• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan pada siswa Kelas VII MTS YANUSA Pondok Pinang Jakarta Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan pada siswa Kelas VII MTS YANUSA Pondok Pinang Jakarta Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA TANGAN PADA SISWA KELAS VII MTS YANUSA

PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Sulastri 1811013000012

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

SULASTRI, 1811013000012 “Peningkatan Keterampilan Bercerita Dengan Menggunakan Media Boneka Tangan Pada Siswa Kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan”, Jurusan PBSI Dual Mode, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Masalah yang dihadapi pembelajaran keterampilan bercerita di MTs Yanusa pada siswa kelas VII Pondok Pinang Jakarta Selatan adalah kurangnya minat siswa terhadap kegiatan bercerita. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah adanya peningkatan keterampilan bercerita, pada siswa kelas VII MTs. Yanusa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta. Peningkatan keterampilan bercerita siswa tampak pada kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh keaktifan, perhatian pada pelajaran, antusiasme selama pembelajaran, keberanian bercerita di depan kelas. Peningkatan kualitas produk/hasil dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata bercerita siswa pada tahap pratindakan sampai pascatindakan Siklus II. Skor rata-rata siswa pada tahap pratindakan sebesar 56,5, pada Siklus I meningkat menjadi 68,8, dan pada Siklus II meningkat lagi menjadi 75,4. Skor rata-rata keterampilan siswa mengalami peningkatan dengan kategori baik. Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta telah mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan menggunakan media boneka tangan.

(6)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia dan Rahmat-Nya, sehingga skripsi dengan judul Peningkatan Keterampilan Bercerita

dengan Menggunakan Media Boneka Tangan Siswa Kelas VII MTs. Yanusa

Pondok Pinang Jakarta, dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini

dapat diselesaikan, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Nurlena Rifa’i, M.A, Ph,D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M. Pd. Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA. M. Pd. Sebagai pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, arahan, dan motivasi yang tidak henti-hentinya disela kesibukannya.

4. Para Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

5. Drs. H. Achmad Shafiyuddin kepala MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.

6. Dra. Fahria Rahmida guru bahasa Indonesia MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta.

7. Siswa siswi MTs. Yanusa khususnya kelas VII yang telah bersedia bekerja sama dalam penelitian ini.

8. Dr. Sridadi Soeparto tercinta, terima kasih atas doa, semangat, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan.

(7)

10. Teman-teman seperjuangan semasa belajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011, khususnya Maryati, Sofia, Devia R, Heni N. Emi O, Nurul F, Ade S, Ade M, terima kasih atas pertemanan selama ini yang tulus dan indah.

Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh pada kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat dan sistematika penulisannya. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang terdahulu. Segala kesempurnaan, penulis kembalikan kepada Allah SWT, mudah-mudahan Allah senantiasa memberkahi segala amal dan usaha kita.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sekiranya jauh dari sempurna ini dapat memberikan sepercik manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Semoga kita semua senantiasa dipelihara dalam jalan ridho Allah SWT. Amin.

Jakarta, Desember 2014 Penulis,

Sulastri

(8)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Hal ABSTRAK ... KATA PENGANTAR………...………...

i ii DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR DIAGRAM ... DAFTAR BAGAN ... DAFTAR GRAFIK ... DAFTAR LAMPIRAN ...

iv vi vii viii ix x xi BAB I PENDAHULUAN ………...…………...………....…………

A.Latar Belakang Masalah ....…...………...……...….…….. B.Identifikasi Masalah ... …...…...…..……. C.Batasan Masalah ...………...…...……… D.Perumusan Masalah ...…………...…...……...…. E. Tujuan Penelitian ...…...…...…...……... F. Manfaat Penelitian ...

1 1 7 7 8 8 8 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A.Kajian teoretis ...……... 1. Keterampilan Berbicara…...…...…... 2. Pengertian Keterampilan bercerita ... 3. Faktor-faktor pokok bercerita ... 4. Berdasarkan pelaku cerita... 5. Teknik penyajian cerita …...

(9)

B.Penelitian yang Relevan ………….………...…...…………. C.Kerangka Berpikir …...…...…... D.Hipotesis Tindakan ...

23 24 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………...…...

A. Waktu dan Tempat Penelitian ..………...…... B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ...…..… C. Subjek Penelitian ………...……...…... D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ……...……...…… E. Tahapan Perencanaan Tindakan ………...……... F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……...…...……. G. Data dan Sumber Data ………...……...…... H. Instrumen Penelitian ...………...….….... I. Teknik Pengumpulan Data ………...…....…... J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi………...…... K. Analisis Data ...………...…....……… L. Pengembangan Perencanaan Tindakan... BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TEMUAN

...

A. Hasil Penelitian... B. Pembahasan dan Penyajian dan Analisis Data ... C. Interpretasi Hasil Analisis Data ... D. Hal-Hal Unik yang Terjadi dalam Pembelajaran ... BAB V PENUTUP ... A. Simpulan ...

B. Rencana Tindak Lanjut ……….

C. Saran ………..

26 26 29 30 31 34 35 35 38 39 40 41 42 58 69 70 71 72 72

DAFTAR PUSTAKA ……….…...…

(10)

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pelajaran

Matematika Semester II Kelas IV SD/MI... 12

Tabel 3.2 Waktu Penelitian... 26

Tabel 3.3 Tahap Penelitian Siklus I... 31

Tabel 3.4 Tahap Penelitian Siklus II... 32

Tabel 3.5 Kriteria Pemberian Skor dengan Menggunakan Rubricks... 38

Tabel 4.6 Refleksi Tindakan Siklus I ... 50

Tabel 4.7 Rekapitulasi Data Hasil Belajar Siswa ... 57

Tabel 4.8 Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan terhadap Keterampilan Guru dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika ... 58

Tabel 4.9 Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika ... 59

[image:10.595.120.511.174.577.2]
(11)
[image:11.595.116.512.173.583.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Peraga Balok Garis Bilangan ... 19 Gambar 4.2 Guru Sedang Memberi Penjelasan Operasi Hitung

Penjumlahan Bilangan Bulat pada Garis Bilangan... 44 Gambar 4.3 Guru Sedang Memberi Contoh Penggunaan Alat

(12)
(13)

DAFTAR BAGAN

(14)
[image:14.595.116.512.173.612.2]

Grafik

Grafik

4.1

4.2

Keterampilan Guru dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika ... Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika ...

63

64

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

Lampiran 3 Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pratindakan

85

Lampiran 4 Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pasca Tindakan

87

Lampiran 5 Angket Pratindakan 88

Lampiran 6 Angket Pasca Tindakan 89

Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Guru Pratindakan 90 Lampiran 8 Hasil Wawancara dengan Siswa Pratindakan 92 Lampiran 9 Hasil Wawancara dengan Guru Pasca Tindakan 94 Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Siswa Pasca Tindakan 95

Lampiran 11 RPP Siklus II 96

Lampiran 12 Catatan Lapangan Siklus I 102 Lampiran 13 Catatan Lapangan Siklus I 106 Lampiran 14 Catatan Lapangan Siklus II 108 Lampiran 15 Catatan Lapangan Siklus II 112 Lampiran 16 Skor Keterampilan Berderita Siswa I 114 Lampiran 17 Skor Keterampilan Berderita Siswa Siklus II 116 Lampiran 18 Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran

Keterampilan Bercerita

117

Lampiran 19 Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita Siklus I

118

Lampiran 20 Hasil Angket Pratindakan 119 Lampiran 21 Hasil Angket Pratindakan Pasca Tindakan 120

Lampiran 22 Materi Pembelajaran 120

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bercerita merupakan salah satu kebiasaan masyarakat sejak dahulu sampai sekarang. Bercerita juga merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Serta bercerita juga dapat dipahami sebagai suatu tuturan yang memaparkan atau menjelaskan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, dan kejadian, baik yang dialami sendiri atau orang lain.

