• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Biomulsa Arachis Pintoi Untuk Mencegah Erosi Tanah Pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus Vulgaris L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Biomulsa Arachis Pintoi Untuk Mencegah Erosi Tanah Pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus Vulgaris L.)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI BIOMULSA Arachis pintoi UNTUK MENCEGAH EROSI TANAH PADA BUDIDAYA BUNCIS TEGAK

(Phaseolus vulgaris L.)

LIHARDO GUMOTRA GULTOM

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Biomulsa Arachis pintoi untuk Mencegah Erosi Tanah pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

LIHARDO GUMOTRA GULTOM. Aplikasi Biomulsa Arachis pintoi untuk Mencegah Erosi Tanah pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.). Dibimbing oleh JUANG GEMA KARTIKA.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari seberapa besar pengaruh penanaman Arachis pintoi sebagai biomulsa dalam upaya menurunkan erosi tanah serta meningkatkan produktivitas pada budidaya buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.). Percobaan dilakukan secara paralel pada lahan datar dan lahan miring di kebun percobaan Cikabayan Kampus IPB, Dramaga Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan 3 taraf perlakuan jenis mulsa, yaitu tanpa mulsa (M0), mulsa plastik hitam perak (M1) dan biomulsa Arachis pintoi (M2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum tanaman buncis tegak pada perlakuan mulsa plastik hitam perak baik itu di lahan datar maupun di lahan miring memiliki nilai pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan kehijauan daun) dan komponen hasil tanaman buncis tegak (umur berbunga, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per petak, bobot polong layak pasar per tanaman, bobot polong layak pasar per petak, bobot polong tidak layak pasar, panjang polong, panjang akar dan produktivitas) terbaik dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa maupun biomulsa Arachis pintois. Perlakuan mulsa plastik hitam perak mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman buncis tegak dan komponen hasil polong tanaman buncis tegak, tetapi kurang efektif dalam menekan laju erosi tanah. Biomulsa Arachis pintoi sebagai penutup tanah tidak dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil polong tanaman buncis, tetapi dapat dan paling efektif dalam menurunkan laju erosi tanah pada budidaya buncis tegak.

Kata kunci: Metode pin, Mulsa plastik hitam perak (MPHP), Nisbah Jumlah Dominansi (NJD), Produksi buncis

ABSTRACT

LIHARDO GUMOTRA GULTOM. Aplication Arachis pintoi Biomulche to Prevent Soil Errosion on Dwarf Beans (Phaseolus vulgaris L.) Cultivation. Supervised byJUANG GEMA KARTIKA.

(6)

pods in plot, weight of not marketable pods, pod length, root length and productivity) compared to treatment of no mulch and Arachis pintoi biomulch.The use of plastic mulch in flat land and slopes able to increase growth and yield of crops bean pods, but it can not reduce the rate of soil erosion. Arachis pintoi biomulch as a legume cover crops can not increase growth and yield of crops bean pods, but it can and most effective in reducing the rate of soil erosion on dwarf beans cultivation.

(7)

APLIKASI BIOMULSA Arachis pintoi UNTUK MENCEGAH EROSI TANAH PADA BUDIDAYA BUNCIS TEGAK

(Phaseolus vulgaris L.)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

LIHARDO GUMOTRA GULTOM

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya skripsi yang berjudul “Aplikasi Biomulsa Arachis pintoi untuk Mencegah Erosi Tanah pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.)” dapat terleselaikan dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Juang Gema Kartika, SP. MSi sebagai dosen Pembimbing yang selalu membimbing dan memberi masukan dalam penyusunan karya ilmiah ini, Ibu Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran dan bimbingan dalam melaksanakan studi di IPB, Bapak Dr Dwi P. Tejo Baskoro yang telah membantu dalam pelaksanaan teknis penelitian saya, dosen–dosen, dan semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihatnya. Di samping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Supijatno, Msi dan Ibu Dr Ani Kurniawati, SP. MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Milin dan pekerja kebun Cikabayan Bawah yang telah turut serta membantu penulis saat penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu di rumah, Abang dan Adik, serta seluruh keluarga, atas doa kasih sayang dan dukungan materi yang telah diberikan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Syaefudin, SE. SSi. MM dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dramaga, Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Selain itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan AGH Dandelion 48 atas kebersamaannya selama belajar di departemen Agronomi dan Hortikultura.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA ix

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Buncis 2

Syarat Tumbuh Tanaman Buncis 4

Erosi Tanah 4

Arachis pintoi sebagai Biomulsa 5

Hubungan Erosi dan Produktivitas Lahan 6

BAHAN DAN METODE 7

Tempat dan Waktu Penelitian 7

Bahan dan Alat 7

Metode Penelitian 7

Metode Pelaksanaan Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum 10

Pertumbuhan dan Penutupan Arachis pintoi 13

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Erosi Tanah 14

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pertumbuhan Gulma 15

Pengaruh Biomulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Buncis Tegak 17

KESIMPULAN 24

Kesimpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan

yang dapat dimakan 3

2 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap erosi tanah 15

3 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah gulma di lahan datar

(14)

4 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap nisbah jumlah dominansi (NJD)

di lahan datar dan lahan miring 16

5 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap bobot kering gulma total 17 6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan jenis mulsa untuk

mencegah erosi terhadap pertumbuhan dan produksi buncis tegak

di lahan datar dan lahan miring 18

7 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman buncis tegak 19 8 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah daun tanaman buncis

tegak 20

9 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah cabang tanaman

buncis tegak 20

10 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap umur berbunga,

kehijauan daun, dan panjang akar tanaman buncis tegak 21

11 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak

per tanaman contoh 22

12 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak

per petak percobaan dan panjang polong 23

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik curah hujan rata-rata wilayah Dramaga bulan April sampai

dengan Mei 2015 11

2 Grafik suhu udara rata-rata wilayah Dramaga bulan April sampai

dengan Mei 2015 12

3 Kondisi lahan tanaman buncis tegak umur 4 MST pada berbagai

perlakuan. 12

4 Penutupan tanah oleh Arachis pintoi 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Iklim wilayah Dramaga pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015 28 2 Spesies gulma dengan nilai nisbah jumlah dominansi (NJD) tertinggi

pada semua perlakuan di lahan datar dan lahan miring 28

3 Deskripsi tanaman buncis tegak varietas Rancak F1 29

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu sayuran sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah buncis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2015), pada tahun 2011 produksi buncis mencapai 334 659 ton kemudian pada tahun 2012 produksi buncis mengalami penurunan menjadi 322 145 ton, pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 327 378 ton, namun pada tahun 2014 produksi buncis mengalami sedikit penurunan menjadi 318 328 ton. Kondisi tersebut mendorong perlunya usaha peningkatan produksi buncis melalui budidaya pertanian dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal yang ada.

Buncis merupakan sumber protein, vitamin dan mineral yang penting dan mengandung zat-zat lain yang berkhasiat untuk obat dalam berbagai macam penyakit. Gum dan pektin yang terkandung dapat menurunkan kadar gula darah, sedangkan lignin berkhasiat untuk mencegah kanker usus besar dan kanker payudara. Serat kasar dalam polong buncis sangat berguna untuk melancarkan pencernaan sehingga dapat mengeluarkan zat-zat racun dari tubuh (Cahyono 2007).

Budidaya tanaman buncis banyak dilakukan pada lahan yang miring seperti di pegunungan, saat musim hujan datang air langsung menerpa permukaan tanah. Keadaan tersebut mengakibatkan terjadinya aliran air di permukaan sehingga partikel tanah bersama humus mudah tererosi. Erosi adalah pengikisan dan perpindahan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang diakibatkan oleh media alami. Erosi itu sendiri meliputi proses pelepasan partikel-partikel tanah (detachment), penghanyutan partikel-partikel tanah (transportation), dan pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Arsyad 2010). Teknik pengelolaan tanah juga belum memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air yang semakin meningkatkan bahaya erosi. Erosi tanah mengakibatkan produksi buncis, volume dan tingkat kesuburan lahan miring menurun.

Salah satu teknik untuk mencegah terjadinya erosi dalam budidaya sayuran intensif adalah menggunakan mulsa hidup (biomulsa). Mulsa hidup yang sering digunakan pada sistem budidaya tanaman adalah jenis kacang-kacangan yaitu kacang hias (Arachis pintoi) sebab tanaman ini mempunyai kelebihan mengikat nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman pokok.

(16)

2

Penanaman kacang hias sebagai penutup tanah (biomulsa) diharapkan mampu menutupi tanah sehingga dapat menekan terjadinya erosi tanah. Kacang hias juga dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari seberapa besar pengaruh penanaman Arachis pintoi sebagai biomulsa dalam upaya menurunkan erosi tanah serta meningkatkan produktivitas pada budidaya buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.).

