• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin Dan Asal Daerah Dengan Survei Online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin Dan Asal Daerah Dengan Survei Online"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS KELAMIN DAN ASAL DAERAH

DENGAN SURVEI

ONLINE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Beverly

NIM: 110600062

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2015

Beverly

Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan usia, jenis kelamin dan asal daerah dengan survei online.

x + 53 halaman

Kecemasan adalah respon subjektif seseorang bukan pada keadaan berbahaya atau masalah emosional yang penyebabnya adalah diri sendiri. Kecemasan adalah salah satu faktor besar dalam diri manusia yang mempengaruhi seseorang enggan mendapatkan pelayanan kesehatan gigi.

Penelitian deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kecemasan masyarakat saat dilakukan pencabutan gigi berdasarkan usia, jenis kelamin dan asal daerah dengan menggunakan kuisioner Modified Dental Anxiety Scale yang dimodifikasi sesuai dengan keadaan pencabutan gigi dan dibagikan melalui internet. Analisis data diolah secara komputerisasi.

Hasil penelitian terhadap 1298 responden menunjukkan bahwa tingkat kecemasan kelompok usia 11-20 tahun paling banyak berada pada kategori cemas sedang 43,51%, usia 21-40 tahun paling banyak termasuk dalam kategori tidak cemas atau cemas rendah 47,04% dan usia 41-65 tahun paling banyak termasuk dalam kategori tidak cemas atau cemas rendah 62,65%. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan tergolong cemas sedang 45,42% dan laki-laki tergolong tidak cemas atau cemas rendah 52,75%. Berdasarkan asal daerah, warga negara Indonesia bagian timur tergolong cemas sedang 52,63% sedangkan warga negara Indonesia bagian barat dan tengah tergolong tidak cemas atau cemas rendah 46,05% dan 52,41%. 4,62% dari responden tergolong cemas parah atau fobia.

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 23 Maret 2015

Pembimbing : Tanda Tangan

Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 23 Maret 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Abdullah, drg

ANGGOTA : 1. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes

2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes

(5)

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

2. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Rika Mayasari A, drg., M.Kes atas bimbingan dan arahan yang diberikan untuk penulis demi kelancaran penelitian.

4. Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan.

5. Sahabat-sahabat penulis Angelia Stefani, Fellicia Lestari, Jessica, dan Mellisa atas saran, bantuan, dukungan dan hiburan yang selalu diberikan kepada penulis.

6. Sahabat terbaik yang sangat berharga, The Musketeers atas motivasi yang selalu membangun dan ada di kala suka dan duka.

(6)

8. Teman-teman angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan dalam penelitian ini dan pengalaman serta bantuan yang diberikan selama 3,5 tahun perkuliahan.

9. Masyarakat yang secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini dan memberikan semangat kepada penulis.

Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua penulis dan saudara-saudara penulis, Caroline, Valencia dan Kim Morris atas perhatian, kasih sayang, doa, bimbingan, semangat, serta dukungan baik moril maupun materil yang selama ini diberikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 23 Maret 2015 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan Dental ... 5

2.1.1 Definisi Kecemasan ... 5

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ... 6

2.1.3 Jenis kecemasan ... 8

2.1.4 Mekanisme Kecemasan ... 9

2.1.5 Mengurangi Kecemasan Dental ... 13

2.2 Internet ... 16

2.2.1 Definisi Internet ... 16

2.2.2 Dampak Internet ... 16

(8)

2.3 Pencabutan gigi ... 19

2.3.1 Indikasi Pencabutan Gigi ... 19

2.3.2 Kontraindikasi Pencabutan Gigi ... 22

2.4 Kerangka Teori ... 25

2.5 Kerangka Konsep ... 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3 Sampel Penelitian ... 27

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 28

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Melalui Survei Internet ... 31

4.2 Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Usia Dengan Survei Online ... 32

4.3 Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Jenis Kelamin Dengan Survei Online ... 33

4.4 Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Asal Daerah Dengan Survei Online ... 34

4.5 Karakteristik Tingkat Kecemasan Saat Pencabutan Gigi Responden Berdasarkan Usia ... 35

4.6 Karakteristik Tingkat Kecemasan Saat Pencabutan Gigi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

4.7 Karakteristik Tingkat Kecemasan Saat Pencabutan Gigi Responden Berdasarkan Asal Daerah ... 41

BAB 5 PEMBAHASAN ... 45

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Masalah yang dirasakan dokter gigi berdasarkan frekuensi ... 6 2 Efeksistem saraf otonom pada organ tubuh ... 12 3 Karakteristik responden yang mengisi survei online ... 31 4 Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan

usia ... 32 5 Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan

jenis kelamin ... 34 6 Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan

asal daerah ... 35 7 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia

11-20 tahun (total responden 416 orang) ... 36 8 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia

21-40 tahun (total responden 795 orang) ... 37 9 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia

41-65 tahun (total responden 83 orang) ... 38 10 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi laki-laki (total

responden 673 orang) ... 39 11 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi perempuan (total

responden 625 orang) ... 40 12 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat

Indonesia bagian barat (total responden 1077 orang) ... 41 13 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat

Indonesia bagian tengah (total responden 145 orang) ... 42 14 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Amigdala terdiri dari tiga nukleus ... 10 2 Letak korteks prafrontal, hipotalamus dan amigdala ... 11 3 Gambaran struktur yang disarafi sistem saraf simpatis dan

Parasimpatis ... 13 4 Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan

usia ... 33 5 Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan

jenis kelamin ... 34 6 Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan

asal daerah ... 35 7 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia

11-20 tahun ... 36 8 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia

21-40 tahun ... 37 9 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia

41-65 tahun ... 38 10 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi laki-laki ... 40 11 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi perempuan ... 41 12 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat

Indonesia bagian barat ... 42 13 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat

Indonesia bagian tengah ... 43 14 Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Jadwal kegiatan

2 Rencana anggaran penelitian

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan dental menduduki posisi ke-lima sebagai situasi yang paling sering ditakutkan. Prevalensi yang tinggi tersebut sering membuat pasien enggan atau menghindari kunjungan ke dokter gigi karena rasa cemas terhadap tindakan dental tersebut. Pada pasien bedah mulut, kecemasan dan ketakutan adalah hal yang paling sering ditemukan.1 Hanya sebagian kecil dari pasien menyatakan bahwa mereka tidak merasa cemas sama sekali ketika ditempatkan di lingkungan dental.2

Kecemasan adalah suatu bentuk emosional yang normal dialami manusia dari waktu ke waktu. Manusia merasa cemas ketika sedang gugup, menghadapi suatu persoalan baik pekerjaan, ujian maupun ketika dihadapkan untuk membuat suatu keputusan dan perasaan tertekan.3,4

Menurut Encyclopaedia Britannica, kecemasan tidak sama dengan ketakutan dimana ketakutan terjadi ketika seseorang berada dalam keadaan yang berbahaya, misalnya pada saat keamanan seseorang terancam. Berbeda dari ketakutan, kecemasan adalah respon seseorang bukan pada keadaan yang berbahaya dan merupakan respon subjektif atau masalah emosional dimana penyebabnya adalah dirinya sendiri.5

Ansietas atau kecemasan adalah salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam diri manusia untuk enggan mendapatkan pelayanan kesehatan gigi. Hal yang dicemaskan masyarakat akan tindakan dental adalah akan terjadinya rasa sakit, bengkak, tidak dapat berfungsinya fungsi stomatognatik, dan komplikasi akibat tindakan pelayanan kesehatan gigi.6

(13)

rasa sakit, malu, tidak tahu apa yang akan dilakukan dokter gigi terhadap dirinya, disuntik, gigi dan biaya perawatan gigi.7

Hasil penelitian Devapriya Appukuttan dkk. di India menunjukkan bahwa wanita lebih cemas daripada pria serta adanya hubungan dimana responden menunda kunjungan ke dokter gigi karena cemas.8 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adelina Rahmayani di RSGMP USU, Medan, Indonesia juga menunjukkan hasil yang sama dimana pria lebih banyak mengalami cemas ringan dan wanita lebih banyak mengalami cemas sedang. Berdasarkan kelompok usia, dewasa muda (18-33 tahun) lebih banyak mengalami cemas sedang sedangkan usia dewasa (34-49 tahun) serta lansia (>49 tahun) lebih banyak mengalami cemas ringan.9

Penelitian yang dilakukan oleh L. F. Joyce Kandou dkk. di Manado menunjukkan bahwa 31 dari 47 responden merasa cemas rendah pada pencabutan gigi dimana sebagian dari mereka berjenis kelamin perempuan dan pasien dewasa muda (18-30 tahun) memiliki kecemasan sedang dibanding dengan pasien dewasa (31-65 tahun).10

Pada tahun 2013, pengguna jasa internet di Indonesia mencapai 71,19 juta orang atau 28 persen dari total populasi yang berjumlah 248 juta orang, jumlah tersebut naik sekitar 13 persen dari 63 juta pengguna internet pada tahun sebelumnya menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).11 Berdasarkan data dari Nielsen’s Southeast Asia Digital Consumer Report, 48 persen pengguna internet di Indonesia mengakses internet dari telepon genggam dan 21 persen masyarakat Indonesia yang berumur 15 sampai 49 tahun adalah pengguna internet, sedangkan 1 persen masyarakat Indonesia adalah pengguna diatas 50 tahun.12

(14)

Pulau Jawa, provinsi Kalimantan Barat dan provinsi Kalimantan Tengah, Daerah Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA) yang memiliki selisih waktu delapan jam lebih awal dari waktu Greenwich, meliputi provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Pulau Sulawesi, Daerah Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT) yang memiliki selisih waktu sembilan jam lebih awal dari waktu Greenwich, meliputi Pulau Papua dan Pulau Maluku.14,15

Berdasarkan data-data diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat kecemasan masyarakat Indonesia saat pencabutan gigi dengan menggunakan fasilitas internet untuk mendapatkan data yang diinginkan melalui survei deskriptif.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan usia, jenis kelamin dan asal daerah?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan jenis kelamin.

