1
PENGARUH SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN
TEPUNG JANGKRIK DALAM RANSUM DOMBA JANTAN
TERHADAP KECERNAAN NUTRIEN, RETENSI
NITROGEN DAN PERFORMA
ANDI RISMARIANTY
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Substitusi Bungkil Kedelai dengan Tepung Jangkrik dalam Ransum Domba Jantan terhadap Kecernaan Nutrien, Retensi Nitrogen dan Performa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Andi Rismarianty
ABSTRAK
ANDI RISMARIANTY. Pengaruh Substitusi Bungkil Kedelai dengan Tepung Jangkrik dalam Ransum Domba Jantan terhadap Kecernaan Nutrien, Retensi Nitrogen dan Performa. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan LILIS KHOTIJAH.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh substitusi protein bungkil kedelai dengan tepung jangkrik dalam ransum domba jantan terhadap kecernaan bahan kering, protein kasar dan energi, performa serta retensi nitrogen. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga perlakuan dan empat ulangan menggunakan 12 ekor domba umur 2-4 bulan dengan bobot badan 11.24±1.62 kg. Perlakuan yang diberikan yaitu menggunakan konsentrat dengan sumber protein yang berbeda yaitu RBK (Ransum mengandung bungkil kedelai 15% dalam ransum), R-50TJ (Ransum mengandung 7.5% tepung jangkrik dalam ransum menggantikan 50% bungkil kedelai) dan RTJ (Ransum mengandung 15% tepung jangkrik dalam ransum menggantikan 100% bungkil kedelai). Semua ternak diberi 40% rumput Brachiaria humidicola dan 60% konsentrat. Hasil penelitian ini adalah substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% tidak mempengaruhi nilai konsumsi, kecernaan bahan kering dan protein, retensi nitrogen, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan domba jantan, meskipun cenderung menurunkan nilai kecernaan energi. Tepung jangkrik dapat menggantikan 100% tepung bungkil kedelai atau digunakan 15% dalam ransum dengan palatabilitas yang baik.
Kata kunci : domba jantan, kecernaan, retensi nitrogen, tepung jangkrik
ABSTRACT
ANDI RISMARIANTY. The Effect of Soybean Meal Substitution with Crickets Meal in Lamb Ration on Nutrient Digestibility, Nitrogen Retention and Performance. Supervised by DEWI APRI ASTUTI and LILIS KHOTIJAH.
This research was aimed to evaluate the effect of soybean meal substitution with cricket meal in lamb ration on dry matter, crude protein and energy digestibility, performance and nitrogen retention. The experiments was conducted using randomized block design with three treatments and four replications using 12 lambs of 2-4 months old with average body weight 11.24±1.62 kg. The treatments that used concentrates with different protein sources were control (ration containing 15% soybean meal), CM-50 (ration containing 7.5% crickets meal replace 50% of soybean meal), and CM-100 (ration containing 15% crickets meal replace 100% of soybean meal). All animals got 40% of Brachiaria humidicola
1
PENGARUH SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN
TEPUNG JANGKRIK DALAM RANSUM DOMBA JANTAN
TERHADAP KECERNAAN NUTRIEN, RETENSI
NITROGEN DAN PERFORMA
ANDI RISMARIANTY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi
Nama NIM
Pengaruh Substitusi Bungkil Kedelai dengan Tepung Jangkrik dalam Ransum Domba Jantan terhadap Kecemaan Nutrien, Retensi Nitrogen dan Perfonna
Andi Rismarianty D2411 0022
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dewi MS
Pembimbing I
Dr Ir Lilis MSi
Pembimbing II
1
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014-Maret 2015 dengan judul Substitusi Bungkil Kedelai dengan Tepung Jangkrik dalam Ransum Domba Jantan terhadap Kecernaan Nutrien, Retensi Nitrogen dan Performa.
Bungkil kedelai sebagai bahan pakan masih merupakan bahan pakan impor sehingga penulis ingin mengganti dengan bahan pakan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah jangkrik indukan afkir yang merupakan produk hasil ikutan dari budidaya jangkrik. Jangkrik mengandung protein yang cukup tinggi sehingga perlu dilakukan pengujian terkait kualitas dari tepung jangkrik tersebut.
Saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi baru dalam dunia peternakan.
