• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Amfibi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Amfibi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI KABUPATEN

MURUNG RAYA, KALIMANTAN TENGAH

MILA RAHMANIA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Amfibi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MILA RAHMANIA, Keanekaragaman Amfibi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO.

Keanekaragaman spesies adalah salah satu variabel penting unuk manajemen konservasi. Penelitian mengenai keanekaragaman amfibi masih sangat sedikit terutama di Kalimantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman amfibi pada habitat akuatik dan terestrial di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah menggunakan Indeks Shannon Wiener. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus sampai 30 September 2013. Tiga-puluh-tujuh spesies amfibi dari lima famili ditemukan selama survey. Berdasarkan IUCN

red list, sebagian besar spesies yang ditemukan termasuk kedalam katagori Least Concern, tetapi satu spesies, Leptolalax hamidi masuk ke dalam klasifikasi Vulnerable. Hampir sepertiga dari keseluruhan spesies yang ditemukan (11 spesies) merupakan endemik Kalimantan. Sungai Satai memiliki nilai keanekaragaman (nilai Index Shannon Wiener sebesar 2,47) dan sungai Luan merupakan yang terendah (2,05). Keanekaragaman amfibi pada penelitian ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian amfibi di beberapa lokasi yang berbeda di Kalimantan.

Kata Kunci : amfibi, Kalimantan Tengah, keanekaragaman

ABSTRACT

MILA RAHMANIA, Amphibian Diversity in Murung Raya, Central Kalimantan. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO KARTONO.

Species diversity is one of variable that needed for conservation management. The research about amphibian diversity is still lack, especially on Kalimantan. The objective of this study is to identify amphibian diversity on aquatic and terrestrial habitats also level of amphibian diversity. The research conducted on 1st August until September 30rd 2011. The study shows that Leptolalax hamidi classified as Vulnereable base on IUCN Red List and 11 amphibian species are endemic on Kalimantan. Satai river have the highest number of diversity, about 2,47 and Luan river is the lowest, about 2,05. The diversity number in this study is better than another amphibian research in the diferent location on Kalimantan.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konsevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI KABUPATEN

MURUNG RAYA, KALIMANTAN TENGAH

MILA RAHMANIA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Amfibi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah

Nama : Mila Rahmania

NIM : E34070104

Disetujui oleh

Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi. Dr Ir Agus P Kartono, MSi.

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas seluruh karunia yang telah diberikan sehingga karya ilmiah “Keanekaragaman Amfibi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah” berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak 1 Agustus hingga 30 September 2011 didukung dan dibiayai oleh BRINCC (Barito River Intiative for Nature Conservation and Communities Expedition).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr Ir Agus P Kartono, MSi yang selalu sabar membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada BRINCC, Dominic Rowland, Peter Houlihan, Katherine Breslin, Laurio dan seluruh tim serta para pemandu yang ada di dalamnya atas kesempatan dan kerjasamanya yang terbentuk selama penelitian ini berlangsung. Ungkapan terima kasih juga penulis haturkan kepada kedua orangtua, keluarga besar, M. Ramadhon, Aronika Kaban, Retno D Hastiti, Genggong, keluarga besar Beruang Madu 44, HIMAKOVA, serta seluruh sahabat lainnya atas kepercayaan, doa, dorongan serta kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 2

Pengumpulan Data 7

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

(10)

DAFTAR TABEL

1. Ketinggian wilayah ibukota kecamatan di Kabupaten Murung

Raya, tahun 2008 3

2. Lokasi pengamatan amfibi 4

3. Usaha yang dilakukan di setiap lokasi pengamatan 8 4. Persentase jumlah individu tiap jenis amfibi 11 5. Indeks keanekaragaman dan kemerataan amfibi 14

DAFTAR GAMBAR

1. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Murung Raya, Provinsi

Kalimantan Tengah 2

2. Foto lokasi pengamatan di sungai Luan 4

3. Foto lokasi pengamatan di sungai Satai 5

4. Foto lokasi pengamatan di hilir sungai Bule 5 5. Foto lokasi pengamatan pada transek A dan pada transek D 6

6. Foto lokasi pengamatan di sungai Keramu 6

7. Foto lokasi pengamatan di sungai Jala 7

8. Foto lokasi pengamatan di jalan ladang 7

9. Jumlah individu dan spesies amfibi 10

10.Presentase jumlah individu amfibi di tiap famili 10

11.Staurois sp. 10

12.Grafik frekuensi setiap jenis amfibi di lokasi pengamatan 12

13.Kurva penambahan jenis amfibi 13

14.Dendogram kesamaan komunitas 14

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya 21

2. Jenis amfibi di beberapa tipe habitat 34

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Amfibi merupakan salah satu komponen ekosistem yang memegang peranan penting pada rantai makanan dan dalam lingkungan hidupnya, juga bagi keseimbangan alam. Amfibi merupakan satwa nokturnal yang hidupnya secara umum adalah pada habitat akuatik dan terestrial (Bennet 1999). Amfibi terutama dari bangsa anura memiliki respon yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat dijadikan sebagai bio-indikator kerusakan lingkungan. Terjadinya penurunan jumlah populasi anura dapat disebabkan oleh faktor polusi, perubahan iklim, dan hilangnya habitat serta lahan basah (Kusrini 2003).

Keanekaragaman jenis merupakan salah satu variabel yang berguna bagi tujuan manajemen pengelolaan dalam konservasi (Nichols et al. 1998). Penelitian mengenai keanekaragaman amfibi adalah langkah awal dari kajian amfibi selanjutnya. Namun penelitian mengenai hal tersebut di Indonesia, terutama di Kalimantan belum banyak dilakukan. Beberapa laporan amfibi di Kalimantan antara lain dilakukan di wilayah Borneo – Malaysia seperti di Sabah Sarawak (Zainudin et al. 2002, Voris & Inger 1995, Grafe & Keller 2009, Malkmus et al.

2002). Di Kalimantan – Indonesia laporan mengenai amfibi antara lain berasal dari kegiatan penelitian maupun ekspedisi yang antara lain dilakukan di Taman Nasional Betung Kerihun (Iskandar et al. 1998), HPH PT Intracawood (Utama 2003), Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (HIMAKOVA 2008), Hutan Lindung Beratus (Mistar 2008), Taman Nasional Gunung Palung (Mediansyah 2008), Taman Nasional Kayan Mentarang (Iskandar 2001), Sungai Lesan – Kalimantan Timur (Abdiansyah 2011) dan hutan lindung Bukit Batikap - Kalimantan Tengah (van Berkel et. al 2012).

Kabupaten Murung Raya terletak di bagian utara Kalimantan Tengah yang membentang dari Pegunungan Muller di bagian utara sampai ke Sungai Busang. Kabupaten Murung Raya yang memiliki luas wilayah sekitar 23.700 Km² adalah kabupaten pemekaran dari Kabupaten Barito Utara yang meliputi 5 wilayah kecamatan, yang terdiri dari 116 desa dan 2 kelurahan. Kecamatan U’ut Murung adalah pemekaran dari Kecamatan Sumber Barito dengan luas 1.227 Km2. Kekayaan hayati terutama amfibi pada lokasi penelitian ini belum pernah diamati dan ditelaah sebelumnya. Diperlukan kajian biodiversitas terutama mengenai amfibi yang kemudian dapat digunakan untuk mengetahui prioritas perlindungan yang diperlukan untuk lokasi tersebut.

Tujuan

Penelitian mengenai keanekaragaman amfibi di beberapa lokasi di Kabupaten Murung Raya memiliki tujuan, antara lain :

1. Mengidentifikasi keanekaragaman jenis amfibi di habitat akuatik dan terrestrial

(12)

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilakukan di Kabupaten Murung Raya dengan fokus pada Sungai Busang, Barito Hulu, Kalimantan Tengah. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Agustus-30 September 2011 dengan jumlah hari pengamatan sebanyak 30 hari (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis Kabupaten Murung Raya terletak di daerah khatulistiwa berada di wilayah bagian utara Kalimantan Tengah, yaitu antara 113° 20`– 115° 55’ BT dan 0°53’48” LS – 0° 46’ 06” LU. Batas-batas wilayah Kabupaten Murung Raya secara administratif adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat Provinsi

Kalimantan Timur dan Kecamatan Lahei Kabupaten Barito Utara

(13)

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kahayan Hulu Utara Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Kabupaten Murung Raya terletak pada daerah beriklim panas dan lembab, karena dengan suhu berkisar 22° C - 35° C. Sebagian kecil Kecamatan Sumber Barito (243.675 ha) memiliki curah Hujan > 4000 mm/tahun, curah hujan 3000 – 4000 mm/tahun meliputi Kecamatan Tanah Siang, sebagian Kecamatan Sumber Barito dan Kecamatan Laung Tuhup, curah hujan antara 3000 – 3500 mm/tahun meliputi Kecamatan Tanah Siang, Kecamatan Laung Tuhup, Permata Intan dan sebagian kecil Kecamatan Sumber Barito, curah hujan antara 2500 – 3000 mm/tahun sebagian Kecamatan Murung, Laung Tuhup, dan Kecamatan Permata Intan. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 228 hari/tahun. Periode curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November sampai dengan April.