Pada umumnya manusia senang melakukan kegiatan bercerita dari usia anak sampai dewasa. Kegiatan bercerita termasuk dalam situasi informatif, dengan pengertian dengan bercerita akan membuat pengertian-pengertian atau makna-makna yang disampaikan menjadi jelas. Selain itu, dengan bercerita seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan serta keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Kegiatan berbicara khususnya dalam bercerita dapat membangun hubungan mental emosional antara satu individu dengan individu yang lain.

Keterampilan bercerita tidak hanya diperoleh begitu saja, tetapi harus dipelajari dan dilatih. Pelaksanaan kegiatan bercerita harus menguasai bahan atau ide cerita, penguasaan bahasa, pemilihan bahasa, keberanian, ketenangan, kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur sehingga mampu dan terampil dalam bercerita.

(17)

2

bercerita. Dalam kompetensi ini siswa diharapkan dapat bercerita dengan menggunakan alat peraga.

Berdasarkan observasi pada tanggal 2 April 2014 antara peneliti dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia (Ibu Dra. Fahria Rahmida) MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta, diketahui minat siswa terhadap kegiatan bercerita masih rendah. Siswa cenderung malas mengikuti pembelajaran bercerita, siswa terlihat malas saat mengerjakan tugas bercerita dari guru. Ketika guru memberikan tugas bercerita, banyak diantara siswa yang mengeluh dan tidak menginginkan tugas tersebut. Banyak diantara siswa yang memilih melakukan aktivitas di luar pembelajaran, misalnya berbicara di luar topik pembelajaran atau bercanda dengan teman sebangku. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa minat dan antusias siswa terhadap pembelajaran bercerita tergolong rendah.

Proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi dasar bercerita kurang berhasil. Hal ini terlihat dari berbagai faktor penyebab mengapa siswa tidak mendapatkan nilai maksimal, diantaranya pembelajaran berbicara khususnya kompetensi dasar bercerita, selama ini pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius dan siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering dilakukan oleh siapapun sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya. Kemampuan siswa dalam aspek bercerita di kelas VII masih lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar, yaitu 70.

(18)

Kegiatan bercerita belum secara intensif dilakukan oleh guru. Siswa hanya diberi tugas untuk bercerita tanpa ada rangsangan dengan menggunakan media tertentu. Dalam hal ini perlu di upayakan suatu bentuk pembelajaran yang variatif, menarik, menyenangkan, dan dapat merangsang siswa untuk berlatih bercerita. Salah satu caranya adalah penggunaan media dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran bercerita menggunakan alat peraga juga masih kurang optimal di sekolah. Selain karena terbatasnya waktu dalam pembelajaran bercerita, guru juga mengalami kesulitan memotivasi siswa dalam kegiatan bercerita. Pembelajaran bercerita menggunakan alat peraga juga dirasa memberatkan bagi siswa, karena siswa dibebani tugas untuk membuat media yang sesuai dengan cerita yang akan disampaikan.

Media diharapkan membuat pembelajaran menjadi lebih menarik. Selama ini media yang digunakan dalam pembelajaran bercerita masih sangat jarang. Hal itu dikarenakan terbatasnya alternatif media di sekolah untuk pembelajaran bercerita. Hal ini menyulitkan guru dalam membimbing siswa dalam melatih kemampuan bercerita menggunakan alat peraga.

Berkaitan dengan masalah pembelajaran bercerita siswa di MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan maka diperlukan pemecahannya. Pemecahan itulah yang mendasari penulis melakukan penelitian. Untuk mengasah kemampuan berbahasa, terutama dalam keterampilan bercerita, perlu dihadirkannya sebuah media yang dapat meningkatkan keterampilan bercerita.

(19)

4

kegiatan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Keterampilan bercerita akan berhasil dan meningkat dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai. Kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan kreatif. Dalam pembelajaran sebaiknya guru memberdayakan media pembelajaran yang ada serta sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan.

Berdasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII MTs Yanusa, khususnya standar kompetensi berbicara dengan alat peraga. Dalam kompetensi ini, siswa diharapkan dapat bercerita dengan alat peraga.

Cara mengatasi hal tersebut, guru hendaknya dapat menggunakan alternatif pembelajaran dengan media. Media yang tepat untuk mengatasi masalah pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan adalah menggunakan media boneka, didasarkan pada beberapa alasan. Pertama menurut Raemiza media boneka merupakan media yang paling efektif untuk pengajaran dalam mengembangkan perbendaharaan kata, melatih diri untuk mendengarkan dan berbicara. Penggunaan boneka dimaksudkan untuk memotivasi siswa untuk berpikir kreatif. Siswa dapat mengorganisasikan ide-ide untuk bercerita yang ditemukan dari sebuah tokoh boneka, lalu dituangkan secara bebas dengan kata-kata sendiri. Kedua, pemilihan boneka juga dilatarbelakangi oleh kedekatan anak-anak dengan boneka. Kenyataan ini akhirnya dimanfaatkan sebagai motivasi dari sisi minat siswa yang diharapkan dapat mengoptimalkan hasil belajar.1

Media boneka dipilih untuk meningkatkan keterampilan bercerita karena dalam bercerita siswa harus mempunyai ide atau bahan cerita, keberanian, penguasaan bahasa, dan ekspresi. Media boneka cocok digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan wawancara pada tanggal 2 April 2014 antara peneliti dan kolaborator guru Bahasa Indonesia

1

(20)

Ibu Dra. Fahria Rahmida, media boneka belum pernah diterapkan untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa.

Penererapan media boneka dapat menjadi alternatif sekaligus inovasi bagi guru dalam pembelajaran tentang bercerita agar semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang ada di kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan bercerita, maka peneliti menggunakan media boneka sebagai media pembelajaran. Peneliti dan guru kolaborator mengadakan penelitian pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan yang

berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta

Selatan dengan Menggunakan Media Boneka ”

Peneliti menggunakan boneka sebagai media penelitian didasarkan pada beberapa alasan. Media boneka merupakan media yang paling efektif untuk pengajaran dalam mengembangkan perbendaharaan kata, melatih diri untuk mendengar, menyimak, dan bercerita pada siswa. Penggunaan media boneka dimaksudkan untuk memotivasi siswa supaya berpikir kreatif. Dalam hal ini siswa dilatih untuk mengorganisasikan ide-ide untuk bercerita yang ditemukan dari sebuah tokoh boneka, lalu dituangkan secara bebas dengan kata-kata sendiri untuk menjadi cerita yang lebih menarik.

