• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS DEHIDRASI JANGKA PENDEK BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN PURI (PERIKSA URIN SENDIRI) MENGGUNAKAN GRAFIK WARNA URIN PADA REMAJA KELAS 1 DAN 2 DI SMAN 63

JAKARTA TAHUN 2015 Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

DONNA PERTIWI 1111101000129

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

ii Skripsi, Oktober 2015

Donna Pertiwi, NIM : 1111101000129

Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015.

xix + 100Halaman, 17 tabel, 2 Bagan, 5 Lampiran

ABSTRAK

Dehidrasi jangka pendek adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan tubuh dalam jangka waktu yang pendek. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan timbul kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan. Dampak dehidrasi jangka pendek bila

dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – Juni 2015. Sampel penelitian ini berjumlah 75 responden. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat dan analisis data bivariat dengan menggunakan uji statistik chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta yang mengalami dehidrasi jangka pendek sebanyak 45.3%. Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa obesitas (Pvalue = 0.036), konsumsi cairan (Pvalue = 0.000), pengetahuan tentang air dan dehidrasi (Pvalue = 0.000) memiliki hubungan yang bermakna dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (periksa warna urin) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang bisa diberikan adalah pihak sekolah dapat melakukan perencanaan program berbasis kesehatan dengan memasukkan materi dehidrasi pada mata pelajaran pendidikan jasmani dan rohani, remaja sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang air dan dehidrasi terutama pencegahan dari dehidrasi, siswa yang obesitas dan kegemukan (overweight) diharapkan melakukan penurunan berat badan dan siswa meningkatkan konsumsi cairannya berdasarkan angka kecukupan gizi, kecukupan air untuk laki-laki sebesar 2200 ml/hari dan perempuan sebesar 2100 ml/hari dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur yang mengandung banyak air.

Kata Kunci : Dehidrasi, Remaja, Konsumsi Cairan

(4)

iii Undergraduate Thesis, October 2015 Donna Pertiwi, NIM: 1111101000129

Dehydration Status in Short term Based on Measurement Result PURI (Check Urine Alone) Using Urine Colour Chart In Adolescents Grade 1 And 2 In 63 Senior High School Jakarta 2015.

xix + 100 Pages, 17 tables, 2 charts, 5 Annex

ABSTRACT

Dehydration status in short term is an excessive loss of fluid from body tissues in the short term. The dehydration or excessive water loss occurs when the body experiences an imbalance of fluid. The impact of dehydration couldn’t be ignored, it will be bad for the body. The purpose of this study is dehydration status in short term based on measurement result puri (check urine alone) using urine colour chart in adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta 2015.

This is a quantitative study with cross sectional design that was implemented from January 2015 to June 2015. The sample of this study are 75 respondents. Analysis of the data in this study consisted of univariate and bivariate data analysis using the chi-square test.

The results showed that 45.3% adolescents grade 1 and 2 in 63 Senior High School Jakarta was categorized as dehydrated status in short term. Based on bivariate analysis known that obesity (Pvalue = 0.036), the consumption of liquids (Pvalue = 0.000), knowledge of water and dehydration (Pvalue = 0.000) had a significant association with dehydration status in short term based on measurement result puri (check urine alone) using urine colour chart in adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta 2015.

Based on the study, the advices that can be given is the school be able to conduct planning based program of health by incorporating the material dehydration on the subjects of physical education and spiritual, adolescents should increase knowledge about water and dehydration especially for prevention of dehydration, obesity and overweight student are recommended to loss some weight and students increase consumption of liquids based nutritional adequacy rate, sufficient water 2200 ml/day for boys and 2100 ml/day for girls and increase consumption of fruit and vegetables that contain a lot of water.

Keyword : Dehydration, Adolescents, Consumption of liquids

(5)
(6)
(7)

vi PERSONAL DATA

Nama : Donna Pertiwi

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Palembang, 18 Maret 1993

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

PENDIDIKAN FORMAL

 1998 - 2000 : TK ROSI PALEMBANG

 2000 - 2005 : SDN 51 PALEMBANG

 2005 - 2008 : SMPN 19 PALEMBANG

 2008 - 2011 : MAN 3 PALEMBANG

 2011 - Sekarang : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

(8)

vii

Assalamualaikum wr. wb,

Segala puji bagi Allah semesta alam, pemilik segala apa yang ada di langit dan bumi. Shalawat serta salam dilimpahkan selalu kepada teladan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan keberkahan kepada kita semua. Aamiin. Atas perkenan-Mu

jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015”. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung tersusunnya skripsi ini. Terima kasih penulis haturkan kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan di setiap

harinya. Selalu memberikan apa yang dibutuhkan penulis, memberikan

semangat, memberiku bahagia setelah kesedihan, memberiku solusi saat

ada masalah, yang selalu menemaniku setiap saat. Terima kasih atas

kehidupam ini ya Rabb dengan segala nikmat yang telah diberikan kepada

hamba-Mu ini. Tanpa takdir-Mu aku takkan berada di sini hingga saat ini.

Tanpa perlindungan dari-Mu aku takkan sekuat ini. Terima kasih Rabb.

2. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan

dukungan dalam berbagai hal.

3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi

Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Febrianti, Sp, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah dengan

sabar memberikan ilmu, bimbingan, pengarahan, motivasi, dan

(9)

viii

5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang

telah memberikan saya bimbingan hingga skripsi ini selesai. Terima kasih

untuk masukan dan nasihat yang telah bapak berikan. Semoga bapak sehat

selalu.

6. Bapak/Ibu penguji yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan

dan perbaikan dari laporan skripsi ini.

7. Terima kasih juga untuk segenap dosen pengajar di Program Studi

Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan penulis wawasan dan ilmu

pengetahuan selama masa perkuliahan.

8. Pihak sekolah SMAN 63 Jakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Pemerintah Musi Banyuasin Sumatera Selatan dan Kementerian Agama.

10.Teman-teman seperjuangan santri jadi dokter MUBA 2011.

11.Teman-teman seperjuangan GIZI 2011, kakak-kakak dan adik-adik serta

semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

(10)

ix

dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

demi kemajuan dimasa yang akan datang. Terima kasih.

Wassalamualaikum. Wr.wb.

