STATUS DEHIDRASI JANGKA PENDEK BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN PURI (PERIKSA URIN SENDIRI) MENGGUNAKAN GRAFIK WARNA URIN PADA REMAJA KELAS 1 DAN 2 DI SMAN 63
JAKARTA TAHUN 2015 Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
DONNA PERTIWI 1111101000129
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ii Skripsi, Oktober 2015
Donna Pertiwi, NIM : 1111101000129
Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015.
xix + 100Halaman, 17 tabel, 2 Bagan, 5 Lampiran
ABSTRAK
Dehidrasi jangka pendek adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan tubuh dalam jangka waktu yang pendek. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan timbul kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan. Dampak dehidrasi jangka pendek bila
dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – Juni 2015. Sampel penelitian ini berjumlah 75 responden. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat dan analisis data bivariat dengan menggunakan uji statistik chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta yang mengalami dehidrasi jangka pendek sebanyak 45.3%. Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa obesitas (Pvalue = 0.036), konsumsi cairan (Pvalue = 0.000), pengetahuan tentang air dan dehidrasi (Pvalue = 0.000) memiliki hubungan yang bermakna dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (periksa warna urin) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang bisa diberikan adalah pihak sekolah dapat melakukan perencanaan program berbasis kesehatan dengan memasukkan materi dehidrasi pada mata pelajaran pendidikan jasmani dan rohani, remaja sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang air dan dehidrasi terutama pencegahan dari dehidrasi, siswa yang obesitas dan kegemukan (overweight) diharapkan melakukan penurunan berat badan dan siswa meningkatkan konsumsi cairannya berdasarkan angka kecukupan gizi, kecukupan air untuk laki-laki sebesar 2200 ml/hari dan perempuan sebesar 2100 ml/hari dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur yang mengandung banyak air.
Kata Kunci : Dehidrasi, Remaja, Konsumsi Cairan
iii Undergraduate Thesis, October 2015 Donna Pertiwi, NIM: 1111101000129
Dehydration Status in Short term Based on Measurement Result PURI (Check Urine Alone) Using Urine Colour Chart In Adolescents Grade 1 And 2 In 63 Senior High School Jakarta 2015.
xix + 100 Pages, 17 tables, 2 charts, 5 Annex
ABSTRACT
Dehydration status in short term is an excessive loss of fluid from body tissues in the short term. The dehydration or excessive water loss occurs when the body experiences an imbalance of fluid. The impact of dehydration couldn’t be ignored, it will be bad for the body. The purpose of this study is dehydration status in short term based on measurement result puri (check urine alone) using urine colour chart in adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta 2015.
This is a quantitative study with cross sectional design that was implemented from January 2015 to June 2015. The sample of this study are 75 respondents. Analysis of the data in this study consisted of univariate and bivariate data analysis using the chi-square test.
The results showed that 45.3% adolescents grade 1 and 2 in 63 Senior High School Jakarta was categorized as dehydrated status in short term. Based on bivariate analysis known that obesity (Pvalue = 0.036), the consumption of liquids (Pvalue = 0.000), knowledge of water and dehydration (Pvalue = 0.000) had a significant association with dehydration status in short term based on measurement result puri (check urine alone) using urine colour chart in adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta 2015.
Based on the study, the advices that can be given is the school be able to conduct planning based program of health by incorporating the material dehydration on the subjects of physical education and spiritual, adolescents should increase knowledge about water and dehydration especially for prevention of dehydration, obesity and overweight student are recommended to loss some weight and students increase consumption of liquids based nutritional adequacy rate, sufficient water 2200 ml/day for boys and 2100 ml/day for girls and increase consumption of fruit and vegetables that contain a lot of water.
Keyword : Dehydration, Adolescents, Consumption of liquids
vi PERSONAL DATA
Nama : Donna Pertiwi
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 18 Maret 1993
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
PENDIDIKAN FORMAL
1998 - 2000 : TK ROSI PALEMBANG
2000 - 2005 : SDN 51 PALEMBANG
2005 - 2008 : SMPN 19 PALEMBANG
2008 - 2011 : MAN 3 PALEMBANG
2011 - Sekarang : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
vii
Assalamualaikum wr. wb,
Segala puji bagi Allah semesta alam, pemilik segala apa yang ada di langit dan bumi. Shalawat serta salam dilimpahkan selalu kepada teladan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan keberkahan kepada kita semua. Aamiin. Atas perkenan-Mu
jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015”. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung tersusunnya skripsi ini. Terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan di setiap
harinya. Selalu memberikan apa yang dibutuhkan penulis, memberikan
semangat, memberiku bahagia setelah kesedihan, memberiku solusi saat
ada masalah, yang selalu menemaniku setiap saat. Terima kasih atas
kehidupam ini ya Rabb dengan segala nikmat yang telah diberikan kepada
hamba-Mu ini. Tanpa takdir-Mu aku takkan berada di sini hingga saat ini.
Tanpa perlindungan dari-Mu aku takkan sekuat ini. Terima kasih Rabb.
2. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan
dukungan dalam berbagai hal.
3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Febrianti, Sp, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah dengan
sabar memberikan ilmu, bimbingan, pengarahan, motivasi, dan
viii
5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan saya bimbingan hingga skripsi ini selesai. Terima kasih
untuk masukan dan nasihat yang telah bapak berikan. Semoga bapak sehat
selalu.
6. Bapak/Ibu penguji yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan
dan perbaikan dari laporan skripsi ini.
7. Terima kasih juga untuk segenap dosen pengajar di Program Studi
Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan penulis wawasan dan ilmu
pengetahuan selama masa perkuliahan.
8. Pihak sekolah SMAN 63 Jakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Pemerintah Musi Banyuasin Sumatera Selatan dan Kementerian Agama.
10.Teman-teman seperjuangan santri jadi dokter MUBA 2011.
11.Teman-teman seperjuangan GIZI 2011, kakak-kakak dan adik-adik serta
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
ix
dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
demi kemajuan dimasa yang akan datang. Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr.wb.
