangkak di permukaan tinja dan terbang lagi menuju induk semangnya.

Masa inkubasi telur itu pada umumnya kurang dari 24 jam. Cook dan Spai (1981) menentukan masa inkubasi pada suhu yang berbeda-beda. Pada suhu 25°C masa セョォオ「。ウゥョケ。@

berkisar antara 20 jam 54 mem tbsampai 21 jam 18 meni t, sedangkan suhu 35°C memerlukan waktu 15 jam 6 menit.

Setelah masa inkubasi terpenuhi, telur akan menetas menjadi larva. 1a akan makan tinja dan makan d1 51 tu. Pada suhu 27-290C larva ekan menjadi dewasa dalam waktu empat hari (Cook dkk., 1984). Para peneliti dl Australia telah menemukan bahwa kelembaban msb1 68 セ@ adalah

(29)

Pupa yang panjangnya tiga milimeter berwarna cok1at kemerahan dengan aspek mengkl1at, 'kurang membutubkan ke-lembaban dibanding dengan larva, babkan jika tubuhnya ba-aah akan terkena serangannya bakteri. Selru.n i tu ia peka terhadap kekeringan, dan tidak menetas dalam temperatur rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi 。ォエセカゥエ。ウ@ lalat de-wasa adalah intensitas cahaya, arab udara, terutama tem-peratur dan kelembaban lingkungan (Tillyard, 1931 ttalam Seddon, 1967). Pada saat 11ngkungan turun'dibawah 27°C aktivitasnya menurun dan apabila dibawah 9°C kemungkinan 1alat i tu akan mah.

Menurut William dkk. (1985) bahwa di alam, lalat io1 rentan terhadap temperatur rendah' oleh karena itu ia a-kan menghilang selama musim dingin. Keberadaannya terba-tas pada daerah-daerah yang secara re1atif mempunyai ke-lembaban tinggi.

Penyebaran lalat io1 selain ditentukan oleh arah a-ngin, terdapat faktor-faktor lain yang menarik datangnya lalat ialah bau Induk semang, kehangatan dan ォ・イャョァ。セ@

yang keluar dari induk semang.

Lelat famili Ceratopogoo1dae Cullcoldes sp.

(30)

lazim terdapat di daerah yang panas dan lembab di dekat pesisir Queensland (Derrington, 1964).

Secara umum lalat ini disebut dengan sandfly atau agas, berukuran sangat kecil yaitu satu sampa1 tiga mili-meter dan bentuk punggungnya bongkok. Lalat jantan mem-punyai antena plumose (bulu yang lebat). sebaliknya pada yang betina antenanya non plumose (tidak berbulu). Sa yap-nya pendek dan lebar, bertotol-totol, ditutup oleh bulu-bulu halus.

Telurnya diletakkan di atas tanaman yang tumbuh dJ. da-lam air. Berbagai spesies mempunyai habitat yang berva-riasi seperti: lumpur, pasir di tepi muara, sungai, danau, kolam, daun dan lubang-lubang pohon (William, 1963 aan Rowley, 1967). Pada temperatur 6°C beberapa telur akan menetas dalam waktu enam hari, tetapi pada temperatur 40C

telur tidak 、。ー。セ@ menetas meskipun chorion dari beberapa telur sudah retak sebelum dua ィ。イセN@ Sedang pada tempera-tur 16 C, masa inkubasinya akan mencapai セゥァ。@ hari

(J obll.ng, 1953).

Setelah te1ur-telur itu menetas larva tetap tidak

bergerak selama dua menit. Bentuk larva panjang dan

Pl-pih, mempunyai duri di bagian ujungnya. D1 permukaan

ta-nah gerak-geriknya seperti ular, sedangkan di dalam air 1a akan berenang dengan bebas (Jobling, 1953). Pada

(31)

lubang-セN@ セャG@

\

セNG@

ャGセ@

LセN@ ,

.or '

., ,

;; ,; If: "\

"

'

1 '

'l

Gambar 1. Sik1us Hidup Cu1icoides sp. Keterangan gambar

[image:31.557.63.463.67.507.2]
(32)

1ubang basah yang mengandung zat orgao1k. Pupa 1 tu

dili-puti oleh durl-duri atau tuberke1 di se1uruh permukaan

tubuhnya (Gambar 1).

Ia dapat menyerang hewan sepanjang siang harl, teta-pl blasanya mulai sangat mengganggu di waktu sore hari, kira-klra tlga Jam sebelum matahari terbenam (Pascoe, 1974, dalam Arundel, 1978). Pada saat cuaca mendung a.au tldak ada sinar matanarl, mereka secara berke1ompok akan menyerang hewan dan membentuk kerumunan seperti kabut.

Lalat io1 'sangat aktlf pada suhu antara 9.5-l7.50C, kemuaian akan menghilang pada hari yang panas dan kerlng. Selama cuaca tidak menguntungkan 1alat bersembunyi di de-kat akar rumput atau celah-ce1ah tanah.

Lalat ramill Slmu1lldae

Dllaporkan darl Australia, bahwa di negara iao1 ter-dapat dua spesies "black flies" atau lalat hi tam yang me-nyerang ternak yako1 aオウエイッウセュオャセオュ@ pesllens dan

Austro-ウセュオャゥオュ@ bancrofti. Mereka membentuk gerombolan dan ba-nyak dijumpai di dekat sungai yang mengallr deras

Tarshis, 1968).

(33)

antenanya. Austrosimulium pestilens memiliki lu segmen sedangkan pada!. bancrofti hanya sembilan segmen.

Lalat ini berbiak pada sungai yang dasarnya 「・イー。ウセイ@

dan mengalir deras. 1a mengeluarkan te1ur-telurnya dan diletakkan di pasir basah (Colbo dan Moorhouse, 1974, セᆳ

lam Arundel, 1978), akan tetap1 ada beberapa telur yang

、セャ・エ。ォォ。ョ@ pada tanaman air, ーセョァァゥイ@ batu atau benda lain

yang terdapat di dalam air. Hal ini dilakukan lalat

be-セョ。@ dengan cara merendam ッカセーッウゥエッイョケ。N@ Betina dapat menghasilkan beberapa ratus telur dalam satu jam, telur-telur itu diletakkan menjadi satu oleh zat yang mirip ge-latin (Raybould, 1969).

