• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang Diberi Perlakuan Jus Silase Jagung Secara Oral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang Diberi Perlakuan Jus Silase Jagung Secara Oral"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI FESES DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

PEDET SAPI PERAH FH YANG DIBERI JUS SILASE

JAGUNG SECARA ORAL

ADE SUPRIATNA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang diberi Jus Silase Jagung secara Oral adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

ABSTRAK

ADE SUPRIATANA, Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang Diberi Perlakuan Jus Silase Jagung secara Oral. Dibimbing oleh MULADNO dan NAHROWI.

Silase adalah produk hasil fermentasi an-aerob pakan berkadar air tinggi dalam kurun waktu tertentu. Jus silase adalah cairan yang dihasilkan dari silase. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kondisi feses dan pertambahan bobot badan pedet sapi Friesian Holstein yang diberi jus silase jagung secara oral. Sebanyak 9 ekor pedet FH jantan dibagi menjadi tiga perlakuan, yaitu: ransum kontrol (P1), ransum yang mengandung antibiotik 50 mg kg-1 (P2), dan kontrol + jus silase 0.3% (P3). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dan parameter yang diukur adalah kondisi feses dan pertambahan bobot badan. Data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan perlakuan kontrol, perlakuan jus silase dan antibiotik cenderung meningkatkan konsistensi feses dan pertambahan bobot badan pedet. Dapat disimpulkan bahwa performa pedet membaik setelah diberi jus silase yang nilainya sebanding dengan antibiotik.

Kata kunci: feses, pedet Friesian Holstein, pertambahan bobot badan, silase

ABSTRACT

ADE SUPRIATANA, Feces Condition and Body Wight Gain of Friesian Holstein Dairy Calves Received Silage Juice Orally. Supervised by MULADNO and NAHROWI.

Silage is a product from an-aerobic fermentasi of high moisture feed silage within a certain time. Silage juice is a liquid produced from silage. the aim of this study was to evaluate the feses condition and body wight gain of Friesian Holstein dairy calves with corn silage juice. A total of 9 Friesian Holstein calves were divided into three treatments, that are: Control diet (P1), diet contains 50 mg kg-1 antibiotic (P2), and control diet + 0.3% silage juice (P3). Experimental design used was randomized completely and parameters measured were body weight gain and feces condition. The data were analyzed by analysis of variance (ANOVA). The results showed that juice and antibiotics tended to increase body weight gain and improve feces condition. It is concluded that performance of calves improved after being given silage juice, which is equal to performance of calf fed diet containing antibiotic.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KONDISI FESES DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

PEDET SAPI PERAH FH YANG DIBERI JUS SILASE

JAGUNG SECARA ORAL

ADE SUPRIATNA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang Diberi Perlakuan Jus Silase Jagung Secara Oral Nama : Ade Supriatna

NIM : D14080217

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Pembimbing I

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang diberi Jus Silase Jagung secara Oral.

Jus silase jagung sebagai bahan utama dalam penelitian ini karena jus silase jagung ini memiliki kelebihan yaitu mengandung asam laktat (bakteri asam laktat) yang bersifat pathogen bagi pencernaan sapi. Bakteri asam laktat tersebut dapat membantu dalam system pencernaan, berperan dalam menghasilkan enzim yang dapat mencerna serat kasar dengan mudah dan dapat menstabilkan pH dalam alat cerna pedet. Selain itu bakteri asam laktat mampu menghasilkan zat anti mikroba yang mampu menghambat perkembangan bakteri patogen yang merugikan bagi sistem pencernaan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof Dr Ir Muladno, MSA dan Bapak Prof Dr Ir Nahrowi, MSc selaku pembimbing skripsi, serta Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi; Bapak M Sriduresta, MSc; Agung Kurniawan, SPt; Bapak Tata; Iyan Sulistiana Mezi dan Ijan yang telah membantu dan memberikan masukan selama penelitian serta kepada saudara Oman Ramdani dan Nurul teman satu tim penelitian. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan sekeluarga atas doa dan bimbingan serta kasih sayangnya. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman asrama Sylvasari, asrama Sylvapinus, Himpunan Mahasiswa Garut dan teman-teman BKIM IPB atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