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi akademisi dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi tentang tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi dengan menggunakan survei online.

2. Bagi praktisi dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan kepada praktisi kesehatan gigi dapat menangani pasien yang cemas saat tindakan pencabutan gigi.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan Dental

2.1.1 Definisi Kecemasan

Freud (1933/1964) mendefinisikan kecemasan sebagai situasi yang menimbulkan rasa tidak menyenangkan yang kemudian disertai dengan perasaan yang mengancam bahaya secara fisik. Perasaan yang tidak menyenangkan tersebut tidak dapat dipastikan, tetapi dapat dirasakan secara samar-samar.16

(17)

Tabel 1. Masalah yang dirasakan dokter gigi berdasarkan tingkatan17 Urutan Masalah yang sering ditemukan

1 Hubungan dokter-pasien 2 Kecemasan pasien

3 Pencegahan

4 Perasaan pribadi dokter gigi 5 Harapan pasien yang tidak realistis 6 Managemen pasien

7 Masalah tingkah laku anak-anak

8 Konflik dengan orang tua tentang perawatan anak 9 Kesakitan pasien

Secara umum, kecemasan dibagi menjadi dua simptom, yaitu: a. Simptom fisiologis

Simptom fisiologis adalah kecemasan yang telah mempengaruhi atau terlihat gejala fisik terutama fungsi sistem saraf pusat. Contohnya: tidak dapat tidur, jantung berdebar atau takikardia, sakit kepala, keringat dingin yang berlebihan, ketegangan otot, gemetaran, merasa mual, dan bruxism.9,18

b. Simptom psikologis

(18)

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Kecemasan dental adalah fenomena multidimensi yang kompleks. Dari berbagai literatur, sekumpulan faktor-faktor resiko terjadinya kecemasan dental adalah:

a. Karakteristik diri

Pencabutan gigi dapat menyebabkan berbagai reaksi pada masyarakat. Sebagian akan merasa sedih karena salah satu bagian tubuhnya hilang, sebagian lainnya akan meyakinkan diri bahwa pencabutan gigi adalah tanda masa muda yang telah lewat. Dimana hal seperti itu dapat membuat masyarakat merasa takut akan sakit sehingga masyarakat merasa cemas sebelum dilakukan tindakan pencabutan gigi.19

b. Ketakutan akan kesakitan

Masyarakat mengalami kecemasan dental karena mengantisipasi akan terjadinya kesakitan ketika dilakukan perawatan. Walau penggunaan bur berkecepatan tinggi dan analgesik bisa membantu mengurangi rasa sakit, masyarakat masih merasa akan terjadi rasa sakit sehingga rasa cemas timbul.17

c. Pengalaman traumatik masa lalu terutama masa kanak-kanak

Sebagian masyarakat mengatakan bahwa tingkah laku dan karakteristik diri dari para tenaga medis gigi sebagai salah satu faktor terjadinya rasa cemas. Pengalaman yang memberikan efek trauma pada diri seseorang baik pada masa kanak-kanak maupun remaja dapat merupakan sumber mayor dari adanya rasa takut ketika dewasa. Keyakinan pasien bahwa ia pernah diperlakukan dengan buruk atau kasar sewaktu muda menyebabkan adanya sikap negatif pasien terhadap kedokteran gigi.20

d. Pendidikan

(19)

tersebut, orang cenderung menganggap tindakan dental adalah hal yang memicu kecemasan dental sehingga tidak jarang masyarakat dengan pendidikan rendah akan berkunjung ke dokter gigi setelah keadaan gigi rusak atau rasa sakit yang parah.21,22

e. Sosial ekonomi

Penelitian membuktikan bahwa masyarakat dengan status ekonomi rendah memiliki kecenderungan lebih cemas terhadap tindakan dental daripada masyarakat dengan status ekonomi menengah ke atas. Hal ini karena masyarakat dengan status ekonomi rendah kurang mengenal perawatan gigi serta biaya perawatan gigi yang mahal membuat pasien kurang mengetahui tentang hal yang berhubungan dengan kedokteran gigi.21,22

f. Keluarga dan teman

Sikap dari orang disekitar sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang, dimana hal ini juga merupakan faktor yang menyebabkan pasien merasa cemas terhadap tindakan dental. Pengalaman yang diceritakan baik dari anggota keluarga maupun teman bisa mempengaruhi pandangan seseorang terhadap petugas kesehatan. Seseorang yang merencanakan tindakan pencabutan gigi biasanya telah memiliki praduga atau pengalaman pribadi masa lalu atau pengalaman keluarga tentang tidak nyamannya pencabutan gigi.19

g. Ketakutan akan alat dan prosedur perawatan gigi

Suara seperti tulang patah dan bunyi klik instrumen juga bisa menstimuli rasa cemas pasien.19 Masyarakat yang kurang memahami tentang fungsi dan tujuan dari alat kedokteran gigi akan meningkatkan kecemasan masyarakat karena masyarakat tidak tahu tentang tindakan dokter dengan alat kedokteran gigi tersebut. Kecemasan pasien bisa hilang atau berkurang apabila dokter gigi bisa menjelaskan fungsi alat dental tersebut.

h. Ketakutan akan darah

(20)

kondisi yang menimbulkan fobia. Menurut penelitian, 70% pasien yang fobia darah akan pingsan pada kondisi tersebut. Pingsan terjadi karena darah dan detak jantung pasien menurun ketika melihat darah tersebut.23

2.1.3 Jenis Kecemasan

Kecemasan menurut Freud, terbagi atas tiga jenis, yaitu: a. Kecemasan realistik

Kecemasan realistik adalah takut akan bahaya di dunia luar, didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan namun tidak spesifik.16,24 Kecemasan realistik ini menjadi asal timbulnya kecemasan lainnya yaitu kecemasan neurosis dan kecemasan moral.24 Contohnya, orang mengalami kecemasan realistik ketika berkendara dan melaju dengan cepat saat lalu lintas sedang padat di kota asing.16

b. Kecemasan neurotik

Kecemasan neurotik adalah rasa cemas karena bahaya yang tidak diketahui atau ketakutan akan hukuman yang diberikan oleh orang tua atau figur tertentu yang berkuasa kalau orang tersebut memuaskan insting dengan cara sendiri dan diyakininya akan diberi hukuman.16,24 Namun hukuman tidak pasti diberikan sehingga dapat disimpulkan bahwa kecemasan neurotik bersifat khayalan.24 Semasa kecil, perasaan marah sering diikuti dengan rasa takut akan hukuman dan rasa takut tersebut disamakan dengan kecemasan neurotik secara tidak sadar.16

c. Kecemasan moral

(21)

2.1.4 Mekanisme Kecemasan

Bagian otak yang meregulasi kecemasan adalah area korteks prafrontal, amigdala dan hipotalamus pada subkorteks. Pemicu kecemasan yang diterima seseorang akan dikirim terlebih dahulu ke prafrontal korteks yang berperan dalam evaluasi kognitif dari pemicu kecemasan. Kemudian bagian dari sistem limbik yaitu amigdala yang berada di bagian bawah dari lubus temporalis akan memproses pemicu rasa cemas.25 Amigdala terdiri dari tiga nukleus yaitu nukleus basolateral, nukleus kortikomedial dan nukleus sentral (Gambar 1). Nukleus basolateral menerima aferen penglihatan, suara, rasa dan sentuh. Nukleus kortikomedial menerima aferen penciuman. Semua sistem sensori tersebut diproses di dalam nukleus amigdala sehingga terjadi integrasi informasi. Amigdala dan hipotalamus dihubungkan dengan jalur amigdalofungal dan stria terminalis. Proses ekspresi emosi dari amigdala yang dikirim ke hipotalamus akan menghasilkan respon otonom.26