(21)

6

pembelajaran juga diharapkan dapat menjadi media berkelanjutan tingkat apresiasi kepada generasi muda agar terus berkembang.

Menurut Evada diunduh pada tanggal 5 April 2014, keberadaan sebuah media pembelajaran dan alat permainanan edukatif sangat dibutuhkan bagi siswa, karena dapat membantu memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Boneka merupakan boneka yang terbilang unik, lucu, dan bertradisi hadir sebagai media bermain yang menyenangkan bagi siswa sambil mengenalkannya pada tradisi bangsa yang sejak dulu sudah menjadi kebiasaan nenek moyang.2 Boneka diharapkan bisa menumbuhkan jati diri, menambah kebanggaan sekaligus kecintaan siswa pada budaya bangsa. Tak hanya mengenal Doraemon, Upin Ipin, Donald Bebek dan sebagainya. Dengan boneka-boneka unik, lucu, kreatif ini, siswa juga diharapkan mengenal boneka tangan yang berkarakter binatang.

Boneka ini dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran maupun alat permainan edukatif dan menyenangkan bagi siswa sekaligus mampu membantu meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas siswa, kemampuan anak dalam memecahkan masalah, mendorong spontanitas siswa, dan aktualisasi diri. Boneka merupakan suatu gambaran manusia dari berbagai usia, kedudukan, dan kelamin dengan tokoh-tokoh boneka dalam sebuah pertunjukan. Bentuk boneka yang bermacam-macam dan sangat ekspresif, yakni menggambarkan atau mengapresiasikan perwatakan-perwatakan tertentu. Wujud boneka dibuat dalam berbagai tipe dan ukuran. Karakter tokoh boneka meliputi dua sisi: baik (tulus, ikhlas, berani karena benar, setia, arif, bijaksana, dan sebagainya) dan buruk (serakah, tamak, congkak, pengkhianat, pembohong, dan sebagainya).

Media boneka dipilih untuk meningkatkan keterampilan bercerita karena dengan media boneka akan tumbuh dalam diri siswa rasa ketertarikan dalam pembelajaran bercerita, sehingga aspek-aspek keterampilan siswa dalam bercerita secara otomatis akan mengalami perubahan seiring dengan

2

(22)

ketertarikan siswa dalam pembelajaran bercerita. Media boneka cocok digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan wawancara pada tanggal 8 April 2014 antara peneliti dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia Ibu Dra. Fahria Rahmida. Media boneka belum pernah diterapkan untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa di MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan urutan latar belakang masalah, dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut.

1. Minat siswa pada pembelajaran bercerita masih rendah. 2. siswa cenderung malas mengikuti pembelajaran bercerita. 3. Siswa malas saat mengerjakan tugas bercerita dari guru. .

4. Pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius oleh guru dan siswa. 5. Siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering

dilakukan oleh siswa

6. Siswa cenderung kurang berani bercerita di depan umum.

7. Siswa merasa takut salah, malu, grogi, tegang, dan kurang percaya diri bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas.

8. siswa tidak menguasai bahan cerita

9. siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataannya pada saat bercerita. 10.Pembelajaran kurang menarik bagi siswa.

C. Batasan Masalah

(23)

8

dengan adanya masalah yaitu masih rendahnya keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan judul penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Secara teoretis

Penelitian ini diharapkan memberikan landasan bagi para peneliti lain utnuk mengadakan penelitian sejenis dalam rangka meningkatkan keterampilan bercerita siswa pada khususnya dan keterampilan berbahasa pada umumnya.

2. Secara praktis a. Bagi Siswa

(24)

2) Siswa mendapatkan pengalaman secara nyata melalui keberadaan media boneka dan sebagai motivasi belajar dalam kaitannya dengan materi keterampilan bercerita dengan memanfaatkan media boneka.

b. Bagi Guru

1) Guru termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan.

2) Guru mendapatkan sebuah pilihan untuk mengatasi masalah pembelajran yang membutuhkan penyelesaikan melalui penggunaan media pembelajran.

3) Meningkatkan kinerja guru dalam melaklukan proses pembelajran keterampilan bercerita.

c. Bagi Sekolah

(25)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teoretis

Kajian teori merupakan penjelasan teori-teori yang relevan dengan penelitian. Kajian teori yang akan dipaparkan dalam penelitian ini, yaitu keterampilan berbicara, keterampilan bercerita sebagai salah satu ragam kegiatan berbicara, dan media boneka.

1. Keterampilan berbicara

Berbicara merupakan kemampuan yang sangat penting dan harus dikuasai oleh seseorang karena dengan berbicara memudahkan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Penyatakan secara lengkap, bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan1. Mulgrave, sebagaimana menyatakan bahwa berbicara itu lebih dari pada sekedar mengucapkan bunyi atau kata-kata2.

Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak. Berdasarkan beberapa pendapat, peneliti dapat menyimpulkan bahwa berbicara adalah suatu perbuatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kata-kata dengan alat bicara untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dalam kegiatan berkomunikasi dengan orang lain.

Menurut Tarigan bahwa tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasi. Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan

1

Henry Guntur Tarigan “ Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa“ cetakan edisi

revisi 2008. h. 16 2

(26)

pembicara harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.3

Och dan winker (dalam Tarigan, 2008: 16-17) berpendapat bahwa pada dasarnya berbicara mempumyai tiga maksud umum, yaitu: (1) memberikan dan melaporkan (to inform); (2) menjamu dan meng hibur (to entertain); (3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itu pun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan.4

Pakar lain, keraf (1984: 320) mengungkapkan bahwa tujuan berbicara adalah sebagai berikut: (1) mendorong, maksudnya adalah pembicara berusaha memberi semangat, membangkitkan gairah, serta maenunjukan rasa hormat dan pengabdian; (2) menyakinkan, maksudnya pembicaraan akan meyakinka sikap, mental, intelektual, kepada para pendengarnya; (3) bertindak, berbuat, menggerakan, maksudnya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik daripada pendengar, satelah mereka bankit emosi serta kemauannya; dan (4) menyenangkan atau menghibur pembicara menyenangkan pendengar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan umum dari berbicara adalah untuk berkomunikasi, yaitu agar dapat menyampaikan pesan pembicaraan secara efektif. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih dari pada sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak.5, siswa harus dihadapkan pada kegiatan-kegiatan nyata yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. 2. Pengertian Keterampilan Bercerita

Pembelajaran keterampilan bercerita adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan siswa dalam berbicara. Keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian dan penjelasan guru saja.

3

Henry guntur tarigan, ibid 4

Henry guntur tarigan, ibid 5

(27)

12

Akan tetapi, siswa harus dihadapkan pada kegiatan-kegiatan nyata yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.

Dalam Kamus Besar Indonesia, bercerita adalah menuturkan cerita; bercerita kepada. Bercerita atau mendogeng merupakan kegiatan bercerita yang paling sering dilakukan. Bercerita atau mendogeng adalah penyampaian rangkaian peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh seorang tokoh. Tokoh tersebut dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau bahkan tokoh rekaan, baik berwujud orang maupun binatang6.