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah penanaman biomulsa Arachis pintoi mampu mengurangi erosi tanah dan mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.).

TINJAUAN PUSTAKA

Buncis

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari wilayah selatan Meksiko dan wilayah panas Guatemala, akan tetapi kemampuan beradaptasinya sangat luas, mulai dari daerah sub tropika sampai dengan daerah tropika. Buncis ditemukan di dataran rendah hingga dataran tinggi, dan di lingkungan kering hingga lembab pada kondisi liar, (Duke 1981). Buncis berdaging kurang dapat beradaptasi terhadap iklim dibandingkan tipe biji kering.

Menurut Soerjowinoto (1978), taksonomi tanaman buncis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Calyciflorae

Ordo : Rosales (Leguminales) Famili : Leguminosae (Papilionaceae) Sub famili : Papilionoideae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Tanaman buncis adalah tanaman semusim yang mempunyai dua tipe pertumbuhan yaitu tipe merambat (climbing bean/pole) dan tipe tidak merambat atau dikenal dengan tipe tegak (dwarf bean). Oleh karena itu, buncis memiliki

(17)

3

kidney bean”, “haricot bean”, dan “dwarf bean” (Sofiari dan Djuariah 2004). Tipe pertama yaitu indeterminate yang mana tanaman tumbuh merambat dan tipe yang kedua adalah determinate yang mana tanaman tidak merambat tetapi berbentuk semak. Tanaman tipe merambat pertumbuhnnya membelit atau merambat, sehingga memerlukan turus atau ajir setinggi kurang lebih dua meter (Rukmana 1994). Varietas tipe merambat misalnya: varietas Surakarta (biji hitam), Bubun (biji putih), Hawaian wonder (biji ungu), dan lain-lain (Rismunandar 1975). Tanaman tipe tegak biasanya berbentuk semak. Ruas batangya agak pendek, percabangan rendah dan sedikit (Rukmana, 1994). Varietas tipe tegak misalnya: Monel, Farmer, Early, Early Bush, Richgreen, Strike, Flo, dan lain-lain (Rismunandar 1975; Rukmana 1994).

Tinggi batang tanaman buncis tipe merambat 2-3 m dengan 11-16 atau 28-30 ruas, sedangkan untuk buncis tegak tinggi batang 20-60 cm dengan 4-8 ruas (Purseglove 1969 dalam Wulandari 1997). Daun buncis tersusun tiga (trifoliate), bentuk daun delta atau segitiga, dan warnanya hijau tua. Bunga berukuran besar, mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu atau ungu dan merupakan bunga sempurna (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Tanaman buncis memiliki akar tunggang yang dapat menembus tanah sampai pada kedalaman kurang lebih satu meter (Rismunandar 1975).

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran (buah) polong yang termasuk ke dalam kelompok kacang-kacangan (beans) dan hasilnya dapat dipanen dalam bentuk polong muda atau polong tua (untuk diambil bijinya). Tanaman buncis mengandung gizi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Menurut Zulkarnain (2013 ) buncis merupakan sumber protein nabati yang penting. Buncis kaya akan kandungan vitamin A, B, dan C, terutama pada bijinya. Poerwanto (2014) menyatakan bahwa kandungan vitamin A pada buncis (630 SI) lebih besar bila dibandingkan dengan kacang panjang (335 SI). Polong buncis juga memiliki kandungan serat yang tinggi untuk membantu proses pencernaan. Zat-zat gizi yang terdapat pada buncis dalam 100 g bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Sumber: Emma (1994) dalam Cahyono (2007)

No. Jenis zat gizi Jumlah kandungan gizi

(18)

4

Akar buncis membentuk bintil akar yang lebih sedikit daripada jenis tanaman kacang-kacangan lainnya di dataran rendah tropika dan memerlukan lebih banyak nitrogen daripada kacang panjang (William et al. 1993). Buncis tipe merambat cenderung tumbuh lebih baik pada suhu lebih rendah dan lebih peka terhadap suhu tinggi pada saat pembungaan daripada buncis tipe tegak. Rata - rata suhu udara 20-25 0C sudah optimum untuk pertumbuhan buncis dan berdaya hasil tinggi. Buncis peka terhadap kekeringan dan genangan. Perkecambahan, pembungaan, dan perkembangan polong paling peka terhadap kekurangan air. Tanah lempung liat yang berdrainase baik, remah, dan bertekstur medium sangat sesuai untuk produksi buncis (Rubatzky danYamaguchi 1998).

Syarat Tumbuh Tanaman Buncis

Syarat tumbuh tanaman buncis dalam budidaya tanaman buncis adalah sebagai berikut:

1. Iklim

Tanaman buncis mengkhendaki keadaan suhu udara antara 20-25 0C dan cukup sinar matahari selama pertumbuhannya (Rukmana 1994). Produksinya tidak maksimal jika ditanam di luar kisaran temperatur tersebut. Menurut Setianingsih (1993) tanaman buncis akan tumbuh baik bila ditanam di daerah yang curah hujannya merata di sepanjang tahun, hanya pada umumnya sangat cocok ditanam dengan curah hujan antara 1 500-2 500 mm/tahun. Kelembaban udara yang diperlukan tanaman buncis berkisar antara 50-60 %, kondisi terlalu lembab dapat mengundang hama dan penyakit sehingga dapat mengancam pertumbuhan tanaman (Setiawan 1994).

2. Tanah

Tanah yang cocok bagi tanaman buncis adalah Regosol, Latosol dan Andosol yang merupakan tanah lempung ringan dan memiliki draenase yang baik. Sifat tanah untuk buncis gembur, remah dan keasaman (pH) adalah berkisar 5.5-6 (Rukmana 1994).

3. Ketinggian Tempat

Tanaman buncis dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam di daerah pada ketinggian 1 000 – 1 500 m dpl, akan tetapi menurut Irfan (1993) buncis juga dapat diusahakan pada daerah dengan ketinggian 300 – 600 m dpl.

Erosi Tanah

(19)

5

pengangkutan tanah. Hanya erosi yang dipercepat yang menjadi perhatian konservasi tanah, dan selanjutnya disebut sebagai erosi.

Lal (1994) menyatakan bahwa erosi yang dipercepat adalah masalah yang dihadapi oleh daerah tropik. Alfisol, oxisol, dan ultisol adalah tanah yang umum terdapat di daerah tropik, sangat sensitif terhadap erosi dan kondisi budidaya yang intensif. Lebih lanjut Lal (1994) menyatakan bahwa erosi tergantung pada peggunaan lahan dan sistem pertanaman yang digunakan. Erosi terjadi pada tanah-tanah pertanian dan lahan penggembalaan. Pertanian subsisten, pertanian yang hanya didukung oleh sumber daya alam, dan penggembalaan sederhana adalah penyebab utama besarnya erosi yang terjadi.

Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan kurang baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanaman untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut akibat erosi akan diendapkan di tempat lain, dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, di atas tanah pertanian dan sebagainya. Kerusakan yang timbul akibat erosi terjadi di dua tempat yaitu pada tanah tempat terjadi erosi dan pada tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan (Arsyad 1989).

Kerusakan yang diakibatkan erosi terjadi dalam beragam bentuk; erosi menimbulkan dampak buruk bagi lahan tempat tanah tercuci, merusak area di bawahnya melalui banjir dan sedimen, dan juga berdampak secara ekonomis karena menurunkan pendapatan petani, pengusaha, dan pabrik yang mengandalkan produktivitas lahan pertanian tersebut (Kohnke dan Betrant 1959). Kerugian yang paling nyata akibat erosi adalah rendahnya produktivitas lahan pertanian dan penggembalaan atau kerugian atas kerusakan yang terjadi.

Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam terjadinya kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan kemerosotan kuantitas serta kualitas air. Erosi itu sendiri meliputi proses pelepasan partikel-partikel tanah (detachment), penghanyutan partikel-partikel-partikel-partikel tanah (transportation), dan pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Arsyad 2010).

Erosi merupakan proses alam yang terjadi di banyak lokasi yang biasanya semakin diperparah oleh ulah manusia. Proses alam yang menyebabkan terjadinya erosi adalah faktor curah hujan, tekstur tanah, tingkat kemiringan lahan dan penutupan tanah. Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi yang tekstur tanahnya merupakan sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga agak curam menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Selain faktor curah hujan, tekstur tanah, kemiringannya dan penutupan tanah juga mempengaruhi tingkat erosi. Tanah yang gundul tanpa ada tanaman pohon atau rumput akan rawan terhadap erosi (Sutedjo 2005).