(9)

DAFTAR ISI

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Materi 3

Persiapan Kandang dan Peralatan 4

Persiapan Pemeliharaan 4

Rancangan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Penelitian 6

Karakteristik Fisik dan Kimia Jus Silase 7

Kondisi Kesehatan Ternak 7

Pertambahan Bobot Badan Pedet yang Diberi Antibiotik dan Jus Silase

Jagung 9

KESIMPULAN DAN SARAN 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 12

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dan kandungan nutrisi ransum starter pedet 3 2 Kategori skor konsistensi feses selama penelitian 5 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan (%) bahan kering penelitian dan

menurut NRC 6

4 Kejadian diare dan skor fluidity pada pedet yang diberi feed additive

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang penelitian 4

2 Grafik skor fluidity feses pedet selama penelitian 8 3 Grafik pertambahan bobot badan selama penelitian 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam skor fluidity feses 12

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masa prasapih pada pedet merupakan periode kritis dan sangat rentan terhadap perubahan pakan maupun kondisi lingkungan. Beberapa hari setelah pedet lahir, pedet sangat tergantung pada nutrien susu karena mikroba di dalam rumen belum berkembang dengan baik sehingga belum mampu mencerna komponen pakan padat. Kondisi ini disebabkan oleh belum berfungsinya rumen sebagai organ pencerna dan aktivitas-aktivitas pencerna utama berlangsung pada organ abomasum dan usus. Selain itu mikroflora saluran pencernaan sangat sensitif (Wallace dan Chesson 1995; Krehbiel 2003).

Gangguan pencernaan yang sering terjadi pada pedet yaitu diare dan gangguan pada usus. Diare merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada anak sapi. Supar (2001) melaporkan bahwa prevalensi diare pada anak sapi perah berkisar antara 20% -31% dengan mortalitas 65%-85%.

Tingginya tingkat mortalitas pada anak sapi penderita diare sangat merugikan para peternak. Kerugian yang timbul tidak hanya berupa kematian, namun juga biaya pengobatan, penurunan berat badan dan terganggunya pertumbuhan. Diare merupakan gejala gangguan pencernaan yang ditandai dengan pengeluaran feses dalam jumlah melebihi normal, konsistensi cair, dan frekuensi pengeluaran yang melebihi normal (Ganong 2002). Banyak peternak melakuakan pencegahan diare menggunakan antibiotik dinilai ampuh untuk membunuh bakteri. Seiring dengan seringnya penggunaan antibiotik untuk pengobatan diare menyebabkan terjadinya resistensi terhadap pengobatan yang menggunakan antibiotik. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan terlalu mahal (Soeripto 2002). Berdasarkan laporan dari Jetacar (1999), bakteri patogen asal hewan yang telah resisten terhadap antibiotik dapat mentransfer gen yang resisten tersebut ke manusia. Salmonella, Campylobacter, Enterococci dan Escherichia coli merupakan contoh bakteri yang resisten terhadap antibiotika dan dapat mentransfer gen yang resisten tersebut dari hewan ke manusia melalui rantai makanan atau kontak langsung (Van Den Bogaard dan Stobberingh 1999; Butaye et al. 2003; WHO 1997). Penggunaan antibiotik oleh peternak dari waktu-kewaktu sudah mulai ditinggalkan. Perlu adanya alternatif lain sebagai pengganti antibiotik. Banyak penelitian dilakukan tentang pemberian probiotik sebagai pakan tambahan alternatif yang mampu meningkatkan terhadap kesehatan pedet. Penggunaan bakteri asam laktat mampu menghambat bakteri-bakteri patogen, karena menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba melalui aktifitas metabolitnya, seperti: asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida (H2O2) dan bakteriosin (Finnegan et al. 2010).