Gambar 1. Amigdala terdiri dari tiga nukleus.26

(22)

menghubungkan dan mengaktivasi sistem saraf otonom serta sistem endokrin.25,27 Fungsi hipotalamus salah satunya adalah sebagai pusat kordinasi sistem saraf pusat sehingga hipotalamus berperan juga dalam mengontrol semua otot polos, otot jantung dan kelenjar eksokrin serta berperan dalam pola emosi dan tingkah laku. 27 Fungsi utama hipotalamus dalam kondisi cemas adalah mengaktivasi dan meregulasi sistem otonom dan sistem endokrin. Hipotalamus memiliki jalur langsung ke kelenjar pituitari, struktur limbik, korteks dan talamus. Hipotalamus berhubungan dengan kelenjar pituitari melalui hubungan endokrin pada lobus anterior dan hubungan neuronal pada lobus posterior. Lobus anterolateral menghambat sistem saraf simpatetik dan mengaktivasi hormon yang dikeluarkan dari kelenjar pituitari, sedangkan lobus posteromedial memiliki efek yang berlawanan.25

(23)

hipotalamus dan amigdala.28

Sistem saraf otonom memiliki dua sistem saraf, yaitu sistem saraf parasimpatetik dan sistem saraf simpatetik yang bekerja secara resiprokal (Gambar 3). Jika salah satu sistem saraf dominan, maka efek sistem saraf lainnya berkurang.25,26 Pada kecemasan, sistem yang mendominasi adalah sistem saraf simpatetik sedangkan pada saat tenang, sistem saraf parasimpatetik lebih dominan.25

Tabel 2. Efek sistem saraf otonom pada organ tubuh. 27

Organ Efek Stimulasi Simpatis Efek Stimulasi Parasimpatis Jantung Meningkatkan kecepatan,

kekuatan kontraksi jantung

Menurunkan kecepatan, kekuatan kontraksi (atrium)

Pembuluh darah Konstriksi Dilatasi (pembuluh darah yang mendarahi penis dan klitoris) Paru Dilatasi bronkiolus

(saluran nafas)

Konstriksi bronkiolus

Saluran cerna Konstriksi sfingter

Inhibisi sekresi pencernaan

Dilatasi sfingter

Stimulasi sekresi pencernaan Kandung kemih Relaksasi Kontraksi (pengosongan) Mata Dilatasi pupil

Menyesuaikan mata untuk melihat jauh

Konstriksi pupil

Menyesuaikan mata untuk melihat dekat

Lipolisis (asam lemak dibebaskan)

Tidak ada

Kelenjar eksokrin Pankreas eksokrin Inhibisi sekresi pankreas

eksokrin

(24)

pencernaan)

Organ Efek Stimulasi Simpatis Efek Stimulasi Parasimpatis Kelenjar keringat Stimulasi sekresi sebagian

besar kelenjar keringat

Stimulasi sekresi beberapa kelenjar keringat

Kelenjar liur Pengeluaran sedikit liur kental kaya mukus

Pengeluaran banyak liur encer kaya enzim

Kelenjar endokrin Medula adrenal Stimulasi sekresi epinefrin

dan nonepinefrin

Tidak ada

Pankreas endokrin Inhibisi sekresi insulin, stimulasi sekresi glukagon

Stimulasi sekresi insulin dan glukagon

Genitalia Ejakulasi dan kontraksi orgasme (pria), kontraksi orgasme (wanita)

Ereksi (akibat dilatasi pembuluh darah di penis [pria] dan klitoris [wanita])

Aktivitas otak Meningkatkan kewaspadaan

Tidak ada

(25)

sistem saraf simpatis dan parasimpatis.27 2.1.5 Mengurangi Kecemasan

Cara paling baik untuk mengurangi kecemasan adalah pencegahan karena pengalaman buruk pasien mengakibatkan pasien akan merasa cemas pada kunjungan berikutnya. Terutama pada anak-anak sebaiknya dikurangi kunjungan dengan tujuan pencabutan gigi atau restorasi dengan cara menjaga kebersihan oral. Jika perawatan dental dilakukan sejak dini dengan hanya pemeriksaan dan pembersihan gigi maka pengalaman traumatik bisa terhindari. Banyak pasien dewasa menyatakan bahwa walau mereka sangat takut akan perawatan gigi pada masa muda karena pengalaman yang menimbulkan rasa sakit, kunjungan terus-menerus ke dokter gigi membuat pasien merasa semakin tidak cemas. Hal ini bisa dijelaskan bahwa pasien yang merasa cemas karena akan terjadi rasa sakit pada perawatan gigi membuktikan bahwa tidak terjadi rasa sakit seperti yang dibayangkan setelah beberapa kunjungan.17 Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan dental dibagi atas:

1. Modelling

Sama seperti tingkah laku buruk dimana orang dapat mudah menirunya hanya dengan melihat, penelitian juga menemukan bahwa sikap dan tingkah laku yang baik juga dapat dipelajari dengan proses observasi yang sama.20 Modelling dapat dilakukan dengan model langsung atau model di dalam film karena model langsung tidak selalu tersedia di saat yang dibutuhkan. Studi klinis dan laboratoris telah membuktikan bahwa model didalam film sama efektifnya dengan menggunakan model langsung.20 Modelling digunakan untuk mengatasi kecemasan dental dimana jika model memberikan contoh mengunjungi dokter gigi, menerima perawatan dan selesai tanpa mengalami tekanan, maka kecemasan pasien dan perasaan ketidakpastian atau keragu-raguan juga berkurang.17

2. Mengurangi keragu-raguan

(26)

keyakinan yang diberikan oleh dokter gigi yang perhatian kepada pasien. Karena ketidakpastian menimbulkan kecemasan, pasien perlu diberikan informasi mengenai perawatan yang akan dilakukan untuk mengurangi ansietas.17

3. Dukungan emosional

Kecemasan dapat dikurangi dengan memberikan informasi kepada pasien dimana juga diiringi dengan pemberian dukungan emosional dari dokter gigi ketika memberikan penjelasan tentang prosedur dan perawatan gigi yang akan dilakukan pada pasien.17 Pendekatan tidak hanya dapat dilakukan oleh dokter gigi namun dapat dilakukan juga oleh tenaga medis lainnya yang melakukan interaksi dengan pasien.2

4. Relaksasi

Tujuan dari relaksasi adalah untuk mendapatkan mental dan otot yang tenang. Penggabungan antara metode pernafasan dalam dan relaksasi otot bisa mengurangi ketegangan pada pasien secara efektif. Pasien dewasa yang takut akan perawatan gigi sering menahan nafas ketika dilakukan injeksi, pencetakan gigi atau pemasangan

rubber dam sehingga darah kekurangan oksigen yang akan memperparah rasa cemas, depresi dan timbulnya rasa lelah.29 Metode relaksasi efektif untuk pasien yang memiliki motivasi dan koperatif. Metode ini aman, tidak memiliki efek samping dan memberikan pasien kontrol terhadap tingkat kecemasan dirinya. Metode yang dapat dilakukan adalah dengan menghirup nafas dalam-dalam dengan pernafasan diafragmatic, tahan lima detik, kemudian hembus selama lima detik.2

5. Distraksi

Distraksi banyak diaplikasikan karena penggunaannya yang mudah. Contoh distraksi yang paling sederhana dan efektif adalah musik. Dekorasi ruangan, karya seni yang menarik dan akuarium ikan tropis juga bisa mengalihkan fokus pasien dan berguna untuk mengalihkan perhatian pasien dari stimuli rasa takut.29 Jika fokus pasien teralihkan, maka rasa cemas pasien juga akan berkurang.17

6. Farmakologi

(27)

tidur sehari sebelum tindakan pencabutan gigi dapat menurunkan ansietas di pagi hari namun obat oral kurang berefek pada pasien dengan rasa cemas sedang maupun berat ketika pasien masuk ke ruang operasi. Sedasi dengan inhalasi nitrous oxide

merupakan teknik pilihan untuk pasien dengan rasa cemas ringan maupun sedang. Pasien dengan kecemasan berat yang akan menjalani beberapa ekstraksi gigi dengan proses rumit memerlukan sedasi yang lebih dalam biasanya melalui intravena.19

2.2 Internet

2.2.1 Definisi Internet

Perkembangan teknologi yang cepat menyebabkan sistem informasi berkembang pesat. Dengan aktifitas informasi yang cepat maka abad ini disebut abad informasi dimana sekarang internet telah menjadi alat penghubung untuk sesama pemakai internet. Ledakan penggunaan internet terjadi karena pertumbuhan yang sangat cepat dari layanan web atau world wide web (www).30,31

