PERBANDINGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI MAN MEULABOH-1 DAN SMA
NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013
TESIS
Oleh ZULFITRI ELIA
117032212/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE COMPARISON OF ADOLESCENCE KNOWLEDGE AND ATTITUDE ABOUT REPRODUCTIVE HEALTH AT MADRASYAH ALIYAH NEGERI MEULABOH-1 ( MAN-1) AND STATE SENIOR HIGH SCHOOL 2 (SMAN 2)
MEULABOH ACEH BARAT DISTRICT IN 2013
THESIS
By
ZULFITRI ELIA 117032212/IKM
MASTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY SUMATERA UTARA MEDAN
PERBANDINGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI MAN MEULABOH-1 DAN SMA
NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh ZULFITRI ELIA
117032212/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PERBANDINGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI DI MAN MEULABOH-1 DAN SMA NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Zulfitri Elia Nomor Induk Mahasiswa : 117032212
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Telah Diuji
pada Tanggal : 27 Januari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes
PERNYATAAN
PERBANDINGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI MAN MEULABOH-1 DAN SMA
NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2014
ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak kemasa dewasa. Permasalahan yang sangat kompleks dan sangat menonjol dikalangan remaja berkaitan sekitar seksualitas terutama kehamilan tidak diinginkan dan aborsi, penyakit menular seksual, HIV/AIDS serta penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Survei Surveilans Perilaku (SSP) tahun 2011 oleh Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten (KPA-K) Aceh Barat di 9 Sekolah, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah sebesar 55,7%, sumber informasi tentang kesehatan reproduksi didapat melalui media 71,6%, hanya 22,8% yang mereka dapat dari narasumber. Pengetahuan remaja untuk terhindar dari penyakit HIV/AIDS yaitu 74,9% menyatakan tidak tahu dan remaja yang mengetahui tentang risiko tertular penyakit HIV/AIDS masih rendah.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013. Jenis penelitian adalah survei analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah semua siswa-siswi MAN 1 dan SMAN 2 Meulaboh. Analisis data dengan mengunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi antara remaja di MAN 1 dan SMAN 2 Meulaboh. Variabel yang paling berpengaruh terhadap pengetahuan adalah sumber informasi dengan koefisien B sebesar 2,392 dan yang paling berpengaruh terhadap sikap remaja adalah teman sebaya dengan koefisien Bsebesar0,850.
Disarankan kepada Kantor Pemberdayaan Perempuan/Keluarga Sejahtera, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui upaya peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi dengan mengadakan penyuluhan kesehatan dan pelaksanaan program PIK-R di sekolah
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Kesehatan Reproduksi
ABSTRACT
Adolescence is the periode of life from puberty to maturity. The very complex and very prominent problems among adolescents are about sexuality, especially unwanted pregnancies and abortions, sexually transmitted diseases, HIV/AIDS and Narcotics, Psychotropic and Addictive Substances abuse. Behavior Surveillance Survey (BSS) conducted by Aceh Barat District AIDS Countermeasure Commission (DACC) in 2011 at nine schools indicated that the level of teenagers’ knowledge of reproductive health was still low (55,7%), the source of information through media was 71,6%, and 22,8% was obtained from the source of persons. Teenagers is knowledge of preventing from HIV/AIDS was 74,9% states do not know, teenagers who undertand the risk of HIV/AIDS was still low.
The objective of research was to analyze the comparison of teenagers’ knowledge and attitude about reproductive health at Madrasyah Aliyah Negeri Meulaboh-1(MAN-1) and State Senior High School (SMAN 2) of Aceh Barat District in 2013. The type of the research was analytic survey with cross sectional design. The population were all students of MAN-1 and SMAN 2 Meulaboh. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.
The result of research showed there was no difference of knowledge and attitude about reproductive health between teenagers at the MAN-1 and SMAN 2 Meulaboh. The variable which had the most dominant influence on teenagers’ knowledge was source of information with coefficient of B 2,392 and the variable which had the most dominant influence on teenagers’attitude was the peer group with coefficient of B 0,850.
It is recommended that the Office of Women Empowerment/Family Welfare, Aceh Barat District Health Office to increase reproductive health service among adolescence by increasing student’s knowledge about reproductive health by providing health counseling and Information Center and Adolescents Conseling. (PIK-R) program implementation at schools.
keywords : Knowledge, Attitude, Reproductive Health
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini dengan judul “ Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh 1 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan
Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
banyak terima kasih yang tak terhingga kepada pembimbing yaitu : Dr. Ir. Erna
Mutiara, M. Kes selaku ketua komisi Pembimbing dan Dra. Jumirah, Apt. M. Kes
selaku Anggota komisi pembimbing, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian
dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya tesis ini,
kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Pembantu Dekan I Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. Drs. Kintoko Rahadi, M.K.M, selaku dosen penguji I serta Namora
Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D selaku dosen penguji II yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera Kabupaten
Aceh Barat beserta jajarannya yang telah mendukung saya dalam melakukan
penelitian ini.
8. Suhadi, S.Ag kepala MAN Negeri Meulaboh-1 dan Drs. Marwanto, kepala SMA
Negeri 2 Meulaboh beserta jajarannya yang telah membantu dan memberikan izin
untuk penelitian.
9. Orangtuaku tercinta, Ayahanda Drs. H. Zulkarnain Djakfar dan Ibunda Hj.
Nuraini, Us yang telah memberikan doa, kasih sayang serta motivasi selama
penulis menjalankan pendidikan.
10.Teristimewa buat suami tercinta H. Ali Husaini, S.E atas segala doa, cinta,
memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil
kepada penulis.
11.Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Angkatan 2011 umumnya dan minat studi Kesehatan Reproduksi
khususnya.
Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah
penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya
bagi kita semua.
Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Zulfitri Elia dilahirkan pada tanggal 23 Oktober 1972 di Alur Bilie Aceh
Barat. Anak Kedua dari enam bersaudara, dari pasangan ayahanda Drs. H. Zulkarnain
Djakfar dan ibunda Hj. Nuraini,Us. Menikah dengan H. Ali Husaini, SE.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Ujong Baroh tamat Tahun
1985, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Lapang tamat Tahun 1988,
Sekolah Perawat Kesehatan Depkes RI Meulaboh tamat Tahun 1991. Tahun 1992
melanjutkan Pendidikan Program Bidan di Meulaboh, Kemudian melanjutkan
Pendidikan D-III Keperawatan di Akademi Keperawatan Depkes RI Dr. Otten
Bandung tamat Tahun 1998. Tahun 2005 menyelesaikan pendidikan di program Studi
S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi Kebijakan Kesehatan pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh.
Tahun 1992 bertugas sebagai bidan desa Krueng Tinggai kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat. Tahun 1995 bertugas di Puskesmas Johan Pahlawan
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Tahun 2005-2008 bekerja di Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Barat Bidang P2P, tahun 2008-2009 bekerja di bidang Farmasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, tahun 2009-2011 bekerja di Bidang P2PL
Pada Dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat. Tahun 2011 Mahasiswa Tugas Belajar
DAFTAR ISI
2.1.1 Kesehatan Reproduksi Remaja ... 11
2.1.2 Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja………. 16
2.1.3 Upaya Penanggulanggan Kesehatan Reproduksi ... 17
2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi ... 24
2.3 Pengetahuan (Knowledge) ... 26
2.3.1 Pengertian Pengetahuan ... 26
2.3.2 Tingkatan Pengetahuan ... 26
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan ... 28
2.4 Sikap (Attitude) ... 30
2.4.1 Pengertian Sikap ... 30
2.4.2 Komponem Pokok Sikap ... 32
2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap ... 33
2.5 Landasan Teori ... 37
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 54
4.1.1 Gambaran MAN Meulaboh-1 ... 54
5.1 Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi ... 77
5.2 Sikap Remaja tantang Kesehatan Reproduksi... 78
5.3 Pengaruh Variabel Perancu terhadap Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMA Negeri-2 ... 80
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 3.1 Keadaan Siswa-siswi di MAN Meulaboh-1 dan SMA Negeri 2
Meulaboh Tahun 2012/2013 ... 41
3.2. Perhitungan Besar Sampel Penelitian ... 42
3.3 Besar Sampel Berdasarkan Kelas di MAN Meulaboh-1 dan
SMA Negeri 2 Meulaboh... 43
3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Teman
Sebaya ... 45
3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan 46
3.6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap ... 47
3.7 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 51
4.1 Data Jumlah Kelas, Rombongan Belajar dan Jumlah Siswa di
MAN Meulaboh1 Tahun pelajaran 2012/2013 ... 56
4.2 Jumlah Siswa-Siswi di Sekolah Menengah Atas Negeri 2
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun Pelajaran 2012/2013 .... 58
4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Perancu dii MAN Meulaboh 1
dan SMA Negeri 2 Kabupaten Aceh Barat ... 59
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Item
Pernyataan Teman Sebaya di MAN Meulaboh-1 dan SMAN2 ... 60
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi di MAN Meulaboh-1
Dan SMAN 2 Meulaboh ... 62
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Kesehatan
Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2 ... 64
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Item Pernyataan
Sikap di MAN Meulaboh -1 dan SMAN 2 Meulaboh ... 65
4.9 Hubungan Sekolah dengan Pengetahuan tentang Kesehatan
Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2 Meulaboh ... 67
4.10 Hubungan Sekolah dengan Sikap tentang Kesehatan Reproduksi
di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2 Meulaboh ... 68
4.11 Hubungan Variabel Perancu dengan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2
Meulaboh ... 70
4.12 Hubungan Variabel Perancu dengan Sikap tentang Kesehatan
Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2 Meulaboh ... 73
4.13 Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan Remaja tentang
Kesehatan Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2 ... 75
4.14 Faktor yang Memengaruhi Sikap Remaja tentang Kesehatan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman 2.1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 95
2. Kuesioner Penelitian ... 95
3. Uji Validitas Reliabilitas ... 101
4. Master Data ... 104
5. Hasil Uji Statistik ... 108
6. Random Number Tabel ... 137
7. Izin Survey Pendahuluan di MAN Meulaboh-1 ... 148
9. IzinSurvey Pendahuluan di SMAN 2 Meulaboh ... 149
8. Izin Melakukan Penelitian MAN Meulaboh 1 ... 151
9. Izin Penelitian di SMA Negeri 2 Meulaboh ... 152
10. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian di MAN ... 153
ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak kemasa dewasa. Permasalahan yang sangat kompleks dan sangat menonjol dikalangan remaja berkaitan sekitar seksualitas terutama kehamilan tidak diinginkan dan aborsi, penyakit menular seksual, HIV/AIDS serta penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Survei Surveilans Perilaku (SSP) tahun 2011 oleh Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten (KPA-K) Aceh Barat di 9 Sekolah, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah sebesar 55,7%, sumber informasi tentang kesehatan reproduksi didapat melalui media 71,6%, hanya 22,8% yang mereka dapat dari narasumber. Pengetahuan remaja untuk terhindar dari penyakit HIV/AIDS yaitu 74,9% menyatakan tidak tahu dan remaja yang mengetahui tentang risiko tertular penyakit HIV/AIDS masih rendah.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013. Jenis penelitian adalah survei analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah semua siswa-siswi MAN 1 dan SMAN 2 Meulaboh. Analisis data dengan mengunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi antara remaja di MAN 1 dan SMAN 2 Meulaboh. Variabel yang paling berpengaruh terhadap pengetahuan adalah sumber informasi dengan koefisien B sebesar 2,392 dan yang paling berpengaruh terhadap sikap remaja adalah teman sebaya dengan koefisien Bsebesar0,850.
Disarankan kepada Kantor Pemberdayaan Perempuan/Keluarga Sejahtera, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui upaya peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi dengan mengadakan penyuluhan kesehatan dan pelaksanaan program PIK-R di sekolah
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Kesehatan Reproduksi
ABSTRACT
Adolescence is the periode of life from puberty to maturity. The very complex and very prominent problems among adolescents are about sexuality, especially unwanted pregnancies and abortions, sexually transmitted diseases, HIV/AIDS and Narcotics, Psychotropic and Addictive Substances abuse. Behavior Surveillance Survey (BSS) conducted by Aceh Barat District AIDS Countermeasure Commission (DACC) in 2011 at nine schools indicated that the level of teenagers’ knowledge of reproductive health was still low (55,7%), the source of information through media was 71,6%, and 22,8% was obtained from the source of persons. Teenagers is knowledge of preventing from HIV/AIDS was 74,9% states do not know, teenagers who undertand the risk of HIV/AIDS was still low.
