JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 213
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi
Vol. 4 No.1, Oktober 2015 – Maret 2016
HALAMAN 1. Hubungan Antara Konseling Asi Eksklusif Pada Ibu Hamil Trimester III Dengan
Pemberian Asi Eksklusif Di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
Khusnul Khotimah………...
212-218
2. Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik dan Dampaknya Pada Pencapaian Index Prestasi Dalam Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi Mahasiswa Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
Akhmad Efrizal Amrullah...
219-228
3. Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat Dengan Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan Di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember
Nurul Aini………...
229-237
4. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia di PS Bondowoso
Tri Farisa Bheli Putra Ahmadiyanto………..
238-244
5. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Setelah Olahraga Jalan Kaki Pada Lansia Dengan Riwayat Hipertensi
Hosen……….
245-253
6. Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Kejadian Cacingan Pada Anak Usia Sekolah Di SD Negeri Blindungan IV Kabupaten Bondowoso
Yuyun Tri Wahyuni………..
254-261
7. Gambaran Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Pil Kepada Akseptor KB Pil Di Wilayah Puskesmas Patrang Kabupaten Jember
Helen Eka Nadia Sari………...
262-265
8. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini Di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso
Dina Nur Oktavia………..
266-273
9. Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan Tentang Amenore Sekunder Akibat Pemakaian KB Suntik 3 Bulan Di Puskesmas Mumbulsari
Uswatun Hasanah………
274-279
10. Gambaran Faktor Pemberian ASI Ekslusif Pada Bayi Di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
Zayniyyatul Ma’rufah……….
280-284
11. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kanker Payudara Dengan Pelaksanaan Breast Self Examination (Bse)/ Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Fitria Jannatul Laili...
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 212 HUBUNGAN ANTARA KONSELING ASI EKSKLUSIF PADA IBU HAMIL
TRIMESTER III DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER
Khusnul Khotimah*, IGA. Ayu Karnasih**, Zidni Nuris Yuhbaba*** *, **Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
***Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRACT
Mother's milk (ASI) is the best food a baby at the early age of life. Exclusive breastfeeding means that the infant receives only breast milk. Although exclusive breastfeeding is so important, but not all mothers do. In Jember coverage of exclusive breastfeeding at 66.37% while achieving the target of 80% is one Arjasa districts. Based on the obtained results of the survey 60% of mothers do not exclusively breastfeed their infants. The purpose of this study was to analyze the relationship between counseling in third trimester pregnant women with exclusive breastfeeding in the Arjasa district of Jember 2014. This type of research is the correlation. The population in this study was all the third trimester pregnant women gestational age> 36 weeks in the Arjasa district of Jember 2014 amounted to 63 people. The sample size in this study are 54 people with the sampling technique used is random sampling. Data analyzed using a computer with the Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for Windows.
The results of the frequency distribution of the respondents obtained the result that most of the third trimester maternal age was 22-27 years (64.8%), secondary education (51.9%). Mothers who receive counseling are largely exclusive breastfeeding in infants for 24 hours ie (74.04%), mothers were not given counseling on exclusive breastfeeding in infants for 24 hours ie (33.33%). Based on chi square x2 values obtained count (9012)> x2 tables (3,481), with a significance value of 0.003> 0.05, so that there is a relationship between the provision of counseling with a third trimester pregnant women exclusively breastfeeding babies for 24 hours. While the value of contingency coefficient of 0.378, meaning that the relationship is at a low or weak category is uncertain. The conclusion of this research there is a relationship between exclusive breastfeeding in mothers who were counseled by the closeness of the relationship is at a low or weak category is uncertain.
Keywords: Counseling, exclusive breastfeeding
PENDAHULUAN
Air susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, hal ini tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat gizi tetapi karena ASI mengandung zat imunologik yang melindumgi bayi dari infeksi praktek menyusui dinegara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi pertahun (Amirudin, 2006). Pemberian ASI eksklusif berarti bahwa bayi hanya menerima ASI. Tidak ada cairan atau padatan lain diberikan,
bahkan air, dengan pengecualian dari larutan rehidrasi oral, atau tetes / sirup vitamin, mineral atau obat-obatan. WHO merekomendasikan bahwa bayi harus ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencapai pertumbuhan optimal, pembangunan dan kesehatan. Setelah itu, bayi harus menerima nutrisi makanan pendamping yang memadai dan aman, sambil terus menyusui sampai dua tahun atau lebih. (WHO, 2003).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 213 ASI Eksklusif adalah pemberian
ASI saja tanpa makanan tambahan cairan lain seperti formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur, susu (Utami, 2000). Pemberian ASI Eksklusif dapat mengurangi tingkat kematian bayi di Indonesia (Prasetyono, 2009). ASI Eksklusif mendapat dilegitimasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif, dan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 tahun 2010 tentang ASI Eksklusif.
Meskipun menyusui dan ASI sangat bermanfaat, namun belum terlaksana sepenuhnya, diperkirakan 85% ibu-ibu di dunia tidak memberikan ASI secara optimal. Data mengenai pemberian ASI pada bayi di beberapa Negara pada tahun 2005-2006 diperoleh bahwa bayi di Amerika mendapatkan ASI eksklusif justru meningkat 60-70%. Pada Tahun 2010 cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah mencapai 46%, di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24% (Yuliarti 2010).
Dari hasil penelitian United Nation
Child‟s Fund (UNICEF) dari tahun 2005 hingga 2011 didapati bayi Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama ialah sebanyak 32% dan anak diberikan ASI Eksklusif sehingga usia 23 bulan didapati 50%. Tetapi persentase ini masih rendah bila dibandingakan dengan negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sehingga usia 23 bulan (UNICEF, 2011). Di Provinsi Jawa Timur tahun 2012 target pencapaian 67%, sementara pemberian ASI Eksklusif baru mencapai sebesar 64,08% , artinya tidak mencapai target (Dinkes Jatim, 2012). Berdasarkan laporan yang diterima dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun
2013 diketahui bahwa cakupan pemberian ASI secara eksklusif tahun 2013 adalah sebesar 68,3% dari target sebesar 75%. Menurut data profil Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2012 dari jumlah bayi yang diperiksa berjumlah 40,299 bayi usia 0-6 bulan, sebesar 66.37% mendapatkan ASI Eksklusif sementara target pencapaian sebesar 80% (Dinkes Jatim, 2013). Berikut data lima daerah dengan persentase terendah pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jember meliputi Puskesmas Arjasa (21.96%), Pukesmas Kencong (32.22%), Puskesmas Klatak (38.71%), Puskesmas Gladak (42.56%), dan Puskesmas Kalisat (43.07%) (Dinkes Jember, 2012).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 214 terlalu dini. Perilaku ini disebabkan
karena itu mengetahui informasi tersebut dari penolong persalinan. Menurut ibu bayinya tidak pernah mengalami diare, hanya sekedar demam biasa.
