SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk Memenuhi Salahsatu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh:
Iwan Kurniawan
NIM : 1111043100012
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
iv
ABSTRAK
Iwan Kurniawan (111103100012), Studi Perbandingan : Konsep ‘Urf antara Hizbut Tahrir dan Mazhab Fikih (Empat Mazhab). Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kajian ushul fiqh, ijtihad merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menggali kandungan makna, maksud, dan hukum-hukum yang terkandung dalam al Qur’an dan as Sunnah. Sehingga ijtihad memiliki berbagai macam pendekatan yang digunakan dalam pembentukan hukum, salah satunya ialah ur’f yang banyak digunakan dalam pembentukan hukum terutama dikalangan mazhab yang empat. Namun, seiring perkembangan waktu muncul gerakan dan pemikiran yang menjadikan ideologi Islam sebagai cara pandang organisasinya, yaitu Hizbut Tahrir. Dalam ijtihadnya Hizbut Tahrir beristidlal dengan empat sumber yaitu al-Qur’an, Hadis, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas, disamping keempat sumber atau dalil tersebut tidak dipakai oleh Hizbut Tahrir seperti ‘Urf, Maslaha Mursalah, dan sebagainya. Hizbut Tahrir memandang bahwa dalil selain empat dalil yang dipahami Hizbut Tahrir di atas sebagai metode yang menyerupai dalil dan tidak dapat berhujjah dengannya. Sedangkan mazhab fikih mengjadikan ‘urf sebagai dalil serta banyak hukum yang dihasilkan akannya. Lalu, Bagaimana konsep ‘Urf yang dipahami Hizbut Tahrir di tinjau dari Mazhab Fikih (empat mazhab) ? untuk itu perlu pembahasan yang terperinci mengenai konsep ‘urf antara Hizbut Tahrir dan Mazhab Fikih (empat mazhab).
Metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif serta metode perbandingan hukum. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan kajian kepustakaan yang kitab ushul fikih Hizbut Tahrir dan kitab-kitab mazhab fiqih.
v
poin positif dalam Islam sebagai wawasan dan pengetahuan tetapi tetap pada batasan nash yang shahih.
Kata kunci : ‘Urf, Hizbut Tahrir, dan Mazhab Fikih (empat mazhab) Pembimbing : Dr. A. Sudirman Abbas, MA. dan Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc.,
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
h{ = ح
kh = خ
d = د
dh = ذ
r = ر
z = ز
s = س
sh = ش
s{ = ص d{ = ض
t{ = ط
z{ = ظ
‘ = ع
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ن
h = ه
w = و
y = ي
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ◌ Fath}ah A A
ِ◌
ِ◌ Kasrah I I
ُ◌ D}amah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama GabunganHuruf Nama
َ...
ى Fath}ah danya Ai a dan i
َ...
و Fath}ahdanwau Au a dan w
Contoh:
vii C. Maddah
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ﺎـَـــ Fathah danalif a> a dangaris di atas ﻲِــــ Kasrah danya i> i dangaris di atas ﻮُــــ D}amah danwau u> u dangaris di atas
D. Ta’Marbu>t}ah (ة)
Transliterasi ta’ marbu>t}ah ditulis dengan “h” baik dirangkai dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah (ةأرﻣ) madrasah (ﺔﺳردﻣ)
Contoh:
ةرﻮﻨﳌاﺔﻨﻳﺪﳌا : al-Madi>nat al-Munawwarah
E .Shaddah
Shaddahtashdi>d pada transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah itu. Contoh:
لّﺰﻧ : nazzala
F. Kata Sandang
Kata sandang “ـﻟا” dilambangkan berdasarkan huruf yang mengikutinya, jika diikuti huruf shamsiyah maka ditulis sesuai huruf yang bersangkutan, dan ditulis “al” jika diikuti dengan huruf qamariyah. Selanjutnya لا ditulis lengkap baik menghadapi al-Qamariyah, contoh kata al-Qamar (رﻣﻘﻟا) maupun al-Shamsiyah seperti kata al-Rajulu (لﺟرﻟا)
Contoh:
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang telah memberikan limpahan nikmat, karunia, dan hidayah-Nya
sehingga dengan izin-Nya, skripsi dengan judul : “Studi Perbandingan : Konsep
‘Urf antara Hizbut Tahrir dan Mazhab Fiqh” dapat terselesaikan.
Shalawat teriring salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad Saw, seorang pelopor ilmu pengetahuan dan pendobrak
kejahiliyyahan, yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyyah menuju
zaman Islamiyyah, kepada keluarga besar-Nya, sahabat-sahabat-Nya, tabi’in,
tabi’it tabi’in, dan kita umat-Nya semoga mendapat syafa’at-Nya kelak.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan, pengorbanan, dan
kesulitan penulis hadapi. Namun tidak terlepas dari petunjuk dan pertolongan
Allah SWT, do’a dan semngat yang senantiasa diberikan oleh kedua orang tua
penulis. Serta tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah
mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing,
membantu, dan memotivasi penulis, terutama :
1. Bapak Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph. D. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, ketua Program Studi Perbandingan
Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum. Juga kepada Ibu Hj. Siti
Hanna, S.Ag, Lc., MA, Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan
ix
serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. H. Mujar Ibn Syarif, M. Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang selama ini telah memberikan nasehat serta bimbingannya selama masih
dalam masa perkuliahan.
4. Bapak Dr. A. Sudirman Abbas, MA. dan Ibu Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA.
Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak membantu meluangkan waktu,
tenaga, dan pikirannya disela-sela kesibukan, serta banyak memberikan
bimbingan, pengarahan, dan dorongan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membekali dengan
ilmu yang berharga, nasehat-nasehat yang memotivasi, serta kesabaran dalam
mendidik dan membimbing penulis selama masa studi.
6. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan
kelancaran kepada penulis dalam proses penyelesaian prosedur
kemahasiswaan, serta pemimpin dan segenap karyawan Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khususnya Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum, yang telah berkenan memberikan kelancaran dalam
peminjamaan buku-buku penunjang sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
7. Kepada guruku Ust Cipta Bakti Gama dan Ust Ade Sudiana yang telah
memberikan bimbingan dan waktu untuk mengarahkan penulis dalam
x
8. Orang tua tercinta, Ayahanda Al Imron dan Ibunda Holiba yang sangat
berperan dalam mengasuh, mendidik, dan membimbing penulis dengan penuh
kesabaran dan pengertian. Serta tiada henti memberikan do’a dan dukungan
baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik-adikku tersayang Al Hafiz dan Al Hady yang senantiasa mendo’akan
dan memberikan dukungan serta semngat selama proses penulisan skripsi ini.
Keluarga yang telah memberikan motivasi dan dukungannya, Endek Jawar
dan keluarga, Koneng Kopek dan keluarga, Itam Ziroh dan keluarga.
10. Teman-teman organisasi Ikatan Alumni Pondok Pesantren al-Ittifaqiah
(IKAPPI Jakarta) yang memberikan suasana kekeluargaan selama penulis di
Jakarta. Teman-teman KAMSRI (Kesatuan Angkatan Muda Sriwijaya) yang
memberikan semngat dan pembelajaran kepada penulis di tanah rantau.
Teman-teman PMII cabang Ciputat, khususnya KOMFAKSYAHUM
(Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum) yang telah memberikan semangat
dan dukungannya kepada penulis. Adik-adik dan rekan-rekan di MootCourt
Community (MCC) yang selalu menghibur dan memberikan semngat dalam
penulisan skripsi ini, serta sahabat-sahabatku THE LEGEND OF MCC 2014
yang saling memotivasi dalam penyelesaian skripsi.
