Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh
Hendrix NIM:208044100008
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
i
islam dan Hukum Positif (Analisis Putusan Pengadian Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013 PA)
Skripsi: Diajukan kepada fakultas Syariah dan Hukukm sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah UIN syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.
Skripsi ini ditujukan untuk lebih memperjelas dalam pemahaman terhadap permasalahan dalam KHI yang tidak tertera alasan perceraian karena faktor narkoba. Sedangkan pada prakteknya di Pengadilan Agama Tigaraksa terjadi perceraian dengan alasan suami pengguna narkoba.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas sesuai dengan pemahaman deksrptif. Penelitian ini berupa analisis tehadap kasus yang berkenaan dengan cerai gugat dengan alasan kekerasaan dalam rumah tangga yang dipengaruhi oleh narkoba yang terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa.
Setelah melihat dan menganalisa putusan Pengadilan Agama Tigaraksa ada beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembahasan gugat cerai karena suami pemakai narkoba, yaitu:
1. Dalam memutuskan perkara tersebut, hakim berusaha objektif dan berhati - hati dengan teliti karena tidak sedikit juga kasus yang timbul bukan murni dari faktor narkoba, tetapi dari unsur lain seperti masalah ekonomi, komunikasi pasif, perselingkuhan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga yang menjadikan unsur narkoba, sebagai alasan tambahan dalam pengajuan gugatan perceraian.
ii
Alhamdulilahirabil ‘alamin, segala puja puji serta Syukur dipanjatkan
kepada Allah SWT, Tuhan yang mengatur seluruh kehidupan dan penguasa
seluruh kehendak hati manusia. Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan
selamanya kepada ushwah hasanah kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah
mengajarkan kepada umatnya bagaimana memaknai hidup ini sesungguhnya, tak
lupa pula kepada keluarganya, sahabat dan umatnya yang senantiasa kukuh dan
istiqomah dalam memegang sunahnya, sampai hari pembalasan.
Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Progam Studi
Ahwal Syakhsiyah konsentrasi Peradilan Agama Fakultas Syariah dan hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis banyak mendapat bantuan dan
sumbangan motifasi dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Oleh karena itu izinkanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima ksaih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Prof. Dr. H. Muhammad
Amin Suma, SH, MA, MM.
2. Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ahwal Syakhsiyah
konsentrasi Peradilan Agama: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, dan Hj.
Rosdiana MA yang selalu memberikan bimbingan, motifasi kepada
penulis sehingga penulis bisa merampungkan skripsi ini.
3. Dosen pembimbing: Afwan Faizin MA. ditengah kesibukanya, beliau
telah banyak meluangkan waktu serta arahan dan ilmunya selama penulis
iii
5. Kepada seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan
Hukum UIN Jakarta yang telah memberikan bantuan berupa bahan bahan
yang menjadi referensi dalam penulisan ini.
6. Hakim pengadilan Agama Tigaraksa kabupaten Tangerang. Drs. Supyan
Maulani. yang telah membantu penulis dalam wawancara, panitera Drs. H.
Baihaki, dan pegawai pengadilan Agama Tigaraksa kabupaten yang
sangat membantu penulis dalam memperoleh data-data yang penulis
butuhkan.
7. Ayahanda H.Warida bin Tarmidzi dan ibunda Hj. Arkoni yang selama ini
selalu menjaga dan merawat, mendidik, mendorong serta membimbing
dalam penulisan ini dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. serta
dukungan dari istri tercinta Puji Asih dan anakku yang tersayang M. Luthfi
Messi Al-warid, begitu pula saudara-saudara, Heri Iswanto, Eli Wiyatna,
Ade Yulianti dan seluruh keluarga besar Al warid yang penulis
cintai.mereka juga selalu memotivasi dan mendoakan penulis.
8. Kepada kawan seperjuangan PA 2008, semoga perjuangan dan
persahabatan kita semakin erat walaupun jauh dimata.
Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. dan mudah-mudahan semua
yang telah penulis lakukan mendapat Ridha Allah SWT, semoga Skripsi ini
bermanfaat.