Tanaman jagung dapat dijadikan sebagai bahan pakan yang berkualitas tanpa harus menunggu hingga panen. Agar pakan asal jagung dapat tersedia setiap saat perlu diolah menjadi silase. Mengingat jagung bernutrien tinggi maka tingkat kegagalan dalam bentuk silase rendah. Selain itu silase yang dihasilkan juga akan berkualitas tinggi.

(12)

2

enterobacteriae (Mc Donald 1991). Organisme yang terdapat dalam silase yaitu berupa fungi (yeast dan mold), Clostridia, Listeria dan bakteri asam laktat (BAL). Genus BAL yang sering ditemukan dalam silase terdiri atas jenis Lactobacili, Lactococci, Enterococci. Pediococci, Streptococci, dan Leuconostocs (Lin et al. 1992). Jus silase yang dihasilkan dari silase jagung mengandung bakteri asam laktat sebanyak 10.32 ± 9.84 cfu mL-1 dan asam-asam organik hasil fermentasi seperti: asam laktat dan asam asetat, dengan konsentrasi masing-masing 7.71 ± 0.73 mg mL-1 dan 1.48 ± 0.45 mg mL-1 (Gurning 2013).

Sapi FH memiliki pertambahan bobot badan yang relatif lebih rendah dibanding sapi pedaging. Selain genetik faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu manajemen pakan, lingkungan dan pemeliharaannya. Roy (1980) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh pakan, bobot lahir, kondisi lingkungan, dan penyakit. Pedet memiliki sistem pencernaan yang belum sempurna. Sehingga perlu perhatian khusus dalam manajemen pemberian pakan. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan pemberian pakan yang dapat memaksimumkan kecernaan pakan berserat tinggi dan sintesis protein mikroba di dalam rumen. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya, menerangkan bahwa penggunaan feed additive berupa silase yang mengadung bakteri asam laktat mampu menghambat populasi bakteri E coli dan Salmonella thypimurrium. Jus silase memberikan dampak positif pada penelitian sebelumnya dan memiliki potensi untuk dilakukan pengujian dalam meningkatkan produktivitas ternak pada pedet FH prasapih.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi feses dan pertambahan bobot badan pedet sapi perah yang diberi perlakuan jus silase jagung secara oral.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(13)

3

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan 9 ekor pedet sapi perah jantan berumur 1 bulan dengan bobot rata-rata 54.33kg dengan koefisien keragaman 4.33%. Ternak dikandangkan secara individu dan dipelihara selama 3 bulan.

Pakan dan Obat-obatan

Ransum starter yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jagung giling, bungkil kedelai, dedak padi, Corn Gluten Meal (CGM 60%), molases, rumput gajah kering, dicalcium fosfat dan garam. Ransum yang digunakan mengikuti standar (NRC 2001). Komposisi ransum strater disajikan pada Tabel 1. Feed additive yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jus silase dan antibiotik amoxicillin. Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu obat cacing dan obat luka (Betadine).

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrisi ransum starter pedet

Bahan Pakan Komposisi (%)

Jagung Giling 54.54

Bungkil Kedelai 19.96

Dedak Padi 14.97

CGM 7.98

Molases 1.15

Tepung Rumput 1.00

DCP 0.10

Garam 0.10

Premix 0.20

Total 100.00

Kandang dan Peralatan

(14)

4

Gambar 1 Kandang penelitian

Prosedur

Persiapan Silase

Bahan silase yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tanaman jagung muda umur 2.5 bulan, dipotong berukuran 1-2 cm dengan menggunakan chopper. Bahan kemudian diaduk hingga merata dan dimasukkan ke dalam kantong plastik ukuran 2 kg dengan tebal 0.35 mm dan dilapis double, divakum dan diikat dengan karet. Kemudian dimasukkan ke dalam tong-tong penampung yang ditutup rapat. Setelah itu diamkan selama 45 hari dalam suhu ruang penyimpanan 25-28 oC untuk melangsungkan proses ensilase.

Silase yang sudah jadi dipress menggunakan presan hidrolik. Jus silase yang didapatkan dari hasil mengepres, silase jagung lalu ditampung dalam gelas bersih untuk segera diberikan.