Ciputat, Oktober 2015

(11)

x

LEMBAR PERNYATAAN. ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

1. Bagi Civitas Akademik Sekolah ... 7

2. Bagi Mahasiswa ... 8

(12)

xi

B. Kebutuhan air ... 11

C. Keseimbangan air ... 11

D. Dehidrasi Jangka Pendek ... 13

1. Pengertian ... 13

2. Tingkatan Dehidrai ... 14

2. Pengukuran Dehidrasi ... 15

3. Tanda Dan Gejala Dehidrasi ... 19

4. Patofisiologis Dehidrasi ... 20

E. Dampak Dehidrasi ... 21

F. Faktor-faktor yang mempengaruhi dehidrasi jangka pendek ... 23

1. Obesitas ... 23

2. Usia ... 27

3. Jenis kelamin ... 28

4. Aktifitas fisik ... 29

5. Konsumsi cairan ... 31

6. Pengetahuan tentang air ... 34

7. Suhu tubuh ... 36

8. Wilayah ekologi ... 37

9. Pengeluaran air ... 38

F. Kerangka Teori ... 40

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 42

A. Kerangka Konsep ... 42

B. Definisi Operasional ... 45

C. Hipotesis ... 47

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 48

A. Desain Penelitian ... 48

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 48

1. Waktu penelitian ... 48

(13)

xii

2. Sampel ... 49

D. Tehnik Sampling ... 50

E. Pengumpulan Data ... 50

1. Jenis Data ... 50

2. Metode Pengumpulan Data ... 51

F. Alur Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 56

G. Manajemen Data ... 57

H. Analisis Data ... 59

BAB V HASIL ... 61

A. Hasil Analisis Univariat ... 61

1. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 61

2. Gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 62

3. Gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 63

4. Gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 64

5. Gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 65

6. Gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 67

B. Hasil Analisis Bivariat ... 68

(14)

xiii

3. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 70 4. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 71 5. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 72

BAB VI PEMBAHASAN ... 74

(15)

xiv

menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63

Jakarta tahun 2015... 85

G. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 87

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Simpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(16)

xv

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 11

Tabel 2.2 Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya

20

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-NCHS Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5-18 tahun

27

Tabel 2.4 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai Physical Activity Level

31

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 45

Tabel 4.1 Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya

49

Tabel 5.1 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

61

Tabel 5.2 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Jenis Kelamin

62

Tabel 5.3 Distribusi Obesitas Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

62

Tabel 5.4 Distribusi Obesitas Berdasarkan Jenis Kelamin 63

Tabel 5.5 Distribusi Jenis Kelamin Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

(17)

xvi

Tabel 5.7 Distribusi Aktivitas Fisik Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.10 Distribusi Konsumsi Cairan 66

Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan tentang air dan dehidrasi Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

67

Tabel 5.12 Distribusi Pengetahuan air dan dehidrasi berdasarkan Jenis Kelamin

68

Tabel 5.13 Hubungan obesitas dengan dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

68

Tabel 5.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

69

Tabel 5.15 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

70

Tabel 5.16 Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

(18)

xvii

(19)

xviii

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori 41

(20)

xix

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Tabel Physical Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik

Lampiran 3 Data berat badan dan tinggi badan responden

Lampiran 4 Output SPSS

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dehidrasi adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan

tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan

timbul kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan (Tamsuri,

2009). Dehidrasi juga merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi dan

anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan total

(Muscari, 2005). Hal ini didukung dengan Brenna dkk (2012) yang

menyebutkan bahwa dehidrasi adalah kondisi dimana tubuh kehilangan cairan

atau defisit volume cairan sebanyak 1 % atau lebih dari berat badan.

Berdasarkan penelitian The Indonesian Regional Hydration Study

(THIRST) tahun 2010 yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia, Jakarta

menempati angka dehidrasi terbesar kedua setelah Makassar yaitu sebesar

53,1% pada penduduk Indonesia dan dehidrasi ringan atau jangka pendek

ternyata lebih banyak terjadi pada kelompok usia remaja (15-18 tahun) sebesar

49,5%. Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari di saat melakukan aktivitas

(D’Anci et al, 2009). Kehilangan tersebut, sebagian besar berupa kehilangan

cairan ekstraselular. Selain itu, remaja lebih sering mengalami dehidrasi

dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan

cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan

(22)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan

Januari tahun 2015 terhadap 30 orang siswa siswi kelas 1 dan 2 di SMAN 63

Jakarta didapatkan bahwa 33,3% siswa siswi mengalami dehidrasi jangka

pendek. Penelitian dilakukan di sekolah ini karena lokasi sekolah yang mudah

mengakses makanan dan minuman, kelengkapan fasilitas sekolah dan

banyaknya kegiatan ekstrakurikuler sehingga banyaknya aktivitas yang

dilakukan oleh siswa siswi yang diharapkan menjadi pendukung data

penelitian. Di samping itu, belum pernah ada penelitian mengenai status

dehidrasi pada wilayah tersebut.

Dampak dehidrasi jangka pendek ini bila dibiarkan, maka akan

berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi jangka pendek bisa

melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan

berbicara, bahkan sampai pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus

menerus juga bisa meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing,

kanker usus besar dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi

jangka pendek bila dibiarkan secara terus menerus dapat menyebabkan

kejadian stroke. Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air, apabila darah tubuh

kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan darah membuat

persediaan oksigen yang diantarkan ke otak berkurang dan memungkinkan

terjadinya stroke. Dampak dari dehidrasi jangka pendek juga dapat

mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan

psikomotor (Grandjean, 2007). Menurut Murray (2007) juga memaparkan

bahwa dehidrasi berpengaruh pada perubahan termoregulator suhu pada

(23)

Dehidrasi jangka pendek dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dehidrasi jangka pendek diantaranya

yaitu obesitas, wilayah ekologi, suhu tubuh, pengeluaran air, jenis kelamin,

usia, pengetahuan air dan dehidrasi, aktivitas fisik serta konsumsi cairan

(Santoso dkk, 2012 ; Tamsuri, 2009; Berman dkk, 2009; Hardinsyah dkk,

2009; Brenna dkk, 2012).

Dehidrasi jangka pendek adalah kondisi ketika tubuh kehilangan

cairan karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan dalam jangka

waktu yang pendek. Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan

hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium yang

keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh karena

adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat peningkatan

tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel sehingga volume

cairan intrasel berkurang sehingga menyebabkan dehidrasi (Santoso dkk,

2012). Pengeluaran air harus diseimbangkan dengan pemasukan air melalui

mekanisme keseimbangan dimana cairan di dalam tubuh berusaha setiap

waktu untuk tetap seimbang dan konstan jumlahnya. Keseimbangan cairan

tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan cairan yang

keluar dari tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh,

akan timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa

Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di

(24)

B. Rumusan Masalah

Remaja merupakan kelompok yang rentan terjadinya penurunan

kandungan air. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh,

maka akan timbul kejadian dehidrasi. Hasil penelitian studi pendahuluan di

SMAN 63 Jakarta didapatkan bahwa siswa siswi yang mengalami dehidrasi

jangka pendek sebesar 33,3%. Selain itu, dehidrasi jangka pendek dapat

berdampak buruk bagi tubuh karena bisa melemahkan anggota gerak,

hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai

pingsan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti status dehidrasi

jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)

menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63

Jakarta tahun 2015.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan

hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik

warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun

2015?