Bogor, Oktober 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Bahan 2
Alat 3
Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Prosedur 4
Pemeliharaan 4
Koleksi Total 4
Analisis Gross Energi dan Protein Kasar 5
Rancangan dan Analisis Data 5
Perlakuan 5
Rancangan Percobaan 5
Peubah yang diamati 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Konsumsi Ransum 6
Kecernaan Ransum 7
Retensi Nitrogen, Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dan
efisiensi pakan 9
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 18
1
DAFTAR TABEL
1 Kandungan nutrien bahan pakan berdasarkan BK 2 2 Komposisi bahan pakan ransum perlakuan berdasarkan BK 3 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan berdasarkan BK 3 4 Rataan konsumsi bahan kering, protein kasar dan energi domba 6 5 Kecernaan bahan kering, protein kasar dan energi domba 7 6 Retensi nitrogen, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan domba 10
DAFTAR GAMBAR
1 Domba penelitian 2
2 Dinamika pertambahan bobot badan domba 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering 15
2 Hasil analisis ragam konsumsi protein kasar 15
3 Hasil analisis ragam konsumsi energi 15
4 Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering 15
5 Hasil analisis ragam kecernaan protein kasar 15
6 Hasil analisis ragam kecernaan energi 16
7 Hasil uji lanjut beda nyata kecernaan energi 16
8 Hasil analisis ragam konsumsi nitrogen 16
9 Hasil analisis ragam nitrogen feses 16
10 Hasil analisis ragam nitrogen urin 16
11 Hasil analisis ragam retensi nitrogen 17
12 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan 17
1
PENDAHULUAN
Salah satu ternak potong yang berkontribusi dalam pemenuhan protein hewani penduduk Indonesia yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya adalah ternak domba. Produktivitas ternak domba dapat ditingkatkan. Peningkatan produksi domba sangat dominan dipengaruhi oleh pakan. Pakan dengan kandungan nutrien yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan ternak akan menghasilkan produktivitas yang baik. Kebutuhan nutrien ternak sangat dipengaruhi oleh umur, bobot badan dan status fisiologis (domba yang sedang tumbuh, dewasa, bunting dan laktasi). Domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein kasar dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan domba dewasa. Kebutuhan protein kasar domba dengan bobot badan 20 kg adalah 13%-20% untuk menghasilkan pertambahan bobot badan 100-200 g e-1h-1 (NRC 2007).
Pemberian pakan pada ternak domba umumnya berupa pakan utama yaitu hijauan segar dan konsentrat (pakan penguat). Kecukupan atau kesesuaian pakan untuk kebutuhan ternak tersebut selain ditinjau dari segi kuantitas, juga harus dari segi kualitasnya untuk pemenuhan hidup pokok dan berproduksi. Nutrien yang sangat penting yang harus diperhatikan adalah protein dan energi. Salah satu bahan sumber protein yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah bungkil kedelai. Bungkil kedelai memiliki kadar protein sekitar 49% (NRC 2007). Selain itu, bungkil kedelai juga memiliki potensi untuk menjadi sumber energi bagi ternak karena bungkil kedelai memiliki kandungan karbohidrat sebesar 30% dari bobot keringnya (Tobing 1999). Menurut Vidianto (2012), pertambahan bobot badan anak domba prasapih dari induk yang mengkonsumsi ransum komersial yang mengandung bungkil kedelai berkisar antara 110-126 g e-1h-1. Prawoto et al.
(2001) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan (PBB) domba lokal yang dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 g e-1h-1, namun melalui perbaikan teknologi pakan PBB domba lokal mampu mencapai 57-132 g e-1h-1.
Kendala yang dihadapi bungkil kedelai sebagai bahan pakan adalah masih merupakan bahan baku impor, sehingga perlu dicari alternatif lain yang cukup tersedia dengan kandungan nutrien yang hampir sama dan harga terjangkau. Salah satu bahan yang belum dimanfaatkan adalah jangkrik indukan afkir yang merupakan produk hasil ikutan dari budidaya jangkrik. Jangkrik indukan afkir adalah jangkrik dengan umur 60-70 hari yang memproduksi telur yang sudah menurun (sedikit). Budidaya jangkrik mulai banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia seperti Depok, Bekasi, Cirebon, Sukabumi, Surabaya, Demak dan Kediri. Jenis jangkrik yang biasa dibudidayakan yaitu jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) karena daya adaptasi dan produktivitasnya yang tinggi.
rumen, demikian pula serat kasar. Rumen pada domba yang sedang tumbuh belum berkembang sempurna, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian pemanfaatan dari tepung jangkrik yang kaya akan protein tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi protein bungkil kedelai dengan tepung jangkrik dalam ransum domba jantan terhadap kecernaan bahan kering, protein dan energi, performa serta retensi nitrogen.
METODE
Bahan
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba lokal jantan sebanyak 12 ekor umur 2-4 bulan dengan bobot badan awal 11.24±1.62 kg. Domba yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Domba penelitian
Ransum disusun dengan isoprotein dan iso energi berdasarkan NRC (2007) yaitu domba dengan bobot badan 20 kg membutuhkan protein kasar sebesar 13%-20% dan TDN sebesar 53%-66%. Kandungan nutrien bahan pakan yang digunakan, komposisi ransum perlakuan dan kandungan nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 1 Kandungan nutrien bahan pakan berdasarkan BK
Bahan Pakan BK Abu PK LK SK BETN TDN*
Brahiaria
humidicola 21.57 8.02 9.74 2.18 32.59 47.47 54.63 1
Konsentrat
Komersial 84.10 17.82 12.79 3.02 22.12 44.24 51.55
1
Tepung Jangkrik 85.61 5.21 57.07 13.13 10.28 14.31 88.352
Bungkil Kedelai 88.10 7.00 49.00 1.60 6.00 36.40 81.822
Hasil analisis laboratorium Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB(2013) dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB(2015); BK: Bahan Kering; PK: Protein Kasar; SK: Serat Kasar; LK: Lemak Kasar; BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; TDN: Total
Digestible Nutrient; *Hasil perhitungan TDN berdasarkan rumus Wardeh (Kearl 1982): 1%TDN =
-14.8356 + 1.3310(PK) + 0.7923(BETN) + 0.9787(LK) + 0.5133(SK); 2%TDN= -37.3039 +
3
Tabel 2 Komposisi bahan pakan ransum perlakuan (% BK)
Bahan Ransum Penelitian
RBK R-50TJ RTJ
Rumput Brachiaria Humidicola 40 40 40
Konsentrat : 60 60 60
Konsentrat Lacto A 45 45 45
Bungkil Kedelai 15 7.5 0
Tepung Jangkrik 0 7.5 15
RBK : Ransum mengandung bungkil kedelai; R-50TJ : Ransum mengandung tepung jangkrik menggantikan 50% bungkil kedelai; RTJ : Ransum mengandung tepung jangkrik.
Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan berdasarkan BK
Nutrien Perlakuan
RBK R-50TJ RTJ
Abu (%) 12.28 12.38 12.28
Protein Kasar (%) 17.00 16.77 17.27
Lemak Kasar (%) 2.47 3.19 3.99
Serat Kasar (%) 23.89 24.47 24.79
BETN (%) 44.36 43.18 41.68
Total Digestible Nutrient (%) 57.32 57.11 57.52
Gross Energi (kal g-1)
3726 3689 3726
RBK : Ransum mengandung bungkil kedelai; R-50TJ : Ransum mengandung tepung jangkrik menggantikan 50% bungkil kedelai; RTJ : Ransum mengandung tepung jangkrik; Perhitungan berdasarkan hasil analisis laboratorium.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah kandang individu yang dilengkapi tempat pakan dan air minum, timbangan digital kapasitas 150 kg untuk menimbang bobot domba, timbangan digital dengan kapasitas 2 kg untuk menimbang pakan. Kasa untuk penampungan feses dan penampungan urin menggunakan plastik dan ember dipasang pada kandang metabolis. Bom kalorimeter untuk analisis gross energy
dan seperangkat alat yang digunakan untuk analisis protein dengan metode Kjeldahl (AOAC 1980).
Waktu dan Lokasi
Prosedur
Pemeliharaan
Bobot badan awal domba ditimbang untuk mengetahui jumlah pemberian pakan dan pengacakan ternak. Pemberian pakan pada saat adaptasi sebesar 3% BK dari bobot badan (BB), dan dinaikkan seiring bertambahnya BB. Pemeliharaan domba dilakukan selama 8 minggu. Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pakan konsentrat diberikan pagi hari pukul 07.00 WIB dan hijauan diberikan siang hari pukul 13.00 WIB. Pakan yang akan diberikan ditimbang, kemudian sisa pakan ditimbang keesokan harinya sebelum pemberian pakan selanjutnya.Penimbangan domba dilakukan setiap satu minggu sekali.
Konsumsi Pakan = jumlah pakan yang diberikan – jumlah sisa
Konsumsi Bahan Kering (KBK) = konsumsi pakan x kadar BK pakan Konsumsi Protein Kasar (KPK) = KBK x kadar PK pakan
Konsumsi Energi = KBK x kandungan GE pakan PBB = Bobot Akhir – Bobot Awal
PBBH = Bobot akhir − Bobot awalJumlah hari
Efisiensi Pakan = ∑Konsumsi BK xPBBH %
Koleksi Total
Kecernaan nutrien diukur dengan metode koleksi total. Koleksi feses dilakukan pada minggu ke-7 masa akhir pemeliharaan. Feses ditampung selama 24 jam selama 7 hari berturut-turut. Feses yang baru keluar langsung ditampung pada plastik yang telah disediakan agar tidak tercampur dengan urin, kemudian ditimbang. Total feses didapatkan dari hasil penjumlahan bobot feses yang ditampung selama 24 jam. Sampel feses diambil 10% dari total feses kemudian dijemur dan dimasukkan dalam oven 60oC kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot kering udara sebelum dianalisis. Sampel feses kemudian dikompositkan dan digiling untuk analisis kandungan protein kasar dan gross energy.
Koleksi urin dilakukan selama tujuh hari berturut-turut bersamaan dengan koleksi feses. Ember penampung urin diisi H2SO4 10% untuk mencegah
penguapan nitrogen. Sampel urin diambil 10% dari total urin setiap ekor setiap hari dan dimasukkan dalam botol dan dikompositkan selama 7 hari kemudian sampel disimpan dalam freezer. Sampel urin kemudian digunakan untuk analisis kandungan nitrogen dengan metode Kjeldahl (AOAC 1980).
Kecernaan BK % = KBK − BK fesesKBK x %
Kecernaan PK % = KPK − PK fesesKPK x %
5
Retensi Nitrogen dihitung dengan persamaan (McDonald et al. 2010) : RN = KN – NF – NU
Keterangan :
RN = Retensi Nitrogen KN = Konsumsi Nitrogen NF = Nitrogen Feses NU = Nitrogen Urin
Analisis Gross Energi dan Protein Kasar
Analisis GE (Gross Energy) menggunakan bom kalorimeter. Analisis protein kasar menggunakan metode Kjeldahl (AOAC 1980).