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang dan peralatan yang diperlukan untuk penelitian dipersiapkan 2 minggu sebelum penelitian berlangsung. Sebelum penelitian dilakukan, kandang dibersihkan dari kotoran dan mengecek kelayakan kandang.

Persiapan Pemeliharaan

Pedet yang baru datang ditimbang untuk pengacakan kandang dan diberi kode sesuai dengan perlakuan. Adaptasi kandang dan pakan dilakukan selama 3 minggu. Ketika pedet tiba, dilakukan penanganan kesehatan dengan memberikan obat cacing. Perlakuan adaptasi pakan yaitu pemberian susu murni sebanyak 2 L per ekor per hari, ransum starter sebanyak 200 g hari-1, rumput gajah kering sebanyak 20 g hari-1, dan air minum diberikan ad libitum.

Pemeliharaan

(15)

5 Pemberian pakan starter diberikan sebesar 3% bobot badan bahan kering dan air minum diberikan ad libitum. Pemberian jus silase jagung untuk perlakuan diberikan sebanyak 0.3% bahan kering dari total yang diberikan.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati adalah kondisi feses, dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) pedet.

Kondisi Kesehatan Pedet

Kondisi kesehatan pedet dapat dievaluasi dengan mengukur nilai skor feses dan banyaknya hari diare selama penelitian berdasarkan aturan Larson et al. (1977). Nilai skor feses ditentukan berdasarkan fluidity dan konsistensi. Penjelasan skor fluidity dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Kategori skor fludity feses selama penelitian Kode Kategori Feses Keterangan

Konsistensi feses terdiri atas: (1) normal,(2) berbusa,(3) berlendir,(4) padat atau mengeras dan (5) sangat keras. Banyaknya hari diare merupakan jumlah hari pedet mengalami diare selama penelitian. Ternak dikatakan diare apabila skor feses lebih besar atau sama dengan skor 3 ( > 3) selama 3 hari berturut-turut atau skor 4 selama 2 hari berturut-turut.

Pengukuran Bobot Badan

Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang bobot badan pedet yang dilakukan setiap 2 minggu sekali untuk melihat perkembangan pedet (PBBH). Penimbangan pertama dilakukan sebelum perlakuan sebagai data bobot awal. Selanjutnya penimbangan dilakukan setiap 2 minggu sekali hingga akhir penelitian.

Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : P0 : Pakan kontrol.

P1 : P0 + Antibiotik Amoxicillin 50 mg kg-1 ransum.

(16)

6

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perbedaan tingkat pemberian jus silase jagung dianalisis ragam dengan metode Analysis of Variance (ANOVA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi mengakibatkan rendahnya tingkat konsumsi pakan oleh ternak. Suhu lingkungan kandang penelitian pada siang hari dengan suhu rata-rata 32.7 °C dan pada malam hari suhu rata-rata 26.1 °C. Rata-rata kelembaban kandang pada siang hari 70.5% dan pada malam hari 73.7%.

Kandang yang digunakan pada penelitian ini berukuran 1.2 x 1.5 m. Lantai kandang beralaskan papan yang berfungsi sebagai pengganti jerami agar ternak tidak memakan serat lain selain pakan penelitian. Atap kandang terbuat dari asbes, hal ini yang menyebabkan kondisi kandang menjadi panas karena asbes bersifat menyerap panas. Adapun bagian sisi kandang dilengkapi penutup berupa terval yang bertujuan untuk menutupi kandang saat hujan dan mencegah air hujan masuk kandang.

Kandungan nutrien ransum penelitian perlu diketahui untuk menyesuaikan nutrien ransum yang digunakan selama penelitian dengan kebutuhan ternaknya. Hasil uji lab komposisi kimia pada ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan (%) bahan kering penelitian dan

Keterangan: Hasil Analisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2013), BK: bahan kering, PK: protein kasar, SK: serat kasar, LK: lemak kasar, Beta-N: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient *Rumus perhitungan TDN (Wardeh 1981) = 40.263 + 0.197 (%PK) + 0.423 (% Beta-N) + 1.190 (%LK) – 0.138 (%SK).