Jakarta, 7 maret 2014 M
iv
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Review Studi Terdahulu ... 7
E. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Perceraian ... 12
B. Perceraian dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974 ... 19
C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat ... 29
D. Pengertian dan Jenis-jenis Narkoba ... 32
E. Dampak Negatif Narkoba ... 36
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA A. Sejarah Singkat ... 40
B. Struktur Organisasi ... 42
C. Tugas dan Wewenang ... 45
v
A. Kronologis Kasus Perceraian Dalam Perkara Cerai Gugat
Karena Suami Pengguna Narkoba ... 51
B. Pertimbangan dan Putusan Hakim ditinjau dari Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif ...53
C. Analisis Putusan ...66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
1
BAB I PENDAHULUAN
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan atau rumah tangga adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah (Ijab Kabul) dengan
tujuan untuk membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera. 1
Sayyid Sabiq menulis dalam bukunya Fikih Sunnah: “Perkawinan adalah
suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak,
berkembang biak dan melestarikan hidupnya, setelah masing-masing pasangan
siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.”2
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah. Perkawinan juga merupakan sunnatullah yang
artinya perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya semata-mata keinginan
manusia semata atau hawa nafsunya saja, karena seorang yang telah berumah
tangga berarti ia telah menjalankan sebagian syari‟at Agama Islam.
Sedangkan dalam syari‟at Islam tujuan dari perkawinan yaitu: 1) Membuat
hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi terhormat dan saling meridhai.
2) Memberikan jalan yang paling sentosa pada sex sebagai naluri manusia,
memelihara keturunan dengan baik dan menghindarkan kaum wanita dari
penindasan kaum laki-laki. 3) Membuat pergaulan suami istri berada dalam
naungan naluri keibuan dan kebapaan, sehingga akan melahirkan anak keturunan
1
Sidi Nazar Bakry, “Kunci Keutuhan Rumah Tangga ;Keluarga Yang Sakinah
“(Jakarta:Pedoman ilmu Jaya,2001) Cet. I, h.2.
2
yang baik sebagai generasi penerus misi kekhalifahan. 4) Menimbulkan suasana
yang tertib dan aman dalam kehidupan sosial.3
Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah saling
berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati
satu dengan yang lainnya. sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang
diinginkan. tujuan perkawinan itu tertulis pada Kompilasi Hukum Islam atau yang
biasa disebut KHI, pada pasal 3 yang berbunyi: “Perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”. 4
Akan tetapi tidak dapat di pungkiri bahwa dalam kenyataan hidup yang
terdapat di masyarakat roda kehidupan berjalan dinamis, tidak lepas dari
perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dengan istri.
Kenyataan hidup seperti itu membuktikan bahwa memelihara kelestarian
kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah perkara yang mudah di
laksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang harmonis
antara suami istri tidak dapat di wujudkan.
Munculnya perubahan hidup antara suami dan istri, timbul perselisihan
pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati pada masing-masing
memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana harmonis
menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang menjadi
kebencian. 5
3
H. M. Zuffran Sabrie, Analisa Hukum Islam Tentang Anak Luar Nikah. (Jakarta: Departemen Agama RI, 1998), h. 7-8.
4
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Departemen Agama RI, Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam Tahun 2001, h.14.
5
Dengan begitu Allah SWT mengantisipasinya kemungkinan terjadinya
perceraian dan menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak
mungkin di hindarkan.6
Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat di tempuh oleh suami istri
dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan upaya perdamaian
secara maksimal. Perceraian dapat dilakukan atas kemauan suami ataupun yang
permintaan istri yang disebut cerai gugat.7 Pada dasarnya hukum Islam
menetapkan bahwa alasan perceraian hanya satu macam saja, yaitu pertengkaran
yang sangat memuncak dan membahayakan keselamatan jiwa yang disebut
dengan syiqoq.8
Sedangkan menurut hukum perdata, perceraian hanya dapat terjadi
berdasarkan alasan-alasan yang di tentukan oleh Undang-undang dan harus
dilakukan di depan sidang pengadilan.9Dalam kaitan ini ada dua pengertian yang
perlu dipahami yaitu istilah “bubarnya perkawinan dan perceraian “.10
Perceraian adalah salah satu sebab dari bubarnya atau putusnya perkawinan.
Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak
6
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h.190.
7
Syekh Mahmuduna Nasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung :Ramaja Rosdakarya,1991), h.509.
8
Erlan Naofal, Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Belanda, artikel diakses dari http://badilag. Net.data /artikel/alasan Perceraian Menurut Hukum Islam.pdf. Pada tanggal 30 Januari 2010.
9
Yahya Harahap, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pada Pengadilan Agama, Jakarta, Al-Hikmah, 1975), h.133.
10
meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya putusan
pengadilan.kemudian dalam pasal 39 ayat (2) di tentukan bahwa untuk
melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami istri tidak akan
hidup sebagai suami istri. Ketentuan ini di pertegas lagi dalam penjelasan pasal 39
ayat (2) tersebut dan pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang
mana disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan
perceraian:11
1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan yang
yang sah atau karena hal lain diluar kemauanya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyaan berat yang
membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan
tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami istri.
6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan perceraian ini adalah sama seperti yang tersebut dalam pasal 116
kompilasi hukum Islam dalam penambahan dua ayat yaitu: (a) suami melanggar
taklik talak dan (b) peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidak rukunan dalam berumah tangga.
11
Salah satu bentuk perceraian adalah dengan talak. Talak secara harfiyah
berati lepas dan bebas. Dihubungkan arti kata ini dengan putusanya perkawinan
karena antara suami dan istri sudah lepas hubunganya satu masing-masing sudah
bebas. Dalam mengemukakan rumusan yang berbeda namun esensinya sama.
Selain talak, bentuk perceraian yang lain adalah dengan fasakh. Fasak
berasal dari bahasa Arab dari asal kata fa-sa-kha yang secara etimologi berarti
membatalkan. Sedangkan secara terminology fasakh berarti membatalkan ikatan
pernikahan oleh pengadilan agama atau karena pernikahan yang terlanjur
menyalahi hukum pernikahan.
Dari pembahasan di atas penulis merasa tergugah untuk meneliti tentang
kasus perkara gugatan cerai istri dengan alasan suami pemakai narkoba, yang
menimbulkan cekcok dalam keluarga tersebut yang berakibatkan perceraian yang
diajukan oleh istri (Cerai gugat) dikarenakan istri tidak sanggup menerima cacat
kelakuan semisal yang tertera dalam putusan yakni suami sebagai pengguna
narkoba, suami melakukan perselingkuhan, bertindak kasar baik itu ucapan
maupun perbuatan yang mengakibatkan cerai yang diajukan istri sebagai alternatif
terakhir demi kebaikan kedua belah pihak. Guna mendapatkan jawaban yang jelas
serta bukti yang konkrit tentang permasalahan tersebut, maka penulis membuat
penelitian yang berjudul “Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba”
(Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasaan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis
membatasi lingkup permasalahan yang terjadi dalam hal suami pengguna narkoba
dalam putusan Pengadilan Agama Kabupaten Tanggerang.
Putusan perkara Pengadilan AgamaTanggerang dibatasi pula putusan hakim
yang memutuskan bahwa istri dapat mengajukan cerai gugat dengan alasan suami
pengguna narkoba.
2. Perumusan Masalah
Di dalam KHI tidak tertera alasan – alasan perceraian karena faktor narkoba.
Sedangkan pada prakteknya di Pengadilan Agama tanggerang terjadi perceraian
alasan suami pengguna narkoba. Untuk lebih memperjelas dalam pemahaman
terhadap permasalahan tersebut, maka penulis rincikan bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
a. Apa yang menjadi pertimbangan hakim memutuskan perkara nomor
0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs ?
b. Apakah pertimbangan hakim sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetauhui alasan hakim dalam memutuskan perkara nomor
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin penulis sampaikan dari penelitian ini adalah,
setidaknya sebagai berikut :
a. Menjelaskan tentang cara hakim memutuskan suatu perkara dan
metode-metode yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan suatu putusan.
b. Ingin memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai bagaimana
sebenarnya proses penyelesaian perkara cerai gugat akibat narkoba.
c. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
acuan dan masukan bagi Sarjana Hukum Islam yang bersifat praktis dan
menjadi rujukan bagi para civitas akademi dan golongan education pada
umumnya.
