• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN PENANGKAR BENIH KENTANG

BERSERTIFIKAT DI KECAMATAN PANGALENGAN,

KABUPATEN BANDUNG

DIAN JULIATRI PUSPITASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Dian Juliatri Puspitasari

(4)

ABSTRAK

DIAN JULIATRI PUSPITASARI. Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh SUHARNO.

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung merupakan pusat dari sumber pengadaan benih kentang bersertifikat. Hal ini menyatakan bahwa sebagian penduduk menjadikan usahatani benih kentang sebagai mata pencaharian keluarga. Tujuan penelitian ialah menganalisis pendapatan usahatani, rumahtangga, dan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga. Hasil analisis pendapatan usahatani benih kentang G-3 dan G-4 bersertifikat, memperoleh nilai R/C rasio yang lebih dari 1.

Kata kunci: Solanum tuberosum, benih kentang, pendapatan usahatani, pendapatan rumahtangga.

ABSTRACT

DIAN JULIATRI PUSPITASARI. Farmers Income Analysis for Potato Seeds Certified in District Pangalengan, Bandung Regency. Supervised by SUHARNO.

Pangalengan district, Bandung regency is the center supplying of the source potato seeds certified. It is stated that some people make potato seeds farming as a family livelihood. The purpose of this study was to analyze farming income, household income, and farming income contribution to household income. The results of analysis farming income for potato seeds G-3 and G-4 certified, gain the value of R/C ratio is more than 1.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PENDAPATAN PENANGKAR BENIH KENTANNG

BERSERTIFIKAT DI KECAMATAN PANGALENGAN,

KABUPATEN BANDUNG

DIAN JULIATRI PUSPITASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung

Nama : Dian Juliatri Puspitasari

NIM : H34114072

Disetujui oleh

Dr Ir Suharno, MADev Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, MADev selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala BPSBTPH Jawa Barat serta staf BPSBTPH Jawa Barat, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telibat dalam memberi dukungan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani benih kentang G-3 dan G-4, menganalisis pendapatan rumahtangga, serta menganalisis kontribusi pendapatan usahatani benih kentang terhadap pendapatan rumahtangga. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, masukan dan saran dari pembaca diharapkan agar karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Spesifikasi Benih Kentang 5

Kajian Penelitian Pendapatan Usahatani Benih Kentang 6 Kajian Penelitian Kontribusi Pendapatan Usaha Terhadap Pendapatan Petani 8

Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Konsep Produksi 10

Konsep Usahatani 10

Konsep Pendapatan Usahatani 10

Konsep Pendapatan Rumahtangga 11

Kerangka Pemikiran Operasional 12

METODE PENELITIAN 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Jenis dan Sumber Data 13

Jumlah Sampel dan Metode Pengumpulan Data 14

Metode Pengolahan dan Analisis Data 14

Analisis Pendapatan Usahatani 14

Analisis Penghasilan Rumahtangga 16

Analisis Kontribusi Penghasilan Bersih Usahatani Benih Kentang Terhadap

(11)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN 18

Lokasi dan Keadaan Alam 18

Keadaan Penduduk 19

Tingkat Pendidikan Penduduk 19

Karakteristik Petani Responden 21

Luas dan Status Pengelolaan Lahan 21

Umur Petani Responden 22

Sumber Pendapatan Responden 22

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Analisis Pendapatan Usahatani Benih Kentang 23

Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Benih Kentang Bersertifikat

G-3 dan G-4 24

Penerimaan Usahatani Benih Kentang 26

Biaya Tunai 27

Biaya Tidak Tunai 29

Pendapatan Usahatani Benih Kentang 30

Analisis Pendapatan Rumahtangga Penangkar Benih Kentang 31

Penghasilan diluar Usahatani Benih Kentang 32

Penghasilan Keluarga Penangkar dan Kontribusi Usahatani Benih Kentang

Terhadap Penghasilan Keluarga 33

KESIMPULAN DAN SARAN 35

Kesimpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 35

(12)

DAFTAR TABEL

Perkembangan volume impor dan ekspor benih kentang tahun 2011-2012

di Indonesia 2

Luas panen, produksi dan produktivitas benih kentang di wilayah Jawa

Barat, tahun 2011-2012 2

Ringkasan perhitungan, penerimaan, biaya,pendapatan usahatani, dan

pendapatan rumahtangga 17

Luas Kecamatan Pangalengan menurut penggunaan tanah (ha) tahun

2013 18

Data jumlah penduduk menurut penggolongan umur berdasarkan

kelompok usia tahun 2012. 19

Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan

Pangalengan, kabupaten Bandung, 2012. 20

Data keadaan penduduk Kecamatan Pangalengan berdasarkan mata

pencaharian tahun 2012 20

Jumlah penangkar yang mengusahakan benih kentang pada musim hujan

2012 21

Status lahan garapan petani responden Kecamatan Pangalengan tahun

2012 21

Komposisi umur petani responden Kecamatan Pangalengan tahun 2012 22 Keadaan penangkar di Kabupaten Pangalengan berdasarkan mata

pencaharian 23

Hasil analisis struktur biaya dan pendapatan usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan

tahun 2012. 25

Rata-rata penerimaan usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012. 26 Rata-rata biaya tunai usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012 27 Rata-rata biaya tidak tunai usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012 29 Analisi pendapatan rumahtangga dan kontribusi usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan pangalengan per periode musim hujan tahun

2012 32

DAFTAR GAMBAR

Kerangka pemikiran konseptual 12

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan 13

DAFTAR LAMPIRAN

Kuisioner untuk petani penangkar benih kentang G-3 dan G-4 var.

(13)

Budidaya benih kentang G-3 dan G-4 45 Rata-rata nilai penyusutan peralatan dan biaya perbaikan usahatani benih

kentang G-3 46

Rata-rata nilai penyusutan peralatan dan biaya perbaikan usahatani benih

kentang G-4 46

Rata-rata HOK TKDK usahatani benih kentang G-3 dan G-4 47

Rata-rata HOK TKLK usahatani benih kentang G-3 47

Rata-rata HOK TKLK usahatani benih kentang G-4 48

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor, diantaranya tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan, hortikultura merupakan bagian dari sub sektor pertanian yang ikut berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Peningkatan prioritas terhadap pengembangan komoditas hortikultura di Indonesia didasarkan pada komoditas yang memberikan pemasukan tinggi kepada negara dengan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, mempunyai keunggulan kompetitif, komparatif, tersebar luas, dan bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak. Kentang merupakan komoditas hortikultura yang memiliki prospek cerah dan dijadikan sebagai komoditas sayuran unggulan. Hal ini dijelaskan pada data statistik sementara produksi sayuran di Indonesia tahun 2012, yang menjelaskan bahwa komoditi kentang menduduki peringkat ketiga setelah komoditi cabai dan komoditi kubis dilihat dari produksi yang dihasilkan.1 Komoditi kentang dipilih berdasarkan nilai ekonomis, strategis dan harga jualnya tidak terlalu berfluktuasi, serta tingkat keuntungan yang diperolehnya tinggi, dibandingkan dengan komoditas-komoditas hortikultura lainnya.

Penggunaan benih yang bersertifikat merupakan salah satu faktor yang mampu meningkatkan produksi kentang. Peningkatan produksi kentang disebabkan oleh penggunaan benih yang mutu dan kualitas benihnya sudah terjamin. Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2005) pengadaan benih kentang atau sering disebut sebagai industri perbenihan dituntut memenuhi 7 tepat, yaitu tepat jenis, varietas, mutu, jumlah, tempat, waktu dan harga. Hal ini bertujuan agar dapat meningkatkan kinerja sektor pertanian.

Menurut Direktorat Perbenihan Hortikultura, produksi kentang konsumsi terkendala dengan ketersediaan benih kentang berkualitas tinggi. Hal ini mengakibatkan impor terhadap benih kentang meningkat. Jumlah benih kentang yang diimpor pada tahun 2011 sebesar 2 382 000 kg dan pada tahun 2012 sebesar 2 574 000 kg. 2 Perkembangan volume impor dan ekspor benih kentang dipengaruhi oleh ketersediaan terhadap benih kentang dan penetapan harga benih di tingkat petani kentang konsumsi.3 Berikut disajikan perkembangan volume impor dan ekspor benih kentang tahun 2011 dan 2012 di Indonesia.