Larva menetas dalam waktu satu sampai dua minggu. Di alam habitatnya pada tumbuh-tumbuhan, batu-batuan ata-u benda-benda yang terletak didasar sata-ungai Hセ。イウィゥウL@

1968). Makanannya antara lain ganggang, protozoa dan crustacea kecil. Setelah melalui enam atau tujuh kali molting, ia akan berubah menjadi pupa yang d1keli11ngl olleh bahan seperti sutera. Pupa ini mengaitkan tububnya pada batang kayu, tetapi sebagian besar di イ。ョエセョァMイ。ョエゥョァ@

pohon yang tumbuh dl bawah permukaan sungal yang

(34)

La1at farniE 'l'a banidae Tabanus sp.

La1at Tabanus merupakan 1a1at berukuran besar, pan-jangnya aapat meneapai 25-30 mm dengan bentuk tubuh yang tegap aan sayapnya lebar serta matanya besar berwarna me-nyo1ok. Oleh karena 1alat betina menghisap darah, bagian mulutnya berkembang menjadi alat penggunting dan penghi-sap, sedangkan lalat jantan makan sari bunga. Kedua

je-セウ@ kelamin dari lalat ゥセ@ dapat dibedakan melalui gar1s pembatas yang mernisahkan kedua matanya. Pada yang betina kedua matanya dipisahkan oleh garis pembatas walaupun de-ngan jarak yang sempi t (dikhoptik) sedangkan lalat jantan mempunyai mata yang sahng berhimpi tan (holoptik).

Antena terdiri dari dua segmen yang terletak di ba-gian basal dan yang ketiga berukuran besar, sedangkan segmen keempat sampai ketujuh berukuran keeil.

Vena-vena pada sayap mempunyai pola yang karakteris-tik, terutama eabang vena longitudinal keempat, ーイッ「ッウセウᆳ

nya mengarah ke bawah berukuran pendek aan 1unak. Sa yap yang terang tembus akan mengatup seeara horizontal ketika istirahat.

(35)

dan mengoyak jaringan beserta pembuluh darahnya.

Lalat Tabanus lebih suka meletakkan telurnya pada tumbuh-tumbuhan. Hal ini titunjang dengan hasil peneli-tian Tarmudji (1981) bahwa sebagian besar kelompok telur ditemukan pada rumpun tumbuhan di dekat dinding kandang. Menunjukkan bahwa lalat Tabanus sp. cenderung mencari temp at yang paling dekat dengan tempat hinggap untuk me letakkan telurnya. Diantara 10 spesies tumbuhan yang ada kelompok telurnya adalah: padi, teki rawa, wewehan,

gen-jer, kremah, rumput tuton dan enceng lalaki. Sedangkan ttimbuhan yang tidak ada telurnya meliputi kangkung, eceng gondok dan unyahan. Ini berati bahwa 70% dari 10 spesies tumbuhan yang berada di dalam kandang digunakan oleh ャ。セ@ lat Tabanus sp. untuk meletakkan telurnya. Patton dan Cragg (1913) yang dikutip oleh Tarmudji (1981) menyatakan bahwa hampir semua lalat Tabanidae yang meletakkan telur-nya pada bagian tumbuh-tumbuhan, tidak memilih spesies tumbuhan tertentu.

Bagian daun lebih disukai lalat Tabanus sp. untuk meletakkan telurnya, diduga karena daun mempunyai permu-kaan yang re1atif lebih luas dibandingkan dengan

(36)

Menurut Roberts (1952), telur yang panjangnya 2 mm menetas pada hari ketujuh sampai hari kesepuluh, kemudian

jatuh ke dalam air atau lumpur. Selain i tu larva terda-pat kira-kira dua atau tiga inci di atas tanah rawa dan di sekitar danau, kolam dan sungai (Jones, 1953 dan l{oberts, 1952).

'1ubuh larva Tabanus terdiri dari 11 segmen, sedang kan bagian kepalanya tidak begitu jelas. Tlap segmen me-millki delapan tuberkel. Bagian mulut dapat digunakan

untuk memegang dan mengunyah. Larva lni makan runtuhan zat organik tetapl ada yang berslfat predator ganas pada larva insecta, 」。」セョァ@ atau larva hewan lain yang tubuhnya lUnak (Jones, 1953). Lama stadium larva klra-klra dua sampai tiga bulan dan mengalami beberapa pergantian kulit.

Pupa berbentuk silindris pada bagian anteriornya dan

berbentuk agak merunclng pada bagian posteriornya. Umum-nya berwarna kuning kecoklat-coklatan. Bentuk kepala dan thorax mirip imago, sedang baglan perut mempunyai segmen yang dapat digerak-gerakkan mirlp larva. Menjelang sta-dium pupa biasanya larva plndah ke tempat (tanah) kerlng.

stadium pupa membutuhkan waktu antara 10-21 hari.

Lalat Tabanus yang muncu1 dari pupanya segera berlin-dung diantara daun-daun atau obyek lain dl dekatnya.

(37)

cuaca panas dan lembab. Lalat betina terkenal sebagai

penghisap darah, sedangkan yang jantan hanya makan sari

bunga dan cairan tanaman. Mereka menyerang hewan besar,

seperti: kerbau, kuda dan sapi. Sebagai tempat

predi-leksinya adalah bagian samping bawah abdomen, sekitar

pu-sar, kaki dan leher. Setelah kenyang darah mereka

me-ninggalkan hewan, mencari tempat istirahat pada

kulit-ku-lit kayu, batu-batuan, dinding bangunan atau di bawah

permukaan daun. Selanjutnya mereka mencari tempat untuk

meletakkan telurnya.