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Perlakuan yang diberikan yaitu menggunakan konsentrat dengan sumber protein yang berbeda yaitu:
RBK = Ransum mengandung bungkil kedelai
R-50TJ = Ransum mengandung tepung jangkrik menggantikan 50% tepung bungkil kedelai
RTJ = Ransum mengandung tepung jangkrik.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan 4 kelompok dengan bobot badan sebagai ulangan. Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menggunakan
software statistical package for social science (SPSS) 16.0. Jika diperoleh perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Model linear analisis ragam yaitu (Steel dan Torrie 1993):
Yij= μ +Ti+ βj+ εij Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ : Nilai rataan umum Ti : Pengaruh perlakuan ke-i
βj : Pengaruh kelompok ke-j
εij : Error perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Peubah yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa substitusi 15% bungkil kedelai dalam ransum oleh tepung jangkrik tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering, protein kasar dan energi (Tabel 4).
Tabel 4 Rataan konsumsi bahan kering, protein kasar dan energi domba
Parameter Perlakuan
Konsumsi Energi (kkal e-1 h-1) 1426.61±30.13 1361.41±153.43 1269.65±156.88
RBK : Ransum mengandung bungkil kedelai); R50%TJ : Ransum mengandung tepung jangkrik menggantikan 50% bungkil kedelai; RTJ : Ransum mengandung tepung jangkrik.
Konsumsi bahan kering yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa palatabilitas ransum yang diberikan sama, secara tidak langsung menunjukkan bahwa penggantian 15% bungkil kedelai dengan 15% tepung jangkrik tidak merubah palatabilitas. Hal ini berarti bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik tidak mempengaruhi konsumsi domba, seperti yang dinyatakan Pond et al. (2005) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 15% dalam ransum tidak menimbulkan bau, merubah rasa dan tekstur sehingga tidak mempengaruhi palatabilitas ransum.
Konsumsi bahan kering berdasarkan bobot badan metabolis pada penelitian ini berkisar 52.27-57.37 g kg-1 BB0.75. Hasil yang diperoleh ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitan Yulistiani et al. (2011) yang menggunakan pakan bungkil kedelai terproteksi tanin cairan batang pisang pada domba yang sedang tumbuh yaitu sebesar 62.90-71.40 g kg-1 BB0.75.
7
berdasarkan bobot badan metabolit pada penelitian ini berkisar 8.73-9.72 g kg-1
BB0.75. Hasil ini sesuai dengan penelitian Susramdini (2014) yang melaporkan bahwa konsumsi protein kasar domba lokal jantan yaitu berkisar 81.90-99.99 g e-1 h-1 atau setara dengan 7.62-9.78 g kg-1 BB0.75.
Ternak ruminansia selain membutuhkan protein juga membutuhkan evaluasi nilai energi. Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk memelihara tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al. 1998). Konsumsi energi pada penelitian ini berkisar 1269-1426 kkal atau setara dengan 5.313-5.970 MJ. Hasil ini sesuai dengan Mathius et al. (1996) yang menyatakan bahwa konsumsi energi domba lepas sapih yang sedang tumbuh adalah 5.851 MJ. Konsumsi energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, bangsa, ukuran tubuh, aktivitas, laju pertumbuhan, metabolisme, suhu lingkungan (Ensminger et al. 1990). Namun dari sejumlah energi yang dikonsumsi tidak semua diretensi menjadi produk karena sebagian akan diekskresikan sebagai feses, urin, gas methan dan panas metabolisme (McDonald et al. 2010).
Kecernaan Ransum
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering dan protein kasar. Substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% (RTJ) cenderung (P<0.10) menurunkan energi tercerna dibandingkan dengan tanpa substitusi (RBK) dan substitusi 50% (R-50TJ). Rataan kecernaan bahan kering, protein kasar, energi pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kecernaan bahan kering, protein kasar dan energi domba
Parameter Perlakuan
(kkal e-1h-1) 1021.11±26.18a 1042.75±55.90a 893.51±100.35b RBK : Ransum mengandung bungkil kedelai); R-50TJ : Ransum mengandung tepung jangkrik menggantikan 50% bungkil kedelai; RTJ : Ransum mengandung tepung jangkrik; Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang cenderung nyata (P<0.10).
sebesar 71.9%, sedangkan kecernaan proteinnya yaitu 74.5%. Perbedaan ini dapat disebabkan komposisi pakan dan umur ternak yang digunakan berbeda. Menurut Tillman et al. (1998), kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi pakan, faktor hewan (umur dan status fisiologis), serta laju perjalanan melalui alat pencernaan.
Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein dalam pakan. Parakassi (1999) menyatakan bahwa penentu utama dari jumlah asam amino yang tersedia untuk jaringan adalah jumah suplai biosintesis protein mikroba dan jumlah protein yang bebas degradasi rumen. Kecernaan protein kasar yang tidak berbeda nyata pada penelitian ini dapat disebabkan oleh kualitas protein pakan ketiga perlakuan yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 16.77%-17.27% (Tabel 3) dan ekskresi protein melalui feses juga relatif sama.