The objective of research was to analyze the comparison of teenagers’ knowledge and attitude about reproductive health at Madrasyah Aliyah Negeri Meulaboh-1(MAN-1) and State Senior High School (SMAN 2) of Aceh Barat District in 2013. The type of the research was analytic survey with cross sectional design. The population were all students of MAN-1 and SMAN 2 Meulaboh. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.
The result of research showed there was no difference of knowledge and attitude about reproductive health between teenagers at the MAN-1 and SMAN 2 Meulaboh. The variable which had the most dominant influence on teenagers’ knowledge was source of information with coefficient of B 2,392 and the variable which had the most dominant influence on teenagers’attitude was the peer group with coefficient of B 0,850.
It is recommended that the Office of Women Empowerment/Family Welfare, Aceh Barat District Health Office to increase reproductive health service among adolescence by increasing student’s knowledge about reproductive health by providing health counseling and Information Center and Adolescents Conseling. (PIK-R) program implementation at schools.
keywords : Knowledge, Attitude, Reproductive Health
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh
kembang ini menyebabkan remaja dimanapun ia menetap mempunyai sifat khas yang
sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan
tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa
didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada
ketersediaan sarana disekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuan tersebut.
Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam dirinya, apabila
keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tersebut tidak tepat, mereka akan
jatuh kedalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya
dalam bentuk berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan
mungkin harus ditanggung seumur hidupnya (Depkes RI, 2009).
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.
kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan
masa depan mereka selanjutnya, oleh Bank Dunia masa ini disebut sebagai masa
transisi kehidupan remaja yang penuh dengan permasalahan.
Permasalahan yang sangat kompleks dan sangat menonjol dikalangan remaja
dan aborsi, terinfeksi penyakit menular seksual (infeksi menular seksual), HIV-AIDS
serta penyalahgunaan Napza. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah remaja diantaranya melalui pelayanan kesehatan (BkkbN, 2010).
Dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan
ICPD (Internasional Conference on Population and Development), di Kairo Mesir
tahun 1994, masyarakat internasional mengukuhkan hak-hak remaja akan informasi
tentang kesehatan reproduksi yang benar dan pelayanan kesehatan reproduksi
termasuk konseling. Kepedulian pemerintah terhadap kesehatan remaja sangatlah
tinggi, sejak tahun 2000 kesehatan remaja diangkat menjadi program nasional.
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi, pengetahuan dan perilaku remaja saat
ini masih cukup memprihatinkan yang khususnya berhubungan dengan seksualitas
(kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi ), NAPZA dan HIV-AIDS. Berdasarkan
hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007,
didapatkan permasalahan NAPZA yang terjadi pada remaja antara lain perokok aktif
hingga saat ini 47,0%, peminum alkohol aktif 19,2%. Pengguna NAPZA sebesar
1,5% dari penduduk Indonesia atau 3,2 juta, dan 78,0% diantaranya adalah remaja
kelompok umur 20–29 tahun. Sedangkan jumlah orang hidup dengan HIV dan AIDS
sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut
adalah remaja.
Perilaku seksual pranikah remaja sebanyak 84 orang (1%) dari responden
pernah mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), 60,0% diantaranya
dewasa ini semakin berani di dalam bertindak tanpa mengetahui risiko yang akan
menimpa dirinya. Penyalahgunaan NAPZA akan berdampak pada komplikasi secara
fisik, mental, emosional dan sosial, serta pengaruh buruk akibat hubungan sek
pranikah dapat menularkan penyakit seksual, kehamilan yang tidak diinginkan,
aborsi, trauma psikis serta putus sekolah sehingga akan mengancam masa depan
mereka (Andhyantoro dan Kumalasari, 2012)
Berdasarkan data dari BPS, BkkbN, dan Kemenkes RI yang mencatat laporan
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 tercatat ada 82,6%
dengan jumlah 129 perempuan berusia 15-24 tahun yang pernah berhubungan seks
dan mereka juga pernah mendengar tentang dampak negatif dari tindakan melakukan
hubungan seksual tersebut yaitu tentang HIV/AIDS, dan perempuan yang belum
menikah tetapi pernah melakukan hubungan seks tercatat ada 88,2% dengan jumlah
9.919. Ada 58% perempuan yang mengetahui bahwa membatasi seks hanya dengan
satu pasangan dan 37% menggunakan kondom dan membatasi hubungan seks dengan
satu pasangan.
Tingginya perilaku berisiko di kalangan remaja kurang diimbangi dengan
pemberian informasi kesehatan reproduksi yang cukup di sekolah. Hal ini terjadi
karena peluang untuk memasukkan materi pendidikan kesehatan reproduksi sangat
kecil.
Selama ini pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi dalam pelajaran
seperti Biologi dan Agama. Di sisi lain media berkembang sangat pesat, pengaruh
remaja, di samping telah dianggap sebagai lebih dari teman sebaya atau ”peer
Group” di kalangan mereka. Perkembangan media ini tidak terlepas dari peran
teknologi informasi yang berkembang sangat pesat di dunia. Media yang saat ini
termasuk sering diakses adalah internet (Affan, 2010).
Pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja sangatlah penting karena
pendidikan merupakan alat yang mendasar dalam meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan seorang remaja dalam menjaga dirinya. Secara umum diketahui
bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Rendahnya
pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksi, berdampak pada perilaku berisiko di
kalangan remaja.
Penelitian yang dilakukan Affan (2010) didapatkan hasil bahwa secara
statistik mengindikasikan bahwa pendidikan kesehatan melaui E-file multimedia
memiliki pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan pengetahuan remaja.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Sugiharti dan Heny (2007) tentang perilaku
berisiko remaja di Indonesia didapatkan hasil bahwa perilaku berisiko remaja
berhubungan signifikan dengan pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan,
status ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua dan
teman yang berperilaku berisiko.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah remaja kedalam perilaku
berisiko adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan di
sekolah tentang kesehatan reproduksi, termasuk infeksi menular seksual dan napza.