2. Bagaimana gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63

Jakarta tahun 2015 ?

3. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ?

4. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di

(25)

5. Bagaimana gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

6. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada

remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

7. Apakah ada hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka

pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)

menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN

63 Jakarta tahun 2015?

8. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi

jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin

Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

9. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi

jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin

Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

10.Apakah ada hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi

jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin

Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

11.Apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi

dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran

PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada

(26)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil

pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna

urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

c. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

d. Diketahuinya gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2

di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

e. Diketahuinya gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi

pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

f. Diketahuinya hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi

jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin

Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2

di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan status

dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI

(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada

(27)

h. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan status

dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI

(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada

remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

i. Diketahuinya hubungan antara konsumsi cairan dengan status

dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI

(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada

remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

j. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan tentang air dan

dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil

pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik

warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun

2015.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Civitas Akademik Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di

SMAN 63 Jakarta tahun 2015 sehingga pihak sekolah dapat

melakukan upaya dalam menghadapi masalah dehidrasi jangka pendek

pada siswa siswi. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan

untuk dasar pelaksanaan pengembangan kegiatan di sekolah untuk

(28)

2. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam

ilmu kesehatan masyarakat mengenai dehidrasi jangka pendek pada

remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015, khususnya pada

anak sekolah dan penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk

melakukan penelitian lanjutan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan gizi program studi

kesehatan masyarakat untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek

berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan

grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan di

SMAN 63 diketahui status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2

cukup tinggi yaitu sebesar 33,3%. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

2015 – Juni 2015 di SMAN 63 Jakarta dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dan analisis data bivariat

dengan menggunakan chi square. Data primer dikumpulkan dengan cara

melakukan pengambilan urin, menyebarkan kuesioner dan melakukan

pengukuran antropometri (tinggi badan dan berat badan) kepada responden,

serta melakukan Food recall 1x24 jam untuk melihat konsumsi cairan dan

(29)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fungsi Air Bagi Tubuh

Menurut Santoso dkk (2012) air mempunyai fungsi penting bagi tubuh

manusia, yaitu:

1. Air sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh

Peran penting air adalah sebagai pembentukan berbagai cairan tubuh,

seperti darah, cairan lambung, hormon, enzim, dan lainnya. Selain itu

air juga terdapat dalam otot dan berfungsi untuk menjaga tonus otot

sehingga otot mampu berkontraksi.

2. Air sebagai pengatur suhu tubuh

Fungsi air sebagai pengatur suhu tubuh karena air menghasilkan panas,

menyerap dan menghantarkan panas ke seluruh tubuh sehingga dapat

menjaga suhu tubuh tetap stabil. Melalui produksi keringat yang

sebagian besar terdiri atas air dan garam, air turut mendinginkan suhu

tubuh. Air juga membantu mendinginkan tubuh melalui penguapan.

Ketika tubuh memproduksi keringat, penguapan dari permukaan kulit

menyebabkan suhu tubuh menurun sehingga tubuh tetap merasa

dingin.

3. Air sebagai pelarut

Air sebagai pelarut zat-zat gizi lainnya yang membantu proses

pencernaan makanan. Mulai dari membantu produksi air liur saat

makanan tiba di mulut, melarutkan makanan dan membantu melumasi

(30)

anorganik, yang tidak dicerna. Air dengan cepat melewati usus halus

dan sebagian besar diserap kemudian turut berfungsi sebagai salah satu

komponen mukus agar sisa zat makanan dapat keluar sebagai feses.

4. Air sebagai pelumas dan bantalan

Air berfungsi juga sebagai pelumas atau lubrikan dalam bentuk cairan,

yang memungkinkan sendi untuk bergerak dengan baik dan meredam

gesekan antar sendi. Tulang rawan yang terdapat di ujung tulang

panjang mengandung banyak air yang berfungsi sebagai pelumas. Saat

tulang rawan mengalami kurang air, maka kerusakan akibat gesekan

dapat meningkat dan pada akhirnya menyebabkan nyeri sendi. Air

berfungsi sebagai bantalan tahan getar pada jaringan tubuh, misalnya

pada otak, medulla spinalis, mata, dan kantong amnion dalam rahim.

Air menjaga agar organ tersebut tidak mengalami banyak getaran

sehingga dapat berfungsi dengan baik.

5. Air sebagai media transportasi

Air merupakan media transportasi di dalam sel, sehingga air sebagai

media transportasi yang efektif (Carrier) dalam membantu

pertumbuhan dan regenerasi sel.

6. Air sebagai media eliminasi sisa metabolisme

Tubuh menghasilkan berbagai sisa metabolisme yang tidak diperlukan

termasuk toksin. Sehingga air berfungsi sebagai media eliminasi untuk

mengeluarkan sisa metabolisme melalui saluran kemih, saluran cerna,

(31)

B. Kebutuhan Air

Keseimbangan air di dalam tubuh perlu dijaga melalui pemenuhan

kebutuhan air. Kebutuhan air bagi setiap individu akan berbeda-beda,

tergantung dari ukuran fisik, umur, jenis kelamin, aktivitas fisik dan

lingkungannya. Perkiraan kebutuhan air tubuh biasanya berdasarkan asupan

energi, luas permukaan tubuh, atau berat badan tubuh (Santoso dkk, 2012).

Kebutuhan air sehari dinyatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi

yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Pemenuhan

kebutuhan air diperlukan untuk menggantikan pengeluaran air dari

pernapasan, kulit, ginjal (urin), serta saluran pencernaan. Untuk remaja usia

15 tahun dibutuhkan sebanyak 70 sampai 85 mL/kg/hari, sedangkan untuk

remaja usia 18 tahun adalah 40 sampai 50 mL/kg/hari (Hany, 2005). Adapun

tabel kebutuhan air yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Angka kecukupan Gizi (AKG) 2013

Jenis kelamin Umur AKG air (mL)

Laki-laki 13-15 tahun 2000

16-18 tahun 2200

19-29 tahun 2500

Perempuan 13-15 tahun 2000

16-18 tahun 2100

19-29 tahun 2300

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)Tahun 2014

C. Keseimbangan Air

Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah

cairan yang masuk dan keluar tubuh. Keseimbangan air di dalam tubuh

(32)

keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu

berada di dalam jumlah yang tetap/konstan. Kontrol keseimbangan air di

dalam tubuh sangat penting untuk mengatur osmolalitas cairan ekstraselular

(CES). Setiap keadaan yang menyebabkan perubahan osmolalitas cairan

ekstraselular (CES). Jika terjadi defisit air di cairan ekstraselular, maka

osmolalitas akan meningkat. Untuk mengembalikan menjadi kondisi normal,

air berpindah secara osmosis dari intrasel menuju ekstrasel sehingga volume

cairan intraselular berkurang yang disebut dehidrasi (Sherwood, 2011).