1

http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70 data statistik produksi sayuran di Indonesia, oleh Direktorat Jendral Hortikultura, diakses tanggal 18 September 2013

2

http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=374&Ite mid=715 data Volume Impor dan Ekspor Benih Sayuran Tahun 2011-2012 oleh Direktorat Perbenihan Hortikultura, diakses tanggal 15 September 2013

3

(15)

2

Penggunaan benih kentang dalam menghasilkan produksi kentang yang tinggi dipengaruhi oleh benih sumber yang digunakan. Penggunaan benih sumber bersertifikat dapat menghasilkan produksi kentang yang lebih tinggi daripada penggunaan benih sumber lokal. Benih kentang bersertifikat terbagi menjadi beberapa kelas, diantaranya adalah G-0 (Benih Penjenis/Breeder Seed), G-1 dan G-2 (Benih Dasar), G-3 (Benih Pokok), dan G-4 (Benih Sebar). Penentuan proses produksi benih kentang menurut Ditjenhorti salah satunya yaitu dari teknologi yang digunakan pada setiap kelas benih. Teknologi yang digunakan pada proses produksi benih kentang G-1 yaitu dilakukan pada rumah kasa, dan teknologi yang digunakan pada proses produksi benih kentang G-2, G-3 dan G-4 adalah dilakukan pada lahan terbuka.

Menurut Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) luas areal, produksi, dan produksi per hektar usahatani benih kentang bersertifikat di Jawa Barat mengalami fluktuasi seperti yang tercantum pada tabel 2. Tabel 2 menyatakan bahwa produksi benih kentang pada tahun 2011-2012 mengalami penurunan hasil produksi. Penurunan tersebut dikarenakan faktor penyusutan pada saat pasca panen.

Tabel 2 Luas panen, produksi dan produktivitas benih kentang di wilayah Jawa Barat, tahun 2011-2012

Kelas benih

luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2011 2012 2011 2012 2011 2012

G-1 1.82 2.99 40 670 39 529 22 370.74 13 238.11 G-2 26.86 27.34 357 322 208 275 13 303.13 7 616.84 G-3 79.35 106.75 841 946 647 278 10 610.54 6 063.49 G-4 96.37 132.22 863 205 508 962 8 957.20 3 849.36

Data diolah*

Catatan : *) angka sementara

Sumber: Data Luas Panen, Poduksi dan Produktivitas Benih Kentang Tahun 2009-2012 oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Jawa Barat

Tabel 1 Perkembangan volume impor dan ekspor benih kentang tahun 2011-2012 di Indonesia

2011 2012

Volume Impor (kg) 2 382 000 2 574 000

Volume Ekspor (kg) 50 000 -

Data diolah

(16)

3 Menurut Sunarjono (2004), penggunaan benih kentang berkualitas seperti benih unggul yang bebas virus berimplikasi dengan produktivitas yang dihasilkan, sehingga semakin turun kelas benih yang djadikan sebagai sumber benih maka kualitas kentang yang dihasilkan akan menurun. Namun, penggunaan benih unggul pada produksi kentang memerlukan biaya lebih besar, karena harganya hampir 2 kali lipat. Harga benih kentang jenis Granola kualitas G-3 di tingkat petani kentang mencapai Rp 12.500 per kilogram (kg). Sedang kualitas G-2 seharga Rp 15.000 per kg. Jika pasokan mulai minim, harga meningkat sebesar Rp 4.000 per kg menjadi Rp 5.000 per kg. Untuk kualitas G-3, 15000 kg benih kentang mampu menghasilkan 20-25 ton kentang per hektar (ha). Untuk kualitas benih G-2, jumlah yang sama menghasilkan 25-30 ton per ha. Namun pada kenyataannya para petani kentang cenderung memilih benih berkualitas lebih rendah, dengan penentuan harga benih sumber yaitu Rp 8.000/kg, dengan rata-rata memproduksi 18-20 ton per ha tiap panen.4

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung merupakan daerah sentra kentang di Jawa Barat serta pusat dari sumber pengadaan benih kentang bersertifikat berdasarkan persetujuan Japan International Corporation Agency (JICA). Hal ini menyatakan bahwa sebagian penduduk menjadikan usahatani benih kentang sebagai mata pencaharian keluarga. Penangkaran benih kentang bersertifikat yang terdaftar di BPSBTPH terdiri dari penangkar perorang, kelompok, dan perusahaan. Penangkaran benih G-3 dan G-4 merupakan kelas benih yang umum diproduksi oleh penangkar, sedangkan penangkaran 1 dan G-2 harus berdasarkan pada UU no 13 tahun G-2010 tentang hortikultura pasal 57 ayat 3 yang menyatakan bahwa usaha perbenihan hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki sertifikat kompetensi. Selama proses produksi benih kentang, penangkar melakukan usahatani sayuran dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Besarnya pendapatan dari masing-masing usaha mempengaruhi tingkat kepentingan usaha dalam pendapatan rumahtangga, sehingga perlu dianalisis pendapatan usahatani, pendapatan rumahtangga, dan proporsi pendapatan dari masing-masing usaha penangkar benih kentang perorangan yaitu penangkar benih kentang G-3 dan G-4.

Perumusan Masalah

Kecamatan Pangalengan merupakan pusat penerapan standarisasi benih terkait dengan sistem perbenihan di Indonesia khususnya untuk komoditas kentang. Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2005) perbanyakan benih kentang bebas penyakit di Jawa Barat sendiri telah dimulai sejak tahun anggaran 1991/1992 dalam program kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Jepang melalui Japan International Corporation Agency (JICA).

Produksi benih kentang dipengaruhi oleh input produksi. Penggunaan input pada produksi salah satunya adalah penggunaan benih yang berkualitas. Kualitas benih yang digunakan petani kentang dipengaruhi oleh keinginan serta ketersediaan dalam mengelola usahatani. Ketersediaan benih berkualitas

4

(17)

4

khususnya benih kentang masih terbatas, sehingga mengakibatkan impor benih meningkat.

Proses produksi benih kentang G-3 dan G-4 berbeda dalam hal biaya sumber benih dan hasil produksi yang diperoleh. Perbedaan dalam hal biaya dan hasil produksi mempengaruhi pendapatan dan keuntungan yang diperoleh penangkar. Proses produksi benih kentang memerlukan waktu sekitar 8 bulan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, maka penangkar melakukan usaha-usaha lain diluar usahatani benih kentang. Usaha-usaha lain yang dilakukan penangkar diantaranya on farm, off farm, dan non farm.

Hasil produksi benih kentang G-3 tidak hanya ditujukan kepada penangkar yang akan melakukan usahatani benih kentang G-4, akan tetapi benih kentang G-3 juga bisa dijadikan sebagai sumber benih untuk kentang konsumsi. Sedangkan hasil produksi benih kentang G-4 hanya ditujukan kepada petani kentang konsumsi. Selain itu, usahatani benih kentang G-3 dan G-4 tidak hanya menghasilkan benih, akan tetapi kentang yang tidak lulus seleksi calon benih juga bisa dijual sebagai kentang sayur yang langsung di jual kepasar. Dengan mengacu pada uraian tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan pokok pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani benih kentang bersertifikat G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan ?

2. Bagaimana tingkat pendapatan rumahtangga penangkar benih kentang bersertifikat G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan dan kontribusi pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumahtangga?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan hasil perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur tingkat pendapatan usahatani benih kentang bersertifikat kelas benih G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan.

2. Mengukur tingkat pendapatan rumahtangga penangkar serta kontribusi usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan terhadap pendapatan rumahtangga petani.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait, antara lain :

1. Petani, sebagai bahan informasi bagi pembudidaya benih kentang.

2. Pemerintah daerah setempat, sebagai bahan masukan dalam menetapkan kebijakan. Memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya, terutama penelitian mengenai usahatani benih kentang.