Lalat famili Gasterophilidae

Gasterophilus sp.

l'erdapat enam spesies (jasterophilus pada kuda di

ber-bagal bagian dunia. ャセァ。@ diantaranya didapatkan di Aus-tralia, yakni

Q.

intestinalis,

Q.

nasalis serta

Q.

hae-morrhoidalis. sー・ウセ・ウ@ yang lain adalah

Q.

pecorum,

Q.

nlgrlcornis dan

Q.

inermis yang lebih terbatas penyebaran-nya, untuk kedua spesies yang pertama ditemukan di Asia

bagian selatan (Zumpt, 1965 dalam Arundel, 1978).

Gasterophilus intestinalis in! sangat umum terdapat

di Australia, sedangkan

Q.

nasalis juga tersebar di semua negara bagian walaupun dalam infestasi ringan. Spesies
(38)

Ditegaskan oleh Waddel (1972) di Queensland, biasanya lalat dewasa aktif pada bulan 0eptember sampai Januari. Pada waktu musim dingin hingga awal musim panas, larva in-star pertama dan inin-star kedua tidak dijumpai dalam lambung kuda. Hal im sesuai dengan laporan Drudge (1975) yang di-kutip oleh Arundel (1978) dari hasil penelitiannya selama 22 tahun di Kentucky, Amerika Serikat. Populasi larva G.

intestinalis dalam lambung setiap hewan berkisar antara 50 larva pada bulan Desember sampai 229 larva pada bulan

Ma-ret dan G. nasalis paling rendah 14 larva pada bulan Sep-tember sampai 82 larva pada bulan Pebruari.

Lalat Gasterophilus dewasa berukuran besar dengan ram-but yang berwarna kuning sampai hi tam, hampir menyerupai lebah besar, tetapi mereka hanya memiliki satu pasang sa-yap. Lalat betina mempunyai ovipositor yang panjang me-lengkung di bawah abdomen, organ im dapat dikelirukan de-ngan alat sengat.

Gasterophilus intestinalis meletakkan telurnya yang berwarna kuning dikaitkan pada bulu kaki depan dan panggul

kuda (Ross, 1932). Beberapa telur lainnya dikai tkan pada bulu tengkuk dan punggung, tetapi yang paling digemari yak-ni di bawah tubuh. Sedangkan sejumlah telur dapat dijumpai berada di permukaan bagian medial antara lutut dan kuku ka-ki depan.

(39)

terjadi pada waktu kuda menjilat-jilat tubuhnya. Perk em-bangan beberapa telur mengalami hambatan terutama di musim dingin. Telur menetas menjadi larva di luar mulut dan

te-tap tinggal di tempat selama seminggu, suatu saat larva a-kan merayap masuk ke rongga mulut dan menembus lidah bagi-an bagi-anterior (Tolliver dkk., 1974), kemudibagi-an bersembunyi di mukosa pipi selama 24-25 hari. Perkembangan larva terdiri dari tiga instar. Beberapa larva instar pertama bersembu-nyi dalam kantung di antara gigi serta di antara gusi

de-ngan molar. セ・ウオ、。ィ@ molting instar kedua akan menempel se-lama beberapa hari di faring dan di sisi epiglotis, selan-jutnya ia pergi menuju lambung. Dalam waktu lima minggu ia molting menjadi instar ketiga yang berwarna merah muda

(Waddel,

1972).

Larva dewasa berwarna coklat gelap ikut bersama tinja, sesudah itu akan berubah menjadi pupa di ta-nah dalam waktu tiga sampai empat minggu kemudian.
(40)

2 TElUR

I

, b '

DEWASA

OG@

menu .. "" hd.

セセ@

Jf

l----.

セuォオGャr@ IJami

I

Gambar 2.

3

PU PA dllam lambung

セXG@

"" .. ' c

-セ@

セセ@

·

..

• • , , ,

: 4

,

セN@

a.

.,

b

PUPA

Niセ@

' .... ,., :

'liJ

--.- c - - .

Plmb_uran lOX Uhnn Blimi Ukurn .!ami

4

2 3

Siklus hidup lalat Gasterophilus

Keterangan gembar

a. Gasterophilus haemorrhoidalis; b.

salis; c. ljasterophlius intestlnalis;

2.

telur;

3.

pupa

dalam lambung; 4.

Gastero1hilus

na-1.

la at

dewasa;

[image:40.541.99.445.87.545.2]
(41)

menempel pad a pilorus dan bagian pertama duodenum.

Seki-tar 10-11 bulan sesudah menetas, insSeki-tar ketiga keluar

ber-sama feses dan menjadi pupa di tanah. Tahap pupa

memerlu-kan waktu 16-64 hari (Hatch dkk., 1976).

Gasterophilus haemorrhoidalis (lalat hidung),

menga1t-kan telurnya pada bulu-bulu di sekeliling bibir, hidung dan

pipi kuda (Gambar 2). Telur yang berwarna hitam kecoklatan

akan menetas dalam dua sampai lima hari, lalu masuk ke

da-lam mulut. Kemudian mereka meneruskan perjalanan menuju

lambung sampai suatu saat diam di jaringan subepitel dan menempel pada mucosa terutama di bagian fundus dekat

p11o-rus.

Ia akan menetap di·lambung selama delapan sampai dua

belas bulan. Sebelum meninggalkan perut, larva sering

me-nempel terlebih dahulu pada rektum selama beberapa hari

dan sesudah itu berubah menjadi pupa. Menurut Faulkner

dan Kingscote (1934) yang dikutip oleh Arundel (1978)

bah-wa sejumlah pupa ada yang meninggalkan induk semangnya

pa-da mus1m gugur, tetapi umumnya mereka keluar pa-dar1 pa-dalam

pe-rut pada musim semi. セ・エ・ャ。ィ@ sampai di tanah, tiga sampai

lima minggu kemudian pupa berubah menjadi lalat.

Kutu Famili Trichodectidae

Damalinia egui

Damalinia egui merupakan kutu penggigi t, panjangnya 2

(42)

se-tengah lingkaran (Hopkins, 1949 dalam Arundel, 1978).