Terdapat dua regulator dalam mekanisme pengaturan keseimbangan

air dan natrium di dalam tubuh manusia yaitu regulator osmotik dan regulator

volume. Regulator osmotik tugasnya mengatur pengeluaran air melalui ginjal,

sedangkan regulator volume mengatur ekskresi natrium melalui ginjal

(Santoso dkk, 2012).

Regulator osmotik merupakan regulator yang sangat peka terhadap

perubahan osmolalitas plasma dengan kata lain osmolalitas plasma

merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan osmolalitas plasma ini akan

dirasakan oleh sensor dari regulasi osmotik atau osmoreseptor dan pusat rasa

haus yang terletak di hipotalamus. Osmoreseptor akan berefek terhadap

sekresi Antidiuretic Hormone (ADH) dan pusat rasa haus. ADH dan

kepekaan rasa haus disebut juga sebagai efektor regulasi osmotik.

Osmolalitas plasma yang meningkat akan meningkatkan sekresi ADH dan

kepekaan rasa haus oleh hipotalamus, sebaliknya osmolalitas plasma

(33)

reseptor yang disebut reseptor-V2 terletak di duktus koligentes merupakan

bagian distal dari nefron ginjal (Santoso dkk, 2012).

Regulator volume merupakan regulator yang sangat peka terhadap

perubahan volume sirkulasi efektif, dengan kata lain volume sirkulasi efektif

merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan volume sirkulasi efektif ini

akan dirasakan oleh sensor dari regulasi volume atau disebut baroreseptor

yang terletak di 1) sinus karotikus, berfungsi untuk mengatur aktivitas

simpatis dan pada derajat yang lebih rendah merangsang atau meredam

sekresi ADH, 2) arteri aferen glomerulus, berfungsi mengatur aktivitas sistem

renin-angiotensin-aldoteron, 3) atrium dan ventrikel, berfungsi mensekresi

Atrial/Natriuretic Peptide (ANP) bila terjadi peningkatan tekanan dalam

atrium/ventrikel. Secara singkat bahwa pengaturan oleh regulator osmotik dan

regulator volume adalah untuk mengembalikan volume air tubuh ke posisi

sebelum terjadi perubahan keseimbangan (Santoso dkk, 2012).

Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan timbul

kejadian dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan). Konsumsi air terdiri

atas air yang diminum dan yang diperoleh dari makanan sebagai hasil

metabolisme yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urine,

air di dalam feses, dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru

(Almatsier, 2009).

D. Dehidrasi Jangka Pendek 1. Pengertian

Dehidrasi adalah kehilangan cairan atau kekurangan cairan dari

(34)

suatu kondisi atau keadaan yang menggambarkan jumlah cairan dalam

tubuh seseorang dalam jangka waktu pendek yang dapat diketahui dari

warna urin. Dehidrasi merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi

dan anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan

total (Muscari, 2005). Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan

hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium

yang keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh

karena adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat

peningkatan tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel

sehingga volume cairan intrasel berkurang yang disebut sebagai dehidrasi

(Santoso dkk, 2012).

2. Tingkatan Dehidrasi

Derajat keparahan dehidrasi menurut AFIC (1999) dalam Kit dan Teng

(2008), yaitu :

a. Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi Jangka Pendek

Ditandai dengan rasa haus, sakit kepala, kelelahan, wajah

memerah, mulut dan kerongkongan kering. Dehidrasi ringan ini

merupakan dehidrasi yang terjadi dalam jangka waktu pendek dan

tidak terlalu parah tetapi apabila dibiarkan maka akan berdampak

buruk bagi kesehatan tubuh.

b. Dehidrasi Sedang

Ditandai dengan detak jantung yang cepat, pusing, tekanan

darah rendah, lemah, volume urin rendah namun konsentrasinya

(35)

c. Dehidrasi berat/ Dehidrasi Jangka Panjang

Ditandai dengan kejang otot, lidah bengkak (swollen

tongue), sirkulasi darah tidak lancar, tubuh semakin melemah dan

kegagalan fungsi ginjal. Dehidrasi berat ini merupakan dehidrasi

jangka panjang yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan

bahkan dapat menyebabkan kematian.

3. Pengukuran Dehidrasi

Berbagai metode yang digunakan untuk penilaian kecukupan air

tubuh, antara lain penurunan berat badan (body mass loss), air tubuh total

(total body water) dengan pemeriksaan isotop (D2O), analisis aktivitas

neutron, multiple frequency bioelectrical impedance, volume darah,

perubahan volume plasma, osmolalitas plasma, berat jenis urin,

osmolalitas urin, konduktivitas urin, volume urin 24 jam, warna urin, urine

dipsticks (variabel tambahan), pemeriksaan klinis mengenai status hidrasi,

rasa haus (Santoso dkk, 2012). Dari semua metode yang telah disebutkan

di atas metode dengan akurat tinggi adalah metode isotop, analisis

aktivitas neutron, osmolalitas plasma atau urin, perubahan volume plasma.

Akan tetapi metode-metode tersebut memerlukan keahlian dan biaya yang

tinggi serta risiko yang tinggi terhadap subyek (Santoso dkk, 2012).

Ada lima metode yang mampu dan sering digunakan yaitu

penurunan berat badan, berat jenis urin, volume urin 24 jam, warna urin,

dan rasa haus. Metode penurunan berat badan lebih cocok digunakan pada

subyek yang mengalami kurang air tubuh mendadak atau akut (olahraga

(36)

sesuai diterapkan pada subyek pasien rawat inap. Metode rasa haus sangat

subjektif dan dipengaruhi umur. Rasa haus muncul setelah tubuh

mengalami kurang air sekitar 0,5% (Santoso dkk, 2012). Metode warna

urin menggunakan nomor skala yang menunjukkan rentang warna urin

mulai dari jernih dengan skala 1 hingga yang pekat (coklat kehijauan)

dengan skala 8 (Armstrong, 2005).