(18)

5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani benih kentang, pendapatan rumahtangga penangkar, dan kontribusi pendapatan usahatani benih kentang terhadap pendapatan rumahtangga dibatasi pada karakteristik dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah Kecamatan Pangalengan. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah penangkar benih kentang perorangan varietas Granola yang melakukan kegiatan usahatani benih kentang bersertifikat kelas benih G-3 dan G-4 dengan luasan lahan 1 ha dan terdaftar pada BPSBTPH. Penelitian ini menganalisis pendapatan usahatani benih kentang G-3 dan G-4, pendapatan rumahtangga penangkar benih kentang G-3 dan G-4, dan kontribusi usahatani benih kentang G-3 dan G-4 terhadap pendapatan rumahtangga yang terdiri atas kegiatan usahatani, kegiatan non usahatani, dan kegiatan non pertanian. Keterbatasan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani benih kentang, pendapatan rumahtangga, dan kontribusi pendapatan usahatani benih kentang terhadap pendapatan rumahtangga hanya pada 1 musim tanam yaitu musim hujan bulan Oktober 2012-Maret 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi Benih Kentang

Menurut Rachmat (2006) dan Ranu (2006), fungsi kentang bagi bangsa Indonesia masih terbatas sebagai sayuran, walau demikian kentang merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang cukup penting, sehingga berpotensi mendukung penyediaan pangan pokok dalam rangka diversifikasi pangan. Oleh karena itu, produksi kentang berkualitas perlu diupayakan dengan menggunakan benih kentang yang bermutu dan bersertifikat.

Menurut Sadjad (1997) subsektor perbenihan merupakan sarana bagi kepentingan pertanian. Pertanian yang maju, efisien, dan tangguh dapat terwujud jika perbenihan mampu menyediakan benih yang bermutu tinggi. Sistem pengadaan benih yang terjamin, tidak hanya terdiri atas mutu yang tinggi melainkan juga mampu menjamin pelayanan, kontinuitas, ketepatan waktu, dan kejelasan harga. Dengan adanya perbenihan diharapkan dua misi dapat tercapai, yaitu dengan adanya benih mampu mengamankan keseimbangan lingkungan dan benih mampu mewujudkan keseragaman untuk mencapai efisiensi proses produksi demi kesejahteraan rakyat.

(19)

6

Direktorat Jendral Hortikultura (2005) menjelaskan bahwa terdapat pengertian mengenai kelas benih kentang (Solanum Tuberosum L.), diantaranya:

1. Benih G-0 dinyatakan sebagai Benih Penjenis/Breeder Seed yang bentuknya berupa stek dan atau umbi mini (tuber let). Benih G-0 berasal dari hasil kultur jaringan yang didasarkan pada pengujian serta murni secara genetis. Produksi G-0 dilakukan pada rumah kasa kedap serangga di dalam media tanah yang telah disterilkan dan tidak kontak langsung dengan dasar tanah.

2. Benih G-1 dinyatakan sebagai Benih Dasar keturunan dari G-0. Benih G-1 diperbanyak di dalam rumah kasa kedap serangga sebanyak 2 kali perbanyakan yaitu dengan sumber benih G-0 maka diproduksi di screen house A, sedangkan sumber benih G-1 dari screen house A harus diproduksi di screen house B terlebih dahulu sebelum dijadikan sumber benih bagi perbanyakan G-2, dalam perbanyakannya menggunakan media tanah langsung yang steril dan memenuhi standar mutu untuk benih G-1. Benih G-1 merupakan benih sumber untuk perbanyakan selanjutnya.

3. Benih G-2 dinyatakan sebagai Benih Dasar keturunan dari G-1. Benih G-2 diperbanyak di lapangan yang telah memenuhi standar mutu untuk benih G-2. Benih G-2 merupakan benih sumber untuk perbanyakan generasi selanjutnya.

4. Benih G-3 dinyatakan sebagai Benih Pokok keturunan dari G-2. Benih G-3 diperbanyak di lapangan yang telah memenuhi standar mutu untuk benih G-3. Disamping itu benih pokok G-3 merupakan benih sumber untuk perbanyakan G-4.

5. Benih G-4 dinyatakan sebagai Benih Sebar keturunan dari G-3 dengan perbanyakan dilakukan pada lapangan atau lahan terbuka yang memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan untuk benih G-4. Selanjutnya benih kentang G-4 merupakan kelas benih bersertifikat terakhir yang diperuntukkan dan disebarkan kepada petani.

Benih kentang yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis, genetis dan kesehatan. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman. Benih kentang yang diproduksi dan diedarkan harus melalui sistem sertifikasi oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), serta memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Standar mutu benih kentang yang ditetapkan berdasarkan angka toleransi yang harus dipenuhi, seperti dari komponen campuran varietas lain, kandungan penyakit dan virus, bakteri, cendawan, nematoda, dan kerusakan oleh hama dan kerusakan oleh mekanis.

Kajian Penelitian Pendapatan Usahatani Benih Kentang

(20)

7 diperoleh nilai pendapatan dan R/C yang berbeda. Perhitungan perkiraan analisis ekonomi usahatani memperlihatkan bahwa untuk produk umbi konsumsi pada dua musim tanam di Kabupaten Sukabumi bila dibandingkan dengan usaha pembibitan kentang G-4 ternyata keuntungan yang diperoleh pada usahatani umbi G-4 masih jauh lebih besar daripada usahatani umbi konsumsi. Pada musim tanam tahun 2001/2002 nilai R/C untuk petani penangkar pada musim hujan 1.52 dan pada musim kemarau 1.21, sedangkan untuk petani kentang konsumsi pada musim hujan 1.07 dan pada musim kemarau 1.03. Hal ini menyatakan bahwa pelaksanaan agribisnis kentang bibit G-4 sangat layak diusahakan karena sangat menguntungkan sedangkan pada pelaksanaan agribisnis kentang konsumsi masih layak diusahakan karena cukup menguntungkan. Namun meski keuntungan yang diperoleh petani kentang konsumsi relatif lebih kecil, tetapi dalam hal memperoleh uang tunai jauh lebih cepat daripada usahatani umbi G-4 karena usahatani umbi konsumsi penanganannya hanya selama 3-4 bulan saja, sementara pada usahatani G-4 penanganannya bisa berlangsung lebih lama yaitu 8-9 bulan.

Handayaningrum (1999) dalam penelitiannya melakukan analisis produksi, pemasaran hingga pendapatan usahatani bibit kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan usahatani dibedakan atas petani pengguna bibit unggul, petani pengguna bibit impor, dan petani pengguna bibit lokal yang dalam penelitiannya dilaksanakan pada musim tanam tahun 1998. Nilai R/C atas total biaya untuk petani pengguna bibit unggul adalah 2.322, artinya untuk setiap Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan menghhasilkan penerimaan sebesar Rp.2.322. Nilai R/C untuk petani pengguna bibit impor adalah 1.974 yang berarti untuk setiap Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.1.974. Sedangkan nilai R/C untuk petani pengguna bibit lokal adalah 1.028 yang menunjukan bahwa untuk setiap Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.1.028. Sehingga pengusahaan kentang baik dengan menggunakan bibit unggul/bersertifikat, impor maupun lokal adalah menguntungkan meskipun nilai R/C mengindikasikan bahwa penggunaan bibit unggul/bersertifikat masih lebih menguntungkan. Perbedaan besarnya nilai R/C untuk masing-masing kelompok petani contoh disebabkan perbedaan tingkat teknologi yang digunakan dan biaya tunai serta tidak tunai yang dikeluarkan .

Haris (2007) dalam penelitiannya melakukan analisis pendapatan usahatani dan pengembangan Usaha Benih Kentang Bersertifikat di Harry Farm, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Analisis pendapatan usahatani benih kentang dibedakan antara usahatani benih kentang G-3 dan benih kentang G-4. Hasil analisis menunjukan bahwa pendapatan usahatani G-3 lebih besar bila dibandingkan dari G-4 karena jumlah fisik yang dihasilkan dan harga per satuan benih kentang G-3 lebih Tinggi.

(21)

8

setiap pengeluaran biaya tunai sebesar Rp.1 akan mendapatkan imbalan sebesar Rp.2.05. Sedangkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1.26 artinya setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp.1 akan mendapatkan imbalan Rp.1.26. Berdasarkan kedua nilai R/C tersebut maka usahatani benih kentang G-4 di Harry Farm efisien, karena kedua nilai R/C lebih dari satu.