Tu-buhnya berwarna coklat kenari kecuali di bagian abdomen yang berwarna kekuningan dengan garis-garis hitam melin-tang.

Sepanjang hidupnya kutu penggigi t menetap di tubuh in-duk semangnya, kecuali apabila terjadi kontak tubuh di an-tara kuda yang berdekatan, maka kutu-kutu itu dapat pindah ke kuda yang lain.

Murray (1963) mengatakan bahwa telur-telur yang berada dalam tubuh kutu· betina tidak akan berkembarig pada suhu di bawah 16°C dan di atas 44.50C.

Secara umum telur-telurnya dikaitkan pada bulu induk semang dengan menggunakan zat perekat. Penyebaran telur i-ni dipengaruhi oleh faktor temperatur dan diameter bulu. Telur yang dihasilkan akan berjumlah sedikit bila tempera-tur permukaan tubuh di atas 39°C, sedangkan pada temperatempera-tur 32-37°C akan mencapai jumlah telur yang maksimal (Roberts, 1952). Menurut Murray (1957) kuda memiliki due jenis bulu penutup yakni bulu halus yang menutupi anggota badan bagi-an atas, leher dbagi-an kepaIa; dbagi-an bulu kasar ybagi-ang terdapat di tengkuk, ekor dan kaki bagian bawah. Damalinia egui ini tidak dapat mengai tkan telurnya pad a bulu yang bertipe ka-sar. Hal ini sesuai dengan pengamatan Murray (1957) bahwa di tempat-tempat seperti bulu tengkuk dan ekor serta kaki tidak dijumpai adanya telur-telur kutu tersebut.

(43)

ha-rio Kutu yang baru menetas bentuknya menyerupai kutu dewa-sa, keeuali dalam ukuran tubuhnya yang lebih keeil. Seper-ti halnya kutu dewasa, mereka hanya makan parSeper-tikel-parSeper-tikel dari bulu dan runtuhan lapisan kulit.

Se1ama musim dingin popu1asi kutu kuda semakin

mening-kat jum1ahnya, hingga meneapai puncaknya pada akhir musim dingin dan awa1 musim semi (Murray, 1957). Pada saat da-tang musim dingin, temperatur tubuh induk semang seeara te-rus-menerus sesuai untuk perkembangan te1ur, baik telur yang masih berada di 'da1am tubuh kutu betina maupun untuk te1ur yang sudah me1ekat di bu1u induk semang. Hal in1 terbukti dari kehadiran Damalinia equi yang berjum1ah besar di peng-hujung musim dingln (Murray, 1963). Tetapi dengan semakin naiknya temperatur di musim semi akan menyebabkan rontok-nya bulu-bulu kuda. Sebagai konsekwensinya jumlah kutu di permukaan tubuh induk semang menjadi berkurang, karena ku-tu ikut terbawa jaku-tuh bersama bulu-bulu.

Murray (1957) menegaskan bahwa hanya sedikit kutu yang dapat bertahan hidup pada musim panas, sebab se1ama musim panas temperatur di dalam lapisan bulu tubuh terutama di bagian bahu, punggung dan pantat akan tetap tinggi. Sela-in terjadSela-inya kematian kutu juga mengakibatkan pengurangan

jum1ah te1ur yang di1etakkan.

Kutu famili Haematopinidae

(44)

Haematopinus asini

Kutu ini disebut juga sebagai kut).l penghisap, berwarna

coklat kekuningan, panjangnya antara 3-5 mm dan memiliki

bentuk kepala yang panjang dan lonjong. Pakinya pendek

di-sertai dengan alat kait untuk mencengkeram.

Seluruh hidup dan perkembangannya berlangsung di tubuh

kuda. Ia seringkali mengaitkan telurnya pada bulu yang

ber-tipe kasar (panjang) terutama sekali di bulu bagian tengkuk,

ujung ekor dan kaki depan (Murray, 1957).

Bacot dan Linzel1 (191S) yang dikutip oleh Sen dan

Fle-tcher (1962) mendapatkan bahwa pada temperatur 29.4oC

sam-pai 37.SoC masa inkubasi telur kurang lebih dua minggu,

te-tapi telur akan mati pada. temperatur 49°C selama dua jam.

Telur yang melekat pada bulu yang terlepas akan tahan hidup

selama 20 hari.

Kutu mud a yang baru keluar bergerak per1ahan menuju

ku-lit, di sana mereka mulai menusuk dan mengisap darah, hal

i-ni dilakukan berkali-kali. Ia akan mencapai bentuk dewasa

setelah melalui tiga stadium nimfa, selanjutnya siap

meng-hasilkan telur dalam waktu 11-12 hari (Murray, 1957).

Parasi t ini akan meningkat jumlahnya dengan cepat pada

musim dingin dan akan berkurang pada saat musim semi waktu

terjadi pergantian bulu. Kutu penghisap ini lebih umum

ter-dapat di dasar bulu tengkuk dan leher.

(45)

Psoroptes sp.

Terdapat dua spesies Psoroptes pada kuda, yakni

R.

セᆳ

niculi dan

R.

equi. セー・ウゥ・ウ@ yang pertama disebut dengan tungau telinga, sedangkan yang kedua menyebabkan masalah

pada kuli t.

Psoroptes equi terdapat pada kuda dan mungkin juga

pa-da kelepa-dai pa-dan bagal. Serangannya nampak terbatas di neg

a-ra Inggris. Psoroptes cuniculi tersebar luas di dunia dan

menyerang bagian telinga kuda, domba, kambing, keledai dan

bagal. Beberapa kejadian telah dilaporkan dari Australia

HjッィョセエッョL@ 1963) antara lain di negara bagian Queensland, Victoria dan Australia bagian Barat.

·Tungau ini berwarna putih sampai kekuning-kuningan,

memiliki empat pasang kaki, yang betina panjangnya kurang

lebih 0.6 mm, sedangkan yang jantan lebih kecil, dapat

ter-lihat dengan mata telanjang, berbentuk bulat lonjong,

mem-punyai pedikel yang terdiri dari tiga ruas dan sepasang

rambut panjang pad a masing-masing dari ketiga kakinya

(Swe-atman, 1958 dalam Arundel, 1978).