Arachis pintoi sebagai Biomulsa

(20)

6

di sepanjang pinggir saluran irigasi untuk mengontrol erosi dan pertumbuhan gulma. Usaha tani kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, penanaman leguminosa ini juga mampu menekan erosi sebesar 11-85 % (Maswar 2004).

Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam tersendiri pada saat tanah tidak ditanami tanaman pokok atau ditanam bersamaan dengan tanaman pokok. Penanaman penutup tanah dapat menyediakan bahan organik tanah dan sarana rehabilitasi lahan secara vegetatif yang relatif murah dan mudah untuk diaplikasikan (Rachman et al. 2009). Arachis pintoi sebagai penutup tanah membentuk lapisan tebal yang dapat mengurangi gangguan gulma dan erosi (Ngome dan Mtai 2010). Biomulsa umum digunakan untuk mencegah erosi, meningkatkan retensi air dan mudah untuk disiangi. Petani umumnya menggunakan leguminosa sebagai biomulsa di antar baris, dan lebih umum digunakan pada fase rotasi untuk meningkatkan nitrogen di lahan serta menurunkan serangan serangga tanah dan penyakit.

Tanaman penutup tanah dapat memfiksasi N secara biologis (Hoyt 1986), sehingga mampu menambah ketersediaan N bagi tanaman cabai (Stiver 1998). Menurut Zulkarnain (2010) tanaman dapat memanfaatkan nitrogen bebas tersebut apabila berada dalam bentuk ion-ion nitrat dan/atau amonium. Tanaman kacang-kacangan memiliki bintil akar yang bagian dalamnya berwarna pink tempat hidupnya bakteri penambat nitrogen dari genus Rhizobium. Warna pink tersebut disebabkan oleh adanya protein pengikat oksigen (semacam hemoglobin ) yang berfungsi mempertahankan kadar oksigen di dalam bintil akar tetap rendah. Hal ini penting karena penambatan nitrogen bebas merupakan suatu proses anaerob dan proses ini dapat dihambat oleh adanya oksigen dengan kadar yang tinggi. Burket et al. (1997) juga menyatakan bahwa tanaman penutup tanah dapat mengurangi setengah dosis pupuk N pada tanaman brokoli. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan tanaman penutup tanah untuk mengurangi pencucian nitrat antara 65-70 % karena akar-akarnya menahan nitrat (N) dan air di sekitar lapisan tanah agar tidak hilang tercuci ke dalam air tanah (Wyland et al. 1996). Tanaman buncis tegak dapat memperoleh asupan unsur nitrogen dari hasil pelapukan daun-daun Arachis pintoi yang gugur di sekitar perakaran. Oleh karea itu Arachis pintoi semakin penting perannya dalam meningkatkan kesuburan tanah di daerah tropis (Valente 2008).

Curah hujan yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan Arachis pintoi. Pertumbuhan Arachis pintoi akan terhambat dan daun menjadi kuning bila tanahnya tergenang, kurang air atau sering terjadi erosi permukaan. Arachis pintoi dapat tumbuh pada segala kondisi, tetapi paling bagus pertumbuhannya pada kondisi di bawah naungan 75 %.

Hubungan Erosi dan Produktivitas Lahan

(21)

7

akibat erosi menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang normal sehingga produktivitas tanah menjadi rendah (Arsyad 1989). Kerusakan ini terjadi sebagai akibat perombakan bahan organik dan pencucian unsur hara dan pelapukan mineral yang berlangsung dengan cepat di bawah iklim tropika panas dan basah, dan kehilangan unsur hara yang terangkut akibat panen tanpa ada usaha untuk mengembalikannya.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan Bawah kampus IPB, Dramaga Bogor. Areal penelitian datar dan bertopografi miring dengan elevasi 250 m dpl dan curah hujan rata-rata 2 860.6 mm/tahun. Penelitian dimulai bulan Desember 2014 sampai Juni 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas benih buncis tegak (hibrida) bersertifikasi varietas Rancak, stek batang Arachis pintoi, pupuk kandang 20 ton/ha, kapur 2 ton/ha, furadan, rootone-F, Gandasil-D, sekam bakar, pupuk kimia (NPK, N, P, dan K), dan pestisida kimiawi (insektisida dan fungisida).

Alat yang digunakan adalah alat budidaya, timbangan analitik, meteran, polybag , mulsa plastik hitam perak (MPHP), bak plastik.

Metode Penelitian

Percobaan dilakukan secara paralel pada lahan datar (0 %) dan lahan miring (10 %). Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan 3 taraf perlakuan jenis mulsa, yaitu tanpa mulsa (M0), mulsa plastik hitam perak (M1) dan biomulsa Arachis pintoi (M2). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan pada masing-masing tingkat kemiringan lahan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 58 lubang tanam. Perlakuan menempati petak berukuran 10 m x 1.2 m. Masing-masing lubang tanam ditanami satu benih. Total populasi tanaman buncis tegak adalah 1 392 tanaman. Tanaman contoh yang diamati sebanyak 10 tanaman yang dipilih secara acak setiap perlakuan, sehingga terdapat 240 tanaman contoh. Model aditif linear yang digunakan adalah

Yij = μ + τi + βj + ɛij , dimana i = 1,2,3,4,5 ; j = 1,2,3

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh jenis mulsa ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

(22)

8

Jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang diuji berdasarkan uji ragam pada taraf nyata 95 %, maka dilakukan uji lanjut untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 95 % (Gomez dan Gomez 1995).

Metode Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan

Pengolahan tanah dilakukan sedalam 20 cm dua minggu sebelum penanaman Arachis pintoi, selanjutnya digaru dan diratakan dengan cangkul. Petak-petak percobaan dibuat dengan ukuran 10 m x 1.2 m dengan jarak antar petak 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Pemberian pupuk kandang, kapur, dan pupuk dasar dilakukan setelah pembuatan bedengan tepat pada lubang tanam, kemudian ditunggu selama dua minggu. Pupuk dasar yang digunakan adalah campuran pupuk Urea (200 kg/ha), SP-36 (150 kg/ha), KCl (150 kg/ha). Aplikasi pupuk dasar pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi dan tanpa mulsa dilakukan dua minggu sebelum penanaman buncis sedangkan aplikasi pupuk dasar pada perlakuan mulsa plastik hitam perak dilakukan sebelum pemasangan mulsa tepat di lubang tanam.

Penanaman Arachis pintoi

Bahan tanam Arachis pintoi yang digunakan untuk penelitian adalah berbentuk stek batang yang diperbanyak sendiri. Ukuran stek seragam dan umur pengambilan sama serta masih segar. Stek berukuran 15 cm atau empat ruas direndam selama satu malam dalam air yang telah dicampur dengan 1 g rootone dalam 1 liter air. Stek tersebut ditanam dengan jarak antar stek 15 cm x 15 cm.

Penanaman Buncis

Penanaman benih buncis dilakukan dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu. Jumlah benih yang ditanam sebanyak satu benih per lubang tanam. Lubang dibuat menggunakan tugal. Jarak tanam yang digunakan 40 cm x 25 cm (zigzag).

Pemupukan

Pemupukan dilakukan setelah tanaman sudah berumur 4 minggu setelah tanam (MST). Pupuk yang digunakan adalah Gandasil D sebagai starter solution dengan konsentrasi 20 g per 10 liter air dan NPK 16-16-16 sebanyak 100 g per 10 liter air dilakukan seminggu sekali selama fase vegetatif dan generatif.

Pemeliharan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pengendalian hama dan penyakit, pengajiran pada tanaman contoh. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh. Penyiangan gulma dilakukan seminggu sekali.

Panen

(23)

9

Pengamatan

A. Pengamatan pada tanaman buncis 1. Daya tumbuh (%).

Daya tumbuh diukur seminggu setelah tanam kemudian pengukuran dilakukan lagi pada saat seminggu setelah penyulaman.

2. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2-5 MST. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh dengan menggunakan penggaris dan meteran.

3. Jumlah daun (helai)

Penghitungan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman berumur 2-5 MST. Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah membuka dengan sempurna (trifoliate).

4. Jumlah cabang (cabang)

Penghitungan jumlah cabang dilakukan pada saat tanaman berumur 3-5 MST.

5. Panjang akar (cm)

Panjang akar diukur segera setelah panen berakhir, mulai dari pangkal akar sampai ujung akar terpanjang, dengan menggunakan meteran.

6. Kehijauan daun

Kehijauan daun diukur pada daun dewasa ketika tanaman berumur 6 MST dengan menggunakan bagan warna daun.

7. Umur berbunga (HST)

Umur berbunga diamati pada saat tanaman sudah berbunga sekitar 75 % dari populasi.