Metode berat jenis urin berkorelasi kuat dengan metode

osmolalitas urin. Osmolalitas urin mungkin tidak secara akurat

mencerminkan status dehidrasi (Armstrong, 2005). Selain itu, warna urin

berkorelasi kuat dengan berat jenis urin (r2=0,80) maupun osmolalitas urin

(r2=0,82). Oleh karena itu, pada tingkat laboratorium, metode berat jenis

urin dapat digunakan sedangkan pada tingkat masyarakat, metode warna

urin dapat digunakan untuk penilaian kecukupan air (Santoso dkk, 2012).

Metode warna urin untuk menentukan dehidrasi jangka pendek

dipengaruhi oleh bahan makanan atau minuman yang dikonsumsi dan

obat-obatan. Menurut Amstrong (2005) bahan makanan yang dapat

mempengaruhi warna urin tersebut adalah :

1. Warna kecoklatan dapat dipengaruhi dari minuman teh

(kafein). Kafein memberikan efek diuretik dan dehidrasi bila

dikonsumsi dalam dosis besar (lebih dari 500 mg / 4 cangkir).

Namun jumlah yang diminum di dalam secangkir kopi atau teh

tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan

(37)

2. Warna oranye dapat dipengaruhi zat makanan dari wortel, labu,

suplement vitamin C dan suplement B kompleks. Konsumsi

wortel dan labu dalam sehari agar tidak menyebabkan

perubahan warna urin yaitu tidak lebih dari 400 mg.

3. Warna merah dapat dipengaruhi dari makanan boysen berries,

dan sereal buatan mengandung silica, diuretik alami yang akan

menyerap air kemudian mengeluarkannya melalui urin serta

minuman yang mempunyai zat pewarna merah seperti sirup

dan minuman sachet (minuman bersoda) tidak secara langsung

memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin

secara langsung.

Namun, penggunaan metode warna urin akurat karena memiliki

nilai sensitifitas sampai 80 % sebagai indikasi adanya dehidrasi jangka

pendek. Hal tersebut karena disebabkan ginjal menyaring urin dengan

konsentrasi yang tinggi sehingga warna urin menjadi semakin gelap.

Semakin gelap warna urin, tubuh berada dalam kondisi yang semakin

asam dan semakin membahayakan sel di dalam tubuh, sehingga

mengalami risiko dehidrasi yang semakin berat. Warna ekstrim urin yaitu

warna jingga dan cokelat. Jika seseorang terhidrasi dengan baik maka

warna urin akan semakin jernih dan transparan (Feltz dkk, 2006).

Sehingga pada penelitian ini menggunakan warna urin untuk

mengukur dehidrasi jangka pendek karena praktis dan mudah digunakan

untuk peneliti. Warna urin dapat digunakan sebagai indikator untuk

(38)

warna urin berasal dari pemeriksaan warna urin, dikatakan dehidrasi jika

skala warna urin 4-8 dan dikatakan tidak dehidrasi jika skala warna urin

1-3 (PT. Tirta investana dan PDGMI, 2011). Pengambilan sampel

menggunakan botol kaca bening, pemeriksaan warna urin dilakukan

dengan menggunakan PURI (Periksa Urin Sendiri) dengan grafik warna

urin. Cara pemeriksaan warna urin yaitu sebagai berikut :

a. Tampung urin dalam wadah yang bening atau transparan (pot

urin botol bening) ketika berkemih.

b. Perhatikan warna urin dalam wadah bening di bawah cahaya

matahari atau di bawah lampu neon putih yang terang.

c. Bandingkan dengan tabel PURI grafik warna urin.

Menurut Amstrong (2005) kafein tidak terbukti dapat

menyebabkan dehidrasi kecuali jika meminumnya dalam jumlah

berlebihan. Jumlah yang berlebihan yaitu lebih dari 4 cangkir minuman

kafein (masing-masing berukuran 200 ml) per hari atau 500 mg kafein.

Jumlah yang berlebihan inilah yang dapat mengakibatkan meningkatnya

risiko dehidrasi.

Salah satu alasan minuman yang mengandung kafein seperti kopi,

teh, cokelat dan minuman energi dapat memberikan efek buruk terhadap

dehidrasi karena kafein memberikan efek diuretik bila dikonsumsi dalam

dosis besar (lebih dari 500 mg). Namun jumlah yang diminum di dalam

secangkir kopi atau teh tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi

(39)

Menurut Amstrong (2005) bahwa kafein yang merubah warna urin

menyebabkan ketidakseimbangan cairan tubuh dan elektrolit tetapi tidak

terbukti mempengaruhi status cairan harian secara keseluruhan. Hal ini

terbukti dengan studi di Inggris bahwa tidak ada perbedaan tingkat hidrasi

antara konsumsi minum kafein dalam jumlah sedang memberikan efek

hidrasi tak jauh berbeda dengan konsumsi cairan air putih.

Kafein memiliki sifat diuretik sehingga meningkatkan kebutuhan

untuk buang air kecil. Hal inilah yang menyebabkan kafein dapat

menyebabkan dehidrasi karena hilangnya cairan saat terlalu banyak

mengeluarkan cairan saat buang air kecil.

4. Tanda Dan Gejala Dehidrasi

Rasa lemah, cepat lelah, haus, dan kram otot dan hipotensi

ortostatik (pandangan menjadi gelap pada posisi berdiri lama) karena

berkurangnya volume cairan ektrasel akibat hipovolemia pada tingkat

yang ringan. Pada tingkat yang lebih berat (kurang air ≥ 6% berat badan),

juga dapat menyebabkan otot lemah, bicara tak lancar, bibir membiru,

(40)

Tabel 2.2

Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya % kehilangan berat badan

karena Air

Tanda-tanda yang ditimbulkan

1-2 Rasa haus yang kuat, kehilangan cita

rasa, perasaan tidak nyaman.

3-5 Mulut kering, pengeluaran urin

berkurang, bekerja dan konsentrasi lebih sulit, kulit merasa panas, gemetar berlebihan, tidak sadar, mengantuk, muntah, ketidakstabilan emosi.

6-8 Peningkatan suhu tubuh, peningkatan

denyut jantung dan pernapasan, pusing, sesak nafas, bicara tak lancar, pusing, otot lemah, bibir membiru.

9-11 Kejang, berhalusinasi, lidah

bengkak, keseimbangan dan sirkulasi yang lemah, kegagalan ginjal, menurunnya volume dan tekanan darah

Sumber: Thomson Janice, Manore Melinda, Vaughan Linda dalam santoso dkk (2012)

5. Patofisiologis Dehidrasi

Menurut Muscari (2005) patofisiologi bergantung pada tipe dehidrasi.

a. Dehidrasi isotonik

1) Kehilangan cairan terutama melibatkan komponen ektrasel dan

volume darah sirkulasi, menyebabkan anak rentan terhadap

syok hipovolemik.

