TITA NURSIAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Perilaku Kewirausahaan Usaha Mikro Kecil (UMK) Tempe di Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
TITA NURSIAH. Perilaku Kewirausahaan Usaha Mikro Kecil (UMK) Tempe di Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI dan BURHANUDDIN.
Wirausaha diyakini sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi, serta wirausaha juga dianggap sebagai inovator dalam pengembangan ekonomi. Tingginya persentase jumlah wirausaha di suatu negara maka perekonomian negara tersebut akan tumbuh dengan baik (Scumpeter dalam Casson et al 2006). Data dari Kemenkop menyatakan bahwa pelaku usaha yang mendominasi di Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil (UMK) dengan persentase 90 %. Namun demikian, pemilik usaha ini tidak dihitung sebagai wirausaha sesuai dengan penilaian Kemenkop. Hal ini dikaitkan dengan data bahwa jumlah wirausaha Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1,90 % dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia. Persentase tersebut masih sangat kecil dibandingkan negara Asia lainnya, Mengacu pada definisi wirausaha adalah perorangan yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu, dengan bekerja sendiri, mampu menghadapi risiko dengan memanfaatkan peluang yang ada (Casson et al 2006).
Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, serta menjadi tumpuan sumber pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Usaha mikro kecil merupakan usaha yang mampu bertahan dari krisis, begitu juga dengan usaha mikro pembuatan tempe yang ada di Indonesia. Usaha ini memiliki karakteristik yang unik, suplai bahan baku usaha pembuatan tempe 100% diperoleh dari kedelai impor. Dengan demikian, adanya perubahan harga kedelai akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan usaha serta perilaku pengrajin dalam menyiasati keadaan tersebut. Usaha ini sebagian besar masih bersifat turun temurun, tradisional, serta dengan skala usaha rumah tangga. Namun demikian, meskipun usaha ini terkendala dengan harga bahan baku serta modal, para pelaku usaha tetap bertahan menjalankan usaha hingga bertahun-tahun meskipun perkembangan usaha tersebut tidak signifikan.
SEM menghasilkan bahwa faktor internal karakteristik wirausaha (KW) memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku kewirausahaan pelaku (UMK). Variabel yang paling besar mencerminkan karakter wirausaha pada pengrajin tempe adalah inovatif. Karakteristik inovatif yang dilakukan oleh pengraijin tempe yaitu dengan melakukan inovasi pada produk, melakukan perubahan ukuran, membuat jenis tempe yang berkualitas super, atau membuat tempe dengan kemasan yang berbeda-beda. Selain inovasi pada produk, inovasi dilakukan juga pada peralatan yang digunakan, serta inovasi pada cara pemasaran.
Faktor eksternal iklim bisnis (IB) yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan, variabel yang mencerminkan iklim bisnis paling besar adalah kekompakan antar pengrajin tempe. Kekompakan pengrajin tempe ini dilihat dari kekompakan pada saat melakukan produksi bersama, kekompakan dalam membentuk organisasi perkumpulan pengrajin tempe. Di samping itu perilaku kewirausaahan pengrajin tempe mempengaruhi perspektif kinerja bisnis (PKB) yang dijalankan. Variabel perilaku kewirausahaan paling besar dicerminkan oleh kognitif (pengetahuan). Sementara untuk perspektif kinerja bisnis dicermikan paling besar oleh variabel kemampuan bersaing. Persaingan antar pengrajin tempe sangat tinggi, karena jumlah pengrajin tempe yang banyak dengan wilayah pemasaran yang tidak terlalu banyak. Kemampuan bersaing antar pengrajin tempe ditunjukkan dengan cara membuat tempe dengan kemasan yang beragam sesuai keinginan konsumen, menggunakan bahan baku yang aman untuk kesehatan, serta memberi merek pada produk yang dijual.
Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya peranan pemerintah dalam mengatur regulasi dalam penentuan harga kedelai impor yang merupakan bahan baku pada usaha ini. Di samping itu, peranan pemerintah juga diperlukan dalam penyediaan tempat pemasaran yang layak. Peranan lain dari lembaga terkait adalah adanya pengaktifan kembali keanggotaan pengrajin tempe pada koperasi. Hal ini guna menunjang keberhasil usaha dengan adanya bantuan baik penyuluhan dan pendampingan dari koperasi.
TITA NURSIAH. Entrepreneurship Behavior in Micro Small Enterprises (MSEs) Tempe in Bogor ,West Java. Supervised by NUNUNG KUSNADI and BURHANUDDIN.
Entrepreneurial was believed as the wheel of economic growth, as well as entrepreneur is also regarded as an innovator in economic development. The high percentage of the number of entrepreneurs in a country have correlation with the growing well economy (Schumpeter in Casson et al 2006). Data from Kemenkop stated that dominant business in Indonesia is from Micro Small Enterprises (MSEs) with a percentage of 90 %. Nevertheless, this business owner is not counted as an entrepreneur in accordance with Kemenkop assessment. This is associated with the accorded data of number entrepreneurs in Indonesia during 2013, only range about 1.90 % of the total population in Indonesia. This percentage is still very small compared to other Asian countries, Referring to the definition of entrepreneur as an individual who has the ability to create something, to work alone, and to face the risk by leveraging existing opportunities (Casson et al 2006).
Empowering the Micro Small Enterprises (MSEs) is one of the best strategic plan because of it has not only great potential in activating economic activities, but also for increasing source of income to improve the welfare of community. Small micro-business is a business that is able to withstand the crisis, as well as micro enterprises that produce tempe in Indonesia. This enterprises has unique characteristics and supply raw materials for producing tempe 100 % derived from soybean imports. Thus, the price change of soybeans will directly influence to business development and also the behavior of producers in negotiating for these circumstances. This enterprises was mostly hereditary, traditional, and small scale home business. However, despite these enterprises are constrained by prices of raw materials and capital, entrepreneurs persist to exist for years despite business growth is not significant .
Thus, that behaviors underlying above are the basis on this entrepreneurial behavior research in MSEs. The purpose of this study were (1) identify the characteristics of entrepreneurs in MSE industry (2) analyze the effect of entrepreneurial characteristics and the business climate for entrepreneurial behavior (3) analyze the effect of entrepreneurial behavior on its performance. This research was conducted in Bogor, West Java from November 2014 until July 2015. The number of samples was 121 respondents, taken with purposive sampling technique. Primary data was collected by direct interviews with questionnaire. Data were analyzed with descriptive analysis and multivariate analysis with Structural Equation Models (SEM). Descriptive analysis was used to analyze the characteristics of entrepreneurs, while SEM is used to analyze the relationship between exogenous latent variables of entrepreneurial characteristics and the business climate with latent variables of entrepreneurial behavior and perspective business performance.
the entrepreneurial character tempe is innovative character. Innovative characteristics that was conducted by producer is innovate on the product, change the size, make a kind of super quality tempe, or make tempe with different packaging. Beside innovation on products, the innovation also performed well on the equipment for tempe producting, and innovations in the way of marketing .
External factors of business climate (BC) that affect entrepreneurial behavior, the most reflected variable on the business climate is great relationship among producers tempe. Compactness was shown with togetherness when producing tempe and forming organizations of producers tempe association. Beside that, behavior of tempe producers affect existend of the business performance perspective (BPP). The greatest variable entrepreneurial behavior was reflected by the cognitive (knowledge). As for business performance perspective, the greatest variabel was reflected by variable ability to compete. Competition among tempe producers is very high, because the supply of tempe is greater that the market area. The ability to compete was demonstrated by tempe producers with vary packaging product according to the wishes of consumers, using raw materials that are safe for health, as well as provide brand on products.
The implication of this research is the need for the government's role in regulating pricing regulation in soybean imports, because soybean are major raw material for this enterprises. In addition, the role of government is also required in the provision of a viable marketing. Another role of the relevant institutions is the reactivation of tempe producers membership in the cooperative. This is to support the outcomes on the business with the help of good counseling and assistance from cooperative.
Keywords : entrepreneurial behavior, entrepreneurial characteristics micro small enterprises (MSES), structural equation models (SEM), tempe industrial
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
TITA NURSIAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Rachmad Pambudy, MS
NIM : H351130471
Disetujui oleh Komisi Pembimbing,
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Dr Ir Burhanuddin, MM Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agribisnis,
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak November 2014 sampai Agustus 2015 ini adalah kewirausahaa, dengan judul “Perilaku Kewirausahaan pada Usaha Mikro Kecil (UMK) Tempe di Bogor Jawa Barat”. Terima kasih penulis ucapan kepada 1. Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS dan Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku
komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan hingga terselesaikannya tesis ini.
2. Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc selaku dosen evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian
3. Dr Ir Rachmad Pambudy, MS dan Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama dan penguji wakil departemen pada sidang tesis yang telah disusun.
4. Bapak Endang dari Primkopti Kabupaten Bogor, beserta seluruh pengrajin tempe yang ada di Desa Citeureup, Cimanggu, Cilendek, Parung, Ciseeng, serta Cibinong atas waktu dan informasi pada saatu pengambilan data
5. Teman-teman; Sarfina Nabila, Febrina Mahliza, Dwi Septarini, Muhamad Arief Bangun Sanjaya, Silviasari dan Mbak Rina atas waktu, dan dukungan yang telah diberikan selama pengumpulan data dan pengolahan data.
6. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak H. Memed dan Ibu Hj. Fatimah selaku orang tua dari penulis, Maryono SP, MSc kakak yang telah memberikan saran hingga terselesaikannya tesis ini, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya,
7. Seluruh teman-teman Magister Sains Agribisnis (MSA) Angkatan 4 IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih telah memberikan semangat selama penelitian hingga penyelesaian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAM xvii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Kewirausahaan pada Industri Kecil 6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan 10 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha 11
Pendekatan SEM 13
3 KERANGKA PEMIKIRAN 14
Kerangka Teoritis Perilaku Kewirausahaan 14
4 METODE 20
Waktu dan Lokasi 20
Jenis dan Sumber Data 21
Metode Penarikan Sampel 21
Variabel Penelitian 22
Metode Analisis Data 24
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 28
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 28
Gambaran Umum Usaha Mikro Kecil Pengrajin Tempe 29 Karakteristik Wirausaha UMK Pengrajin Tempe 34 Persepsi Pengrajin Tempe Terhadap Iklim Bisnis 43 Persepsi Pengrajin Tempe Terhadap Perilaku Kewirausahaan 45 Persepi Pengrajin Tempe Terhadap Kinerja Usaha 47 Analisis Perilaku Kewirausahaan UMK Pengrajin Tempe Dengan
Pendekatan SEM 50
Implikasi Kebijakan 63
6. SIMPULAN DAN SARAN 65
DAFTAR PUSTAKA 67
LAMPIRAN 70
1 Perkembangan jumlah UMKM RI tahun 2010-2012 2 2 Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan aset dan omset
Pada UU no 20 tahun 2008 8
3 Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan jumlah tenaga
kerja, pendapatan, dan aset 9
4 Jenis dan sumber data 21
5 Sebaran jumlah pengrajin tempe di Kabupaten Bogor 22
6 Variabel manifest faktor karateristik wirausaha 22
7 Variabel manifest faktor iklim bisnis 23
8 Variabel manifest perilaku kewirausahaan 24
9 Variabel manifest kinerja bisnis 24
10 Kriteria goodness of fit SEM 27
11 Bobot persepsi pengrajin tempe terhadap iklim bisnis 43
12 Bobot persepsi pengrajin tempe terhadap perilaku kewirausahaan 46
13 Bobot persepsi pengrajin tempe terhadap perspektif kinerja bisnis 48
14 Uji validitas model awal SEM sebelum respesifikasi 51 15 Uji reliabilitas model awal SEM (sebelum respesifikasi) 52 16 Uji validitas model SEM setelah respesikasi 54 17 Uji reliabilitas model SEM setelah respesifikasi 54
18 Hasil uji kecocokan model SEM (goodness of fit) 55 19 Ringkasan keseluruhan hasil analisis model SEM 62
DAFTAR GAMBAR
1 Persentase jumlah UMKM di Indonesia tahun 2012 3
2 Jumlah UMKM di Provinsi Jawa Barat 4
3 Model Proses Kewirausahaan 16
4 Konsep Perilaku Kewirausahaan 18
17 Sebaran responden berdasarkan inovasi 38 18 Sebaran responden berdasarkan ketekunan 38 19 Sebaran responden berdasarkan kepemimpinan 39 20 Sebaran responden berdasarkan motivasi 40 21 Sebaran responden berdasarkan karakteristik wirausaha 41 22 Standardized solution model awal SEM (sebelum respesifikasi) 50 23 T-value model awal SEM (sebelum respesifikasi) 52
24 T-value model SEM hasil respesifikasi 53
25 Diagram path watak wirausaha dan perilaku kewirausahaan
pengrajin tempe 57
26 Diagram path iklim bisnis dan perilaku kewirausahaan pengrajin
tempe 59 27 Standardized solution model SEM setelah respesifikasi 61
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan kewirausahaan menjadi isu penting di Indonesia, bahkan pada tahun 2011 presiden menyatakan sebagai tahun wirausaha “year of entrepreneur”. Pernyataan tersebut juga didukung oleh banyaknya program pemerintah yang dipublikasikan secara masal untuk meningkatkan jumlah wirausaha. Salah satu program pemerintah yang dipublikasikan adalah Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Program ini adalah program bantuan berupa modal bagi wirausaha pemula yang mengajukan proposal bisnis.
Dukungan yang diberikan pemerintah dalam pengembangan kewirausahaan karena untuk persiapan dalam menghadapi Asean Economic Community (AEC) pada tahun 2015. Salah satunya yaitu upaya mendukung pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif berbasis UMKM. Upaya pengembangan ini berupa menciptakan wirausaha baru, meningkatkan kapasitas SDM pada UMKM, serta meningkatkan fasilitas pembiayaan bagi UMKM. Pengembangan kewirausahaan dikembangkan untuk mempersiapakan masyarakat Indonesia dalam AEC 2015 agar mampu memiliki daya saing dengan negara ASEAN lainnya sehingga masyarakat Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi negara ASEN tetapi juga mampu menciptkan produk yang berdaya saing.
Kewirausahaan ini dikembangkan karena berdasarkan penelitian kewirausahaan berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah memberikan dukungan penuh pengembangan dalam penciptaan dan peningkatan jumlah wirausaha. Wirausaha diyakini sebagai roda pengerak pertumbuhan ekonomi, serta wirausaha juga dianggap sebagai inovator dalam pengembangan ekonomi. Semakin tinggin persentase jumlah wirausaha di suatu negara, maka perekonomian negara tersebut akan tumbuh dengan baik (Scumpeter dalam Casson et al 2006). Seorang wirausaha dianggap sebagai inovator karena wirausaha memiliki kemampuan untuk menciptakan produk baru yang memiliki nilai tambah melalui keberanian dalam mengambil risiko, kreativitas, inovasi, serta kemampuan dalam manajemen dan membaca peluang yang ada.
Jumlah wirausaha di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1,90% dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia. Rasio tersebut sudah meningkat dari dua tahun sebelumnya yaitu 0,24% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 1,56% pada tahun 2012. Rasio tersebut masih sangat kecil dibandingkan negara Asia lainnya, seperti Cina dan Jepang, yang memiliki wirausaha lebih dari 10% dari jumlah populasi penduduk. Di regional Asia Tenggara, posisi Indonesia masih di bawah Malaysia yang sudah mencapai angka 5% atau Singapura 7%1. Jumlah wirausaha di Indonesia masih dikategorikan kecil dimungkinkan karena penilaiannya didasarkan pada jumlah usaha yang sudah berjalan selama 42 bulan. Selain itu didasarkan pada wirausaha yang mendapatkan kredit modal atau
1
berhubungan dengan perbankan. Hal ini dikarenakan hanya sekitar 30% dari UMKM yang melakukan akses pembiayaan dari perbankan (Deputi pembiayaan Kemenkop 2013).