11. Teman-teman PMF dan PH ankatan 2011 yang selalu membantu,
mendukung, dan menemani selama penulisan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabatku tercinta, Muhammad Fadil, Ahmad Hafizul Wahyudin,
Muslim Bahori, Aidil Fitriansyah yang telah menemani dan memberikan
xi
13. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan nasehat sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
Akhirnya penulis hanya bias berdoa dan berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, dan semoga mereka yang telah
membantu diberi ganjalan yang setimpal. Amiiin
Jakarta, 10 Oktober 2015
xii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING i
LEMBAR PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN vi
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 9
D. Kajian Terdahulu 10
E. Metodologi dan Tekhnik Penelitian 13
F. Sistematika Penulisan 15
BAB II EKSISTENSI ‘URF DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian ‘Urf 17
B. Macam-macam ‘Urf 22
C. Syarat-syarat ‘Urf 27
D. Kehujjahan ‘Urf 28
BAB III GAMBARAN UMUM HIZBUT TAHRIR (HT) DAN
MAZHAB FIKIH
A. Gambaran Umum Hizbut Tahrir 31
[image:13.612.126.519.106.722.2]xiii
b. Metode Dakwah Hizbut Tahrir 35
c. Tujuan dan Aktivitas Hizbut Tahrir 38
B. Gambaran Umum Mazhab Fikih 43
a. Mazhab Hanafi 43
b. Mazhab Maliki 45
c. Mazhab Syafi’i 47
d. Mazhab Hambali 52
BAB IV ANALISI PERBANDINGAN KONSEP ‘URF ANTARA
HIZBUT TAHRIR (HT) DAN MAZHAB FIKIH
A. Konsep ‘Urf dalam Pandangan Hizbut Tahrir 55
B. Konsep ‘Urf dalam Pandangan Mazhab Fikih 61
C. Persamaan dan Perbedaan Konsep ‘Urf antara Hizbut Tahrir
dan Mazhab Fikih 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 74
B. Saran 75
DAFTAR PUSTAKA 77
1
Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw bersifat universal, tidak
terbatas waktu dan tempat tertentu. Ajaran Islam juga berlaku untuk seluruh
manusia, dimanapun mereka berada. Keuniversalan ajaran Islam membawa
konsekwensi komprehensifnya kandungan ajarannya dalam menjawab setiap
permasalahan yang muncul dari waktu ke waktu .1 Perubahan masyarakat
merupakan sebuah penomena alamiah yang terjadi di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat sejalan dengan perputaran waktu, sehingga kehidupan manusia
secara teratur bergerak menuju kepada kesempurnaan. Tidak ada masyarakat yang
hidup dalam kondisi stabil dan tetap pada waktu yang berbeda, semua bergerak,
mengalir menuju sebuah peradaban yang kian sempurna, sehingga memahami
perubahan masyarakat adalah perlu untuk mencermati serta mengantisipasi
pembaharuan dimasa yang akan datang.2 Menurut Harun Nasution bahwa
perubahan itu identik dengan modernisme yang ada di Barat. Sedangkan
modernism memiliki makna pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk merubah
paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.3
1 Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam.(Jakarta : ElSAS Jakarta,2008).hlm.3. 2 Junaidi Lubis, Islam Dinamis Model Ijtihad al-Khulafa al-Rasyidun dalam Konteks
Perubahan Masyarakat.(Jakarta : PT DIAN RAKYAT, 2010).hlm.1.
3 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam,Sejarah,Pemikiran,dan Gerakan.(Jakarta :
Konsensus menuju kepada perubahan yang telah digagas oleh para
founding father Bangsa Indonesia salah satunya merestorasi budaya hukum yang
berkembang dengan tidak melepaskan pada dasar-dasar pancasila yaitu sila
pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” sehingga ide dalam mengaktualisasikan
hukum Islam terus tertanam dalam diri kaum muslimin. Dalam mengakomoodir
permasalahan kontemporer yang belum tercakup hukumnya dalam kajian ulama
terdahulu sehingga perlu adanya formulasi hukum yang mampu menjawab setiap
persoalan masyarakat, dalam hal ini ada berbagai golongan/ormas Islam yang
memiliki kewenangan untuk memberikan jawaban atas persoalan hukum bagi
anggotanya dengan menggunakan metodologi yang berbeda antara satu ormas
dengan ormas lainnya.
Pada dasarnya ilmu syariah mengandung dua hal pokok. Pertama tentang
materi perangkat ketentuan yang harus dilakukan oleh seorang muslim dalam
usaha mencari kebahagiaan dunia dan akherat yang disebut sebagai fikih produk
utuh dari formulasi hukum Islam. Kedua tentang cara, usaha, ketentuan dalam
menghasilkan materi tersebut yang disebut dengan ushul fikih yang bertujuan
memberikan kemampuan kepada para mujtahid untuk menerapkan kaidah ushul
fikih guna memperoleh hukum syara’ amali dari dalil-dalil yang terperinci.
Dengan demikian, seorang mujtahid akan mampu memahami nash-nash syariah
baik yang bersifat jali> (jelas) dan khafi> (tersembunyi) serta mampu menyimpulkan
istih}san, maslah}ah, istish}ab, ’urf 4 dan lain sebagainya untuk memperoleh hukum
dari kejadian yang baru.5 Sedangkan usaha pemahaman,penggalian,dan
perumusan hukum yang digali dari al-Qur’an dan as-Sunnah dikalangan ulama
disebut istinbat} yaitu usaha dan cara mengeluarkan hukum dari sumbernya6
(al-Qur’an dan as-Sunnah)7.
Formulasi hukum yang dilakukan oleh para ulama yang tergabung dalam
ormas-ormas di Indonesia melalui Ijtihad8 seperti yang dilakukan oleh Hizbut
4Qiyas yaitu mempersamakan suatu peristiwa hukum yang tidak ditentukan hukumnya
oleh nash, dengan peristiwa hukum yang ditentikan oleh nash bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum yang ditentukan nash atau menyamakan cabang dengan asal terhadap suatu peristiwa hukum berdasarkan illat yang terkandung didalam keduanya, Abu al-Munzir Mahmud bin Muhammad bin Mustafa> bin Abdul at-T{ayafa al-Munyawi, al-Tamhi>d (Syarah Mukhtas}ar
al-Us}ul min ‘Ilmu Us}ul (Mesir:Maktabah Syamilah, 1432 H/2011 M). Hlm. 100. Istih}san yaitu berpindah dari suatu ketentuan terhadap beberapa peristiwa hukum, kepada ketentuan hukum yang lain, mendahulukan suatu ketentuan hukum dari ketentuan hukum lain, menyisihkan atau meninggalkan ketentuan hukum, mengecualikan sebagian ketentuan hukum umum yang mencakupnya ,ataupun mentakhsiskan sebagian suatu hukum dari hukum umum, Iyad bin Naami bin audi al-Sulamii, Us}ul al-Fiqh alladzi la> Yasa’u al-Faqi>h Jahlahu (Riyad:Dar al-Tadmariya, 1426 H/2005 M). Hlm. 194. Maslah}ah yaitu mensifati sesuatu hukum untuk memperbaiki perubahan hukum dan tujuannya, akan tetapi tidak berdasarkan kepada dalil yang telah ditetapkan dengan perhitungan syara’ atau yang telah dibatalkan oleh syara’, yang mana hukum yang dihasilkan tersebut berdasarkan kepada kemaslahatan manusia dan menolak kemafsadatan, Wahbah Zuhaili, al-Wajiz fi>Us}ul al-Fiqh (Beirut:Dar al-Fikr, 1435 H/ 2014 M). Hlm.92. Istish{ab
yaitu menjadikan lestari keadaan sesuatu yang sudah ditetapkan pada masa lalu sebelum ada dalil yang mengubahnya, apabila sudah ditetapkan suatu perkara pada suatu waktu maka ketentuan hukumnya tetap seperti itu sebelum ada dalil baru yang mengubahnya, Wahbah Zuhaili, al-Wajiz fi> Us}ul al-Fiqh, Hlm.113. ‘Urf yaitu kebiasaan yang melekat berjalan secara terus menerus dalam suatu masyarakat, Wahbah Zuhaili, al-Wajiz fi>Us}ul al-Fiqh, Hlm. 97.
5Wahbah Zuhaili, al-Wajiz fi> Us}ul al-Fiqh, Cet.ke-2. (Damaskus : Daar al-Fikr,1999).
Hlm.15.
6Sumber hukum Islam sesungguhnya bagaikan mata air yang tak pernah kering bahkan
memiliki deposit yang mampu menyirami setiap perkembangan hukum yang memenuhi tuntutan keadilan dan kepentingan/maslahat umat sepanjang masa yang berbeda dan seputar tempat yang berlaianan budaya. Semua kaum muslimin dapat mengikuti perkembangan peradaban dan peningkatan kepentingan/kemaslahatan dan mereka tidak menemui hambatan dalam mencari hukumnya, asal saja mereka menemukan dan memanfaatkan cahaya yang menunjukkan hukumnya, cahaya yang mampu menembus batas ruang dan waktu.
7 Amir Syarifuddin, Us}ul Fikih Jilid 2.Cet.4.(Jakarta:Kencana Prenada Media
Group,2008).hlm.1.