Psoroptes betina dewasa meletakkan telurnya di pinggir

luka dan menetas dalam waktu satu sampai tiga hari. Pada

hari kedua dan ketiga larva akan berganti menjadi nimfa,

kemudian menjadi betina dewasa yang segera kawin dalam

ti-ga atau ernpat hari (Hoberts, 1952). Tungau betina

(46)

30-40 hari. Siklus hidup tungau ini dari telur hingga

de-wasa memerlukan waktu 10-12 har!.'

Chorioptes bovis

Tungau Chorioptes ini ukuran tubuhnya kecil dan

ber-bentuk oval. Koksa pertama dan kedua terpisah dari koksa

ketiga dan keempat. Pedike1 pada tarsus pertama, kedua dan

keempat pendek tidak bersegmen baik pada jantan maupun

be-tina. Tungau betina memiliki sepasang setae yang panjang

pada tarsus ketiganya, sedangkan yang jantan mempunyai

sa-tu setae panjang dan tarsal sucker.

セ・」。イ。@ umum ia terdapat pada kuda-kuda di seluruh

du-nia, se1ain itu juga terdapat pada sapi dan domba (Gray,

(47)

semang

Terdapat beberapa jenis ektoparasit yang menyerang kuda, diantaranya ia1ah 1a1at, kutu dan tungau. Sejum-lah ektoparasit ini hampir semuanya menghisap darah un-tuk kelangsungan hidupnya. Pada waktu ektoparasit itu

menghisap darah mereka dapat bertindak sebagai vektor penyakit. Selain itu dapat menimbulkan gangguan dengan bentuk dan derajad yang bervariasi. Gigitan ektoparasit ini dapat menyebabkan gangguan berupa rasa gatal, sakit, luka berdarah dan kegelisahan.

Musca sp.

Keberadaan lalat Musca domestica, M. vetustissima dan セN@ sorbens dalam populasi besar sangat mengganggu hewan kuda. Tempat-tempat yang .disukai lalat yaitu dae-rah yang beraspek basah, seperti: canthus mata, mulut, telinga, hidung, bibir vulva dan permukaan lubang penis.

Serangan ektoparasit pada mata akan menyebabkan 1a-crimasi yang berlebihan. Hal ini akan menarik datangnya lalat-lalat lain sampai seringkali tidak terhitung

(48)

Lalat rumah dan lalat semak

(tl.

vetustissima) ュセュᆳ

punyai peranan penting sebagai induk semang antara dari larva cacing Habronema muscae dan

g.

megastoma (kedua- . nya cacing lambung kuda). Larva cacing lambung yang 、ゥセ@

makan oleh larva lalat

tl.

domestica atau

tl.

vetustissima akan mengalami proses perkembangan di dalam saluran mal-pighi dan jaringan lemak tubuh yang akhirnya menuju ke bagian kepala dari pupa lalat. Setelah larva cacing mencapai stadium infektif, ia akan bermigrasi ke dalam probosis lalat·dewasa.

Kuda dan helvan sejenisnya dapat terinfeksi cacing Habronema sp. apabila ia menelan lalat infektif yang ja-tuh ke dalam makanan atau air minum, pada waktu lalat menghisap darah ataupun ketika lalat hinggap di sekitar mulut, hidung, mata dan luka-luka pada tubuh. Apabila larva yang dewasa terbawa oleh lalat ini masuk ke dalam mata kuda akan menyebabkan habronemic conjunctivitis, dan ke dalam luka menimbulkan habronemic granulomatosa berupa peradangan karakteristik, yaitu adanya pembentu-kan ulcus dengan jaringan granulasi yang tumbuh dengan cepat. Ulcus ini dapat meluas dengan konsistensinya ケ。セ@

(49)

Stomoxys ca1citrans

La1at kandang menyerang kuda serta beberapa hewan

lainnya seperti sapi, kerbau, kambing dan domoa. 1a

le-bih menyukai daerah kaki (Hansens, 1951). Da1am jum1ah

besar menyebabkan hel1an tidak bisa istirahat dengan

te-nang.

Pada tempat-tempat bekas gigitan 1a1at akan timbu1

papula-papula kecil yang berdiameter antara 5-10 mm,

ba-gian ini tertutup oleh tertutup oleh bulu. Kejadian

i-ritasi pada kaki menyebabkan kuda menendang dan

menghen-tak-hentakkan kakinya (Pascoe, 1974 dalam Arundel, 1978).

Se1ain itu kuda menga1ami kebengkakan di persendian kaki.

Pascoe (1971) mengatakan bahwa S. ca1citrans secara

a1ami dapat bertindak sebagai vektor dari bakteri

Derma-tophilus. Selain itu ia juga berperan sebagai vektor

mekanik dari beberapa protozoa patogen. Sebagai contoh

tイケー。qッRッュセ@ eyansi yang menyebabkan penyakit surra,

se-dangkan

1.

brucei menyebabkan penyakit nagana pada kuda

dan sapi di afrika. Penyakit anthrax dan anemia

infek-siosa equi ditularkan pula oleh lalat ini (Paar, 1959).

Karena spesies ini mempunyai kebiasaan mengambil darah

berka1i-kali, hal ini membantu di dalam P8nu1aran.

Sementara itu Said dan Bouchaert (1960)

aenyimpu1-kan bahwa la1at aenyimpu1-kandang :'c'rtindak sebagai vektor meaenyimpu1-kanik

(50)

Salmonella abortus egui pada kuda-kuda di mesir. Dari

25

kejadian penyakit tersebut, li kasus disebabkan oleh

penularan mekanik lalat kandang.

Haematobia exigua

Secara normal induk semangnya adalah kerbau dan sa-pi tetasa-pi kuda dapat juga diserang oleh lalat ini (Fer-rar,

1979).