Rahmi (2011) pada penelitiannya melakukan analisis perbandingan pendapatan dan keuntungan usahatani antara kentang konsumsi dengan kentang bibit di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan rata-rata per hektar petani kentang bibit lebih besar dibandingkan petani kentang konsumsi dimana pendapatan kentang konsumsi Rp.56 893 775.02/ha/MT, sedangkan pendapatan petani kentang bibit Rp.107 864 261.08/ha/MT. Usahatani kentang konsumsi dan kentang bibit sama-sama menguntungkan, namun jika dilihat dari segi jumlah penerimaan, pendapatan, dan keuntungan maka usahatani kentang bibit lebih besar atau lebih menguntungkan bila dibandingan dengan usahatani kentang konsumsi.

Kajian Penelitian Kontribusi Pendapatan Usaha Terhadap Pendapatan Petani

Analisis kontribusi usaha merupakan persentase pendapatan usahatani dari keseluruhan pendapatan petani, baik dari usahatani lain atau non usahatani. Apriyanto (2005) melakukan analisis pengaruh status dan luas lahan usahatani kentang terhadap produksi dan pendapatan petani. Hasil penelitian menunjukan bahwa diantara ketiga penguasaan lahan yaitu milik, sewa, dan gadai, maka lahan dengan status sewa mempunyai nilai pendapatan atas biaya total maupun pendapatan atas biaya tunai yang positif, yaitu masing-masing 1.07 dan 1.30, artinya setiap Rp.1 yang dikeluarkan untuk penggunaan faktor produksi akan mendapat penerimaan sebesar Rp.1.07 atas biaya total dan Rp.1.3 atas biaya tunai. Hal ini disebabkan bahwa komponen biaya total maupun biaya tunainya lebih besar dari penerimaannya. Komponen biaya status sewa merupakan yang paling kecil diantara penguasaaan lahan-lahan lainnya. Sedangkan pada lahan garapan lainnya bernilai negatif, hal ini menunjukan bahwa rata-rata petani menderita kerugian dalam usahatani di lokasi penelitian, dikarenakan harga jual kentang di tingkat petani sangat rendah. Petani kentang di lokasi penelitian tetap mengusahakan kentang walaupun mengalami kerugian karena mereka masih mempunyai pendapatan dari melakukan rotasi penanaman.

H.K, Nurmalinda, Sabari, & Hilman (2010) dalam penelitiannya melakukan analisis finansial penggunaan benih kentang G-4 bersertifikat dalam meningkatkan pendapatan usahatani petani kentang. Hasil analisis biaya dan penerimaan usahatani dengan menggunakan benih bersertifikat diperoleh R/C sebesar 1.9 dan 1.82 untuk usahatani yang tidak menggunakan benih bersertifikat, hal ini menunjukan bahwa usahatani kentang dengan menggunakan benih bersertifikat lebih menguntungkan dan meningkatkan pendapatan usahatani petani kentang daripada usahatani kentang yang tidak menggunakan benih bersertifikat.

(22)

9 tersebut menunjukan bahwa dengan biaya Rp.1 yang diperoleh maka akan mendapat penerimaan sebesar Rp.1.88. Berdasarkan analisis kontribusi pendapatan usahatani, dapat diketahui bahwa usahatani wortel dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan karena R/C lebih dari 1.

Analisis pendapatan dan curahan kerja rumahtangga juga dilakukan oleh Putri (2008). Hasil analisis menunjukan bahwa sumber pendapatan yang memberikan kontribusi terbesar baik pada golongan petani dengan luas lahan kurang dari 0.25 ha atau luas lahan lebih dari 0.25 ha berasal dari sektor pertanian, baik dari usahatani wortel, usahatani non wortel, buruh tani, dan dari hasil menyewakan tanah, besarnya pendapatan yang berasal dari sektor pertanian ini menunjukan bahwa pertanian masih merupakan sumber pendapatan terpenting di Desa Sukatani. Pada golongan petani dengan luasan lahan kurang dari 0.25 ha, usahatani wortel merupakan usaha rumahtangga yang memberikan pendapatan terbesar yaitu 39.4%. Sedangkan pada golongan petani dengan luasan lahan lebih dari 0.25 ha, sumber pendapatan rumahtangga terbesar adalah yang berasal dari usahatani nonwortel sebesar 43%.

Kontribusi usahatani wortel terhadap pendapatan rumahtangga pada golongan petani dengan luasan lahan kurang dari 0.25 ha lebih kecil yaitu 38.2%, jika dibandingkan dengan petani petani dengan luasan lahan lebih dari 0.25 ha yaitu sebesar 39.4%. Besarnya kontribusi ditentukan oleh luas lahan yang digarap untuk usahatani wortel, usahatani tanaman lain yang diusahakan (pola tanam yang diterapkan), dan sumber pendapatan lain. Petani dengan luasan lahan kurang dari 0.25 ha tidak dapat sepenuhya mengandalkan lahan yang sempit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga mereka mencari usaha yang lain.

Rahmat (2008) melakukan analisis kontribusi usaha ternak domba terhadap pendapatan keluarga petani. Hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata pendapatan peternak dari usaha ternak domba disesuaikan dengan jumlah domba yang dimiliki, bahwa pada skala I diperoleh Rp.3 155 469/tahun, pada skala II diperoleh Rp.3 618 378/tahun, dan pada skala III diperoleh Rp.8 078 140/tahun. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar skala kepemilikan domba dan penjualan ternak yang dimiliki maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh. Kontribusi pendapatan usahatani ternak domba terhadap pendapatan keluarga petani peternak terbesar adalah pada skala III sebesar 27.54%, sedangkan kontribusi pendapatan usaha ternak domba terhadap pendapatan keluarga petani peternak pada skala I dan II sebesar 6.33% dan 11.35%. Hal ini menjelaskan bahwa usaha ternak domba pada ketiga skala termasuk ke dalam tipologi usaha sambilan (<30%).

Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu

(23)

10

petani penangkar. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Produksi

Proses produksi menurut Suratiyah (2011) yaitu mengandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang diperoleh. Faktor-faktor produksi adalah semua input yang digunakan kedalam proses produksi. Proses produksi memiliki hubungan antara input dengan output. Hubungan antara produksi dan 1 faktor produksi variabel disebut sebagai fungsi produksi.

Konsep Usahatani

Ilmu usahatani menurut Suratiyah (2011:8) ialah “ ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya”. Ilmu usahatani menurut (Soekartawi, 2006) yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani mampu meningkatkan taraf hidup seseorang jika pada pengelolaan sumberdaya dilakukan secara efektif dan efisien. Dari definisi tersebut juga dapat dilihat bahwa dalam kegiatan usahatani memerlukan pertimbangan ekonomis juga pertimbangan teknis. Di samping itu, agar usahatani memberikan keuntungan, maka suatu perencanaan perlu dilakukan.

Usahatani memiliki 2 bentuk yaitu usahatani keluarga dengan perusahaan pertanian, hal ini dibenarkan oleh Soekartawi, Soeharjo, Dillon, & Hardaker (2011) serta Suratiyah (2011) bahwa tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan keluarga petani (family farm income) yang terdiri atas laba, upah tenaga keluarga, dan bunga modal sendiri, sedangkan tujuan akhir perusahaan pertanian yaitu keuntungan dan laba yang sebesar-besarnya yang pada perhitungannya merupakan selisih antara nilai hasil produksi dikurangi dengan biaya.

Konsep Pendapatan Usahatani

(24)

11 1) Struktur Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani menurut Soekartawi (2006) yaitu perkalian antara produksi dengan harga jual. Dalam menghitung penerimaan usahatani, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Tidak semua produk pertanian dapat dipanen pada waktu yang bersamaan, sehingga diperlukan ketelitian dalam menghitung penerimaan usahatani, (2) Hasil produksi kemungkinan dijual beberapa kali dengan harga yang berbeda-beda, sehingga diperlukan data frekuensi penjualan, (3) Teknik wawancara yang baik diperlukan untuk membantu responden dalam mengingat kembali produksi dan hasil penjualan yang diperolehnya selama setahun terakhir.

2) Struktur Biaya Usahatani

Biaya usahatani menurut Soekartawi (2006) merupakan semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Fungsi biaya menurut Suratiyah (2011) adalah menggambarkan hubungan antara besarnya biaya dengan tingkat produksi. Biaya yang dikeluarkan merupakan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Serta biaya produksi dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi, dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya produksi.

3) Struktur Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani menurut Soekartawi (2006) yaitu selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Menurut Hanafie (2010) modal dalam usahatani diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu secara langsung atau tak langsung dalam suatu proses produksi. Pembentukan modal bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani, serta menunjang pembentukan modal lebih lanjut.