Ciputat, Oktober 2015
x
LEMBAR PERNYATAAN. ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR BAGAN ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Pertanyaan Penelitian ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan Umum ... 6
2. Tujuan Khusus ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
1. Bagi Civitas Akademik Sekolah ... 7
2. Bagi Mahasiswa ... 8
xi
B. Kebutuhan air ... 11
C. Keseimbangan air ... 11
D. Dehidrasi Jangka Pendek ... 13
1. Pengertian ... 13
2. Tingkatan Dehidrai ... 14
2. Pengukuran Dehidrasi ... 15
3. Tanda Dan Gejala Dehidrasi ... 19
4. Patofisiologis Dehidrasi ... 20
E. Dampak Dehidrasi ... 21
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi dehidrasi jangka pendek ... 23
1. Obesitas ... 23
2. Usia ... 27
3. Jenis kelamin ... 28
4. Aktifitas fisik ... 29
5. Konsumsi cairan ... 31
6. Pengetahuan tentang air ... 34
7. Suhu tubuh ... 36
8. Wilayah ekologi ... 37
9. Pengeluaran air ... 38
F. Kerangka Teori ... 40
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 42
A. Kerangka Konsep ... 42
B. Definisi Operasional ... 45
C. Hipotesis ... 47
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 48
A. Desain Penelitian ... 48
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 48
1. Waktu penelitian ... 48
xii
2. Sampel ... 49
D. Tehnik Sampling ... 50
E. Pengumpulan Data ... 50
1. Jenis Data ... 50
2. Metode Pengumpulan Data ... 51
F. Alur Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 56
G. Manajemen Data ... 57
H. Analisis Data ... 59
BAB V HASIL ... 61
A. Hasil Analisis Univariat ... 61
1. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 61
2. Gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 62
3. Gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 63
4. Gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 64
5. Gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 65
6. Gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 67
B. Hasil Analisis Bivariat ... 68
xiii
3. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 70 4. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 71 5. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 72
BAB VI PEMBAHASAN ... 74
xiv
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015... 85
G. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 87
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Simpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 94
xv
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 11
Tabel 2.2 Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya
20
Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-NCHS Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5-18 tahun
27
Tabel 2.4 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai Physical Activity Level
31
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 45
Tabel 4.1 Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya
49
Tabel 5.1 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
61
Tabel 5.2 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Jenis Kelamin
62
Tabel 5.3 Distribusi Obesitas Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
62
Tabel 5.4 Distribusi Obesitas Berdasarkan Jenis Kelamin 63
Tabel 5.5 Distribusi Jenis Kelamin Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
xvi
Tabel 5.7 Distribusi Aktivitas Fisik Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.10 Distribusi Konsumsi Cairan 66
Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan tentang air dan dehidrasi Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
67
Tabel 5.12 Distribusi Pengetahuan air dan dehidrasi berdasarkan Jenis Kelamin
68
Tabel 5.13 Hubungan obesitas dengan dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
68
Tabel 5.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
69
Tabel 5.15 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
70
Tabel 5.16 Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
xvii
xviii
Nomor Bagan Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori 41
xix
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Tabel Physical Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik
Lampiran 3 Data berat badan dan tinggi badan responden
Lampiran 4 Output SPSS
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dehidrasi adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan
tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan
timbul kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan (Tamsuri,
2009). Dehidrasi juga merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi dan
anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan total
(Muscari, 2005). Hal ini didukung dengan Brenna dkk (2012) yang
menyebutkan bahwa dehidrasi adalah kondisi dimana tubuh kehilangan cairan
atau defisit volume cairan sebanyak 1 % atau lebih dari berat badan.
Berdasarkan penelitian The Indonesian Regional Hydration Study
(THIRST) tahun 2010 yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia, Jakarta
menempati angka dehidrasi terbesar kedua setelah Makassar yaitu sebesar
53,1% pada penduduk Indonesia dan dehidrasi ringan atau jangka pendek
ternyata lebih banyak terjadi pada kelompok usia remaja (15-18 tahun) sebesar
49,5%. Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari di saat melakukan aktivitas
(D’Anci et al, 2009). Kehilangan tersebut, sebagian besar berupa kehilangan
cairan ekstraselular. Selain itu, remaja lebih sering mengalami dehidrasi
dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan
cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan
Januari tahun 2015 terhadap 30 orang siswa siswi kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta didapatkan bahwa 33,3% siswa siswi mengalami dehidrasi jangka
pendek. Penelitian dilakukan di sekolah ini karena lokasi sekolah yang mudah
mengakses makanan dan minuman, kelengkapan fasilitas sekolah dan
banyaknya kegiatan ekstrakurikuler sehingga banyaknya aktivitas yang
dilakukan oleh siswa siswi yang diharapkan menjadi pendukung data
penelitian. Di samping itu, belum pernah ada penelitian mengenai status
dehidrasi pada wilayah tersebut.
Dampak dehidrasi jangka pendek ini bila dibiarkan, maka akan
berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi jangka pendek bisa
melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan
berbicara, bahkan sampai pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus
menerus juga bisa meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing,
kanker usus besar dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi
jangka pendek bila dibiarkan secara terus menerus dapat menyebabkan
kejadian stroke. Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air, apabila darah tubuh
kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan darah membuat
persediaan oksigen yang diantarkan ke otak berkurang dan memungkinkan
terjadinya stroke. Dampak dari dehidrasi jangka pendek juga dapat
mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan
psikomotor (Grandjean, 2007). Menurut Murray (2007) juga memaparkan
bahwa dehidrasi berpengaruh pada perubahan termoregulator suhu pada
Dehidrasi jangka pendek dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dehidrasi jangka pendek diantaranya
yaitu obesitas, wilayah ekologi, suhu tubuh, pengeluaran air, jenis kelamin,
usia, pengetahuan air dan dehidrasi, aktivitas fisik serta konsumsi cairan
(Santoso dkk, 2012 ; Tamsuri, 2009; Berman dkk, 2009; Hardinsyah dkk,
2009; Brenna dkk, 2012).