Internet adalah jaringan komputer yang saling berhubungan ke seluruh dunia tanpa batas teritorial, hukum, dan budaya. Di dalam internet terdapat berbagai sumber informasi baik statis maupun dinamis dan interaktif. Secara fisik, internet dipresentasikan sebagai jaringan laba-laba (web) yang menyelimuti dunia dan terdiri dari titik-titik (node) yang saling berhubungan.31

Normalnya, sebuah komputer di suatu organisasi akan terkoneksi dengan suatu jaringan lokal. Sebuah node di jaringan lokal akan terkoneksi secara fisik ke internet. Jadi, internet sebenarnya adalah sebuah jaringan dari jaringan-jaringan dan bukan sebuah jaringan dari komputer-komputer.32 Node bisa berupa komputer, jaringan lokal, maupun alat komunikasi. Node terdiri dari pusat informasi dan

database, peralatan komputer dan perangkat interkoneksi jaringan serta peralatan yang digunakan untuk mencari, menempatkan atau bertukar informasi melalui koneksi internet.31

(28)

komputer tanpa batas ruang, waktu, dan tempat. Internet yang telah menjadi suatu komunitas baru dari masyarakat yang sangat besar dikenal dengan istilah

cyberspace.31

2.2.2 Dampak Internet

Manfaat internet didapatkan dari kerjasama antar pribadi atau kelompok tanpa mengenal batas negara, waktu, jarak, ras, kelas ekonomi, ideologi dan faktor lainnya. Terdapat beberapa dampak positif dan negatif dari internet dimana dampak negatif seperti tindakan amoral dan bentuk kejahatan lainnya tidak dapat dibendung karena banyaknya kepentingan yang dibebankan ke internet. Dampak positif yang diberikan internet adalah31:

a. Sumber informasi menjadi lebih beragam dan luas.

b. Tidak ada kendala jarak dan waktu misalnya dapat membuka rapat secara bersama-sama, langsung dari berbagai tempat di dunia.

c. Berkembangnya hal yang memudahkan aktifitas misalnya belanja dan pembayaran online.

d. Pertukaran dan asimilasi nilai-nilai budaya yang cepat karena pengguna internet tidak mengenal ras, ekonomi, ideologi dan faktor lain yang biasanya menghambat pertukaran gagasan, ide atau pikiran.

e. Komunitas dunia yang sangat demokrasi misalnya pada tahun 1996 kementerian Negara Belanda membuka website sehingga pejabat kementerian, penduduk dan organisasi yang tertarik dapat berkumpul dan berdiskusi tentang berbagai isu politik dengan sistem percakapan yang langsung (real time chatting).33

Sedangkandampak negatif yang diberikan internet adalah: a. Pornografi

(29)

program mereka dengan kemampuan untuk mengatur homepage yang dapat diakses atau terfilter.31

b. Penipuan

Internet tidak terlepas dari hal penipuan dimana hal yang paling mudah supaya tidak tertipu adalah dengan tidak mengindahkan hal tersebut atau memberikan informasi pribadi kepada penyedia informasi tersebut.31

c. Carding

Para penjahat memanfaatkan sistem internet yang real time atau langsung sehingga para penjahat mampu mendeteksi adanya transaksi online (transaksi dengan kartu kredit). Kode kartu kemudian dicatat dan dimanfaatkan datanya oleh para penjahat untuk kepentingan kejahatan. Kejahatan dalam bidang ini adalah kejahatan yang paling banyak dilakukan di dunia internet.31

d. Perjudian

Dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu berkunjung ke tempat tertentu untuk melakukan perjudian karena dapat menggunakan internet.31 Hal ini dikarenakan jaringan internet dapat diakses di mana saja.

2.2.4 Web

Internet dan web adalah hal yang berbeda dimana internet adalah sekumpulan komputer dan perangkat lainnya yang terkoneksi dengan alat dan memperbolehkan komunikasi satu dengan lainnya sedangkan web adalah koleksi dari jaringan lunak dan protokol yang harus terdapat di hampir semua komputer di internet.32

(30)

internet, www adalah kode jaringan global internet dan nama situs adalah nama alamat situs yang hendak dikunjungi.31

Browsing adalah istilah tentang menjelajah dunia maya dengan membuka situs. Untuk melakukan browsing, diperlukan piranti lunak seperti Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera, atau Google Chrome. Untuk melakukan kunjungan ke situs tertentu, dapat dilakukan dengan mengisi nama situs yang hendak di kunjungi di

address bar. Dokumen di web memiliki link (sambungan). Sambungan ini memudahkan para pengakses web berpindah dari satu halaman ke halaman lainnya.31

2.3 Pencabutan Gigi

2.3.1 Indikasi Pencabutan Gigi

Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai alasan. Namun alasan dibawah hanya merupakan petunjuk dan bukan aturan mutlak.19 Indikasi pencabutan gigi diantaranya adalah:

a. Karies

Karies mungkin merupakan alasan paling utama untuk mencabut gigi karena karies yang besar dan tidak dapat direstorasi.19,34,35 Kadang, masalah kompleksitas dan biaya merupakan penyebab seseorang memutuskan untuk mencabut gigi, hal ini juga didukung oleh ketersediaan dan tingkat kesuksesan pembuatan protesa dengan dukungan implan. 19

b. Nekrosis pulpa

(31)

c. Penyakit periodontal

Penyakit periodontal yang parah dan ekstensif juga merupakan penyebab alasan dilakukan pencabutan gigi. Jika periodontitis dewasa yang parah telah berlangsung dalam jangka waktu yang lumayan lama, kehilangan tulang yang banyak dan mobiliti gigi yang irreversible terjadi, maka gigi tersebut dilakukan pencabutan. Kehilangan tulang periodontal juga bisa merancukan kesempatan untuk penempatan implan langsung, sehingga pencabutan gigi merupakan pilihan sebelum gigi tersebut semakin goyang. 19,35

d. Alasan ortodontik

Pasien dengan gigi tidak rapi dan ingin melakukan perawatan ortodontik memerlukan lengkung yang cukup sehingga diperlukan adanya ekstraksi gigi untuk mendapatkan ruang yang cukup. 19,34 Gigi yang paling sering dicabut adalah gigi premolar mandibula dan maksila tapi gigi insisivus mandibula juga sering dilakukan pencabutan untuk alasan yang sama. Perhatian besar perlu diberikan untuk memastikan memang diperlukan pencabutan gigi. 19

e. Alasan prostodontik

Sebelum rekonstruksi prostetik kadang diperlukan ekstraksi. Gigi asli dapat menganggu penempatan gigi tiruan baik gigi tiruan lepasan maupun gigi tiruan cekat sehingga sebaiknya dicabut. Pada kasus rehabilitasi rahang dengan implan dimana gigi yang tersisa hanya satu atau dua gigi insisivus namun memiliki prognosis yang tidak jelas, sebaiknya dilakukan pencabutan gigi tersebut dan dibuatkan rekonstruksi gigi tiruan penuh dengan dukungan implan.34

f. Gigi malposisi

(32)

gigi yang hipererupsi dapat menganggu konstruksi protesa sehingga tidak adekuat, pada kondisi ini, gigi yang malposisi tersebut sebaiknya dilakukan pencabutan. 19

g. Gigi patah

Indikasi yang tidak sering dijumpai adalah mahkota yang patah atau fraktur akar. Gigi yang patah akan menyebabkan pasien sakit dan tidak dapat dilakukan perawatan konservatif. Kadang-kadang gigi yang patah adalah gigi yang pernah menjalani perawatan endodontik. 19

h. Gigi impaksi

Gigi impaksi seharusnya dipertimbangkan untuk dicabut. Hal ini karena gigi impaksi tidak dapat erupsi karena kurangnya ruang, gangguan dari gigi tetangga, atau karena hal lainnya, sehingga perlu dilakukan operasi.19 Gigi impaksi juga dapat menyebabkan kehilangan tulang pada gigi tetangga dan menyebabkan kondisi patologi lainnya seperti kista.34

i. Gigi berlebih

Gigi berlebih biasanya impaksi dan harus dicabut. Gigi berlebih dapat menganggu erupsi dari gigi permanen yang menggantikan gigi desidui dan memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi dan perpindahan. 19,35

j. Gigi dengan lesi patologis

Sering pada kasus kista odontogenik. Pada beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan tindakan endodontik dapat dilakukan. Namun, jika mempertahankan gigi dapat menghambat operasi pembuangan lesi, maka gigi tersebut harus dicabut. 19

k. Sebelum terapi radiasi

(33)

l. Gigi yang berhubungan dengan fraktur rahang

Pasien yang mengalami fraktur mandibula atau prosessus alveolaris kadang perlu dilakukan ekstraksi. Pada beberapa situasi, gigi yang terlibat pada garis fraktur dapat dipertahankan namun jika gigi tersebut tidak sehat, infeksi atau luksasi parah dari jaringan sekitar gigi atau menganggu reduksi dan fiksasi fraktur, pencabutan perlu dilakukan. 19

m.Alasan lain ekstraksi gigi

Semua alasan indikasi diatas tentang pencabutan gigi bisa menjadi lebih kuat jika pasien tidak ingin atau kurang mampu secara finansial untuk mempertahankan gigi. Ketidakmampuan pasien membayar prosedur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan gigi dapat menyebabkan solusi yang tersisa adalah pencabutan gigi. Gigi juga bisa dicabut dengan alasan pasien tidak dapat mempertahankan kebersihan oral. Terutama gigi molar tiga diekstraksi karena alasan kebersihan rongga mulut dan rekurensi perikoronitis. 19,34