8. Jumlah polong (polong)

Jumlah polong dihitung berdasarkan jumlah polong yang dipanen dari tiap tanaman contoh dan juga tiap petak pada masing-masing perlakuan. 9. Bobot polong (g)

Bobot polong dihitung berdasarkan hasil panen polong dari tiap tanaman contoh dan juga tiap petak pada masing-masing perlakuan yang ditimbang menggunakan timbangan analitik.

10.Panjang polong (cm)

Panjang polong diukur dari pangkal polong hingga ujung polong dengan menggunakan meteran. Polong yang diukur adalah polong yang telah dipanen dari tanaman contoh pada masing-masing perlakuan.

11. Produksi tanaman (ton/ha)

Produksi tanaman diperoleh dari hasil perkalian peubah bobot polong per tanaman dengan populasi ideal buncis per hektar.

B. Pengamatan pada lahan yang ditanami Arachis pintoi meliputi:

1. Persentase tumbuh (%). Persentase tumbuh dihitung berdasarkan jumlah stek yang dapat hidup di lahan. Pegukuran dilakukan mulai 1 MST sampai 2 MST.

(24)

10

3. Bobot biomassa Arachis pintoi (g). Bobot Arachis pintoi ditimbang di akhir penelitian. Arachis pintoi yang diukur diambil dari hasil lemparan acak kuadrat di bedengan per perlakuan.

4. Panjang akar (cm). Panjang akar diukur segera setelah panen berakhir, mulai dari pangkal akar sampai ujung akar terpanjang dengan menggunakan meteran.

C. Pengamatan terhadap gulma

Pengamatan gulma menggunakan kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m dan dilakukan dua minggu sebelum penanaman buncis dan dua minggu setelah panen buncis berakhir. Pengamatan pada gulma meliputi:

1. Jenis gulma yang tumbuh. Gulma yang telah diambil dari lahan dipisahkan berdasarkan spesies masing-masing.

2. Jumlah gulma. Gulma dihitung berdasarkan jumlah individu per spesies. 3. Bobot kering (g). Perhitungan bobot kering dilakukan dengan cara

mengoven gulma pada suhu 80 0C selama tiga hari kemudian ditimbang

bobotnya.

4. Dominasi gulma. Dominasi gulma dianalisis dengan menggunakan NJD (Nisbah Jumlah Dominansi). Nilai NJD dicari berdasarkan rata-rata 3 nilai penting, yakni kerapatan nisbi, frekuensi nisbi, dan bobot kering nisbi. D. Pengamatan terhadap erosi tanah

Metode tongkat (Erossion pins). Pendugaan erosi dilakukan dengan menggunakan pin (tongkat) berupa bambu yang berukuran kecil setinggi 70 cm. Pengukuran dilakukan di awal penancapan tongkat dan di akhir penelitian. Jumlah yang digunakan sebanyak lima tongkat per bedengan. Penancapan tongkat dilakukan setelah penanaman buncis di lahan yang disebar secara acak di atas bedengan.

Erosi tanah (E) (Ton/ha) = Rata-rata tebal tanah yang hilang (cm) x Bobot isi tanah (g/cm3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

(25)

11

Pertumbuhan biomulsa Arachis pintoi mengalami kendala pada fase awal penanaman. Stek mudah kering dan layu pada suhu yang panas. Kondisi yang kering akan menghambat pertumbuhan akar dan tunas pada stek Arachis pintoi. Pertumbuhannya terhambat dan daun menjadi kuning pada tanah-tanah yang kurang air atau sering banjir (Maswar 2004). Penanaman Arachis pintoi pertama dilakukan pada bulan Desember di lahan miring dan lahan datar. Suhu yang panas menyebabkan tanaman Arachis pintoi hampir tidak ada yang tumbuh sedangkan di lahan miring masih ada yang tumbuh sekitar 10.52 %. Penanaman kedua dilakukan lagi dengan menggunakana stek. Persentase tumbuh Arachis pintoi pada lahan datar sebesar 54.31 % sedangkan lahan miring sebesar 32.89 %. Rendahnya pertumbuhan Arachis pintoi disebabkan oleh kematian stek di lahan karena kondisi suhu rata-rata harian pada bulan Desember saat penanaman stek Arachis pintoi panas. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi banyaknya stek yang mati di lahan adalah dengan terlebih dahulu membibitkan Arachis pintoi di dalam polybag selama satu bulan kemudian dilakukan penanaman ulang pada bulan Januari.

Pertumbuhan Arachis pintoi setelah dilakukan penanaman ulang semakin seragam di masing-masing lahan. Persentase tumbuh Arachis pintoi pada lahan datar sebesar 93.44 % sedangkan lahan miring sebesar 90.23 %. Tanaman Arachis pintoi dapat menutupi permukaan bedengan pada 90 HST, persentase penutupan permukaan bedengan oleh Arachis pintoi sebesar 94.8 % di lahan miring dan 84.4 % di lahan datar (Gambar 4). Persentase penutupan Arachis pintoi di lahan miring lebih tinggi dibandingkan dengan lahan datar disebabkan oleh tanaman Arachis pintoi yang ditanam pada musim pertama di lahan miring cepat berkembang seiring meningkatknya curah hujan dari bulan Januari sampai Maret. Masa pertumbuhan vegetatif Arachis pintoi, terjadi serangan hama dan penyakit. Serangan hama yang berbahaya pada fase pertumbuhan adalah rayap (macrotermes). Akibat dari serangan rayap adalah tunas mengering karena batang stek dimakan oleh rayap dari dalam tanah. Menurut Tarumingkeng (2001) rayap bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Penyakit yang menyerang yaitu bercak daun cercospora dan fitoplasma penyebab kerdil.

(26)

12

Suhu udara rata-rata pada bulan April-Mei 2015 adalah 25.7 0C (Gambar 2).

Keadaan tersebut cukup baik untuk pertumbuhan dan produksi buncis tegak. Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan bahwa rata-rata suhu udara 20-25 0C sudah optimum untuk pertumbuhan dan komponen hasil buncis yang tinggi. Suhu yang meningkat mulai 5 MST hingga 6 MST mengganggu proses pembungaan yang mengakibatkan bunga tidak dapat berkembang dengan baik, sehingga menghambat pembuahan.

Secara umum tanaman buncis tegak mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Rata-rata daya tumbuh buncis tegak yaitu 69.9 % di lahan datar dan 70.5 % di lahan miring. Persentase hidup tanaman buncis paling tinggi pada 2 MST adalah perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (82.75 %) dan perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan miring (78.01 %). Persentase hidup tanaman buncis paling rendah adalah perlakuan tanpa mulsa di lahan datar (61.20 %) dan perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan miring (65.57 %). Rendahnya persentase hidup tanaman buncis disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Kondisi lahan setelah penanaman buncis pada masing-masing perlakuan umur 4 MST dapat dilihat pada Gambar 3.

A B C

D E F

(27)

13

Tanaman buncis tegak mulai berbunga pada umur 5 MST secara bertahap. Penyiraman dilakukan secara teratur selama periode pembungaan. Kegiatan pemanenan pada tanaman buncis tegak dimulai pada umur 7 MST pada bulan Mei. Menurut Zulkarnain (2013), pemanenan buncis dilakukan dengan masa panen satu bulan. Pemanenan buncis dilakukan tujuh kali pemetikan, dengan frekuensi panen 2 kali seminggu. Polong buncis hasil panen dipisahkan berdasarkan tanaman contoh tiap perlakuan. Jumlah dan bobot polong buncis dihitung per tanaman contoh dan per petak, serta diukur panjang polong tiap tanaman contoh sebanyak 3 polong.

Pertumbuhan dan Penutupan Arachis pintoi

Persentase Tumbuh Arachis pintoi

Berdasarkan pengamatan di lapang persentase tumbuh tanaman Arachis pintoi tergolong rendah dengan rata-rata 54.13 % di lahan datar dan 32.89 % di lahan miring. Arachis pintoi dapat tumbuh baik pada suhu 22 0C dan 28 0C dengan curah hujan lebih dari 1 000 mm/tahun (Tropical Forage 2010). Namun hal ini berbeda dengan penelitian di lapang dengan suhu rata-rata harian 27.4 0C ( BMKG

2015) tanaman Arachis pintoi banyak yang layu oleh karena suhu yang panas. Rendahnya daya tumbuh Arachis pintoi pada lahan miring dikarenakan lahan miring terletak lebih tinggi dari permukaan laut dibandingkan dengan lahan datar dan lebih jauh dari jangkauan air. Akibatnya pertumbuhan Arachis pintoi kurang optimal karena kurang tersedianya air untuk awal pertumbuhan. Curah hujan bulan Desember pada awal pertumbuhan Arachis pintoi yaitu 200 mm. Curah hujan ini tergolong tinggi, namun suhu harian saat di siang hari panas sehingga membuat tanaman Arachis pintoi layu.