Pada umumnya Kabupaten Murung Raya dari wilayah bagian selatan hingga bagian Timur merupakan dataran agak rendah, sedangkan ke arah Utara dengan bentuk daerah berbukit-bukit lipatan, patahan yang dikelilingi oleh hamparan pegunungan Muller/Schwaner. Apabila dilihat dari ketinggiannya, maka sebagian besar (72,08%) dari luas wilayah Kabupaten Murung Raya terletak pada ketinggian 500-1.000 meter dari permukaan laut, terutama di daerah Kecamatan Sumber Barito kemudian 5,18% terletak pada ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut (Tabel 1).

Bagian wilayah dengan lereng atau kemiringan 0 – 2 % terdapat di bagian selatan tepi Sungai Barito, bagian wilayah dengan kemiringan 2 – 15% tersebar di semua kecamatan seluas 1.785 km² (21,94%), bagian wilayah dengan kemiringan 15 – 40% tersebar di semua kecamatan seluas 4.275 km² (52,55%) dan wilayah di atas 40% seluas 2.075 km² (25,51%).

Tabel 1 Ketinggian wilayah ibukota kecamatan di Kabupaten Murung Raya, tahun 2008

Kecamatan Kota Ketinggian (mdpl)

1. Permata Intan Tumbang Lahung 137

2. Sungai Babuat Tumbang Bantian 137

3. Murung Puruk Cahu 125

4. Laung Tuhup Muara Laung 123

5. Barito Tuhup Raya Makunjung 123

6. Tanah Siang Saripoi 145

7. Tanah Siang Selatan Dirung Lingkin 145

8. Sumber Barito Tumbang Kunyi 700

9. Seribu Riam Muara Joloi 700

10. Uut Murung Tumbang Olong 700

(14)

Pengamatan amfibi di wilayah sekitar Sungai Busang dibagi menjadi 2 habitat besar, yaitu akuatik dan terestrial. Habitat akuatik meliputi sungai kecil dan sungai sedang sedangkan habitat terestrial meliputi hutan primer dan area terbuka menuju ladang. Lokasi pengamatan amfibi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Lokasi pengamatan amfibi No Nama Lokasi Tipe Tutupan

Lahan

Tipe Habitat

Keterangan

1 Sungai Luan (SL) Sungai Akuatik Hutan adat Desa Tumbang Tujang 2 Sungai Satai (SS) Sungai Akuatik Hutan Bora 3 Sungai Boule (SB) Sungai Akuatik Hutan Bora 4 Transek A (TA) Hutan primer Terestrial Hutan Bora 5 Transek D (TD) Hutan primer Terestrial Hutan Bora 6 Sungai Keramu (SK) Sungai Akuatik Desa Kelasin 7 Jalan lading (JL) Jalan lokal Terestrial Desa Kelasin 8 Sungai Jala (SJ) Sungai Akuatik Desa Kelasin

Sungai Luan terletak di pinggir hutan adat Desa Tumbang Tujang yang jaraknya sekitar lima menit menggunakan ketinting atau perahu motor kecil dari desa. Hutan adat Desa Tumbang Tujang awalnya merupakan hutan tempat kediaman sementara beberapa kelompok pendulang emas. Akibat kerusakan yang timbul atas berbagai aktifitas yang dilakukan di hutan tersebut, serta mengingat pentingnya fungsi hutan bagi masyarakat desa, maka hampir 10 tahun terakhir masyarakat dilarang melakukan aktifitas apapun kecuali mengambil air dan berburu di hutan adat tersebut. Sungai Luan merupakan sungai yang memiliki substrat kerikil dan berbatu dengan aliran tenang serta kedalaman air maksimal sekitar 100 cm pada hulu. Sungai Luan yang berfungsi sebagai sumber mata air utama bagi masyarakat Desa Tumbang Tujang memiliki lebar maksimal sekitar 8 m dan panjang kurang dari 200 m. Tajuk yang menutupi Sungai Luan rapat di bagian hulu dan tidak ada di bagian hilir (Gambar 2).

(a) (b)

(15)

Hutan Bora tergolong hutan perawan yang hanya digunakan sebagai tempat singgah masyarakat yang menjala ikan, berburu, atau memanen sarang walet liar. Sungai Satai terletak di hilir Hutan Bora, yaitu 1,5 jam perjalanan dari Desa Tumbang Tujang menggunakan ketinting. Bagian hilir Sungai Satai biasanya digunakan sebagai lokasi menjala bagi masyarakat. Sungai Satai dengan lebar 10-15 m dan panjang lebih dari 1 km ini didominasi oleh substrat bebatuan berukuran besar dan kecil dengan aliran air tenang. Rata rata kedalaman air di Sungai Satai dalam keadaan tidak hujan adalah semata kaki, atau sekitar 10-15 cm, kecuali pada bagian ceruk sekitar 40 cm. Tajuk pohon hanya menutupi kedua pinggir Sungai Satai (Gambar 3).

(a) (b)

Gambar 3 Lokasi pengamatan di Sungai Satai.

Sungai Boule merupakan sungai aliran kecil yang berada di hulu Hutan Bora, atau sekitar 10 m dari camp. Sungai ini memiliki lebar 5 meter dan panjang kurang dari 100 m yang terpisah oleh 2 tebing. Sungai yang didominasi oleh substrat batu dan kerikil ini memiliki tutupan tajuk yang sangat rapat sehingga hampir tidak ada cahaya matahari yang sampai ke permukaan. Kedalaman air berkisar antara 5 sampai 10 cm (Gambar 4).

Gambar 4 Lokasi pengamatan di hilir Sungai Bule

(16)

memiliki sumber mata air ataupun kubanga. Jalur transek TD memiliki substrat tanah dengan tutupan tajuk yang cukup rapat (Gambar 5b).

(a) (b)

Gambar 5 Foto lokasi pengamatan (a) pada transek A; (B) pada transek D Sungai keramu merupakan sungai besar yang berada di batas desa Kelasin sebelah barat. Pengamatan pada sungai ini dilakukan dengan menyusuri pinggir kanan dan kiri sungai menggunakan bantuan ketinting. Lebar sungai sekitar 20 meter berarus deras. Substrat di pinggir sungai ini berpasir dan tajuk pohon tergolong cukup rapat (Gambar 6).

Gambar 6 Foto lokasi pengamatan di Sungai Keramu

Sungai Jala merupakan sungai kecil yang berada cukup jauh dari Desa Kelasin, yaitu berjarak sekitar 10 menit menggunakan ketinting. Sungai Jala dimanfaatkan masyarakat sebagai mata air saat berburu satwa liar di hutan sekitar Sungai Jala. Tutupan tajuk di daerah tersebut tergolong rapat dan bersubstrat batu serta berarus sedang. Lebar sungai berkisar antara 4-6 meter dengan panjang kurang lebih 100 meter. (Gambar 7).

(17)

Gambar 7 Lokasi pengamatan di Sungai Jala

Gambar 8 Lokasi pengamatan di jalan ladang Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data amfibi menggunakan metode Visual Encounter Survey (Heyer et al. 1994) yang diterapkan di lapangan, yaitu pengambilan jenis satwa berdasarkan perjumpaan langsung pada jalur baik di daerah terestrial maupun akuatik. Pengamatan malam dilakukan pada pukul 20.00-22.00 WIB untuk mengambil data amfibi. Pengamatan tidak dilakukan secara khusus, pengamat hanya berjalan pada jalur yang telah ada.