2.3.2 Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Kontraindikasi pencabutan gigi relatif kuat dibandingkan dengan indikasi pencabutan gigi. Pada beberapa situasi, kontraindikasi dapat dimodifikasi dengan menggunakan perawatan tambahan sehingga gigi dapat ekstraksi. Pada kondisi lainnya, kontraindikasi pencabutan gigi sangat perlu diperhatikan sehingga gigi tidak diekstraksi. 19 Kontraindikasi secara umumnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistemik dan lokal. 19,34,35

a. Kontraindikasi sistemik

(34)

Pasien yang menderita leukemia tidak terkontrol dan limfoma tidak boleh dilakukan pencabutan gigi sampai keganasan telah di bawah kontrol. Komplikasi yang bisa terjadi adalah infeksi karena sel darah putih yang tidak bekerja dan pendarahan yang berlebihan sebagai akibat platelet yang kurang. Pasien dengan penyakit jantung tidak terkontrol, iskemik miokardial yang parah seperti angina pektoris yang tidak stabil dan pasien yang baru mengalami infark miokardial signifikan tidak boleh dilakukan pencabutan gigi kecuali merupakan kondisi emergensi di rumah sakit. 19

Pasien dengan hipertensi maligna juga harus dihindari dari pencabutan karena akan terjadi pendarahan persisten, insufisiensi miokardial akut, dan gangguan cerebrovaskular karena efek stres dari ekstraksi. Begitu juga dengan pasien dengan detak jantung tidak beraturan, harus menunda tindakan pencabutan gigi. 19

Pasien dengan kehamilan trimester pertama dan trimester ketiga harus menunda pencabutan gigi jika memungkinkan. Akhir trimester pertama, selama semester kedua atau bulan pertama dari trimester ketiga, memungkinkan pencabutan gigi yang tidak menimbulkan komplikasi, namun operasi ekstensif yang memerlukan obat selain anestesi lokal harus ditunda sampai pasien melahirkan. 19

Pasien hemofilia atau gangguan platelet parah harus menunda sampai koagulopati terkoreksi.19,34 Kebanyakan gangguan pendarahan dapat terkontrol dengan administrasi faktor koagulan dan transfusi platelet. Koordinasi yang erat dengan dokter pasien dapat menghasilkan proses penyembuhan yang tidak menimbulkan komplikasi. Sama halnya dengan pasien yang mengkonsumsi antikoagulan dapat menjalani ekstraksi ketika dirawat dengan tepat. 19

Pasien yang mengonsumsi obat harus dilakukan operasi dengan hati-hati atau setelah konsultasi medis. Obat yang harus diperhatikan mencakup kortikosteroid, agen imunosupresan, bifosfonat, dan agen kemoterapi kanker. 19,34

b. Kontraindikasi lokal

(35)

osteoradionekrosis, oleh karena itu pencabutan gigi harus dilakukan dengan sangat hati-hati. 19,34

Gigi yang berada di lokasi sekitar tumor terutama tumor ganas tidak boleh dicabut karena akan menyebabkan metastase. Pasien dengan perikoronitis parah disekitar impaksi gigi molar tiga mandibula tidak boleh dicabut sebelum perikoronitis di atasi.34 Perawatan non bedah seperti irigasi, antibiotik dan operasi molar ketiga maksila, jika diperlukan, untuk meringankan tekanan dari jaringan lunak edema yang menekan impaksi mandibula. Jika molar ketiga mandibula dioperasi saat perikoronitis parah, insiden komplikasi meningkat. Jika periokoronitis ringan dan gigi dapat dicabut dengan mudah, maka pencabutan dapat dilakukan. 19

(36)
(37)

2.5 Kerangka Konsep

Masyarakat Indonesia berdasarkan:

• Jenis Kelamin: • Pria • Wanita • Usia:

• 11-20 tahun • 21-40 tahun • 41-65 tahun • > 65 tahun • Asal daerah:

• Indonesia Bagian Barat (WIB)

• Indonesia Bagian Tengah (WITA)

• Indonesia Bagian Timur (WIT)

Kecemasan dental saat pencabutan gigi

1. Kunjungan ke dokter gigi besok

2. Menunggu di ruang tunggu

3. Dilakukan injeksi lokal anestesi

4. Dilakukan pencabutan gigi

5. Dilakukan penjahitan bekas pencabutan gigi

Kategori kecemasan dental:

- Tidak cemas atau cemas

rendah

- Cemas sedang - Cemas tinggi

(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di berbagai daerah di Indonesia melalui situs internet.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 sampai Januari 2015.

3.3 Sampel Penelitian 3.3.1 Kriteria Inklusi 3. Warga Negara Indonesia.

4. Bersedia mengisi kuisioner penelitian melalui alamat situs https://docs.google.com/forms/d/1jOpXJOs1v_WvZUZKSUsHWjGiEceua tsiyJr_DLIPbjA/viewform?usp=send_form.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Responden yang hanya menjawab beberapa soal atau tidak mengisi seluruh jawaban.

(39)

3.4 Variabel dan Definisi Operasional 1. Usia

Ulang tahun terakhir responden yang dikelompokkan menurut kategori dari Prof. Dr. Sumiati Ahmad Mohammad36 yang dimodifikasi:

− Masa pubertas: 11-20 tahun

− Masa dewasa: 21-40 tahun

− Masa setengah umur (prasenium): 41-65 tahun

− Masa lanjut usia (senium): 66 tahun ke atas 2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden terdiri dari pria dan wanita. 3. Asal daerah

Asal daerah responden yang dibagi atas:

− Indonesia bagian barat: menggunakan waktu WIB (GMT + 07.00)

− Indonesia bagian tengah: menggunakan waktu WITA (GMT + 08.00)

− Indonesia bagian timur: menggunakan waktu WIT (GMT + 09.00) 4. Tingkat kecemasan sebelum pencabutan gigi

Kecemasan responden saat dilakukan pencabutan gigi meliputi: a. Sehari sebelum pencabutan gigi

b. Ketika menunggu di ruang tunggu c. Ketika hendak dibius lokal

d. Ketika akan dilakukan pencabutan gigi

(40)

Hasil pengukuran tingkat kecemasan saat dilakukan pencabutan gigi diukur dengan menggunakan Modified Dental Anxiety Scale37 yang dimodifikasi. Kriteria skoring pada kuisioner yang dibagi menunjukkan:

Skor Kriteria Definisi Operasional

1 Tidak cemas Tidak merasa tegang atau santai 2 Sedikit cemas Sedikit tegang namun masih santai 3 Cemas Cemas dan tidak tenang

4 Cemas sekali Merasa panik

5 Sangat cemas sekali Terlalu panik sehingga ingin mengundurkan atau membatalkan kunjungan

Setiap pertanyaan yang dijawab diberi skor 1 sampai 5 sesuai tingkat kecemasan yang dirasakan, sehingga menghasilkan skor antara 5 sampai 25. Nilai responden kemudian dikonversikan ke skala Corah’s Dental Anxiety Scale17menurut penelitian Freeman, dkk38.

1. Skor 5-10: tidak cemas atau cemas rendah 2. Skor 11-16: cemas sedang

3. Skor 17-19: cemas tinggi

4. Skor 20-25: cemas parah (atau fobia)

3.5 Metode Pengumpulan Data Cara membuat kuisioner:

1. Menggunakan web browser yaitu Google Chrome untuk mengakses internet.

2. Mengunjungi situs http://www.drive.google.com dan melakukan log-in

akun Google.

(41)

4. Pada tampilan formulir yang telah dibuka, diisi judul, sub judul, pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan kepada responden dan dilakukan editing agar tampilan kuisioner lebih menarik.

5. Aktifkan penerimaan jawaban responden dengan memilih receive response.

6. Kuisioner siap dibagikan melalui situs internet dengan mengirim link

kuisioner yang didapatkan dari kiri atas kuisioner atau klik send form, kuisioner juga bisa dihubungkan langsung ke halaman pribadi peneliti melalui sosial media Facebook,Twitter dan sosial media lainnya.

Cara mendistribusikan kuisioner:

1. Kuisioner yang telah dibuat memiliki alamat situs https://docs.google.com/forms/d/1jOpXJOs1v_WvZUZKSUsHWjGiEceu atsiyJr_DLIPbjA/viewform?usp=send_form.