8 Ijtihad adalah usaha yang gigih dan sungguh-sungguh. Dalam kajian ushul fikih ijtihad
Tahrir Indonesia (HTI) merupakan upaya formulasi hukum dalam merespon setiap
persoalan yang muncul. Metodologi istinbath hukum yang dilakukan oleh setiap
ormas dalam menghasilkan sebuah hukum itu berbeda-beda. Seorang mujtahid
bebas berijtihad asal tidak membatalkan hasil ijtihad yang telah disepakati
sebelumnya oleh para ulama, begitupun ulama setiap ormas yang memiliki ijtihad
masing-masing dalam menetapkan suatu hukum. Berbeda halnya bila seorang
mujtahid membatalkan hasil ijtihadnya sendiri karena situasi dan kundisi yang
berbeda atau menemukan dalil yang lebih kuat. Bahkan dalam menetapkan hukum
tidak jarang terjadi perbedaan pendapat diantara imam mazhab, walaupun mereka
sama-sama merujuk kepada al-Quran dan al-Sunnah disamping sumber hukum
lainnya yang muttafaq’alaih maupun yang mukhtalaf fih.9 Ia diperlukan bukan
saja pada masa sekarang akan tetapi dibutuhkan juga pada masa Rasulullah.
Ijtihad sebagai suatu prinsip gerak dinamis dalam ajaran Islam yang merupakan
aktivitas daya nalar yang dilakukan oleh seorang mujtahid dalam menggali dan
menerapkan hukum Islam.10
Dalam kajian ushul fikih, ijtihad merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk menggali kandungan makna, maksud, dan hukum-hukum yang
terkandung dalam al Qur’an dan as Sunnah.11 Sehingga ijtihad memiliki berbagai
macam pendekatan yang digunakan dalam pembentukan hukum, salah satunya
segala tenaga dan pikiran untuk menyelidiki dan menggali hukum-hukum yang terkandung didalam al-quran dengan syarat-syarat tertentu.(Kamus Besar Bahasa Indonesia ,Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Balai Pustaka.hlm.321.)
9Fuad Thohari, Pedoman Penetapan Fatwa Bagi Da’i. (Jakarta : MUI Provinsi Jakarta,
2012). Hlm. 54-55.
10 Afifi Fauzi Abbas, Baik dan Buruk dalam Perspektif Us}ul Fiqh.(Ciputat : Adelina
Bersaudara, 2010).hlm.2.
ialah ‘urf yang banyak digunakan dalam pembentukan hukum terutama Indonesia
yang mengadopsi kebiasaan sebagai sumber hukum disamping hukum Islam
dalam pembentukan hukum Nasional. Kebiasaan merupakan suatu tata cara hidup
yang dianut oleh masyarakat atau suatu bangsa dalam waktu yang lama, pada
hakikatnya memberikan pedoman bagi masyarakat atau bangsa yang bersangkutan
untuk berpikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai hal kehidupan.12 Hukum
adat/’urf di Indonesia tidak mengenal sistem peraturan yang statis. Tiap-tiap
hukum adat timbul, berkembang, dan selanjutnya lenyap dengan lahirnya
peraturan baru, peraturan baru tersebut akan berkembang juga tetapi kemudian
akan lenyap dengan adanya perubahan rasa keadilan yang menimbulkan
perubahan peraturan.13 Tidak semua kebiasaan yang mengandung hukum
(adat/’urf) yang baik dan adil. Oleh karenanya belum tentu kebiasaan tersebut
menjadi sumber hukum. Jadi kebiasaan-kebiasaan yang baik dan diterima
masyarakat sesuai dengan kepribadian masyarakat yang kemudian berkembang
menjadi hukum kebiasaan (adat/’urf).14
Dewasa ini ’urf /adat sering kali digunakan dalam menentukan hukum
untuk mengakomodir setiap persoalan yang berkembang saat ini. ‘Urf sebagai
sebuah metode pendekatan dalam menghasilkan sebuah hukum yang mampu
memberikan maslahat bagi umat diadopsi oleh berbagai ormas di Indonesia salah
satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ormas tersebut muncul sejak tahun
1980-an sampai setelah reformasi, Ormas tersebut sebagai actor baru yang sering
12 Mujar Ibnu Syarif dan Kamarusdiana, Pengantar Ilmu Hukum.(Ciputat : Lembaga
Penelitian UIN Jakarta,2009).hlm.48.
13 Iman Sudiyat, Hukum Adat : Sketsa Asas.Cet.II.(Yogyakarta :
Liberty,1981).hlm.176-177.
disebut “Gerakan Islam Baru” (new Islamic movement). Kemunculan gerakan
tersebut sejalan dengan munculnya beberapa ormas diantaranya adalah Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI),Kelompok-kelompok Tarbiyah (yang kemudian
menjadi Partai Keadilan Sejahtera),Laskar Jihad (LJ) dan sebagainya yang
merupakan representasi baru gerakan Islam di Indonesia. Organisasi baru ini
memiliki basis ideologi, pemikiran, dan strategi gerakan yang berbeda dengan
ormas-ormas islam yang ada sebelumnya. Mereka ditenggarai berhaluan
puritan,memiliki karakter yang lebih militant, radikal, skripturalis, dan eksklusif.
Berbagai ormas baru tersebut memang memiliki platform yang beragam, tetapi
pada umumnya memiliki kesamaan visi, yakni pembentukan “Negara Islam” dan
mewujudkan penerapan syariat islam,baik dalam wilayah masyarakat maupun
Negara.15
Hizbut Tahrir (HT) merupakan sebuah ormas yang memiliki basis masa
yang mapan dalam menyokong kegiatan-kegiatan serta visi dan misi ormas
tersebut. HT yang berideologi Islam. Bercita-cita untuk melanjutkan kembali
kehidupan Islam melalui tegaknya daulah Islam yang akan menerapkan sistem
Islam serta mengembangkan dakwah ke seluruh dunia.16 Karena ormas ini
memandang bahwa Islam sebagai Ideologi diemban oleh Negara, Sehingga dalam
pelaksanaan hukum tidak dapat terlepas dari kekuasaan Negara. Hukum islam
tidak dapat di terapkan secara sempurna dalam sistem Demokrasi sehingga
15 Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal : Transmisi Revivalisme Islam Timur
Tengah Ke Indonesia. (Jakarta : Erlangga,2005). Hlm. 14.
16Taqiyuddin an-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahri>r .Cet.ke-6. (Jakarta : Hizbut Tahrir
Daulah Islam dalam bentuk Khilafah Islamiyyah yang mampu menerapkan Islam
secara kaffah.
Hizbut Tahrir memiliki pandangan yang berbeda tentang ‘urf dari
pandangan ulama mazhab Fikih, Sehingga hal tersebut patut dan perlu untuk
dikaji. Dalam kitab Mafahim Hizbut Tahri>r17 disebutkan :
“Merupakan suatu keharusan bagi aktivis pembaharuan untuk menerapkan hukum-hukum Islam sesuai dengan makna ajaran yang sebenarnya, tanpa memperhatikan keadaan masyarakat, waktu, maupun tempat. Namun kenyataannya mereka tidak berbuat demikian. Mereka malah melangkah lebih jauh dengan menginterpretasikan hukum-hukum islam agar sesuai dengan kondisi sekarang. Bahkan kesalahan yang mereka lakukan baik dalam masalah umum maupun dalam hal-hal yang terperinci. Mereka mengeluarkan kaidah-kaidah kulliyat dan hukum-hukum yang terperinci sesuai dengan pandangan tersebut”. Misalnya dengan membuat kaidah umum yang salah, seperti :
ﺔﻤﻜﳏ ةد ﺎﻌﻟا
Adat Istiadat dapat dijadikan patokan hukum
نﺎﻣﺰﻟاﲑﻐﺘﺑ مﺎﻜﺣﻻاﲑﻐﺗﺮﻜﻨﻳ ﻻ
Tidak ditolak adanya perubahan hukum dengan adanya perubahan zaman”
Hizbut Tahrir memandang bahwa penggunaan kaidah fikih tentang adat istiadat
dapat dijadikan sebagai hukum adalah salah, di dalam kitab Syakhsiyah Islamiyah
jilid 3 yang merupakan kitab mu’tabanah Hizbut Tahrir yang menerangkan lebih
jauh tentang pembatasan terhadap ‘urf yang dibagi menjadi 3 Istilah yaitu Taqdir,
Istilah, dan ‘Urf. Selain itu juga dalam kitab tersebut membahas tentang
kehujjahan ’urf sebagai dalil syar’i, dalam hal ini Hizbut Tahrir berpendapat
bahwa tidak ada posisi bagi ’urf secara syar’i. Sedangkan dalam pandangan
mazhab fikih ’urf merupakan salah satu metode istinbat} hukum, ‘Urf merupakan
salah satu istidlal dalam menemukan hukum yang disepakati oleh mazhab fikih
17Taqiyuddin an-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahri>r .Cet.ke-6. (Jakarta : Hizbut Tahrir
terutama mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali.