Pakan yang diberikan selama penelitian ini yaitu ransum starter yang mengandung protein kasar tinggi yaitu sebesar 23.11% (Table 2). Ransum starter yang digunakan melebihi batas yang ditetapkan NRC (2001) bahwa ransum starter untuk pedet yang baik yaitu mengandung PK berkisar 18%-20%, sehingga ransum starter ini tergolong ransum yang memiliki kualitas tinggi.

(17)

7 yang baik yaitu mengandung protein kasar 18%-20%, lemak 3%, TDN 80%, Ca 0.6% dan P 0.4%, sedangkan kandungan mineral P sebesar 76.52% pada ransum lebih tinggi.

Karakteristik Fisik dan Kimia Jus Silase

Jus silase pada penelitian ini diperoleh dari hasil fermentasi tanaman jagung muda berumur 2-3 bulan selama 45 hari. Karakteristik jus silase berwarna coklat kehijauan, beraroma khas silase, memiliki rasa asam, dan viskositas rendah. Jus silase yang bersumber dari silase jagung mengandung kadar air 45% atau mengandung bahan kering 55%.

Hasil uji laboratorium nutrisi pakan bahwa, sampel pH jus silase 2.98 ± 0.06 (n=4). Nilai pH jus silase dipengaruhi oleh lamanya proses fermentasi. Semakin lama umur proses fermentasi, maka jus silase yang dihasilkan memiliki pH yang semakin tinggi (pH>3). Hal ini karena terjadinya perubahan komposisi bakteri yang ada dalam silase. Jus silase dengan umur fermentasi yang cukup lama akan menghasilkan zat asam asetat yang cukup tinggi dibanding asam laktat, dengan demikian perubahan pH tersebut dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban yang terjadi di tempat penyimpanan.

Jus silase mengandung rataan bakteri asam laktat (BAL) sebesar 2.2 x 108 cfu mL-1 (n=3) dan rataan kandungan asam laktat jus silase pada penelitian ini adalah 0.4 ± 0.05 gL-1. Kandungan bakteri asam laktat pada penelitian ini memiliki nilai BAL yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pang et al. (2011). Kandungan jumlah BAL yang tinggi mengakibatkan pH turun hingga di bawah 3. Hal tersebut bahwa proses ensilase terjadi dengan sempurna. Selain mengandung asam laktat yang tinggi, jus silase pada penelitian ini juga mengandung asam asetat, namun tidak mengandung asam propionat, iso butirat dan iso valerat.

Kondisi Kesehatan Ternak

Kejadian diare dan skor fluidity feses pada pedet yang diberi ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 2,

Tabel 4 Kejadian diare dan skor Fluidity pada pedet yang diberi feed additive antibiotik dan jus silase jagung

Perlakuan Kejadian Diare (hari) Skor Fluidity feses

P0 3 2.25

P1 2 2.08

P2 2 2.17

(18)

8

Gambar 2 Grafik skor fluidity feses pedet selama penelitian.

▬◊▬ Kontrol (P0) ▬□▬ Antibiotik (P1) ▬▲▬ Jus

silase (P3)

Kondisi kecernaan pedet yang belum sempuna lebih rentan terhadap gangguan pencernaan yang mengakibatkan laju produktivitas lebih lambat. Gangguan pencernaan yang sering terjadi pada pedet yaitu diare dan gangguan pada usus. Penyakit diare merupakan penyakit yang menyebabkan kematian yang paling tinggi pada pedet. Penyakit diare menyumbang 52.2% penyebab kematian ternak pedet pre-ruminan (Davis dan Drackley 1998; NAHMS 2010).

Indikasi pedet terserang diare, apabila skor fluidity feses lebih besar atau

sama dengan 3 (≥3). Kejadian diare masing-masing perlakuan selama penelitian

yaitu perlakuan kontrol 3 kali, perlakuan antibiotik 2 kali dan perlakuan jus silase 2 kali. Feses yang dikeluarkan oleh pedet yang terindikasi diare yaitu menyebar dan mengandung air yang lebih banyak. Gejala diare tersebut diakibatkan oleh populasi bakteri phatogen yang lebih banyak yang terdapat dalam saluran pencernaan. Pedet yang mengalami diare umumnya memiliki populasi bakteri asam laktat yang lebih rendah dibanding coliform, sedangkan pada pedet normal populasi bakteri asam laktat lebih tinggi dibanding coliform (Abe et al. 1995; Wallace dan Chesson1995; Krehbiel 2003).