Menurut Notoatmojo (2003) Tenaga kesehatan seharusnya menjadi tokoh panutan dibidang kesehatan. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidik kesehatan. Berdasarkan sumber informasi yang diperoleh ibu mengenai ASI Ekskluasif menuturkan bahwa sebagain ibu mendapatkan informasi dari bidan dan petugas kesehatan lainnya mengenai ASI, sebagian lainnya mengakui bahwa jarang melakukan kosultasi berkaitan dengan ASI sehingga mereka kurang memahami mengenai ASI eksklusif, dan beberapa menuturkan jika bidan hanya menyarakan memberikan ASI selama 6 bulan berturut-turut tanpa menginformasikan mengenai dampaknya terhadap bayi, sehingga mudah bagi ibu memberikan bayinya susu formula.
Tingkat keberhasilan pemberian ASI bisa berhasil sukses salah satunya dengan adanya peran tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan praktik menyusi pada ibu. Dukungan petugas kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif sangat diperlukan yaitu dengan mengingatkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI saja sampai umur 6 bulan. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan kemampuan melalui pendidikan dibidang kesehatan (Depkes RI, 2011).
Manifestasi dari peran tenaga kesehatan dalam upaya mendukung pemberian ASI eksklusif bisa dilakukan salah satunya adalah dengan konseling. Konseling adalah bantuan yang diberikan
pada seorang klien untuk memecahkan masalah kehidupannya dengan cara wawancara (face to face) dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi klien untuk mencapai kesejahteraannya (Walgito, 2010).
Berdasarkan fenomena yang terjadi bahwa rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif berdampak terhadap sikap ibu yang kemudian akan berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan konseling ASI Eksklusif pada ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI ekslusif di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember tahun 2014.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi, karena bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan (Nursalam, 2003). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konseling, variabel terikat adalah pemberian ASI ekslusif.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester III yaitu usia kehamilan >36 minggu di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember Tahun 2014 berjumlah 63 orang. Teknik sampling yang digunakan oleh adalah random sampling. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Slovin berjumlah 54 sampel. Penelitian ini dilakukan bulan Juni tahun 2014. Analisis data menggunakan uji Chi Square.
HASIL
Hasil penelitian akan dipaparkan sebagai berikut.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Ibu Hamil Trimester III di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 215
No Usia Frekuensi Prosentase (%)
1 16-21 Tahun 5 9.3
2 22-27 Tahun 35 64.8
3 28-33 Tahun 14 25.9
Jumlah 54 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar usia ibu hamil trimester III adalah 22-27 Tahun (64.8%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil Trimester III di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)
1 Dasar 25 46.2
2 Menengah 28 51.9
3 Tinggi 1 1.9
Jumlah 54 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil trimester III berpendidikan menengah yaitu 28 orang (51.9%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi pemberian ASI ekslusif pada ibu yang diberikan konseling di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No Konseling Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah
∑ % ∑ % ∑ %
1 Konseling 20 74.07 7 25.93 27 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa ibu yang mendapatkan konseling sebagian besar memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (74.04%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Ekslusif Pada Ibu Yang Tidak Diberikan Konseling di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No Konseling Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah
∑ % ∑ % ∑ %
1 Tidak Konseling 9 33.33 18 66.67 27 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa ibu yang tidak diberikan konseling memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (33.33%).
Tabel 5 Distribusi Silang antara Pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang diberikan konseling dan tidak diberikan konseling di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No Pemberian ASI Konseling
Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah
∑ % ∑ % ∑ %
1 Konseling 20 37.04 7 12.9 27 50
2 Tidak Konseling 9 16.67 18 33.33 27 50
Jumlah 29 53.7 25 46.29 54 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 216 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui
bahwa ibu trimester III yang mendapatkan konseling sebesar (50%) diantaranya sebesar (37.04%) ibu memberikan ASI secara Ekslusif pada bayinya, dan 12.9% ibu tidak memberikan ASI secara Eksklusif pada bayinya.
Berdasarkan uji chi square dengan bantuan SPSS diperoleh hasil bahwa nilai x2 hitung (9.012) > x2 tabel (3.481), dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 < 0.05, sehingga pada penelitian ini hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam. Sementara berdasarkan nilai koifisien kongtingensi sebesar 0.378, artinya keeratan hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam berada pada kategori rendah atau lemah tidak pasti.
PEMBAHASAN
Konseling merupakan proses pemberian informasi objektif dan lengkap tentang ASI Ekslusif kepada ibu hamil trimester III yang dilakukan secara sistematis bertujuan untuk membantu ibu hamil trimester III mengenali masalah dan menemukan jalan keluarnya atas masalah yang dihadapinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu yang mendapatkan konseling sebagian besar memberikan ASI secara eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (74.04%). Hasil penelitian ini menjelaskan jika konseling berperan penting bagi ibu hamil trimester III dalam memberikan ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam. Hasil penelitian senada dengan hasil pendapat Trismiati, (2004) Konseling adalah suatu bentuk wawancara untuk menolong (membantu) orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya (keinginannya, sikapnya, kekhawatiran, dan sebagainya) dalam usahanya untuk
memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya.
Ibu yang tidak diberikan konseling berarti ibu tidak diberikan sejumlah informasi yang lengkap tentang pemberian ASI secara Ekslusif pada bayi selama 24 jam. Jumlah informasi yang diperoleh ibu akan menambah tingkat pengetahuan yang dimilikinya, semakin banyak jumlah informasi yang diperoleh maka memungkinkan akan semakin baik pula tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Pengetahun yang dimiliki ibu hamil trimester III merupakan dasar bagi ibu dalam bertindak, ataupun berperilaku. Sebab pada dasarnya perilaku seseorang merupakan manifestasi dari apa yang diketahuinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu yang tidak diberikan konseling memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (33.33%).
Hasil penelitian ini menjelaskan jika ibu yang tidak diberikan konseling cenderung tidak memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam. Keadaan ini dimungkinkan karena ibu tidak mengetahui mengenai manfaat pemberian ASI secara eksklusif pada bayi selama 24 jam. Akibat ketidaktahuan ibu maka ibu tidak memberikan ASI secara Ekslusif paa bayi. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang baru pada subjek dapat menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahuinya itu. Sikap yang didasari dengan pengetahuan yang baik cenderung akan positif jika dibandingkan dengan sikap yang didasari oleh pengetahuan yang kurang. Perilaku melalui suatu proses didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 217 dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 <
0.05, nilai koifisien kongtinensi 0.378, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konseling dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam dengan kekuatan hubungan rendah dan tidak pasti. Dalam kegiatan konseling terdapat pemberian informasi dari konselor pada konseli, jumlah informasi yang diterima konseli tentang ASI akan meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Semakin banyak informasi yang diterima, memungkinkan ibu akan memiliki pengetahuan yang baik pula. Pengetahuan ini yang pada akhirnya akan menjadi dasar ibu dalam bertindak ataupun berperilaku. Perilaku seseorang merupakan manifestasi dari pengetahuan yang dimiliki. Seseorang cenderung bertindak sesuai dengan segala yang diketahuinya, begitu pula dengan pemberian ASI secara Ekslkusif. Ibu yang mengetahui dengan pasti mengenai penting ASI bagi bayi akan cenderung memberikan ASI secara eksklusif dengan asumsi tidak ada faktor lainnya seperti ASI tidak keluar dll. Sehingga kegiatan konseling diharapkan dapat menambah pengatahuan ibu tentang ASI.