Dehidrasi jangka pendek adalah kondisi ketika tubuh kehilangan
cairan karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan dalam jangka
waktu yang pendek. Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan
hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium yang
keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh karena
adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat peningkatan
tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel sehingga volume
cairan intrasel berkurang sehingga menyebabkan dehidrasi (Santoso dkk,
2012). Pengeluaran air harus diseimbangkan dengan pemasukan air melalui
mekanisme keseimbangan dimana cairan di dalam tubuh berusaha setiap
waktu untuk tetap seimbang dan konstan jumlahnya. Keseimbangan cairan
tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan cairan yang
keluar dari tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh,
akan timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa
Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
B. Rumusan Masalah
Remaja merupakan kelompok yang rentan terjadinya penurunan
kandungan air. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh,
maka akan timbul kejadian dehidrasi. Hasil penelitian studi pendahuluan di
SMAN 63 Jakarta didapatkan bahwa siswa siswi yang mengalami dehidrasi
jangka pendek sebesar 33,3%. Selain itu, dehidrasi jangka pendek dapat
berdampak buruk bagi tubuh karena bisa melemahkan anggota gerak,
hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai
pingsan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan
hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik
warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015?
2. Bagaimana gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015 ?
3. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ?
4. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di
5. Bagaimana gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
6. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
7. Apakah ada hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015?
8. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
9. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
10.Apakah ada hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
11.Apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi
dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran
PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil
pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna
urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
c. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
d. Diketahuinya gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
e. Diketahuinya gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi
pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
f. Diketahuinya hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
h. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
i. Diketahuinya hubungan antara konsumsi cairan dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
j. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan tentang air dan
dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil
pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik
warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Civitas Akademik Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015 sehingga pihak sekolah dapat
melakukan upaya dalam menghadapi masalah dehidrasi jangka pendek
pada siswa siswi. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan
untuk dasar pelaksanaan pengembangan kegiatan di sekolah untuk
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam
ilmu kesehatan masyarakat mengenai dehidrasi jangka pendek pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015, khususnya pada
anak sekolah dan penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
melakukan penelitian lanjutan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan gizi program studi
kesehatan masyarakat untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan
grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan di
SMAN 63 diketahui status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2
cukup tinggi yaitu sebesar 33,3%. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
2015 – Juni 2015 di SMAN 63 Jakarta dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dan analisis data bivariat
dengan menggunakan chi square. Data primer dikumpulkan dengan cara
melakukan pengambilan urin, menyebarkan kuesioner dan melakukan
pengukuran antropometri (tinggi badan dan berat badan) kepada responden,
serta melakukan Food recall 1x24 jam untuk melihat konsumsi cairan dan
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi Air Bagi Tubuh
Menurut Santoso dkk (2012) air mempunyai fungsi penting bagi tubuh
manusia, yaitu:
1. Air sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh
Peran penting air adalah sebagai pembentukan berbagai cairan tubuh,
seperti darah, cairan lambung, hormon, enzim, dan lainnya. Selain itu
air juga terdapat dalam otot dan berfungsi untuk menjaga tonus otot
sehingga otot mampu berkontraksi.
2. Air sebagai pengatur suhu tubuh
Fungsi air sebagai pengatur suhu tubuh karena air menghasilkan panas,
menyerap dan menghantarkan panas ke seluruh tubuh sehingga dapat
menjaga suhu tubuh tetap stabil. Melalui produksi keringat yang
sebagian besar terdiri atas air dan garam, air turut mendinginkan suhu
tubuh. Air juga membantu mendinginkan tubuh melalui penguapan.
Ketika tubuh memproduksi keringat, penguapan dari permukaan kulit
menyebabkan suhu tubuh menurun sehingga tubuh tetap merasa
dingin.
3. Air sebagai pelarut
Air sebagai pelarut zat-zat gizi lainnya yang membantu proses
pencernaan makanan. Mulai dari membantu produksi air liur saat
makanan tiba di mulut, melarutkan makanan dan membantu melumasi
anorganik, yang tidak dicerna. Air dengan cepat melewati usus halus
dan sebagian besar diserap kemudian turut berfungsi sebagai salah satu
komponen mukus agar sisa zat makanan dapat keluar sebagai feses.
4. Air sebagai pelumas dan bantalan
Air berfungsi juga sebagai pelumas atau lubrikan dalam bentuk cairan,
yang memungkinkan sendi untuk bergerak dengan baik dan meredam
gesekan antar sendi. Tulang rawan yang terdapat di ujung tulang
panjang mengandung banyak air yang berfungsi sebagai pelumas. Saat
tulang rawan mengalami kurang air, maka kerusakan akibat gesekan
dapat meningkat dan pada akhirnya menyebabkan nyeri sendi. Air
berfungsi sebagai bantalan tahan getar pada jaringan tubuh, misalnya
pada otak, medulla spinalis, mata, dan kantong amnion dalam rahim.
Air menjaga agar organ tersebut tidak mengalami banyak getaran
sehingga dapat berfungsi dengan baik.
5. Air sebagai media transportasi
Air merupakan media transportasi di dalam sel, sehingga air sebagai
media transportasi yang efektif (Carrier) dalam membantu
pertumbuhan dan regenerasi sel.
6. Air sebagai media eliminasi sisa metabolisme
Tubuh menghasilkan berbagai sisa metabolisme yang tidak diperlukan
termasuk toksin. Sehingga air berfungsi sebagai media eliminasi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme melalui saluran kemih, saluran cerna,
B. Kebutuhan Air
Keseimbangan air di dalam tubuh perlu dijaga melalui pemenuhan
kebutuhan air. Kebutuhan air bagi setiap individu akan berbeda-beda,
tergantung dari ukuran fisik, umur, jenis kelamin, aktivitas fisik dan
lingkungannya. Perkiraan kebutuhan air tubuh biasanya berdasarkan asupan
energi, luas permukaan tubuh, atau berat badan tubuh (Santoso dkk, 2012).