Sehingga menarik untuk dikaji lebih dalam bagaimana mengenai perbandingan
konsep ‘Urf antara Hizbut Tahrir dan Mazhab Fikih yang meliputi empat mazhab
yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali.
Dari uraian diatas timbul pemikiran yang menggelitik untuk mengkaji
bagaimana pandangan Hizbut Tahrir terkait dengan penggunaan ur’f sebagai salah
satu bentuk ijtihad yang didasarkan pada adat/kebiasaan yang berkembang di
Masyarakat serta bagaiaman korelasinya terhadap pandangan mazhab fikih yaitu
mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali. Untuk itu
penulis menuangkan gagasan tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul “
STUDI PERBANDINGAN : KONSEP ‘URF ANTARA HIZBUT TAHRIR
DAN MAZHAB FIQH “.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang timbul dalam penelitian
ini, maka penulis perlu membatasi masalahnya. Hal ini dimaksudkan agar
pembahasannya mengenai sasaran dan tidak mengambang. Dalam penelitian
ini penulis membatasi permasalahannya pada konsep ’urf sebagai metode
istinbath hukum antara Hizbut Tahrir dan Mazhab Fikih yang meliputi pada
empat mazhab yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan
2. Rumusan Masalah
Perumusan maslaah adalah salah satu upaya untuk mempermudah
pembatasan dalam penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di
atas, Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana konsep ‘urf sebagai metode istinbath hukum Hizbut Tahrir ?
b. Bagaimana konsep ‘urf sebagai metode istinbath hukum Mazhab Fikih ?
c. Apakah ada persamaan dan perbedaan antara ‘Urf Hizbut Tahrir dengan
mazhab fikih ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka
tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengenal dan memahami lebih mendalam Hizbut Tahrir (HT) baik
secara Fikrah maupun T{ariqah.
b. Untuk mengetahui lebih jauh metode istinbath hukum Hizbut Tahrir (HT).
c. Untuk mengetahui konsep ‘urf sebagai metode istinbath hukum Hizbut
Tahrir (HT) dan Mazhab Fikih.
d. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan ‘urf antara Hizbut Tahrir
dan Mazhab Fikih.
2. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan skripsi ini ada 2 diantaranya ada manfaat secara akademis
a. Secara Akademis
Manfaaf penulisan skripsi ini secara akademis adalah untuk
menambah pengetahuan dan penjelasan kepada masyarakat pada
umumnya serta bagi para intelektual muslim khususnya dalam mengkaji
metode istinbath hukum berbagai ormas yang ada di Indonesia khususnya
dalam kajian ini ialah memahami konsep ‘urf sebagai metode istinbath
hukum Hizbut Tahrir (HT). Selain itu juga sebagai sarana untuk mengenal
lebih mendalam konsep pemikiran ormas tersebut agar tidak
menimbulkan gejolak diantara kaum intelektual saling tuding bahwa
kebenaran itu milik ormas tertentu.
b. Secara Praktis
Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis adalah memberikan
penjelasan kepada masyarakat tentang konsep ‘urf sebagai metode
istinbath hukum Hizbut Tahrir serta hubungannya dengan dengan ‘urf
dalam pandangan mazhab fikih agar masyarakat dapat memahami dengan
baik hasil dari produk hukum ormas tersebut yang pada akhirnya tidak
menjudjge bahwa ormas tersebut salah atau tidak sesuai dengan metode
yang dipakai ormas pada umumnya.
D. Kajian Terdahulu
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, Peneliti melakukan penelitian
terhadap beberapa skripsi sebelumnya yang memiliki kaitan dengan skripsi ini
untuk mencapai hasil yang lebih baik. Berikut beberapa buku dan skripsi sebagai
bahan tinjauan pustaka penulis diantaranya :
Karya Khairul Hamim (299-S-104) yang berjudul ‘Urf dan Pengaruhnya
Terhadap Hukum Islam karya (Tesis) ini adalah karya mahasiswa Jurusan Syariah
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fokus kajian pada tesis
ini adalah pada posisi ‘urf dalam penemuan hukum islam yang mana wilayah
pertemuan antara mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali dan fikih
sangat luas dan tidak mungkin dibatasi karena ‘urf atau adat istiadat memasuki
setiap bab dalam pembahasan fikih. ‘Urf tidak dapat mempengaruhi atau merubah
ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan masalah ‘ubudiyah dan i’tiqadiyah
yang sudah jelas nashnya secara Qath’i. ‘Urf yang masuk dalam pembahasan
ibadah hanya berlaku pada hal-hal yang berkaitan dengan alat-alat ibadah saja
(wasa>ilul ibadah) sebab ibadah hakekatnya merupakan ketentuan-ketentuan yang
telah baku dan tidak menjadi wilayah perdebatan logika manusia. Pokok-pokok
ibadah tunduk dan taat mutlak kepada tuhan. Adapun dalam bidang muamalah
‘urf telah banyak berperan dan dijadikan pertimbangan oleh para sahabat dalam
merubah fatwa yang dilandaskan atas nash yang dzanni seperti qiyas yang tidak
dilandaskan pada nash qath’i.
Sedangkan kajian yang membahas tentang HTI ialah karya Tesis Rihlah
Nur Aulia (01.2.00.1.02.01.0102) yang berjudul Fundamentalisme Islam
Indonesia Studi Atas Gerakan dan Pemikiran Hizbut Tahrir. Karya ini adalah
karya mahasiswa jurusan Pemikiran Islam Program Pascasarjana UIN Syarif
fundamentalisme Hizbut Tahrir dari sudut pandang ide dan pemikiran, dapat
dilihat bahwa Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa Islam adalah agama yang
komprehensif dan sempurna, didalamnya tercakup aspek kehidupan yang harus
dilaksanakan dan dijalani oleh setiap umatnya, baik itu dalam kehidupan pribadi,
masyarakat, maupun dalam kehidupan bernegara. Karena itulah bagi HT
mendirikan daulah khilafah islamiyah adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim.
Bagi HT sistem daulah khilafah islamiyyah dengan sistem khilafah adalah sistem
pemerintahan yang harus dijalani, oleh karena itu mereka menolak setiap bentuk
sistem yang bertentangan dengan mereka, termasuk didalamnya sistem demokrasi
yang dianggap sebagai sistem kufur yang berbeda dengan Islam, sehingga mereka
menolak demokrasi sebagai sistem politik Negara.
Penelitian selanjutnya yaitu Tsaqafah dan Metode Hizbut Tahris dalam
Mendirikan Negara Khilafah, yang ditulis oleh Muhammad Muhsin Rodhi. Buku
ini menyimpulkan bahwa diantara sejumlah partai dan gerakan Islam, hanya
Hizbut Tahrir yang melakukan pergolakan pemikiran, perjuangan politik, dan
yang telah menghubungkan fikrah dan thariqah dengan sangat baik. Disamping
Hizbut Tharir memiliki kecermatan pengorganisasian, kedalam pemikiran, dan
keterpaduan yang baik antara agama dan politik sehingga keduanya seperti dua
sisi mata uang.Meskipun Hizbut Tahrir telah didirikan lebih dari setengah abad,
namun peneliti mendapati Hizbut Tahrir masih tetap menjaga asas seperti pertama
berdirinya. Dan kalaupun ada beberapa perubahan dan revisi, maka itupun hanya
menyangkut hal-hal furu’ yang dilakukan berdasarkan apa yang menurutnya
Berdasarkan literatur di atas, penulis menilai saat ini belum ditemukan
karya ilmiah yang mengulas secara khusus mengenai metode istinbat} hukum
ormas transnasional yang ada di Indonesia terutama studi perbandingan : Konsep
‘Urf antara Hizbut Tahrir dan Mazhab Fikih. Oleh karena itu, maka penulis
mencoba secara khusus menganalisis bagaimana penggunaan ‘urf sebagai metode
istinbath hukum Hizbut Tahrir yang ditinjau berdasarkan penggunaan ‘urf yang
dijadikan sebagai istidlal hukum mazhab fikih.