Hasil penelitian ini senada dengan pendapat Rulina. (2010) Dukungan dari para profesional di bidang kesehatan sangat diperlukan bagi ibu, terutama primipara. Pendidikan tentang pentingnya menyusui sudah harus diberikan sejak masa antenatal, yang dilakukan oleh semua tenaga kesehatan baik bidan maupun dokter. Bila semua petugas kesehatan menerapkan 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui, maka dijamin dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak, sesuai dengan MDGs (Millenium Development Goals). Peran tenaga kesehatan di ruang perawatan ibu dan bayi sangat besar, agar setiap bayi yang dipulangkan harus menyusui. Menurut Suhermi (2009) Dukungan bidan dalam pemberian ASI dapat mencegah atau
menghindari berbagai kesulitan umum dalam pemberian ASI eksklusif. Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI eksklusif dapat diberikan dengan meyakinkan ibu bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya serta membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri.
Menurut Sigit, (2010) Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI, belum dipahaminya ASI secara tepat dan benar oleh ibu dan keluarga/lingkungan, kekeliruan persepsi tentang susu formula, kurangnya pembekalan pengetahuan dari petugas kesehatan dapat menyebabkan ibu memutuskan tidak menyusui atau memberikan makanan pendamping terlalu cepat.
Ketersediaan konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan turut mempengaruhi peningkatan keberhasilan pemberian ASI. Oleh karenanya, setiap pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas dan RS tersedia konselor menyusui akan membantu para ibu yang memiliki kendala memberikan ASI. Selain ketersediaan konselor menyusui, aspek lain yang perlu mendapat perhatian adalah komunikasi. Dengan komunikasi yang baik, pesan tentang manfaat pemberian ASI akan makin cepat sampai ke masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan melalui media massa atau memanfaatkan jaringan elektronik berupa website dan jaringan internet. Komunikasi merupakan bagian penting dalam melindungi, mempromosikan dan mendukung kegiatan menyusui. Bantuan dan komitmen yang tinggi dari para konselor akan dapat meningkatkan cakupan pemberian ASI dan akhirnya dapat diciptakan generasi penerus yang berkualitas. Pemberian ASI yang tepat, tidak saja meningkatkan asupan gizi sehingga anak tumbuh dan berkembang optimal, juga penting dalam memelihara kesehatan sebagai suatu investasi bangsa yang sangat tinggi di masa kini dan masa yang akan datang.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 218 KESIMPULAN
Ibu yang mendapatkan konseling sebagian besar memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (74.04%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang mendapatkan konseling memiliki kecenderungan memberikan ASI Eksklusif pada bayi. Keadaan ini mengindikasikan bahwa perilaku ibu cenderung didasari oleh informasi yang diketahuinya.
Ibu yang tidak diberikan konseling memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (33.33%). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ibu yang tidak mendapatkan konseling memiliki memiliki kemungkinan memberikan ASI Eksklusif pada bayi. Hal ini diduga ibu mengentahui manfaat ASI Eksklusif dari sumber lainnya.
Berdasarkan uji chi square diperoleh hasil bahwa nilai x2 hitung (9.012) > x2 tabel (3.481), dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 < 0.05, sehingga pada penelitian ini hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam. Sementara berdasarkan nilai koefisien kontingensi sebesar 0.378, artinya keeratan hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam berada pada kategori rendah atau lemah tidak pasti.
KEPUSTAKAAN
Amiruddin, R. (2006). Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 6-11 Bulan.
Di ambil Tanggal 5 Maret 2014. http://www.artikeilmiah.com.html Depkes RI. 2005. Standar Pelayanan
Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI, (2011). Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif Bagi Bayi. Jakarta:
Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak.
Dinkes Jember, (2013). Profil Kesehatan Kabupaten Jember Tahun 2012. Jember, Jawa Timur.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat ed.1, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Nursalam, (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skrips, Tesis dan Instrumen Penelitian.
Jakarta, Salemba Medika
Prasetyono, (2009). Buku Pintar ASI Eksklusif. Jogjakarta : DIVA Press.
UNICEF. (2011). ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia
dalam
http://situs.kesrepro.info/kia/agu/2 006/kia03.htm
Utami, Roesli. (2000), Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Tubulus Agriwidya.
WHO. (2003). Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Geneva.
Yuliarti, N. (2010). Keajaiban ASI, Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta. Penerbit Andi.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 219 PENGARUH STRESSOR TERHADAP STRESS AKADEMIK DAN DAMPAKNYA
PADA PENCAPAIAN INDEX PRESTASI DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MAHASISWA KEPERAWATAN
STIKES DR. SOEBANDI JEMBER
Akhmad Efrizal Amrullah*, Toni Herlambang**, Yusron Rozzaid*** *Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
**, *** Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jember
ABSTRACT
Lecture proccess to STIKES dr. Soebandi nursing students since the academic year 2013/2014 using competency-based curriculum where students should be able to reach the target of at least 3.00 of Performance Index. Preliminary studies showed a decrease in the achievement of PI for 3 semesters of lectures caused stressors experienced by students, among others: self ability, finance, security, comfort, college expenses, lectures time, coursework, learning methods, evaluation methods and infrastructure. The purpose of this study was to analyze the effect of stressors on the academic stress and its impact on the achievement of PI.
The study design used is non-experimental design with a descriptive, where the cross-sectional approach. It was held on May to July 2015 and located in STIKES dr. Soebandi Jember. Sample was taken by used Non-Probability Sampling with 132 respondents. Analysis of data using test instruments, classic assumption test, path analysis, and t test to test the hypothesis.
The test results showed the instrument is valid to r-count < 0.05 and reliable on the value of alpha > r table (0.900 > 0.70). Classical assumption qualify as Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) with Asymp. Sig. (2-tailed) of 804 > 0.70 so that data is normal, there is no multicollinearity with VIF values < 10, while the value of Tolerance < 0.10 or > 10 and there are no heteroskesdastisitas with t table < t. Hypothesis testing showed four variables stressor effect on the incidence of academic stress, namely: self ability, coursework, learning methods and infrastructure to the value t count > t table. T test results showed academic stress variables affect the achievement of the Performance Index with the value t count > t table.
From the findings can be put forward several suggestions: 1. The admissions process to be more selective based on ability and academic self sufficient and given a briefing before following the lecture. 2. Provision of the coursework to students in order to adjust to the academic load and bustle of students. 3. Choose the method of learning more precise. 4. Completing the facilities and infrastructure. 5. Further research by adding the object in the variable. 6. Adding the variables that have not been covered in this study.