Kecernaan ransum yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa ransum yang mengandung tepung jangkrik baik itu substitusi 50% maupun 100% tidak berbeda dengan ransum yang mengandung bungkil kedelai. Penambahan tepung jangkrik dalam ransum domba tidak mengganggu kecernaan bahan kering dan protein kasar domba. Sukrillah (2015) meyatakan bahwa domba yang diberi ransum substitusi 50% bungkil kedelai dengan tepung jangkrik memiliki kadar protein darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang diberi ransum tanpa substitusi dan substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100%. Hal ini dapat disebabkan dengan substitusi 50% bungkil kedelai dengan tepung jangkrik (R-50TJ), domba mengkonsumsi ransum yang mengandung protein nabati dan hewani sehingga memperoleh asam amino yang lebih lengkap. Wang et al. (2005) menyatakan bahwa jangkrik mengandung asam amino lysin sebesar 4.79%, aspartat 6.29% dan glutamat 9.07%. Bungkil kedelai mengandung asam amino yang lebih rendah yaitu lysin sebesar 2.31%, aspartat 3.06% dan glutamat 3.81% (Sitompul 2004). Pada perlakuan RTJ atau ransum dengan substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% mempunyai kadar protein darah yang lebih rendah dibandingkan dengan substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik sebesar 50% (R-50TJ). Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan kitin pada tepung jangkrik. Kitin dapat menyebabkan kemampuan darah untuk mengikat asam amino menurun sehingga menghambat penyerapan protein oleh darah.
Energi tercerna domba yang diberi ransum substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% (RTJ) cenderung lebih rendah yaitu 893.51 kkal e -1h-1 bila dibandingkan dengan domba yang diberi ransum tanpa substitusi (RBK)
yaitu 1024.11 kkal e-1h-1 dan substitusi hingga 50% (R-50TJ) yaitu 1042.75 kkal e-1h-1. Menurut NRC (2007) kebutuhan energi metabolis domba dengan bobot badan 20 kg adalah 1.09-1.42 Mkal e-1h-1 untuk menghasilkan pertambahan bobot
9
akan mengikat asam empedu karena dapat dianalogikan sebagai serat. Kitin tidak dapat diabsorpsi pada usus halus sehingga bersama asam empedu dikeluarkan melalui feses.
Kitin sulit dicerna oleh ternak ruminansia sehingga untuk meningkatkan kecernaan ransum maka perlu dilakukan pemecahan kitin. Pemecahan kitin dapat dilakukan melalui proses fisik, kimiawi maupun biologis. Proses fisik dapat langsung dilakukan dengan pemisahan badan (abdomen) dengan kepala, sayap dan kaki. Secara kimia kitin dapat larut di dalam HCL pekat, asam sulfat pekat, asam format anhidrat atau asam fosfat 78%-79% (Angka dan Suhartono 2000). Proses biologis yaitu penggunaan mikroorganisme yang memiliki aktivitas kitinolitik yang mampu menghasilkan enzim kitinase seperti Aeromonas sp.,
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. (Pratiwi et al. 2015). Energi tercerna yang lebih rendah pada perlakuan RTJ dibandingkan dengan perlakuan lain juga dapat disebabkan oleh sifat fisik pakan yaitu voluminous. Sifat voluminous ini disebabkan kandungan serat kasar pada tepung jangkrik lebih tinggi yaitu 10.28% dibandingkan dengan bungkil kedelai yang hanya 6%. Sifat voluminous menyebabkan ransum dengan berat yang sama, mempunyai volume yang lebih banyak atau membutuhakan tempat yang lebih besar. Perlakuan RTJ adalah ransum dengan substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% sehingga lebih amba bila dibandingkan dengan ransum dengan tanpa substitusi (RBK) dan ransum dengan substitusi 50%. Sifat pakan yang voluminous atau amba akan menurunkan gerak laju pakan dalam saluran pencernaan sehingga menurunkan kecernaan. Menurut Tondok (2011), energi tercerna dapat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan makanan, tingkat konsumsi dan spesies ternak.
Sumber energi bagi ternak berasal dari lemak, protein, karbohidrat dan serat kasar. Energi tercerna pada RTJ yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya juga dapat disebabkan perbedaan kandungan jenis karbohidrat. Bungkil kedelai mengandung oligosakarida berupa sukrosa, stachyosa, rafinosa dan verbaskosa serta poligosakarida berupa pektin, arabinogalaktan, selulosa dan pati. Menurut Tobing (1999), fraksi oligosakarida adalah komponen karbohidrat yang lebih mudah dicerna dari keseluruhan karbohidrat yang terkandung dalam bungkil kedelai. Kitin dalam tepung jangkrik termasuk dalam jenis polisakarida yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Polisakarida-polisakarida tersebut berbeda dalam jenis monosakarida penyusunnya dan cara monosakarida-monosakarida berikatan membentuk polisakarida. Suprapto et al. (2013) menambahkan bahwa karbohidrat fermentable yang terkandung dalam bungkil kedelai lebih besar dibandingkan pada tepung ikan. Suprapto et al. (2013) juga melaporkan bahwa kecernaan serat kasar pakan komplit sumber protein nabati cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pakan komplit sumber protein hewani.