Cara pengambilan data saat pengamatan malam adalah dengan cara menyorotkan sinar senter pada tempat-tempat yang umumnya dipakai oleh amfibi dan reptil beraktivitas. Tempat tersebut adalah lubang-lubang pada tanah, dahan-dahan pohon atau daun, diantara serasah, di bawah atau celah bebatuan, dan pada kubangan air. Jumlah pengamat di setiap lokasi pengamatan adalah 3-4 orang.

(18)

demikian dilakukan pengambilan foto amfibi sebanyak mungkin untuk membantu identifikasi. Penamaan jenis menggunakan Frost (2004).

Data habitat dicatat berdasarkan checklist Heyer et al. (1994), meliputi: tanggal dan waktu pengambilan data, nama lokasi, substrat/ lingkungan tempat ditemukan, tipe vegetasi dan ketinggian, posisi horinzontal terhadap badan air, posisi vertikal terhadap permukaan air, sifat naungan dan penutupan oleh vegetasi atau obyek lain, dan data fisik lainnya.

Secara total, pengamatan dilakukan selama 119 orang-jam. Adapun rincian usaha pencarian di setiap lokasi adalah sebagai berikut (Tabel 3).

Tabel 3 Usaha yang dilakukan di setiap lokasi pengamatan

No Lokasi Σ

Data amfibi yang diperoleh dianalisis untuk mendapat nilai indeks keanekaragaman jenis berdasarkan Shannon-Wiener dan Kemerataan Jenis. Adapun rumusan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener (Brower & Zar 1997):

H’= -Pi Ln Pi

Keterangan :

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener Pi = Proporsi jenis ke-i

Untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada suatu lokasi digunakan Indeks Kemerataan Jenis. Persamaan yang digunakan untuk menghitung Indeks Kemerataan Jenis (Brower & Zar 1997) adalah :

E= H’/Ln S

Keterangan :

E = Indeks Kemerataan Jenis

(19)

Kesamaan jenis amfibi dikelompokkan berdasarkan habitatnya, yaitu akuatik dan terestrial dengan menggunakan Ward`s Linkage Clustering dalam Minitab 15. Untuk mengetahui pola aktivitas dan penyebaran jenis herpetofauna dilakukan pencatatan data aktivitas yang dilakukan dan posisi (vertikal dan horizontal) pada setiap lokasi pengamatan. Data aktivitas dan posisi yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan secara deskriptif. Data habitat dianalisis secara deskriptif sesuai dengan kondisi di lapang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jumlah jenis amfibi yang berhasil ditemukan pada seluruh lokasi penelitian yaitu sebanyak 36 jenis dari 5 famili.Jumlah jenis dari masing-masing famili antara lain famili Bufonidae (9 jenis), famili Megophrydae (5 jenis), family Dicroglossidae (9 jenis), family Ranidae (8 jenis), dan famili Rhacophoridae (5 jenis). Hasil penemuan amfibi saat pengamatan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 2.

Gambar 9 Jumlah individu dan spesies amfibi

Sebanyak 452 individu katak dan kodok ditemukan selama penelitian. Secara umum jumlah individu yang terbanyak di temukan di sungai Satai, dilanjutkan dengan sungai Keramu, Bule, Jala, Luan, transek D, jalan ladang, dan transek A. Jumlah spesies amfibi yang terbanyak di temukan di sungai Satai, dilanjutkan dengan Sungai Bule, Luan, Jala, Keramu, transek A, transek D dan jalan ladang. (Gambar 9).

(20)

Gambar 10 Presentase jumlah individu amfibi di tiap famili

Terdapat sebanyak 33 inividu dari satu jenis katak sejati yang belum teridentifikasi yang ditemukan saat pengamatan di Sungai Boule dan Sungai Satai. Katak jenis ini masuk kedalam genus Saurois dan hampir mirip dengan jenis

Staurois tuberlingus dengan beberapa perbedaan. Katak yang belum teridentifikasi ini memiliki ciri-ciri berwarna hijau terang hingga kecoklatan dengan bintik merah bata di bagian atas tubuh dan coklat muda di bagian sisi tubuh, selaput di kaki belakang tidak sepenuhnya berselaput dan kaki depan tidak berselaput. Panjang moncong mendekati ukuran diameter mata, dengan ujung meruncing. Katak ini memiliki ukuran tubuh antara 1,8 – 5,6 cm dengan berat 3 – 15 gr. (Gambar 11).

Gambar 11 Staurois sp.

(21)
(22)

Frekuensi jenis amfibi yang sering ditemukan adalah Limnonectes kuhlii

(100%) dilanjutkan dengan Limnonectes leporinus (75%), Phrynoidis aspera, dan

Limnonectes paramacrodon (65%). Jenis yang paling jarang ditemukan adalah

Ansonia minuta, Leptobracium abbotii, Leptobracium nigrops, Leptolalax dringi,

Limnonectes blythii, Limnonectes finchi, Limnonectes ibanorum, Limnonectes palavanensis, Megophrys nasuta, Pedostibes rugosus, Polypedates colletti,

Odorrana hosii, dan Rhacophorus gadingensis masing-masing sebesar 12.5% (Gambar 12).

Gambar 12 Frekuensi perjumpaan setiap jenis amfibi di lokasi pengamatan Kurva akumulasi jenis amfibi yang ditemukan pada habitat akuatik sudah mendatar atau tidak ditemukan adanya penambahan jenis pada enam hari terakhir. Sedangkan pada kurva akumulasi jenis amfibi yang ditemukan pada habitat terestrial, terlihat masih ada kenaikan akibat ditemukannya jenis baru pada hari terakhir pengamatan. Kurva akumulasi gabungan masih beranjak naik akibat

(23)

pengaruh kenaikan kurva akumulasi jenis amfibi pada habitat terestrial (Gambar

Gambar 13 Kurva penambahan jenis amfibi

Katak yang ditemukan umumnya sedang diam. Jenis yang melompat ke air saat pengamat hendak menangkap adalah Phrynoidis aspera, Leptolalax dringi, Leptolalax hamidi, Limnonectes kuhlii dan Limnonectes leporinus. Jenis yang bersuara saat ditemukan pengamat adalah Limnonectes kuhlii.

Interval kisaran panjang tubuh terbesar dimiliki oleh jenis Phrynoidis aspera dengan panjang minimum 3,4 cm dan panjang maksimum 12,3 cm dengan jumlah 29 individu. Interval kisaran panjang tubuh terkecil dimiliki oleh jenis

Rhacophorus pardalis dengan panjang minimum 5,7 cm dan panjang maksimum 6,1 cm dengan jumlah 4 individu. Sedangkan interval kisaran berat tubuh terbesar dimiliki oleh jenis Phrynoidis aspera, yaitu dengan berat minimum 5 gr dan berat maksimum 230 gr dari 29 individu. Interval kisaran berat tubuh terkecil dimiliki oleh Ansonia spinulifer dan Rhacophorus pardalis. Dari 7 individu Ansonia spinulifer dan 4 individu Rhacophorus pardalis masing masing didapat berat minimum sebesar 7 gr dan berat maksimum 8 gr (Lampiran 3).

(24)

Tabel 5 Indeks keanekaragaman dan kemerataan amfibi

Lokasi Pengamatan ∑ Famili ∑ Individu ∑ Spesies H' E

Sungai Luan 4 24 13 2,34 0,91

Hasil perhitungan indeks kesamaan menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok besar. Kelompok Pertama adalah Sungai Luan mengelompok dengan Sungai Satai dan Keramu yang juga mengelompok dengan Sungai Boule, dan

(25)

jenis yang ditemukan pada Gunung Palung oleh Mediansyah (2008) sama banyaknya dengan pada lokasi penelitian di Kabupaten Murung Raya. Namun jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Iskandar et al. (1998) di Taman Nasional Betung Kerihun yaitu sebanyak 55 jenis amfibi, tergolong rendah. Perbedaan jumlah jenis amfibi yang ditemukan antara lain disebabkan oleh perbedaan dalam waktu usaha pencarian, perbedaan habitat dan ketinggian. dan perbedaan kemampuan pengamat. Banyaknya jumlah spesies yang tercatat pada penelitian berbanding lurus dengan banyaknya lokasi pegamatan yang dilakukan.