E. Metodologi dan Tekhnik Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam menghimpun bahan yang dijadikan skripsi ini penulis
menggunakan jenis penelitian yuridis normative (penelitian hukum normatif)18
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data
sekunder belaka.19 Sesuai dengan karakteristik kajiannya, berdasar pada penelitian
kepustakaan (library research) dengan mengutamakan pendekatan kualitatif20
18 Mengenai istilah penelitian hukum normatif, tidak terdapat keseragaman diantara para
ahli hukum. Diantara pendapat beberapa ahli hukum dimaksud, yakni : Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan ( Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.); Soetandyo Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum doktrinal (Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya, Editor : Ifdhal Kasim et.al., Elsam dan Huma, Jakarta, 2002, hlm. 147); Sunaryati Hartono, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif (C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hlm. 139); dan Ronny Hanitjo Soemitro (Almarhum), menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum yang normatif atau metode penelitian hukum yang doktrinal (Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan Kelima, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 10).
19 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (Jakarta :Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14.
20 Bognan dan tailor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
berdasarkan pada bahan kepustakaan dan literature yang ada relevansinya dengan
judul skripsi ini. Penelitian ini juga menggunakan metode perbandingan hukum,
dalam hal ini penulis membandingkan antara Hizbut Tahrir dan Mazhab Fikih.21
2. Sumber Data Penelitian
Peneliti menggunakan dua metode pengumpulan data, yakni menggunakan
study pustaka (library research) dan studi lapangan22. Data-data tersebut
menyangkut tentang ‘Urf sebagai metode istinbath hukum dalam hal ini terkait
dengan Hizbut Tahrir yang di lihat dalam aspek mazhab fikih. Studi pustaka
dalam penelitian ini dilakukan guna mengeskplorasi teori-teori tentang konsep dan
pemahaman yang terjadi khususnya terkait dengan tema penelitian yakni konsep
‘urf antara Hizbut Tahrir dan mazhab fikih. Ini diperoleh dengan menghimpun
data yang diperoleh melalui sumber data Primer dan sumber data sekunder.23
Studi lapangan dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan
wawancara kepada juru bizara Hizbut Tahri yang ada di Indonesia serta diskusi
Karya,1991),Cet keIII.Lebih lanjut ,bugin menjelaskan bahwa penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan dari satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia.pendekatan ini menggunakan paradigma interpretatif ,bertujuan memahami fenomena social,focus pada alasan tindakan social,mengacu pada moralitas dan pola piker rasionalitas.Burhan Bungin,Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer.(Jakarta : Raja Grafindo,2001). Hlm. 46.
21 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2008). Hlm. 100.
22 Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui imformasi
dan pendapat-pendapat dari responden yang ditentukan secara purposive sampling (ditentukan oleh peneliti berdasarkan kemauannya)dan random sampling (ditentukan peneliti secara acak).
23 Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik
yang penulis lakukan dengan beberapa tokoh Hizbut Tahrir. Ini sekaligus menjadi
sumber utama penelitian yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan
key informan secara langsung karena hal ini diperlukan dalam memperluas
cakrawala dan mempertajam analisis persoalan.
3. Teknik Analisa Data
Semua data diperoleh dari kepustakaan, setelah itu penulis melakukan
klasifikasi data. Setelah diklasifikasi lalu dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif yaitu analisis dengan menggunakan penafsiran hukum, penalaran hukum
dan argumentasi rasional.24
4. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku pedoman penulisan
skripsi yang di terbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
F. Sistematika Penulisan
Dalam upaya untuk memudahkan penyusunan skripsi ini serta agar lebih
sistematik, Maka dibuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I : Bab ini membahas tentang Pendahuluan, yang meliputi : Latar
Belakang Permasalahan, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penulisan, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : Eksistensi ‘Urf dalam Hukum Islam, yang meliputi Pengertian ‘Urf,
Macam-macam ‘Urf, Syarat-syarat ‘Urf, dan Kehujjahan ‘urf.
24 Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : Universitas Atma
BAB III : Gambaran Umum tentang Pergerakan Hizbut Tahrir dan Mazhab
Fikih, yang meliputi Gambaran Umum Hizbut Tahrir yaitu Latar Belakang
Terbentuknya Hizbut Tahrir, Tujuan dan Kegiatan Hizbut Tahrir, Landasan
Pemikiran dan Metode Dakwah Hizbut Tahrir. Gambaran Umum tentang Mazhab
Fikih yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Malliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab
Hambali.
BAB IV : Analisis Perbandingan Konsep ‘Urf antara Hizbut Tahrir dan
Mazhab Fikih, yang meliputi Konsep ‘Urf dalam Pandangan Hizbut Tahrir (HT),
Konsep ‘Urf dalam Pandangan Mazhab Fikih, dan Persamaan serta Perbedaan
konsep ‘Urf antara Hizbut Tahrir (HT) dan Mazhab Fikih.
17
A. Pengertian ‘Urf
‘Urf secara etimologis berasal dari kata
فﺮﻌﯾ
–
فﺮﻋ
sering diartikanفوﺮﻌﻤﻟا
1 berarti yang dikenal atau sesuatu yang dipandang baik. Kalau dikatakan
sebagai berikut
ﺎﻓﺮﻋ ﺎﻧﻼﻓ
ﻰﻟوا نﻼﻓ
artinya si fulan lebih dari yang lain dari segi
‘urf-nya. Maksudnya bahwa seseorang lebih dikenal dibandingkan dengan yang
lain. Pengertian ini lebih dekat kepada pengertian diakui oleh orang lain.2 Dalam
kitab lisan al-Arab ‘urf ialah 3
ُﺔَﺒﱢﻴﱠﻄﻟا ُﺔَﺤِﺋاﱠﺮﻟا
suatu bau yang harum maksudnyaadalah perbuatan yang menghasilkan kebaikan. Didalam kitab Mu’jam al-Wasi>t}
ﺎَﻬْـﻨِﻣ ﺔَﺒﻴّﻄﻟا ﻲِﻓ ﻞﻤْﻌَـﺘْﺴﻳ ﺎَﻣ ﺮﺜْﻛأَو ﺎًﻘﻠﻄُﻣ ﺔَﺤِﺋاﱠﺮﻟا
4 yang maksudnya ialahsesuatu yang
terkumpul didalamnya suatu kebaikan. Kata ‘urf juga terdapat di dalam al-Qur’an
surat al-‘Ara>f ayat 199 :
Artinya : “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf,
serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (al-‘ Ara>f : 199)
1Su’di Abu Habi>bi, al-Qa>mus al-Fiqh Lughatan wa Istilah}an (Suriah : Dar al-Fikr, 1408
H/1988 M). Hlm. 249.
2 Samsul Munir Amin dan Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fikih ( Jakarta :
AMZAH,2005). Hlm. 333.
3Jamaluddin Ibnu Manz}ur, Lisan al-‘Arabi (Beirut : Dar S{o>dir,1414 H) Jilid IX. Hlm.
240.
Selain itu juga ‘urf dapat juga berarti setiap yang terangkat dari permukaan.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al- ‘Ara>f ayat 46 :
Artinya : “Dan diatas ‘Ara>f 5 itu ada orang yang mengenal masing-masing dari
dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka”.
Menurut kebanyakan ulama, ’urf dinamakan juga adat atau kebiasaan6
sebab perkara yang sudah dikenal itu berulang kali dilakukan oleh manusia.