Kebutuhan air sehari dinyatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi
yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Pemenuhan
kebutuhan air diperlukan untuk menggantikan pengeluaran air dari
pernapasan, kulit, ginjal (urin), serta saluran pencernaan. Untuk remaja usia
15 tahun dibutuhkan sebanyak 70 sampai 85 mL/kg/hari, sedangkan untuk
remaja usia 18 tahun adalah 40 sampai 50 mL/kg/hari (Hany, 2005). Adapun
tabel kebutuhan air yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Angka kecukupan Gizi (AKG) 2013
Jenis kelamin Umur AKG air (mL)
Laki-laki 13-15 tahun 2000
16-18 tahun 2200
19-29 tahun 2500
Perempuan 13-15 tahun 2000
16-18 tahun 2100
19-29 tahun 2300
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)Tahun 2014
C. Keseimbangan Air
Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah
cairan yang masuk dan keluar tubuh. Keseimbangan air di dalam tubuh
keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu
berada di dalam jumlah yang tetap/konstan. Kontrol keseimbangan air di
dalam tubuh sangat penting untuk mengatur osmolalitas cairan ekstraselular
(CES). Setiap keadaan yang menyebabkan perubahan osmolalitas cairan
ekstraselular (CES). Jika terjadi defisit air di cairan ekstraselular, maka
osmolalitas akan meningkat. Untuk mengembalikan menjadi kondisi normal,
air berpindah secara osmosis dari intrasel menuju ekstrasel sehingga volume
cairan intraselular berkurang yang disebut dehidrasi (Sherwood, 2011).
Terdapat dua regulator dalam mekanisme pengaturan keseimbangan
air dan natrium di dalam tubuh manusia yaitu regulator osmotik dan regulator
volume. Regulator osmotik tugasnya mengatur pengeluaran air melalui ginjal,
sedangkan regulator volume mengatur ekskresi natrium melalui ginjal
(Santoso dkk, 2012).
Regulator osmotik merupakan regulator yang sangat peka terhadap
perubahan osmolalitas plasma dengan kata lain osmolalitas plasma
merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan osmolalitas plasma ini akan
dirasakan oleh sensor dari regulasi osmotik atau osmoreseptor dan pusat rasa
haus yang terletak di hipotalamus. Osmoreseptor akan berefek terhadap
sekresi Antidiuretic Hormone (ADH) dan pusat rasa haus. ADH dan
kepekaan rasa haus disebut juga sebagai efektor regulasi osmotik.
Osmolalitas plasma yang meningkat akan meningkatkan sekresi ADH dan
kepekaan rasa haus oleh hipotalamus, sebaliknya osmolalitas plasma
reseptor yang disebut reseptor-V2 terletak di duktus koligentes merupakan
bagian distal dari nefron ginjal (Santoso dkk, 2012).
Regulator volume merupakan regulator yang sangat peka terhadap
perubahan volume sirkulasi efektif, dengan kata lain volume sirkulasi efektif
merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan volume sirkulasi efektif ini
akan dirasakan oleh sensor dari regulasi volume atau disebut baroreseptor
yang terletak di 1) sinus karotikus, berfungsi untuk mengatur aktivitas
simpatis dan pada derajat yang lebih rendah merangsang atau meredam
sekresi ADH, 2) arteri aferen glomerulus, berfungsi mengatur aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldoteron, 3) atrium dan ventrikel, berfungsi mensekresi
Atrial/Natriuretic Peptide (ANP) bila terjadi peningkatan tekanan dalam
atrium/ventrikel. Secara singkat bahwa pengaturan oleh regulator osmotik dan
regulator volume adalah untuk mengembalikan volume air tubuh ke posisi
sebelum terjadi perubahan keseimbangan (Santoso dkk, 2012).
Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan timbul
kejadian dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan). Konsumsi air terdiri
atas air yang diminum dan yang diperoleh dari makanan sebagai hasil
metabolisme yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urine,
air di dalam feses, dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru
(Almatsier, 2009).
D. Dehidrasi Jangka Pendek 1. Pengertian
Dehidrasi adalah kehilangan cairan atau kekurangan cairan dari
suatu kondisi atau keadaan yang menggambarkan jumlah cairan dalam
tubuh seseorang dalam jangka waktu pendek yang dapat diketahui dari
warna urin. Dehidrasi merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi
dan anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan
total (Muscari, 2005). Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan
hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium
yang keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh
karena adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat
peningkatan tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel
sehingga volume cairan intrasel berkurang yang disebut sebagai dehidrasi
(Santoso dkk, 2012).
2. Tingkatan Dehidrasi
Derajat keparahan dehidrasi menurut AFIC (1999) dalam Kit dan Teng
(2008), yaitu :
a. Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi Jangka Pendek
Ditandai dengan rasa haus, sakit kepala, kelelahan, wajah
memerah, mulut dan kerongkongan kering. Dehidrasi ringan ini
merupakan dehidrasi yang terjadi dalam jangka waktu pendek dan
tidak terlalu parah tetapi apabila dibiarkan maka akan berdampak
buruk bagi kesehatan tubuh.
b. Dehidrasi Sedang
Ditandai dengan detak jantung yang cepat, pusing, tekanan
darah rendah, lemah, volume urin rendah namun konsentrasinya
c. Dehidrasi berat/ Dehidrasi Jangka Panjang
Ditandai dengan kejang otot, lidah bengkak (swollen
tongue), sirkulasi darah tidak lancar, tubuh semakin melemah dan
kegagalan fungsi ginjal. Dehidrasi berat ini merupakan dehidrasi
jangka panjang yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan
bahkan dapat menyebabkan kematian.
3. Pengukuran Dehidrasi
Berbagai metode yang digunakan untuk penilaian kecukupan air
tubuh, antara lain penurunan berat badan (body mass loss), air tubuh total
(total body water) dengan pemeriksaan isotop (D2O), analisis aktivitas
neutron, multiple frequency bioelectrical impedance, volume darah,
perubahan volume plasma, osmolalitas plasma, berat jenis urin,
osmolalitas urin, konduktivitas urin, volume urin 24 jam, warna urin, urine
dipsticks (variabel tambahan), pemeriksaan klinis mengenai status hidrasi,
rasa haus (Santoso dkk, 2012). Dari semua metode yang telah disebutkan
di atas metode dengan akurat tinggi adalah metode isotop, analisis
aktivitas neutron, osmolalitas plasma atau urin, perubahan volume plasma.
Akan tetapi metode-metode tersebut memerlukan keahlian dan biaya yang
tinggi serta risiko yang tinggi terhadap subyek (Santoso dkk, 2012).