Pedet perlakuan kontrol terindikasi diare lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan antibiotik dan jus silase. Hal ini karena penggunaan jus silase dapat mencegah terindikasinya gejala diare pada pedet. Kandungan asam laktat di dalam jus silase diduga dapat mencegah bakteri penyebab diare. Brooks et al. (2001) menyatakan bahwa pakan yang difermentasi oleh bakteri asam laktat mampu mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella. Menurut (McDonald 1991), pada pakan silase, bakteri asam laktat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri perusak bahan pakan seperti Clostridia.

Hasil penelitian bahwa rataan nilai fluidity feses ketiga perlakuan memiliki skor 2.1-2.4 yaitu berada pada skala 2 (soft; Feses berbentuk tidak utuh dan dan

(19)

9 agak menyebar pada lantai). Rataan skor fluidity pedet yang mendapat perlakuan jus silase, antibiotik, dan kontrol berturut turut sebesar 2.25, 2.08 dan 2.17. Hal ini karena kondisi rumen pedet yang masih belum sempurna. Awal penelitian skor fluidity feses pedet masih cukup tinggi, namun setelah perlakuan berlangsung, skor fluidity feses mengalami penurunan dan hal ini berlangsung hingga akhir penelitian. Grafik menunjukan terjadinya penurunan skor fluidity feses selama penelitian. Nilai skor fluidity feses pada perlakuan silase nampak lebih rendah dari perlakuan kontrol. Pemberian jus silase menunjukan bahwa jus silase dapat memperbaiki ganguan kecernaan pada pedet. Terjadinya perubahan pada skor fluidity feses tersebut oleh bakteri asam laktat yang terkandung di dalam jus silase yaitu menghambat perkembangan mikroba rumen pathogen gram negatif yang diuji (E. Coli dan Salmonella spp). Hasil ini memperkuat hasil sebelumnya yang membandingkan kemampuan jus silase dengan antibiotik gabungan Chlor-tetracyclin dengan Erythtromycin dalam melawan E. coli dan Salmonella spp. yang diisolasi dari pedet sapi diare (Gurning 2013).

Pertambahan Bobot Badan Pedet yang diberi Antibiotik dan Jus Silase Jagung

Gambar 3 menunjukan pertumbuhan pedet selama penelitian dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi dari ketiga perlakuan. Hal ini disebabkan kandungan protein kasar dalam pakan melebihi batas yang ditetapkan NRC. Berdasarkan NRC (2001) calf starter yang baik yaitu mengandung protein kasar 18%-20%. Ternak yang diberi pakan mengandung protein lebih tinggi menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Parakkasi. 1999). Selain itu zat-zat nutrisi lain seperti TDN yang secara keseluruhan mencukupi kebutuhan nutrisi pedet.

Gambar 3 Grafik pertambahan bobot badan selama penelitian

▬◊▬Kontrol (P0) ▬□▬ Antibiotik (P1) ▬▲▬ Jus silase

(20)

10

Berdasarkan Gambar 3 menunjukan pertambahan bobot badan harian pedet tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.01). Pertambahan bobot badan harian pada perlakuan jus kontrol, antibiotik, dan jus silase berturut-turut 0.51 kg ekor-1 hari-1, 0.64 kg ekor-1 hari-1, dan 0.65 kg ekor-1 hari-1.Pertambahan bobot badan mengalami perbaikan setelah diberi perlakuan jus silase dengan kemampuan mengkonsumsi BK sebanyak 1.80 kg ekor-1 hari-1 dan PK sebesar 364.42 g ekor-1 hari-1. Pada perlakuan antibiotik kemampuan mengkonsumsi BK sebesar 1.70 kg ekor-1 hari-1 dan PK sebesar 344.50 g ekor-1 hari-1. Pada perlakuan kontrol kemampuan konsumsi BK sebesar 1.40 kg ekor-1 hari-1 dan PK 282.46 g ekor-1 hari-1. Hal ini diduga jus silase dapat menstimulasi perkembangan rumen pedet dan meningkatkan daya cerna yang dilakukan oleh bakteri yang terdapat dalam jus silase serta proses metabolisme dalam tubuh lebih maksimal. Hal yang menentukan perkembangan rumen yaitu perkembangan bakteri dalam rumen, ketersediaan nutrient, tingkat absorpsi, dan pemanfaatan nutrien oleh tubuh atau jaringan (Quigley 2001).