D. Review Studi Terdahulu
No Identitas Substantive Perbedaan
1 Muhammad Yasir Arafat, Perceraian
akibat kekerasan
dalam rumah
tangga di
Pengadilan agama
Jakarta Selatan.
Tentang perceraian
yang terjadi dalam
rumah tangga yang
bersangkutan dengan
faktor, bentuk serta
latar belakang
terjadinya Khulu‟
Menjelaskan tentang
cerai gugat yang terjadi
akibat suami pengguna
narkoba, jenis – jenis
perceraian dan bahaya
Fakultas syariah
dan hukum.2007
2 Zakaria, Penyelesaian
perkara cerai gugat
akibat kekerasan
dalam rumah
tangga (Studi
putusan Pengadilan
Agama Jakarta
Selatan No. 1122/
pdt.G/2004/ PA.
JS), 2004
Mengenai putusan
Pengadilan Agama
Jakarta Selatan yang
membahas tentang
perkara cerai gugat
akibat kekerasan dalam
rumah tangga
Mengenai putusan
Penagdilan Agama
Kabupaten Tangerang
yang membahas tantang
perkara cerai gugat
akibat suami pengguna
Narkoba.
3 Halimatus Sa‟adah
Cerai gugat karena
penganiayaan suami
(Studi kasus di
Pengadilan Agama
Tanggerang).
Mengenai tingginya
cerai gugat di
pengadilan Agama
Tanggerang tentang
kasus penganiayaan
terhadap istri.
Menjelaskan tentang
terjadinya perceraian
karena suami pengguna
E. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian dengan
pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas sesuai dengan
pemahaman deksriptif. Penelitian ini berupa analisis tehadap kasus yang
berkenaan dengan cerai gugat dengan alasan kekerasaan dalam rumah tangga
yang di pengaruhi oleh narkoba yang terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa.
2. Kriteria Dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer:
1) Putusan PA Tigaraksa tentang cerai gugat karena narkoba
2) Wawancara mendalam terhadap Hakim yang memutus perkara nonmor
0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs yaitu Drs. Supyan Maulani.
b. Data Sekunder:
1) Buku-buku yang berkenaan dengan tentang cerai (thalak, khulu‟)
2) Artikel-artikel yang berkaitan dengan topik yang sedang di bahas, baik
dari surat kabar ataupun artikel
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam mengumpullkan data penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Wawancara, yaitu teknik untuk mengumpulkan data untuk mendapatkan
informasi dengan cara mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan
b. Studi documenter untuk mendapatkan data tentang profil Pengadilan
Agama Tigaraksa dan mendapatkan berkas putusan.
c. kajian kepustakaan, untuk memahami teori-teori dan konsep yang
berkenaan dengan dengan metode ijtihad hakim melalui berbagai buku dan
literatur yang dipandang mewakili dan berkaitan dengan objek penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah analisis yuresprudensi. Yaitu teknik analisis
berdasarkan undang-undang dan putusan Pengadilan Agama Tigaraksa. Yang
berusaha dan menyimpulkan dengan mengambil bagian atau hal yang berifat
khusus dalam bentuk kasus dan data menjadi kesimpulan umum yang berlaku
secara general.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada “Buku pedoman penulisan
Skripsi Tahun 2012 Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Syariah dan Hukum”, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.12
F. Sistematika Penulisan
Agar mendapatkan gambaran dari isi skripsi ini maka perlu kiranya disusun
sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan. dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ,
metode penelitian serta tekhnik penelitian dan sistematika penulisan.