Meninjau data penyebaran pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Indonesia, dan dibandingkan dengan jumlah wirausaha yang dikategorikan oleh Kemenkop terlihat adanya perbedaan. Jumlah UMKM di Indonesia sangat banyak yaitu mencapai 56 juta unit usaha, dengan jumlah usaha mikro dan kecil yang mendominasi. Namun pelaku usaha ini tidak dihitung sebagai wirausaha sesuai dengan penilaian Kemenkop. Sementara pada kenyataannya UMKM tersebut memiliki peranan yang penting bagi negara seperti penyerapan tenaga kerja serta menyumbang pada PDB. Peran dan eksistensi UMKM dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sudah tidak diragukan lagi. Tahun 2012 jumlah UMKM mencapai 56,5 juta unit usaha, dan merupakan 99% dari pelaku usaha nasional, dengan jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 97,2% (Kemenkop 2012). Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, jumlah UMKM yang ada di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat dan terjadi peningkatan setiap tahunnya. Berikut data perkembangan jumlah UMKM di Indonesia tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan jumlah usaha UMKM dan Besar, PDB RI tahun 2010- 2012
Indikator 2010 2011* 2012*
Jumlah unit Jumlah unit PDB (%) Jumlah unit PDB (%)
Unit Usaha (Unit)
53.828.569 55.211. 396 56.539. 560
UMKM 53.823.732 55.206.444 50,04 56.534. 592 54,77
Usaha Besar 4.837 4.952 49,96 4.968 45,23
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (2013) (diolah)2, (*) : Data sementara
Meninjau angka di atas, peranan UMKM sebagai bentuk kewirausahaan sangat membantu pemerintah sebagai penggerak perekonomiam negara, yaitu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta memberikan kontribusi terhadap PDB nasional. Peranan kewirausahaan UMKM tidak hanya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara agregat, tetapi juga mikro. Berdasarkan jumlah total UMKM yang ada, 90 persennya didominasi oleh usaha mikro dam kecil (Gambar 1). Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Wirausaha-wirausaha UMK terus bermunculan baik dari sektor pertanian maupun non pertanian. Adanya wirausaha-wirausaha baru ini terbentuk karena beberapa faktor, ada yang memang sudah secara lahiriah memiliki jiwa
2
kewirausahaan, namun tidak sedikit juga wirausaha baru muncul karena tekanan ekonomi, kebosanan dalam bekerja, memasuki usia tua, serta faktor pendidikan dan perkawinan. Menurut penelitian Bosma (2011), trend munculnya wirausaha adalah karena tekanan ekonomi, sehingga seseorang terpaksa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Dikarenakan latar belakang tersebut, banyak usaha-usaha mikro dan kecil yang bermunculan, namun tidak dapat berkembang menjadi usaha besar.
Gambar 1 Persentase jumlah UMKM di Indonesia tahun 2012 Sumber: Kemenkop (2012)
Terbentuknya usaha kecil dan mikro yang sulit menjadi besar dapat jadi dikarenakan beberapa faktor, yaitu terbatasnya modal, terbatasnya kemampuan wirausaha dalam manajemen, serta adanya bentuk pola pemikiran bahwa “small is beautiful”. Ada beberapa usaha yang memang terkendala karena faktor-faktor tersebut sehingga usahanya cenderung tidak berkembang namun tetap dapat bertahan. Sementara untuk faktor pola pemikiran “small is beautiful” biasanya adalah usaha yang pemiliknya sudah merasa cukup puas dengan usaha yang dijalankan meskipun ukurannya kecil. Selain itu wirausaha tersebut merasa tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk mengembangkan usaha (Sathe 2003). Fenomena tersebut banyak terjadi di Indonesia salah satu bentuknya adalah UMK.
UMKM tersebar di seluruh wilayah di Indonesia, salah satunya berkembang pesat di wilayah Jawa Barat. Sejauh ini, posisi dan peran UMKM di Jawa Barat merupakan pelaku ekonomi yang cukup dominan dengan jumlah unit usaha mencapai 8.200 juta atau sekitar 6,17% dari total pelaku UMKM di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, UMKM memberikan kontribusi terbesar bagi penyerapan tenaga kerja yaitu mencapai 87,12% dari total pekerja. Hal tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Jawa Barat yang mencapai 60,32% (Dinas KUMKM Jabar 2011).3 Tiga Wilayah di Jawa Barat dengan jumlah IKM (Industri Kecil Menengah) tertinggi yaitu Bandung, Sukabumi, dan Bogor. Di wilayah Bogor jumlah IKM mencapai 22.337 unit
3
usaha. Hal ini dimungkinkan karena faktor, Bogor dekat dengan ibu kota sehingga memiliki peluang lebih besar dalam perkembangan perekonomian.
Gambar 2 Jumlah UMKM di Provinsi Jawa Barat tahun 2011 Sumber: Pusdalitbang Jawa Barat (2011)
Salah satu jenis Usaha Mikro Kecil (UMK) yang berkembang di Bogor adalah usaha pembuatan tempe. Pelaku usaha ini sebagian besar didominasi oleh para pendatang yang berasal dari Pekalongan Jawa Tengah. Usaha ini memiliki karakteristik yang unik, suplai bahan baku usaha pembuatan tempe 100% diperoleh dari kedelai impor. Dengan demikian, adanya perubahan harga kedelai akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan usaha serta perilaku pengrajin dalam menyiasati keadaan tersebut. Tidak hanya itu, usaha ini sebagian besar masih bersifat turun temurun, tradisional, serta dengan skala usaha rumah tangga. Namun demikian, meskipun usaha ini terkendala dengan harga bahan baku serta modal, para pelaku usaha tetap bertahan mengusahakan hingga bertahun-tahun meskipun perkembangan usaha tersebut tidak signifikan.
penelitian ini juga ingin menganalisis bagaimana karakteristik wirausaha pada UMK tempe.
Rumusan Masalah
Usaha Mikro Kecil (UMK) merupakan bentuk usaha yang banyak dijalankan oleh masyarakat di Indonesia. UMK menyumbang PDB sebesar 45,49 % pada tahun 2012 (Kemenkop 2012). Sebagai bentuk usaha, UMK memiliki peranan dalam mempercepat pemerataan ekonomi yaitu dengan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia yang mampu diserap oleh UMK mencapai 94,21 % dari jumlah tenaga nasional (Kemenkop 2012). Namun demikian, jumlah UMK yang ada belum dapat merepresentasikan jumah wirausaha yang ada di Indonesia. Dikarenakan jumlah yang tercatat sebagai wirausaha adalah 1,9 % dari total jumlah penduduk.
Mengacu pada definisi wirausaha adalah perorangan yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu, dengan bekerja sendiri, mampu menghadapi risiko dengan memanfaatkan peluang yang ada (Casson et al 2006), UMK merupakan bentuk kewirausahaan juga didukung oleh pendapat Fugate, yang meneliti tentang usaha mikro di Nepal. Fugate menyatakan bahwa usaha mikro merupakan salah satu teknik kewirausahaan untuk mempromosikan ekonomi swasembada yang memungkinkan pengusaha mikro dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan memiliki pendapatan dengan menggunakan metode bottom-up. Penggolangan usaha mikro menurutnya adalah para ekonomi pedagang kaki lima, pengrajin kecil, pemilik toko kecil, dan pedagang kecil (Fugate et al 2005). Jenis kewirausahaan UMKM yang lebih banyak berkembang di Indonesia adalah usaha mikro, yang memiliki aset kurang dari 50 juta dan omset maksimal 300 juta per tahun.
UMK memiliki karakteristik yang unik, pelaku UMK mampu bertahan dalam kondisi krisis. Sulitnya bahan baku, kenaikan harga bahan baku, tidak adanya tempat yang layak untuk membuka usaha, serta keterbatasan modal tidak menjadi penghalang usaha ini tetap berjalan. Ciri lain UMK adalah lemah dalam perencanaan, lemah dalam bekerja sama dengan individu lain baik pemasok, pemodal, maupun dengan pengusaha lain, serta pengusaha mikro belum dapat memposisikan diri sebagai pengusaha yang berkualitas dan subsisten (Riyanti 2003). Karakter lain dari UMK di Indonesia adalah usaha didirikan dengan modal kecil, menggunakan sumberdaya lokal, kepemilikan usaha turun temurun (usaha keluarga), skala kecil, teknologi rendah, kualitas produk dan produktivitasnya rendah, padat karya, pendidikan rendah, menghasilkan keuntungan yang tidak stabil dan rendah, kompetisi pasar yang tanpa regulasi, serta pemasaran lebih banyak di dalam negeri (Tambunan 2008).
1. Bagaimaina ciri atau karakteristik wirausaha pada pelaku UMK tempe?, 2. Apakah faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaanUMK tempe?
serta,
3. Bagaimanakah pengaruh perilaku kewirausahaan UMK tempe terhadap perspektif pelaku usaha pada kinerja bisnis yang dijalankan.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi karakteristik dan ciri wirausaha pada UMK tempe, 2. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik wirausaha (internal factor)
dan iklim bisnis (external factor) terhadap perilaku kewirausahaan pada UMK tempe,
3. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan UMK terhadap perspektif kinerja bisnis.