Bercerita merupakan tradisi kita sejak dulu. bercerita merupakan salah satu tugas kemampuan atau kegiatan berbicara yang dapat mengungkapkan kemampuan berbicara siswa yang bersifat pragmatis. Ada dua unsur penting yang perlu dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaiman menilih bahasa) dan yang kedua unsur “apa” yang diceritakan. Kegiatan bercerita dapat memberikan hiburan dan merangsang imajinasi siswa. Keterampilan bercerita pada siswa perlu ditingkatkan melalui pelatihan bercerita secara teratur, sistematis, dan berkesinambungan.

3. Faktor-faktor Pokok Bercerita

Untuk mencapai keberhasilan dalam bercerita menurut harus memperhatikan dua pokok, yaitu:

a) Menyiapkan naskah cerita. Dari sumber cerita yang sudah ada yaitu mengambil bahan cerita yang berasal dari buku, komik, majalah dan kejadian yang sudah pernah terjadi.

b) Mengarang cerita sendiri yaitu pencerita harus berimajinasi dan menentukan jalan cerita sendiri, membuat naskah.

4. Berdasarkan Pelaku Cerita

a) Fabel cerita tentang dunia hewan atau tumbuh-tumbuhan yang seolah-olah dapat berbicara seperti manusia

6

(28)

b) Dunia benda mati yaitu cerita tentang benda-benda mati yang digambarkan seolah-olah seperti benda hidup.

c) Dunia manusia yaitu tentang berbagai kisah manusia, baik fiktif maupun non fiktif, dalam cerita ini tokohnya semua manusia dan bercerita tentang interaksi antar sesama.

d) Kombinasi dari ketiga jenis cerita diatas yaitu cerita yang menggabungkan tokoh hewan, tumbuhan dan manusia yang saling berinteraksi.

5. Teknik Penyajian Cerita

Menurut Musfiroh dalam Aprianti Yofita Rahayu menyatakan bahwa manfaat kegiatan bercerita adalah mengasah imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbahasa, aspek sosial, aspek moral, kesadaran beragama, aspek emosi, semangat berprestasi, dam melatih konsentrasi anak.7 Reeta dan Jasmune menyatakan bahwa sasaran kegiatan bercerita adalah perkembangan bahasa pada anak, yaitu meningkatkan kosakata, belajar menghubungkan kata dengan tindakan, mengingat urutan ide atau kejadian, mengebangkan minat baca serta menumbuhkan kepercayaan diri anak.8 Seorang pencerita perlu menguasai keterampilan dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, berekspersi dan sebagainya.Seorang pencerita harus pandai-pandai menggembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmonisasi yang tepat. Unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikankan secara proporsional adalah (1) narasi atau pemaparan cerita, (2) dialog atau percakapan para tokoh, (3) ekspresi atau mimik muka, (4) visualisasi gerak atau peragaan akting, (5) ilustrasi suara atau suara yang asli atau yang dibuat tinggi rendah, lantang dan pelan, keras dan lembut, suara hewan, suara kendaraan, (6) media atau alat peraga, (7) teknik ilustrasi yang lain atau permainan, musik, lagu.

6. Media pembelajaran

Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata „medium‟ yang secara harfiah berarti perantara atau

7

Aprianti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita ( Jakarta, PT. Indeks 2013 ) cetatakan I, hal. 82.

(29)

14

pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gagne dalam Arief S,Sadiman menyatakan bahwa “ media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”.9

Menurut Yudi Munadi bahwa, media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.10

Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi (Assosiation of Education and CommunicationTechnology) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang-orang untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan NEA

(National Education Assosiation) memiliki pengertian yang berbeda. Media

adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat seseorang. Sementara Winkel mengatakan bahwa media pengajaran adalah suatu saran nonpersonal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar yang memegang peranan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan instruksional.11

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat proses komunikasi pertama adalah hambatan psikologis seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti misalnya kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera dan cacat tubuh. Kedua adalah hambatan cultural seperti misalnya perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial kepercayaan nilai-nilai panutan dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan dari situasi dan kondisi keadaan sekitar. Karena berbagai jenis hambatan tersebut baik dalam

9

Arief. S. Sadirman, dkk. Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya...h.6

10

Yudi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru (Jakarta. Gaung Persada Press, 2010) cetakan ke-3 h.8

11

(30)

diri pengajar maupun pembelajar, proses komunikasi belajar mengajar seringkali berlangsung tidak efektif dan efisien. Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal karena media belajar dapat menjadi perantara komunikasi guru dan siswa.

Dalam menentukan pemilihan media, seorang pendidik harus menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Terdapat berbagai media diantaranya : 12

a. Media Grafis, media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang lain media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan ke sumber penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan ini akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Banyak jenis media grafis, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : Gambar atau foto, Sketsa, Diagram, Bagan atau chart, Grafik, Kartun, Poster, Peta atau Globe, Papan Flanel, dan Papan Buletin.

b. Media Audio, media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non verbal. Ada beberapa jenis media dapat kita kelompokan dalam media audio anatar lain radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam dan laboratorium bahasa.

c. Media Proyeksi Diam, media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafik dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Selain itu, bahan-bahan grafis banyak sekali dipakai dalam media proyeksi diam. Perbedaan yang jelas diantara keduanya adalah pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan pada proyeksi, pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran terlebih dahulu. Adakalanya media jenis ini disertai rekaman jenis audio, tapi ada pula visual saja.

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan untuk mengatasi berbagai hambatan antara lain13 :

12

(31)

16

a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan)

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya : 1) Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film

bingkai, film atau model

2) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar

3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan

timelapse atau high-speed photography

4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal

5) Objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain.

6) Konsep yang terlalu luas dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.

c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk :

1) Menimbulkan kegairahan belajar

2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan

3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya

d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan jika semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini bisa diatasi dengan media pendidikan yaitu dengan kemampuannya dalam : 13

(32)

1) Memberikan perangsang yang sama 2) Mempersamakan pengalaman 3) Menimbulkan persepsi yang sama

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟ „perantara‟. Gerlach & Ely dalam Arsyad mengatakan apabila dipahami secara garis besar, maka media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun suatu kondisi atau membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media14.

Arsyad menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan funsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran15. Media pembelajaran adalah sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar.

Berbeda dengan Arsyad, Wena menjelaskan mengenai media pembelajaran adalah satu komponen penting dari strategi penyampaian pembelajaran. Hal ini senada Wena mengungkapkan media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada siswa, baik berupa orang, alat, ataupun bahan16.

Suryaman menjelaskan pengertian media secara bahasa dan terminologis. Secara bahasa, media diartikan sebagai perantara atau pengantar. Secara terminologis, media pembelajaran dapat diartikan sebagai seluruh perantara (dalam hal ini bahan atau alat) yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pembalajaran17.