Berdasarkan status IUCN Red List, jenis katak yang tecatat di Kabupaten Murung Raya dikatagorikan sebagai Vulnerable, Near Threatened, Least Concern, dan Not Evaluated (IUCN 2013). Leptolalax hamidi dikatagorikan dalan IUCN (2013) sebagai spesies Vurnerable. Jefferies (1997) dan IUCN (2014) menyatakan bahwa klasifikasi ini disebabkan oleh distribusi spesies yang terfragmentasi, penurunan kualitas habitat, penurunan populasi serta resiko tingkat kepunahan jangka panjang. Sebanyak 12 jenis amfibi diklasifikasikan sebagai

Near Threatened karena dimungkinkan berada dalam status terancam dalam waktu yang tidak lama jika tidak ada tindakan konservasi. Sebanyak 21 jenis amfibi, termasuk ke dalam status Least Concern karena diduga memiliki distribusi spesies yang besar dan luas. Jenis Staurois sp.masuk ke dalam kriteria Not Evaluated.

Penemuan individu yang belum diketahui jenisnya dari genus Staurois menunjukkan bahwa di lokasi ini terdapat kemungkinan adanya jenis baru yang belum dideskripsikan. Genus Staurois memiliki ciri piringan jari yang sangat besar, dan sepenuhnya berselaput (Boulenger 1918, Inger 1966 diacu dalam

Matsui et al. 2007). Terdapat empat spesies Staurois yang ditemukan di Kalimantan, yaitu S. leptopalmatus, S. natator, S. parvus dan S. tuberilinguis.

Staurois latopalmatus hidup di sungai berbatu berukuran sedang hingga besar dengan arus deras. Ukuran tubuh jantan maksimal 50 mm dan betina 70 mm.

Staurois leptopalmatus memiliki moncong yang membulat dan pendek, hampir satu kali diameter mata. Staurois natator ditemukan pada sungai berbatu berukuran kecil hingga besar serta dapat ditemukan hingga ketinggian diatas 1.500 m dpl. Ukuran tubuh jantan lebih dari 30 mm dan betina lebih dari 55 mm.

Staurois parvus memiliki moncong yang meruncing dan pendek, hampir seukuran diameter mata. Ukuran tubuh jantan 20-24 mm sedangkan betina 26-31 mm.

Staurois tuberilinguis berukuran lebih kecil dibandingkan dengan S. natator, yaitu jantan ± 25 mm dan betina ± 35 mm. Jenis ini ditemukan pada hutan primer di ketinggian diatas 1.600m dpl (Inger & Stuebing 2005).

Pada (Gambar 12) grafik frekuensi penemuan jenis amfibi ditemukan bahwa Frekuensi jenis amfibi yang sering ditemukan adalah Limnonectes kuhlii

sebesar 100%. Hal ini disebabkan oleh jenis Limnonectes kuhlii dapat ditemukan disemua lokasi pengamatan baik terestrial maupun akuatik dalam jumlah yang banyak. Jenis yang palimg sedikit ditemukan adalah Ansonia minuta,

Leptobracium abbotii, Leptobracium nigrops, Leptolalax dringi, Limnonectes blythii, Limnonectes finchi, Limnonectes ibanorum, Limnonectes palavanensis,

Megophrys nasuta, Nyctixalus pictus, Pedostibes rugosus, Polypedates colletti,

(26)

masing-masing sebesar 12,5%. Sebagian besar jenis ini memiliki sebaran yang sempit, hanya ditemukan di satu tipe habitat saja.

Pada (Gambar 13) kurva akumulasi jenis amfibi mengalami peningkatan dan mendatar hingga hari ke 29 dan kemudian menanjak. Hal ini dikarenakan ditemukannya satu jenis baru pada pada hari terakhir pengamatan. Menurut Zug (1998) jika kurva kekayaan jenis suatu spesies jika telah mendekati titik asimptot dan sudah cenderung mendatar maka jumlah spesies dalam suatu lokasi survei telah bisa diprediksi. Kurva akumulasi jenis amfibi yang menanjak menunjukkan bahwa masih memungkinkan adanya penambahan jenis baru lagi jika waktu penelitian dilakukan lebih lama.

Pengukuran dapat dilakukan untuk melihat struktur populasi, sexual dimorphism, atau kondisi tubuh dari satu populasi pada saat tertentu (Kusrini 2007). Interval kisaran panjang tubuh terbesar dimiliki oleh jenis Phrynoidis aspera dengan panjang minimum 3,4 cm dan panjang maksimum 12,3 cm dengan jumlah 29 individu. Interval kisaran panjang tubuh terkecil dimiliki oleh jenis

Rhacophorus pardalis dengan panjang minimum 5,7 cm dan panjang maksimum 6,1 cm dengan jumlah 4 individu. Adanya perbedaan yang mencolok pada hasil pengukuran menunjukkan adanya tingkatan umur untuk masing masing jenis tersebut.

Nilai keanekaragaman jenis amfibi dihitung berdasarkan proporsi jumlah individu pada tiap jenis terhadap jumlah keseluruhan individu. Nilai keanekaragaman jenis amfibi tertinggi yaitu sungai Satai (H’= 2,47) dan terendah ditemukan pada sungai (H’= 1,08). Rendahnya nilai H ini bisa saja tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya, namun juga disebabkan oleh bias pengamat. Sungai Luan memiliki nilai keanekaragaman yang rendah karena kesulitan pengamatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Pengamat hanya dapat menyisiri sisi sungai dengan menggunakan ketinting dan sesekali naik ke permukaan untuk mengamati amfibi sehingga jumlah jenis yang ditemukan lebih sedikit. Jika dibandingkan dengan nilai keanekaragaman amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesanyang berkisar antara 1,29 sampai 1.77 (Abdiansyah 2013) dan di areal PT Intracawood Manufacturing yang berkisar antara 1.40 sampai 2.154 (Utama 2003), nilai keanekaragaman jenis yang diperoleh dari hasil pengamatan di Kabupaten Murung Raya tidak jauh berbeda.

Menurut Jeffries (1997), faktor yang mempengaruhi keanekaragaman meliputi lokasi, ketinggian dan keragaman habitat. Lokasi penelitian yang lebih luas menghasilkan keanekaragaman habitat yang lebih besar. Vallan (2000) menyatakan bahwa gangguan seperti perubahan habitat dan kebakaran hutan dapat menyebabkan terbentuknya fragmen kecil pada hutan sehingga dapat mengurangi habitat mikro. Fragmentasi juga memotong akses amfibi ke badan air yang mereka butuhkan untuk menjaga kelembaban, hidup dan berkembang biak.

Menurut Primack et al. (1998), satwaliar akan semakin beranekaragam bila struktur habitatnya juga beranekaragam. Ada enam faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keragaman jenis suatu komunitas, yaitu: waktu, heterogenitas, ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan lingkungan dan produktivitas (Krebs 1978).

(27)

diindikasikan memiliki jenis yang dominan pada habitat tersebut jika nilai kemerataan jenis mendekati 0. Nilai kemerataan jenis amfibi tertinggi dari delapan tipe habitat adalah Transek A (E= 1) dan yang paling rendah adalah sungai Keramu (E= 0,52). Tidak adanya jenis yang dominan di transek A menunjukkan bahwa jenis amfibi yang ditemukan di titik pengamatan tersebut memiliki relung yang berbeda satu sama lain. Pada tipe sungai Keramu terdapat jenis yang memiliki jumlah individu lebih dominan yaitu Limnonectes leporinus (82 individu). Kemerataan dapat digunakan sebagai indikator adanya jenis yang mendominasi pada suatu komunitas (Santosa 1995). Sehingga dominasi suatu jenis akan tinggi jika kemerataan rendah, begitu juga sebaliknya.