2. Kuisioner dikirim ke calon responden dengan memanfaatkan sosial media seperti Blackberry Messenger, Line, WhatsApp, Ask.fm, Instagram, Facebook, dan Twitter. Kuisioner juga dikirimkan ke pengguna blogger, forum, dan komunitas yang didapatkan baik secara sengaja maupun tidak disengaja.

Cara mendapatkan jawaban responden:

4. Pada halaman Form, diatur penerimaan jawaban responden dalam bentuk

Google Spreadsheet (seperti Microsoft Excel namun memerlukan koneksi internet)

5. Google Spreadsheet yang telah berisi respon tersebut akan tersimpan secara otomatis pada Google Drive peneliti.

(42)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden Melalui Survei Internet

Subjek penelitian berjumlah 1383 orang namun respon 85 orang tidak dapat digunakan karena 3 orang berusia dibawah 11 tahun, 12 orang adalah warga negara asing, 48 orang adalah warga negara Indonesia dan sedang menetap di luar negeri, dan 22 orang lainnya tidak mengisi seluruh pertanyaan, sehingga respon yang dapat digunakan berjumlah 1298.

Berdasarkan kelompok umur, kelompok yang berusia 21-40 tahun paling banyak berkontribusi (61,25%) disusul usia 11-20 tahun dan usia 41-65 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak (51,85%) dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan asal daerah, Indonesia bagian barat paling dominan (82,97%), disusul Indonesia bagian tengah dan Indonesia bagian timur (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik responden yang mengisi survei online

Karakteristik responden Jumlah % Usia 11-20 tahun Asal daerah Indonesia bagian barat (WIB)

Indonesia bagian tengah (WITA) Indonesia bagian timur (WIT)

(44)

4.2 Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Usia Dengan Survei Online

Secara keseluruhan, responden termasuk ke dalam kategori tidak cemas atau cemas ringan yaitu sebesar 46,22%. Hanya sebagian kecil responden yang termasuk kategori cemas tinggi dan cemas parah (fobia) dengan persentase masing-masing sebesar 7,32% dan 4,62%.

Berdasarkan kelompok usia, kelompok yang berusia 11-20 tahun lebih dominan mengalami kecemasan sedang (43,51%) sedangkan pada kelompok yang berusia lebih tua lebih dominan mengalami kecemasan rendah atau tidak cemas untuk kelompok berusia 21-40 tahun (47,04%) dan kelompok berusia 41-65 tahun (62,65%). Kelompok usia diatas 65 tahun tidak dapat dibuat kesimpulan oleh karena sampel data responden terlalu kecil (Tabel 4).

Tabel4.Tingkat kecemasanmasyarakat saatpencabutangigi berdasarkan usia

Usia

Tingkat kecemasan

Jumlah Tidak cemas

atau cemas rendah

Cemas sedang

Cemas tinggi

Cemas parah (fobia)

n % n % n % n %

11-20

tahun 172 41,35 181 43,51 39 9,38 24 5,77 416 21-40

tahun 374 47,04 337 42,39 51 6,42 33 4,15 795 41-65

tahun 52 62,65 23 27,71 5 6,02 3 3,61 83 >65 tahun 2 50 2 50 0 0 0 0 4

(45)

Gambar 4. Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan usia

4.3 Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Jenis Kelamin Dengan Survei Online

(46)

Tabel 5. Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin

Tingkat kecemasan

Jumlah Tidak cemas

atau cemas rendah

Cemas sedang

Cemas tinggi

Cemas parah (fobia)

n % n % n % n %

Pria 355 52,75 259 38,48 41 6,09 18 2,67 673 Wanita 245 39,20 284 45,44 54 8,64 42 6,72 625 Total 600 46,22 543 41,83 95 7,32 60 4,62 1298

Gambar 5. Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan jenis kelamin

4.4 Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat Pencabutan Gigi Berdasarkan Asal Daerah Dengan Survei Online

(47)

Tabel 6. Tingkat kecemasan masyarakat saat pencabutan gigi berdasarkan asal daerah

Asal daerah

Tingkat kecemasan

Jumlah Tidak cemas

atau cemas rendah

Cemas sedang

Cemas tinggi

Cemas parah (fobia)

n % n % n % n %

Indonesia

bagian barat 496 46,05 447 41,50 85 7,89 49 4,55 1077 Indonesia

bagian tengah 76 52,41 56 38,62 6 4,14 7 4,83 145 Indonesia

bagian timur 28 36,84 40 52,63 4 5,26 4 5,26 76 Total 600 46,22 543 41,83 95 7,32 60 4,62 1298

Gambar 6. Tingkat kecemasan masyarakat pra pencabutan gigi berdasarkan asal daerah

4.5 Karakteristik Tingkat Kecemasan Saat Pencabutan Gigi Responden Berdasarkan Usia

(48)

gigi, responden yang merasa cemas, sangat cemas dan sangat cemas sekali meningkat. Ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan, persentase responden merata antara sedikit cemas, cemas dan sangat cemas sekali (Tabel 7).

Tabel 7. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia 11-20 tahun (total responden 416 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

tunggu Akan dibius lokal 100

(24,04%)

Gambar 7. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia 11-20 tahun

(49)

46,16% dengan perasaan sedikit cemas. Kecemasan responden meningkat ketika akan dibius lokal, dilakukan pencabutan gigi dan dilakukan penjahitan bekas pencabutan (Gambar 8). Ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan, hanya 11,45% responden yang tidak merasa cemas dan 12.96% responden merasa sangat cemas sekali (Tabel 8).

Tabel 8. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia 21-40 tahun (total responden 795 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

tunggu Akan dibius lokal 200

(25,16%)

Gambar 8. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia 21-40 tahun

(50)

46,99% responden tidak merasa cemas sehari sebelum pencabutan gigi, respon tidak adanya rasa cemas juga terlihat tinggi pada saat menunggu di ruang tunggu (45,78%).Terlihat peningkatan rasa cemas ketika responden akan dibius lokal, dilakukan pencabutan gigi dan akan dilakukan penjahitan pada bekas pencabutan (gambar 9). Pada kondisi penjahitan bekas pencabutan, hanya 15,66% responden yang tidak merasa cemas, sedangkan 38,55% responden mengaku sedikit cemas dan 31,33% responden merasa cemas (Tabel 9).

Tabel 9. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi kelompok usia 41-65 tahun (total responden 83 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

tunggu

(51)

4.6 Karakteristik Tingkat Kecemasan Saat Pencabutan Gigi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sehari sebelum pencabutan gigi, responden laki-laki menunjukkan sedikit cemas (45,25%). Ketika menunggu di ruang tunggu, responden laki-laki cenderung sedikit cemas (42,88%), sebagian besar lainnya tidak merasa cemas. 41,25% responden menyatakan sedikit cemas ketika akan dibius lokal, 30,27% tidak merasa cemas, sedangkan 19,14% responden merasa cemas. Ketika akan dilakukan pencabutan gigi, responden merasa sedikit cemas (41,25%) sedangkan 23,59% responden tidak merasa cemas dan 20,33% responden merasa cemas. Ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan, responden menyatakan cemas (31,75%) dan responden yang merasa sangat cemas sekali sebesar 11,28% (Tabel 10).

Tabel 10. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi laki-laki (total responden 673 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

tunggu Akan dibius lokal 204

(52)

Gambar 10. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi laki-laki

Responden perempuan pada saat sehari sebelum pencabutan gigi sedikit cemas (54,07%). Hal yang sama terlihat pada saat menunggu di ruang tunggu, akan dibius lokal, dan akan dilakukan pencabutan gigi, responden perempuan cenderung merasa sedikit cemas dengan persentase 47,37%, 40,67%, 38,12%. Namun pada saat akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan, persentase responden perempuan dengan rasa cemas (26,95%) lebih tinggi daripada persentase perempuan dengan sedikit rasa cemas (25,84%). Persentase perempuan yang memiliki rasa cemas sangat tinggi juga terlihat ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan (Tabel 11).

Tabel 11. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi perempuan (total responden 625 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

tunggu Akan dibius lokal 127

(53)

Gambar 11. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi perempuan

4.7 Karakteristik Tingkat Kecemasan Saat pencabutan Gigi Responden Berdasarkan Asal Daerah

Responden yang berasal dari Indonesia bagian barat cenderung merasa sedikit cemas disaat sehari sebelum pencabutan gigi, menunggu di ruang tunggu, akan dibius lokal dan akan dilakukan pencabutan gigi dengan persentase 49,17%. 45,19%, 40,46%, dan 39,91% berturut-turut. Namun ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan, responden cenderung merasa cemas (28,33%) disusul responden dengan sedikit rasa cemas (26,85%) (Tabel 12).