Pertumbuhan Tanaman Arachis pintoi

Pertumbuhan tanaman Arachis pintoi di lahan miring lebih baik dibandingkan dengan lahan datar. Hal ini di diduga akibat perbedaan struktur kimia, fisik dan biologi tanah antara lahan datar dengan lahan miring. Benih buncis ditanam di lapangan setelah tanaman penutup tanah Arachis pintoi menutup penuh permukaan tanah, yakni 3 bulan. Waktu pertumbuhan dan produksi buncis tegak pada penelitian ini sekitar 3 bulan, dengan demikian bobot biomassa tanaman penutup tanah (Arachis pintoi) yang dihasilkan pada penelitian ini adalah selama 6 bulan. Dari hasil pengamatan di lapangan (akhir penelitian) diketahui bahwa jumlah bintil akar pada Arachis pintoi adalah sedikit dan kurang efektif. Menurut Adiwiganda (1984) pembentukan bintil akar dan penambatan N2 dari udara pada

Calopogonium caeruleum sebagai penutup tanah dapat meningkat dengan penggunaan gum arab.

(28)

14

Gambar 4 Penutupan tanah oleh Arachis pintoi

Penutupan Arachis pintoi

Penutupan Arachis pintoi pada setiap petak perlakuan diamati secara visual dengan melihat persentase tanaman Arachis pintoi yang menutupi kuadrat ukuran 1.2 m x 1 m sepanjang bedengan. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan miring menunjukkan persentase penutupan Arachis pintoi tertinggi sebesar 95 % pada 90 hari setelah tanam (HST) (Gambar 4). Penutupan Arachis pintoi sebesar 100 % dapat diperoleh setelah umur tanaman lebih dari 90 HST (Baharuddin 2010). Kecepatan tumbuh Arachis pintoi pada percobaan ini lambat, sehingga pertumbuhan gulma lebih cepat karena daya saing Arachis pintoi yang rendah.

Rendahnya kecepatan Arachis pintoi menutup tanah dikarenakan oleh tingkat pertumbuhan Arachis pintoi yang lambat. Pertumbuhan yang lambat ini disebabkan oleh suhu yang panas. Jarak tanam yang digunakan dalam penelitian ini 15 cm x 15 cm. Menurut Huang et al. (2004), penggunaan jarak tanam Arachis pintoi dengan jarak 10 cm × 10 cm, penutupannya mencapai 49 % di daerah bukit (tanah tandus, 0.5 % BO) pada 30 HST, 87 % pada 45 HST, 91 % pada 60 HST, sedangkan di areal taman (tanah subur, 1.5 % BO) penutupannya mencapai 80 % pada 30 HST. Jarak tanam yang kurang rapat diduga mengakibatkan penutupan Arachis pintoi lambat.

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Erosi Tanah

(29)

15

Tabel 2 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap erosi tanah

Perlakuan Erosi tanah (ton/ha) Standar deviasi KK (%)

Lahan datar

Tanpa mulsa 37.92 37.92 ± 6.90 48.84

MPHP 22.98 22.98 ± 16.91 48.84

Biomulsa Arachis pintoi 16.54 16.54 ± 13.01 48.84

Lahan miring

Tanpa mulsa 56.76 56.76 ± 29.40 49.68

MPHP 55.89 55.89 ± 22.70 49.68

Biomulsa Arachis pintoi 35.02 35.02 ± 8.63 49.68

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf nyata 5 %.

Berdasarkan Tabel 2 pengunaan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar menunjukkan nilai laju erosi tanah terendah (16.54 ton/ha) pada bedengan, namun tidak berbeda dengan semua perlakuan. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan miring juga menunjukkan nilai laju erosi tanah terendah (35.02 ton/ha) dan tidak berbeda dengan semua perlakuan. Pernyataan di atas menandakan bahwa perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar dan lahan miring paling baik dalam menurunkan erosi tanah pada budidaya buncis tegak. Menurut Sumarni et al. (2005) tingkat erosi tanah dapat ditekan baik dengan pemberian mulsa organik maupun dengan penanaman tanaman penutup tanah. Erosi tanah dapat ditekan oleh biomulsa Arachis pintoi karena persen penutupan bedengan oleh Arachis pintoi sudah mencapai 100 % setelah 90 HST. Pengaruh penutupan permukaan tanah terhadap erosi juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Zuzel dan Pikul (1993) bahwa semakin tinggi penutupan permukaan tanah maka erosi semakin rendah.

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pertumbuhan Gulma

(30)

16

Tabel 3 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah gulma di lahan datar dan lahan miring Keterangan: MSbT: minggu sebelum tanam, MSP: minggu setelah panen, R: rumput, DL: daun

lebar), T: teki

Analisis vegetasi dilakukan 2 minggu sebelum penanaman buncis dan 2 minggu setelah panen buncis berakhir. Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan miring pada 2 minggu sebelum tanam juga pada 2 minggu setelah panen buncis berakhir menunjukkan jumlah spesies gulma terendah. Hal ini disebabkan oleh ruang tumbuh gulma yang sempit. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi menghasilkan jumlah spesies gulma yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa mulsa. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar dan lahan miring menunjukkan nilai dominasi golongan daun lebar yang lebih tinggi dibandingkan dengan golongan rumput maupun teki. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan biomulsa Arachis pintoi efektif menghambat pertumbuhan teki baik itu di lahan datar maupun di lahan miring. Pada 2 minggu sebelum penanaman buncis masih terdapat satu jenis teki yang hidup. Penanaman buncis dilakukan kemudian seiring bertambahnya penutupan Arachis pintoi tidak terdapat gulma golongan teki yang hidup kecuali pada perlakuan tanpa mulsa. Hal ini diduga karena rumput golongan teki (Cyperus rotundus) termasuk tanaman yang kurang toleran terhadap naungan (Hall et al. 2012).

Tabel 4 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap nisbah jumlah dominansi (NJD) di lahan datar dan lahan miring

Perlakuan Keterangan: MSbT: minggu sebelum tanam, MSP: minggu setelah panen, R: rumput, DL: daun

(31)

17

Tabel 4 menunjukkan bahwa golongan gulma yang mendominasi lahan penelitian di lahan datar dan lahan miring sebelum dilakukan penanaman buncis adalah golongan daun lebar. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi menekan dominasi gulma golongan daun lebar. Hal ini diduga spesies gulma golongan daun lebar ditekan biomulsa Arachis pintoi melalui penutupannya terhadap permukaan tanah. Gulma tidak mampu bersaing dengan biomulsa Arachis pintoi yang menguasai sarana tumbuh dengan sifatnya yang merambat dan daunnya menutupi permukaan tanah namun secara umum tetap saja gulma golongan daun lebar yang mendominasi di lahan datar maupun di lahan miring. Jenis gulma dengan nilai NJD paling tinggi hasil analisis vegetasi pada berbagai perlakuan jenis mulsa disajikan pada Lampiran 2. Salah satu komponen analisis vegetasi pada gulma adalah bobot kering gulma. Bobot kering ini menunjukkan jumlah biomassa gulma yang terdapat pada lahan yang diamati. Bobot kering gulma disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap bobot kering gulma total

Perlakuan Bobot kering gulma total (g)

2 MSbT 2 MSP menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Perlakuan mulsa plastik hitam perak relatif lebih efektif menekan pertumbuhan gulma terhadap bobot kering gulma total dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa dan biomulsa Arachis pintoi (Tabel 5). Perlakuan mulsa plastik hitam perak secara statistik dapat menekan pertumbuhan gulma terhadap bobot kering total di lahan datar (42.0 g) dan lahan miring (42.3 g) pada 2 minggu sebelum tanam (MSbT) . Bobot kering gulma total pada perlakuan mulsa plastik hitam perak secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya di lahan miring. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi tidak dapat menekan gulma secara efektif karena kecepatan penutupan yang rendah memberikan peluang gulma untuk tumbuh dengan baik. Hal yang sama juga terjadi pada 2 minggu setelah panen buncis berakhir. Perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar menunjukkan nilai terendah namun di lahan miring perlakuan biomulsa Arachis pintoi yang paling efektif dalam menekan pertumbuhan gulma terhadap bobot kering gulma total. Secara statistik perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar dan lahan miring tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pengaruh Biomulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Buncis Tegak

(32)

18

pengamatan pertumbuhan tanaman yakni tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, kehijaun daun, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per petak, bobot polong per tanaman, bobot polong per petak, panjang polong dan panjang akar kecuali peubah daya tumbuh, tinggi tanaman (3 MST), jumlah daun (3, 4, dan 5 MST), jumlah cabang (3 dan 5 MST) dan bobot polong tidak layak pasar, perlakuan jenis mulsa tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 6). Hasil sidik ragam pada lahan miring menunjukkan bahwa perlakuan jenis mulsa juga secara umum memberikan pengaruh yang sangat nyata dan nyata terhadap peubah pengamatan pertumbuhan tanaman yakni tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, kehijaun daun, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per petak, bobot polong per tanaman, bobot polong per petak, dan panjang akar kecuali peubah daya tumbuh, tinggi tanaman (2 dan 3 MST), jumlah daun (2 dan 3 MST), jumlah cabang (3 MST), panjang akar dan bobot polong tidak layak pasar, perlakuan jenis mulsa tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 6).