4) Analisis R/C

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat luar yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain. R/C menurut Soekartawi (2006) yaitu singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya.

Konsep Pendapatan Rumahtangga

(25)

12

Penghasilan rumahtangga (Family Earning) adalah penjumlahan dari penghasilan bersih usahatani dengan penghasilan bersih luar usahatani. Imbalan kepada seluruh modal (Return to Total Capital) merupakan persentase dari penghasilan bersih usahatani dengan seluruh modal. Imbalan kepada modal petani (Return to Farm Equity Capital) adalah persentase dari penghasilan bersih usahatani dengan modal sendiri. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (Return to Family Labor) merupakan pembagian dari penghasilan bersih usahatani terhadap jumlah tenaga kerja keluarga.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Pangalengan merupakan sentra produksi benih kentang bersertifikat berdasarkan persetujuan Japan International Cooperation Agency

(JICA). Setiap kelas benih memiliki perbedaan hasil produksi, biaya dan pendapatan. Proses produksi benih kentang pada umumnya membutuhkan waktu kurang lebih 8 bulan. Selama proses produksi, penangkar benih kentang memiliki berbagai jenis usaha dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Pendapatan rumahtangga penangkar terdiri dari usahatani pertanian dan usaha non pertanian. Berbagai usaha tersebut memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap pendapatan penangkar benih kentang. Kesejahteraan rumahtangga dipengaruhi oleh besarnya penghasilan yang diperoleh dari setiap usaha yang dijalankan.

Keterangan : → variabel --- alat analisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual

Pendapatan Non Farm Usahatani Benih Kentang

Input Produksi

Kegiatan On Farm Produksi

Kelas Benih G-3 Kelas Benih G-4 Kegiatan Off Farm

Produksi

Kegiatan Non Farm Produksi Pendapatan On Farm

Pendapatan Off Farm

Pendapatan Rumahtangga (RT) Analisis Pendapatan

dan R/C Ratio

(26)

13

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi utama komoditas kentang di Indonesia. Sedangkan Kecamatan Pangalengan merupakan daerah sentra produksi benih kentang terbesar di Kabupaten Bandung. Pertimbangan tersebut mendasari pemilihan lokasi penelitian yang dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitian dilakukan di seluruh desa di Kecamatan Pangalengan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2013 yang merupakan tahap pengumpulan data primer di lapangan.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan. Data yang digunakan bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung, wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada petani contoh (responden). Wawancara langsung juga dilakukan dengan staf berwenang di BPSBTPH, dan petani penangkar benih kentang di Kecamatan Pangalengan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh tanpa pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, diantaranya Badan Pusat Statistik, Direktorat Jendral Hortikultura, Lembaga Sumber Informasi IPB, penelitian terdahulu, buku, literatur internet, dan berbagai sumber lain yang berkaitan dengan topik penelitian penelitian.

Gambar 2 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan

Tujuan Data Metode analisis

(27)

14

Jumlah Sampel dan Metode Pengumpulan Data

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah penangkar benih kentang bersertifikat di Kecamatan Pangalengan. Populasi dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu penangkar benih kentang G-1, penangkar benih kentang G-2, penangkar benih kentang G-3, dan Penangkar benih kentang G-4. Kelompok populasi yang dianalisis hanya penangkar benih kentang G-3 dan penangkar benih kentang G-4. Anggota kelompok populasi didasarkan pada luasan lahan usahatani diantaranya luasan lahan kurang dari 1 ha, luasan lahan 1 ha, dan luasan lahan lebih dari 1 ha. Anggota kelompok populasi yang dianalisis hanya pada luasan lahan 1 ha. Anggota sampel ditentukan dengan cara Equal Probability yaitu menentukan sejumlah anggota tertentu dari tiap kelompok populasi untuk dimasukkan dalam sampel dan tiap anggota kelompok tersebut memiliki probabilitas yang sama untuk dimasukkan kedalam sampel, sehingga sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah penangkar benih kentang G-3 dan G-4 bersertifikat di Kecamatan Pangalengan dengan luasan lahan usahatani 1 ha.

Penentuan sampel ditentukan berdasarkan penangkar perorang yang terdaftar pada Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Jawa Barat pada saat usahatani benih kentang musim hujan tahun 2012. Penentuan sampel berdasarkan data penangkar yang terdaftar pada BPSBTPH dijadikan sebagai frame. Sehingga sampel penangkar benih kentang dianalisis secara keseluruhan diantaranya penangkar benih kentang G-3 berjumlah 26 responden dan penangkar benih kentang G-4 berjumlah 21 responden.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan data yang dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian diolah dengan program Microsoft Excel 2007. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang akurat sesuai dengan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis ini meliputi gambaran kondisi usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan, pendapatan usahatani benih kentang G-3 dan G-4, pendapatan rumahtangga penangkar benih kentang, pendapatan usaha selain usahatani benih kentang, dan kontribusi pendapatan usahatani benih kentang terhadap pendapatan rumahtangga penangkar.

Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan kotor (Gross Farm Income) usahatani menurut Soekartawi (2006) merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, yang jika dituliskan sebagai berikut:

...(1) Yaitu : TR = Total penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg) Py = Harga Y (Rp)

(28)

15 Biaya yang diperhitungkan merupakan hasil usahatani sendiri yang dijadikan sebagai sarana produksi. Pengeluaran tunai terbagi menjadi 2 klasifikasi yaitu pengeluaran tetap (Fixed Cost) dan pengeluaran tidak tetap (Variabel Cost), yang dalam perhitungannya dilakukan dengan cara :

...(2)

Ialah : FC = Biaya Tetap (Rp) VC = Biaya tidak tetap (Rp)

Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi = Harga input (Rp)

n = macam input

Rumus pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap ini terkadang tidak dapat dihitung besarannya, untuk itu nilai berupa mata uang atau rupiah menjadi penetapan pengeluaran tetap atau pengeluaran tidak tetap pada analisis biaya usahatani. Selanjutnya, pengeluaran total (Total Farm Expenses) merupakan jumlah dari biaya-biaya yang termasuk kedalam pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap, maka :

...(3)

Perhitungan biaya usahatani menjadi sulit disaat suatu kegiatan usahatani menghasilkan lebih dari 1 macam produk, untuk itu jumlah fisik input menjadi tidak penting, dan yang perlu diperhatikan adalah berapa besar nilai atau rupiah (pengeluaran) yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk lainnya.

Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai dan disumsikan tidak laku apabila dijual. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line method). Metode garis lurus menggunakan dasar pemikiran bahwa benda yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Secara matematis penyusutan tersebut dirumuskan menurut Suratiyah (2011) sebagai berikut:

...(4)

Pendapatan bersih (Net Farm Income) usahatani diperoleh dengan menghitung selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya total. Secara matematis, perhitungan penerimaan total, biaya, dan pendapatan menurut Soekartawi (2006) dirumuskan sebagai berikut :

...(5) Yaitu : Pd = Pendapatan usahatani (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp) TC = Total biaya (Rp) Kriteria yang digunakan adalah:

TR > TC, maka usaha untung TR = TC, maka usaha impas TR < TC, maka usaha rugi

(29)

16

atas Biaya Total =

...(6)

Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani. Jika rasio R/C bernilai lebih dari 1 (R/C >1), maka usahatani layak dan menguntungkan untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika rasio R/C bernilai kurang dari 1 (R/C <1), maka usahatani tersebut tidak layak dan tidak menguntungkan untuk dilaksanakan. Namun, apabila rasio R/C sama dengan 1 (R/C = 1), maka usahatani tersebut impas, tidak memberikan keuntungan maupun kerugian.