Serangan ektoparasit yang berjumlah banyak akan menyebabkan kuda-kuda menjadi liar (Seddon,

1967

dalam Arundel,

1979).

Lalat ini mengganas terutama pada musim kemarau dan secara berkelompok menyerang hewan dengan infestasi men-capai ratusan lalat. Mereka jarang sekali meninggalkan

induk semangnya, kecuali jika akan bertelur (Ferrar,

1979).

Kedua jenis kelamin dari lalat ini merupakan peng-hisap darah dan gigitannya sangat menyakitkan. Hewan akan menggosok-gosokkan bagian tubuh yang terkena gigi-tan, akibatnya terjadi beberapa kerusakan kulit. Karena adanya dermatitis alergi ini, umumnya hevlan menjadi ge-lisah.

Culicoides sp.

(51)

peradangan kulit disertai kerontokan bulu. Lesio dan dermatitis alaergi ini biasanya terbatas pada tubuh ba-. gian dorsal termasuk pangkal ekor, pantat, sepanjang punggung, bahu, kepala dan telinga. Pada hewan muda ke-lainan-kelainan ini lebih sering terdapat pada telinga

dan pangkal ekor. Pada beberapa kasus, lesio dapat me-luas sampai ke leher, muka dan kaki.

Gejalanya akan terlihat lebih jelas pada saat ter-jadi iritasi hebat, terutama malam hari. Hewan terlihat menggosok-gosokkan tibuhnya ke pohon, pagar atau berba-gai obyek sampai rasa sakitnya terasa ringan Hd・イイゥョァエッセ@

1964

dan Riek,

1953).·

Pada stadium awal menunjukkan gejala yang khas, yakni papula ringan yang tertutup oleh bulu-bulu dalam posisi tegak. Papula ini tersebar di permukaan tubuh.

Pada bagian epidermis terjadi pengelupasan sel, me-nimbulkan gumpalan mas a sel yang terbentuk dari eksudat

serum dan cairan jaringan (Riek,

1953).

Bulu-bulu yang tumbuh di atas papula menjadi rapuh dan berkerut, rambut rontok sehingga papula akan terlihat jelas (Gambar 3). Di daerah pantat, bahu dan surai bagian depan akan kehi-langan bulu. Akibat dari hewan menggosok-gosokkan tu-buhnya, maka timbul luka lecet dan kerobekan disertai
(52)
[image:52.549.99.429.78.681.2] [image:52.549.180.366.79.291.2]

luka yang terdapat di bagian sisi tubuh.

Gambar セN@ Dermatitis alergi kuda: luka parah disert3i dengan kerobekan kulit

(53)

dulan yang terlihat tebal dan kasar.

kasusnya khronis sampai beberapa エ。ィオョセ@ kulit menjadi

te-bal dan kasar, kering serta mengalami kegundulan di

be-bernpa tempat. Permukaan kulit menjadi tidak rata

teru-tama di daerah bahu (Gambar 4). Temperatur tubuh tetap

normal kecuali apabila terjadi kerobekan yang

menyebab-kan terjadinya infeksi sekunder.

Simuliidae

Lalat ini menyerang semua jenis ternak termasuk

ku-da ku-dan manusia. Kehadirannya ku-dapat mencapai jumlah

be-sar. Gigitan lalat ini CUklP hebat, karena tusukannya

mengandung toxin yang dapat menyebabkan iritasi dan

ke-bengkakan (Roberts, 195?). Seroua bagian tubuh dapat

di-seragnya, tetapi 1a1at ini 1ebih menyukui daerah kaki,

[image:53.560.179.379.57.266.2]
(54)

dan telinga. Bagian tubuh yang terserang hebat akan me-nimbulkan udema. Apabi1a bagian udema ini tersentuh a-tau dipalpasi, hewan merasa kesakitan (Tarshis, 1967).

Tabanus sp.

Setiap 1alat Tabanus dapat menggigit dua sampai ti-ga kali sebe1um menghisap darah. Ku1it hewan yang ter-kena gigitan sering mengeluarkan darah da1am jangka wak-tu agak lama dan menimbulkan luka yang pedih (Barnet, 1961 dalam Arundel, 1978). Cara menggigit yang demikian itu menambah efisiensinya sebagai vektor mekanis dari

beberapa penyakit.

Menurut Henning (1956) yang dikutip oleh Yagi dan Razig (1974) bahwa lalat Tabanus merupakan induk semang antara yang utama dari Trypanosoma evansi dan memindahkro kannya secara mekanik. Sedangkan peneliti yang lain me-ngatakan bahwa lal:.l t ini dapat juga memindahkan parasi t darah tersebut pada kuda, kambing, anjing, gajah serta hewan lainnya. Jenis penyakit lain yang juga dapat di-tularkan oleh la1at ini adalah penyakit anthrax, anemia infeksiosa equi dan anaplasmosis.

Gasterophilus sp.

(55)

mencari perlindungan (Rainey, 194-8). Yang lebih suka mengganggu yakni spesies Q. nasalis, karena menyerang bibir dan leher secara tiba-tiba.

Instar pertama lalat Q. nasalis dan Q. intestinalis mengadakan penetrasi diantara jaringan gusi atau di sisi

gigi molar, hal tersebut akan menimbulkan kantung-kan-tung nanah dan iritasi yang berlebihan. Hev/an merasa sakit dalam mengunyah dan pertumbuhannyu akan terhambat. Ketika mereka menempel di faring dan duodenum anterior dapat menyebabkan peradangan dengan penebalan berupa cincin di sekeliling larva.tersebut. Apabila infeksi berat maka timbul gangguan pencernaan berupa obstruksi saluran pencernaan.

\'Iaddel (1972) menemukan kasus 19 % ulcus lambung dari 331 contoh lambung yang telah dikumpulkan selama satu periode (enam tahun) dan dari 92

%

lambung yang terkena ulcus didapatkan 18-34-0 larva lalat G. intesti-nalis. Tatche1l (1958) mengatakan secara normal larva makan eksudat jaringan.