Ada lima metode yang mampu dan sering digunakan yaitu
penurunan berat badan, berat jenis urin, volume urin 24 jam, warna urin,
dan rasa haus. Metode penurunan berat badan lebih cocok digunakan pada
subyek yang mengalami kurang air tubuh mendadak atau akut (olahraga
sesuai diterapkan pada subyek pasien rawat inap. Metode rasa haus sangat
subjektif dan dipengaruhi umur. Rasa haus muncul setelah tubuh
mengalami kurang air sekitar 0,5% (Santoso dkk, 2012). Metode warna
urin menggunakan nomor skala yang menunjukkan rentang warna urin
mulai dari jernih dengan skala 1 hingga yang pekat (coklat kehijauan)
dengan skala 8 (Armstrong, 2005).
Metode berat jenis urin berkorelasi kuat dengan metode
osmolalitas urin. Osmolalitas urin mungkin tidak secara akurat
mencerminkan status dehidrasi (Armstrong, 2005). Selain itu, warna urin
berkorelasi kuat dengan berat jenis urin (r2=0,80) maupun osmolalitas urin
(r2=0,82). Oleh karena itu, pada tingkat laboratorium, metode berat jenis
urin dapat digunakan sedangkan pada tingkat masyarakat, metode warna
urin dapat digunakan untuk penilaian kecukupan air (Santoso dkk, 2012).
Metode warna urin untuk menentukan dehidrasi jangka pendek
dipengaruhi oleh bahan makanan atau minuman yang dikonsumsi dan
obat-obatan. Menurut Amstrong (2005) bahan makanan yang dapat
mempengaruhi warna urin tersebut adalah :
1. Warna kecoklatan dapat dipengaruhi dari minuman teh
(kafein). Kafein memberikan efek diuretik dan dehidrasi bila
dikonsumsi dalam dosis besar (lebih dari 500 mg / 4 cangkir).
Namun jumlah yang diminum di dalam secangkir kopi atau teh
tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan
2. Warna oranye dapat dipengaruhi zat makanan dari wortel, labu,
suplement vitamin C dan suplement B kompleks. Konsumsi
wortel dan labu dalam sehari agar tidak menyebabkan
perubahan warna urin yaitu tidak lebih dari 400 mg.
3. Warna merah dapat dipengaruhi dari makanan boysen berries,
dan sereal buatan mengandung silica, diuretik alami yang akan
menyerap air kemudian mengeluarkannya melalui urin serta
minuman yang mempunyai zat pewarna merah seperti sirup
dan minuman sachet (minuman bersoda) tidak secara langsung
memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin
secara langsung.
Namun, penggunaan metode warna urin akurat karena memiliki
nilai sensitifitas sampai 80 % sebagai indikasi adanya dehidrasi jangka
pendek. Hal tersebut karena disebabkan ginjal menyaring urin dengan
konsentrasi yang tinggi sehingga warna urin menjadi semakin gelap.
Semakin gelap warna urin, tubuh berada dalam kondisi yang semakin
asam dan semakin membahayakan sel di dalam tubuh, sehingga
mengalami risiko dehidrasi yang semakin berat. Warna ekstrim urin yaitu
warna jingga dan cokelat. Jika seseorang terhidrasi dengan baik maka
warna urin akan semakin jernih dan transparan (Feltz dkk, 2006).
Sehingga pada penelitian ini menggunakan warna urin untuk
mengukur dehidrasi jangka pendek karena praktis dan mudah digunakan
untuk peneliti. Warna urin dapat digunakan sebagai indikator untuk
warna urin berasal dari pemeriksaan warna urin, dikatakan dehidrasi jika
skala warna urin 4-8 dan dikatakan tidak dehidrasi jika skala warna urin
1-3 (PT. Tirta investana dan PDGMI, 2011). Pengambilan sampel
menggunakan botol kaca bening, pemeriksaan warna urin dilakukan
dengan menggunakan PURI (Periksa Urin Sendiri) dengan grafik warna
urin. Cara pemeriksaan warna urin yaitu sebagai berikut :
a. Tampung urin dalam wadah yang bening atau transparan (pot
urin botol bening) ketika berkemih.
b. Perhatikan warna urin dalam wadah bening di bawah cahaya
matahari atau di bawah lampu neon putih yang terang.
c. Bandingkan dengan tabel PURI grafik warna urin.
Menurut Amstrong (2005) kafein tidak terbukti dapat
menyebabkan dehidrasi kecuali jika meminumnya dalam jumlah
berlebihan. Jumlah yang berlebihan yaitu lebih dari 4 cangkir minuman
kafein (masing-masing berukuran 200 ml) per hari atau 500 mg kafein.
Jumlah yang berlebihan inilah yang dapat mengakibatkan meningkatnya
risiko dehidrasi.
Salah satu alasan minuman yang mengandung kafein seperti kopi,
teh, cokelat dan minuman energi dapat memberikan efek buruk terhadap
dehidrasi karena kafein memberikan efek diuretik bila dikonsumsi dalam
dosis besar (lebih dari 500 mg). Namun jumlah yang diminum di dalam
secangkir kopi atau teh tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi
Menurut Amstrong (2005) bahwa kafein yang merubah warna urin
menyebabkan ketidakseimbangan cairan tubuh dan elektrolit tetapi tidak
terbukti mempengaruhi status cairan harian secara keseluruhan. Hal ini
terbukti dengan studi di Inggris bahwa tidak ada perbedaan tingkat hidrasi
antara konsumsi minum kafein dalam jumlah sedang memberikan efek
hidrasi tak jauh berbeda dengan konsumsi cairan air putih.
Kafein memiliki sifat diuretik sehingga meningkatkan kebutuhan
untuk buang air kecil. Hal inilah yang menyebabkan kafein dapat
menyebabkan dehidrasi karena hilangnya cairan saat terlalu banyak
mengeluarkan cairan saat buang air kecil.
4. Tanda Dan Gejala Dehidrasi
Rasa lemah, cepat lelah, haus, dan kram otot dan hipotensi
ortostatik (pandangan menjadi gelap pada posisi berdiri lama) karena
berkurangnya volume cairan ektrasel akibat hipovolemia pada tingkat
yang ringan. Pada tingkat yang lebih berat (kurang air ≥ 6% berat badan),
juga dapat menyebabkan otot lemah, bicara tak lancar, bibir membiru,
Tabel 2.2
Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya % kehilangan berat badan
karena Air
Tanda-tanda yang ditimbulkan
1-2 Rasa haus yang kuat, kehilangan cita
rasa, perasaan tidak nyaman.