Retensi Nitrogen, Pertambahan Bobot Badan Harian dan Efisiensi Pakan
nitrogen feses, nitrogen urin, retensi nitrogen, pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan efisiensi pakan. Retensi nitrogen, pertambahan bobot badan harian dan efisiensi pakan domba disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Retensi nitrogen, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan domba
Parameter Perlakuan Efisiensi Pakan (%) 17.45±3.51 15.75±3.07 16.18±4.92
RBK : Ransum mengandung bungkil kedelai); R-50TJ : Ransum mengandung tepung jangkrik menggantikan 50% bungkil kedelai; RTJ : Ransum mengandung tepung jangkrik.
Nitrogen yang keluar melalui feses pada penelitian ini yaitu antara 2.71-2.85 g e-1 h-1 atau kira-kira 0.63%-0.71% dari konsumsi bahan kering atau 4% dari konsumsi protein. Menurut Van Soest (1982), nitrogen yang hilang dalam feses ruminansia kira-kira 0.6% dari konsumsi bahan kering atau ±4% dari konsumsi protein. Mathius et al. (2001) menyatakan bahwa pada domba lokal yang diberi ransum dengan kadar protein 13%, nitrogen yang keluar melalui urin sebesar 2.90 g e-1h-1 atau setara dengan 2.20% dari konsumsi protein. Menurut Khoerunnissa (2006), kandungan nitrogen feses domba jantan 3.05 g e-1 h-1 dan retensi N sebesar 7.72 g e-1 h-1.
Retensi nitrogen merupakan gambaran banyaknya nitrogen yang disimpan dalam tubuh ternak untuk pertumbuhan. Retensi nitrogen yang dihasilkan selama penelitian mempunyai nilai positif. Artinya nitrogen yang dikonsumsi sudah mencukupi kebutuhan hidup pokok dan kelebihannya ditimbun sebagai otot dalam bentuk pertambahan bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa domba memanfaatkan protein yang dimetabolis di tubuh untuk pertumbuhan baik itu pertumbuhan jaringan baru dan peletakan protein dalam jaringan. Namun jumlah nitrogen yang tersimpan di dalam tubuh tidak semuanya berupa penambahan bobot badan (Agustin 1991), tetapi juga sebagian kecil untuk pembentukan darah, hormon, enzim dan ongkos proses metabolisme.
11
Grafik dinamika pertambahan bobot badan domba setiap minggu disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Dinamika pertambahan bobot badan domba
Pertambahan bobot bahan harian (PBBH) antar perlakuan tidak berbeda nyata karena konsumsi dan kecernaan pakan yang tidak berbeda pula. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Parakkasi (1999) bahwa kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi PBBH. Pertambahan bobot badan domba yang diberi ransum dengan bungkil kedelai tanpa substitusi tepung jangkrik (RBK) meskipun tidak berbeda nyata namun cenderung lebih tinggi yaitu 66.96 g e-1h-1 dibandingkan domba yang diberi ransum substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% (RTJ) yaitu 55.36 g e-1h-1. Hal ini dapat disebabkan konsumsi, kecernaan dan retensi nitrogen domba pada perlakuan RBK juga cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan domba pada perlakuan RTJ. Menurut Rianto et al. (2006), pertambahan bobot badan terkait dengan konsumsi energi dan protein yang semakin tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang cepat sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan harian domba. Komposisi asam amino pada bahan juga akan mempengaruhi jumlah retensi protein. Kandungan asam amino esensial seperti lisin dan metionin pada bungkil kedelai menurut Sitompul (2004) berturut-turut yaitu 2.31% dan 2.35%. Tepung jangkrik menurut Wang et al. (2005) juga mengandung lisin 4.79% dan metionin sebesar 1.39%.
Efisiensi pakan yang tidak berbeda nyata pada penelitian ini menunjukkan bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% tidak berpengaruh terhadap efisiensi pakan domba jantan. Efisiensi pakan pada penelitian ini berkisar antara 15.75%-17.45%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Ekawati et al. (2014) yang menghasilkan efisiensi pakan sebesar 13.23%-14.09% pada domba lokal jantan yang diberi silase ransum komplit eceng gondok. Efisiensi pakan yang tinggi dapat disebabkan kandungan nutrisi yang lebih baik (serat kasar yang lebih rendah) sehingga ternak mengkonsumsi pakan dalam jumlah sedikit tetapi menghasilkan pertambahan bobot badan yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan diantaranya adalah laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik bahan makanan dan komposisi nutrien ransum (Anggorodi 1990).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik hingga 100% tidak mempengaruhi jumlah konsumsi, kecernaan bahan kering dan protein, retensi nitrogen, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan domba jantan, meskipun menurunkan nilai energi tercerna. Hal ini membuktikan bahwa tepung jangkrik cukup palatable dan mempunyai nilai biologi yang cukup baik. Tepung jangkrik dapat mensubstitusi bungkil kedelai sampai 100% atau digunakan 15% dalam ransum domba lepas sapih.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kadar penggunaan tepung jangkrik yang lebih tinggi atau digunakan lebih dari 15% dalam ransum untuk mengetahui batas optimal penggunaan tepung jangkrik pada domba dan pemeliharaan perlu dilakukan lebih dari 2 bulan. Tepung jangkrik yang akan diberikan pada ternak sebaiknya melalui proses fisik, kimiawi atau biologis untuk mengurangi efek kitin dalam ransum sehingga kecernaan ransum menjadi tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1980. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US) : Association of Analitycal Chemist.