Pertambahan bobot badan harian pedet dengan pemberian jus silase jagung cukup tingggi yaitu 0.65 kg ekor-1 hari-1 dengan kemapuan mengkonsumsi BK sebesar 1.80 kg ekor-1 hari-1.Hadziq (2011) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan harian pedet yang diberi probiotik (isolat bakteri pencerna serat asal rumen kerbau) dan calf starter (PK 23,93%) adalah sebesar 0.24 kg ekor-1 hari-1 dengan kemampuan mengkonsumsi BK sebesar 0.63 kg ekor-1 hari-1. Hal ini membuktikan bahwa pemberian jus silase dapat meningkatkan kemampuan pedet mengkonsumsi BK dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kondisi feses dan pertambahan bobot badan pedet mengalami perbaikan setelah diberikan jus silase yang nilainya setara dengan pedet yang diberi antibiotik.

Saran

Jus silase sebesar 0.3% dari total bahan pakan dapat diberikan untuk pedet sebagai sebagai pengganti antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

(21)

11 [NRC] National Research Council. 2001. National Research Council Nutrient Requirement of Dairy Cattle. Ed ke-8. Washington DC (USA): National Academic of Science.

[WHO] World Health OrganiZation. 1997. The medical impact of the use of antimicrobials in food animals. Report and proceedings of a WHO meeting. 13–17 October. Berlin (DE). WHO. Geneva. 28.

Abe F, Ishibashi N, Shimamura S. 1995. Effect of administration of bifidobacteria and lactic acid bacteria to newborn calves and piglets. J Dairy Sci. 78: 2838-2846.

Brooks PH, Beal JD, Niven SJ. 2001. Liquid feeding of pigs: potential for reducing environmental impact and for improving productivity and food safety. Australia (AU): Recent Advances in Animal Nutrition 13: 49-63. Butaye P, Deviase LA, Hasebrouck F. 2003. Antimicrobial growth promoters

used in animal feed: Effects of less well known antibiotics on gram-positive bacteria clin. Microbiol Rev. 16 (2): 175–188.

Davis CL, Drackley JK. 1998. The Development, Nutrition and Management of The Young Calf. Iowa State University, Lowa(US): A Blackwell Publishing Company.

Finnegan M, Linley E, Denyer SP, McDonnell G, Simons C, Maillard J. 2010. Mode of action of hydrogen peroxide and other oxidizing agents: differences between liquid and gas forms. J. Antimicrob Chemoter. 65:2108-2115. pedet diare [tesis]. Bogor (ID): IPB.

Hadziq A. 2011. Status fisiologis dan performa pedet peternakan Friesian Holstein prasapih yang diinokulasi bakteri pencerna serat dengan pakan bersuplemen kobalt [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Krehbiel CR, Rust SR, Zhang G, Gilliland S. 2003. Bacterial direct-fed microbials in ruminant diets: Performance response and mode of action. J.Anim.Sci.81(12): E120-E132.

Larson L, Owen FG, Albrigh GL, Applemen RD, Lamb RC, Muller LD. 1977. Guidelines toward more uniformity in measuring and reporting calf experimental data. J. Dairy Sci.60: 989-981.