12
Bab II : Tinjauan Umum tentang perceraian . Dalam bab ini di bahas tentang review studi terdahulu, pengertian, dasar hukum perceraian, alasan
perceraian , perbedaan cerai talaq dan gugat, pengertian narkoba ,jenis
jenis narkoba, dampak negative narkoba dan analisis penulis
Bab III : Profil, demografis dan data perceraian di pengadilan agama
tanggerang
Bab IV : kronologis perkara, putusan hakim, dan analisis penulis
Bab V : Penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari
12
BAB II
KERANGKA TEORITIS
G. KERANGKA TEORITIS
A. Perceraian
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian
Perceraian berasal dari Bahasa Arab yaitu thalaq yang berarti membuka
ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau tawanan ataupun ikatan ma’nawi
seperti ikatan pernikahan. Sedangkan thalaq menurut istilah adalah
menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan
menggunakan kata-kata tertentu. Secara spesifik menurut syara‟ thalaq adalah
melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.13
perkataan thalak dan furqah dalam istilah fiqih mempunyai arti yang umum dan
arti yang khusus. Arti yang umum, ialah segala macam bentuk perceraian yang di
jatuhkan oleh suami, yang telah di tetapkan oleh Hakim dan perceraian yang jatuh
dengan sendirinya seperti perceraian yang di sebabkan meninggalnya salah
seorang dari suami atau istri.arti khusus ialah perceraian yang di jatuhkan oleh
suami saja.14
Thalak merupakan kalimat Bahasa Arab yang artinya “menceraikan„‟ atau
“melepaskan“ mengikuti istilah syara ia bermaksud, melepaskan ikatan
pernikahan atau perkawinan dengan kalimat lafaz yang menunjukan talak atau
perceraian.
13
Kamal muckhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987 ), Cet ke-1, h.94.
14
Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa pengertian dari talak,
kata talak berasal dari Bahasa Arab “ithlaq” yang berati melepaskan ikatan
perkawinan yakni perceraian antara suami istri.15 Thalak merupakan perceraian
yang timbul karena sebab-sebab dari pihak suami.16
Jika suami melafadzkan kalimat sindirian kepada istrinya, maka dengan
sendirinya mereka berdua telah berpisah dan istrinya berada dalam keadaan Iddah,
jika semasa istri didalam Iddah kedua pasangan ingin berdamai, mereka boleh
rujuk semula tanpa melalui proses pernikahan. Sebagaimana firman Allah SWT
Surat At – Thalak ayat 2 yang berbunyi:
Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
Adapun pengertian perceraian menurut istilah ahli Hukum adalah: Mazhab
Syafi'i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafal talak
atau yang semakna dengan lafal talak itu.
15
Muhammad Baghir Al Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Quran , As-Sunnah dan Pendapat para ulama, ( Bandung: Mizan, 2002), Cet ke 2, h. 81.
16
a. Mazhab maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang
menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.17
b. Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali mendefinisikanya sebagai pelepasan
ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan perkawinan dimasa
yang akan datang.
c. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan melepas tali perkawinan dan
mengakhiri hubungan suami istri.18
Menurut Prof. Subekti , S.H. Perceraian adalah penghapusan perkawinan
dengan putusan Hakim, atau tuntutan dari salah satu pihak dalam perkawinan
tersebut.19
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan talak
sebagai ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu
sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
129, 130, dan 131.20 perceraian ( talak ) dalam ajaran Islam diatur dalam Al -
Quran dan Hadist Nabi SAW. Dengan adanya landasan tersebut menegaskan
bahwa perceraian dalam Islam boleh dilakukan sebagaimana yang tercantum
dalam surat Al - Baqarah ayat 229:
17
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam "Nikah", Ensiklopedia Islam, (jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet ke - 2, jilid 4, h. 53
18
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, (Bandung: PT.Al - Ma'arif, 1996, )cet ke 2, jlid 9.
19
Subekti, Pokok - Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003)cet.ke 31, h. 42 .