Keywords: Stressors, Academic Stress, Performance Index.
PENDAHULUAN
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang meliputi program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi dimana bertujuan menyiapkan peserta
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 220 antara lain: tenaga pengajar yang
kompeten, tersedia fasilitas belajar dan sumber dana yang memadai, manajemen pembelajaran yang efektif dan efisien serta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak menimbulkan stress dalam pembelajaran atau stress akademik (Daryanto, 2013 dan Rao, 2013).
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember mulai tahun akademik 2013/2014 menerapkan sistem pembelajaran menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada sistem pembelajaran KBK, target pencapaian Indeks Prestasi (IP) yang ditetapkan oleh institusi minimal 3,00 sehingga di akhir proses pembelajaran mahasiswa harus mampu mencapai target IP yang telah ditentukan. Selama proses pembelajaran banyak stressor yang dihadapi oleh mahasiswa keperawatan sehingga mengalami stress akademik dan jatuh dalam kondisi distress yang berakibat pencapaian IP di bawah standar.
Beberapa permasalahan dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yaitu selain pada perubahan dokumen juga harus disiapkan dari segi pelaksanaan pembelajaran, penciptaan suasana belajar, serta metode evaluasi pembelajaran disertai banyaknya target yang harus dicapai oleh mahasiswa (Dikti, 2008). Berbagai macam stressor yang dirasakan mahasiswa meliputi: kemampuan diri, keuangan, keamanan dan kenyamanan, dosen, beban kuliah, tugas kuliah, waktu perkuliahan, metode belajar, metode evaluasi dan sarana maupun prasarana perkuliahan adalah tuntutan dari pembelajaran menggunakan KBK. Hal ini menimbulkan stress akademik yang berdampak pada pencapaian Indeks Prestasi. Stress akademik yang dirasakan mahasiswa tidak sama satu dengan yang lain, terbagi menjadi tingkat stress akademik sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Berdasarkan fakta tersebut peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh stressor terhadap stress akademik dan dampaknya pada pencapaian IP mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain adalah non–experimental design
dengan jenis deskriptif, di mana pendekatannya secara cross sectional, yaitu data diambil satu kali. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Cross-Section, data primer dalam penelitian ini adalah jawaban responden dari kuesioner yang diberikan sedangkan data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari lembaga yang menjadi objek penelitian. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner dan mengambil lokasi di STIKES dr. Soebandi Jember.
Populasi penelitian ini adalah semua mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember semester III yang memulai perkuliahan pada tahun akademik 2013/2014. Jenis sampel dalam penelitian ini adalah Non-Probability Sample menggunakan metode Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 132 mahasiswa
HASIL PENELITIAN 1. Data umum
a. Deskrispi responden berdasarkan usia
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
No Usia Jumlah Persentase
(%) 1 18-20 tahun 94 71.2
2 21-23 tahun 38 28.8
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 221 Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh hasil
bahwa usia responden sebagian besar adalah 18-20 tahun (71.2%).
b. Deskrispi responden berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
No Jenis Sumber : Data Sekunder 2015
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (80.3%).
2. Data Khusus UJI HIPOTESIS
a. Pengaruh Variabel Kemampuan Diri (X1) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 2.260 sedangkan signifikansi = 0.026< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti kemampuan diri(X1) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik.
b. Pengaruh Variabel Keuangan (X2) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 1.492sedangkan signifikansi = 0.138> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Keuangan (X2) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik.
c. Pengaruh Variabel Keamanan Kenyamanan (X3) terhadap Stresss Akademik (Z)
Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = -1.304sedangkan signifikansi = 0.195> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Keamanan Kenyamanan (X3)
tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik.
d. Pengaruh Variabel Dosen (X4) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = -.524 sedangkan signifikansi = 0.601> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Dosen (X4) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z).
e. Pengaruh Variabel Beban Studi (X5) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = -.267sedangkan signifikansi = 0.790> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Beban Studi (X5) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik.
f. Pengaruh Variabel Waktu Kuliah (X6) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 1.151 sedangkan signifikansi = 0.252 > = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Waktu Kuliah (X6) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z).
g. Pengaruh Variabel Tugas Kuliah (X7) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 2.429 sedangkan signifikansi = 0. 017< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Tugas Kuliah (X7) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 222 secara signifikan (nyata) terhadap stresss
akademik (Z).
i. Pengaruh Variabel Metode Evaluasi (X9) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 2.470sedangkan signifikansi = 0.015< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Metode Evaluasi (X9 berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z).
j. Pengaruh Variabel Sarana Prasarana (X10) terhadap Stresss Akademik (Z)
Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 4.095 sedangkan signifikansi
= 0.000< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Sarana Prasarana (X10) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik.
k. Pengaruh Variabel Stresss Akademik (Z) terhadap Indeks Prestasi (Y) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 9.133 sedangkan signifikansi = 0.000< = 0,05 dan df (n-k) = 130 diperoleh nilai ttabel = 1.97838 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Stresss Akademik (Z) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap Indeks Prestasi (IP).
ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS)
Nilai koefisien jalur dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.7 Hasil Analisis Jalur
Pengujian Variabel B thitung Sig Keterangan
Z
Kemampuan Diri (X1) 0.298 2.260 0.026 Signifikan Keuangan (X2) 0.217 1.492 0.138 Tidak Signifikan Aman dan Nyaman
(X3)
-0.229 -1.304
0.195 Tidak Signifikan
Dosen (X4) -0.101 -.524 0.601 Tidak Signifikan Beban Studi (X5) -0.037 -.267 0.790 Tidak Signifikan Waktu Kuliah (X6) 0.193 1.151 0.252 Tidak Signifikan
Tugas Kuliah (X7) 0.330 2.429 0.017 Signifikan Metode Belajar (X8) 0.384 2.231 0.028 Signifikan Metode Evaluasi (X9) 0.395 2.470 0.015 Signifikan Sarana Prasarana (X10) 0.709 4.095 0.000 Signifikan
Y Stresss Akademik (Z) 1.119 9.13 3
0.000 Signifikan
Sumber: Data primer diolah tahun 2015
Perhitungan Jalur
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien jalur pada lampiran, tampak bahwa total pengaruh variabel Kemampuan Diri (X1) terhadap Stress Akademik (Z) adalah sebesar 63.15% dengan rincian pengaruh langsung sebesar 29.8% dan pengaruh tidak langsung sebesar 33.35%. Total pengaruh variabel Dosen (X4) terhadap Stress Akademik (Z) hanya memilik pengaruh tidak langsung adalah sebesar 146.5%. Total pengaruh variabel Tugas Kuliah (X7) terhadap Stress Akademik (Z) adalah sebesar 69.92% dengan rincian
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 223 pengaruh langsung sebesar 70.9% dan
pengaruh tidak langsung sebesar 79.34%. Berdasarkan pada perhitungan di atas, variabel independen yang mempunyai pengaruh paling kuat terhadap variabel stress akademik (Z) adalah variabel sarana dan prasarana (X10) yaitu sebesar 70.9% secara langsung dan 150.24% secara tidak langsung.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh kemampuan diri (X1) terhadap stress akademik (Z)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan, variabel kemampuan diri berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Kemampuan diri merupakan modal awal bagi seorang mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan. Kemampuan diri meliputi aspek fisik dalam hal ini kesehatan dan aspek non fisik yang meliputi pengetahuan, sikap dan prilaku yang dimiliki mahasiswa yaitu ketakutan akan ketidakmampuan, kelelahan dan menurunnya daya konsentrasi tercermin pada mahasiswa sewaktu mengikuti perkuliahan. Dengan demikian hipotesis kemampuan diri terhadap stress akademik diterima.