Ruang Lingkup
Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai batasan dalam materi yang akan dibahas yaitu:
1. Penelitian ini hanya akan membahas karakteristik atau ciri wirausaha pada UMK tempe,
2. Pengaruh faktor karakteristik wirausaha (internal factor) dan iklim bisnis (external factor) terhadap perilaku kewirausahaan UMK tempe serta, 3. Pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap perspektif kinerja bisnis
UMK tempe yang ada di Bogor.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini mengkaji dari beberapa hasil penelitian yang telah ada dan di review guna mendukung penelitian ini. Beberapa yang akan dikaji dalam bab ini adalah kewirausahaan pada industri kecil dan mikro yaitu tentang bagaimana kewirausahaan pada industri kecil dan mikro diterapkan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan, pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kinerja usaha, dan pendekatan Structural Equation Models (SEM) untuk analisis perilaku dan kinerja.
Kewirausahaan pada Industri Kecil dan Mikro
memasuki usia tua, serta faktor pendidikan dan perkawinan. Berdasarkan beberapa penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor-faktor demografis seperti gender, umur, pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang berpengaruh terhadap keinginannya untuk menjadi seorang wirausaha (Mazzarol et al 1999; Shane et al 2003). Sementara Segal et al (2005), menyatakan dorongan berwirausaha karena lingkungan eksternal seperti pengangguran, frustasi dengan pekerjaan sebelumnya dan kebutuhan untuk mendapatkan hidup layak. Tidak hanya itu faktor yang mendorong seseorang menjadi wirausaha juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional, serta faktor budaya .
Kewirausahaan beberapa tahun terakhir menjadi acuan bagi beberapa negara untuk dikembangkan seperti USA, UK, China dan salah satunya Indonesia. Beberapa negara mengembangkan kewirausahaan karena dengan begitu akan banyak wirausaha yang muncul, sehingga perekonomian akan berkembang. Pelaku UMKM di beberapa negara menjadi penggerak ekonomi, bahkan di beberapa negara memberikan dorongan penuh melalui pembentukan kebijakan khusus untuk meningkatkan jumlah UMKM. Sumbangan UMKM terhadap perekonomian negara sangat terkait dengan sikap kebijakan dan kondisi eksternal yang diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai perbandingan antara negara di Eropa Tengah dengan Soviet mengenai perkembangan UMKM yang berkembang pada tiap sektor. Selain itu, seperti yang terjadi di Polandia jumlah usaha perorangan meningkat setelah adalah administrasi legal dari pemerintah untuk mendukung perkembangan UMKM. Sementara di Ukraina yang mana memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dari Polandia memiliki jumlah usaha perorangan yang lebih sedikit. UMKM di Polandia mampu menyumbangkan 61% dari total pekerjanya yang menjadi wirausaha pada tahun 1997 dibandingkan Ukraina yang hanya 10%. Hal ini karena adanya dukungan dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Smallbone and Welter 2001). Negara mendukung perkembangan wirausaha dikarenakan wirausaha diyakini mampu menggerakan perekonomian.
Wirausaha merupakan pencipta kekayaan melalui inovasi dan kreativitas serta sebagai penggerak pembangunan dan perekonomian yang mampu bekerja keras, mengambil risiko serta membaca peluang (Bosma 2011).. Apabila dibandingkan dengan negara maju yang memiliki jumlah wirausaha banyak dan memiliki daya saing produk yang kuat sehingga dapat benar-benar menopang kekuatan ekspor. Berbeda dengan Indonesia, jumlah UMKM yang banyak belum tentu menentukan daya saing produk yang dihasilkannya. Hal ini dikarenakan tidak semua pelaku UMKM yang ada memiliki dasar jiwa entrepreneur.
Berdasarkan kriteria entrepreneurshipnya UKM dapat dibagi menjadi empat kategori (Casson et al 2006) yaitu :
1) Livelihood Activities : UKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.
tadinya berasal dari kategori ini. Apabila dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah dapat menerima pekerjaan sub-kontrak dan ekspor.
4) Fast Moving Enterprises : ini adalah UKM asli dan memilki jiwa entrepreneurship yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan muncul usaha skala menengah dan besar.
Apabila dicermati berdasarkan kategori wirausaha berdasarkan pada empat kriteria di atas, maka jumlah wirausaha UMKM yang banyak di Indonesia sebagian besar masuk pada kategori satu dan dua. Hal ini terlihat dari alasan mengapa para pelaku UMKM ini menjadi wirausaha. Dikaitkan dengan ketahanan hidup bisnis kecil beberapa penelitian menyatakan bahwa sebagian besar usaha baru akan gagal pada tahun ke-2 dan ke-3 pada tahun pertama. Apabila selamat pada masa tersebut, maka kemungkinan bertahan akan meningkat. Selain itu bisnis kecil akan lebih cepat tumbuh namun memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi juga (Cressy dalam Casson et al 2006 ).
Industri kecil beberapa tahun terakhir mulai berkembang, dengan bentuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Industri kecil ini mulai berkembang karena masyarakat sadar akan sulitnya mencari pekerjaan sehingga salah satu cara agar mereka berkerja adalah membuat lapangan kerja sendiri. Selain itu adanya kesulitan ekonomi membuat masyarakat dipaksa untuk berinovasi, dan berkreativitas untuk membuat peluang dalam menghasilkan penghasilan (Bosma 2011). Selain itu peranan pemerintah ikut mendorong terciptanya industri kecil, dengan munculnya LSM maupun organisasi yang mendorong masyarakat dalam bentuk pemberian modal. Tidak hanya dalam bentuk modal yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong perkembangan industri kecil, namun pemerintah juga mengeluarkan kebijakan melalui undang-undang yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah. Berikut adalah penggolongan UMKM berdasarkan UU No 20 Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan asset dan omset pada UU No 20 tahun 2008
Ukuran Usaha Kriteria
Asset Omset
Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta
Usaha Kecil >50 juta-500 juta 300 juta-2,5 milyar
Usaha Menengah >500 juta-10 milyar >2,5-50 milyar
Sumber : Kemenkop (2012)
adalah penggunaan modal yang masih rendah yaiu berkisar antara Rp 1–5 juta yang berasal dari modal sendiri maupun pinjaman. Berdasarkan penelitian dari Asia Foundation dan Akatiga dalam Riyanti 2003, menjelaskan bahwa asal modal yang digunakan oleh industri kecil 80 % berasal dari modal sendiri. UMKM memiliki karakteristik biasanya tidak menggunakan penasihat eksternal ketika pengambilan keputusan pada jumlah modal yang mereka butuhkan. Adapun apabila menggunakan modal dari pinjaman luar jumlahnya tidak lebih dari 40 %. Oleh karena itu, kecil kemungkinan usaha kecil dan mikro menggunakan modal kredit dari valuta asing sebagai modal kerja dan investasi. Kenyaatan tersebut juga yang mendorong usaha kecil dan mikro lebih dapat survive menjalani usaha meskipun terjadi masalah atau krisis ekonomi. Sementara menurut Bolton dalam Casson et al (2006) industri kecil adalah entitas yang bebas, memiliki proporsi penjualan yang kecil, dimana pemilik dan manager merupakan orang yang sama, serta hanya memiliki karyawan kurang dari 100 orang.