Tabel 6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan jenis mulsa untuk mencegah erosi terhadap pertumbuhan dan produksi buncis tegak di lahan datar dan lahan miring

Peubah Lahan Datar Lahan Miring

F-hitung KK (%) F-hitung KK (%)

(33)

19

Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Buncis Tegak

Hasil analisis data vegetatif tanaman buncis tegak menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa memberikan respon yang berbeda terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang di lahan datar dan lahan miring. Secara umum, respon tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang buncis tegak terbaik hingga 5 MST terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan miring. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar maupun di lahan miring tidak mampu meningkatkan pertumbuhan buncis tegak sampai tanaman berbuah.

Tabel 7 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman buncis tegak

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Lahan datar

Tanpa mulsa 9.8b 17.9 30.6ab 39.5a

MPHP 11.3a 21.4 40.1a 53.4a

Biomulsa Arachis pintoi 10.9a 18.0 26.6b 37.7a

Lahan miring

Tanpa mulsa 10.5 16.6 34.3a 48.9a

MPHP 11.4 19.8 40.6a 55.5a

Biomulsa Arachis pintoi 11.7 17.9 26.4b 37.4b

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Tabel 7 menunjukkan perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan miring mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman buncis tegak di awal pertumbuhan ketika tanaman berumur 2 MST (11.7 cm) diduga karena adanya kompetisi antara tanaman dan Arachis pintoi yang memacu pertambahan tinggi tanaman untuk memperoleh cahaya. Perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar menunjukkan nilai tinggi tanaman tertinggi (11.3 cm) pada minggu kedua pengamatan, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan biomulsa Arachis pintoi. Nilai tertinggi di lahan datar dan lahan miring terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak pada 3, 4 dan 5 MST. Hasil tinggi tanaman pada 5 MST di lahan datar (53.4 cm) dan lahan miring (55.5 cm). Nilai ini tidak berbeda dengan semua perlakuan di lahan datar dan berbeda nyata dengan perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan miring.

(34)

20

Tabel 8 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah daun tanaman buncis tegak

Perlakuan Jumlah daun (helai)

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Lahan datar

Tanpa mulsa 1.0b 2.8 5.2 8.0

MPHP 1.0b 3.0 6.3 12.0

Biomulsa Arachis pintoi 1.1a 2.5 4.8 7.8

Lahan miring

Tanpa mulsa 1.0 2.9 6.0a 10.8b

MPHP 1.0 2.9 6.5a 12.3a

Biomulsa Arachis pintoi 1.0 2.6 4.5b 7.4c

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Berdasarkan Tabel 8, nilai jumlah daun tanaman buncis tegak yang paling tinggi di lahan datar pada 2 MST adalah perlakuan biomulsa Arachis pintoi 1.1 helai sedangkan di lahan miring nilai jumlah daun sama untuk semua perlakuan (1.0 helai). Jumlah daun (4 MST) pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan miring menjadi yang terbanyak dibandingkan perlakuan lainnya hingga akhir pengamatan (5 MST). Nilai jumlah daun pada 5 MST, 12.0 helai di lahan datar dan 12.3 helai di lahan miring. Nilai tersebut tidak berbeda dengan semua perlakuan di lahan datar namun berbeda nyata dengan semua perlakuan di lahan miring. Penggunaan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan miring menghasilkan kelembaban yang tepat, sehingga mempengaruhi suhu tanah menjadi rendah. Menurut McWilliams et al. (1999) suhu tanah yang rendah akan meningkatkan jumlah daun pada jagung manis.

Tabel 9 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah cabang tanaman buncis tegak

Perlakuan Jumlah cabang (cabang)

3 MST 4 MST 5 MST

Lahan datar

Tanpa mulsa 0.7 1.6b 3.1b

MPHP 1.0 2.7a 5.3a

Biomulsa Arachis pintoi 0.8 1.5b 3.1b

Lahan miring

Tanpa mulsa 0.9 2.2b 4.1b

MPHP 1.0 2.8a 5.5a

Biomulsa Arachis pintoi 0.7 1.1c 3.0c

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

(35)

21

oleh kompetisi antara tanaman budidaya dengan tanaman penutup tanah. Perlakuan intensitas cahaya yang diturunkan biasanya diikuti dengan penurunan jumlah cabang tanaman. Penurunan jumlah cabang tanaman dikarenakan intensitas cahaya yang rendah, sehingga tanaman tumbuh tinggi dan hasil fotosintesis yang digunakan untuk pembentukan cabang sedikit, akibatnya jumlah cabang sedikit. Peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan proses fotosintesis pada tanaman, karena cahaya matahari merupakan sumber energi bagi fotosintesis. Tabel 9 menunjukkan bahwa respon jumlah cabang terbanyak pada 3 MST hingga akhir pengamatan terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan juga di lahan miring. Nilai jumlah cabang pada perlakuan mulsa plastik hitam perak pada 4 MST dan 5 MST berbeda nyata dengan semua perlakuan baik itu di lahan datar maupun di lahan miring.

Tabel 10 ` Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap umur berbunga, kehijauan daun, dan panjang akar tanaman buncis tegak

Perlakuan Umur berbunga

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

(36)

22

Tabel 11 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak per tanaman contoh

Perlakuan

Jumlah

Total

Produk-

Bobot Persen bobot Bobot polong Persen bobot

bobot polong polong layak tidak layak polong tidak

polong polong tivitas layak pasar pasar pasar layak pasar

tanaman-1 tanaman-1 tanaman tanaman-1 tanaman-1 tanaman-1 tanaman-1

(g) (ton ha-1) (g) (%) (g) (%)

Lahan datar

Tanpa mulsa 25.8b 85.18b 5.1 74.2b 87.1 11.5 13.5

MPHP 55.9a 184.80a 11.1 170.9a 92.5 13.8 7.5

Biomulsa Arachis pintoi 22.9b 79.43b 4.8 67.9b 85.5 10.9 13.7

Lahan miring

Tanpa mulsa 38.4b 131.60b 7.9 117.4b 89.2 14.1 10.7

MPHP 53.0a 177.20a 10.6 159.0a 89.7 18.2 10.3

Biomulsa Arachis pintoi 28.8b 97.45b 5.8 84.1c 86.3 13.4 13.8

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Komponen hasil dan produksi buncis tegak sangat dipengaruhi oleh fase pertumbuhan (vegetatif). Menurut Marliah et al. (2010), pertumbuhan vegetatif yang baik pada jagung manis akan mempengaruhi pertumbuhan generatif yang dihasilkan juga baik. Subekti et al. (2010) dalam penelitiannya menambahkan bahwa hasil dan bobot biomassa jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman optimal. Jumlah polong buncis merupakan parameter untuk menentukan kemampuan tanaman buncis dalam berproduksi pada lingkungan tumbuhnya. Tanaman mampu menghasilkan polong yang banyak jika lingkungan tumbuhnya sudah sesuai. Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah polong dan total bobot polong per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (55.9 polong; 184.8 g) dan lahan miring (53.0 polong; 177.2 g). Nilai tersebut berbeda nyata dengan semua perlakuan di lahan datar dan lahan miring.

(37)

23

Hasil produktivitas tanaman buncis tegak tertinggi terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak baik itu di lahan datar maupun di lahan miring. Tingginya produktivitas buncis pada perlakuan ini karena kondisi lingkungan tumbuh yang optimum sedangkan perlakuan tanpa mulsa dan biomulsa Arachis pintoi kondisi lingkungan tumbuhnya kurang optimum. Persentase bobot polong yang layak pasar terhadap total bobot polong yang dipanen di lahan datar dan lahan miring adalah sama yaitu 88.4 %. Berdasarkan Tabel 11 bobot polong tidak layak pasar per tanaman tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan jenis mulsa baik itu di lahan datar maupun di lahan miring. Bobot polong yang tidak layak pasar terbanyak terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (13.8 g) dan juga di lahan miring (18.2 g). Jumlah ini di lahan datar maupun di lahan miring tidak berbeda dengan semua perlakuan. Persentase bobot polong yang tidak layak pasar terhadap total bobot polong yang dipanen di lahan datar dan lahan miring juga sama yaitu 11.6 %.