Namun, sebenarnya adat itu lebih luas dari pada ‘urf sebab adat kadang-kadang
terdiri atas adat perseorangan atau bagi orang tertentu, Sehingga hal ini tidak bisa
dinamakan ‘urf. Dan kadang-kadang terdiri atas adat masyarakat, Maka inilah
5Kata al-‘Araf merupakan suatu pembatas diantara pintu surga dan neraka. Sebagaimana
yang dikatakan oleh ibnu jarir, bahwa kata al-‘Ara>f merupakan bentuk jama’ yang mengandung makna tempat tertinggi, dan menurut orang arab al-‘Ara>f adalah tanah yang tinggi, dan sesungguhnya jegger ayam jago itu dinamakanﺎﻓﺮﻋ karena ia berada pada tempat yang tertinggi. Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, al-‘Araf ialah tembok yang tinggi antara surga dan neraka. As-Saddi mengatakan, dinamakan al-‘Ara>f karena para penduduknya mengenal semua orang. Ungkapan yang dikatakan oleh para mufassir berbeda-beda, sehubungan dengan penduduk al-‘Ara>f ini siapakah mereka itu sebenarnya ? Namun, semua pendapat yang mereka ungkapkan memiliki pengertian yang saling berdekatan dan bermuara pada satu pendapat yaitu mereka adalah kaum-kaum yang memiliki amal kebaikan dan keburukan yang sama. Demikianlah apa yang telah dikatakan oleh Huzaifah, ibn Abbas, ibnu Mas’ud, serta yang lainnya dan bukan hanya dari golongan ulama’ salaf. Dan telah disebutkan didalam sebuah hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh al-Ha>fiz{ ibn Murdawaih :
َلﺎَﻗ ِﻪﱠﻠﻟا ِﺪْﺒَﻋ ِﻦْﺑ ِﺮِﺑﺎَﺟ ْﻦَﻋ
:
لﺎﻗ ،ﻪﺗﺎﺌﻴﺳو ﻪﺗﺎﻨﺴﺣ تﻮﺘﺳا ِﻦﱠﻤَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻪﱠﻠﻟا ُلﻮُﺳَر َﻞِﺌُﺳ
:
»
َﻚِﺌَﻟوُأ
َنﻮُﻌَﻤْﻄَﻳ ْﻢُﻫَو ﺎَﻫﻮُﻠُﺧْﺪَﻳ ْﻢَﻟ ِفاَﺮْﻋَْﻷا ُبﺎَﺤْﺻَأ
«
Dari jabir ibn Abdullah mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya mengenai orang yang amal kebaikannya dan amal keburukannya sama. Maka Rasulullah Saw menjawab melalui sabdanya: Mereka adalah penghuni al-‘Ara>f mereka tidak dapat memasuki surga padahal mereka sangat ingin memasukinya. Muhammad Ali as-S{a>bu>ni>, Mukhtas}ar Tafsi>r ibn Katsir (Beirut:Dar al-Qur’an al-Kari>m, 1402 H/1981 M). Juz II. Hlm. 156.
6Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta :
yang disebut sebagai ‘urf.7 Para ulama ushul fikih membedakan antara adat dan
‘urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk menetapkan
hukum syara’. Adat didefinisikan dengan :
ﺎﻣ
ىﺮﺧأ ﺪﻌﺑ ةﺮﻣ ﻪﻴﻟإ اودﺎﻋو ،لﻮﻘﻌﻤﻟا ﻢﻜﺣ ﻰﻠﻋ ﻪﻴﻓ سﺎﻨﻟا ﺮﻤﺘﺳا
8
“ Sesuatu yang dikehendaki manusia dan mereka kembali terus menerus”
ﺔﻴﻠﻘﻋ ﺔﻗﻼﻋ ﺮﻴﻏ ﻦﻣ رﺮﻜﺘﻤﻟا ﺮﻣﻷا
9
“Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan
rasional.”10
7Menurut banyak studi, Islam di Indonesia adalah Islam yang akomodatif dan cenderung
elastis dalam berkompromi dengan situasi dan kondisi yang berkembang. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah ibn Mas’ud disebutkan “Apa yang dipandang baik oleh umat Islam, maka disisi Allah pun baik”. Hadis ini oleh para ahli ushul fikih dijadikan dasar bahwa tradisi masyarakat (‘urf) yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam (fiqih). Islam sangat memperhatikan tradisi dan konvensi masyarakat untuk dijadikan sumber bagi jurisprudensi hukum islam dengan penyempurnaan dan batasan-batasan tertentu. Prinsip demikian terus dijalankan oleh Nabi Muhammad. Kebijaksanaan beliau yang terkait dengan hukum yang tertuang dalam sunnahnya banyak mencerminkan kearifan beliau terhadap tradisi-tradisi para sahabat atau masyarakat. Ansori, Hukum Islam dan Tradisi Masyarakat,Jurnal Studi Islam dan Budaya (Ibda’).Vol.5 No.1 Januari-Juni 2007,P3M STAIN Purwekerto,2007.hlm.1. dan S. Waqar Ahmad Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam (tru Terj), Cet.1,(Bandung : Pustaka,1983).hlm.73-74.
8Muhammad Abdul Wahab, dkk, al-Madkhul ila Dirasati al-Maza>hib al-Fiqhiyyah
(Qahira:Dar as-Salam, 1422 H/2001 M). Hlm. 70. Lihat juga, Muhammad Amim Ihsan al-Majdudi al-Barkati, Qawa>id al-Fiqh (Karatisyi:al-Shadaf Bibaltiraz, 1407 H/1986 M). Hlm. 369.
9 Ibnu Amir al-Hajj, al-Taqri>r wa al-Tahbir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet Ke-III
1983). Hlm. 282.
10 Hal ini menunjukkan bahwa suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang
Adapun ‘Urf menurut ulama ushul fikih ialah :
لﻮﺒﻘﻟﺎﺑ ﺔﻤﻴﻠﺴﻟا عﺎﺒﻄﻟا ﻪﺘﻘﻠﺗو لﻮﻘﻌﻟا ﺔﻬﺟ ﻦﻣ سﻮﻔﻨﻟا ﻲﻓ ﺮﻘﺘﺳا ﺎﻣ
11
“Keadaan yang sudah tetap pada jiwa manusia, dibenarkan oleh akal dan
diterima pula oleh tabiat yang sejahtera.”12
ﻞﻌﻓ وا لﻮﻗ ﻰﻓ مﻮﻗ رﻮﻬﻤﺟ ةدﺎﻋ
13
“Kebiasaan mayoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan.”14
Sedangkan Dr Wahbah Zuhaily mendefinisikan ‘urf sebagai berikut :
ﺗ ﻆﻔﻟوا ﻢﻬﻨﻴﺑ عﺎﺷ ﻞﻌﻓ ﻞﻛ ﻦﻣ ﻪﻴﻠﻋ اورﺎﺳو سﺎﻨﻟا ﻩدﺎﺘﻋاﺎﻣ ﻮﻫ فﺮﻌﻟا
ﻰﻠﻋ ﻪﻗ ﻼﻃا اﻮﻓرﺎﻌ
ﺆﺗﻻ صﺎﺧ ﻰﻨﻌﻣ
ﻲﻫو ﻪﻋﺎﻤﺳ ﺪﻨﻋ ﻩﺮﻴﻏ ردﺎﺒﺘﻳﻻو ﺔﻐﻠﻟا ﻪﻔﻟ
ﺔﻴﻋﺎﻤﺠﻟا ةدﺎﻌﻟا ﻰﻨﻌﻤﺑ
.15
"Sesuatu yang biasa dikerjakan dan dijalankan atau dilakukan dan diikuti oleh manusia dari setiap perbuatan yang yang telah diketahui diantara mereka, atau berupa lafadz yang keumumannya diakui mengandung arti khusus yang tidak tersusun dalam suatu kaedah bahasa dan juga tidak terlintas arti lain saat
mendengarnya. Urf ini juga dapat dinamakan juga al-Adat al-Jamaiyyah (adat
kolektif)”.
akhlak, Seperti Korupsi, sebagaimana adat bisa muncul dari kasus-kasus tertentu seperti perubahan budaya suatu daerah yang disebabkan pengaruh budaya asing.
11Muhammad Sidqi bin Ahmad bin Muhammad Ali Burnu al-Harits al-Ghazi, al-Wajiz fi Ido>hiQawa>id al-Fiqh al-Kulliyatii (Libanon:Muassasatu al-Risalah, 1416 H/1996 M). Hlm. 276.
12Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Isam (Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra,2001). Hlm. 226.
13Muhammad Musthafa al-Zuhaili, Qawa>id al- Fiqhiyyah wa Tatbi>qatuha> fi Maza>hibi
al-Arba’ah, Juz I (Damaskus : Dar al-Fikr, 2006). Hlm. 314.
14Mustafa Ahmad Al-Zarqa mengatakan bahwa urf merupakan bagian dari adat, Karena
adat lebih umum dari ‘urf. ‘Urf harus berlaku pada kebanyakan orang didaerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan ‘urf bukanlah kebiasaan alami sebagaimana yang berlaku dalam kebanyakan adat , tetapi muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman , seperti kebiasaan mayoritas masyarakat pada daerah tertentu yang menetapkan bahwa untuk memenuhi keperluan rumah tangga pada suatu perkawinan biasa diambil dari mas kawin yang diberikan suami dan penetapan ukuran tertentu dalam penjualan makanan.
Jadi yang dibahas para ulama us}ul fikih dalam kaitannya dengan salah satu
dalil dalam menetapkan hukum syara’ adalah ‘urf/adat.16 Terlepas dari perbedaan
pendapat dikalangan ulama tentang terminologi adat dan ‘urf. Sebagian ulama
berpendapat adat berlaku pada sebuah kelompok dan memungkinkan pada
individu tunggal sedangkan ‘urf tidak berlaku pada sebuah individu. Oleh karena
itu ulama menyebutkan semua ‘urf adalah adat dan tidak semua adat adalah ‘urf.17
Hakikat adat dan ‘urf merupakan sesuatu yang dikenal dalam masyarakat dan
telah berlaku secara terus menerus sehingga diterima keberadaannya ditengah
umat.