Harjanto menjelaskan pengertian dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan sacara efektif dalam proses pengajaran yang terancana. Pengertian media dalam arti luas, media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang komplek akan

14

Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2011) h. 3

15

Ibid, h. 9

16

Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional

(Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 9 17

(33)

18

tetapi juga mencakup alat-alat sederhana. Dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran yaitu media yang digunakan sebagai alat dan bahan dalam kegiatan pembelajaran yang berfungsi sebagai perantara dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) dalam proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pendidikan tertentu18. Peran media dalam pembelajaran sangatlah penting terutama bagi siswa. Minat dan motivasi belajar siswa dapat ditumbuhkan menggunakan media pembelajaran yang menarik, proses belajar adalah proses mental dan emosional atau bisa disebut juga sebagai proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila fikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan dalam proses belajar dapat dirasakan oleh yang bersangkutan. Dalam proses belajar akan menimbulkan perubahan perilaku atau tingkah laku seperti perubahan dalam motorik, sikap dan keterampilannya.

Sadiman (2008: 17-18) memaparkan manfaat media pembelajaran,yaitu (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu,dan daya indra, (3) sikap pasif anak didik dapat diatasi menggunakan media yang tepat dan bervariasi, dan (4) dapat memberikan rangsangan, pengalaman, dan persepsi yang sama dalam diri anak19.

Menurut Yudhi Munadi (2012: 7) media pembelajaran dapat dipahami sebagai “Segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimaannya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan efektif.

Dari penjelasan para ahli tersebut, secara umum fungsi media pembelajaran adalah sebagai sarana untuk mempermudah peserta didik memahami dan mamaknai proses pembelajaran yang dialami. Pengelompokan jenis media dari segi perkembangan teknologi menurut Seeis dan Glasgow (dalam Arsyad, 2011: 33) dibagi menjadi dua yaitu media pembelajaran mutakhir dan tradisional. Contoh media pembelajaran mutakhir adalah seperti komputer,CD pembelajaran, dan telekonfren. Contoh media pembelajaran tradisional adalah gambar, buku teks, teka-teki, peta, dan boneka.

18

Hanjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Putra 2006) h. 247

19

(34)

Seorang guru disamping harus mengetahui media apa yang akan digunakan, juga harus terampil dalam membuat media tersebut, dan media yang dibuat harus harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :20

a. Tujuan, media hendaknya menunjang tujuan instruksional yang telah dirumuskan.

b. Ketepatgunaan (validitas), penggunaan media harus tepat dan berguna bagi pemahaman materi yang dipelajari.

c. Keadaan peserta didik, kemampuan daya pikir dan daya tangkap peserta didik dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan. d. Ketersediaan, pemilihan perlu diperhatikan ada tidaknya media tersedia di

perpustakaan atau di sekolah serta mudah sulitnya diperoleh.

e. Mutu teknis, media harus memilki kejelasan dan kualitas yang baik.

f. Biaya, hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak.

Media Boneka

Boneka adalah tiruan bentuk manusia dan bahkan sekarang termasuk tiruan dari bentuk binatang. Jadi sebenarnya boneka merupakan salah satu model perbandingan juga. Sekalipun demikian, karena boneka dalam penampilannya memiliki karakteristik khusus, maka dalam bahasan ini dibicarakan tersendiri. Dalam penggunaan boneka dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dengan cara dimainkan dalam sandiwara boneka. Untuk keperluan sekolah dapat dibuat boneka yang disesuaikan dengan cerita-cerita zaman sekarang. Untuk tiap daerah pembuatan boneka ini disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing.

Macam-macam boneka untuk media pembelajaran dalam yaitu (1) boneka jari, (2) boneka tangan, (3) boneka tongkat, (4) boneka tali, (5) boneka bayang-bayang. Dilihat dari bentuk dan cara memainkannya dikenal beberapa jenis boneka, antara lain:21

20

Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Cipta, 2008) cetakan keenam, h.238-239

21

(35)

20

Boneka jari

Boneka ini dibuat dengan alat sederhana seperti tutup botol, bola pingpong, bambu kecil yang dapat dipakai sebagai kepala boneka. Sesuai dengan namanya boneka ini dima-inkan dengan menggunakan jari tangan. Kepala boneka diletakkan pada ujung jari kita/ dalam. Dapat juga dibuat dari semacam sarung tangan, dimana pada ujung jari sarung ta-ngan tersebut sudah berbentuk kepala boneka dan dengan demikian kita/ dalam tinggal memainkannya saja.

Boneka Tangan

Kalau boneka dari setiap ujung jari kita dapat memainkan satu tokoh, lain halnya dengan boneka tangan. Pada boneka tangan ini satu tangan kita hanya dapat memainkan satu boneka. Disebut boneka tangan, karena boneka ini hanya terdiri dari kepala dan dua tangan saja, sedangkan bagian badan dan kakinya hanya merupakan baju yang akan menutup lengan orang yang memainkannya disamping cara memainkannya juga hanya memakai tangan (tanpa menggunakan alat bantu yang lain). Cara memainkanya adalah jari telunjuk untuk memainkan atau menggerakkan kepala, ibu jari, dan jari tangan untuk menggerakkan tangan. Di Indonesia penggunaan boneka tangan sebagai media pendidikan/ pembelajaran di sekolah-sekolah sudah dilak-sanakan, bahkan dipakai diluar sekolah yaitu pada siaran TVRI dengan film seri boneka “Si Unyil”

Boneka Tongkat

(36)

Boneka Tali

Boneka tali atau “Marionet” banyak dipakai dinegara barat. Perbedaan yang menyolok antara boneka tali dengan boneka yang lain adalah, boneka tali bagian kepala, tangan, dan kaki dapat digerak-gerakkan menurut kehendak kita/dalangnya. Cara meng-gerakkannya dengan tali. Dengan demikian maka kedudukan tangan orang yang memain-kannya berada di atas boneka yang dimainkannya. Untuk memainkan boneka tali diperlukan latihan-latihan yang teratur, sebab memainkan boneka tali ini memerlukan keterampilan yang lebih sulit dibandingkan dengan memainkan boneka-boneka yang lainnya. Adakan tetapi memiliki kelebihan lebih hidup dari pada boneka yang lain, karena mendekati gerak manusia atau tokoh yang sebenarnya.

Boneka Bayang-bayang

Boneka bayang-bayang (Sadhow Puppet) adalah jenis boneka yang cara memainkannya dengan mempertontonkan gerak bayang-bayang dari boneka tersebut. Di Indonesia khususnya di Jawa dikenal dengan “Wayang kulit”. Namun untuk keperluan sekolah, wayang semacam ini dirasakan kurang efektif, karena untuk memainkan boneka ini diperlukan ruangan gelap/tertutup. lagi pula diperlukan lampu untuk membuat bayang-bayang layar.

a. Pengertian Boneka

Boneka jari merupakan media yang tidak terlalu mengeluarkan banyak uang tetapi cukup efektif digunakan sebai metode pembelajaran yang interaktif.22Menurut Raemiza, media boneka dapat membantu anak dalam memahami cerita dan lebih menarik perhatian mereka. Media boneka termasuk dalam jenis media visual tiga dimensi. Media ini dapat membantu siswa mengenal segala aspek yang berkaitan dengan benda dan memberikan pengalaman yang lengkap tentang benda tersebut. Benda-benda dan situasi yang diajarkan kepada

22

(37)

22

anak akan lebih cepat dipahami bila obyek tersebut ada di hadapan mereka. Penggunaan media boneka menolong anak untuk bernalar dan membentuk konsep tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obyek, baik ukuran, bentuk, berat, maupun manfaatnya.