Tabel 12 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak per petak percobaan dan panjang polong

Perlakuan

Jumlah Bobot polong Panjang

polong

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah polong per petak tertinggi di lahan datar (2 280.9 polong) dan lahan miring (2 122.2 polong) adalah perlakuan mulsa plastik hitam perak. Nilai tersebut berbeda nyata dengan semua perlakuan baik itu di lahan datar maupun di lahan miring. Nilai bobot polong layak pasar per petak tertinggi terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (7 126.4 g) dan juga di lahan miring (6 520.1 g). Nilai tersebut berbeda nyata dengan semua perlakuan baik itu di lahan datar maupun di lahan miring. Nilai panjang polong buncis terbaik di lahan datar (13.7 cm) dan lahan miring (12.9 cm) terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak. Nilai ini sudah mencapai panjang polong sesuai dengan deskripsi varietas buncis tegak, yaitu 13 cm (Lampiran 3). Menurut Rukmana (1994) panjang polong buncis tegak berkisar antara 12-13 cm.

(38)

24

Nilai produktivitas buncis tegak yang ditanam pada percobaan ini dapat dihitung yakni 476.6 g/m2 (4.8 ton/ha) di lahan datar dan 584.7 g/m2 (5.8 ton/ha) di lahan miring. Hasil produksi polong per tanaman buncis tegak pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil varietas 16-20 ton/ha (Lampiran 3). Nilai produktivitas ini baru dapat mencapai sekitar 24 % di lahan datar dan 29 % di lahan miring dari potensi hasil pada deskripsi varietas. Rendahnya produktivitas buncis tegak diduga karena terjadi persaingan antara penutup tanah Arachis pintoi dengan tanaman buncis tegak. Menurunnya produksi juga diakibatkan oleh intensitas cahaya yang diterima tanaman buncis tegak rendah sehingga jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan daun dalam waktu tertentu rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya fotosintesis, sehingga menyebabkan penurunan laju metabolisme dan sintesis karbohidrat (Gardner et al. 1985). Selain itu saat panen terdapat juga polong yang tidak layak pasar (berpenyakit dan berulat), sehingga mengurangi produksi buncis tegak.

Hasil produktivitas pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi berbeda dengan hasil produktivitas pada perlakuan mulsa plastik hitam perak. Berdasarkan Tabel 11 perlakuan mulsa plastik hitam perak menunjukkan nilai produktivitas yang tertinggi (11.1 ton/ha) di lahan datar sedangkan di lahan miring (10.6 ton/ha). Persentase nilai produktivitas buncis tegak terhadap potensil hasil (Lampiran 3) pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (55.5 %) dan di lahan miring (53.0 %). Nilai produktivitas ini sudah mencapai setengah dari potensi hasil pada deskripsi varietas.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Secara umum tanaman buncis tegak pada perlakuan mulsa plastik hitam perak baik itu di lahan datar maupun di lahan miring memiliki nilai pertumbuhan dan produktivitas terbaik dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa maupun biomulsa Arachis pintoi. Perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan miring mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman buncis tegak dan komponen hasil polong tanaman buncis tegak, tetapi kurang efektif dalam menekan laju erosi tanah. Biomulsa Arachis pintoi pada lahan datar dan lahan miring sebagai penutup tanah tidak dapat meningkatkan pertumbuhan dan komponen hasil tanaman buncis tegak, tetapi dapat dan paling efektif dalam menurunkan laju erosi tanah.

Saran

(39)

25

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda YT. 1984. Pengaruh pelengket gum arab terhadap bintil akar Calopogonium caeruleum (Benth.) Hemal. Bulletin Perkaretan Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih. 5:14-21.

Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press

. 2010. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi Lembaga Sumberdaya, IPB. Bogor Press.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2015. Produksi sayuran di Indonesia.http://www.bps.go.id [22 Juni 2015].

Baharuddin R. 2010. Penggunaan kacang hias (Arachis pintoi) sebagai biomulsa pada budidaya tomat (Licopersicon esculentum M.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2006. Calon Varietas Unggul Buncis Tegak. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2015. Data iklim staisun Dramaga. Bogor (ID): BMKG

Burket JZ, Hemphill DD, and Dick RP. 1997. Winter cover crops and nitrogen management in sweet corn and brocoli rotation. Hort.Sci. 32(4):64-668 Cahyono B. 2001. Buncis dan Broccoli. Yogyakarta (ID): Kanisius.

. 2007. Kacang Buncis: Teknik Budidaya Dan Analis Usaha Tani. Yogyakarta (ID): Kanisius 129 pp.

Duke AJ. 1981. Handbook of Legumes of World Economic Importance. Plenum Press New York and London. 345 pp.

Evisal R. 2003. Pembibitan dan penanaman Arachis pintoi sebagai penutup tanah di perkebunan. Jurnal Agrotropika. 8:1-5.

Febrianto Y. 2012. Pengaruh jarak tanam dan jenis stek terhadap kecepatan penutupan Arachis pintoi krap. & greg. Sebagai biomulsa pada pertanaman tomat (Licopersicon Esculentum M.). [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 47 hal.

Gardner FP, Pearc RB, Mitchell RL. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. (terjemahan Herwati dan Subiyanto). Jakarta (ID): UI Press. hlm. 205 Gomez KA dan Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.

(Terjemahan). Syamsudin E dan Baharsjah JS. Jakarta (ID): UI Press. 698 hal.

Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Diha MA, Go, BH, dan Bailey HH. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas Lampung. 488 hal.

Hall DW, V. Vandiver VV, Ferell JA. 2012. Purple nutsedge, Cyperus rotundus (L.). Florida (US): University of Florida.

Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Bogor (ID): PT. Mediyatama Sarana Perkasa Hoyt GD and Hargrone WL 1986. Legume cover crop for improving crop and soil

management in the Southern United State. Hort. Sci. 21:397:402

(40)

26

Irfan. 1993. Bertanam Kacang Sayur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Kartika JG, Reyes MR, Susila AD. 2009. Review of Literature on Perennial Peanut (Arachis pintoi) as Potential Cover Crop in the Tropics. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah (ed. Susila AD et al.). Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Bogor. hal 391-399.

Kohnke H. Betrant AR. 1959. Soil Conservation. New York (US): McGraw Hill Book Co.Inc.

Kurniawan H. 2012. Strata tajuk dan kompetisi pertumbuhan cendana (Santalum album linn.) di pulau timur. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallace. Vol.1 (2): hal 9

Lal R. 1994. Soil Manajement for Sustainability. World Soil Conservation Society and the Soil Science Society of America. Ankeny (US): Iowa.

Marliah A, Jumini, Jamilah. 2010. Pengaruh jarak tanam antar barisan pada sistem tumpangsari beberapa varietas jagung manis dengan kacang merah terhadap pertumbuhan dan hasil. Bul. Agrista. 14(1): 30-38.

Maswar. 2004. Kacang hias (Arachis pintoi) pada usaha tani lahan kering. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

McWilliams DA, Benglund DR, Endres GJ. 1999. Corn growth and management quick guide [internet]. [diunduh 23 November 2014]. Tersedia pada : www.ag.ndsu.edu/pubs/plantsci/rowcrops/ a1173/a1173.pdf.

Ngome AF, Mtei MK. 2010. Establishment, biological nitrogen fixation and nutritive value of Arachis pintoi (CIAT 18744) in western Kenya. Jurnal Tropical Grasslands. 44(3): 289–294.

Nurhayati L, Nugraha S,Wijayanti P. 2012. Pengaruh erosi terhadap produktivitas lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri tahun 2012. [Skripsi]. Surakarta (ID): Program Studi Pendidikan Geografi PIPS FKIP UNS Surakarta.

Poerwanto R, Susila AD. 2014. Teknologi Hortikultura. Bogor (ID). IPB Press Rachman A, Darlah A, dan Santoso D. 2009. Pupuk Hijau. Bogor (ID): Balai

Penelitian dan Pengembangan Tanah. hal 41-57.

Rahim SE. 2000. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Bumi Aksaraan.

Rismunandar. 1975. Bertanam Sayur-sayuran. Bandung (ID): Penerbit Teratai. Rosliani R., Hilman Y, Nurtika N. 2002. Pengaruh tanaman penutup tanah dan

mulsa limbah organik terhadap produksi mentimun dan erosi tanah. Jurnal Hortikultura. 12(2):81-87.