Tabel 3 Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja, pendapatan per tahun, dan jumlah asset
Ukuran
Medium Enterprise 300 15 juta $ 15 juta
Small Enterprise 30 $ 3 juta $ 3juta
Micro Enterprise 10 $ 100 ribu $100 ribu
Sumber : World Bank (2013)
Karakteristik dari industri kecil yang lain adalah kurangnya pengetahuan dalam menjalankan aktivitas bisnis. Hal ini dilihat dari kurangnya wirausaha dalam inovasi, serta tidak memadainya tenaga kerja spesialis (intellectual capital). Oleh karena itu inovasi yang diciptakan sangat kurang, sehingga pada saat adanya krisis keuangan yang dijalankan oleh UMKM adalah mengurangi biaya produksi bukan melakukan inovasi (Volna 2013). Sementara pada penelitian di Philipina, UMKM memiliki masalah pada marketing yaitu kurangnya promosi, sementara dari produksi adanya kekurangan tidak adanya sistem quality control pada produk, serta tidak adanya evaluasi pekerjaan pada tenaga kerja, serta masalah pembukuan yang kurang diperhatikan dalam menjalankan usaha. (Jester 2012).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan
Perilaku kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang berdasarkan pada konsep-konsep kewirausahaan dalam mengembangkan usaha dan mencapai tujuan usahanya, yaitu konsep berani mengambil risiko, berinovasi, memiliki kreativitas, gigih, serta mampu membaca peluang yang ada sehingga mampu menciptakan produk baru yang berbeda (Delmar 1995; Dirlanudin 2010). Terdapat tiga aspek yang dapat mengukur parameter perilaku kewirausahaan yaitu pengetahuan, sikap mental serta keterampilan yang dimiliki (Sapar 2006; Dirlanudin 2010). Ketiga aspek tersebut dikaji dan mampu mengukur perilaku kewirausahaan dalam mencapai tujuan usaha.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan yang mampu mendorong seseorang menjadi wirausaha yang sukses. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal menurut Sapar (2006) dapat berupa usia, pendidikan, pengalaman,serta motivasi. Sementara iklim bisnis berupa kepemilikan modal, keluarga, serta lingkungan. Berdasarkan penelitian tersebut, ternyata faktor internal dan ekternal mempengaruhi secara nyata terhadap perilaku wirausaha pedagang kaki lima di Kota Bogor. Faktor-faktor tersebut didukung juga oleh penelitian Fogel et al (2005) yang menggunakan indikator individu dan lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan. Berbeda dengan pendapat Puspitasari (2013) yang mengkaji mengenai faktor internal dan ekternal yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan pada usaha anggrek. Bahwa faktor internal yang signifikan mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah keinginan berwirausaha, motif berprestasi, serta persepsi terhadap usaha. Sementara faktor ekternalnya adalah dukungan pemerintah berupa penyuluhan dan pelatihan, regulasi usaha, serta ketersediaan informasi pasar ternyata berpengaruh negatif terhadap perilaku kewirausahaan.
Penelitian Dirlanudin (2010) menyatakan bahwa faktor internal dan ekternal yang berpengaruh adalah tingkat ketekunan, kepemilikan usaha, kekosmopolitan, serta penggunaan modal usaha masuk dalam indikator internal. Indikator eksternal dipengaruhi oleh pandangan masyarakat dalam berwirausaha, kekompakan antar pengusaha kecil, serta keberfungsian forum usaha kecil. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor internal masih kurang memadai terhadap perkembangan perilaku kewirausahan. Beberapa faktor yang berpengaruh berbeda-beda karena jenis objek penelitian yang dilakukan berbeda sehingga faktor yang berpengaruh mengikuti objek yang diteliti. Iklim bisnis yang berpengaruh dapat juga berasal dari lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang secara nyata. Faktor ekternal tersebut adalah dukungan dari orang-orang sekitar (Mair 2002)
usia berkaitan dengan keberhasilan prestasi kerja seseorang bila dihubungkan dengan lamanya seseorang menjadi wirausaha, maka dengan bertambahnya usia seseorang maka semakin berpengalaman pada bidang usianya. Berdasarkan penelitian Riyanti (2003) dan Hadiyati (2011) menyebutkan bahwa perilaku inovatif yang merupakan bagian dari perilaku wirausaha yang menjadi syarat mutlak bagi keberhasilan usaha. Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh Burhanuddin (2014) bahwa inovasi merupakan faktor internal yang mempengaruhi secara signifikan pada kewirausahaan ayam broiler rakyat mandiri, selain itu faktor internal lain yang mempengaruhi adalah daya produksi. Sementara untuk iklim bisnis yang mempengaruhi adalah adanya kebijakan pemerintah karena dengan adanya kebijakan pemerintah dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penumbuhan peternak ayam broiler.
Penelitian dari Small Business Administration menemukan bahwa perusahaan kecil menghasilkan lebih banyak inovasi yang penting secara ekonomi dan secara teknis dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal ini berkaitan dengan penerapan inovasi untuk memecahkan masalah dan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Inovasi (innovation) adalah kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan atau memperkaya kehidupan orang-orang. Seorang wirausahawan sukses dengan cara memikirkan dan mengerjakan hal-hal baru atau hal-hal lama dengan cara-cara baru. Memiliki ide yang hebat tidaklah mencukupi, mengubah ide menjadi produk, jasa, atau usaha bisnis yang berwujud merupakan tahapan berikutnya yang esensial (Zimmerer et al 2008). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya faktor-faktor internal dan eksternal dalam diri seseorang dapat memotivasi untuk dapat berwirausaha. Faktor-faktor tersebut menjadi faktor penting dan mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku kewirausahaan.
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Secara umum keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah penjualan serta adanya peningkatan pendapatan, tingkat pengembalian modal, serta pangsa pasar. Kinerja bisnis (business performance) merupakan gambaran tentang pencapaian pelaksanaan terhadap suatu program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis organisasi. Keeh et al (2007) menjelaskan kaitan antara kinerja bisnis dan pendapatan, di mana kinerja adalah keinginan untuk tumbuh yang tercermin dalam pendapatan. Sementara itu, menurut Praag (2008) keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, dan peningkatan keuntungan dan pendapatan.
pasar), yaitu terkait sejauh mana perusahaan mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas pasarnya bahkan dapat menjadi pemimpin pasar, dan terakhir adalah peningkatan pendapatan, perusahaan dapat dikatakan berhasil dan memiliki kinerja yang baik apabila terus menunjukkan peningkatan pendapatan yang positif.
Ternyata dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa perilaku kewirausahaan akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha. Perilaku kewirausahaan dipandang sebagai elemen penting dalam kelangsungan hidup suatu usaha. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Riyanti (2003); Fauzi (2004); Sapar (2006); Kellermans (2007); serta Dirlanudin (2010). Perilaku kewirausahaan yang dinilai penting adalah perilaku inovatif, seorang wirausaha harus memiliki sikap inovatif, karena dengan sikap ini seorang wirausaha dapat menciptakan produk baru. Lebih dalam lagi Fauzi (2004) menyatakan bahwa variabel sikap kewirausahaan, orientasi pasar, dan pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis. Perilaku inovatif akan sangat mempengaruhi kinerja suatu usaha, suatu usaha dinilai inovatif tergantung dari aktivitas usaha yang dilakukan yaitu lebih kepada aktivitas perubahan, kualitas sumber daya manusia sebagai pendorong utama penciptaan inovasi, selain itu adalah hubungan kerja yang dapat mempengaruhi proses inovasi .
Kinerja usaha memang dipengaruhi oleh perilaku kewirausahaan dan telah dibuktikan oleh beberapa penelitian di atas. Pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja dapat digolongkan pada faktor internal yang dimiliki oleh wirausaha. Namun ternyata tidak hanya itu ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja usaha khususnya industri kecil atau UKM di luar dari faktor internal yang disampaikan oleh, Lasceviva (2004) adalah sektor, lokasi, dan regional. Ketiga faktor tersebut berpengaruh karena pada level tersebut perusahaan dapat tumbuh dengan cepat dan baik. Usaha yang berada pada sektor pengolahan atau jasa akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan yang berada pada sektor perdagangan. Sementara lokasi dan regional berpengaruh yaitu pada usaha yang berada pada lokasi pedesaan atau kabupaten dengan pendapatan per kapita yang rendah pertumbuhannya akan lambat dibandingkan dengan usaha yang berada pada lokasi dan regional perkotaan dengan pendapatan per kapita yang tinggi.
Pendekatan Structural Equation Models (SEM) untuk Analisis Perilaku dan Kinerja Kewirausahaan
Structural Equation Models merupakan keluarga dari model statistik yang dapat menjelaskan hubungan-hubungan di antara variabel-variabel. Persamaan tersebut menggambarkan semua hubungan di antara konstruk yang membangun model (variabel dependen dan independen) di dalam suatu analisis (Hair et al 2006). Model SEM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan regresi biasa. Regresi pada umumnya menyepesifikasikan hubungan antara variabel-variabel teramati, sedangkan pada model SEM, hubungan terjadi di antara variabel-variabel tidak teramati (variabel-variabel laten). Wijanto (2008), menjelaskan kelebihan SEM dibandingkan dengan analisis regresi berganda. Penggunaan variabel-variabel laten pada regresi berganda menimbulkan kesalahan-kesalahan pengukuran yang berpengaruh pada estimasi parameter. Masalah kesalahan pengukuran tersebut dapat diatasi oleh SEM melalui persamaan-persamaan yang ada pada model pengukuran. Parameter-parameter dari persamaan pada model pengukuran SEM merupakan muatan faktor dari variabel laten terhadap indikator yang terkait. Dengan demikian, model SEM tersebut selain memberikan informasi tentang hubungan di antara variabel-variabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahan-kesalahan pengukuran.