Dikatakan oleh Mct'ianllmny (1965) kurang dari 1 'I> larva menempel pada bagian glandula lambung, tetapi

ke-banyakan infeksi terdapat pada mucosa non glandula yang

memainkan peranan kecil dalam pencernaan.

(56)

melekatnya larva tersebut menimbulkan peritonitis. Se-lain itu akan ditemui gejala ulcerasi di daerah oesofa_ gus dan lambung, keadaan ini merupakan luka yang paling umum (Tolliver dkk., 1975). Larva Gasterophilus juga dikenal sebagai penyebab peradangan dan pemborokan dan membrana mucosa lambung dan duodenum (Waddel, 1972).

Damalinia egui

Selama musim dingin parasit ini meningkat dengan

cepat. Ia menyerang dengan cara menggigit, terutama di tubuh bagian baeah dan rahang, tetapi dapat pula dijum-pai dalam bentuk kerumunan di punggung dan panggul (Riek, 1953). Dalam jumlah besar mereka akan menyebar ke seluruh tubuh.

Mereka menggigit dan menggerogoti kulit dengan

menggunakan mUlutnya, hal ini menyebabkan iritasi. Kuda yang merasa kesakitan akan menggaruk dan menggosok-go-sokkan bagian kulitnya yang terkena serangan. Akibatnya sebagian besar dari leher t bahu dan panggul menjadi

gundul dan rentan terhadap infeksi sekunder.

Menurut Roberts

(1952)

bahwa Damalinia egui sebagai vektor perantura dari anemia infeksiosa equi.

Haematopinus asini

(57)

testasi berat dapat menyebabkan anemia.

Se1ain pada bu1u tengkuk dan ekor, ia juga ditemui pada bulu kaki bagian bawah (Murray, 1963). Di daerah ini sering terjadi dermatitis dengan intensitas yang be bervariasi, karena hewan menggosok-gosokkan tubuhnya pa-da tiang atau obyek-obyek di sekitarnya.

Psoroptes egui

Tungau menusuk ku1it untuk menghisap cairan 1imfe dan merangsang suatu reaksi setempat dalam bentuk pera-dangan kecil disertai dengan keluarnya serum. Menurut Roberts (1952) tungau Psoroptes menyebabkan kudis di da-erah yang tertutup bu1u-bu1u panjang seperti dasar bu1u

surai dan ekor. Tetapi se1uruh permukaan tubuh dapat terkena dengan akibat yang serius. Permukaan ku1it yang tertutup bu1u panjang tadi akan mengalami luka dan tim-bu1 kerak. Tempat ini sudah tidak sesuai 1agi bagi tu ngau. 01eh karena itu ia berpindah 1agi ke pinggiran 1uka, akibatnya semakin memper1uas proses 1uka.

Sedangkan

E.

cuniculi yang menyerang te1inga, se1a-in mengakibatkan kebengkakan te1se1a-inga juga menimbu1kan eksudat kental yang berbau busuk yang berwarna coklat.

Chorioptes bovis

(58)

biri-biri. Biasanya tungau tingga1 pada kaki bagian ba-wah me1iputi 1utut dan tumit, tetapi dapat me1uas sampai ke perut dan aksilla serta selangkangan (Roberts, 1952 dalam Arundel 1978). Tungau menyebabkan kudis kaki yang tidak berarti, tetapi karena kegatalannya mengakibatkan hewan menggosok-gosokkan, menggaruk dan menghentak-hen-takkan kaki terutama pada ma1am hari.

(59)

Penyakit ektoparasit telah tersebar luas di dunia, terutama Indonesia sebagai negara tropis dengan kelemba ban nisbi yang tinggi merupakan tempat yang subur bagi kehidupan berbagai-bagai ektoparasit. Diantaranya ter-dapat beberapa jenis ektoparasit yang menyerang kuda meliputi lalat, kutu dan tungau.

Dalam bionomik telah diuraikan bahwa setiap jenis ektoparasit memiliki bentuk tubuh, siklus hidup dan tingkah laku yang khas karena adanya penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Keswan, 1978). Secara umum

da-pat dikatakan, lalat yang termasuk dalam ordo Diptera dan famili Muscidae le"bih suka meletakkan telur pada

tinja kuda yakni Musca vetustissima, セN@ sorbens,

§!2-moxys calcitrans. Lain halnya dengan Ceratopogonidae (CQlicoides sp.) dan Simuliidae, larva hidup di dalam air (William, 1963)dan Rowley, 1967). Lalat Tabanus

yang memiliki ukuran terbesar akan memilih tumbuh-tum-buhan air sebagai tempat berkembang biak, terutama pa-da permukaan bawah pa-daun (Tarmudji, 1980). Sepa-dangkan lalat Gasterophilus meletakkan telurnya dengan cara me-ngaitkan telurnya di bagian bulu kuda (Ross, 1932).

(60)

Kutu meletakkan telur dengan mengaitkannya pada bulu induk semang. tetapi kedua jenis kutu mempunyai perbedaan didalam memilih jenis bulu yang dibutuhkannya. Damalinia egui hanya memilih bulu yang bertipe halus se-perti yang terletak pada anggota badan bagian atas. le-her dan kepala. Sedangkan Haematopinus asini lebih een-derung menyukai bulu-bulu yang berdiameter lebih besar di bagian tengkuk, ujung ekor dan kaki bagian bawah (Murray,

1957).

Lain halnya dengan jenis tungauyang termasuk ordo Pthiraptera. famili Psoroptidae menyukai bagian.pinggir luka sebagai tempat meletakkan telur.

Telah dimaklumi bah<la ektoparasit hewan merupakan penyakit yang eukup mengganggu, karena dari sejumlah

ek-toparasit yang menyerang kuda hampir semuanya menghisap darah hewan untuk kelangsungan hidupnya. Pada waktu menghisap darah ektoparasit ini dapat memindahkan agen penyakit dari satu he<lan ke hewan lain.