Tabel 12. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat Indonesia bagian barat (total responden 1077 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

tunggu Akan dibius lokal 272

(54)

Gambar 12. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada warga negara Indonesia bagian barat

Masyarakat Indonesia bagian tengah cenderung merasa sedikit cemas sehari sebelum pencabutan gigi (51,03%), namun cenderung merasa tidak cemas ketika sedang menunggu di ruang tunggu (42,07%). Saat akan dibius dan akan dilakukan pencabutan gigi, masyarakat Indonesia bagian tengah merasa sedikit cemas dengan persentase masing-masing 44,14% dan 37,93%. Ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan, 33,10% responden merasa cemas.

Tabel 13. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat Indonesia bagian tengah (total responden 145 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

(55)

Gambar 13. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada warga negara Indonesia bagian tengah

Karakteristik masyarakat Indonesia bagian timur cenderung memiliki sedikit rasa cemas sehari sebelum pencabutan gigi, ketika menunggu di ruang tunggu, akan dibius lokal dan akan dilakukan pencabutan gigi dengan persentase 51,32%, 55,26%, 42,11%, dan 40,79%. Ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan, masyarakat lebih banyak merasa cemas (38,16%) daripada yang tidak merasa cemas (6,58%) (Tabel 14).

Tabel 14. Karakteristik kecemasan saat pencabutan gigi pada masyarakat Indonesia bagian timur (total responden 76 orang)

Aktivitas Tidak cemas Menunggu di ruang

(56)
(57)

BAB 5 PEMBAHASAN

Secara keseluruhan, responden memiliki rasa cemas yang ringan atau tidak cemas (46,22%). Disusul cemas sedang (41,83%) kemudian cemas tinggi (7,32%) dan cemas parah (fobia) (4,62%) (Tabel 4). Hal yang sama juga tampak dari hasil penelitian Adelina Rahmayani di RSGMP USU tahun 2014 yang menunjukkan responden berada pada kategori cemas ringan.9 Tetapi penelitian CM Marya dkk di India pada tahun 2012 menunjukkan hasil bahwa responden tergolong kategori cemas sedang (50,2%). Namun hal ini bisa dijelaskan CM Marya karena persentase yang besar dari responden muda dengan tingkat kecemasan yang tinggi.39

Berdasarkan kategori usia, responden usia pubertas (11-20 tahun) tergolong kategori cemas sedang (43,51%) sedangkan usia dewasa (21-40 tahun) dan usia prasenium (41-65 tahun) cenderung memiliki kecemasan rendah atau tidak cemas (47,04% dan 62,65%). Hal yang sama juga terlihat dari penelitian Bushra Mehboob dkk di Pakistan pada tahun 2010 yang menunjukkan penurunan tingkat kecemasan seiring bertambahnya umur yaitu 18-33 tahun (94%), 34-49 tahun (86%) dan diatas 50 tahun (80%).40 Penelitian CM Marya dkk menyatakan bahwa tingkat kecemasan pada responden yang lebih muda (dibawah 20 tahun dan 20-30 tahun) memiliki kecemasan yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan responden yang lebih tua (51-60 tahun dan diatas 60 tahun).39 Penjelasan mengenai kenapa ansietas dental berkurang seiring bertambahnya usia adalah karena kemampuan seseorang dalam menerima pengalaman dan belajar dari pengalaman tersebut serta semakin dewasa seseorang, kemampuan seseorang dalam merasionalkan pengalaman semakin tinggi.39,40

(58)

atau cemas rendah (52,75%). Hal ini terlihat juga dari penelitian Omari dan Al-Omiri pada tahun 2008 dan penelitian CM Marya dkk pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa perempuan mempunyai tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada pria. Hal ini dikarenakan wanita memiliki tingkat toleransi terhadap rasa sakit yang lebih rendah karena wanita mempunyai tingkat neurosis (kecenderungan mengalami keadaan emosional negatif) yang lebih tinggi daripada pria dan kecemasan berhubungan dengan tingkat neurosis, laki-laki juga memiliki emosional yang lebih stabil daripada wanita dan wanita lebih mengakui merasa cemas. 39,41,42

Berdasarkan asal daerah, penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali membandingkan antara ketiga wilayah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di bagian barat dan tengah Indonesia termasuk kategori tidak cemas atau cemas ringan (46,05% dan 52,41%). Namun, masyarakat yang tinggal di bagian timur Indonesia termasuk kategori cemas sedang (52,63%). Perbedaan dari ketiga wilayah tersebut masih kurang jelas namun beberapa penjelasan yang mungkin terjadi adalah kecemasan dental memiliki penyebab yang multifaktorial misalnya pengalaman traumatik atau pengalaman yang tidak menyenangkan baik yang dialami oleh responden maupun yang dilihat oleh responden.43

(59)

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan asal daerah yang menunjukkan peningkatan rasa cemas ketika akan dilakukan penjahitan bekas pencabutan gigi.

Kecemasan responden juga terlihat berubah dari sedikit cemas menjadi cemas baik pada kelompok umur, jenis kelamin dan asal daerah kecuali untuk masyarakat Indonesia bagian timur ketika responden akan dibius lokal (Gambar 7 sampai 13). Hal yang sama terlihat dari penelitian LF Joyce Kandou yang menyatakan bahwa distribusi tingkat kecemasan subjek penelitian meningkat setelah dianestesi dibandingkan ketika sebelum dianestesi. Hasil pada kategori kecemasan sedang sebelum anestesi dikarenakan pengaruh ruangan, operator dan kemungkinan melihat alat kedokteran gigi yang lebih rendah daripada kelompok sesudah anestesi. Rasa cemas menjadi lebih tinggi ketika jarum suntik masuk ke mukosa yang akan menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dan tidak nyaman tersebut memicu sistem saraf simpatis untuk menghadapi bahaya dan memicu kecemasan subjek penelitian sehingga angka kecemasan pasien meningkat.10

(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tingkat kecemasan dental pada usia lebih muda tampak lebih tinggi dibandingkan dengan usia dewasa. Kelompok usia 11-20 tahun paling banyak dijumpai cemas sedang 43,51% sedangkan pada kelompok 21-40 tahun dan kelompok 41-65 tahun paling banyak dijumpai tidak cemas atau cemas rendah dengan persentase 47,04% dan 62,65% masing-masing. Cemas parah atau fobia ditemukan paling banyak pada usia 11-20 tahun sebesar 5,77% disusul kelompok usia 21-40 tahun sebesar 4,15% dan kelompok usia 41-65 tahun sebesar 3,61%.

2. Tingkat kecemasan dental berdasarkan jenis kelamin paling banyak dijumpai pada wanita daripada pria. Wanita paling banyak dijumpai cemas sedang 45,44% sedangkan pria paling banyak dijumpai tidak cemas atau cemas rendah 52,75%. Cemas parah atau fobia paling banyak ditemukan pada kedua jenis kelamin, yaitu wanita 6,72% dan pria 2,67%.

3. Tingkat kecemasan dental berdasarkan asal daerah tampak lebih tinggi pada warga negara Indonesia bagian timur daripada warga negara Indonesia bagian barat dan warga negara Indonesia bagian tengah. Pada warga negara Indonesia bagian timur paling banyak ditemukan cemas sedang 52,63% sedangkan kategori tidak cemas atau cemas rendah paling banyak ditemukan pada warga negara Indonesia bagian barat 46,05% dan warga negara Indonesia bagian tengah 52,41%. Cemas parah atau (fobia) paling banyak ditemukan pada warga negara Indonesia bagian timur 5,26% disusul warga negara Indonesia bagian tengah 4,83% dan warga negara Indonesia bagian barat 4,55%.

(61)

6.2 Saran

1. Diharapkan pemerintah Indonesia untuk rajin mempromosikan kesehatan dental.

2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi penelitian dasar untuk penelitian selanjutnya.

3. Diharapkan penelitian berikutnya dapat menghubungkan tingkat kecemasan masyarakat dengan pengalaman pencabutan gigi responden. 4. Diharapkan penelitian berikutnya dapat lebih mengarahkan ke usia untuk

pengisian survei.

5. Diharapkan penelitian berikutnya untuk meneliti tentang hubungan cara dokter gigi mengatasi kecemasan pada praktek dokter gigi dan tingkat kecemasan responden.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedersen GW. Oral surgery. Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC, 1996: 117. 2. Hmud R, Waish LJ. Dental anxiety: Causes, complications and management

approaches. J Minim Interv Dent 2009; 2(1): 67-78.

3. WebMD. Anxiety & panic disorders health center. <http://www.webmd.com/anxiety-panic/guide/mental-health-anxiety-disorders>. (30 Agustus 2014)

4. AmericanPsychologyAssociation.Anxiety.

<http://www.apa.org/topics/anxiety>. (30 Agustus 2014)

5. The Editors of Encyclopaedia Britannica. Anxiety. 9 Maret 2014. <http://www.britannica.com/EBchecked/topic/29092/anxiety>. (30 Agustus 2014)

6. Hollander J. An assessment of dental fear and anxiety: comparing doctor and patient perceptions. Oral Health Journal 2007; 97(12): 9-14.