b. Fungsi Boneka

Menururt Ahira, boneka sangat sesuai untuk digunakan sebagai alat permainan edukatif. Selain itu, media ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1) memberikan pengalaman yang kongkret, (2) memungkinkan siswa menganalisis secara mendalam, (3) membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu, (4) informasi yang diperoleh akan lebih jelas, (5) memperjelas suatu masalah atau proses kerja dari alat, dan (6) mendorong timbulnya kreativitas siswa.

c. Cara Penggunaan Boneka

Agar boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka menurut Raemiza perlu memperhatikan beberapa hal dalam penggunaan boneka, yang antara lain (a) rumusan tujuan pembelajaran dengan jelas, (b) buatlah naskah atau skenario sandiwara yang akan dimainkan secara terperinci, baik dialognya, settingnya dan adegannya harus disusun secara cermat, (c) permainan boneka mementingkan gerak daripada kata-kata, karena itu pembicaraan jangan terlalu panjang, dapat menjemukan penonton, (d) permainan sandiwara boneka jangan terlalu lama, kira-kira 10 sampai 15 menit, (e) hendaknya diselingi dengan nyanyian, kalau perlu penonton diajak nyanyi bersama, (f) isi cerita hendaknya sesuai dengan umur dan kemamp uan serta daya imajinasi anak-anak yang menonton, (g) selesai permainan sandiwara, hendaknya diadakan kegiatan lanjutan seperti tanya jawab, diskusi atau menceritakan kembali tentang isi cerita yang disajikan, (h) jika memungkinkan, berilah kesempatan kepada anak-anak untuk memainkannya.

(38)

Pembelajaran Keterampilan Bercerita di SMP / MTs Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa siswa serta sikap positif terhadap Bahasa Indonesia.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahan pengajaran yang diarahkan di tingkat SMP / MTs adalah pengajaran yang meliputi aspek kemampuan berbahasa dan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa non sastra. Aspek kemampuan bersastra meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa sastra.

Pengajaran dalam penilitian ini adalah pengajaran berbicara, khususnya bercerita. Dalam standar kompetensi dasar tingkat SMP/MTs tahun 2011/2012, disebutkan bahwa berbicara terbagi ke dalam dua pokok bahasan yaitu komponen bahasa dan bersastra. Standar kompetensi tersebut terbagi dalam empat kompetensi dasar, yaitu menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif, menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kaliamat-kalimat yang lugas dan sederhana, bercerita dengan ururtan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat dan bercerita dengan alat peraga. Kemampuan bercerita dengan alat peraga merupakan kemampuan bersastra. Jadi, sesuai dengan SK tersebut, siswa dilatih untuk dapat menyampaikan cerita dengan alat peraga.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah.

(39)

24

Pada Siswa Kelas II SDN. Karanganyar Semarang.” Menyimpulkan bahwa: (1) terdapat perbedaan segnifikan antara keterampilan bercerita siswa kelas II SDN. Karanganyar Semarang yang menggunakan pendekatan savi Berbantuan boneka tangan dan yang tanpa menggunakan pendekatan savi berbantuan boneka tangan siswa kelas II SDN. Karanganyar Semarang (2) penggunaan pendekatan savi berbantuan boneka tangan siswa kelas II SDN Karanganyar Semarang lebih efektif dalam pembelajaran bercerita pada siswa kelas II SDN. Karanganyar semarang daripada tidak menggunakan pendekatan savi berbantuan boneka siswa kelas II SDN Karanganyar Semarang. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan, pada subyek penelitian. Dan penelitian yang sama pada subyek penelitian keterampilan bercerita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah jenis penilitan dan pendekatan, media pembelajaran yang digunakan. Jenis penelitian tindakan kelas. 2. Hasil penelitian Aryani (2012) tentang “Peningkatan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inkuiry Berdasarkan Teks Cerita Fiksi Pada Siswa Kelas Va SDN I Metro Barat Lampung. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas belajar siswa pada siklus I berada pada 63,54%, sedangkan siklus II berada pada 74,31%, mengalami peninkatan sebesar 10,77%. Hasil keterampilan bercerita siswa pada siklus I 62,5% dan siklus II 66,67%, mengalami peningkatan sebesar 4,17%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita dapat ditingkatkan menggunakan metode inkuir berdasarkan teks cerita fiksi pada siswa kelas Va SDN I Metro Barat lampung. 3. Persamaan dan Perbedaan

Persamaan penelitian ini adalah dengan menggunakan media boneka pada materi bercerita, sedangkan perbedaan adalah tempat dan subyek penelitian.

C. Kerangka Berpikir

(40)

mengembangkan kreativitas siswa, dan (5) menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.

Salah satu bentuk keterampilan berbicara yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP adalah kompetensi dasar bercerita dengan alat peraga. Kompetensi bercerita diajarkan pada sdekolah menenggah pertama kelas VII semester ganjil.

Secara praktik keterampilan bercerita membutuhkan latihan dan pengarahan pembelajaran yang intensif. Namun demikian, pembelajaran bercerita di sekolah mendapatkan jadwal yang sangat minimal. Selain keterbatasan waktu, lemahnya kemampuan bercerita dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang kurang efektif. Penyampaian materi disampaikan hanya melalui ceramah dan interaksi satu arah.

Untuk mengatasi hal tersebut, guru hendaknya menggunakan alternatif dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Media yang dirasa tepat untuk mengatasi masalah diatas adalah menggunakan media boneka. Boneka memudahkan siswa memahami konsep tentang benda-benda secara utuh, misalnya ukuran, sifat, dan bentuk. Boneka juga dapat merangsang siswa untuk berbahasa secara lisan dengan baik, misalnya sebagai model untuk mengungkapkan emosinya. Anak-anak sering melakukan percakapan dengan benda yang menurut mereka menarik misalnya dengan boneka, mereka berimajinasi seolah-olah boneka lawan bicara yang menarik. Oleh karena itu penggunaan media boneka dapat mempermudah siswa dalam bercerita

D. Hipotesis Tindakan

Dengan menerapkan media boneka tangan maka:

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu danTempat Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di MTs. Yanusa Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Waktu Penelitian

[image:41.595.118.518.201.599.2]

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 tahun ajaran 2013/2014. Adapun jadwal kegiatan penelitian sebagaimana terlihat dalam tabel berkut:

Tabel : 3.1 Waktu Penelitian

No Kegiatan Bulan

April Mei Juni 1. Persiapan dan Perencanaan

2. Observasi

3. Pelaksanaan Pembelajaran

4. Analisis Data

5. Laporan Hasil Penelitian

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan

a. Metode Penelitian

(42)

“riset-tindakan-riset-tidakan-...” yang dilakukan secara siklik dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan.1 Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut dilakukan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.2

Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti adalah seorang guru yang hendak memperbaiki kualitas hasil belajar bahasa Indonesia khususnya pada keterampilan bercerita di MTs Yanusa Jakarta Selatan. sekolah tempat peneliti melaksanakan tugas sehari-hari.