2. Pengaruh keuangan (X2) terhadap stress akademik (Z)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan, variabel keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Apabila mahasiswa mengalami kesulitan keuangan, terutama dalam hal membayar biaya kuliah maka akan berpotensi menyebabkan stress. Pada kenyataannya, apabila ada mahasiswa yang mengalami kesulitan keuangan maka pihkan kampus mengeluarkan kebijakan dalam hal tenggang waktu pelunasan pembayaran atau mahasiswa bisa mengikuti kegiatan akademik dengan catatan tentang kesanggupan melunasi biaya yang ditanggung. Pada akhirnya mahasiswa bisa mengikuti sebagian atau beberapa kegiatan akademik. Hal ini bisa
menurunkan stress akademik yang dialami mahasiswa. Dengan demikian hipotesis keuangan berpengaruh terhadap stress akademik ditolak.
3. Pengaruh keamanan kenyamanan (X2) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan, variabel keamanan kenyamanan tidak berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Keamanan dan kenyamanan yang dirasakan mahasiswa tidak terlepas dari kondisi lingkungan pembelajaran. Pada mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi pada awal perkuliahan menyatakan faktor keamanan dan kenyamanan kurang terpenuhi, hal ini bisa dimengerti bahwa sebagai kampus baru faktor keamanan dan kenyaman menjadi masalah yang umum terjadi. Seiring waktu, pembenahan banyak dilakukan oleh pihak kampus termasuk penambahan fasilitas yang mendukung kenyamanan ketika menjalani perkuliahan, perbaikan sistem kemananan terhadap barang milik mahasiswa sehingga bisa menekan tingkat stress akademik dan pada proses pembelajaran faktor keamanan dan kenyamanan belakangan bukan menjadi masalah yang serius, meskipun ada beberapa mahasiswa yang masih mengeluhkan tentang faktor keamanan dan kenyamanan. Dengan demikian hipotesis keamanan kenyamanan berpengaruh terhadap stress akademik ditolak.
4. Pengaruh dosen (X4) terhadap stress akademik (Z)
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 224 dosen berpengaruh stress akademik
ditolak.
5. Pengaruh beban studi (X5) terhadap stress akademik (Z)
Berdasarkan hasil pengujian, variabel beban studi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap stress akademik. Dalam pembelajaran KBK yang menjadi hambatan adalah apabila mahasiswa tidak mampu memenuhi target beban SKS dalam semester tertentu, maka hal tersebut akan menjadi penghalang untuk mengambil jumlah mata kuliah di semester berikutnya, karena mahasiswa harus lulus dalam beban SKS yang dibebankan terlebih dahulu supaya bisa mengikuti semua mata kuliah pada semester yang berikutnya. Akan tetapi pada mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember yang menerapkan sistem KBK apabila mahasiswa tidak lulus pada mata kuliah tertentu, maka bisa ditempuh dalam semester pendek atau mengulang pada tahun akademik beriktunya. Dari hasil kuesioner mayoritas mahasiswa menyatakan beban studi yang ditempuh banyak tetapi bisa dijalani semua, apabila terdapat mata kuliah yang tidak lulus atau nilai kurang dari standar minimal maka mahasiswa cenderung mengikuti semester pendek, sehingga hal tersebut bisa mengurangi tingkat stress akademik. Dengan demikian hipotesis beban studi berpengaruh terhadap stress akademik ditolak.
6. Pengaruh waktu kuliah (X6) terhadap stress akademik (Z)
Berdasarkan hasil pengujian, variabel waktu kuliah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap stress akademik. Meskipun pada kuesioner mahasiswa yang menyatakan menghabiskan banyak waktu kuliah di kampus tidak berarti mereka mengalami stress akademik. Hal tersebut bisa dikarenakan mahasiswa menghabiskan waktu kuliah di kampus tidak dalam proses pembelajaran atau cenderung menghabiskan waktu luang di kampus
atau hal-hal lain yang tidak mengarah kepada kegiatan akademik. Karena tidak adanya pengaruh yang signifikan antara waktu kuliah dengan stress akademik maka hipotesis waktu kuliah berpengaruh terhadap stress akademik ditolak.
7. Pengaruh tugas kuliah (X7) terhadap stress akademik (Z)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel tugas kuliah berpengaruh sangat signifikan terhadap stress akademik. Hal ini dikarenakan banyaknya tugas yang diberikan oleh dosen akan sangat menyita waktu mahasiswa untuk beristirahat sehingga mahasiswa selalu terfokus untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Tugas kuliah ini sangat diperlukan untuk menunjang nilai dari masing-masing mata kuliah yang bersangkutan shingga semakin banyak tugas kuliah yang harus diselesaikan maka semakin tinggi stress akademik yang dialami. Dengan demikian hipotesis tugas kuliah berpengaruh terhadap stress akademik diterima.
8. Pengaruh metode belajar (X8) terhadap stress akademik (Z)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel metode belajar berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Penerapan metode belajar yang kurang tepat akan mengakibatkan kebingungan dalam proses perkuliahan sehingga mahasiswa tidak bisa mengerti dan memahami apa yang dipelajari. Sesuai dengan penerapan kurikulum, metode belajar dalam KBK menggunakan Student Centered Learning
(SCL) yang menuntut mahasiswa harus mampu menguasai kompetensi yang telah ditetapkan sesuai metode pembelajaran yang dirasa paling sesuai (Dikti, 2008) dimana hal tersebut bisa meningkatkan stress akademik. Dengan demikian hipotesis metode belajar berpengaruh terhadap stress akademik diterima.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 225 Berdasarkan hasil pengujian,
variabel metode evaluasi berpengaruh secara signifikan terhadap stress akademik. Peserta didik dalam evaluasi pada pembelajaran konsep KBK dinilai berdasarkan proses dan hasil belajar baik kegiatan kurikulum, ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler. Secara umum metode evaluasi yang diterapkan ada tiga, yaitu: uji tulis, uji lisan/response, dan uji praktik dimana masing-masing persiapan menjelang evaluasi dan pelaksanaan evaluasi dari suatu proses pembelajaran juga menyebabkan stress akademik (Dobson, 1979, Kohn and Frazner, 1986). Dengan demikian hipotesis metode evaluasi berpengaruh terhadap stress akademik ditolak.