3-5 Mulut kering, pengeluaran urin
berkurang, bekerja dan konsentrasi lebih sulit, kulit merasa panas, gemetar berlebihan, tidak sadar, mengantuk, muntah, ketidakstabilan emosi.
6-8 Peningkatan suhu tubuh, peningkatan
denyut jantung dan pernapasan, pusing, sesak nafas, bicara tak lancar, pusing, otot lemah, bibir membiru.
9-11 Kejang, berhalusinasi, lidah
bengkak, keseimbangan dan sirkulasi yang lemah, kegagalan ginjal, menurunnya volume dan tekanan darah
Sumber: Thomson Janice, Manore Melinda, Vaughan Linda dalam santoso dkk (2012)
5. Patofisiologis Dehidrasi
Menurut Muscari (2005) patofisiologi bergantung pada tipe dehidrasi.
a. Dehidrasi isotonik
1) Kehilangan cairan terutama melibatkan komponen ektrasel dan
volume darah sirkulasi, menyebabkan anak rentan terhadap
syok hipovolemik.
2) Kadar natrium serum menurun atau tetap dalam batas normal,
kadar klorida (Cl) menurun dan kadar kalium (K) tetap normal
b. Dehidrasi hipertonik
1) Kehilangan air yang berlebihan dibandingkan elektrolit,
mengakibatkan perpindahan cairan dari kompartemen intrasel
ke ekstrasel, yang dapat menyebabkan gangguan neurologis
seperti kejang.
2) Kadar natrium serum meningkat, kadar kalium (K) serum
bervariasi dan kadar klorida (Cl) meningkat.
c. Dehidrasi hipotonik
1) Pada dehidrasi hipotonik, cairan berpindah dari kompartemen
ekstrasel ke kompartemen intrasel sebagai usaha
mempertahankan keseimbangan osmorik, yang selanjutnya
dapat meningkatkan kebocoran CES dan secara umum
mengakibatkan syok hipovolemik.
2) Kadar natrium dalam serum menurun, klorida (Cl) menurun
dan kadar kalium bervariasi.
E. Dampak Dehidrasi
Dampak dehidrasi jangka pendek bila dibiarkan, maka akan
berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi bisa melemahkan anggota
gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai
pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus menerus juga bisa
meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker usus besar
dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi jangka pendek
juga dapat mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan
bahwa dehidrasi jangka pendek berpengaruh pada perubahan termoregulator
suhu pada tubuh.
Pada dehidrasi jangka pendek, mulanya adalah rasa haus yang muncul
dan tubuh kehilangan air sekitar 2 persen cairan tubuh, mulut dan lidah
menjadi kering, air liur pun berkurang. Pada saat itulah otak memberikan
perintah untuk segera minum sebagai pengganti cairan yang hilang. Pusat rasa
haus dikontrol oleh hipotalamus yang juga mengatur sekresi vasoperin
sekaligus. Keduanya bekerja secara terpadu memantau osmolaritas cairan di
sekitarnya yang kemudian akan mencerminkan konsentrasi keseluruhan
lingkungan cairan intrasel. Seiring dengan kebutuhan tubuh yang terus
meningkat dan peningkatan osmolaritas karena tubuh mengalami defisit air
maka sekresi vasopresin dan rasa haus harus diaktifkan. Akibatnya terjadi
reabsorpsi air pada tubulus distal dan koligentes meningkat sehingga tubuh
menghemat cadangan air, keadaan seperti ini akan memacu dehidrasi semakin
berat. Dehidrasi ringan yang dibiarkan secara terus menerus akan menjadi
dehidrasi yang jangka panjang mengakibatkan kegagalan multi organ dan
mengakibatkan kematian (Sherwood, 2011).
Dehidrasi dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan stroke.
Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air. Saat terjadi dehidrasi, aliran darah
yang masuk dan keluar di otak tak seimbang. Pembuluh darah balik dari otak
menuju serambi jantung mengalami kolaps atau kempot karena kekurangan
cairan. Dalam jangka panjang, kolaps melambatkan aliran darah. Apabila
darah tubuh kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan
memungkinkan terjadinya stroke. Di otak, darah yang mengental sangat sulit
untuk bersirkulasi, karena sel-sel otak sangat boros mengkonsumsi makanan
dan oksigen yang hanya bisa diperoleh dari darah, maka aliran darah yang
lambat ini bisa menyebabkan sel-sel otak cepat mati sehingga risiko serangan
stroke lebih besar (Sherwood, 2011).
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dehidrasi Jangka Pendek 1. Obesitas
Obesitas adalah Kondisi dimana tubuh mengalami penumpukan
lemak yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas
normal. Obesitas yang dimaksud pada penelitian ini merupakan
obesitas umum, menurut Riskesdas (2007) istilah obesitas umum
digunakan untuk gabungan kategori berat badan lebih (overweight) dan
obese.
Obesitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif (Harmanto, 2006). Kelebihan berat badan
sebanyak 20% akan berdampak pada risiko kesehatan. Efek obesitas
yang merugikan kesehatan bukan hanya berhubungan dengan berat
badan total tetapi juga dengan distribusi simpanan lemak. Lemak
sentral atau lemak viseral berkaitan dengan risiko kesehatan yang jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan akumulasi lemak yang
berlebihan dalam jaringan subkutan (Mitchell, 2006).
Obesitas merupakan gangguan pada keseimbangan energi. Kalau
energi yang berasal dari makanan melampaui pengeluaran energi,
dalam jaringan adiposa (Mitchell, 2006). Orang yang obesitas sangat
rentan terhadap kehilangan air. Kekurangan air (dehidrasi) dapat
terjadi dengan cepat selama berlangsungnya mekanisme kehilangan air
seperti berkeringat, demam, diare dan muntah (Slonane, 2004).
Jumlah air di luar sel berbeda menurut tingkat kegemukan
seseorang, yaitu jumlah air lebih rendah pada orang gemuk dan lebih
tinggi pada orang kurus. Jumlah air di luar sel pada orang kurus,
kurang lebih 25 % berat badan. Pada orang yang memiliki berat badan
sedang 20 % berat badan. Sedangkan pada orang yang gemuk hanya
15 % berat badan (Almatsier dkk, 2011). Hal tersebut juga didukung
oleh penjelasan Santoso dkk (2012) yaitu pada orang obesitas dan
kegemukan kandungan lemak dalam tubuhnya lebih banyak jika
dibandingkan dengan seseorang yang tidak obesitas. Dengan demikian,
kekurangan air lebih cenderung terjadi pada seseorang yang gemuk
dan obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di
SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi
observasional dengan desain studi cross sectional didapatkan bahwa
terdapat perbedaan status hidrasi antara obesitas dan non obesitas (p=
0,024), kejadian dehidrasi lebih banyak dialami pada remaja obesitas
yaitu sebesar 83,9 %.