Aceh Darussalam tahun 2008, di kabupaten Aceh Barat didapatkan hasil masih ada
remaja yang belum mendapatkan penyuluhan maupun pendidikan tentang kesehatan
reproduksi, HIV, Sek dan Napza. Diantara tiga jenis penyuluhan yang ditanyakan
yang paling banyak menjangkau remaja adalah penyuluhan tentang Napza (64,2%),
sedangkan penyuluhan kesehatan reproduksi (53,3%), penyuluhan tentang HIV
(37,7%), sedangkan pendidikan untuk menolak Seks masih kurang diikuti oleh
remaja (35,2%), untuk perilaku seksual remaja lelaki yang sudah pernah melakukan
hubungan seks dengan wanita penjaja seks sebanyak (8,7%) dan (37,9%) remaja
lelaki dan wanita pernah melakukan hubungan seks lebih dari 1 orang (Dinkes
Propinsi Aceh, 2008)
Penyuluhan dan pendidikan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk
diketahui terutama remaja usia sekolah, karena usia remaja merupakan usia yang
paling rawan mengalami masalah kesehatan reproduksi. Benita (2012) dalam
penelitiannya menyatakan penyuluhan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja di SMP Gergaji. Purwanto (2000) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna perbandingan tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi remaja antara SMU di perdesaan dan Perkotaan.
Untuk merespon permasalahan tersebut, pemerintah melalui BkkbN telah
melaksanakan dan mengembangkan program kesehatan reproduksi remaja (KRR)
yang merupakan salah satu program pokok pembangunan nasional yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2004-2009) yang diarahkan
keluarga kecil bahagia sejahtera yang ditingkatkan melalui PIK-KRR dimana
keberadaan dan peranannya di lingkungan remaja terutama di sekolah sangatlah
penting dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan
konseling yang benar tentang KRR (Muadz, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Yandri (2008), di SMA Negeri 1 Srandakan
Bantul tahun 2008, bahwa Program PIK-KRR berpengaruh terhadap peningkatan
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku kesehatan
reproduksi remaja. Syahrendi (2012) dalam penelitiannya tentang pengetahuan
dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi didapatkan hasil bahwa secara
umum pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi masih relatif
rendah, dan perilaku seksual remaja 40% sudah tergolong menyimpang/tidak baik.
Aceh Barat merupakan salah satu kabupaten yang ada dalam wilayah Propinsi
Aceh dengan Ibukota Meulaboh kecamatan Johan Pahlawan, mayoritas penduduk
beragama Islam dimana budaya, tindakan, kegiatan dan cara berkomunikasi dalam
tatanan keluarga serta kehidupan masyarakat sangat terikat secara islami. Data dari
Kantor Pemberdayan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga tahun 2012, Jumlah
remaja dengan usia 16 sampai 21 tahun sebesar 18.545 jiwa dari jumlah 46.605
jiwa remaja yang tersebar di seluruh kabupaten Aceh Barat. Jumlah remaja yang
tidak sedikit tersebut merupakan potensi yang sangat berarti dalam melanjutkan
pembangunan Indonesia.
Akan tetapi fakta yang terjadi saat ini, remaja terutama di kecamatan
Pergaulan remaja yang berisiko dapat dilihat secara terang-terangan baik di
sekolah maupun di lingkungan seperti berpacaran, jalan bergandengan tangan,
saling memeluk maupun berduan ditempat yang sepi baik café maupun warung di
pantai. Hal tersebut juga didukung dengan tayangan hiburan dan media yang
berbau pornografi dengan mudah diperoleh di internet dan media tekhnologi
informasi lainnya, hal ini merupakan media hiburan yang dapat menjurus kearah
perilaku yang tidak baik bagi remaja terutama remaja usia sekolah (Dinkes
Kabupaten Aceh Barat, 2011).
Data dari Puskesmas Kecamatan Johan Pahlawan, kasus yang ditangani di
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) tahun 2010 dan 2011 berkaitan dengan
perilaku berisiko remaja seperti penyalahgunaan Napza 5 kasus, sek pranikah 3,
kehamilan tidak diinginkan 5, pernikahan dini 2, masalah merokok 9 kasus, masalah
kegemukan 6 kasus, masalah anemi pada remaja 45 kasus.
Hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP) tahun 2011 di 9 Sekolah di Kabupaten
Aceh Barat oleh Komisi Penanggulanggan AIDS Kabupaten (KPA-K) Aceh Barat,
tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah yaitu sebesar
55,7%, sumber informasi yang didapat 71,6% melalui media, hanya 22,8% yang
mereka dapat dari narasumber. Pengetahuan remaja untuk terhindar dari penyakit
HIV dan AIDS sebesar 74,9%, menyatakan tidak tahu dan remaja yang mengetahui
tentang risiko tertular penyakit HIV/AIDS masih rendah yaitu laki-laki 34,7% dan
perempuan 48,7%. Untuk perilaku remaja yang berisiko dapat dilihat remaja saat
Melakukan rangsangan seksual dengan pasangan laki-laki 12,6% dan Perempuan
6,7%, remaja yang pernah melakukan hubungan sek sebanyak 25,46%, melakukan
rangsangan seksual sendiri atau masturbasi remaja laki-laki 39% lebih tinggi
dibanding perempuan sebesar 7,5%. Remaja mempunyai teman yang sudah pernah
melakukan hubungan seksual, laki-laki 28,2% dan perempuan 28,4%, remaja yang
sudah melakukan seksual pranikah laki-laki sebanyak 4,9% dan perempuan 2,4%,
sebanyak 2,6 %, melakukan hubungan seksual pranikah pertama kali pada umur <
17 tahun(KPA-K Aceh Barat, 2011).
Survei awal yang dilakukan pada 10 orang siswa di MAN Meulaboh-1
menunjukan hanya 5 orang (50,0%) yang memiliki pengetahuan baik tentang
kesehatan reproduksi, dan sebanyak 4 (40,0%) mempunyai sikap negatif. Sementara
survei terhadap 10 orang siswa SMA Negeri 2 Meulaboh, pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi 7 orang (70,0%) berpengetahuan kurang, sedangkan 6
orang (60,0%) mempunyai sikap negatif terhadap kesehatan repoduksinya.