Para ulama yang menyatakan bahwa ‘urf merupakan salah satu sumber
dalam istinbath hukum, menetapkan bahwa ia bisa menjadi dalil sekiranya tidak
ditemukan nash dari al-Qur’an dan Sunnah. Apabila suatu ‘urf bertentangan
dengan al-Qur’an dan Sunnah seperti kebiasaan masyarakat di suatu zaman
melakukan sebagian perbuatan yang diharamkan semisal minum arak atau
memakan riba, maka ‘urf mereka ditolak (Mardud). Sebab dengan diterimanya
‘urf tersebut mengesampingkan nash-nash yang pasti (qath’i), mengikuti hawa
nafsu dan membatalkan syariat.18 para ulama mazhab fikih, pada dasarnya telah
sepakat untuk menjadikan ‘urf secara global sebagai dalil hukum Islam.
Perbedaan pendapat diantara para ulama terjadi mengenai limitasi dan lingkup
aplikasi dari ‘urf itu sendiri. Dalam hal ini perlu diungkapkan hal-hal sebagai
16 Chaerul Umam, dkk, Ushul Fiqh 1 Untuk Fakultas Syariah : Komponen MKDK
(Bandung : CV Pustaka Setia, 200). Hlm. 159-160.
17Jaenal Aripin, Kamus Us}ul Fiqh Dalam Dua Bingkai Ijtihad (Jakarta : Kencana Preda
Media Group, 2012). Hlm. 400.
18 Muhammad Abu Zahra, Us}ul Fiqh. Penj. Saefullah Ma’shum,dkk.(Jakarta : Pustaka
berikut.19 Yaitu perihal kebiasaan masyarakat arab terdahulu yang kemudian
diakui oleh syariat sehingga menjadi hukum syara’, dalam hal ini para ulama
sepakat bahwa kebiasaan tersebut mengikat secara syar’i bagi setiap kaum
muslimin. Kebiasaan seperti ini tetap dan valid tidak berubah seiring perubahan
waktu dan tempat. Sedangkan kebiasaan masyarakat Arab yang ditolak oleh
syariat menjadi haram hukumnya. Mengenai hal ini para ulama menganggap
bahwa kebiasaan seperti ini harus dijauhkan dari kaum muslimin dan inilah yang
dinamakan sebagai ‘urf fasid.20
B. Macam-macam ‘Urf
Penggolongan ‘urf dapat dilihat dari beberapa segi21, diantaranya :
1. Ditinjau dari segi materi yang dilakukan, dari segi ini ‘urf itu ada dua
macam yaitu:‘Urf al-Lafz}i (kebiasaan yang menyangkut perkataan) dan
‘Urf al-‘Amali(kebiasaan yang berbentuk perbuatan)22
a. ‘Urf al-Lafz}i ialah kebiasaan masyarakat dalam menggunakan
lafadz/ungkapan tertentu dalam menggungkapkan sesuatu sehingga
makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran
masyarakat. Misalnya, ungkapan “daging” yang berarti daging sapi,
Padahal kata-kata “daging” mencakup seluruh daging, Sedangkan
penjual daging itu memiliki bermacam-macam daging, lalu pembeli
mengatakan “ saya beli daging satu kilogram”, pedagang itu langsung
19 Mustafa Dib al-Bugha, At}ar al-Adillah al-Mukhtalaf Fi>ha Mas}a>dir Tashri’ al-Taba’iyyahf>i al-Fiqh al-Islam (Damaskus : Dar al-Imam al-Bukhari,t.t.). Hlm. 246.
20 Asmawi, Perbandingan Us}ul Fiqh ( Jakarta : AMZAH, 2011). Hlm. 162.
mengambilkan daging sapi, karena kebiasaan masyarakat setempat
telah mengkhususkan penggunaan kata daging pada daging sapi.23
b. ‘Urf al-‘Amali ialah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan
perbuatan biasa atau muamalah keperdataan. Yang dimaksud
perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah
kehidupan mereka yang terkait dengan kepentingan orang lain, seperti
kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam satu minggu,
kebiasaan masyarakat tertentu dalam memakan makanan khusus atau
meminum minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat dalam
memakai pakaian tertentu dalam acara-acara khusus. Adapun yang
berlaitan dengan muamalah perdata adalah kebiasaan masyarakat
dalam melakukan akad/transaksi dengan cara tertentu. Misalnya,
kebiasaan masyarakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang
dibeli itu diantarkan kerumah pembeli oleh penjualnya, apabila barang
yang dibeli itu berat dan besar, seperti lemari es dan peralatan rumah
tangga lainnya, tanpa dibebani biaya tambahan. Contoh lain adalah
kebiasaan masyarakat dalam berjual beli dengan cara mengambil
barang dan membayar uang, tanpa adanya akad secara jelas seperti
yang berlaku dipasar-pasar swalayan.
23Apabila dalam ungkapan tersebut diperlukan indicator lain maka tidak dinamakan ‘urf.
2. Ditinjau dari ruang lingkup penggunaannya, ‘urf terbagi menjadi dua
macam diantaranya : ‘Urf ‘Am (kebiasaan yang bersifat umum) dan ‘Urf
Khas (kebiasaan yang bersifat khusus)24
a. ‘Urf ‘Am ialah ‘urf yang telah disepakati masyarakat di seluruh
negeri, seperti mandi dikolam, dimana sebagian orang terkadang
melihat aurat temannya dan akad istishna’ (pesanan). Ulama Mazhab
Hanafi menetapkan bahwa ‘urf ini dapat mengalahkan qiyas, yang
kemudian dinamakan istihsan ‘urf . ‘Urf ini dapat mentakhshis nash
yang bersifat ‘aam yang bersifat zhanny, bukan yang qath’i.25 Diantara
contoh meninggalkan keumuman dari nash zhanny karena adanya ‘urf
ialah larangan Nabi Saw mengenai jual beli yang disertai dengan
adanya syarat. Dalam hal ini, Jumhur Mazhab Hanafi dan Maliki
menetapkan kebolehan diberlakukannya semua syarat, jika memang
berlakunya syarat-syarat itu dipandang telah menjadi ‘urf.
b. ‘Urf Khas yaitu ‘urf yang dikenal berlaku pada satu negar, wilayah,
atau golongan masyarakat tertentu, seperti ‘urf yang berhubungan
dengan perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya. ‘Urf semacam ini
tidak boleh berlawanan dengan nash. Hanya boleh berlawanan dengan
qiyas yang illatnya ditemukan tidak melalui jalan yang qath’i, baik
24Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh (Beirut : Dar al-Fikr, 1958). Hlm. 274. 25Beberapa alasan yang dikemukakan oleh fuqaha tentang dibolehkannya meninggalkan
yang berupa nash maupun yang menyerupai nash dari segi jelas dan
terangnya.
3. Ditinjau dari segi penilaian baik dan buruk, ‘Urf terbagi menjadi dua
macam yaitu: ‘Urf sahih (kebiasaan yang dianggap sah) dan ‘urf fa>sid
(kebiasaan yang dianggap rusak)26
a. ‘Urf sahih ialah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan
tidak bertentangan dengan dalil syara’ baik al-Qur’an dan as-Sunnah,
tidak menghalangi kemaslahatan yang datang dan tidak
mengdatangkan keburukan.27 Dan juga tidak menghalalkan yang
haram dan juga tidak membatalkan yang wajib, Seperti saling mengerti
manusia tentang kontrak pemborongan, atau saling mengerti manusia
tentang pembagian maskawin (mahar) kepada mahar yang didahulukan
dan yang diakhirkan. Juga saling mengerti bahwa istri tidak boleh
menyerahkan dirinya kepada suaminya kecuali apabila ia telah
menerima sebagian dari maharnya. Dan saling mengerti bahwa sesuatu
yang telah diberikan oleh pelamar kepada calon istri yang berupa
perhiasan atau pakaian adalah hadiah dan bukan termasuk sebagian
dari mahar.
Mengenai ‘Urf sahih yang berupa tindak kelakuan yang sudah
menjadi kebiasaan banyak orang, yang biasa dijalani oleh mereka dalam
26Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushul Fiqh (Qahira:Maktabah Dar at-Turats,1431 H/2010
M). Hlm. 74.