2) Kadar natrium serum menurun atau tetap dalam batas normal,

kadar klorida (Cl) menurun dan kadar kalium (K) tetap normal

(41)

b. Dehidrasi hipertonik

1) Kehilangan air yang berlebihan dibandingkan elektrolit,

mengakibatkan perpindahan cairan dari kompartemen intrasel

ke ekstrasel, yang dapat menyebabkan gangguan neurologis

seperti kejang.

2) Kadar natrium serum meningkat, kadar kalium (K) serum

bervariasi dan kadar klorida (Cl) meningkat.

c. Dehidrasi hipotonik

1) Pada dehidrasi hipotonik, cairan berpindah dari kompartemen

ekstrasel ke kompartemen intrasel sebagai usaha

mempertahankan keseimbangan osmorik, yang selanjutnya

dapat meningkatkan kebocoran CES dan secara umum

mengakibatkan syok hipovolemik.

2) Kadar natrium dalam serum menurun, klorida (Cl) menurun

dan kadar kalium bervariasi.

E. Dampak Dehidrasi

Dampak dehidrasi jangka pendek bila dibiarkan, maka akan

berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi bisa melemahkan anggota

gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai

pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus menerus juga bisa

meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker usus besar

dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi jangka pendek

juga dapat mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan

(42)

bahwa dehidrasi jangka pendek berpengaruh pada perubahan termoregulator

suhu pada tubuh.

Pada dehidrasi jangka pendek, mulanya adalah rasa haus yang muncul

dan tubuh kehilangan air sekitar 2 persen cairan tubuh, mulut dan lidah

menjadi kering, air liur pun berkurang. Pada saat itulah otak memberikan

perintah untuk segera minum sebagai pengganti cairan yang hilang. Pusat rasa

haus dikontrol oleh hipotalamus yang juga mengatur sekresi vasoperin

sekaligus. Keduanya bekerja secara terpadu memantau osmolaritas cairan di

sekitarnya yang kemudian akan mencerminkan konsentrasi keseluruhan

lingkungan cairan intrasel. Seiring dengan kebutuhan tubuh yang terus

meningkat dan peningkatan osmolaritas karena tubuh mengalami defisit air

maka sekresi vasopresin dan rasa haus harus diaktifkan. Akibatnya terjadi

reabsorpsi air pada tubulus distal dan koligentes meningkat sehingga tubuh

menghemat cadangan air, keadaan seperti ini akan memacu dehidrasi semakin

berat. Dehidrasi ringan yang dibiarkan secara terus menerus akan menjadi

dehidrasi yang jangka panjang mengakibatkan kegagalan multi organ dan

mengakibatkan kematian (Sherwood, 2011).

Dehidrasi dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan stroke.

Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air. Saat terjadi dehidrasi, aliran darah

yang masuk dan keluar di otak tak seimbang. Pembuluh darah balik dari otak

menuju serambi jantung mengalami kolaps atau kempot karena kekurangan

cairan. Dalam jangka panjang, kolaps melambatkan aliran darah. Apabila

darah tubuh kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan

(43)

memungkinkan terjadinya stroke. Di otak, darah yang mengental sangat sulit

untuk bersirkulasi, karena sel-sel otak sangat boros mengkonsumsi makanan

dan oksigen yang hanya bisa diperoleh dari darah, maka aliran darah yang

lambat ini bisa menyebabkan sel-sel otak cepat mati sehingga risiko serangan

stroke lebih besar (Sherwood, 2011).

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dehidrasi Jangka Pendek 1. Obesitas

Obesitas adalah Kondisi dimana tubuh mengalami penumpukan

lemak yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas

normal. Obesitas yang dimaksud pada penelitian ini merupakan

obesitas umum, menurut Riskesdas (2007) istilah obesitas umum

digunakan untuk gabungan kategori berat badan lebih (overweight) dan

obese.

Obesitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya berbagai jenis

penyakit degeneratif (Harmanto, 2006). Kelebihan berat badan

sebanyak 20% akan berdampak pada risiko kesehatan. Efek obesitas

yang merugikan kesehatan bukan hanya berhubungan dengan berat

badan total tetapi juga dengan distribusi simpanan lemak. Lemak

sentral atau lemak viseral berkaitan dengan risiko kesehatan yang jauh

lebih besar bila dibandingkan dengan akumulasi lemak yang

berlebihan dalam jaringan subkutan (Mitchell, 2006).

Obesitas merupakan gangguan pada keseimbangan energi. Kalau

energi yang berasal dari makanan melampaui pengeluaran energi,

(44)

dalam jaringan adiposa (Mitchell, 2006). Orang yang obesitas sangat

rentan terhadap kehilangan air. Kekurangan air (dehidrasi) dapat

terjadi dengan cepat selama berlangsungnya mekanisme kehilangan air

seperti berkeringat, demam, diare dan muntah (Slonane, 2004).

Jumlah air di luar sel berbeda menurut tingkat kegemukan

seseorang, yaitu jumlah air lebih rendah pada orang gemuk dan lebih

tinggi pada orang kurus. Jumlah air di luar sel pada orang kurus,

kurang lebih 25 % berat badan. Pada orang yang memiliki berat badan

sedang 20 % berat badan. Sedangkan pada orang yang gemuk hanya

15 % berat badan (Almatsier dkk, 2011). Hal tersebut juga didukung

oleh penjelasan Santoso dkk (2012) yaitu pada orang obesitas dan

kegemukan kandungan lemak dalam tubuhnya lebih banyak jika

dibandingkan dengan seseorang yang tidak obesitas. Dengan demikian,

kekurangan air lebih cenderung terjadi pada seseorang yang gemuk

dan obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di

SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi

observasional dengan desain studi cross sectional didapatkan bahwa

terdapat perbedaan status hidrasi antara obesitas dan non obesitas (p=

0,024), kejadian dehidrasi lebih banyak dialami pada remaja obesitas

yaitu sebesar 83,9 %.

Peningkatan konsumsi air dapat membantu proses metabolisme

cadangan lemak. Mekanismenya ialah saat konsumsi air kurang, ginjal

akan bekerja cukup keras dan bergantung pada hati untuk

(45)

memecah lemak dalam tubuh. Ketika hati bekerja, lemak tubuh akan

cenderung disimpan dan bukan dipecah sehingga kurangnya konsumsi

cairan akan meningkatkan cadangan lemak pada bagian tertentu,

penyebaran lemak tubuh pada perempuan dan laki-laki berbeda (Ega

dkk, 2012).