Pendekatan Structural Equation Models (SEM) banyak digunakan untuk menganalisis perilaku, termasuk perilaku berwirausaha dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dirlanudin (2010) menggunakan model SEM untuk melihat perilaku berwirausaha dan dampaknya terhadap keberhasilan usaha kecil berbasis industri agro. Pendekatan yang sama juga digunakan oleh, Sapar (2006); Sumantri (2012); Puspitasari (2013); Pamela (2013); dan Burhanuddin (2014). Dalam penelitian Dirlanudin (2010), perilaku berwirausaha dipengaruhi oleh iklim bisnis dan internal, serta kebijakan pemerintah. Jumlah variabel yang digunakan adalah 32, dengan jumlah responden 250 orang. Pendekatan yang sama juga digunakan oleh Sapar (2011) alat analisis SEM, untuk melihat faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kewirausahaan pada pedagang kaki lima. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan yaitu iklim bisnis (modal, lingkungan tempat tinggal, lingkungan tempat bekerja, ketersediaan bahan, dan konsumen) dan internal (umur, pendidikan, pengalaman dan motivasi), dan faktor-faktor ini berpengaruh nyata terhadap perilaku kewirausahaan. Sumantri (2013) melakukan penelitian pengaruh perilaku kewirausahaan pada 100 orang wirausaha wanita. Penggunaan metode SEM untuk mengetahui dan mengukur pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan dan pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal dan internal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor. Variabel-variabel teramati atau atribut-atribut yang akan dimasukkan dalam model SEM harus didasarkan oleh landasan teori, yaitu landasan teori yang menyatakan adanya hubungan antara variabel karakteristik personal, kewirausahaan, lingkungan internal dan eksternal usaha, serta kinerja usaha.
menyatakan bahwa persyaratan jumlah responden yang memadai untuk digunakan pada analisis SEM sebaiknya berjumlah antara 100 sampai 200 orang responden, alasannya agar hasil analisis yang diperoleh dapat mendekati bahkan menggambarkan faktor-faktor apa yang berpengaruh.
3. KERANGKA PEMIKIRAN
Bab ini akan mengkaji teori-teori apa saja yang digunakan sebagai landasan dalam penyusunan penelitian mengenai perilaku kewirausahaan pada pengrajin tempe. Teori-teori konsep yang digunakan adalah teori mengenai kewirausahaan yang telah dikemukakan oleh para ahli, teori mengenai perilaku kewirausahaan, serta dikaitkan dengan beberapa temuan-temuan baru berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh banyak peneliti dari berbagai negara guna mendukung penelitian ini berlangsung.
Kerangka Teoritis Kewirausahaan pada UMK
Kewirausahaan atau entrepreneurship berasal dari bahasa Perancis yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai between taker atau go between yang dalam bahasa Indonesia sebagai perantara. Terdapat beberapa definisi kewirausahaan menurut para ahli. Kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu, atau kemampuan untuk menciptakan produk baru yang memiliki nilai tambah melalui keberanian dalam mengambil risiko, kreativitas, inovasi, serta kemampuan dalam manajemen dan membaca peluang yang ada. Kewirausahaan adalah menciptakan kekayaan bagi individu dan nilai tambah kepada masyarakat melalui usaha baru dan inovasi (Kao 2001). Casson et al (2006) mendefinisikan kewirausahaan sebagai kemampuan, sikap, perilaku seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah kepada upaya mencari, menciptakan produk baru dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sementara menurut Kuratko (2009) menyatakan bahwa kewirausahaan tidak hanya sekedar penciptaan bisnis semata, namun disertai dengan perilaku aktif mencari peluang, berani mengambil risiko, serta memiliki kegigihan dalam berkreativitas untuk menghasilkan bisnis yang inovatif.
pendapat bahwa wirausaha adalah pemilik usaha atau bisnis yang besar dengan perkembangan yang pesat, memiliki produk yang beraneka ragam, dengan konsumen yang ada dimana-mana, serta memiliki managemen yang sudah baik. Beberapa juga memiliki pandangan bahwa pemilik warung kecil maupun pedagang kaki lima adalah seorang wirausaha.
Wirausaha dapat diartikan orang yang mampu mengambil keputusan sendiri untuk mau membangun usaha sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berani mengambil risiko serta dapat membaca peluang yang ada. Seseorang dapat dikatakan sebagai wirausaha dengan dinilai dari kepribadiannya bukan dari institusinya. Menurut Alma (2010) pengertian wirausaha adalah seseorang yang selain mampu berusaha dalam bidang ekonomi dan niaga secara tepat guna, efektif, serta efisien, namun juga berkarakteristik atau berkepribadian merdeka lahir batin dan berbudi luhur. Wirausaha ini lebih menekankan kepada jiwa serta semangat yang diaplikasikan pada segala aspek kehidupan. Wirausaha berbeda dengan pengusaha, wirausaha sebagai orang yang memulai bisnis, ikut terlibat dalam usaha yang dijalankan, serta memiliki sifat berani mengambil risiko, inovatif, memanfaatkan peluang yang ada, dan memperoleh balasan jasa berupa keuntungan atau laba yang diperoleh. Sementara pengusaha adalah seseorang yang memiliki bisnis namun tidak terlibat dalam usaha yang dijalankan, pengusaha hanya menerima keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut.
Beberapa peneliti mencoba mengkategorikan wirausaha berdasarkan beberapa hal seperti niat, visi, serta aspirasi kewirausahaan (Gunawan 2014). Beberapa tipe wirausaha adalah (1) Regular Entrepreneurs atau wirausaha ekonomi, yaitu wirausaha yang berfokus pada keuntungan (profit) dan kurang mempertimbangkan pada keberlanjutan lingkungan. Seseorang menjadi wirausaha karena keuntungan dan adanya penghargaan karena kekayaan dan keuntungan yang diperoleh. (2) Social Entrepreneurs adalah adalah wirausaha yang mempertimbangan faktor keuntungan dan non keuntungan yang berusaha memberikan kontribusi kepada masyarakat dan memberlakukan perubahan sosial yang positif menggunakan prinsip kewirausahaan. (3) Ecopreneurs, Perbedaan antara pengusaha dan ecopreneurs terletak pada tujuan bisnis yang mana pengusaha lebih berorientasi pada keuntungan; sementara ecopreneurs keduanya, keuntungan dan berorientasi keramahan terhadap lingkunga. Meskipun banyak pengusaha hanya terfokus pada keuntungan, peningkatan jumlah ecopreneurs mengadopsi paradigma yang berbeda, fokus pada penghijauan serta memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat yang disebabkan oleh bisnis mereka.
Proses kewirausahaan dapat terjadi dengan beberapa tahapan, yang diawali dengan adanya ide baru untuk menciptakan sesuatu (inovasi), kemudian tahapan pemicu yaitu tahapan dimana seseorang dipengaruhi oleh faktor tertentu sebagai pemicu untuk memutuskan menjadi wirausaha, setelah itu tahapan pelaksaaan membuka usaha baru, dan yang terakhir adalah pertumbuhan usaha. Berikut lebih jelasnya tahapan proses pembentukan kewirausahaan dapat dilihat pada Gambar 3.
terjadi menjadi wirausaha seringkali menjadi pilihan terakhir bagi seseorang yang tidak mendapat pekerjaan. Akhirnya banyak wirausaha bermunculan yang memilih menjadi wirausaha UMKM. Tanpa disadari dengan semakin banyak wirausaha yang bermunculan memberikan dampak yang baik terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja serta menyumbang pada pendapatan negara. Bahkan menurut Irawan (2007) UMKM diyakini menjadi faktor penting pemulihan ekonomi setelah krisis finansial yang melanda Asia sejak tahun 1997.
Gambar 3 Model Proses Kewirausahaan Sumber : Bygrave (1994)
Wirausaha UMKM terbentuk dari masyarakat kecil yang berusaha untuk mempertahankan hidup. Dikarenakan jumlahnya yang sangat banyak dan menyebar hampir di seluruh penjuru Indonesia, sehingga UMKM memiliki posisi strategis dalam perekonomian negara. Di beberapa negara maju, kewirausahaan didorong untuk semakin maju dan berkembang karena keberadaan kewirausahaan menjadi salah satu perangsang munculnya inovasi. Sementara pada negara berkembang seperti Indonesia masalah pengangguran menjadi masalah sosial dan ekonomi yang salah satunya dapat dikurangi dengan adanya kewirausahaan. Kewirausahaan dapat tumbuh dan berkembang di kalangan kelas menengah ke bawah yang menjadi harapan untuk memperoleh pendapatan. Dibeberapa negara miskin seperti Peru dan Philipines, kewirausahaan tumbuh di kalangan masyarakat kelompok miskin guna memberikan pendapatan (Irawan 2007).Oleh karena itu, kewirausahaan tidak hanya menjadi isu pada negara yang kaya dan memiliki perekonomian yang baik tetapi juga bagi negara yang masih berkembang. Bentuk kewirausahaan yang berkembang adalah sebagian besar usaha kecil dan mikro (UMK).