Bila dilihat dari hasil survei tersebut, ternyata sekolah yang telah memiliki
PIK-KRR dalam hal ini MAN Meulaboh-1, proporsi siswa yang berpengetahuan baik
lebih rendah dari siswa di SMA Negeri-2 yang belum memiliki PIK-KRR yang
seharusnya sekolah yang memiliki PIK-KRR siswanya lebih banyak mengetahui
tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Demikian juga dengan sikap, seharusnya
proporsi siswa yang memiliki sikap positif lebih tinggi di sekolah MAN Meulaboh-1
yang telah memiliki PIK-KRR dari pada siswa di SMA Negeri-2 Meulaboh yang
Penelitian ini mencoba untuk melihat perbandingan pengetahuan dan sikap
remaja tentang kesehatan reproduksi antara sekolah MAN Meulaboh-1 dan SMA
Negeri-2 Meulaboh dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa perlu mengetahui
bagaimana perbandingan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan
reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh-1 dan SMA Negeri 2 Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan
pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di MAN Meulaboh-Idan
SMAN 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi
di MAN Meulaboh-I dan SMAN 2 Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor PP dan KS Kabupaten Aceh Barat dan
pihak terkait dalam membuat kebijakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan
2. Sebagai bahan masukan bagi sekolah MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2
Meulaboh serta sederajat di dalam memberikan dukungan terhadap pendidikan
kesehatan reproduksi di sekolah
3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan kesehatan reproduksi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Reproduksi
2.1.1 Kesehatan Reproduksi Remaja
Definisi kesehatan reproduksi seperti yang disepakati dalam International
Coference on Population Development (ICPD) Kairo 1994 dan World Health
Organization (WHO) yaitu suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara
utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu hal yang
berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya (Depkes RI, 2005)
Merujuk dari pengertian diatas, kesehatan reproduksi dapat diartikan pula
sebagai kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat reproduksinya dan
mengatur kesuburanya dapat menjalani kehamilan dan persalinan secara aman serta
mendapatkan bayi tanpa resiko apapun atau Well Mother dan Well born baby dan
selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal (Manuaba, 2001)
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut
sistem reproduksi (fungsi, komponem dan proses) yang di miliki oleh remaja yaitu
laki-laki dan wanita usia 10-24 tahun baik secara fisik, mental, emosional dan
spiritual (BkkbN, 2011). Adapun tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja
adalah untuk membantu remaja agar memahami dan menyadari tentang pentingnya
kesehatan reproduksi remaja, sehingga memiliki sikap dan perilaku sehat terhadap
informasi dan edukasi kesehatan reproduksi serta pelayanan kepada remaja yang
memiliki permasalahan khusus serta pemberian dukungan kepada kegiatan remaja
yang bersifat positif (Widyastuti, 2009).
Dari definisi kesehatan reproduksi tersebut, Notoatmodjo (2007) menyatakan
terdapat 4 (empat) faktor yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, Yakni :
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi, yang berhubungan dengan kemiskinan,
tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan mengenai perkembangan
seksual dan proses reproduksinya, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil
2. Faktor budaya dan lingkungan yaitu praktik tradisional yang berdampak buruk
terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan banyak anak banyak rezeki, dan
informasi yang membinggungkan anak dan remaja mengenai fungsi dan proses
reproduksi
3. Faktor psikologis, hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga memberikan
beban dalam kehidupan remaja, depresi akibat ketidak seimbangan hormonal,
wanita dianggap tidak berharga di mata pria.
4. Faktor biologis, seperti cacat bawaan sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi.
5. Akses informasi yang tidak ada merupakan faktor tersendiri yang memengaruhi
kesehatan reproduksi.
1. Remaja
Remaja yang dalam bahasa aslinya di sebut “adolescence” berasal dari
bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
berlangsung antara umur 12 sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai 22
tahun bagi pria.
Perkembangan lebih lanjut, istilah adolecence sesungguhnya memiliki arti
yang luas, mencakup kematangan mental, emosional dan fisik sosial (Hurlock, 1991).
World Health Organization (WHO, 1974) dalam Maryanti (2009) mendifinisikan
remaja adalah individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan
tanda-tanda seksual sampai mengalami kematangan seksualnya, mengalami perkembangan
psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa serta terjadinya
peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri. WHO (2004), membuat batasan usia remaja kedalam 2 bagian
yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Sedangkan di Indonesia
sendiri batasan usia remaja adalah 11-24 tahun dan belum menikah dengan
pertimbangan usia 11 tahun mulai tampak tanda-tanda seksual sekunder, dianggap
sudah aqil baligh, sempurnanya tanda-tanda perkembangan jiwa seperti identitas diri,
perkembangan psikoseksual, tercapainya perkembanagan kognitif serta moral
(Sarwono,2011).
2. Tahapan Tumbuh Kembang Remaja berdasarkan Kematangan Psikososial dan Seksual
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja, sangatlah perlu mengenal
perkembangan remaja berdasarkan sifat dan tahap perkembangannya. Menurut
1. Masa Remaja Awal (10-12 tahun)
a. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya
b. Tampak dan merasa ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir yang
khayal (abstrak)
2. Masa Remaja Tengah (13-15 tahun)
a. Mencari identitas diri
b. Tertarik pada lawan jenis
c. Timbul perasaan cinta yang mendalam
d. Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang
e. Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual
3. Masa Remaja Akhir (16-19 tahun)
a. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri
b. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif
c. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya
d. Dapat mewujudkan perasaan cinta
e. Memiliki kemampuan berpikir khayal
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan perilaku secara dewasa. Havighust (1961) dalam Kusmiran (2011),
satu periode tertentu dalam kehidupan individu dan apabila berhasil akan membawa
kebahagiaan pada fase-fase berikutnya.
Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991)
yang di kutip Ali dan Asrori, 2011 adalah :
1. Mampu menerima keadaan fisiknya
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis
4. Mencapai kemandirian emosional
5. Mencapai kemandirian ekonomi
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
10.Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga
Menurut Pratiwi (2005) dalam Widyastuti (2009), tugas yang harus dipenuhi
remaja sehubungan dengan perkembangan seksual remaja adalah :
a. Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai peran jenis kelamin
yang dapat diterima masyarakat.
b. Mengembangkan sikap yang benar tentang seks.
d. Menetapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih pasangan hidup.
2.1.2 Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja
Untuk menanggulanggi masalah pada remaja maka pemerintah membuat
kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja. Adapun Kebijakan
Departemen Kesehatan RI dalam kesehatan reproduksi remaja seperti di kutip
Widyastuti dan Rahmawati (2009) adalah sebagai berikut :
1. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja meliputi remaja awal, remaja tengah dan
remaja akhir
2. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan terpadu antara lintas
program dan lintas sektoral
3. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan melalui jaringan pelayanan
upaya kesehatan dasar dan rujukan
4. Pembinaan kesehatan reproduksi dapat dilakukan pada 4 daerah tangkapan ,
yaitu rumah, sekolah, masyarakat dan pelayanan kesehatan. Peningkatan peran
serta orang tua, unsur potensial di keluarga serta remaja sendiri.
Menurut BkkbN (2000) dalam Widyastuti dan Rahmawati (2009) untuk
mewujudkan pemenuhan hak-hak reproduksi, maka kebijakan teknis operasional
yang dilakukan di Indonesia adalah :
1. Promosi hak-hak reproduksi
Dilaksanakan dengan menganalisa undang-undang peraturan dan kebijakan yang
saat ini berlaku apakah sudah sering dan mendukung hak-hak reproduksi dengan
2. Advokasi hak-hak reproduksi
Advokasi dimaksudkan agar mendapatkan dukungan komitmen dari para tokoh
politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM dan swasta. Dukungan swasta dan
LSM sangat dibutuhkan karena ruang gerak pemerintah lebih terbatas.
3. Konseling Informasi Edukasi (KIE)
Dengan KIE diharapkan masyarakat semakin mengerti hak-hak reproduksi
sehingga dapat bersama-sama mewujudkan kesehatan keluarga
4. Sistem pelayanan hak-hak reproduksi
2.1.3 Upaya Penanggulanggan Masalah Kesehatan Reproduksi
Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan untuk memberikan
informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat
disamping juga untuk mengatasi masalah yang ada. Dengan pengetahuan yang
memadai maka remaja akan menjalani masa remajanya dengan sehat, untuk itu
remaja perlu di bekali dengan pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi.
1. Seksualitas
Seksualitas adalah segala sesuatu yang menyangkut sikap dan perilaku seksual
maupun orientasi seksual. Seks berarti jenis kelamin, segala sesuatu yang
berhubungan dengan jenis kelamin disebut seksualitas (Muazd, 2009).
Masa pubertas adalah masa dimana seseorang mengalami perubahan struktur
tubuh dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan psikis. Masa puber anak
Batasan umur ini tidak mutlak tergantung beberapa faktor antara lain gizi, kesehatan,
lingkungan dan keluarga (Muadz, 2011)
A. Organ Reproduksi Perempuan Organ reproduksi perempuan terdiri dari :
1. Ovarium (indung telur) yang terdapat di sebelah kiri dan kanan rahim di
ujung saluran fimbrae (umbai-umbai) dan terletak di rongga pinggul. Indung
telur berfungsi mengeluarkan sel telur (ovum) setiap sebulan sekali dan
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron.
2. Tuba Falopi (saluran telur) yaitu saluran di kiri dan kanan rahim tempat
keluarnya sel telur setelah ovulasi dan tempat pembuahan (konsepsi)
3. Fimbrae adalah ujung dari tuba falopi seperti jari-jari tangan yang berfungsi
menangkap ovum yang dikeluarkan indung telur.
4. Uterus (rahim) berbentuk seperti buah alpokat gepeng dan berat normalnya
antara 30-50 gram dan berukuran sebesar telur ayam kampung.
5. Cervix uteri (leher rahim) yaitu bagian bawah rahim dan mempunyai saluran
yang berfungsi sebagai tempat untuk keluarnya darah menstruasi dan akan
terbuka pada saat persalinan sebagai jalan keluarnya janin.
6. Vagina (lubang senggama) adalah sebuah saluran berbentuk silinder bersifat
elastis dan bergelombang yang berfungsi sebagai tempat keluarnya darah
B. Organ Reproduksi Laki-laki 1. Penis
Berfungsi sebagai alat senggama dan berfungsi sebagi saluran untuk
pembuangan sperma.
2. Glans
Bagian depan atau kepala penis yang banyak mengandung pembuluh darah
dan syaraf.
3. Uretra (saluran kencing)
Yaitu saluran yang terdapat dalam penis yang berfungsi untuk mengeluarkan
air seni dan air mani.
4. Vas deferens (saluran sperma)
Adalah saluran yang menyalurkan sperma dari testis menuju ke prostat.
Panjangnya ± 4,5 cm dengan diameter ± 2,5 cm
5. Epidedemis
Adalah saluran-saluran yang lebih besar dari vas deferens. Bentuknya
berkelok-kelok dan membentuk bangunan seperti topi. Sperma yang
dihasilkan oleh testis akan berkumpul di epidedemis.
6. Testis (pelir)
Adalah organ yang berfungsi memproduksi hormon testoteron dan sperma
7. Srotum (kantung pelir)
Adalah kantung kulit yang melindungi testis berwarna gelap dan
berlipat-lipat, sebagai tempat bergantungnya testis
8. Kelenjar prostat
Terletak dibawah kandung kemih, seperti buah kenari.
9. Vesikula seminalis
Yaitu kelenjar yang berupa kantung berbentuk seperti huruf S berkelok-kelok
yang berfungsi menghasilkan sekaligus menampung air mani.