20
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
2. Alasan Perceraian
Ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus dan tata caranya telah diatur di
dalam fikih maupun didalam UUP. Meskipun perkawinan tersebut dipandang
mutlak atau tidak boleh dianggap tidak dapat di putuskan. Perkawinan Islam tidak
boleh dipandang sebagai sebuah sakramen seperti yang terdapat di dalam Agama
Hindu dan Kristen, sehingga tidak dapat diputuskan. Ikatan perkawinan harus
dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, bisa bertahan dengan bahagia dan bisa
juga putus di tengah jalan.21
Para Ulama klasik juga telah membahas masalah putusnya perkawinan ini di
dalam lembaran kitab-kitab fikih. Menurut Imam Malik sebab-sebab putusnya
perkawinan adalah thalak, khulu', khiyar atau fasakh, syiqoq, nusyuz, ila' dan
21
zihar. Imam syafi'i menuliskan sebab-sebab putusnya perkawinan adalah thalak,
khulu' khiyar atau fasakh, syiqaq, nusyuz, ila' dan zihar.22
Islam mendorong terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal dan
menghindarkan terjadinya perceraian (talak). Dapatlah dikatakan, pada hal-hal
yang darurat.
Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga
yang dapat memicu terjadinaya perceraian, yaitu.23
a. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Istri
Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap
suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan
dan hal-hal yang dapat menggangu keharmonisan rumah tangga.
Berdasarkan firman Allah SWT memberi opsi sebagai berikut:
1) Istri diberi nasihat dengan cara ma'ruf agar ia segera sadar terhadap
kekeliruan yang diperbuatnya.
2) Pisah ranjang, cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi istri
dan dalam kesendirianya tersebut ia dapat melakukan koreksi terhadap
kekeliruanya.
3) Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah memberi
hukuman fisik dengan cara memukulnya, penting untuk dicatat yang boleh
dipukul adalah bagian yang tidak membahayakan si istri, seperti
betisnya.24
22
Azhari Akmal Taringan dan Amirul Nuruddin, Hukum..., h. 208.
23
Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, Rajawali Pres, 1995), h. 269- 272.
24
b. Nusyuz Suami Terhadap Istri
Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari istri tetapi dapat
juga datang dari seorang suami. Selama ini sering disalah pahami bahwa nusyuz
datang dari seorang istri saj, padahal Al- Quran juga menyebutkan adanya nusyuz
dari suami sebagaimana yang tercantum pada firman Allah SWT : (Annisa 4 /
128).
Artinya : Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuzatau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Adapun nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak
suami untuk memenuhi kewajibannya terhadap istri, baik nafkah lahir ataupun
bathin.
c. Terjadinya Syiqoq
Jika kedua kemungkinan diatas disebutkan di muka menggambarkan satu
pihak yang melakukan nusyuz sedangkan pihak yang lain dalam kondisi normal,
maka kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena kedua - duanya terlibat dalam
Syiqoq (percekcokan), misalnya disebabkan karena faktor ekonomi, sehingga
Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh alasan
Syiqoq. Dalam penjelasan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1989 dinyatakan
bahwa Syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami
istri.
Untuk sampai kesimpulan bahwa istri tidak dapat lagi di damaikan harus di
lalui beberapa proses. Sebagaimana firman Allah SWT Q.S. Annisa: 35)
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
d. Salah Satu Pihak Melakukan Perbuatan Zina yang Menimbulkan Saling Tuduh Menuduh Antar Keduanya.
Cara menyelesaikan adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang di
dakwakan dengan cara li'an seperti telah di singgung di muka. Li'an sesungguhnya
telah memasuki "gerbang putusnya" perkawinan, dan bahkan untuk selama
lamanya. Karena akibat Li'an adalah terjadinya talak ba'in kubro.25
Jika diamati aturan-aturan fiqh yang berkenaan dengan talak, terkesan
seolah-olah fikih memberi aturan yang sangat longgar bahkan dalam tingkat
tetentu memberikan kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki. Seolah-olah talak
25
menjadi hak laki-laki sehingga bisa saja seorang suami bertindak otoriter.
Misalnya, mencerai istri secara sepihak.26
Jika fikih terkesan mempermudah terjadinya perceraian, maka, UUP dan
aturan-aturan lainya terkesan mempersulit terjadinya perceraian ini untuk dapat
terwujudnya sebuah perceraian harus ada alasan-alasan tertentu yang dibenarkan
Undang-undang dan ajaran agama. Jadi semata-mata diserahkan kepada
aturan-aturan agama.27
B. Perceraian dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Pada pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan
adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa, salah satu fungsi Undang - Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 dan
PP No. 9 tahun 1995 adalah untuk mengatur dan membatasi penggunaan dan
kebolehan talak dengan berbagai syarat yang disesuaikan dengan hukum Islam.