Secara umum, respon metabolik pada laki-laki dan perempuan

cenderung sama, namun perempuan mengoksidasi lebih banyak lemak

daripada laki-laki selama latihan fisik, 63% cairan disimpan di otot

walaupun tidak kelihatan namun perempuan bergantung lebih banyak

pada glukosa darah dan kekurangan otot yang mengandung glikogen

daripada laki-laki. Hal ini yang menyebabkan perbedaan persen lemak

tubuh pada laki-laki dan perempuan karena laki-laki memiliki lebih

banyak otot daripada perempuan yang memiliki lebih banyak lemak

(Ega dkk, 2012).

Obesitas dapat dinilai dengan beberapa metode pengukuran

antropometri, yaitu dengan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh),

metode ini sangat sering digunakan karena adanya kemudahan dalam

melakukannya. Pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) membutuhkan

dua pengukuran sekaligus yaitu pengukuran berat badan yang diukur

menggunakan timbangan seca ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi

badan yang diukur menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm. Untuk

mendapatkan nilai IMT, diperlukan ukuran berat badan, dan tinggi

badan. Berikut masing-masing ukuran antropometri tersebut, antara

(46)

a. Berat badan

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak,

air dan mineral pada tulang (Gibson, 2005). Berat badan ini

diukur menggunakan timbangan sebagai alat ukur.

b. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi

keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak

diketahui dengan tepat (Supariasa dkk, 2002). Alat ukur untuk

menentukan tinggi badan adalah microtoise. Tinggi badan

dapat diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki,

kedua tangan merapat ke badan, punggung dan pantat

menempel pada dinding dan pandangan diarahkan ke depan.

Kedua tangan bergantung relaks disamping badan. Potongan

kayu (atau logam), bagian dari alat pengukur tinggi badan

digeser, kemudian diturunkan hingga menyentuh bagian atas

(verteks) kepala. Sentuhan harus diperkuat jika subjek

berambut tebal (Arisman, 2007).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian

status gizi anak, diketahui bahwa penilaian status gizi remaja

didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT (Indeks massa

tubuh) merupakan hasil dari pembagian antara berat badan dengan

(47)

Pengukuran status gizi anak umur diatas 5-18 tahun diukur

berdasarkan Z score dengan perbandingan indeks massa tubuh

terhadap umur (IMT/U). Status gizi dikategorikan menjadi sangat

kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas (WHO, 2007). Indeks

IMT/U diatas, dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu (Kemenkes,

2011):

Tabel 2.3

Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-NCHS Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak

Umur 5-18 tahun

Klasifikasi Ambang Batas (Z-score)

Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas > 2 SD

Sumber : Kementrian Kesehatan RI tahun 2011

2. Usia

Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini,

usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh,

kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa

pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar

dibandingkan orang dewasa. Karenanya, jumlah cairan yang

diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar

dibandingkan orang dewasa (Tamsuri, 2009). Pada masa remaja,

proses perubahan anatomis dan fisiologis berlangsung dengan cepat.

Peningkatan kecepatan dalam pertumbuhan akan meningkatkan proses

(48)

metabolik dan mengakibatkan sejumlah air dihasilkan sebagai produk

akhir metabolisme (Potter, 2005).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk

(2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study

didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelompok umur

dengan kejadian dehidrasi (p>0,05).

3. Jenis kelamin

Total air tubuh juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran

tubuh. Orang dengan persentase lemak tubuh lebih tinggi mempunyai

cairan tubuh yang lebih sedikit karena sel lemak mengandung sedikit

atau tidak ada air, dan jaringan tidak berlemak mengandung banyak

air. Wanita secara proporsional mempunyai lemak tubuh yang lebih

banyak dan air tubuh yang kurang dibanding pria. Air terhitung sekitar

60 persen dari berat badan seorang pria, tetapi hanya 50 persen dari

berat badan wanita dewasa. Pada orang yang obesitas, perhitungan

tersebut makin kurang, sekitar 30-40 persen dari berat badan orang

tersebut (Berman dkk, 2009).

Usia lebih dari 12 tahun akan mempengaruhi total air tubuh antara

laki-laki dan perempuan, dimana pada laki-laki lebih banyak

kandungan air tubuhnya dibandingkan perempuan karena laki-laki

mempunyai massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan perempuan

(Briawan dkk, 2011). Hal tersebut akan mempengaruhi kebutuhan

cairan yang lebih tinggi pada laki-laki, juga kebutuhan akan zat gizi

(49)

dilakukan oleh Tate et al (2012) menunjukkan kejadian obesitas lebih

banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut hasil

penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia

menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa pada

remaja menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin

dengan status dehidrasi (p<0,05). Namun hal ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al

Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan

desain studi cross sectional yang diketahui bahwa tidak terdapat

perbedaan status hidrasi berdasarkan jenis kelamin (p=0,186).

4. Aktivitas fisik

Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan

cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses

metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan

haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan

yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang

tidak disadari (inseble water loss) juga mengalami peningkatan akibat

peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat (Tamsuri,

2009).

Baik aktivitas tinggi maupun rendah, keduanya memiliki peluang

terhadap dehidrasi. Aktivitas fisik yang rendah juga dapat

menyebabkan berkurangnya konsumsi minum sehingga terdapat

peluang untuk terjadinya dehidrasi (Briawan, dkk, 2011). Kehilangan

(50)

dan lingkungan yang panas dan jika asupan air yang tidak mencukupi

dapat menimbulkan hypohydration persistent. Volume air yang

direkomendasikan umumnya antara 100-150% dari volume yang

hilang untuk menggantikan kehilangan air setelah melakukan aktivitas

fisik (Sharp, 2007).

Remaja lebih sering mengalami dehidrasi dikarenakan banyaknya

aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan cairan tubuh,

sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan dkk,

2011). Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan

timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).

Penelitian di Amerika pada orang dewasa menunjukkan bahwa

aktivitas luang memiliki hubungan dengan intake air putih dan total

asupan air. Menurut Kant et al (2009) aktivitas yang tinggi memiliki

hubungan dengan air dari minuman dan total asupan airnya. Aktivitas

fisik memiliki hubungan dengan asupan air. Namun hal ini tidak

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk

(2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study

didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status dehidrasi

dengan tingkat aktivitas fisik (p>0,005), hal ini karena aktivitas fisik

pada subjek penelitian berada pada tingkat ringan dan hanya sedikit

yang aktivitasnya berat.

Total Volume aktivitas fisik dapat diukur dengan satuan Metabolic

(51)

perhitungan ini sering digunakan dalam menghitung total aktivitas

fisik dengan menggunakan kuesioner.