Peningkatan konsumsi air dapat membantu proses metabolisme
cadangan lemak. Mekanismenya ialah saat konsumsi air kurang, ginjal
akan bekerja cukup keras dan bergantung pada hati untuk
memecah lemak dalam tubuh. Ketika hati bekerja, lemak tubuh akan
cenderung disimpan dan bukan dipecah sehingga kurangnya konsumsi
cairan akan meningkatkan cadangan lemak pada bagian tertentu,
penyebaran lemak tubuh pada perempuan dan laki-laki berbeda (Ega
dkk, 2012).
Secara umum, respon metabolik pada laki-laki dan perempuan
cenderung sama, namun perempuan mengoksidasi lebih banyak lemak
daripada laki-laki selama latihan fisik, 63% cairan disimpan di otot
walaupun tidak kelihatan namun perempuan bergantung lebih banyak
pada glukosa darah dan kekurangan otot yang mengandung glikogen
daripada laki-laki. Hal ini yang menyebabkan perbedaan persen lemak
tubuh pada laki-laki dan perempuan karena laki-laki memiliki lebih
banyak otot daripada perempuan yang memiliki lebih banyak lemak
(Ega dkk, 2012).
Obesitas dapat dinilai dengan beberapa metode pengukuran
antropometri, yaitu dengan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh),
metode ini sangat sering digunakan karena adanya kemudahan dalam
melakukannya. Pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) membutuhkan
dua pengukuran sekaligus yaitu pengukuran berat badan yang diukur
menggunakan timbangan seca ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi
badan yang diukur menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm. Untuk
mendapatkan nilai IMT, diperlukan ukuran berat badan, dan tinggi
badan. Berikut masing-masing ukuran antropometri tersebut, antara
a. Berat badan
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak,
air dan mineral pada tulang (Gibson, 2005). Berat badan ini
diukur menggunakan timbangan sebagai alat ukur.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak
diketahui dengan tepat (Supariasa dkk, 2002). Alat ukur untuk
menentukan tinggi badan adalah microtoise. Tinggi badan
dapat diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki,
kedua tangan merapat ke badan, punggung dan pantat
menempel pada dinding dan pandangan diarahkan ke depan.
Kedua tangan bergantung relaks disamping badan. Potongan
kayu (atau logam), bagian dari alat pengukur tinggi badan
digeser, kemudian diturunkan hingga menyentuh bagian atas
(verteks) kepala. Sentuhan harus diperkuat jika subjek
berambut tebal (Arisman, 2007).
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian
status gizi anak, diketahui bahwa penilaian status gizi remaja
didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT (Indeks massa
tubuh) merupakan hasil dari pembagian antara berat badan dengan
Pengukuran status gizi anak umur diatas 5-18 tahun diukur
berdasarkan Z score dengan perbandingan indeks massa tubuh
terhadap umur (IMT/U). Status gizi dikategorikan menjadi sangat
kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas (WHO, 2007). Indeks
IMT/U diatas, dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu (Kemenkes,
2011):
Tabel 2.3
Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-NCHS Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak
Umur 5-18 tahun
Klasifikasi Ambang Batas (Z-score)
Sangat Kurus < -3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas > 2 SD
Sumber : Kementrian Kesehatan RI tahun 2011
2. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini,
usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh,
kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa
pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Karenanya, jumlah cairan yang
diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar
dibandingkan orang dewasa (Tamsuri, 2009). Pada masa remaja,
proses perubahan anatomis dan fisiologis berlangsung dengan cepat.
Peningkatan kecepatan dalam pertumbuhan akan meningkatkan proses
metabolik dan mengakibatkan sejumlah air dihasilkan sebagai produk
akhir metabolisme (Potter, 2005).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk
(2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelompok umur
dengan kejadian dehidrasi (p>0,05).
3. Jenis kelamin
Total air tubuh juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran
tubuh. Orang dengan persentase lemak tubuh lebih tinggi mempunyai
cairan tubuh yang lebih sedikit karena sel lemak mengandung sedikit
atau tidak ada air, dan jaringan tidak berlemak mengandung banyak
air. Wanita secara proporsional mempunyai lemak tubuh yang lebih
banyak dan air tubuh yang kurang dibanding pria. Air terhitung sekitar
60 persen dari berat badan seorang pria, tetapi hanya 50 persen dari
berat badan wanita dewasa. Pada orang yang obesitas, perhitungan
tersebut makin kurang, sekitar 30-40 persen dari berat badan orang
tersebut (Berman dkk, 2009).
Usia lebih dari 12 tahun akan mempengaruhi total air tubuh antara
laki-laki dan perempuan, dimana pada laki-laki lebih banyak
kandungan air tubuhnya dibandingkan perempuan karena laki-laki
mempunyai massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan perempuan
(Briawan dkk, 2011). Hal tersebut akan mempengaruhi kebutuhan
cairan yang lebih tinggi pada laki-laki, juga kebutuhan akan zat gizi
dilakukan oleh Tate et al (2012) menunjukkan kejadian obesitas lebih
banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia
menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa pada
remaja menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan status dehidrasi (p<0,05). Namun hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al
Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan
desain studi cross sectional yang diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan status hidrasi berdasarkan jenis kelamin (p=0,186).
4. Aktivitas fisik
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses
metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan
haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan
yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang
tidak disadari (inseble water loss) juga mengalami peningkatan akibat
peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat (Tamsuri,
2009).