Analisis Penghasilan Rumahtangga

Pendapatan rumahtangga penangkar secara keseluruhan diperoleh dari imbalan terhadap keseluruhan modal dan imbalan terhadap tenaga kerja keluarga. Sedangkan penghasilan keluarga merupakan penjumlahan antara penghasilan bersih usahatani benih kentang dengan penghasilan diluar usahatani benih kentang. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

...(7)

Keterangan :

Y = Penghasilan Bersih Usahatani Benih Kentang (Rp/penangkar/1MT) = Penghasilan Usahatani Sayuran

= Penghasilan Off Farm

= Penghasilan Non Farm

Perhitungan penghasilan diluar usahatani benih kentang dilakukan sebagai berikut :

1. Penghasilan selain usahatani benih kentang diperoleh dengan cara menghitung selisih antara dan nilai modal pinjaman.

2. Pendapatan bersih diperoleh dengan cara menghitung selisih antara pendapatan kotor dan total biaya.

3. Penghasilan diluar usahatani benih kentang diperoleh dari usahatani sayuran, menjual bahan-bahan pertanian (Off Farm), pegawai negeri, dan wiraswasta.

Analisis Kontribusi Penghasilan Bersih Usahatani Benih Kentang Terhadap Penghasilan Rumahtangga Penangkar

Kontribusi penghasilan bersih dari masing-masing penghasilan terhadap total penghasilan rumahtangga penangkar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Keterangan :

KP = Kontribusi penghasilan usaha (Off Farm, On Farm, Non Farm) (%)

X =Penghasilan bersih usaha (Off Farm, On Farm, Non Farm) (Rp/penangkar/1MT)

(30)

17 Tabel 3 Ringkasan perhitungan, penerimaan, biaya,pendapatan usahatani, dan

pendapatan rumahtangga

Keterangan A Penerimaan usahatani

benih kentang

Harga x produksi benih kentang (kg) B Penerimaan usahatani

kentang konsumsi

Harga x produksi kentang konsumsi (kg) C Pendapatan kotor

(gross farm income)

A + B

D Biaya variabel a.Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) b.Biaya pengangkutan

c.Biaya pengemasan d.Biaya sertifikasi

e.Biaya pemeliharaan alat dan sarana usaha f. Biaya sarana produksi: I Pinjaman tunai yang

diterima usahatani

a. Pinjaman dari perbankan b. Pinjaman dari luar perbankan J Nilai modal pinjaman I x % bunga

K Penghasilan bersih ustan (net farm earning)

G - J L Penerimaan dari luar

usahatani benih kentang

Off farm dan non farm

M Penghasilan RT K + L

N Imbalan kepada seluruh modal (return to capital)

G/(I + modal sendiri) O Imbalan kepada modal

petani (return to farm equity capital)

K/ modal sendiri

P Imbalan terhadap TK keluarga (return to family labor)

(31)

18

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Lokasi dan Keadaan Alam

Kecamatan Pangalengan terletak di bagian selatan Kota Bandung dengan luas wilayah keseluruhan adalah 27 294.771 ha, terdiri dari tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah hutan, tanah perkebunan, serta tanah keperluan fasilitas umum. Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian 1 500 meter di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata 1 250 mm/tahun dan suhu udara rata-rata 200C. Kecamatan Pangalengan memiliki topografi dari mulai datar sampai berombak 29%, berombak sampai berbukit 33%, hingga berbukit sampai bergunung 38%, maka sarana dan prasarana transportasi darat memiliki peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian wilayah.

Kecamatan Pangalengan memiliki batas-batas wilayah, bagian utara yaitu Kecamatan Cimaung, bagian selatan yaitu Kabupaten Garut, bagian barat yaitu Kecamatan Pasir Jambu, dan bagian timur yaitu Kecamatan Kertasari. Kecamatan Pangalengan terdiri dari 13 desa dengan Desa Pangalengan sebagai ibukota kecamatan, dimana 2 desa diantaranya merupakan Desa Swakarya dan 12 desa lainnya merupakan desa Swasembada. Pada dasarnya, seluruh desa di Kecamatan Pangalengan berpotensi sebagai sentra penghasil kentang, namun keanekaragam penggunaan tanah pada tabel 4 menyebabkan terbatasnya penggunaan tanah untuk pengembangan tanaman sayuran terutama kentang. Dari tabel 4 diketahi bahwa luas Kecamatan Pangalengan menurut penggunaan tanah adalah 27 294.77 hektar dengan penggunaan terbesar adalah sebagai tanah perkebunan seluas 9 491.92 hektar (34.78%), dikarenakan ketinggian dan cuaca wilayah Kecamatan Pangalengan sebagian besar cocok untuk pertanian, sehingga presentase penggunaan lahan untuk sawah sedikit. Tetapi pertanian disini dikuasai oleh para petani-petani besar yang menguasai banyak lahan-lahan produktif, sehingga untuk petani kecil mereka harus merambah hutan dengan sistem tumpangsari.

Tabel 4 Luas Kecamatan Pangalengan menurut penggunaan tanah (ha) tahun 2013

No. Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Tanah sawah 959.91 3.52

2 Pemukiman 2 313.20 8.47

3 Tanah kering/kebun/tegalan 4 626.40 16.95

4 Tanah lading 171.07 0.63

5 Tanah basah/kolam 71.34 0.26

6 Tanah hutan 9 316.88 34.13

7 Tanah perkebunan 9 491.92 34.78

8 Keperluan fasilitas umum 344.06 1.26

Jumlah 27 294.77

(32)

19 Keadaan Penduduk

Berdasarkan data monografi Kecamatan Pangalengan pada tahun 2012, jumlah penduduk di Kecamatan Pangalengan adalah 139 696 jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan Pangalengan terdiri dari 69 362 jiwa laki-laki (49.66%) dan 70 314 jiwa perempuan (50.34%). Kecamatan Pangalengan terbagi kedalam 32 725 kepala keluarga dengan penyebaran penduduk tidak merata. Berikut merupakan jumlah penduduk menurut penggolongan umur berdasarkan kelompok usia, dapat disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5 Data jumlah penduduk menurut penggolongan umur berdasarkan kelompok usia tahun 2012.

No. Interval

Umur (tahun)

Jumlah (Jiwa)

Presentase (%)

1 0-4 16 492 13.05

2 5-9 14 539 11.50

3 11-14 11 935 9.44

4 15-19 10 416 8.24

5 20-24 13 888 10.99

6 25-29 9 982 7.90

7 30-34 12 803 10.13

8 35-39 10 633 8.41

9 > 40 25 710 20.34

Total 126 398 100

Sumber : Data Monografi Kecamatan, 2012.

Tingkat Pendidikan Penduduk

(33)

20

Berdasarkan tabel 6 jumlah tamatan SD adalah jumlah penduduk yang paling banyak, hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang berada di Kecamatan Pangalengan belum dikatakan baik karena masih banyak penduduk yang tidak tamat sekolah. Penduduk yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi biasanya dapat lebih berpikir rasional dibandingkan pola pikir penduduk yang pendidikannya masih rendah.

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Pangalengan memiliki keragaman diantaranya petani, pengusaha, pengrajin, buruh, pedagang, dan lain-lain. Sebagian penduduk bermata pencaharian sebagai petani pemilik tanah, yaitu 26 135 orang (33.76%) dan buruh tani sejumlah 16 171 orang (20.87%). Berikut merupakan tabel jumlah penduduk menurut mata pencaharian, disajikan pada tabel 7.

Tabel 6 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Pangalengan, kabupaten Bandung, 2012.

No. Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)

1 Belum Sekolah 6 980 5.35

2 Tidak Tamat 18 925 14.51

3 Tamat SD/sederajat 58 161 44.58

4 Tamat SMP/sederajat 25 326 19.41

5 Tamat SMA/sederajat 17 002 13.03

6 Tamat Akademi/sederajat 1 403 1.08

7 Tamat Perguruan Tinggi/sederajat 1 549 1.19

8 Buta Huruf 1 119 0.85

Total 130 465 100

Sumber:Data Monografi Kecamatan, 2012.

Tabel 7 Data keadaan penduduk Kecamatan Pangalengan berdasarkan mata pencaharian tahun 2012

No. Mata pencaharian (lapang usaha

utama)

Jumlah (orang) Presentase (%)

1 Petani pemilik tanah 26 135 33.76

2 Petani penggarap tanah 9 964 12.87

3 Buruh tani 16 171 20.89

4 Pengusaha sedang/besar 993 1.28

5 Pengrajin/industri kecil 2 675 3.46

6 Buruh industri 4 035 5.21

7 Buruh bangunan 1 417 1.83

8 Buruh perkebunan 4 778 6.17

9 Pedagang 3 466 4.48

10 Pengangkutan 1 687 2.18

11 Pegawai Negeri Sipil 3 627 4.69

12 ABRI 190 0.25

13 Pensiun (PEGNEG/ABRI) 2 271 2.93

Total 77 409 100

(34)

21 Karakteristik Petani Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan 47 orang responden petani, umumnya responden melakukan kegiatan usahatani sayuran, dengan komoditas utama yang diusahakan yaitu benih kentang. Pola tanam yang diterapkan oleh para penangkar antara lain menggunakan sistem usahatani monokultur. Pola tanam yang dilakukan penangkar beragam tiap musim, sebagian besar penangkar hanya melakukan usahatani benih kentang dan sebagian penangkar melakukan usahatani benih kentang serta usahatani bukan benih kentang pada waktu bersamaan namun berbeda lokasi penanaman.