Rumus Tingkat Aktivitas Fisik:

PAL=

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level (Tingkat Aktivitas Fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan

untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu.

Tabel 2.4

Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai Physical Activity Level Kategori Aktivitas Fisik Nilai PAL

Ringan 1,40 ≤ PAL ≤ 1,69

Sedang 1,70 ≤ PAL ≤ 1,99

Berat 2,00 ≤ PAL ≤ 2,40

Sumber : FAO/WHO/UNU, 2001 5. Konsumsi cairan

Konsumsi cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh karena air memiliki

banyak fungsi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai medium

transportasi, pengatur suhu tubuh, pembentuk sel dan cairan tubuh

serta sebagai pelarut (Santoso dkk, 2012). Apabila air yang keluar dari

tubuh tidak digantikan dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup

maka sel-sel tubuh akan kehilangan air, kehilangan air inilah yang

(52)

Total cairan tubuh adalah cairan yang menempati ruang intrasel

dan ekstraseluler, yang terdiri dari sekitar 0,6 L/Kg (63,3%) dari massa

tubuh (Amstrong et al, 2005). Konsumsi air diatur oleh rasa haus dan

kenyang. Hal ini terjadi melalui perubahan yang dirasakan oleh mulut,

hipotalamus (pusat otak yang mengontrol pemeliharaan keseimbangan

air dan suhu tubuh) dan perut. Bila konsentrasi bahan-bahan di dalam

darah terlalu tinggi, maka bahan-bahan ini akan menarik air dan

kelenjar ludah. Mulut menjadi kering, dan timbul keinginan untuk

minum guna membasahi mulut. Bila hipotalamus mengetahui bahwa

konsentrasi darah terlalu tinggi, maka timbul rangsangan untuk

minum. Pengaturan minum dilakukan oleh saraf lambung (Almatsier,

2009).

Orang obesitas lebih mudah mengalami kekurangan air

dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Kebutuhan air

mengalami obesitas sebaiknya 2 gelas lebih banyak dibandingkan

kondisi normal (Santoso dkk, 2012). Penelitian yang dilakukan

Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang

menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross

sectional bahwa terdapat perbedaan total konsumsi cairan pada remaja

obesitas dan non obesitas (p=0.035). Konsumsi cairan lebih tinggi

pada remaja obesitas yaitu sebesar 2074,6 ml dibanding non obesitas

sebesar 1896,6 ml. Namun tidak ditemukan perbedaan konsumsi air

putih, konsumsi minuman lainnya dan cairan dari makanan pada

(53)

Menurut penelitian oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia dengan

menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa asupan

air pada remaja tidak berbeda signifikan terhadap kejadian dehidrasi

(p>0,05).

Pengukuran konsumsi cairan menggunakan food recall selama 24

jam, Menurut Supariasa dkk (2002) Prinsip dari metode food recall 24

jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang

dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi makanan

individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan URT (ukuran

rumah tangga) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran

lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Recall dilakukan

berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Kelebihan

menggunakan metode recall 24 jam, yaitu :

a. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani

responden

b. Biaya relatif murah

c. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden

d. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi

individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Konsumsi

cairan yang berasal dari makanan dikonversikan kedalam kandungan

air dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Adapun konversi yang digunakan untuk mengukur konsumsi cairan

(54)

KGij = (BJ/100) x Gij x (BDD/100)

Keterangan :

KGij = kandungan air dalam bahan makanan

Bj = berat makanan yang dikonsumsi (gram)

Gij = kandungan air dalam 100 gram BDD bahan makanan

BDDj = bagian bahan makanan yang dapat dimakan

6. Pengetahuan tentang air dan dehidrasi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi konsumsi cairan baik

dalam hal kualitas maupun kuantitas, serta dalam kebiasaan minum

sehari-harinya. Pengetahuan yang semakin baik akan mendorong

seseorang untuk mengkonsumsi cairan sesuai kebutuhan dan memiliki

kebiasaan minum yang lebih baik pula sehingga risiko mengalami

dehidrasi lebih kecil (Hardinsyah dkk, 2009).

Kurangnya pengetahuan mengenai manfaat lebih dari air putih bagi

kesehatan tubuh juga memberikan peluang bagi remaja untuk tidak

memperhatikan air putih bagi tubuhnya (Maulana, 2010). Menurut

(55)

cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja dan total subyek

menunjukkan terdapat hubungan antara status dehidrasi dan tingkat

pengetahuan subyek (p<0,05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14

Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain

studi cross sectional menyatakan bahwa pengetahuan tentang cairan

diketahui signifikan mempengaruhi perbedaan status hidrasi

(p=0,003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan

yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan di atas (Arikunto, 2009).

Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan

yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Khomsan

(2003) dalam Diyani (2012) kategori pengetahuan dapat ditentukan

dengan kriteria :

a. Pengetahuan Rendah : apabila nilai ≤ 80 % dari semua jawaban yang benar.

b. Pengetahuan Tinggi : apabila nilai > 80 % dari semua jawaban

Gambar

GRAFIK WARNA URIN PADA REMAJA KELAS 1 DAN 2 DI SMAN 63
Tabel 5.6
Tabel 5.17
Tabel Physical Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik
+7

Referensi

Dokumen terkait

hasil analisis data dan inf ormasi proses produksi massal produk +arang(asa Metode perakitan #% (P  Mengamati untuk produk barang,jasa mengidentif ikasi,dan menganalisis

Untuk itu, Anda harus belajar dengan sabar dan tekun sehingga Anda bisa tahu, mau, dan mampu melakukan aktivitas berpikir tingkat tinggi (KeBiTT) tersebut melalui

Lebih lanjut menurut Apriyono (2008), laporan keuangan adalah ringkasan dari proses akuntansi selama tahun buku yang bersangkutan yang digunakan sebagai alat untuk

Sistem Informasi Kerja Sama (SIKma) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Kementerian Riset dan Teknologi dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian di bawah

Hal ini menunjukkan bahwa angka prevalensi kegagalan anestesi spinal pada pasien seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau lebih tinggi dibandingkan penelitian

26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang tidak hanya pelanggaran HAM berat saja dapat diadili di pengadilan HAM, akan tetapi perkara-perkara pelanggaran HAM

Kamera berfungsi untuk memindai marker yang tersedia sehinga akan muncul gambar 3D, menu Tentang berungsi untuk melihat informasi museum secara umum, menu

ABSTRAK PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN EVALUASI DAN MENARIK KESIMPULAN SISWA KELAS IV SD BOPKRI GONDOLAYU YOGYAKARTA Maria Stella Dian Paramita Universitas