Baik aktivitas tinggi maupun rendah, keduanya memiliki peluang
terhadap dehidrasi. Aktivitas fisik yang rendah juga dapat
menyebabkan berkurangnya konsumsi minum sehingga terdapat
peluang untuk terjadinya dehidrasi (Briawan, dkk, 2011). Kehilangan
dan lingkungan yang panas dan jika asupan air yang tidak mencukupi
dapat menimbulkan hypohydration persistent. Volume air yang
direkomendasikan umumnya antara 100-150% dari volume yang
hilang untuk menggantikan kehilangan air setelah melakukan aktivitas
fisik (Sharp, 2007).
Remaja lebih sering mengalami dehidrasi dikarenakan banyaknya
aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan cairan tubuh,
sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan dkk,
2011). Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan
timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).
Penelitian di Amerika pada orang dewasa menunjukkan bahwa
aktivitas luang memiliki hubungan dengan intake air putih dan total
asupan air. Menurut Kant et al (2009) aktivitas yang tinggi memiliki
hubungan dengan air dari minuman dan total asupan airnya. Aktivitas
fisik memiliki hubungan dengan asupan air. Namun hal ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk
(2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status dehidrasi
dengan tingkat aktivitas fisik (p>0,005), hal ini karena aktivitas fisik
pada subjek penelitian berada pada tingkat ringan dan hanya sedikit
yang aktivitasnya berat.
Total Volume aktivitas fisik dapat diukur dengan satuan Metabolic
perhitungan ini sering digunakan dalam menghitung total aktivitas
fisik dengan menggunakan kuesioner.
Rumus Tingkat Aktivitas Fisik:
PAL=
Keterangan :
PAL : Physical Activity Level (Tingkat Aktivitas Fisik)
PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan
untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu.
Tabel 2.4
Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai Physical Activity Level Kategori Aktivitas Fisik Nilai PAL
Ringan 1,40 ≤ PAL ≤ 1,69
Sedang 1,70 ≤ PAL ≤ 1,99
Berat 2,00 ≤ PAL ≤ 2,40
Sumber : FAO/WHO/UNU, 2001 5. Konsumsi cairan
Konsumsi cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh karena air memiliki
banyak fungsi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai medium
transportasi, pengatur suhu tubuh, pembentuk sel dan cairan tubuh
serta sebagai pelarut (Santoso dkk, 2012). Apabila air yang keluar dari
tubuh tidak digantikan dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup
maka sel-sel tubuh akan kehilangan air, kehilangan air inilah yang
Total cairan tubuh adalah cairan yang menempati ruang intrasel
dan ekstraseluler, yang terdiri dari sekitar 0,6 L/Kg (63,3%) dari massa
tubuh (Amstrong et al, 2005). Konsumsi air diatur oleh rasa haus dan
kenyang. Hal ini terjadi melalui perubahan yang dirasakan oleh mulut,
hipotalamus (pusat otak yang mengontrol pemeliharaan keseimbangan
air dan suhu tubuh) dan perut. Bila konsentrasi bahan-bahan di dalam
darah terlalu tinggi, maka bahan-bahan ini akan menarik air dan
kelenjar ludah. Mulut menjadi kering, dan timbul keinginan untuk
minum guna membasahi mulut. Bila hipotalamus mengetahui bahwa
konsentrasi darah terlalu tinggi, maka timbul rangsangan untuk
minum. Pengaturan minum dilakukan oleh saraf lambung (Almatsier,
2009).
Orang obesitas lebih mudah mengalami kekurangan air
dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Kebutuhan air
mengalami obesitas sebaiknya 2 gelas lebih banyak dibandingkan
kondisi normal (Santoso dkk, 2012). Penelitian yang dilakukan
Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang
menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross
sectional bahwa terdapat perbedaan total konsumsi cairan pada remaja
obesitas dan non obesitas (p=0.035). Konsumsi cairan lebih tinggi
pada remaja obesitas yaitu sebesar 2074,6 ml dibanding non obesitas
sebesar 1896,6 ml. Namun tidak ditemukan perbedaan konsumsi air
putih, konsumsi minuman lainnya dan cairan dari makanan pada
Menurut penelitian oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia dengan
menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa asupan
air pada remaja tidak berbeda signifikan terhadap kejadian dehidrasi
(p>0,05).
Pengukuran konsumsi cairan menggunakan food recall selama 24
jam, Menurut Supariasa dkk (2002) Prinsip dari metode food recall 24
jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi makanan
individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan URT (ukuran
rumah tangga) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran
lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Recall dilakukan
berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Kelebihan
menggunakan metode recall 24 jam, yaitu :
a. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani
responden
b. Biaya relatif murah
c. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
d. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Konsumsi
cairan yang berasal dari makanan dikonversikan kedalam kandungan
air dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Adapun konversi yang digunakan untuk mengukur konsumsi cairan
KGij = (BJ/100) x Gij x (BDD/100)
Keterangan :
KGij = kandungan air dalam bahan makanan
Bj = berat makanan yang dikonsumsi (gram)
Gij = kandungan air dalam 100 gram BDD bahan makanan
BDDj = bagian bahan makanan yang dapat dimakan
6. Pengetahuan tentang air dan dehidrasi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi konsumsi cairan baik
dalam hal kualitas maupun kuantitas, serta dalam kebiasaan minum
sehari-harinya. Pengetahuan yang semakin baik akan mendorong
seseorang untuk mengkonsumsi cairan sesuai kebutuhan dan memiliki
kebiasaan minum yang lebih baik pula sehingga risiko mengalami
dehidrasi lebih kecil (Hardinsyah dkk, 2009).
Kurangnya pengetahuan mengenai manfaat lebih dari air putih bagi
kesehatan tubuh juga memberikan peluang bagi remaja untuk tidak
memperhatikan air putih bagi tubuhnya (Maulana, 2010). Menurut
cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja dan total subyek
menunjukkan terdapat hubungan antara status dehidrasi dan tingkat
pengetahuan subyek (p<0,05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14
Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain
studi cross sectional menyatakan bahwa pengetahuan tentang cairan
diketahui signifikan mempengaruhi perbedaan status hidrasi
(p=0,003).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan
yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan di atas (Arikunto, 2009).
Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan
yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Khomsan
(2003) dalam Diyani (2012) kategori pengetahuan dapat ditentukan
dengan kriteria :
a. Pengetahuan Rendah : apabila nilai ≤ 80 % dari semua jawaban yang benar.
b. Pengetahuan Tinggi : apabila nilai > 80 % dari semua jawaban