Disesuaikan dengan daftar penangkar yang sedang melakukan usahatani benih kentang pada musim tanam ke 2 atau musim hujan tahun 2012 bersumber dari BPSBTPH Jabar, maka terdapat 26 petani responden yang melakukan usahatani benih kentang G-3 dan 21 petani responden yang melakukan usahatani benih kentang G-4. Masing-masing pola tanam yang dilakukan oleh penangkar biasanya berdasarkan dari keinginan penangkar sendiri dan keadaan lingkungan. Adapun jumlah penangkar yang mengusahakan benih kentang di Kecamatan Pangalengan dapat dilihat pada tabel 8.

Pada umumnya rumahtangga penangkar melakukan usahatani benih kentang sebagai mata pencaharian pokok. Namun, untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga, selain melakukan usahatani benih kentang penangkar memiliki pekerjaan lain guna memenuhi kebutuhan rumahtangga.

Luas dan Status Pengelolaan Lahan

Penangkar yang dijadikan responden dibatasi dengan luas garapan sebesar 1 ha. Status kepemilikan lahan sendiri terdiri dari petani pemilik dan penyewa. Sebagian besar petani responden berstatus sebagai petani dengan lahan sewa, yaitu sebanyak 43 orang (91%), sedangkan sisanya sebagai petani dengan lahan milik sendiri sebanyak 4 orang (9%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 8 Jumlah penangkar yang mengusahakan benih kentang pada musim hujan 2012

Usahatani Benih Kentang Jumlah (orang) Persentase (%)

Kelas Benih G-3 26 55.32

Kelas Benih G-4 21 44.68

Jumlah 47

Sumber: BPSBTPH Jabar, 2012

(35)

22

Umur Petani Responden

Umur rata-rata petani responden di Kecamatan Pangalengan adalah 42 tahun. Umur termuda petani responden adalah 30 tahun dan umur tertua adalah 60 tahun dengan penyebaran umur seperti pada tabel 10.

Tabel 10 Komposisi umur petani responden Kecamatan Pangalengan tahun 2012 Golongan

umur (tahun)

Benih kentang G-3 Benih Kentang G-4 Total

Jumlah

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa kelompok umur terbanyak pada petani penangkar benih kentang G-3 adalah pada kelompok umur 31-40 tahun sebesar 42%. Sedangkan kelompok umur terbanyak pada petani penangkar benih kentang G-4 adalah pada kelompok umur 31-41 tahun sebesar 47%. Pada petani penangkar benih kentang G-3 tidak terdapat petani dengan kelompok umur diatas 60 tahun, sedangkan pada petani penangkar benih kentang G-4 tidak terdapat petani dengan kelompok umur diatas 51 tahun, hal ini menunjukan bahwa secara umum usahatani benih kentang G-3 dan G-4 diusahakan oleh petani dengan kisaran umur 31-50 tahun.

Sumber Pendapatan Responden

Sumber pendapatan responden berasal dari sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Usaha-usaha yang dilakukan pada sektor pertanian meliputi usahatani benih kentang, usahatani sayuran (kubis, tomat, cabai, jagung ternak, sawi putih, wortel, dan bawang), dan pedagang. Usaha-usaha yang dilakukan keluarga responden di luar sektor pertanian meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan wiraswasta (buka salon dan tempat les).

(36)

23 2% pada responden usahatani benih kentang G-3 dan 6% pada responden usahatani benih kentang G-4, berikut merupakan tabel keadaan penangkar berdasarkan mata pencaharian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Pendapatan Usahatani Benih Kentang

Proses usahatani benih kentang bersertifikat untuk kelas benih G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan dalam 1 tahun menjalani 2 musim tanam. Setiap musim tanam membutuhkan waktu selama kurang lebih 100 hari atau sekitar 3 bulan selama penanganan di lahan, sedangkan pada penanganan pasca panen hingga benih siap jual membutuhkan waktu sekitar 5 bulan. Sehingga proses usahatani dari penanaman hingga penanganan pasca panen di gudang membutuhkan waktu selama kurang lebih 8 bulan. Antara satu musim tanam dengan musim tanam selanjutnya harus ada penanaman rotasi dengan tanaman beda famili atau diberakan. Karena itu lahan untuk penangkaran benih kentang tidak bisa ditanami benih kentang secara terus menerus. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup virus atau bakteri dari penanaman benih kentang sebelumnya.

Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani benih kentang bersertifikat di Kecamatan Pangalengan terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga luar keluarga. tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) terdiri dari suami, istri, atau saudara dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) adalah masyarakat sekitar sebagai pekerja harian yang bertanggung jawab kepada mandor. Kegiatan selama proses produksi benih kentang terdiri dari persiapan lahan, pupuk kandang, pupuk kimia dan penanaman, pemeliharaan, pengobatan, jaga malam, panen dan penangkutan, pasca panen, pengairan, dan mandor. Setiap 1 ha lahan rata-rata memiliki 2 mandor yang bertanggung jawab atas lahan dan gudang. Pada saat penelitian, penetapan tingkat upah di Kecamatan Pangalengan adalah Rp.15.000 per HOK untuk pekerja perempuan, dan Rp.20.000 per HOK untuk pekerja laki-laki. Tabel 11 Keadaan penangkar di Kabupaten Pangalengan berdasarkan mata

pencaharian

No. Mata pencaharian

(lapang usaha utama)

Benih Kentang G-3 Benih Kentang G-4

Jumlah (orang)

Presentase (%)

Jumlah (orang)

Presentase (%)

1 Petani Penangkar Benih 26 59 21 64

2 Petani Sayuran 15 34 10 30

3 Pedagang 2 5 0 0

4 Usaha di luar sektor

pertanian

1 2 2 6

Total 44 100 33 100

(37)

24

Pemberian upah kepada TKLK dilakukan setiap satu bulan sekali melalui mandor dan upah kepada TKDK yg diperhitungkan diakhir usahatani.

Peralatan pertanian yang digunakan dalam produksi benih kentang dilihat dari nilai penyusutan masing-masing responden. Nilai penyusutan dihitung dengan metode garis lurus yaitu selisih nilai beli dan nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis peralatan. Nilai penyusutan disesuaikan dengan penggunaan alat pertanian selama satu musim tanam usahatani benih kentang, dan usahatani sayuran. Rata-rata nilai penyusutan peralatan produksi dalam 1 tahun pada penangkar G-3 dapat dilihat pada lampiran 3 dan rata-rata nilai penyusutan peralatan produksi dalam 1 tahun pada penangkar G-4 dapat dilihat pada lampiran 4.

Salah satu ukuran penampilan usahatani adalah ukuran pendapatan. Analisis pendapatan usahatani menunjukan selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total yang diperoleh dari usahatani benih kentang G-3 atau G-4 bersertifikat di Kecamatan Pangalengan. Tujuan dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan sekarang untuk menggambarkan keadaan yang akan datang Soekartawi, Soeharjo, Dillon, & Hardaker (2011).

Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Benih Kentang Bersertifikat G-3 dan G-4

Tatalaksana dalam memproduksi benih kentang yaitu dimulai dari persiapan lahan, pemupukan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, hingga pasca panen. Proses produksi benih kentang G-3 merupakan proses lanjutan dari proses produksi benih kentang G-2 dan proses produksi benih kentang G-4 merupakan proses lanjutan dari proses produksi benih kentang G-3. Proses produksi benih kentang G-3 dan G-4 lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

Penerimaan yang diperoleh penangkar G-3 dan G-4 adalah benih kentang dan kentang konsumsi. Benih kentang dibedakan berdasarkan ukuran, yaitu ukuran L, ukuran M, dan Ukuran S. Kentang KW dihasilkan dari kentang yang tidak lulus seleksi sebagai calon benih sehingga bisa dijual langsung ke pasar sebagai kentang konsumsi. Penentuan harga terhadap benih kentang dan kentang konsumsi disesuaikan dengan keadaan pasar.