Dan tatacara penggunaan talak mesti melalui campur tangan Pengadilan Agama
yang diberi kewenangan untuk menilai dan mempertimbangkan apakah dasr
alasan suami untuk menthalak istri menurut hukum Islam.
Karena itulah, menurut Al-Sayyid syabiq, penentuan syarat-syarat layak
tidaknya suatu perceraian diakabulkan pengadilan didasarkan pada prinsip
meringankan urusan manusia menjauhkan segala kesempitan serta berpijak pada
jiwa syariat Islam yang penuh dengan kemudahan.28
26
Ibid., h. 215.
27
Ibid., h. 216.
28
Dalam kitab - kitab fiqih klasik cukup banyak yang bisa dijadikan alasan
perceraian, baik dari pihak istri maupun dari pihak suami. Namun dalam
pembahasan ini penulis hanya mendiskripsikan alasan-alasan perceraian yang
tercover dalam Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, jo. PP No. 9 tahun
1995 pasal 19 jo, KHI pasal 116.
Dalam KHI pasal 116 disebabkan bahwa alasan alasan perceraian dibagi
menjadi delapan, yaitu dari poin 1 sampai 8, yaitu :
1. Salah satu pihak berbuat zina ataupun pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan. Secara umum "zina" bagi orang yang
terkait perkawinan ialah hubungan kelamin (sexual interourse) yang dilakukan
oleh suami atau istri dengan seseorang pihak ketiga yang berlainan seks.29 Hal
lain yang dapat dijadikan alasan perceraian, salah satu menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi, atau kebiasaan lainya yang tak bisa disembuhkan. Sebab
semua kebiasaan lainnya yang tak bisa disembuhkan, sebab semua kebiasaan
itu selain melanggar larangan agama juga merugikan diri sendiri, keluarga dan
masyarakat. Hingga, bila suami atau istri ada yang punya kebiasaan tersebut,
lantas salah satu pihak menggugat, maka pengadilan bisa mengabulkanya. Jadi
alasan zina, penjudi, pemabuk, dan lain sebagainya adalah alasan alasan yang
dapat dipergunakan dalam hukum Islam untuk meminta Cerai. Istri yang
berbuat zina memberi hak kepada suaminya untuk menceraikanya, dan
sebaliknya. Demikian pula suami istri yang suka mabuk, penjudi, pemadat,
29
dapat menjadi alasan agar pengadilan memfaskhkan perkawinanya. Dan suami
terhadap istri penjudi, pemabuk, pemadat dapat pula menthalaknya.30
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuanya. Jadi bila suami meninggalkan istri atau istri meninggalkan
suami selam 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan alasanya yang sah, maka
bisa dijadikan alasan peceraian, "meninggalkan pihak lain" setidaknya harus
memenuhi kriteria di bawah ini yaitu pertama, tindakan meninggalkan pihak
lain sebagai kesadaran kehendak bebas. Kedua, bukan karena ada suatu sebab
memaksa yang tak dapat dielakan, seperti suami atas perintah jabatan
dipindahkan ketempat lain.31 Ketiga, tindakan disersi tersebut tanpa izin dan
persetujuan pihak lain dan keempat, perbuatan tersebut harus berturut-turut
untuk minimal 2 tahun.32 Selanjutnya dalam mengomentari masalah ini, M.
Yahya Harahap mengungkapkan: Bagaimanapun dalam mempertimbangkan
permintaan cerai dengan alasan meninggalkan tempat kediaman bersama
sesuatu hal yang mesti dijadikan dasar untuk mengambil kesimpulan harus di
tentukan faktor-faktor:
a. Apa sebab tejadinya peristiwa itu.
b. Dan dipihak siapa letaknya kesalahan yang menjadi sebab istri atau suami
pergi meninggalkan tempat kediaman bersama tersebut.
c. Dan gugatan dengan sendirinya gugur apabila sebelum ada putusan yang
meninggalkan tempat kediaman, kembali dengan suka rela.