Kesamaan komunitas digunakan untuk melihat kepadatan individu tiap spesies di tiap lokasi. Kesamaan komunitas dihitung menggunakan jarak Euclidean dan di kelompokkan menggunakan metode Ward, minitab 15. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 14, terdapat dua habitat yang terklasifikasi, yaitu habitat akuatik dan terestrial. Pada kelompok komunitas pertama sungai Satai dan Keramu mejadi cabang pertama yang kemudian mengelompok dengan sungai Luan. Ketiga lokasi ini memiliki kesamaan yang lebih banyak terhadap satu sama lain dibandingkan dengan cabang kedua yang kemudian mengelompok dengan cabang pertama, yaitu Sungai Bule dan Jala. Untuk habitat teresterial, sama sekali tidak mengelompok dengan habitat akuatik. Transek D mengelompok dengan jalan ladang membentuk cabang yang kemudian mengelompok dengan transek A. Pada habitat akuatik, karakteristik Sungai Satai dan Keramu lebih mirip dibandingkan dengan titik pengamatan akuatik lainnya, yaitu lebar sungai sekitar 10 – 15 m dengan tutupan tajuk di bahu sungai cukup rapat (masih ada cahaya matahari menembus areal sungai). Sungai Luan memiliki lebar 10-15 meter juga namun tutupan tajuk lebih rapat. Sungai Bule dan Jala memiliki karakteristik yang mirip, yaitu sungai berukuran kecil (lebar 3-5 m) dengan tutupan tajuk yang rapat, dan kedalaman ± 10 cm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kabupaten Murung Raya, dapat disimpulkan bahwa jumlah jenis amfibi yang ditemukan sebanyak 37 jenis. Nilai keanekaragaman amfibi di Kabupaten Murung Raya tergolong sedang. Jika dibandingkan dengan nilai keanekaragaman di lokasi penelitian yang berbeda di Kalimantan, keanekaragaman amfibi di lokasi penelitian ini masih lebih baik.

Saran

Perlu dilakukan monitoring secara berkala untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara daftar jenis amfibi yang ditemukan terhadap

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Abdiansyah R. 2011. Studi Keanekaragaman Jenis Amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur. [Skripsi] Bogor : Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor.

Beebee TJC, Griffiths RA. 2005. The Amphibian Decline Crisis : A Watershed for Conservation Biology. Biological Conservation 125 : 271–285.

Bennet D. 1999. Reptils and Amphibians. Expedition Field Techniques Series. London UK: The Expedition Advisory Center, Royal Geographic Society. Brower JE dan JH Zar. 1997. Field and Laboratory Methods for General Ecology.

Iowa: Brown.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi. Edisi Kelima – Jilid 3. Jakarta:Erlangga.

Darmawan B. 2008. Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat: Studi Kasus di Eks-HPH PT. Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. [Skripsi] Bogor : Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor.

Frost DR, 2012. Amphibian Species of the World: An Online Reference. Version 5.6 (1 October 2012). Electronic database accessible at htpp://research.amnh.org/herpetology/amphibian/index.php.

Grafe TU, Keller A. 2009. A Bornean Amphibian Hotspot: The Lowland Mixed Dipterocarp Rainforest at Ulu Temburong National Park, Brunei Darussalam. Deutsche Gesellschaft fur Herpetologie und Terrarienkunde. 45 (1): 25-38

Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC dan Foster MS. 1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Washington: Smithsonian Institution Pr.

[HIMAKOVA IPB] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor. 2006. Laporan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2006 : Eksplorasi Keanekaragam Hayati Flora Fauna di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

Inger RF, Stuebing RB. 1966. The Systematics and Zoogeography of the Amphibia of Borneo. Chicago : Field Museum of Natural History.

Inger RF, Stuebing RB. 2005. A Field Guide to The Frog of Borneo. Sabah : Natural History Publication

Inger RF, Stuebing RB, Lian TF. 1995. New Species and New Record of Anuras of Borneo. Raffles Bulletin of Zoology 43(1): 115-131.

Inger RF, Lian TF, Yambun p. 2001. A New Species of Toad of the Genus Ansonia (anura:Bufonidae) from Borneo. The Raffles Bulletin of Zoology 49(1):35-37.

Iskandar DT, Setyanto DY, Liswanto D. 1998. Keanekaragaman Herpetofauna di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat. Prosiding : RPTN Betung Kerihun 2000-2004.

(29)

[IUCN] Internastional Union for Conservation of Nature and Naturan Resources. 2013. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.2. <http://www.iucnredlist.org>. Downloaded on 21 November 2013.

Jeffries MJ. 1997. Biodiversity and Conservation. New York: Routledge.

Krebs CJ. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Ecological Methodology. New York: Harper dan Row Publisher

Kusrini MD. 2003. Predicting the Impact of the Frog Leg Trade in Indonesia: An Ecological View of the Indonesian Frog Leg Trade, Emphasizing Javanese Edible Frog Species. Dalam: MD Kusrini, A Mardiastuti dan T Harvey 2003 Konservasi Amfibi dan Reptil di Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Hal. 27-44.

Kusrini MD, Endarwin W, UI-Hasanah A, Yazid M. 2007. Metode Pengamatan Herpetofauna di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Modul Pelatihan. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak dipublikasikan.

Malkmus R, Manthey U, Vogel G, Hoffmann P, Kosuch J. 2002. Amphibians and Reptiles of Mount Kinabalu (North Borneo). Gantner Verlag, Ruggell. 424 pp.

Mediansyah. 2008. Keanekaragaman Jenis Amfibi (Ordo Anura) di Stasiun Riset Cabang Panti Taman Nasional Gunung Palung Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. [Skripsi] Pontianak : Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.

Mistar. 2003. Panduan Lapang Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor : The Gibbon Foundation & PILI-NGO Movement.

Matsui M, Mohamed M, Shimada T, Sudin A. 2007. Resurrection of Staurois parvus from S. tuberilinguis from Borneo (Amphibia, Ranidae). Zoological Sciences, 24, 101–106.

Nichols JD, Boulinier THE, Hines KH, Pollock, Sauer JR. 1998. Estimating Rates of Local Species Extinction, Colonization and Turnover in Animal Communities. Ecological Application 8(4): 1213-1225.

Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Santosa Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Utama H. 2003. Studi Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) di Areal PT Intracawood Manufacturing, Kalimantan Timur. [Skripsi] Bogor : Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor.

Vallan D. 2000. Influence of Forest Fragmentation on Amphibian Diversity in the Nature Reserve of Ambohitantely, highland Madagascar. Biol. Conserv. 96: 31–43.

(30)

Murung Raya Expedition 2010-2011 Scientific Report. Heart of Borneo Project.

Voris HK, Inger RF. 1995. Frog Abundance Along Streams in Bornean Forest. Conservation Biology 9 (3): 679-683.

Zainudin R, Wasly L, Ali H. 2002. An Account of Anuran at Crocker Range National Park, Sabah. ASEAN Review of Biodiversity and Environmental Conservation (ARBEC) July-September:8.

(31)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya Bufonidae

1. Ansonia albomaculata Inger, 1960 Nama Inggris : White-lipped Slender Toad

Kodok bertubuh ramping dan sedikit berbintil. Berwarna sedikit terang di bagian rahang atas di bawah mata dan terkadang hingga bahu. Ukuran tubuh jantan 20-30 mm sedangkan betina 30-35 mm. Kodok jenis ini diketahui terdistribusi luas dan dapat ditemukan pada sungai di hutan yang tidak terganggu dengan ketinggian dibawah 900 mdpl. Jenis ini tersebar di Brunei, Kalimantan serta Malaysia.

2. Ansonia leptopus Günther, 1872 Nama Inggris : Brown Slender Toad

Kodok bertubuh ramping dan berbintil serta berwarna kecoklatan. Jantan memiliki satu baris duri kecil berwarna jingga atau coklat di

3. Ansonia longidigita Inger, 1960

Nama Inggris : Long-fingered Slender Toad

Kodok bertubuh ramping dan berbintil yang ujungnya tajam dengan ujung kreatin. Jari kaki belakang setengah berselaput. Ukuran tubuh jantan 35-50 mm dan betina 45-70 mm. Kodok jenis ini biasa ditemukan di anak sungai dan sungai yang jernih. Jenis ini tersebar di Brunei, Kalimantan serta Malaysia.

4. Ansonia minuta Inger, 1960 Nama Inggris : Dwarf Slender Toad

(32)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

5. Ansonia spinulifer Mocquad, 1890 Nama Inggris : Spiny Slender Toad

Kodok bertubuh ramping dengan moncong yang menyempit di bagian mulut. Ujung jari membulat dengan jaribelakang tidak berselaput. Seluruh permukaan tubuh bagian atas ditutupi oleh kutil berduri berukuran besar. Ukuran tubuh jantan 30-40 mm dan betina 40-45 mm. Kodok ini biasa terlihat bertengger di belukar dan tumbuhan bawah sepanjang sungai berarus deras, jernih dan berbatu. Tersebar di Kalimantan.