Apabila dicermati kewirausahaan muncul karena adanya dorongan perilaku dan sikap kepribadian yang dimiliki. Dikarenakan perilaku-perilaku ini yang dapat menunjukkan bagaimana kewirausahaan yang dilakukan, serta perilaku ini yang menunjukkan bahwa seseorang dapat dikategorikan menjadi
Innovation (Inovasi)
Triggering Event (Pemicu)
Implementation (Pelaksanaan)
seorang wirausaha. Lewin dalam Dirlanudin (2010) seorang ahli jiwa mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara perilaku dengan kepribadian seseorang. Hubungan tersebut dirumuskan menjadi Personality = f (heredity, experience), artinya kepribadian merupakan fungsi dari pembawaan sejak lahir dan lingkungan (pengalaman). Berdasarkan teori tersebut, terdapat aspek-aspek pembawaan dari lahir sebagai sifat keturunan atau genetic. Selain itu adanya pengaruh lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Dirlanudin (2010) mengemukakan bahwa pada dasarnya lingkungan memberikan input berupa pengaruh pada seseorang berupa motivasi untuk melakukan proses perubahan berupa suatu tindakan atau perilaku tertentu.
Manusia memiliki sifat dasar yang dibawanya sejak lahir, sifat dasar tersebut adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan motivasi untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Baik kebutuhan berprestasi, menunjukkan kemampuan diri, serta berkuasa (need for power, need for affiliation, and need for achievement). Berdasarkan sifat dasar tersebut, manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup ekonominya dengan dasar motivasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari segi perekonomian.Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kombinasi antara pengaruh lingkungan seseorang serta sifat dasar manusia akan menimbulkan kebutuhan serta motivasi untuk berkembang. Motivasi tersebut mendorong seseorang untuk melakukan atau berperilaku sebagai wirausaha. Perilaku seorang wirausaha sangat dipengaruhi oleh sifat dasar manusia serta lingkungannya. Menurut David Mc Clelland dalam Riyanti (2003) menyatakan bahwa seorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki keinginan berprestasi yang tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berwirausaha.
Berdasarkan definisi dari wirausaha yang dikemukakan oleh beberapa pakar, seorang wirausaha mempunyai aspek-aspek yang terinternalisasi dalam diri seseorang yang akan menjadikan dirinya menjadi wirausaha, dan ditunjukkan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam melakukan usaha dengan keberanian berinovasi serta berani mengambil risiko. Aspek-aspek tersebut tercermin dalam perilaku wirausaha dalam menjalankan usahanya. Perilaku kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang berdasarkan pada konsep-konsep kewirausahaan dalam mengembangkan usaha dan mencapai tujuan usahanya, yaitu konsep berani mengambil risiko, berinovasi, memiliki kreativitas, gigih, serta mampu membaca peluang yang ada sehingga mampu menciptakan produk baru yang berbeda. Menurut Bird (1996), perilaku kewirausahaan adalah aktivitas wirausaha yang mencermati peluang (opportunistis), mempertimbangkn dorongan nilai-nilai dalam lingkungan usahanya (value-driven), siap menerima risiko dan kreatif. Perilaku kewirausahaan tidak terlepas dari karakteristik atau ciri yang dimiliki oleh pelaku wirausaha.
tinggi terhadap pekerjaannya, tidak bergantung pada orang lain, dan bersedia mendistribusikan bisnisnya kepada orang kepercayaannya. Karakteristik atau ciri wirausaha tersebut dapat mempengaruhi perilaku seorang wirausaha. Terdapat empat faktor yang dapat membentuk perilaku kewirausahaan seseorang yaitu 1) karakteristik wirausaha yang yang menjalankan usaha sebagai karakteristik biologis, latar belakang wirausaha, dan motivasi, 2) faktor organisasi menyangkut kondisi internal, keberadaan serta daya tahan lembaga, 3) faktor lingkungan merupakan faktor yang berada di luar organisasi dan dapat mempengaruhi keberadaan organisasi, 4) faktor proses, sebagai aktivitas kerja yang terjadi.). Proses perilaku terbentuk dan berkembang berdasarkan komponen kognitif, afektif, dan psikomotorik dikaitkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Kognitif berhubungan dengan kepercayaan (belief), ide, dan konsep. Kepercayaan muncul berdasarkan pa yang pernah dilihat dan diketahui. 2. Afektif lebih terkait dengan kehidupan emosional seseorang yang secara
umum sebagai reaksi emosional ditentukan oleh kepercayaan.
3. Psikomotorik merupakan kecenderungan dalam tingkah laku dengan obyek yang dihadapi. Kecenderungan terhadap perilaku yang konsisten serta selaras dengan kepercayaan dan perasaan yang membentuk perilaku kewirausahaan.
Perilaku kewirausahaan terbentuk dari unsur-unsur atas perilaku yang tidak tampak pada diri seorang wirausaha yang terdiri dari pengetahuan (cognitive) dan sikap mental (affective), serta unsur pembentuk yang tampak yaitu keterampilan (psycomotoric) dan adanya tindakan nyata (action) yang dilakukan (Bird 1996) seperti pada Gambar 4.
Gambar 4 Konsep Perilaku Kewirausahaan Sumber : Bird (1996)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku kewirausahaan merupakan tindakan seorang wirausaha yang mencerminkan karakter kewirausahaan yang dimiliki, yaitu ketekunan, berani mengambil risiko, inovatif, dan dapat membaca peluang. Perilaku tersebut muncul tidak secara sendirinya namun dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang ada pada diri wirausaha tersebut, serta faktor eksternal dari lingkungan sekitar.
Hampir sama dengan yang dijelaskan sebelumnya beberapa peneliti juga mendefinisikan perilaku kewirausahaan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pengusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Apabila dipahami lebih dalam faktor-faktor penentu perilaku kewirausahaan dapat dikaitkan dengan kinerja usaha atau bisnis. Perilaku wirausaha dapat dijabarkan dengan apa yang
Perilaku Kewirausahaan
Sikap Mental (Affective)
Pengetahuan (Cognitive)
diinginkan dan dilakukan pengusaha, kemudian mengapa pengusaha melakukan itu, dan bagaimana tindakan tersebut dapat mempengaruhi kinerja bisnis. Menurut Delmar (1996) menyatakan bahwa perilaku kewirausahaan dapat juga diartikan sebagai kinerja kewirausahaan namun berbeda dengan kinerja bisnis. Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh lingkungan internal dan kapasitas individu itu sendiri yang berupa motivasi dan kemampuan untuk menangani masalah lingkungan organisasi atau usaha yang dijalankan yang sangat berkaitan dengan kinerja usahanya. Seorang pengusaha diasumsikan bertindak pada lingkungan yang sesuai dengan tujuannya untuk mencapai apa yang diinginkan.
Berasarkan dari teori Delmar, yang menyatakan bahwa ada kaitan antara perilaku kewirausahaan dengan kinerja bisnis yaitu perilaku dapat mempengaruhi kinerja bisnis. Kinerja usaha atau bisnis dapat juga diartikan sebagai keberhasilan usaha yang telah dicapai. Beberapa peneliti telah menjabarkan definisi dari kinerja bisnis (business performance) yaitu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja perusahaan dapat dilihat atau diukur dengan mendasarkan pada tingkat penjualan, tingkat keuntungan, pengembalian modal, dan pangsa pasar yang diraihnya. Keeh et al (2007) menjelaskan kaitan antara kinerja bisnis dan pendapatan, di mana kinerja adalah keinginan untuk tumbuh yang tercermin dalam pendapatan. Sementara itu, menurut Praag (2008) keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, dan peningkatan keuntungan dan pendapatan.