10. Pengaruh sarana prasarana (X9) terhadap stress akademik (Z)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel sarana prasarana berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Hal ini bisa dipahami, sebagai kampus baru kelengkapan sarana prasarana sangat vital untuk menunjang proses perkuliahan. Kelengkapan dan pengelolaan sarana prasarana sangat diperlukan guna mendukung suksesnya pembelajaran karena akan mempengaruhi intelektual dan emosional peserta didik (Daryanto, 2013). Tidak adanya satu atau beberapa sarana prasarana yang diperlukan maka akan berdampak pada terjadinya stress akademik karena mahasiswa tidak atau kurang mengerti dan memahami materi perkuliahan yang disampaikan, sehingga akan berakibat terjadinya stress akademik. Dengan demikian hipotesis sarana prasarana berpengaruh terhadap stress akademik diterima.
11. Pengaruh stresss akademik (Z) terhadap IP (Y)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel stress akademik berpengaruh signifikan terhadap pencapaian IP. Evaluasi hasil pembelajaran dinyatakan dalam IP (Indeks Prestasi). Indeks prestasi
merupakan suatu ukuran untuk menilai keberhasilan mahasiswa di dalam pembelajaran dan dihitung setiap semester. Mahasiswa dengan tingkat stressor yang rendah memiliki IP yang tinggi dibandingkan mahasiswa dengan tingkat stressor yang tinggi. Dengan demikian hipotesis stress akademik berpengaruh terhadap pencapaian IP diterima.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel kemampuan diri berpengaruh
signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP.
2. Variabel tugas kuliah berpengaruh signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP.
3. Variabel metode belajar berpengaruh signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP.
4. Variabel sarana prasarana berpengaruh signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP.
DAFTAR PUSTAKA
Agolla, Joseph E.&Henry Ongori. 2009.
An Assessment of Academic Stress Among UndergraduateStudents: The Case of University of Botswana. Educational Research and Review. Vol. 4 (2) pp. 063-070.
Bataineh, Marwean Zaid, 2013.
Academic Stress Amoung Undergraduate Students: The Caseof Education Faculty at King Saud University, Vol. 2, hal. 82-87., diakses 15 April 2014 (http://www.iijoe.org/journal) Benson, Herbert. 1975. The Relaxation
Respon. New York: Morrow, Harvard Medical School.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 226 2, No. 14. diakses 15 April 2014
(http://www.ijhssnet.com/journals) Calaguas, Glenn M. 2011. College
Academic Stress: Difference along Gender Lines. Diambil pada tanggal 27 Februari 2015 dari http://www.ifrnd.org
Cohen, S. (1980). After effects of stress on human performance and social behavior: A review of research and theory.Psychological Bulletin, 88, 82–108. 15 April 2014 (http://www.scrip-org/journal)
Daryanto & Tasrial, 2012. Konsep Pembelajaran Kreatif. Yogyakarta: Gava Media.
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalamMemahami P sikologi anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008. Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi. Jakarta
Dobson, C.B. 1979: Sources of sixth form stress, Journal of Adolescence, 3, pp.65-76.
Edmunds, G.J. 1984: Needs Assessment Strategy for Back students: An examination of stressors and programme implications, Journal of non-white concerns in Personal and Guidance, 12 (2), pp.48-56.
Ekpenyong, Christopher E., 2013.
Associations Between Academic Streesors, Reaction to Stress, Coping Strategies and Musculoskeletal Disorders Among College Students, Vol. 23 (2), hal.
98-112 diakses 15 April 2014 (http://www.iijoe.org/journal) George James, M. and Others. 1987:
Correlates of Dental Student Stress, Journal of Dental Education, 51(8), pp. 481-485.
Hanim, Nur Faridah. 2007. Kesan Stress Terhadap Pencapaian Akademik dan Personaliti Pelajar Politeknik Universiti Tun Hussein Onn Malaysia.
(http://eprints.uthm.edu.my/822/1/2 4).
Hanina, et.al. 2010. Stress dan Pencapaian Akademik Mahasiswa Pembangunan Manusia di Universiti Putra Malaysia. Jurnal Personalia Pelajar Bil. 13/Juni 2010.
(http://www.ukm.my/personalia/wp - content/uploads/2015/06/4-Hanina-H.pdf).
Ippolitive, F.V. 1980: Academic Overloading of High School Students, Voprosy Psikholigii, 2, pp.160-165. Adult and Continuing Education, 11(10), 91-110.
Mahfar, M., Zaini, F., Nordin, N. A. 2007. Analisis Faktor Penyebab Stres di Kalangan Pelajar. Jurnal Kemanusiaan.bil.9, Jun 2007. hal 14/02/2015 jam 08.00 WIB
Meichenbaum, Donald. (1977). Cognitive Behavior Modification: An Integrative Approach. New York: Plenum Press.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 227 Meichenbaum, D. & Cameron, R. 1983.
Stress Inoculation Training: Toward A General Paradigm for Training Coping Sklills. New York: Plenum Press.
Nandamuri, Purnabhakar & Gowthami Ch., 2011. Sources of Academic Stress: A Study on Management Students. Vol. 1, hal. 31-40 diakses
15 April 2014
(http://jmsnonolimpictimes.org/arti cle)
Neil, Niven. 2002. Health Psychology For Health Care Professional. New York : Churchill Livingstone. Notoatmodjo Soekidjo (2003). Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Yohanes Anton. 2011. It‟s
Easy, Olah Data Dengan SPSS. Yogyakarta: PT. Skripta Media Creative
Pukar, K.R., Lamb, J.M. and Bartolovic, M. 1993: Examining the common stressors and coping methods of rural adolescents, Nurses Practitioner, 11, p.50.
Rahman M, Rahman A , Flora MS, et al. 2013. Depression and Associated Factors in Diabetic Patients Attending an Urban Hospitals of Bangladesh. International Journal of Collaborative Research on Academic Performance of Pre-Diploma Science Students: A Malaysian
Study. International Journal of Sc ientific Research in Education, V ol. 2(1), 13-26.
Racmah, Dwi Nur, 2012. Hubungan Self Efficacy, Coping Stress dan Prestasi Akademik. Jurnal Ecopsy Vol. 1, No. 1 hal. 6-11 diakses 17
Maret 2014 (http://ejournal-unlam.ac.id/article)
Ramamalini, D. 1993: Academic Stress, Quality of Family Support And Intelligence In A Selected Group of High School Girl Students, Unpublished Master Thesis, S.V.U. Tirupati.
Rao, Balaji, 2013. A Study of Academic Stress & Adjustment Styles of Teacher Trainees. Disertasi Doctor of Philosophy, Acharya Nagarjuna University, India. and under achievers, Indian Journal of Psychometry and Education, 9, pp.25-33.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methodes for Bussiness, A Skill Building Approach.Fourth Edition, John Willey & Sons, Inc.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Ciputat Press.