6. Pedostibes hosii Boulenger, 1892 Nama Inggris : Brown Tree Toad

Kodok puru pohon berbadan tegap dengan tulang menonjol dari mata menyambung sampai kelenjar paratoid, tympanum jelas, kaki belakang panjang. Kaki depan berselaput tipis pada bagian dasar. Ukuran tubuh jantan 53-78 mm dan betina 89-105 mm. Kodok jenis ini hidup di atas pohon sekitar dua sampai lima belas meter dari permukaan tanah. Biasa hidup dalam hutan primer dengan ketinggian di bawah 600 mdpl. Jenis ini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Thailand, dan Semenanjung Malaysia.

7. Pedostibes rugosus Inger, 1958 Nama Inggris : Marbeled Tree Toad

Kodok berukuran sedang dengan kulit berkerut dan paratoid berentuk lonjong. Tympanum terlihat jelas. Seluruh jari kaki belakang berselaput penuh kecuali pada jari ke empat. Berwarna hijau dengan bintik coklat atau coklat kemerahan. Ukuran tubuh jntan 74-77 mm dan betina 80-95 mm. Spesies ini hanya dapat ditemukan pada hutan primer berbukit dengan ketinggian 150-1050 mdpl di sekitr sungai berarus deras dan berbatu. Diketahui tersebar di Malaysia dan Kalimantan.

8. Phrynoidis aspera Gravenhorst, 1829 Nama Inggris : River Toad

(33)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

Berwarna coklat tua hingga kehitaman. Jari kaki berselaput renang penuh hingga ujung, kecuali pada jari ke empat. Ukuran tubuh jantan 70-100 mm, dan betina 95-140 mm. Umum ditemukan di sungai dan anak sungai serta hutan sampai ketinggian 1.400 mdpl. Kodok jenis ini tersebar di Thailand, Myanmar, Indonesia (Sumatera, Kalimanta, Jawa dan Sulawesi).

9. Phrynoidis juxtaspera Inger, 1964 Nama Inggris : Giant River Toad

Deskripsi : Kodok berukuran besar, berbadan lebar, kepala tumpul, tidak ada tulang tengkorak pada kepala, tympanum jelas, kelenjar paratoid memanjang dari mata belakang, biasanya dua sampai empat kali panjang lebar kelenjar paratoid. Ukuran tubuh jantan 90-120 mm dan betina 125-215 mm. Kodok jenis ini menempati berbagai macam habitan hutan sekunder dan hutan primer sampai dengan ketinggian 1.600 mdpl. Tersebar di Sumatera dan Kalimantan.

Megophrydae

10.Leptobrachium abbotti Cochran, 1926 Nama Inggris : Lowland Litter Frog

Katak serasah ini berasosiasi dengan serasah dan jarang ditemukan. Berwarna coklat gelap dengan corak berwarna gelap atau lebih terang. Kaki belakang hampir tidak berselaput. Ukuran tubuh jantan 43-75 mm dan betina 60-95 mm. Biasa ditemukan di sepanjang sungai saat berkembangbiak dengan ketinggian dibawah 1000 mdpl. Diketahui tersebar di Kalimantan

11.Leptobrachium nigrops Berry & Hendrickson, 1963 Nama Inggris : Black-eyed Litter Frog

(34)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

12.Leptolalax dringi Dubois 1987

Nama Inggris : Dring’s Slender Litter Frog

Kulit berwarna coklat gelap dengan bintik gelap di permukaan atas tubuh dan kepala. Selaput hanya di bagian pangkal jari kaki. Ukuran tubuh jantan 30-35 mm dan betina 37-48 mm. Jenis ini hidup di hutan primer dan sekunder tua berbukit dengan ketinggian 200-1800 mdpl. Jenis ini dapat ditemmukan di Kalimantan.

13.Leptolalax hamidi Matsui, 2006

Nama Inggris : White-Bellied Slender Litter Frog

Jenis ini hampir mirip dengan Leptolalax pictus. Jari kaki belakang berselaput di bagian pangkal. Kulit berwarna coklat gelap di bagian belakang dan sisi tubuh. Terdapat bercak gelap di bagian belakang dan kepala. Ukuran tubuh jantan 29-31 mm dan betina 37-41 mm. Jenis ini hidup di perbukitan hutan primer dan sekunder tua dengan ketinggian 100-250 mdpl. Dapat ditemukan di Kalimantan san Malaysia.

14.Megophrys nasuta Schlegel, 1858 Nama Inggris : Bornean Horned Frog

Katak berukuran sedang hingga besar. Bagian atas mata tertutup oleh perpanjangan dermal mata dan moncong hingga berbentuk seperti tanduk. Tekstur kulit halus dan berwarna merah kecokatan seperti serasah. Ukuran tubuh jantan 70-105 mm dn betina 89-130 mm. Hidup di lantai hutan dataran rendah dan submontana dengan ketinggian 75-1.300 mdpl. Tersebar di Thailand, Semenanjung Malaysia ,Pulau Tioman, Singapura, dan Indonesia (Sumatera, pulau Bintan, Kalimantan, dan pulau Natuna).

Dicroglossidae

15.Limnonectes blythi Boulenger, 1920 Nama Inggris : Blyth’s Frog

(35)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

Tekstur kulit halus dengan warna kulit merah kecoklatan, biasanya terdapat garis hitam dari lubang hidung sampai mata. Terdapat garis memotong antar mata serta tanda berbentuk huruf W di bahu. Ukuran tubuh jantan 90-175 mm dan betina 85-125 mm. Jenis ini dapat ditemukan pada hutan primer sampai sekunder, di sungai sedang sampai anak sungai. Tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia.

16.Limnonectes finchi Inger, 1966 Nama Inggris : Rough Guardian Frog

Katak kecil dengan ukuran tubuh yang cukup panjang. Jari kaki belakang sebagian berselaput. Tympanum terlihat jelas. Pada bagian punggung terdapat bentuk V terbalik. Berwarna coklat hingga coklat gelap, dengan pola yang lebih gelap. Ukuran tubuh jantan 32-39 mm dan betina 39-45 mm. Biasa ditemukan pada lantai hutan primer dan sekunder tua. Tersebar di Kalimantan.

17.Limnonectes ibanorum Inger, 1964 Nama Inggris : Rough-backed River Frog

Katak berukuran besar dan panjang dengan ujung moncong yang meruncing. Jari kaki belakang membulat dan sepenuhnya berselaput. Tympanum terlihat jelas. Permukaan tubuh berwarna coklat keabuan hingga coklat kehitaman. Ukuran tubuh jantan 80-130 mm dan betina 80-101 mm. Jenis ini ditemukan disepanjang sungai berarus deras dan berbatu yang dekat dengan hutan primer dan sekunder tua. Tersebar di Kalimantan. 18.Limnonectes ingeri Kiew, 1938

Nama Inggris : Greater Swamp Frog

(36)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

19.Limnonectes kuhlii Tschudi, 1838 Nama Inggris : Kuhl's Creek Frog

Katak berukuran besar dan gemuk, kepala lebar dengan pelipis berotot. Kaki berotot dan pendek, jari berselaput hingga ke ujung jari. Lipatan supratimpanik sangat jelas, tekstur kulit berkerut dan berbintil. Bagian dorsum berwarna kehitaman. Ukuran tubuh jantan 44-74 mm dan betina 51-67 mm. Hidup di perairan yang tenang atau berarus tidak deras. Tersebar di Utara Cina sampai Semenanjung Malaysia dan Indonesia (Jawa dan Sumatera).

20.Limnonectes laticeps Boulenger, 1882 Nama Inggris : Corrugated Frog

Katak berukuran kecil hingga sedang. Mirip dengan L. kuhlii kecuali pada bagian kaki belakang tidak seluruhnya berselaput dan bagian kaki halus. Kulit keriput dengan tanda berwarna hitam. Ukuran tubuh jantan 28-35 mm dan beetina 32-40 mm. Dapat ditemukan pada habitat akuatik di hutan primer. Tersebar di Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra dan Kalimantan.

21.Limnonectes leporina Anderson, 1923 Nama Inggris : Giant River Frog

Katak berukuran sedang sampai besar. Timapanum sangat jelas terlihat dan berwarna hitam. Jari kaki hampir seluruhnya berselaput penuh. Katak ini merupakan jenis yang sangat umum dan diketahui sebagai katak yang dimakan oleh masyarakat sekitar. N Ukuran tubuh jantan 90-175 mm dan betina 85-125 mm. Hidup di anak sungai hutan primer di Semenanjung Malaysia dan Indonesia (Sumatera, Kalimantan, dan Natuna Besar).