Rubatzky VE and Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 2: Prinsip, Produksi, dan Gizi, Jilid 2 (diterjemahkan dari: World Vegetable: Principles, Production, and Nutritive, Second Edition, penerjemah: Catur Herison). Bandung (ID): Penerbit ITB. 292 hal.

Rukmana R. 1994. Bertanam Buncis. Yoyakarta (ID): Kanisius.

. 1994. Budidaya Buncis dan Broccoli. Yogyakarta (ID): Kanisius. Setianingsih T dan Khaerodin. 1993. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan

Merambat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Setiawan, 1994, Sayuran Dataran Tinggi, Penebar Swadaya, Jakarta

(41)

27

Sofiari E dan Djuariah D. 2004. Pengembangan Metode Pengujian Substansial Tanaman Buncis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 17 hal.

Stivers-Young L. 1998. Growth, nitrogen accumulation, and weed suppression by fall cover crops following early harvest of vegetable. Hort. Sci. 33(1):60-63.

Subekti N. A., Syafruddin, Roy E., dan Sri S. 2010. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Hal 16-27

Sugiono. 2007. Evaluasi status hara N, P, K, dan c-organik yang terangkut erosi akibat penerapan berbagai teknik mulsa vertikal di lahan miring pada pertanaman jeruk (citrus sinensis) di desa rumah galuh kecamatan sei bingei kabupaten langkat. [Skripsi]. Medan. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. 42 hal.

Sumarni N, Hidayat A, Sumiati E. 2005. Pengaruh penutup tanah dan mulsa organik terhadap produki cabai dan erosi tanah. Jurnal Hortikultura. 16(3):200. Sutedjo MM, Kartasapoetra AG. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT

Rineka Cipta.

Tarumingkeng R. 2001. Biologi dan perilaku rayap. http://rudyct.com/biologi dan perilaku rayap.htm. [12 Juli 2015].

Tropical Forages. 2010. Arachis pintoi. http://indonesia.tropicalforages.info/key/ Forages/Media/Html/Arachis_pintoi. [10 Juni 2015].

Valente SES, Coelho PJA, Gimenes MA, Valls JFM, dan Lopes CR. 1998. Analysis of isoenzymatic variation in accessions of Arachis pintoi derived from its original germplasm collection. Pasturas Tropicales. 23(1): 9-13.

William CN, Uzo JO, and Peregrine WTH. 1993. Produksi Sayuran daerah Tropika (diterjemahkan dari : Vegetable Production in The Tropics, penerjemah : Dr. Ir. Soedharoedjian Ronoprawiro). Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. 375 hal.

Wulandari R. 1997. Pengaruh konsentrasi paklobutrasol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) varietas lokal. [Skripsi]. Salatiga (ID): UKSW.

Wyland LJ, Jackson LE, Chaney WE, Klonky K, Koike ST, Kimple B. 1996. Winter cover crops in vegetable cropping system. Impacts on nitrate leaching, soil water, crop yield, pest and management costs. Agric. Ecosystems Environment 59(1-2):1-17.

Zulkarnain H. 2010. Dasar-Dasar Hortikultura. Jakarta (ID): Bumi Aksara . 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Jakarta (ID): Bumi Aksara

(42)

28

LAMPIRAN

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, 2015

Lampiran 2 Spesies gulma dengan nilai nisbah jumlah dominansi (NJD) tertinggi pada semua perlakuan di lahan datar dan lahan miring

Perlakuan

Keterangan: MSbT: minggu sebelum tanam, MSP: minggu setelah panen, R: rumput, DL: daun lebar), T: teki

Lampiran 1 Iklim wilayah Dramaga pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015

Bulan

Curah Temperatur Kelembaban Intensitas Kecepatan hujan rata-rata udara radiasi matahari Angin rata-rata

(43)

29

Lampiran 4 Layout petak percobaan di lahan

Lampiran 3 Deskripsi tanaman buncis tegak varietas Rancak F1

Karakter Deskripsi

Tipe Buncis tegak

Varietas Rancak F1

Potensi hasil (ton/ha) 16 - 20

Umur panen (HST) 38 - 45

Adaptasi Dataran Menengah - Tinggi

Bobot polong per buah (g) 4 - 7 g

Panjang polong (cm) 13

Bentuk polong Bulat

Warna polong Hijau muda

Rasa polong Manis

Ketahanan simpan 3 - 4 hari

Ketahanan penyakit Antraknosa

Konsumsi Lalaban, sayur, makanan kaleng

Kebutuhan benih 40-60 kg/ha

Kode Produksi 1731/Kpts/SR.120/1/2008

Pemulia PT. East-West Seed Indonesia

Sumber: www.eastwestindo.com

(44)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Saribu, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 2 Februari 1993. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara dari Bapak Damson Gultom dan Ibu Rusti br. Girsang.

Tahun 2005 penulis lulus dari SDN 091400 Dolok Saribu, kemudian pada tahun 2008 penulis menyelesaikan studi di SMP swasta GKPS 3 Pematangsiantar. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pematangsiantar pada tahun 2011. Penulis diterima di kampus IPB melalui jalur SNMPTN undangan pada tahun 2011 di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa

Kristen (PMK) dan IPB Farmer Student Club (I’Fast Club) pada tahun 2011-2015, menjadi anggota Litbangtan di Himpunan Profesi mahasiswa Agronomi dan Hortikultura (HIMAGRON) pada tahun 2013-2014. Penulis pernah mengikuti program Magang di kebun Percobaan Kelapa Sawit IPB, Jonggol pada tahun 2012. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan Olimpiade Mahasiswa IPB sebagai anggota divisi keamanan pada tahun 2013 dan 2014, Masa Perkenalan Departemen dan Masa Perkenalan Fakultas sebagai anggota divisi keamanan pada tahun 2013, Festival Kampus IPB kepala divisi keamanan tahun 2013, Festival Buah dan Bunga Nusantara (FBBN) sebagai anggota bursa dan expo pada tahun 2014 dan sebagai anggota IHIBF (Indonesia Horticulture Investment and Business Forum) 2015. Penulis juga aktif di kepanitiaan perayaan Natal CIVA IPB 2014 yang berperan sebagai wakil ketua. Selain itu penulis aktif menjadi assisten mata kuliah Pengendalian Gulma tahun ajaran 2014/2015, assisten mata kuliah Dasar-Dasar Agronomi pada tahun ajaran 2014/2015, assisten mata kuliah Dasa-Dasar Hortikultura pada tahun ajaran 2014/2015 dan assisten mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis pernah menjadi moderator Talkshow dalam kegiatan Masa Perkenalan Fakultas tahun 2015. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) selama kurang lebih 8 minggu (28 Juni-28 Agustus 2014) di Desa Kutajaya, Kecamatan Kuta Waluya, Kabupaten Karawang.

Gambar

Tabel 1  Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan yang dapat
Gambar 1 Grafik curah hujan rata-rata wilayah Dramaga bulan April sampai
Gambar 3  Kondisi lahan tanaman buncis tegak umur 4 MST pada berbagai perlakuan.  (A) Lahan datar tanpa mulsa; (B) Lahan datar mulsa plastik hitam perak; (C) Lahan datar biomulsa Arachis pintoi; (D) Lahan miring tanpa mulsa; (E) Lahan miring mulsa plastik hitam perak; (F) Lahan miring biomulsa Arachis pintoi
Gambar 4 Penutupan tanah oleh Arachis pintoi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam terhadap mutu sensori dan kandungan senyawa volatil pada terasi ikan teri.Materi

Dalam Perancangan Peraturan Daerah yang ada di Provinsi Kalimantan Barat melibatkan peran serta masyarakat luas terutama para pemerhati masalah hukum, Peneliti hukum,

Strategi layanan merupakan sebuah strategi jangka panjang yang berpusat pada proses dan sumber daya perusahaan dalam pemberian nilai tambah bagi konsumen (Laihonen

membentuk satu jaringan dengan menggabungkan semua ATM yang mereka miliki. Keuntungannya sudah tentu nasabah lebih leluasa dalam memanfaatkan ATM-ATM milik pengelola

Skripsi dengan judul “ Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Nasabah Terhadap Loyalitas Nasabah Pembiayaan Pada BMT Tulungagung” ini ditulis oleh Ana Rochmaniah,

Oleh karena itu masalah yang akan dibahas ialah proses perempuan dalam melakukan perlawanan terhadap budaya patriarki dalam cerpen-cerpen Kalimantan dan akibat yang

Suatu penelitian akan berjalan terarah bila tujuan penelitian telah dirumuskan, karena dengan adanya tujuan penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai

a. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen, misalnya satu