Penelitian tindakan yang dilakukan terdiri dari empat tahapan, yaitu: 1. Perencanaan (Planning)

Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk yang diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Secara rinci pada tahapan perencanaan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:

a) Menyiapkan instrumen pengumpulan data terdiri dari : - Angket

- Lembar observasi - Lembar tes

b) Membuat rancangan tindakan secara rinci yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

1

Ekawarna, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta, Gaung Persada, 2011) cetakan kedua, h.4 2

(43)

28

c) Membuat Lembar Kerja Siswa ( LKS )

2. Tindakan (Action)

Pada tahap ini peneliti melaksanakan skenario atau strategi pembelajaran yang sudah direncanakan. Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penggunaan boneka pada pembelajaran keterampila bercerita.

Rincian tindakan tersebut menjelaskan tentang:

a) Menerapkan srtategi pembelajaran dengan menggunakan alat peraga boneka

b) Mengamati pembelajaran yang dilakukan oleh siswa

3. Pengamatan (Observasi)

Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan. Pengamatan pada waktu tindakan sedang berlangsungnya pembelajaran, jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Pada tahap ini peneliti dibantu oleh teman sejawat sebagai kolaborator yang melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data berupa lembar obsevasi dan tes hasil belajar. Panduan obsevasi yang digunakan terdiri dari dua yaitu guru dan siswa.

Observasi digunakan untuk mengamati secara cermat terhadap penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi keterampilan bercerita yang dilaksanakan pada siklus penelitian.

4. Refleksi

(44)

diketahui apakah kegiatan yang telah dilasanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya perbaikan. Tahap ini dilaksanakan dengan maksud untuk memperbaiki kegiatan penelitian sebelumnya yang akan diterapkan pada penelitian berikutnya.

C. Subyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Yanusa dengan jumlah siswa sebanyak 20 orang yang terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 8 orang siswa perempuan.

Uraian tahapan penelitian tersebut sebagai berikut:

Penelitian ini terdiri dari dua siklus . Siklus I adalah segala upaya mulai dari tahap perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi yang diarahkan untuk mengkaji masalah penggunaan alat peraga bahasa Indonesia dalam meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi keterampilan bercerita. Sub pokok bahasan materi pembahasan dalam tindakan pembelajaran Siklus I adalah Mampu menentukan pokok-pokok cerita dan mampu merangkai pokok pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik yang dilaksanakan dua kali proses pembelajaran. Siklus I diakhiri dengan evaluasi terhadap capaian indikator hasil belajar siswa dan analisis hasil belajar observasi terhadap penggunaan alat peraga bahasa Indonesia dalam pembelajaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal, setelah melakukan refleksi pada siklus I, peneliti akan melanjutkan kegiatan penelitian pada siklus II melalui tahapan yang sama seperti siklus I, dengan sub materi tindakan pembelajaran adalah Mampu bercerita dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita. Dan proses pembelajaran ini dilakukan sebanyak empat kali pertemuan pembelajaran dan satu kali tes evaluasi hasil belajar siklus pada setiap siklus.

(45)

30

belajar mencapai 70% dan analisis pengamatan menujukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga boneka pada materi penyampaian bercerita dengan alat peraga mencapai target serendah-rendahnya kategori baik.

2. Desain penelitian tindakan kelas ini selanjutnya secara sistematis disajikan dalam alur diagram dibawah ini.

Bagan : 3.1

Alur Prosedur Pelaksanaan PTK

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti sebagai bertindak sebagai perancang, melaksanakan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu teman sejawat yang bertindak sebagai observer atau pengamat.

(46)

kedudukan yang setara dalam arti masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan.3

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Tahap intervensi diawali dengan mengidentfikasi persoalan di kelas dan direncanakan alternatif penyelesaian. Dalam penelitian yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi, evaluasi serta analisis data dan refleksi. Jika data yang diperoleh penyempurnaan dan begitu selanjutnya, sampai hasil analisis tindakan menunjukkan bahwa kriteria target tujuan penelitian yang telah ditetapkan tercapai.

[image:46.595.116.519.190.737.2]

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah telihat dalam tabel berikut:

Tabel : 3.2

Tahap Penelitian Siklus I

S I K L

Tahap Perencanaan 1. Menyiapkan kelas penelitian

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) yang menggunakan media alat peraga bahasa Indonesia

3. Mendiskusikan RPP dengan dosen Pembimbing dan kolaborator 4. Menyiapkan materi ajar untuk setiap pertemuan dengan

menggunakan alat peraga

5. Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, alat peraga, wawancara, catatan lapangan serta keperluan observasi lainnya 6. Menyiapkan soal latihan pada setiap pertemuan tentang 7. Menyiapkan soal akhir siklus I Penyampaian cerita

dengan alat peraga

8. Menyiapkan alat dokumentasi

3

(47)

32

U S

I

Tahap Pelaksanaan 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru melakukan apersepsi, motivasi, eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

3. Guru menjelaskan dan memberikan contoh cara Penyampaian ceritadengan boneka

4. Siswa diberi kesempatan untuk tampil ke depan menggunakan boneka

5. Siswa disuruh mengerjakan soal latihan yang telah disiapkan setiap akhir pertemuan

6. Siswa mengerjakan soal tes akhir siklus I

7. Mewawancarai siswa dan guru (kolabolator) untuk mengetahui penilaian mereka terhadap proses pembelajaran selama siklus I 8. Mendokumentasikan semua data yang diperoleh setiap

pembelajaran selama siklus I

Tahap Observasi

Tahap ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakan (pembelajaran) yang terdiri dari observasi terhadap siswa dan guru, mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran sesuai instrument yang telah dibuat atau mencatat kejadian-kejadian khusus yang belum tercantum dalam instrument.

Tahap Refleksi

(48)
[image:48.595.108.515.156.752.2]

Tabel : 3.3

Tahap Penelitian Siklus II

S I K L U S

II

Tahap Perencanaan 1. Memperbaiki kelemahan-kelemahan siklus I 2. Menyiapkan kelas penelitian

3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) yang menggunakan media alat peraga

4. Mendiskusikan RPP dengan dosen pembimbing dan koraborator 5. Menyiapkan materi ajar untuk setiap peretemuan dengan

menggunakan alat peraga

6. Menyiapkan lembar angket siswa dan guru, alat peraga, catatan lapangan serta keperluan boservasi lainnya

7. Menyiapkan soal latihan pada setiap pertemuan tentang Penyampaian cerita dengan alat peraga

8. Menyiapkan soal akhir siklus II 9. Menyiapkan alat dokumentasi

Tahap Pelaksanaan

1. Memberikan ulasan tentang materi yang telah dipelajari dan melakukan penguatan khususnya

2. Menjelaskan tujuan pembelajaran, melakukan apersepsi, motivasi, eksplorasi, elaborasi, dan konfimasi mengenai materi yang hendak dipelajari

3. Menjelaska Penyampaian cerita dengan alat peraga dan mendemontrasikan cara penggunaan alat boneka

4. Siswa diberi kesempatan untuk tampil ke depan menggunakan alat peraga boneka

5. Siswa disuruh mengerjakan soal latihan yang telah disiapkan setiap akhir pertemuan

(49)

34

7. Mendokumentasikan semua data yang diperoleh setiap pembelajaran selama siklus II

Tahap Observasi

Tahap ini pada dasarnya sama dengan observasi Siklus I, hanya ada beberapa tanbahan instrumen pengamatan sebagai upaya perbaikan tindakan

Tahap Refleksi

Menganalisa data yang telah terkumpul selama tindakan pada siklus II dan menetukan hasil tindakan siklus II, yang akan dijadikan dasar tindakan selanjutnya, apakah akan melanjutjan tindakan pada siklus III. Jika target hasil belajar belum tercapai, atau tindakan dihentikan, jika target telah tercapai.