22.Limnonectes palavanensis Boulenger, 1894 Nama Inggris : Smooth Guardian Frog

(37)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

23.Limnonectes paramacrodon Inger, 1966 Nama Inggris : Lesser Swamp Frog

Katak pendek berukuran sedang dengan kaki panjang dan berotot. Ujung moncong meruncing, tympanum terlihat jelas. Seluruh jari kaki belakang berselaput keuali jari keempat. Ukuran tubuh jantan 60-75 mm dan betina 55-66 mm. Jenis ini ditemukan di pinggiran sungai bersubstrat tanah liat di hutan primer dan rawa gambut. Tersebar di Kalimantan, Semenanjung Malaysia dan Singapura. Ranidae

24.Hylarana chalconota Schlegel, 1837 Nama Inggris : White Lipped Frog

Timpanum coklat dan terlihat dengan jelas. Jari kaki berselaput penuh kecuali jari ke empat. Bibir berwarna putih, Kulit abu-abu kehijauan hingga coklat kekuningan. Ukuran tubuh Jantan 33-44mm dan betina 46-59 mm. Hidup di hutan primer sampai pemukiman di Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi) dan Semenanjung Malaysia.

25.Hylarana picturata Boulenger, 1920 Nama Inggris : Spotted Stream

Kulit berwarna hitam dengan bercak kuning dan garis kuning putus-putus dari moncong sampai kloaka. Tympanum terlihat jelas. Jari kaki belakang lebih dari setengahnya berselaput. Ukuran tubuh jantan 33-47 mm dan betina 49-68 mm. Hidup di sepanjang sungai hutan primer dan sekunder dengan ketinggian hampir 750 mdpl. Tersebar di Semenanjung Malaysia dan Sumatera dan Kalimantan.

26.Hylarana raniceps Peters, 1871 Nama Inggris : Peter’s Malaysian Frog

(38)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

27.Hylarana signata Gunther, 1858 Nama Inggris : Stripped Stream Frog

Katak berukuran kecil hingga sedang. Kulit berwarna hitam dengan bercak kuning. Terdapat garis kuning yang menyambung dari moncong ke mata sampai kloaka. Tympanum terlihat jelas. Ukuran tubuh jantan 33-47 mm dan betina 49-68 mm. Hidup di sepanjang sungai hutan primer dan sekunder di Semenanjung Malaysia dan Indonesia (Sumatera dan Kalimantan).

28.Merystogenys phaeomerus Inger &Grilis, 1983 Nama Inggris : Brown Torrent Frog

Katak berukuran sedang dan panjang, kaki ramping dan kepala berbentuk segitiga. Seluruh jari berselaput kecuali jari kaki ke empat terdapat satu sendi yang tidak berselaput. Berwarna coklat muda dan coklat tua dengan bintik-bintik gelap kecil. Jantan memiliki tympanum yang besar dan jelas daripada betina. Ukuran tubuh jantan 34-43 mm dan betina 57-72 mm. Hidup di hutan dataran rendah berbukit, hutan primer dan sekunder tua. Katak dewasa biasa ditemukan di sungai berukuran sedang, berbatu dan jernih. Tersebar di Kalimantan.

29.Odorrana hosii Boulnger, 1891 Nama Inggris : Poisonous Rock Frog

Katak berukuran sedang sampai besar, berbadan ramping. Terdapat lekuk sirkum marginal, jari kaki belakang berselaput hingga ke daasarnya, tekstur kulit halus, lipatan dorsolateral jelas, kulit memiliki kelenjar racun yang berbau busuk. Ukuran tubuh jantan 45-68 mm dan betina 86-100 mm. Biasa ditemukan di sungai hutan primer dan sekunder sampai dengan ketinggian 1.400 mdpl. Jenis ini tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Malaysia, Thailand dan Philipina.

30.Staurois natator Gunther, 1858 Nama Inggris : Black-spotted Rock Frog

(39)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

diantaranya berwarna kebiruan. Ukuran tubuh jantan 29-37 mm dan betina 44-55 mm. Jenis ini hidup di hutan primer berbukit, disepanjang sungai berbatu dan tersebar di Kalimantan dan Philipina.

31.Staurois sp. Nama Inggris : -

Katak jenis ini sangat mirip dengan

Staurois tuberilingus. Berwarna hijau terang hingga kecoklatan dengan bintik merah bata di bagian atas tubuh dan coklat muda di bagian sisi tubuh, selaput di kaki belakang tidak sepenuhnya berselaput dan kaki depan tidak berselaput. Panjang moncong mendekati ukuran diameter mata, dengan ujung meruncing.

Rhacophoridae

32.Nyctixalus pictus Peters, 1871 Nama Inggris : Cinnamon frog

Katak pohon berukuran kecil, moncong runcing. Piringan sendi kaki depan dan belakang lebar namun berukuran lebih kecil dari tympanum. Warna tubuh kemerahan dengan bintik putih di seluruh badan. Ukuran tubuh jantan 30-33 mm dan betina 31-34 mm. Biasa ditemukan hidup di hutan primer dan sekunder dengan tutupan vegetasi yang rapat hingga ketinggian 1.650 mdpl. Tersebar di Filipina, Semenanjung Malaysia, Singapura, dan Indonesia (Sumatera, dan Kalimantan).

33.Polypedates colletti Boulenger, 1890 Nama Inggris : Collet's Tree Frog

(40)

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kabupaten Murung Raya (lanjutan)

34.Polypedates macrotis Boulenger, 1891 Nama Inggris : Dark-eared Tree Frog

Katak pohon berukuran sedang sampai besar. Warna kulit coklat dan terdapat garis coklat gelap yang menutupi timpanum sampai ke sisi tubuh. Ukuran tubuh jantan 45-57 mm dan betina 66-85 mm. Hidup di hutan primer dan sekunder di Semenanjung Malaysia dan Indonesia (Sumatera dan Kalimantan).

35.Rhacophorus gadingensis Daas & Haas, 2005 Nama Inggris : -

Katak berukuran kecil hingga sedang. Berwarna coklat dengan pola berwarna kecoklatan hingga kehijauan. Ukuran tubuh mencapai 30 mm. Jenis ini hanya ditemukan di Kalimantan, pada vegetasi yang terletak di pinggir sungai.

36.Rhacophorus pardalis Gunther, 1858 Nama Inggris : Harlequin Tree Frog

(41)

3

1

Lampiran 2 Jenis amfibi di beberapa tipe habitat

No Nama Jenis SL SB SS SK SJ TA TD JL IUCN Endemisitas

Bufonidae

1 Ansonia albomaculata Inger, 1960 0 3 3 0 0 0 0 0 NT EK

2 Ansonia leptopus Günther, 1872 0 0 8 6 1 0 1 0 NE EK

3 Ansonia longidigita Inger, 1960 1 5 5 3 0 0 0 0 NT EK

4 Ansonia minuta Inger, 1960 0 0 1 0 0 0 0 0 NT EK

5 Ansonia spinulifer Mocquad, 1890 0 6 0 0 1 0 0 0 NT EK

8 Pedostibes hosii Boulenger, 1892 1 0 1 0 0 0 0 0 LC

9 Pedostibes rugosus Inger, 1958 1 0 0 0 0 0 0 0 NT EK

6 Phrynoidis aspera Gravenhorst, 1829 6 3 7 12 1 0 0 0 LC

7 Phrynoidis juxtaspera Inger, 1964 0 2 2 2 0 0 0 0 LC

Megophridae

10 Leptobrachium abbotti Cochran, 1926 0 0 0 0 0 1 0 0 LC

11 Leptobrachium nigrops Berry & Hendrickson, 1963 0 0 1 0 0 0 0 0 LC

12 Leptolalax dringi Dubois 1987 0 0 0 0 0 0 0 1 NT EK

13 Leptolalax hamidi Matsui, 2006 1 0 1 0 0 0 0 0 VU EK

14 Megophrys nasuta Schlegel, 1858 0 0 0 0 0 0 2 0 LC

Dicroglossidae

15 Limnonectes blythii Boulenger, 1920 1 0 0 0 0 0 0 0 NT

16 Limnonectes finchi Inger, 1966 0 0 2 0 0 0 0 0 LC

17 Limnonectes ibanorum Inger, 1964 0 0 7 0 0 0 0 0 NT

18 Limnonectes ingeri Kiew, 1938 0 0 7 1 0 0 0 0 NT EK

(42)