Tarmidi, 2010. Peranan Kurikulum Berbasis Kompetensi Terhadap Pembentukan Softskill Mahasiswa.
Universitas Sumatra Utara diakses
5 April 2014
(http://repository.usu.ac.id/bitstrea m)
Thomas, 1987: Adolescent Suicide: The Clinical Manifestation of Alienation, High School Journal, 69 (1), pp.55-60.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 228 Villanova Peter and David Bownas.
1984. Dimensions Of College Student Stress, Paper Presented At A Conference Of South-Eastern Psychological Association.
Wulandari, Lita Hadiati. 2011. Gambaran Stres Di Bidang Akademik Pada Pelajar Sindrom Hurried Child Di Sekolah Candra Kusuma. Diakses pada tanggal 12
April 2015 dari
http://repository.usu.ac.id
Yamane, Taro. 1973. Statistic an Introductory Analysis. Third Edition, Aoyama Gakuin University.
Yumba, Wycliffe, 2008. Academic Stress: A Case of the Undergraduate Students. Linkoping University. diakses 15 April 2014 (http://www.diva-portal.org/smash/get)
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 229
HUBUNGAN MOTIVASI MASYARAKAT BEROBAT DENGAN
PEMILIHAN TEMPAT PELAYANAN KESEHATAN DI DESA PACE
KECAMATAN SILO KABUPATEN JEMBER
Nurul Aini*, Said Mardijanto**, Firdha Novitasari***
*, **, *** Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
ABSTRAK
Pasien termotivasi dan percaya untuk berobat ke non nakes dikarenakan non nakes dinilai mampu mengobati penyakit. Pengobatan non nakes A tahun 2012 mengalami peningkatan sekitar 30% dari tahun 2012 jumlah kunjungan mencapai 80 pasien, mencapai 104 pasien pada tahun 2013. Sedangkan pengobatan non nakes B tahun 2013 mengalami peningkatan sekitar 19% dari 90 pasien meningkat 107 pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan.
Penelitian ini termasuk penelitian korelasi dengan populasi 960 KK. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu masyarakat yang berobat ke tenaga non nakes sebanyak 96 KK. Variabel yang diukur adalah motivasi masyarakat berobat dan pemilihan tempat pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan motivasi masyarakat berobat dengan motivasi sedang 68,8%, motivasi kuat 20,8%, motivasi lemah 10,4%. Sedangkan masyarakat memilih tempat pelayanan non tenaga kesehatan 60,4% dan yang memilih tenaga kesehatan 39,6%.
Dari hasil uji analisa data dengan menggunakan Spearman Rank didapatkan p-value 0,000, pada taraf signifikan p α (alpha) 0,05 sehingga Ho ditolak yang artinya adanya hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014. Dimana KK didapatkan 0,35 yang mempunyai hubungan moderat.
Saran yang diberikan adalah perlunya peningkatan kegiatan penyuluhan tentang pengobatan medis dan prosedur pengurusan Jamkesmas oleh tenaga kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Desa Pace.
Kata Kunci : Motivasi Masyarakat Berobat, Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan.
PENDAHULUAN
Undang – Undang Kesehatan Pasal
3 menyebutkan bahwa “Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis” (UU No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, 2010).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 230 turun temurun dikenal sebagai
pengobatan tradisional, sedangkan pelayanan kesehatan yang melalui pembuktian ilmiah dikenal sebagai pengobatan formal atau konvensional (Soenardi, 2007).
Perilaku manusia untuk melakukan pencarian pengobatan mencakup tiga pertanyaan pokok, yaitu sumber pengobatan apa yang menurut masyarakat dapat mengobati sakitnya, kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber pengobatan yang ada, dan bagaimana prosesnya dalam memilih sumber pengobatan tersebut. Pada tahun 2008 WHO (World Health Organization)
mencatat 68% penduduk dunia masih menggunakan sistem pengobatan tradisional untuk mendukung kesehatan mereka. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pengobatan tradisional memiliki arti penting yaitu mendukung kehidupan dan mempunyai potensi yang progresif untuk dikembangkan (Saifudin A, 2011).
Walaupun pelayanan kesehatan modern di Indonesia telah berkembang, masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional masih tetap tinggi. Hasil Susenas (2013) dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan persentase penggunaan obat tradisional dalam pengobatan sendiri yaitu 15,59% (2010), 30,24% (2011), 29,73% (2012), 65,01% (2013). Dari data tersebut terlihat penurunan pada tahun 2012 dari 30, 24% menjadi 29, 73% tetapi terjadi kenaikan yang signifikan penggunaan obat tradisional dalam pengobatan sendiri pada tahun 2013 yaitu dari 29,73% % menjadi 65, 01%. Selain mahalnya pengobatan modern adanya isu kembali ke alam (back to nature) memicu penggunaan pengobatan tradisional (Supardi, 2013).
Penggunaan pengobatan tradisional di Indonesia menyebar di seluruh wilayah provinsi. Hasil Susenas tahun 2013 masyarakat yang menggunakan obat tradisional cara pengobatan tradisional
terbesar di Provinsi Jawa Timur walaupun tidak menempati urutan pertama dalam menggunakan obat tradisional dan cara pengobatan tradisional dalam mengatasi masalah kesehatannya, juga mempunyai persentase pengguna obat tradisional sebanyak 14% dan penggunaan obat tradisional untuk mendukung kesehatannya sebanyak 5% (Supardi, Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional, dan Cara Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia, 2005).
Motivasi dan kepercayaan pasien untuk berobat non nakes dapat mengobati penyakit kronis dan ketidakpercayaan pasien terhadap pengobatan konvensional karena dianggap gagal dalam mengobati penyakitnya. Ketakutkan tindakan operasi serta ketidakpuasan terhadap pengobatan konvensional serta kepercayaan bahwa mengkonsumsi obat-obatan akan memberi dampak bagi organ tubuh juga memberi motivasi pasien berobat ke non nakes. Selain pengobatan non nakes lebih menguntungkan dari pengobatan konvensional juga tuntas, murah dan alami hanya kerugian pengobatan non nakes menurut pasien obatnya tidak praktis, tidak enak serta kebersihannya terjamin.