[NRC] National Research Council. 2007. Nutrient Requirements of Small Ruminant. Washington (US): The National Academies Pr.
Agustin F. 1991. Penggunaan lumpur sawit kering (Dried Palm Oil Sludge) dan serat sawit (Palm Press Fiber) dalam ransum pertumbuhan sapi perah [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Anggorodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID) : PT Gramedia. Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor (ID) : PKSPL
Institut Pertanian Bogor. Hlm 99-107.
Ekawati E, Muktiani A, Sunarso. 2014. Efisiensi dan kecernaan ransum domba yang diberi silase ransum komplit eceng gondok ditambahkan starter
Lactobacillus plantarum. Agripet 14(2) : 107-114.
Ensminger ME, Oldfield JE, Heinemann WW. 1990. Feeds and Nutrition. California (US) : The Ensminger Publishing Company. Hlm 873-920. Kearl LC. 1982. Nutrient Rquirements of Ruminants in Developing Countries.
13
Khoerunnisa. 2006. Studi komparatif metabolisme nitrogen antara domba dan kambing lokal [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Mathius IW, Martawidjaja M, Wilson A, Manurung T. 1996. Studi strategi kebutuhan energi-protein untuk domba lokal : I.Fase pertumbuhan. JITV
2(2) : 84-91.
Mathius IW, Yulistiani D, Puastuti W, Martawidjaja M. 2001. Pengaruh pemberian campuran batang pisang dan bungkil kedelai terhadap penampilan domba muda. JITV 6(3) : 159-165.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA, Sinclair LA, Wilkinson RG. 2010. Animal Nutrition. Ed ke-7. England (US) : Imprint Pearson
Pond WG, Church DC, Pond KR. Schoknecht PA. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. New York (US) : John Wiley and Sons. Hlm 291-306.
Pratiwi RS, Susanto TE, Wardani YAK, Sutrisno A. 2015. Enzim kitinase dan aplikasi di bidang industri. JPA 3(2): 878-887.
Prawoto JA, Lestari CMS, Purbowati E. 2001. Keragaan dan kinerja produksi domba lokal yang dipelihara secara intensif dengan memanfaatkanampas tahu sebagai bahan pakan campuran. JPPT. Special Edition: 277-285.
Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W, Rianto E, Kholidin. 2009. Penampilan produksi domba lokal jantan dengan pakan komplit dari berbagai limbah pertanian dan agroindustri. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang, 20 Mei 2009. Hlm 130-138.
Rianto E, Anggalina D, Dartosukarno S, Purnomoadi A. 2006. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap produktivitas domba ekor tipis. Bogor (ID) : Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006 hlm 361-364.
Shahidi F, Arachchi JKV, Jeon YJ. 1999. Food applications of chitin and chitosans. Trends in Food Science and Technology 10(2) : 37-51.
Sitompul S. 2004. Analisis asam amino dalam tepung ikan dan bungkil kedelai.
Buletin Teknik Pertanian 9(1) : 33-37.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: M. Syah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Sukrillah. 2015. Substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik sebagai
sumber protein ransum domba jantan muda terhadap gambaran hematologi dan metabolit darah. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Suprapto H, Suhartati FM, Widiyastuti T. 2013. Kecernaan serat kasar dan lemak kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda pada kambing peranakan etawa lepas sapih. JIP 1(3):938-946.
Susramdini E. 2014. Substitusi bungkil kelapa dengan minyak jagung dalam ransum domba dan pengaruhnya terhadap kecernaan nutrien [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
dan performa produksi domba jantan. Prosiding Seminar Nasional AINI VI hlm 326-334.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, lebdosoekojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada Univ Pr.
Tobing JTR. 1999. Perbedaan kandungan karbohidrat bungkil kedelai asal amerika dan india hasil fraksinasi dan hidrolisis enzim komersial [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Tondok FK. 2011. Pemanfaatan energi pada domba di UP3 Jonggol yang mendapat rasio rumput Brachiaria humidicola dan legum pohon (Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium) yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Van Soest RJ. 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant. USA (US) : Durhom and Downey Inc.
Vidianto D. 2012. Evaluasi substitusi tepung ikan dan bungkil kedelai dalam ransum domba lokal terhadap performa induk laktasi dan anak prasapih [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Wang D, Zhai SW, Zhang CX, Bai YY, An SH, Xu YN. 2005. Evaluation on nutritional value of field cricket as a poultry feedstuff. JAS 18(5): 667-670. Yelmida A, Sulistyati P, Yusnimar. 2010. Analisa kimia jngkrik kalung (Grillus
testaceus) sebagai bahan baku industri pangan dan farmasi. [Lembaga penelitian]. Fakultas Teknik Riau (ID): Univ Riau Pr.