C. Risiko Hubungan Seks Pranikah
1. Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) adalah suatu kehamilan yang terjadi
dikarenakan suatu sebab sehingga keberadaannya tidak di inginkan oleh salah
satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut. Kusmiran (2011) membagi
beberapa risiko yang bisa timbul akibat kehamilan yang tidak diinginkan
yaitu
a) Risiko medis (aborsi tidak aman menyebabkan kematian dan infeksi)
serta gangguan kehamilan,
b) Psikologis (rasa bersalah, depresi, marah dan agresi dan lain-lain)
c) Psikososial (ketegangan, tekanan psikososial (ketegangan, tekanan
2. Aborsi
Adalah pengakhiran kehamilan sebelum berumur 20 minggu atau berat janin
kurang 500 gram. Pengakhiran kehamilan sering dilakukan secara tidak aman
yang berdampak negatif secara fisik, psikis, sosial dan ekonomi.
3. Infeksi menular seksual
Adalah infeksi yang penularannya terutama melalui hubungan sek.
Kemungkinan penularan lebih besar bila dilakukan dengan berganti-ganti
pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Contoh IMS adalah
gonorre/GO (kencing nanah), sifilis (raja singa), Herpes genitalis, Trikomonas
Vaginalis, hepatitis B, HIV dan AIDS.
2. HIV dan AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Imunodeficiensi Virus yaitu sejenis virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan Acquired
Immune Deficiency Syndrom, yaitu kumpulan gejala penyakit yang di dapat akibat
turunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
1. Hal-hal yang perlu diketahui tentang HIV/AIDS adalah
1) Virus HIV ada dalam semua cairan tubuh, tetapi yang bisa menjadi media
penularannya adalah darah, air mani dan cairan vagina.
2) Sebagian besar infeksi HIV ditularkan melalui hubungan seksual, di samping
juga melalui jarum suntik dan transfusi darah serta penularan dari ibu ke
3) Wanita lima kali lebih mudah tertular HIV/AIDS daripada laki-laki karena
alat kelamin wanita lebih luas permukaannya sehingga mudah terpapar oleh
cairan mani.
4) Kekerasan seksual atau hubungan seksual dengan gadis remaja lebih
memudahkan terjadinya penularan.
5) HIV dan AIDS tidak menular melalui :
1. Kontak tangan dan sentuhan
2. Pemakaian kamar mandi yang sama
3. Berciuman
4. Berenang bersama
5. Keringat
6. Batuk atau bersin
7. Makan dan minum bersama
8. Gigitan nyamuk
2. Fase-fase HIV dan AIDS
Fase I : Masa Jendela (window period),
Pada awal terinfeksi ciri-cirinya belum dapat dilihat meskipun melakukan tes
darah karena fase ini sistem antibodi belum terbentuk, tetapi sudah dapat
menularkan kepada orang lain. Masa ini di sebut dengan window period,
Fase II :
Umur infeksi 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Sudah positif HIV tetapi belum
menampakan gejala sakit, dapat menularkan orang lain. Kemungkinan
mengalami gejala ringan seperti flu (biasanya 2-3 hari).
Fase III :
Mulai muncul gejala awal penyakit, belum disebut sebagai gejala AIDS tetapi
sistem kekebalan tubuh mulai berkurang. Gejala yang berkaitan dengan HIV
antara lain keringat berlebihan pada waktu malam, diare terus-menerus,
pembengkakan kelenjer getah bening, flu tidak sembuh-sembuh, napsu makan
berkurang dan lemah disertai berat badan terus berkurang.
Fase IV :
Masuk tahap AIDS tetapi baru dapat terdiagnosis setelah kekebalan tubuh sangat
berkurang dilihat dari jumlah sel T (dibawah 2.001 mikro liter). Timbul penyakit
tertentu dengan infeksi oportunitik yaitu : kanker khususnya kanker kulit yang
disebut sarcoma kaposi, TBC, diare, sariawan, sakit kepala sampai kekacaun
mental.
3. Pencegahan Penularan HIV/AIDS
A : Abstinence : Memilih tidak melakukan hubungan seks
B : Befaithful : Saling setia dengan pasangannya
C : Condom : Mengunakan kondom secara konsisten dan benar
D : Drug : Tolak pengunaan NAPZA
2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama dan bukan hanya
individu yang bersangkutan, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek
kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Manuaba et al, 2009). Sebagai tindak lanjut
dari komitmen Indonesia dalam forum ICPD, Kairo, 1994, telah diselenggarakan
Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi pada bulan Mei 1996 di Jakarta telah
disepakati beberapa hal mengenai ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi :
a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b. Keluarga Berencana
c. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR), termasuk
PMS, HIV dan AIDS
d. Pencegahan dan Penanggulangan komplikasi abortus
e. Kesehatan reproduksi remaja
f. Pencegahan dan penangganan infertilitas
g. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis, dementia dan lain-lain
Kesehatan reproduksi ibu dan bayi baru lahir meliputi perkembangan berbagai
organ reproduksi mulai dari sejak dalam kandungan, bayi, remaja, wanita usia subur,
klimakterium, meunopouse hingga meninggal. Widyastuti (2009), menjelaskan
bahwa pelayanan kesehatan reproduksi oleh Departemen Kesehatan RI dilaksanakan
secara integratif memprioritaskan pada 4 komponen kesehatan reproduksi menjadi
reproduksi essensial yaitu : 1) Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 2) Keluarga
Berencana, 3) Kesehatan reproduksi remaja, 4) Pencegahan dan penangganan infeksi
saluran reproduksi, termasuk HIV dan AIDS. Sedangkan pelayanan kesehatan
reproduksi komprehensif di tambah dengan kesehatan reproduksi lanjut usia.
Menurut Widyastuti dan Rahmawati (2009), hak-hak kesehatan reproduksi
meliputi :
1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi
2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
4. Hak untuk dilindungi dari kematian oleh karena kehamilan
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya
7. Hak untuk terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekarasan, penyiksaan dan pelecehan seksual
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi
9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksi
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga
dan kehidupan reproduksi
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan
2.3Pengetahuan (Knowledge)
2.3.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang di hadapinya.
Pengetahuan tersebut dapat di peroleh baik dari pengalaman langsung maupun
pengalaman orang lain.
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan, merupakan hasil dari tahu dan
itu terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di
peroleh melalui mata dan telingga. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya
adalah ilmu yang merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia.