Kinerja merupakan hal yang sangat menentukan di dalam perkembangan usaha. Menurut Day (1988), performance outcomes (keberhasilan) perusahaan berupa : (1) satisfaction (kepuasan), artinya semakin banyak pihak merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik saham, karyawan, pemberi pijaman, pemasok, dan pemerintah; (2) loyality (loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga konsumen atau pelanggan wirausaha wanita tidak berpindah dalam pembelian pada produk perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar; dan (4) profitability (peningkatan pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang signifikan.
Berikut disajikan model umum perilaku kewirausahaan dan kinerja usaha menurut Delmar (1996) pada Gambar 5.
Gambar 5 Model Perilaku Kewirausahaan dan Kinerja Bisnis Sumber : di adopsi dari Delmar (1996)
Berdasarkan Gambar 5 di atas, dapat dilihat bahwa ada hubungan antara perilaku kewirausahaan dengan kinerja usaha. Perilaku kewirausahaan akan sangat dipengaruhi oleh faktor dari individu itu sendiri dan juga lingkungan usaha atau pada penelitian ini dapat disebut iklim bisnis. Faktor lingkungan juga tidak hanya mempengaruhi perilaku tetapi juga berpengaruh terhadap individu dan juga ke kinerja usaha. Sementara kinerja usaha juga dipengaruhi oleh perilaku kewirausahaan dan lingkungan usaha.
4. METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 sampai Agustus 2015. Lokasi penelitian telah dilaksanakan di Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Bogor terdapat jumlah IKM terbesar ketiga di Jawa Barat dengan jumlah 22.337 unit. Pemilihan usaha tempe untuk diteliti dikarenakan ada karakteristik yang unik pada usaha ini. Selain itu juga dikarenakan terdapat beberapa sentra industri pembuatan tempe yang berkembang di Bogor menurut data dari KOPTI Bogor tahun 2012.
Keunikan usaha ini adalah tempe merupakan makanan khas asli Indonesia yang banyak diminati masyarakat dari kalangan bawah hingga atas. Selain itu industri ini sebagian besar berskala kecil, turun temurun, dengan teknologi yang masih sederhana dan terkendala oleh bahan baku. Keterbatasan bahan baku dalam negeri sehingga mengharuskan impor. Adanya kenaikan harga kedelai yang terus meningkat menjadi salah satu kendala yang besar dalam usaha ini, tetapi industri ini masih mampu bertahan. Usaha ini dijalankan oleh para pengrajin yang memiliki semangat tinggi dalam berusaha yang tercermin dalam eksistensinya menjalankan usaha. Perilaku tersebut yang menjadi keunikan pada
Faktor Individu
Faktor Environment
Perilaku Kewirausahaan
industri tempe, meskipun mengalami kendala bahan baku, tetapi usaha ini masih terus berjalan.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan di dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian,yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengisian kuesioner kepada pengrajin tempe di Bogor, Jawa Barat. Data sekunder didapatkan dari buku, lembaga atau organisasi terkait, internet, dan literatur lainnya yang dapat dijadikan bahan rujukan yangberhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan ini. Jenis dan sumber data yang akan diambil pada penelitian perilaku kewirausahaan pada UMK tersaji pada Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4 Jenis dan sumber data
Jenis Data Sumber Data
Primer
Jumlah UMKM Kemenkop dan BPS
Jumlah pengrajin tempe Kopti Kabupaten Bogor
Tinjauan pustaka Jurnal dan Penelitian terdahulu
Metode Penarikan Sampel
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel pengrajin tempe di Bogor yaitu dengan menggunakan purposive sampling. Hal ini dikarenakan menurut peneliti, responden yang diambil sesuai dengan maksud atau tujuan tertentu dari peneliti. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian yang dilakukan. Pertimbangan pengambilan sampel UMK dengan memilih industri tempe dikarenakan jumlah industri tempe yang cukup banyak tersebar di Bogor. Jumlah populasi pengrajin tempe di Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran jumlah pengrajin tempe berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2012
Nama Kecamatan Jumlah Pengrajin
Nama Kecamatan Jumlah Pengrajin
Ciseeng 26 Tamansari 3
Parung 95 Leuwiliang 38
Cibinong 61 Ciampea 49
Citeurep I 111 Cibungbulang 34
Citeurep II 76 Jasinga 14
Bojonggede 47 Dramaga 13
Sukaraja 24 Cimanggu 35
Ciawi Megamendung 4 Cilendek 84
Caringin cijeruk 19
Total 733
Sumber: Kopti Bogor (2012)
Variabel Penelitian
Variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel laten dan variabel manifest. Variabel manifest digunakan sebagai indikator dari variabel laten. Dasar dari pengukuran variabel yaitu pada konsep yang telah terbukti secara empiris, sehingga dapat diimplementasikan di lapangan serta mampu diukur sebagaimana seharusnya.
Karakteristik Wirausaha Pengrajin Tempe
Karakteristik wirausaha adalah faktor penyebab perilaku yang berasal dari sifat yang melekat pada pribadi atau personal (internal factor). Pada penelitian ini, karakteristik wirausaha digunakan sebagai variabel laten yang diduga dapat mempengaruhi perilaku kewirausahaan. Variabel ini akan dijabarkan oleh beberapa variabel manifest (indikator) yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Variabel manifest faktor karakteristik wirausaha (KW)
Variabel Manifest Keterangan Sumber
Pengalaman (Expr) Lamanya menjalankan usaha Riyanti (2003); Sapar
(2006); Dirlanudin (2010); Kellermans (2008)
Pengambilan Risiko (Risk) Keberanian dalam menghadapi
risiko yang ada
Puspitasari (2013)
Inovatif (Inov) Frekuensi melakukan perubahan
dalam menjalankan usaha
Dirlanudin (2010); Puspitasari (2013)
Ketekunan (Ktkn) Kegigihan serta kesabaran dalam
menjalankan usaha (menghadapi kendala)
Dirlanudin (2010); Puspitasari (2013)
Kepemimpinan (Lead) Kepemimpinan selama mejalankan
usaha (pengambilan keputrusan)
Meredith (1996)
Motivasi (Motiv) Motivasi yang mendasari
seseorang menjadi wirausaha
Iklim bisnis (Iklim Usaha) Pengrajin Tempe
Iklim bisnis (external causality) adalah faktor penyebab perilaku yang berasal dari lingkungan luar pribadi pengrajin tempe. Pada penelitian ini iklim usaha dijadikan sebagai variabel laten yang dicerminakan oleh beberapa variabel indikator. Iklim usaha adalah semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa depan, yang dapat mempengaruhi kegiatan bisnis. Berdasarkan survei, faktor utama yang mempengaruhi iklim bisnis adalah tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja, perekonomian daerah, infrastruktur fisik, kondisi sosial politik, dan institusi (Kuncoro 2006). Faktor institusi yang dimaksud, terutama ialah institusi birokrasi (pemerintah).Variabel dari faktor iklim usaha dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 7 Variabel manifest faktor iklim usaha (IB)
Variabel Manifest Keterangan Sumber Ketersediaan input (Inpt) Ketersediaan bahan input
(kedelai), kemudahan alam
kerjasama antar pengrajin tempe
Sapar (2006); Dirlanudin (2010); Puspitasari (2013); Riyanti (2003 Kebijakan Pemerintah
(Kbjk)
Bantuan pengembangan usaha (modal, sarana produksi)
Sapar (2006); Dirlanudin (2010); Puspitasari (2013); Riyanti (2003 Koperasi (Kop) Keterlibatan pengrajin pada
koperasi,
Pelayanan koperasi yang diterima
Sapar (2006); Dirlanudin (2010); Puspitasari (2013);
Perilaku Kewirausahaaan
Perilaku kewirausahaan (Y1) pada penelitian ini adalah tindakan yang ditunjukkan oleh wirausaha (pengrajin tempe) dalam menjalankan usaha untuk mencapai tujuan. Berikut adalah varaibel indikator yang dapat mencerminkan perilaku kewirausahaan pada pengrajin tempe dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Variabel manifest perilaku kewirausahaan (PK)
Variabel Manifest Keterangan Sumber Afektif (Afek) Sikap yang ditunjukkan dalam
menjalankan usaha (disiplin, gigih dan tekun dalam menjalankan usaha, memiliki komitmen dalam berbisnis)
Dirlanudin (2010); Puspitasari (2013); Delmar (2006); Riyanti (2003)
Kognitif (Kog) Kemampuan dalam mengelola usaha
Motorik (Mot) Keterampilan yang dimiliki individu (wirausaha) dalam menjalankan usaha (kemampuan mengambil peluang, menghadapi risiko, kreativitas dan inovatif)