Lampiran 2 Jenis amfibi di beberapa tipe habitat (lanjutan)

No Nama Jenis SL SB SS SK SJ TA TD JL IUCN Endemisitas

20 Limnonectes laticeps Boulenger, 1882 0 8 3 0 0 0 6 0 LC

21 Limnonectes leporinus Anderson, 1923 1 0 24 82 17 2 1 LC

22 Limnonectes palavanensis Boulenger, 1894 0 1 0 0 0 0 0 0 LC

23 Limnonectes paramacrodon Inger, 1966 0 1 4 9 5 1 0 0 NT

Ranidae

24 Hylarana chalconotus Schlegel, 1837 1 2 1 0 0 0 0 0 LC

25 Hylarana picturata Boulenger, 1920 2 0 1 0 1 0 0 0 LC

26 Hylarana raniceps Peters, 1871 3 0 0 0 2 0 0 0 LC

27 Hylarana signata Gunther, 1858 3 0 33 0 0 1 0 0 LC

28 Merystogenys phaeomerus Matsuo, 1986 1 0 0 0 0 1 0 0 NT

29 Odorrana hosii Boulnger, 1891 0 0 21 0 0 0 0 0 LC EK

30 Staurois natator Gunther, 1858 0 8 0 0 1 0 0 0 LC

31 Staurois sp 0 26 6 0 0 1 0 0 NE

Rhacophoridae

32 Nyctixalus pictus Peters, 1871 0 2 0 0 1 0 0 0 NT

33 Polypedates colletti Boulenger, 1890 0 0 0 0 0 0 0 1 LC

34 Polypedates macrotis Boulenger, 1891 0 0 1 0 0 1 1 4 LC

35 Rhacophorus gadingensis Daas & Haas, 2005 0 0 0 0 1 0 0 0 LC

36 Rhacophorus pardalis Gunther, 1858 0 3 1 0 0 0 0 0 LC

(43)

3

3

Lampiran 3 Kisaran ukuran SVL dan berat tubuh amfibi

No Nama Jenis N SVL (cm) Berat (gr)

Min Max Mean S-Dev Min Max Mean S-Dev

1 Ansonia albomaculata 6 2,9 4,0 3,35 0,39 5,5 9,0 7,58 1,48

2 Ansonia leptopus 16 2,9 5,3 3,77 0,83 3,8 16,0 7,77 4,22

3 Ansonia longidgita 14 2,0 6,7 3,54 1,14 4,0 16,0 7,17 3,52

4 Ansonia spinulifer 7 3,6 4,2 3,79 0,20 7,0 8,0 7,43 0,49

5 Phyroinidis aspera 29 3,4 12,3 6,80 2,50 5,0 230,0 53,77 58,91

6 Phyroinidis jutaxper 6 4,0 8,6 7,39 1,57 12,0 80,0 47,67 20,08

7 Limnonectes ibanorum 7 4,2 6,6 5,67 0,74 12,0 35,5 23,50 7,80

8 Limnonectes ingeri 8 3,9 6,6 5,13 0,92 8,0 39,0 20,56 10,51

9 Limnonectes kuhlii 49 2,2 6,6 4,51 1,10 3,0 37,0 15,91 7,29

10 Limnonectes laticeps 17 2,5 6,8 4,17 1,03 4,0 21,0 11,91 4,97

11 Limnonectes leporina 127 1,9 10,0 5,58 1,77 2,5 130,0 30,71 27,80

12 Limnonectes paramacrodon 20 4,4 8,8 6,18 1,05 11,0 70,0 31,25 16,26

13 Hylarana chalconata 4 3,3 5,1 3,92 0,71 5,0 10,0 7,00 1,87

14 Hylarana picturata 4 3,3 5,1 4,14 0,70 6,0 12,0 7,75 2,49

15 Hylarana raniceps 5 3,6 5,6 4,70 0,90 5,0 11,5 8,30 2,75

16 Hylarana signata 37 2,9 6,3 3,78 0,74 4,0 15,0 6,76 2,05

17 Odorrana hosii 21 2,2 8,4 5,42 1,21 6,0 41,0 14,31 7,48

18 Staurois natator 9 3,5 5,9 4,69 0,64 7,0 14,0 10,61 2,11

19 Staurois sp. 33 1,8 5,6 2,76 0,81 3,0 15,0 5,21 2,62

20 Polypedates macrotis 7 4,9 7,4 5,76 0,91 8,0 29,0 14,86 7,52

21 Rhacophorus pardalis 4 5,7 6,1 5,93 0,15 7,0 8,0 7,75 0,43

(44)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 1990 dari pasangan Adin Dahuri dan Nia Kurnia. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis antara lain Sekolah Dasar Negeri 11 Pagi Jakarta Pusat tahun 1994-2000, Sekolah Menengah Pertama Negeri 216 Jakarta Pusat tahun 2000-2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 77 Jakarta Pusat tahun 2003-2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis selama bersekolah aktif berorganisasi dan beberapa kali memiliki jabatan penting dalam organisasi tersebut, antara lain sebagai ketua paduan suara di SMPN 216 tahun 2001-2003 dan SMAN 77 tahun 2004-2007, sekretaris MPK di SMAN 77 tahun 2004-2007, serta bendahara PMR di SMAN 77 tahun 2006-2007. Selain itu penulis juga aktif menjuarai berbagai perlombaan teater lingkup kotamadya hingga provinsi tahun 2004-2007. Penulis juga berkontribusi dalam paduan suara di upacara peringatan hari kemerdekaan di Kemendikbud tahun 2002 dan istana Negara tahun 2001. Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai sekretaris Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH Python) Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) pada tahun 2008-2010 dan anggota bidang kesekretariatan Himakova tahun 2008-2010. Penulis juga merupakan anggota paduan suara IPB “AGRIASWARA” tahun 2007-2009. Selain organisasi kemahasiswaan, penulis mengikuti organisasi sosial “3 Little Angels” yang memiliki fokus kegiatan membantu pengobatan anak-anak dari keluarga kurang mampu yang sakit keras, pada tahun 2011-2013. Pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan Annual Meeting of Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) sebagai salah satu presentator di Bali.

Penulis pernah mengikuti kegiatan Eksplorasi Flora, Fauna, dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Rawa Danau (2008), dan Gunung Burangrang, Jawa Barat (2009), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manupeu Tanadaru, Nusa Tenggara Timur (2009) dan Sebangau, Kalimantan Tengah (2010). Selain itu penulis juga pernah bekerja sebagai sekretaris manajemen Pandji Pragiwaksono tahun 2012-2013.

Gambar

Tabel 1  Ketinggian wilayah ibukota kecamatan di Kabupaten Murung Raya,
Gambar 2 Lokasi pengamatan di Sungai Luan. (a) Hulu Sungai Luan; (b) Hilir
Gambar 3 Lokasi pengamatan di Sungai Satai.
Gambar 5 Foto lokasi pengamatan (a) pada transek A; (B) pada transek D
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyak pengalam baru yang kami dapat dari tempat-tempat ini, salah satu yang paling berharga buat saya adalah tentang usaha para santri di Ponpes Sunan Drajat

Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia menyelenggarakan fungsi, yaitu penyusunan perencanaan rumah sakit; pelaksanaan urusan sumber daya manusia, organisasi, hukum dan

Dari tabel chi-square tests menyatakan bahwa nilai probabilitas 0,417 lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan

Pemdaatannya pada ckompon karet darn (campuran karet dengan bahan kimia karet), memperlihatkan.. sbahwa dibanding HSR di dalam BJK, KA siklo merupakan bahan yang

Untuk ketiga indikator tersebut, ada kendala dalam collect data, baik SDM di Intansi yang tidak memiliki kapasitas atau mungkin pula diperlukan untuk dijadikan

Sehubungan dengan Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi pada LPSE Kabupaten Deli Serdang untuk Paket Pekerjaan Pemutakhiran Data dan Pemetaan Objek Pajak Bumi dan

a) Sebelum diskusi dimulai siswa menyimak petunjuk dan aturan- aturan saat diskusi yang dibacakan guru. b) Setiap kelompok mendapat 4 pertanyaan dalam bentuk LKS tentang

Model ini memetakan setiap thread tingkatan user ke setiap thread. One to One menyediakan lebih banyak concurrency dibandingkan model Many to One. Keuntungannya sama