2.3.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior), dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior), dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri seseorang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni ; (1) Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, (2) Interest (tertarik) orang
sudah mulai tertarik kepada stimulus, (3) Evaluation, menimbang-nimbang baik atau
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi, (4) Trial (coba-coba), orang telah mulai mencoba berperilaku baru, (5)
Adoption (mengambil), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, sikap terhadap stimulus.
Benjamin Blum (1956) Dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli pendidikan,
membuat klasifikasi (Toxonomy) pertanyaan-pertanyaan yang dapat dipakai untuk
merangsang proses berfikir manusia. Pengetahuan yang tercakup di dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :
1. Tahu (know), diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan menginggat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
3. Aplikasi (application), diartikan sebagi kemampuan untuk mengunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponem-komponem tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis), menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun,
merencanakan, meringkas dan menyesuaikan.
6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasari pada
kriteria-kriteria yang telah ditentukan sendiri atau mengunakan kriteria yang
telah ada
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia sementara orang
lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang
terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman. Menurut Notoatmodjo (2007) dalam memperoleh pengetahuan, ada
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah orang tersebut menerima informasi. Namun perlu ditekankan
bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula.
2. Mass Media/Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate Impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan
3. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi
seseorang juga menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar individu, baik
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai suatu sumber bagi pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu.
6. Umur
Umur memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.
2.4Sikap (Atittude)
2.4.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap sesuatu stimulus atau objek. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis
individu yang sangat penting, karena sikap merupakan kecendrungan untuk
berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2002)
Secara historis, istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Spencer
(1862) yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Dimasa-
masa awal itu pula pengunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep
Asrori (2011) mendifinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Berkowizt (1972) dalam Asrori (2011) menyatakan sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun
perasan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manisfestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Newcomb (1959) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup atau
tingkah laku yang terbuka, jadi sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek, atau dapat
diuraikan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Proses terbentuknya Sikap dan Reaksi Stimulus
Rangsangan Proses Stimulus
Reaksi Tingkah laku
(Terbuka)
2.4.2 Komponem Pokok Sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) bahwa sikap mempunyai
3 komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (Tend of behave)
Ketiga komponem ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude), dimana pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang
peranan penting. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang sangat
penting karena sikap merupakan kecendrungan untuk berperilaku sehingga sikap akan
banyak mewarnai perilaku seseorang (Ali dan Asrori, 2011)
Dalam konteks sikap ini, Covey (1989) dalam Azwar (2012) menyatakan ada
tiga teori determinan yang diterima secara luas, baik sendiri-sendiri maupun
kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu :
a. Determinan genetis (Genetic determininism), berpandangan bahwa sikap
individu diturunkan oleh sikap kakek neneknya melalui DNA.
b. Determinan Psikis (Psychic determinism), berpandangan bahwa sikap individu
merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh atau pendidikan orang tua yang
diberikan kepada anaknya.
c. Determinan lingkungan (Environmental determinism) berpandangan bahwa
perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior),
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (Subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek), 2) Merespon (responding), memberi jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, 3) Menghargai (valuing),
mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah serta
4) Bertanggung jawab (responsible), merupakan sikap yang paling tinggi, karena
segala sesuatu yang telah dipilihnya harus dipertanggung jawabkan walaupun orang
lain mencemoohkan.
2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap Manusia
Sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.
Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan
hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial.
Menurut Azwar (2012), ada beberapa faktor yang memengaruhi sikap
manusia yaitu :
1. Pengalaman Pribadi
Pengalaman yang telah ada ataupun yang sedang kita alami ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus interaksi sosial. Tanggapan
akan menjadi dasar pembentukan sikap, untuk dapat mempunyai tanggapan dan
penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
objek psikologis, baik yang akan membentuk sikap positif maupun sikap negatif.
yang mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu
objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek
tersebut.
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional, karena penghayatan terhadap pengalaman akan lebih mendalam dan
lebih berbekas.
2. Pengaruh Orang Lain yang dianggap Penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu komponen sosial yang ikut
memengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, yang kita harapkan
persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita. Seseorang yang
tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita
(Significant Other), akan banyak memengaruhi penbentukan sikap kita seperti
orang tua, teman dekat, sahabat, guru, teman kerja, istri atau suami.
3. Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari kebudayaan telah
4. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
suratkabar, majalah dan lain lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang.
5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
6. Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman
pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan peryataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi dan
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego
Untuk terjadinya perubahan pengetahuan dan sikap remaja yang lebih baik
dan positif terhadap kesehatan reproduksi remaja dibutuhkan tenaga yang lebih
terampil dan berkompeten seperti guru, tenaga kesehatan maupun orang tua yang
dapat memberikan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi. Dilla (2007)
mengatakan para tenaga terampil yang mempunyai kualifikasi dan kemampuan di
bidangnya masing-masing di sebut sebagai agen perubahan. Agen perubahan adalah
seseorang yang membantu terlaksananya perubahan atau suatu inovasi yang
putusan maupun gagasan klien menurut arah yang diinginkan oleh lembaga
perubahan (Nasution, 2007).
Agen perubahan dapat kita temukan dalam kehidupan kita baik bidang
pembangunan, pendidikan maupun kesehatan seperti penyuluh kesehatan. Dalam
konteks sosial termasuk bidang kesehatan agen perubahan berfungsi sebagai mata
rantai komunukasi antara dua atau lebih suatu sistem sosial.
Menurut Rogers (1995) yang dikutip Dilla (2007), ada tujuh langkah kegiatan
agen perubahan yaitu :
1. Membangkitkan Kebutuhan untuk Berubah
Agen perubahan memulai dengan mengemukan berbagai permasalahan yang ada,
membantu menemukan masalah yang penting dan mendesak.
2. Memantapkan Hubungan Pertukaran Informasi
Agen pembaharu dapat meningkatkan hubungan yang lebih akrab dengan klien
dengan cara menumbuhkan kepercayaan klien serta menunjukan sikap empati
pada masalah dan kebutuhan klien.
3. Mendiagnosa Masalah yang Dihadapi
Agen pembaharu melihat masalah dari kacamata klien, berdasarkan situasi dan
psikologi klien bukan berdasarkan pandangan pribadi agen pembaharu
4. Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Cara yang digunakan tetap