Ketentuan mengenai pengobatan tradisional ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076 tahun 2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. Hal ini bertujuan membina upaya pengobatan tradisional, memberikan perlindungan kepada masyarakat dan menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis, dan cara pengobatannya. Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 231 jumlah kunjungan di setiap tempat
pengobatan non nakes setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Di tempat pengobatan non nakes A menunjukkan tempat pengobatannya mengalami peningkatan sekitar 30% yaitu pada tahun 2012 jumlah kunjungan mencapai 80 pasien sedangkan pada tahun 2013 mencapai 104 pasien. Sedangkan di tempat pengobatan non nakes B menunjukkan bahwa di tahun 2013 mengalami peningkatan sekitar 19% dari 90 pasien meningkat 107 pasien. Dari peningkatan jumlah pengunjung tiap tahunnya tersebut dapat terlihat bahwa minat masyarakat terhadap pengobatan non nakes di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember mengalami peningkatan. Sedangkan dari studi pendahuluan pada 20 orang dengan metode wawancara didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih pengobatan non nakes 12 orang (60%) dengan alasan sudah turun temurun, dekat dengan rumah, lebih murah. Sedangkan 8 orang (40%) memilih nakes. Jumlah penduduk di Desa Pace sejumlah 16.567 jiwa, pelayanan kesehatan hanya dilayani pelayanan non nakes. Untuk pelayanan nakes masyarakat berobat ke wilayah kecamatan Silo.
Berdasarkan data dan uraian dari latar belakang maka penulis ingin
mengetahui “Hubungan motivasi
masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace
Kecamatan Silo Kabupaten Jember”.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah studi korelasi untuk mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, menguji berdasarkan teori yang ada. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan dengan metode
cross sectional dimana penelitian yang
menekankan pada waktu
pengukuran/observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali, pada satu saat. Dimana rancangan penelitian ini digunakan untuk mendapatkan hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
Untuk mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian maka penelitian ini digunakan alat pengumpul data berupa kuesioner.
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan disajikan hasil tentang penelitian mengenai hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Pada penelitian ini dilakukan penyebaran kuisioner dengan kriteria Inklusi yang ada pada responden sejumlah 96 orang kemudian dilakukan tabulasi data dengan menggunakan tabel distribusi. Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka pada penelitian ini di sajikan data umum yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan. Data khususnya yaitu motivasi masyarakat berobat dan pemilihan tempat pelayanan kesehatan. Data Umum
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014.
Usia Frekuensi %
Sumber : Data Primer 2014
Dari tabel diatas menunjukkan jumlah terbanyak responden berusia 30-35 tahun sejumlah 43 orang (44,8%), sisanya usia 25-30 sejumlah 28 orang (29,2%), usia 35-45 tahun sejumlah 22 orang (22,9%), usia 20-25 tahun sejumlah 3 orang (3,1%).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 232 Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun
2014
Pendidikan Frekuensi %
SD 41 42,71%
SMP 26 27,08%
SMA 22 22,92%
PT 7 7,29%
Total 96 100
Sumber : Data Primer 2014
Dari tabel diatas menunjukkan jumlah terbanyak berpendidikan SD sejumlah 41 orang (42,71%), sisanya SMP sejumlah 26 orang (27,08%), SMA sejumlah 22 orang (22,92%), PT sejumlah 7 orang (7,29%).
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa
Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014 Pekerjaan Frekuensi %
PNS 7 7,3%
Petani 30 31,3%
Wiraswasta 34 35,4%
Buruh 25 26,0%
Total 96 100
Sumber : Data Primer 2014
Dari tabel diatas menunjukkan jumlah terbanyak pekerjaan responden sebagai wiraswasta sejumlah 34 orang (35,4%), sisanya petani sejumlah 30 orang (31,3%), Buruh sejumlah 25 orang (26%), PNS sejumlah 7 orang (7,3%).
Data Khusus
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Masyarakat Berobat di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014
Motivasi Masyarakat
Berobat Frekuensi % Motivasi Lemah 10 10,4% Motivasi Sedang 66 68,8% Motivasi Kuat 20 20,8%
Total 96 100
Sumber : Data Primer 2014
Dari tabel diatas menunjukkan sebagian besar motivasi masyarakat berobat dengan motivasi sedang sejumlah 66 orang (68,8%), sisanya motivasi kuat sejumlah 20 orang (20,8%), motivasi lemah sejumlah 10 orang (10,4%).
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014
Pemilihan Tempat
Pelayanan Kesehatan Frekuensi % Non Pelayanan
Kesehatan 58 60,4%
Pelayanan Kesehatan 38 39,6%
Total 96 100
Sumber : Data Primer 2014
Dari tabel diatas menunjukkan sebagian besar masyarakat memilih tempat pelayanan non pelayanan kesehatan sejumlah 58 orang (60,4%) dan yang memilih pelayanan kesehatan sejumlah 38 orang (39,6%).
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat Dengan Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1 233
Motivasi Masyarakat Berobat
Pemilihan Tempat Palayanan Kesehatan
Total % P Value Non Pelayanan
Kesehatan %
Pelayanan
Kesehatan %
Motivasi Lemah 8 80 2 20 10 100
0,000 Motivasi Sedang 45 68,2 21 31,8 66 100
Motivasi Kuat 5 25 15 75 20 100 Total 58 60,4 38 39,6 96 100
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan mayoritas motivasi lemah lebih memilih tempat non pelayanan kesehatan sejumlah 8 orang (80%) dan motivasi kuat 7 orang atau 75% lebih memilih pelayanan kesehatan. Pada motivasi sedang 45 orang atau 68,2% memilih non pelayanan kesehatan. Sedangkan 5 orang atau 25% adanya motivasi kuat yang memilih non pelayanan kesehatan.
Dari hasil uji data dengan menggunakan analisis Spearman Rank (Rho) didapatkan p-value 0,000, pada taraf signifikan p α (alpha) 0,05 sehingga Hipotesa nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini berarti adanya hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014. Dimana KK didapatkan 0,35 yang mempunyai hubungan moderat.
PEMBAHASAN
Identifikasi motivasi masyarakat berobat di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar motivasi masyarakat berobat dengan motivasi sedang sejumlah 66 orang (68,8%), sisanya motivasi kuat sejumlah 20 orang (20,8%), motivasi lemah sejumlah 10 orang (10,4%). Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu (Notoatmodjo, 2003). Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi itu mendorong manusia untuk
berbuat/bertindak, motivasi menentukan arah perbuatan yakni perwujudan suatu tujuan/cita-cita mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu, motivasi menyeleksi perbuatan kita, artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat, sedangkan untuk ciri motivasi berprestasi tinggi yaitu melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, melakukan sesuatu dengan sukses, ingin lebih dari orang lain, menyelesaikan sesuatu yang sukar (Hamalik, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa masyarakat di Desa Pace Kecamatan Silo masih menggunakan tenaga non medis, hal ini dikarenakan budaya masyarakat Desa Pace mengannggap pengobatan secara tradisional mampu mengatasi penyakit yang diderita. Selain masyarakat masih terkendala biaya pengobatan medis yang terlalu tinggi meskipun masyarakat mendapat Jamkesmas. Penggunaan Jamkesmas pada masyarakat Desa Pace kurang efektif dikarenakan masyarakat masih kurang tahu prosedur penggunaanya. Sedangkan masyarakat yang berobat ke medis jika kondisi penyakit yang kronis. Masyarakat beranggapan bahwa berapapun tarif yang digunakan untuk berobat ke tenaga non medis lebih murah di banding ke tenaga medis.