Yulistiani D, Mathius IW, Puastuti W. 2011. Bungkil kedelai terproteksi tanin cairan batang pisang dalam pakan domba sedang tumbuh. JITV 16(1): 33-40.
15
Lampiran 1 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering
SK JK db KT F P
Perlakuan 4218.683 2 2109.342 1.259 0.350
Kelompok 2592.266 3 864.089 0.516 0.687
Galat 10053.093 6 1675.515
Total 16864.043 11
JK : jarak kuadrat; db : derajat bebas; KT : kuadrat tengah
Lampiran 2 Hasil analisis ragam konsumsi protein kasar
SK JK db KT F P
Perlakuan 163.280 2 81.640 1.110 0.389
Kelompok 109.156 3 36.385 0.494 0.699
Galat 441.494 6 73.582
Total 713.930 11
Lampiran 3 Hasil analisis ragam konsumsi energi
SK JK db KT F P
Perlakuan 49739.856 2 24869.928 1.281 0.344 Kelompok 30739.564 3 10246.521 0.528 0.679
Galat 116442.345 6 19407.058
Total 196921.766 11
Lampiran 4 Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering
SK JK db KT F P
Perlakuan 29.593 2 14.797 1.286 0.371
Kelompok 26.548 2 13.274 1.153 0.402
Galat 46.035 4 11.509
Total 102.176 8
Lampiran 5 Hasil analisis ragam kecernaan protein kasar
SK JK db KT F P
Perlakuan 16.393 2 8.197 0.993 0.447
Kelompok 21.644 2 10.822 1.310 0.365
Galat 33.032 4 8.258
Lampiran 6 Hasil analisis ragam kecernaan energi
SK JK db KT F P
Perlakuan 39019.642 2 19509.821 5.766 0.066
Kelompok 14224.932 2 7112.466 2.102 0.238
Galat 13535.449 4 3383.862
Total 66780.024 8
Lampiran 7 Uji lanjut beda nyata kecernaan energi Perlakuan N
Bagian
1 2
3 3 8.9351
1 3 1.0211
2 3 1.0427
Sig. 1.000 0.672
Lampiran 8 Hasil analisis ragam konsumsi nitrogen
SK JK db KT F P
Perlakuan 1.102 2 0.551 2.255 0.221
Kelompok 0.349 2 0.174 0.714 0.543
Galat 0.978 4 0.244
Total 2.429 8
Lampiran 9 Hasil analisis ragam nitrogen feses
SK JK db KT F P
Perlakuan 0.029 2 0.014 0.148 0.867
Kelompok 0.216 2 0.108 1.102 0.416
Galat 0.391 4 0.098
Total 0.636 8
Lampiran 10 Hasil analisis ragam nitrogen urin
SK JK db KT F P
Perlakuan 1.407 2 1.407 1.039 0.433
Kelompok 0.027 2 0.027 0.020 0.981
Galat 2.707 4 2.707
17
Lampiran 11 Hasil analisa ragam retensi nitrogen
SK JK db KT F P
Perlakuan 2.549 2 1.274 1.203 0.390
Kelompok 0.862 2 0.431 0.407 0.690
Galat 4.238 4 1.059
Total 7.649 8
Lampiran 12 Hasil analisa ragam pertambahan bobot badan harian (PBBH)
SK JK db KT F P
Perlakuan 303.294 2 151.647 0.879 0.463
Kelompok 1189.222 3 396.407 2.297 0.178
Galat 1035.659 6 172.610
Total 2528.174 11
Lampiran 13 Hasil analisa ragam efisiensi pakan
SK JK db KT F P
Perlakuan 6.254 2 3.127 0.727 0.521
Kelompok 112.241 3 37.414 8.701 0.013
Galat 25.801 6 4.300
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Mei 1993 di Selayar, Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Muhammad Asfah dan Ibu Bau Alang. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Lembang Bau No.33 pada tahun 1999-2005. Pendidikan menengah pertama dilanjutkan di SMPN 1 Benteng pada tahun 2005-2008. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Benteng pada tahun 2008-2011.
Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011 dan diterima di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.
Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2013–2015. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak) 2012–2013. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dengan judul “Produksi Telur Puyuh Kaya Omega-3 yang Rendah Kolesterol dan Kaya Vitamin A melalui Diet Ganyong sebagai Sumber Energi pada Ransum Berbasis Indigofera Sp sebagai Sumber Protein Lokal” dan didanai oleh DIKTI pada tahun 2013-2014. Penulis juga pernah mengikuti kepanitian Open House 49 tahun 2012 dan Dekan Cup tahun 2013.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi selaku pemberi beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS dan Dr Ir Lilis Khotijah, MSi selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, kesabaran, dan motivasi yang diberikan selama menjadi mahasiswa, selaku dosen pembahas seminar Ir Muhammad Agus Setiana, MS dan panitia seminar Dilla Mareistia Fassah, SPt MSc pada tanggal 23 Juni 2014. Terima kasih kepada Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc dan M Baihaqi, SPt, MSc selaku dosen penguji sidang pada tanggal 21 September 2015.