Bila dibandingkan dengan ektoparasit lain yang me-nyerang kuda, maka lalat memiliki peranan yang lebih besar didalam bertindak sebagai vektor. Penyakit hewan menular penting yang dipindahkan vektor antara lain

sur-ra, anthrax dan infestasi eaeing h。「イッョ・セ。N@ 3elain he- . wan pemamah biak, kuda termasuk hewan yang rent an terha-dap penyakit surra dan anthrax.

(61)

disebabkan oleh lalat penghisap darah yang termasuk go-longan Tabanidae (Henning, 1956 dalam Yagi dan Razig, 1974). Disamping lalat Tabanus ternyata lalat penghi-sap darah yang lain mampu menularkan penyakit surra, an-tara lain Stomoxys calcitrans (Paar, 1959).

Paar (1959), Yagi dan Razig (1974) melaporkan bah-wa penyakit anthrax dan anemia infeksiosa equi dapat di-pindahkan o1eh 'l'abanus dan Stomoxys ca1citrans. Lalat yang tersebut terakhir ternyata juga mampu bertindak

se-bagai vektor mekanik dari kuman Salmonella abortus egui yang menyebabkan penyakit "orchitis epididymitis" (Said dan Bouchaert, 1960). Demikian pentingnya peranan yang dilakukan o1eh 1a1at ー・ョァィゥウ。セ@ darah di atas didalam me-nyebar luaskan penyakit tertentu pada kuda. Penyakit yang tidak ka1ah pentingnya adalah habronemic granu1oma-tosa (peradangan karakteristik) dan habronemic conjunc-tivitis (peradangan conjunctiva). Kedua jenis penyakit disebabkan oleh cacing lambung kuda Habronema muscae dan

g.

megastoma, dengan perantaraan vektor Musca

domes-セ@ dan Musca vetustissima.

Di

samping sebagai penghisap darah, ektoparasit juga men mengganggu ketenangan hewan, menurunkan nafsu makan, me-nyebabkan kekurusan dan menurunkan kwalitas kulit.
(62)

bervariasi. Se1ain itu Riek (1953) me1aporkan bahwa pa-da permukaan ku1it akan timbu1 kebengkakan pa-dan papu1a-papula keci1. Hal ini seringka1i dilakukan oleh 1a1at penghisap darah, seperti Stomoxys ca1citrans,

Haemato-セ@ exigua, Simulium sp., Cu1icoides sp. dan Tabanus sp. Gigitan yang di1akukan 1alat berukuran besar seper-ti Tabanus akan memper1ihatkan 1uka yang cukup je1as, disertai dengan penge1uaran darah da1am jangka waktu a-gak lama. Hal ini dapat dimengerti karena ia menggigit da1am dua sampai tiga kali sebe1um menghisap darah

(Barnet, 1961 da1am Arundel, 1978). Tanda-tanda yang terlihat adalah hewan menjadi gelisah, menendang dan menghentak-hentakkan kaki, kadang-kadang hewan menjadi liar Hs・、、セL@ 1967 da1am Arundel, 1978).

Selain lalat tersebut di atas, serangan jenis kutu Haematopinus asini dan Damalinia egui akan merangsang kuda untuk menggosok-gosokkan kulit, juga akan menyebab-kan infeksi sekunder. Kerusamenyebab-kan kulit amenyebab-kan menjadi le-bih parah 1agi apabila disertai oleh gigitan lalat Hae-matobia exigua, Cu1icoides ap. dan .tungau Chorioptes

££_

セ@ yang terasa menyakitkan dan menimbulkan rasa gatal yang hebat (Derrington, 1964). Tetapi gejala yang di

(63)

Menurut Pascoe (1974) yang dikutip oleh Arundel (1978) lalat Musca lebih menyenangi bagian permukaan tu-buh yang beraspek basah. Apabila mata kuda terkena se-rangannya maka akan timbul lakrimasi yang berlebihan dan

akan· menarik datangnya lalat-lalat lain (Rockstein

dkk., 1965), sehingga tidak jarang menyebabkan keratitis

dan mungkin sekali terjadi kebutaan. Selain itu lubang-l

Gambar

Gambar 1. Sik1us Hidup Cu1icoides sp.
Gambar 2. Siklus hidup lalat Gasterophilus
Gambar 3. Dermatitis alergi kuda: .permulaan luka yang terdapat di bagian sisi
Gambar 4. Dermatitis alergi kuda: pada keadaan khronis bentuk kulit di bagian bahu mengalami kegun-

Referensi

Dokumen terkait

Angka kebuntingan 14,3% untuk semen beku pada penelitian ini cukup rendah dibandingkan dengan laporan peneliti sebelumnya, tetapi hal ini dapat dipahami mengingat

Sedangkan sweepnet dan nampan kuning tidak hanya memperlihatkan mampu mengoleksi lebih banyak individu di lanskap kompleks, tapi juga spesies dan famili yang

Berdasarkan hasil analisis filogentik menunjukan jarak 0,004 yang artinya memiliki kedekatan hubungan atau kemungkinan dari spesies yang sama. Saran untuk penelitian

Dari segi mutu, daging kuda memiliki kelebihan tersendiri, dimana kadarlemaknya hanya 4,1% dibanding dengan sapi yang mencapai 14,0% sedangkan kadar protein hampir sama yakni

Angka kebuntingan 14,3% untuk semen beku pada penelitian ini cukup rendah dibandingkan dengan laporan peneliti sebelumnya, tetapi hal ini dapat dipahami mengingat kuda-kuda

Susu kuda liar sumbawa merupakan salah satu susu murni hasil perahan kuda yang di ternakan oleh petani di Pulau Sumbawa, yang salah satunya terdapat di Kecamatan Moyo

Angka kebuntingan 14,3% untuk semen beku pada penelitian ini cukup rendah dibandingkan dengan laporan peneliti sebelumnya, tetapi hal ini dapat dipahami mengingat kuda-kuda

Angka kebuntingan 14,3% untuk semen beku pada penelitian ini cukup rendah dibandingkan dengan laporan peneliti sebelumnya, tetapi hal ini dapat dipahami mengingat kuda-kuda