7. Armfield J. The avoidance and delaying of dental visits in Australia. Australian Dental Journal 2012; 57: 4.

8. Appukuttan D, Datchnamurthy M, Deborah SP, Hirudayaraj GJ, et al. Reliability and validity of the Tamil version of Modified Dental Anxiety Scale. Journal of Oral Science 2012; 54(4): 313-20.

9. Rahmayani A. Perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi di departemen bedah mulut RSGMP FKG USU Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran Gigi; 2014. 10. Mawa MAC, Kandou LFJ, Anindita PS. Gambaran tingkat kecemasan pasien

(63)

11. The Jakarta Post. Number of RI internet users increases to 71.19 million in 2013: APJII. 15 Januari 2014. <http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/15/ number-ri-internet-users-increases-7119-million-2013-apjii.html>. (30 Agustus 2014)

12. The Jakarta Post. RI highly dependent on mobile internet. 12 Juli 2011. <http://www.thejakartapost.com/news/2011/07/12/ri-highly-dependent-mobile-internet.html>. (30 Agustus 2014)

13. The Central Intelligence Agency. The World Factbook. 22 Juni 2014. <https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html>. (23 Oktober 2014)

14. GMT. Indonesia Time. 2 Agustus 2013. <http://wwp.greenwichmeantime.com/ time-zone/asia/indonesia/time-indonesia/>. (23 Oktober 2014)

15. Indonesian Embassy. Embassy of the Republic of Indonesia. <http://www.indonesianembassy.org.uk/aboutIndonesia/indonesia_facts.html>. (23 Oktober 2014)

16. Feist J, Feist GJ. Theories of personality. Handrianto. Jakarta: Salemba Humanika, 2010: 38-9.

17. Kent GG. The psychology of dental care. Bristol: John Wright & Sons Ltd., 1984: 2, 55-6.

18. Mu’arifah A. Hubungan kecemasan dan agresivitas. Humanitas: Indonesian Psychological Journal 2005; 2(2): 102-11.

19. Hupp JR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 6th ed. St. Louis: Mosby Elsevier, 2014: 90-2.

20. Ingersoll BD. Patient management skills for dental assistants and hygienist Connecticut: Appleton-Century-Crofts, 1986: 40-50.

21. Manurung YRL. Rasa takut terhadap perawatan gigi (dental fobia) dan penanggulangannya. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi; 2005.

(64)

23. Dittman M. When health fears hurt health. <http://www.apa.org/monitor/julaug05/fears.aspx>. (18 September 2014)

24. Alwisol. Psikologi kepribadian. Edisi revisi. Malang: UMM Press, 2009: 22-3. 25. Keable D. The management of anxiety – A guide for therapists. 2nd ed. New

York: Churchill Livingstone, 1997: 13-22.

26. Bear MF, Connors WB, Paradiso AM. Neuroscience: Exploring the brain. 2nd ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 2001: 509, 583-94.

27. Sherwood L. Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. Ed 6. Alih bahasa. Pendit BU. Jakarta: EGC, 2011: 167, 261-2.

28. Purves D. Emotions. In: Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, et al, eds. Neuroscience. 3rd ed. Sunderland: Sinauer Associates, 2004: 695.

29. Prateek J, Bhat G, Aditya S, Hegde M, Shruthi SSB. Management of fearful and anxious patient in dental clinic. Universal Journal of Pharmacy 2013 july-aug; 2(4): 30-5.

30. Hariyanto B. Dasar informatika & ilmu komputer. 1st ed. Yogyakarta: Graha ilmu, 2008: 229-30.

31. Prawirosumarto S. Aplikasi komputer. 1st ed. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008: 217-33.

32. Sebesta RW. Programming the world wide web. 4th ed. Boston: Pearson Education, 2008: 3.

33. Slevin J. Sociology: Introductory readings. 3rd ed. Giddens A, Sutton PW, eds. UK: Polity Press, 2010: 219.

34. Al-Asfour A, Kanagaraja S. Oral and maxillofacial surgery. Anderson L, ed. United Kingdom: Wiley-Blackwell, 2010: 181-5.

35. Sonis ST. Dental secrets. 2nd ed. Philadelphia: Hanley & Belfus; 1999: 255-6. 36. Ferry E, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009: 243.

(65)

38. Freeman R, Clarke HM, Humphris GM. Conversion tables for the Corah and modified dental anxiety scales. Community Dent Health 2007 Mar; 24(1): 49-54.

39. Marya CM, Grover S, Jnaneshwan A, et al. Dental anxiety among patients visiting a dental institute in Faridadad, India. West India Med J 2012; 61:188-9. 40. Mehboob B, Khan E, Khan M. Dental anxiety scale in exodontia patients. JKCD

2011; 1: 67-8.

41. Al-Omari WM, Al-Omiri MK. Dental anxiety among university students and its correlation with their field of study. J Appl Oral Sci 2009; 17(3): 202.

42. Malvania EA, CG Ajithkrishnan. Prevalence and socio-demographic correlates of dental anxiety among a group of adult patients attending a dental institution in Vadodara City, Gujarat, India. Indian. J Dent Res 2011; 22(1): 179-80.

(66)

LAMPIRAN 1

JADWAL KEGIATAN

No. Kegiatan Bulan

Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret 1. Pembuatan Proposal

dan Seminar X X X X X X X X X X X X X X

2. Perbaikan Proposal X

3. Pelaksanaan Penelitian X X X X X X X X

4. Pengolahan Data X X

5. Pembuatan Laporan

Penelitian X X X

6. Seminar Skripsi X

(67)

LAMPIRAN 2

RENCANA ANGGARAN PENELITIAN

Banyak @ Jumlah

PROPOSAL

1. Biaya Pencarian Sumber Tinjauan Pustaka

1 set Rp 150.000,00 Rp 150.000,00

2. Fotokopi Pencarian Sumber Tinjauan Pustaka

8 set Rp 2.000,00 Rp 16.000,00

3. Print Proposal 1 set Rp 25.000,00 Rp 25.000,00 4. Fotokopi Proposal 7 set Rp 8.000,00 Rp 56.000,00 5. Jilid Proposal 8 set Rp 3.000,00 Rp 24.000,00 PENGUMPULAN DATA

1. Biaya Pulsa Internet 4 set Rp 65.000,00 Rp 260.000,00 ANALISIS DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN

1. Print Laporan Hasil Penelitian

1 set Rp 35.000,00 Rp 35.000,00

2. Fotokopi Laporan Hasil Penelitian

8 set Rp 10.000,00 Rp 80.000,00

3. Jilid Laporan Hasil Penelitian 8 set Rp 3.000,00 Rp 24.000,00

(68)

LAMPIRAN 3

KUISIONER

Tingkat Kecemasan Masyarakat Saat

Pencabutan Gigi Berdasarkan Usia,

Jenis Kelamin dan Asal Daerah

Dengan Survei Online

DEPARTEMEN BEDAH MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

* Required

Apa tulisan di atas? *

Anda adalah: *

WNI = Warga Negara Indonesia, WNA = Warga Negara Asing WNI & tidak pernah menetap di luar negeri

WNI & sedang menetap di luar negeri WNA

Jenis Kelamin * Laki-laki Perempuan

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 1. Masalah yang dirasakan dokter gigi berdasarkan tingkatan17
Gambar 1. Amigdala terdiri dari tiga nukleus.26
Gambar 2. Letak korteks prafrontal,
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN PRIA DAN WANITA SEBELUM PENCABUTAN GIGI DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT RSGMP FKG USU

Dengan demikian penulis mengambil judul: “Perbedaan Tingkat Kecemasan Berkomputer Berdasarkan Tipe Kepribadian Dan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Akuntansi” (Survei di

Untuk mengetahui keefektifan tanaman bunga berwarna biru muda dalam menurunkan tingkat kecemasan dental pada pasien dewasa muda yang akan melakukan pencabutan

Kesimpulannya, ada perbedaan antara tingkat kecemasan pasien berdasarkan usia dan tingkat pendidikan sedangkan untuk jenis kelamin dan yang sudah pernah atau belum

Beberapa kasus baik pada gigi desidui dan permanen juga disebabkan oleh.. pasien yang menolak perawatan saluran akar karena alasan

berdasarkan indikasi pencabutan gigi di Klinik IKGA RSGMP USU tahun 2010-2015. Bagaimana distribusi pencabutan gigi desidui yang

Nilai Tooth Extraction Index (TEI) gigi permanen pasien berdasarkan Jenis kelamin di Klinik IKGA RSGMP USU Pada Tahun 2010-2015.….. Surat Persetujuan Pelaksanaan