Nahrowi. 2010. Paket 3 in 1 silase komplit: Proses produksi silase ransum komplit, bakteri asam laktat dan asam organik dengan sistem satu alur. Inovasi Indonesia. http://www.bic.web.id/

National Animal Health Monitoring System. 2010. Mortality of calves and cattle on US Beef Cow Calf Operation. Ft. Collin, CO: USDA: APHIS: VS. Pang H, Qin G, Tan Z, Li Z, Wang Y, Cai Y. 2011. Natural population of lactic

acid bacteria associated with silage fermentation as determined by phenotype, 16 S ribosomal RNA and recA gene anaysis. Systemic and Applied Microbiology. J.Syapm. 34:235-240.

(22)

12

Quigley JD. 2001. Development of rumen ephithelium. [internet]. [diunduh 2013 Desember 2]. Tersedia pada: http://www.calfnotes.com/pdffiles/CN167.pdf. Soeripto T. 2002. Manajemen Pengobatan Ternak Perah. Jogjakarta (ID):

Universitas Gajah Mada pr.

Supar. 2001. Pemberdayaan plasma nutfah mikroba veteriner dalam pengembangan peternakan: harapan vaksin E Coli Enterotoksigenik, Enteropatogenik dan Verotoksigenik Isolate Local Untuk Pengendalian kolibasilosis neonatal pada anak sapi dan babi. Jakarta (ID): Wartazoa 11:36-43.

Van Den Bogaard, AE Stobberingh. 1999. Antibiotic usage in animals: impact on bacterial resistance and public health. Drugs. 58(4): 589–607.

Wallace RJ, Chesson A. 1995. Biotechnology in animal feeds and animal feeding. New York (US): VHC Publisher.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam skor fluidity feses

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Model 2 0.042 0.021 0.600 0.579

Galat 6 0.208 0.35

Total 8 0.250

Lampiran 2 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Model 2 7.042 3.521 0.702 0.532

Galat 6 30.083 5.014

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1990 di Garut. Penulis adalah anak kelima dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Unyat dan Ibu Titi. Penulis menempuh pendidikan tingkat dasar di MI Cokro Aminoto Panyingkiran pada tahun 1996 hingga 2001. Penulis melanjutkan ke pendidikan menengah pertama di MTs Tsanawiyah Tanggulun dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan menegah atas di MAN 1 Garut dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan, seperti Badan Kerohanian Islam (BKIM) IPB sejak tahun 2008-2012. Pada tahun yang sama penulis aktif di kepengurusan Asrama Sylvasari IPB. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor.

Penulis dalam menyelesaikan studi dengan penelitian yang berjudul

“Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang

Gambar

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrisi ransum starter pedet
Gambar 1 Kandang penelitian
Gambar 2 Grafik skor fluidity feses pedet selama penelitian.
Gambar 3 Grafik pertambahan bobot badan selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah pada Jenjang Pendidikan Menengah (SMA/SMK) di Kecamatan Mijen Kota Semarang Kurun Waktu 2011-2014.. Semarang : Universitas

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu pada penelitian terdahulu menggunakan kepemilikan institusional sebagai variabel independen, sedangkan

Tabel diatas menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi yang ditunjukan dengan R², namun karena dalam penelitian ini menggunakan variabel independen lebih dari satu, maka

Hasil analsisi sehubungan dengan kenyataan cacat seringkali muncul karena adanya kesalahan yang disebabkan oleh proses pengelasan yang muncul saat inspeksi dilakukan, yang

Bagi saya, ketidakadilan global terasa semakin menyesak dada ketika janji semangat Bandung yang menuntut kemerdekaan bagi semua bangsa-bangsa di Asia Afrika masih menyisakan sebua

Penelitian ini dilakukan dengan 5 langkah yaitu (1) penentuan tujuan dan batasan dari sistem, (2) analisis dan perancangan yang menjelaskan tentang kebutuhan sistem dan hal-hal

Skripsi yang berjudul “Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Pendidikan Lingkungan Hidup (Adiwiyata) Kelas X SMK Negeri 1 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran

Dengan demikian, dari hasil tersebut dapat diketahui bagaimana efektivitas kepemimpinan dalam rangka meningkatkan komitmen organisasi di PT Biro Klasifikasi Indonesia