27Abdullah bin Yusuf bin Isa bin Ya’kub al-Ya’kub al-Jadi’ al-Anzi, Taisir Ilmu Ushul
kehidupan kemasyarakatan di Negara atau daerah tertentu, baik pada masa
tertentu maupun sepanjang masa yang tidak mendapat dukungan syariah
tetapi berpotensi mewujudkan maslahat. Contohnya, cara pembayaran mas
kawin yang dapat dibayarkan secara tunai ataupun secara tempo, sistem
ketenagakerjaan, dan sistem kepegawaian.28
b. ‘Urf fa>sid ialah sesuatu yang dibiasakan oleh manusia, namun
bertentangan dengan syara’ yaitu menghalalkan yang haram dan
merusak yang wajib. Selain itu juga ‘urf fa>sid adalah sesuatu yang
saling dikenal manusia, tetapi sesuatu itu bertentangan dengan syara’
dan membatalkan yang wajib. ‘Urf fa>sid dapat juga dikatakan sebagai
sebuah tindak kelakuan atau tutur kebahasaan yang sudah menjadi
kebiasaan banyak orang, yang biasa dijalani oleh mereka dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat di Negara atau daerah tertentu,
pada masa tertentu maupun sepanjang masa, yang tidak mendapat
dukungan syariah atau menyalahi syariah.29 Seperti pemahaman
manusia tentang beberapa perbuatan yang mungkar dalam upacara
kelahiran anak dan dalam tempat kedukaan atau mereka mengerti
tentang keharaman makan riba dan kontrak judi.30
28 Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya dengan Perundang-undangan Pidana
Khusus di Indonesia (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010). Hlm. 79.
29 Muhammad Abu Zahra, Us}ul al- Fiqh (Beirut: Dar al-Fikr, 1958). Hlm. 274.
30 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Us}ul Fiqh (Jakarta : PT
C. Syarat-syarat ‘Urf
Para ulama yang memahami dan menggunakan ‘urf sebagai dalil dalam
istinbath hukum menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima ‘urf tersebut,
yaitu :
a. Adat atau ‘urf bernilai maslahat dan dapat diterima oleh akal sehat.31
Syarat ini telah menjadi kelaziman bagi ‘adat atau ‘urf yang
shahih, sebagai persyaratan untuk diterima secara umum. Umpamanya
tentang kebiasaan istri yang ditinggal mati suaminya dibakar hidup-hidup
bersama pembakaran jenazah suaminya. Meski kebiasaan itu dinilai baik
dari segi rasa agama suatu kelompok, namun tidak dapat diterima oleh
akal sehat.
b. ‘Urf itu memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya
itu muncul. Artinya, ‘urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih
dahulu ada sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya. Dalam kaitan
dengan ini terdapat kaidah us}uliyyah yang mengatakan :
ئرﺎﻄﻟا فﺮﻌﻠﻟ ةﺮﺒﻋﻻ
32
“’Urf yang datang kemudian tidak dapat dijadikan sandaran hukum
terhadap kasus yang telah lama”.
c. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam
suatu transaksi. Artinya, dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak
telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan, seperti dalam
31Amir Syarifuddin, Us}ul Fiqh Jilid 2 (Jakarta : Kencana,2008). Hlm. 376.
membeli lemari es, disepakati oleh pembeli dan penjual secara jelas bahwa
lemari es itu dibawa sendiri oleh pembeli kerumahnya. Sekalipun ‘urf
menentukan bahwa lemari es yang dibeli akan diantar oleh pedagang
kerumah pembeli, tetapi karena dalam akad secara jelas mereka telah
sepakat bahwa pembeli akan membawa barang tersebut sendiri
kerumahnya, maka ‘urf itu tidak berlaku lagi.33
d. ‘Urf tersebut tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan
hukum yang dikandung oleh nash itu tidak dapat diterapkan. ‘Urf seperti
ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil syara’, karena Kehujjahan ‘urf bisa
diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan
yang dihadapi.
D. Kehujjahan ‘Urf
Ada beberapa argumentasi yang dijadikan alasan oleh para ulama’
berhujjah dengan menggunakan ‘urf dan menjadikannya sebagai metode dalam
istinbat} hukum, yaitu :
a. Firman Allah Swt surat al A’raf 199
Artinya : “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
(Al A’raaf : 199)
33‘Izzuddin ibn ‘Abdul Salam, Qawa>’id al-Ah}kam fi>Mas}ali>h al-Anam (Beirut: Dar
b. Sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abdullah
bin Mas’ud
ا ﻩار ﺎﻣ
ﺣ ﷲاﺪﻨﻋ ﻮﻬﻓ ﺎﻨﺴﺣ نﻮﻤﻠﺴﻤﻟ
ﻦﺴ
Sesuatu yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka hal tersebut disisi Allah juga dipandang baik
c. Sabda Nabi Saw kepada Hindun Isteri Abi Sufyan ketika Ia
mengadukan suaminya kepada Nabi bahwa suaminya bakhil memberi
nafkah
يﺬﺧ
ﺑ كﺪﻟوو ﻚﻴﻠﻳﺎﻣ نﺎﻴﻔﺳ ﻲﺑا لﺎﻣ ﻦﻣ
فوﺮﻌﻤﻟﺎ
34
Ambil dari harta Abu Sufyan secukup keperluanmu dan anakmu menurut ‘urf.
d. Dilakukan kebiasaan manusia terhadap suatu hal menunjukkan bahwa
dengan melakukannya, mereka akan memperoleh maslahat atau
terhindar dari mafsadah. Sedang maslahat adalah dalil syar’i
sebagaimana menghilangkan kesusahan merupakan tujuan syara’.
Ketika agama Islam datang ia mengakui ‘urf orang arab yang baik
(menimbulkan maslahat), seperti diakuinya sekufu dalam perkawinan, garis
‘ushbah dalam urutan wali dan waris, kewajiban diyat terhadap pembunuh yang
tak sengaja. Jumhur fuqaha berhujjah dengan ‘urf. Tetapi yang sangat masyhur
dalam penggunaan ‘urf adalah Malikiyah dan Hanafiyah. Disebutkan bahwa
Imam Syafi’i pun berpegang pada ‘urf dalam membina sebagian hukum
34Mahmud bin Ahmad bin al-S{odar al-Syahid al-Naja>ri> Burhanuddin Ma>zah, al-Mi>hath
mazhabnya yang baru menuntut ‘urf orang Mesir dan sebelumnya ia membina
mazhabnya yang qadim menurut ‘urf orang Irak. Sehingga al-Qarafy mengatakan
bahwa ‘urf sama-sama dipegang oleh seluruh mazhab dan siapa yang meneliti
mazhab niscaya ia menemui ketegasan mereka terhadap ‘urf itu.35
35Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitasnya (Jakarta
31
a. Sejarah Singkat Hizbut Tahri>r
Hizbut Tahri>r merupakan salahsatu pergerakan Islam kontemporer yang
cukup besar pengaruhnya di dunia Islam. Berbeda dengan gerakan Islam lainnya,
sejak pendiriannya Hizbut Tahri>r mengklaim dirinya sebagai partai politik. Hizbut
Tahrir didirikan pada tahun 1953 oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani di al-Quds,
Yerussalem. Kehidupan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani selalu berpindah-pindah
dari Yordania, Suriah, dan Lebanon. Setelah Taqiyuddin wafat tahun 1979 Hizbut
Tahri>r dipegang oleh Abdul Qadim Zallum yang wafat pada Maret 2003, yang
selanjutnya kepemimpinan Hizbut Tahri>r dilanjut oleh Syekh Abu Rust}a.1
Setelah berkembang selama enam tahun di Yerussalem, Hizbut Tahri>r
kemudian mengembangkan sayapnya ke Negara lain dan mulai dengan
mendirikan cabang di Lebanon pada tanggal 19 Oktober 1959, dan telah
berkembang ke seluruh Negara Arab di Timur Tengah, termasuk benua Afrika,
seperti Mesir, Libya, Sudan, Aljazair, dan Maroko. Selain itu juga Hizbut Tahri>r
telah berkembang ke beberapa Negara Eropa seperti Austria, Belanda, Inggris,
Jerman, Prancis, Rusia, dan Turki. Negara Asia seperti Indonesia, Brunei
Darussalam, Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapura, dan Australia.2
1Syamsu Hilal, Gerakan Dakwah Islam di Indonesia (Jakarta : Pustaka Tarbiyatuna,
2003). Hlm. 104.
2 Hussein bin Muhsin bin Ali Jabir, Membentuk Jama’atul Muslim,