(38)

25 lahan penangkar adalah lahan sewa dan lahan milik sendiri, sedangkan biaya penyusutan merupakan biaya tetap tidak tunai. Berikut ini hasil analisis biaya dan pendapatan usahatani benih kentang G-3 dan G-4 dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Hasil analisis struktur biaya dan pendapatan usahatani benih kentang

(39)

26

Penerimaan Usahatani Benih Kentang

Komponen penerimaan pada usahatani benih kentang G-3 dan G-4 bersertifikat di Kecamatan Pangalengan diperoleh dari total produksi yang dihasilkan selama 1 periode tanam pada saat musim hujan tahun 2012. Penerimaan dari produksi benih kentang sendiri dibagi menjadi 3 jenis ukuran yaitu ukuran S dengan berat 10-30 gram, ukuran M dengan berat 30-60 gram, dan ukuran L dengan ukuran 60-90 gram. Selain itu penerimaan juga diperoleh dari kentang yang tidak masuk seleksi ukuran benih pada saat panen, kemudian dijual sebagai kentang konsumsi. Harga yang digunakan adalah harga yang sedang berlaku di pasaran. Penerimaan usahatani benih kentang G-3 dan G-4 berbeda disebabkan jumlah fisik dan harga per satuan. Rata-rata penerimaan usahatani benih kentang dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Rata-rata penerimaan usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012.

Komponen

Rata-rata penerimaan hasil produksi benih kentang G-3 lebih besar dibandingkan dengan rata-rata penerimaan hasil produksi benih kentang G-4. Penerimaan benih kentang adalah sebesar Rp.154 251 154 pada penangkaran G-3 dan Rp.104 573 810 pada penangkaran G-4. Sedangkan rata-rata penerimaan dari penjualan kentang KW pada penangkaran G-4 lebih besar dibandingkan dengan penangkaran G-3. Penerimaan kentang KW adalah sebesar Rp.52 673 077 pada penangkaran G-3 dan Rp.54 404 762 pada penangkaran G-4.

Perbedaan terhadap penerimaan benih kentang maupun kentang KW antara usahatani benih kentang G-3 dan G-4 dipengaruhi oleh hasil panen, hasil seleksi, dan hasil grading. Hasil panen yang diperoleh dari penangkaran benih kentang G-3 adalah sebesar 10 287 kg lebih tinggi dibandingkan dengan penangkaran benih kentang G-4 yaitu sebesar 8 326 kg. Hasil seleksi calon benih disesuaikan dengan ukuran benih dan tingkat persentase serangan hama penyakit berdasarkan standar dari BPSBTPH Jawa Barat.

(40)

27 yaitu L, M, dan S adalah sebagai berikut Rp.12 038, Rp.14 692, Rp.18 808 dan rata-rata harga benih kentang G-4 adalah sebagai berikut Rp.11 810, Rp.12 714, Rp.13 714. Sedangkan pada penetapan harga kentang konsumsi pada penangkaran G-3 dan G-4 disesuaikan dengan harga yang berlaku di pasar dan disesuaikan dengan harga yang ditetapkan oleh tengkulak di Kecamatan Pangalengan. Rata-rata penetapan harga kentang konsumsi adalah Rp.5 000.

Biaya Tunai

Perincian biaya dibagi menjadi 3 komponen yaitu biaya tunai, biaya tidak tunai (diperhitungkan) dan biaya total. Setiap komponen dibebankan menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Komponen biaya tunai dalam usahatani benih kentang bersertifikat G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan meliputi biaya sarana produksi seperti biaya upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK), pengangkutan, pengemasan, sertifikasi, pemeliharaan, pupuk, pestisida, dan benih sumber, dan sewa lahan. Rata-rata biaya tunai usahatani benih kentang dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Rata-rata biaya tunai usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012

(41)

28

Tenaga kerja yang mengelola usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan merupakan tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga diberikan upah yang diperhitungkan diakhir sebagai imbalan terhadap tenaga kerja keluarga, sedangkan tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja harian dengan rata-rata upah sebesar Rp.15 000 per hok tenaga kerja perempuan dan Rp.20 000 per hok tenaga kerja laki-laki. Rata-rata biaya upah tenaga kerja luar keluarga selama 1 periode tanam pada penangkar G-3 adalah sebesar Rp. 16 684 615. Sedangkan pada rata-rata biaya upah tenaga kerja luar keluarga selama 1 periode tanam pada penangkar G-4 adalah sebesar Rp. 16 046 190. Uraian rata-rata hok tenaga kerja dalam dan luar keluarga usahatani benih kentang G-3 dan G-4 dapat dilihat pada lampiran 5, 6, dan 7.

Biaya pengangkutan hanya dikeluarkan pada saat panen. Besarnya biaya pengangkutan disesuaikan dengan jumlah panen dan jarak antara lahan ke gudang penyimpanan. Rata-rata biaya yang dikeluarkan pada usahatani benih kentang G-3 adalah sebesar Rp.2 351 346, sedangkan pada usahatani benih kentang G-4 adalah sebesar Rp.1 363 095. Biaya pengemasan dilakukan pada saat setelah benih kentang di sertifikasi dan pada benih konsumsi yang akan dijual ke pasar. Penentuan biaya pengemasan disesuaikan dengan jumlah benih atau kentang konsumsi. Rata-rata biaya pengangkutan yang dikeluarkan penangkar G-3 adalah sebesar Rp.1 312 212. Sedangkan rata-rata biaya pengangkutan yang dikeluarkan penangkar G-4 adalah sebesar Rp.1 089 286.

Proses produksi benih kentang G-3 dan G-4 bersertifikat tidak terlepas dari pengawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), dari sebelum penanaman hingga pada saat pasca panen. Biaya sertifikasi hanya dikenakan untuk umbi yang diajukan sebagai calon benih. Rata-rata biaya sertifikasi yang dikeluarkan penangkar G-3 adalah sebesar Rp.336 010, sedangkan pada penangkar G-4 adalah sebesar Rp.272 619. Biaya pemeliharaan disesuaikan dengan 1 periode tanam yaitu selama 8 bulan dan disesuaikan dengan usahatani sayuran lain yang dilakukan oleh masing-masing penangkar. Biaya tersebut dikeluarkan untuk pemeliharaan mesin-mesin pertanian, dan gudang penyimpanan benih. Sehingga rata-rata biaya pemeliharaan yang dikeluarkan penangkar G-3 adalah sebesar Rp.2 772 900, sedangkan pada penangkar G-4 rata-rata biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp.2 952 246. Uraian mengenai rata-rata biaya perbaikan pada usahatani benih kentang G-3 dan G-4 dapat dilihat pada lampiran 3 dan lampiran 4.

Gambar

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual
Gambar 2 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan
Tabel 3 Ringkasan perhitungan, penerimaan, biaya,pendapatan usahatani, dan pendapatan rumahtangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah disebutkan, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah maserat daun Lidah Buaya (Aloe vera) berpengaruh terhadap

Kedua negara juga menegaskan kembali nilai demokrasi bersama dan visi perekonomian terbuka dan kompetitif (Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2007). Dalam Joint Statement

A- 81.01-85 Merupakan perolehan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan sangat baik, memahami materi dengan sangat baik, memiliki tingkat proaktif dan kreatifitas tinggi

Penampakan pada citra multiwaktu, garis pantai di bagian timur dan barat Pekalongan relatif tidak berubah, sementara di daerah muara Kali Comal terdapat perubahan yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi hukum-hukum dasar kimia dalam meningkatkan penguasaan konsep

Rasa gangguan akan kebisingan yang timbulkan dari suara peralatan kegiatan pertambangan akan menghasilkan persepsi ketergangguan yang berbeda beda setiap individu,

217 Al-Nawawi menyatakan bahawa sepakat jumhur umat Islam dalam kalangan para sahabat, tabicin dan selepas mereka antaranya ulama hadis, ulama fikah dan ulama

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan di dalam kuisioner tepat dan dapat digunakan dalam sebuah penelitian. Validitas data diukur dengan