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

(50)

G. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

Data kualitatif berupa hasil observasi proses pembelajaran, hasil observasi tentang penggunaan alat peraga dalam pembelajaran, lembar jurnal harian siswa, lembar observasi terhadap guru dan dokumentasi lainnya (berupa foto kegiatan pembelajaran) Data kuantitatif berupa nilai tes hasil belajar siswa terhadap materi Penyampaian cerita dengan alat peraga pada setiap akhir pembelajaran dan akhir siklus.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru bahasa Indonesia (kolabolator, kepala sekolah, dokumen KTSP sekolah dan peneliti)

H. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu : Instrumen Non Tes

Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa : a. Lembar pedoman pengamatan

[image:50.595.137.516.634.752.2]

Lembar pedoman pengamatan proses pembelajaran keterampilan bercerita dalam menggunakan alat peraga bahasa Indonesia, menyampaikan materi pelajaran, membimbing dan mengarahkan siswa, membangkitkan motivasi siswa, mengelola kelas dan berbagi kompetensi lain yang harus dimiliki oleh seorang guru.

Tabel : 3.4

Pedoman Penilaian Keterampilan Bercerita

No Aspek Rata-Rata

Pratindakan

Rata-Rata Siklus I

Rata-Rata Siklus II

Peningkatan

(51)

36

3

Keterampilan Mengembangkan Ide

4 Sikap Penghayatan Cerita

5 Pilihan Kata

Jumlah

Presentase

1. Volume Suara

a. Sangat baik: Volume sudah terdengar olehh seluruh pendengar secara jelas dan lantang 100

b. Baik: Volume sudah terdengar oleh seluruh pendengar 80

c. Cukup: Volume terdengar tapi belum terdengar oleh seluruh pendengar 60

d. Kurang: Volume tidak terlalu terdengar dan tidak jelas 40 e. Sangat kurang: Volume sama sekali tidak terdengar 20

2. Pelafalan

a. Sangat baik: Pelafalan fonem sangat jelas, tidak terpengaruh dialek, intonasi sangat jelas 100

b. Baik: Pelafalan fonem jelas, tidak terpengaruh dialek, intonasi jelas 80 c. Cukup: Pelafalan fonem cukup jelas, sedikit terpengaruh dialek, intonasi

cukup jelas 60

d. Kurang: Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, intonasi kurang jelas 40

(52)

3. Keterampilan Mengembangkan Ide

a. Sangat baik: Cerita dikembangkansecara kreatif tanpa keluar dari tema.Alur, tokoh, dan setting terkonsepdengan jelas dan menarik. Amanat ceritasesuai dengan tema. 100

b. Baik: Cerita dikembangkan secara kreatif tidak keluar dari tema. Alur, tokoh, dan setting terkonsep dengan jelas namun kurang menarik. Amanat cerita sesuai dengan tema. 80

c. Cukup: Cerita dikembangkan dengan cukup kreatif, tidak keluar dari tema. Setting dan tokoh terkonsep jelas, namun alur kurang terkonsep dengan jelas. Amanat cerita cukup sesuai dengan tema. 60

d. Kurang: Cerita dikembangkan dengan kurang kreatif dan tidak keluar dari tema. Alur, setting, tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat cerita kurang sesuai dengan tema. 40

e. Sangat kurang: Cerita tidak dikembangkan dengan baik. Alur, setting, dan tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat cerita tidak sesuai dengan tema. 20

4. Sikap Penghayatan Cerita

a. Sangat baik: Mimik, gerak, dan suarasesuai dengan karakter tokoh yangdiperankan, ada improvisasi terhadapmimik, gerak dan suara, dan improvisasiyang dilakukan sangat tepat dan tidakberlebihan 100

b. Baik: Mimik, gerak dan suara sesuaidengan karakter tokoh yang diperankan,ada improvisasi trhadap mimik, gerak,dan suara 80

c. Cukup: Mimik, gerak dan suara cukupsesuai dengan karakter tokoh, tidak adaimprovisasi terhadap mimik, gerak dansuara 60

d. Kurang: Mimik, gerak dan suara tidak sesuai dengan karakter tokoh dan tidak punya improvisasi 40

(53)

38

5. Pilihan Kata

a. Sangat baik: Penggunaan kata-kata,istilah sesuai dengan tema dan karakter tokoh, terdapat variasi dalam pemilihan kata 100

b. Baik: Penggunaan kata-kata, istilahsesuai dengan tema dan karakter tokoh,kurang terdapat variasi dalam pemilihan kata 80

c. Cukup: Penggunaan kata-kata, istilahsesuai dengan tema dan karaktertokoh,tidak ada variasi dalam pemilihan kata 60

d. Kurang: Penggunaan kata-kata, istilahkurang sesuai dengan tema dan karaktertokoh, tidak ada variasi dalam pemilihankata 40

e. Sangat kurang: penggunaan kata-kata,istilah tidak sesuai dengan tema dankarakter tokoh, tidak ada variasi dalam pemilihan kata 20

b. Dokumentasi, berupa foto, dan dokumen-dokumen lain sebagai bukti otentik penelitian.

I. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Secara rinci teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Keterampilan siswa menggunakan alat peraga diperoleh dari lembar pengamatan yang dilakukan oleh kolabolator atau tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan penggunaan alat peraga Penyampaian cerita yang diperoleh dengan

Gambar

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pelajaran
Gambar 2.1
Grafik 4.1
Tabel : 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner Hasil Penelitian : dari hasil 53 responden didapat, bahwa responden (66,03%) tingkat pendidikan berada pada

Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disingkat IUJK adalah izin yang diberikan kepada perusahaan jasa kontruksi untuk dapat melaksanakan kegiatan dibidang

Dengan ditetapkan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada pasal 8, Kewenangan Desa sebagai satu kesatuian masyarakat umum yang berhak mengatur dan mengurus

Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa ibu dengan efikasi diri tinggi lebih lama memberikan ASI saja daripada efikasi diri rendah, hal ini dapat dilihat bahwa mean lama

Latar belakang pengetahuan juga akan mempengaruhi masalah gizi masyarakat karena jika pengetahuan masyarakat tersebut tinggi maka pola pikir, pengetahuan dan informasi tentang gizi

Prosedur permintaan Informasi guna penelitian Unit Bagian Rekam Medis di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan, dimana Institusi pendidikan yang berkepentingan harus

Halaman ini merupakan halaman yang dapat digunakan oleh admin website untuk mencetak semua hasil laporan baik dari data petugas, data pasien, dan data nota rawat inap.

a)Mengidentifkasi proses /kegiatan yang diperlukan dalam sistem manajemen mutu & memastikan penerapannya pada seluruh fungsi diperusahaan.. b)Menentukan urutan &