30
M. Yahaya Harahap, Hukum..., h. 139.
31
M. Yahaya Harahap, Hukum..., h. 124.
32
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Dari rumusan tersebut,
bahwa baik suami maupun istri dapat menurut perceraian jika salah satu pihak
mendapat hukuman badan (life imprisonment), namun hal itu baru merupakan
alasan, bila hukuman badan tersebut dijatuhkan setelah terjadi perkawinan.
Perrmasalahan alasan ini sangat sederhana dan penerapanya tidaak
memerlukan penafsiran, artinya, dalam pasal 23 PP No. 9/1975 jo. Pasal 74
Undang - Undang No. 7 tahun 1989 telah menentukan bahwa salinan putusan
pidana yang bersangkutan ( suami istri) langsung dianggap mempunyai
kekuatan pembuktian yang menentukan ( bislende bewijskracht). 33
Karena pasal yang dimaksud terdaapat kalimat yang berbunyi:
"Untuk mendapatkan putusaan perceraian sebagai bukti penggugat
cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara
disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu, mempunyai
kekuatan hukum yang tetap".
Pasal 23 PP no. 9/1975 Jo. Gugatan perceraian karena yang salah
seorang dari suami istri mendapat hukuman yang lebih berat sebagaiman yang
dimaksud dalam pasal 19 huruf c, maka untuk mendapatkan putusan
perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan
pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan
bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap"
33
Pasal 74 Undang - Undang No.7 tahun 2989. Apabila gugatan Percival
didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk
memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup
menyampaikan salinan putusan pengadilan yang berwenang yang
memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari penegasan diatas, telah jelas bahwa salinan bahwa salinan
putusan pidan dalam perkara perceraian yang didasarkan atas alasan mendapat
hukuman penjara 5 tahun.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
Tema kekejaman dan penganiayaan berat masih Universal dan belum
ada standar baku. Maka, ia masih membutuhkan peluang interpretasi dan
penafsiran-penafsiran. Secara umum, kekejaman biasanya perlakuan terhadap
fisik. Artinya, perbuatan itu menyebabkan sakit atau membahayakan.
Maka, dalam hal ini, M. Yahya harahap memberikan penafsiran bahwa
kekejaman tidak hanya bersifat fisik, tapi bisa juga kekejaman terhadap
mental. Seperti penghinaan, penistaan, caci maki, selalu marah akibat
cemburu yang berlebihan dan tak beralasan, atau suami berlaku diktator,
sering berlaku kasar serta kotor. Sebab, kekejaman itu suami pada ketenangan
jiwa dan pikiran yang berdampak membahyakan jasmani maupun rohani.34
34
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.
Maksud cacat badan atau penyakit disini ialah cacat jasmani atau
rohani yang tidak dapat dihilangkan atau sekalipun dapat sembuh / dalam
waktu yang cukup lama. Sehingga kondisi tersebut dapat menghalangi salah
satu pihak menjalankan kewajiban masing-masing sebagai suami istri. Namun,
para Ulama fikih berbeda pendapat dalam mengkategorikan penyakit apa saja
yang dapat dijadikan alasan tersebut.35
Secara umum dapat disebutkan bahwa lemah syahwat, gila, penyakit
sopak, bisa dijadikan alasan perceraian, demikian menurut pendapat sahabat
Ali bin Ali Abi Thalib dan Umar bin khatab, seperti dikutib oleh Kamal
muhtar.36
Hal signifikan untuk dijadikan acuan, bukan hanya menyebutkan nama
penyakit ataupun bahayanya. Karena suatu penyakit dapat saja berkembang
dan timbul, dalam bentuk baru seperti AIDS misalnya. Dalam hal ini, Ibnu al-
Qayyim, sebagaimana dikutib kamal muhtar, mengemukakan: oleh sebab itu
semua cacat yang menyebabkan suami istri saling menjauhi, tidak dapat
mewujudkan perkawinan, serta tidak ada rasa, kasih sayang dan saling
mencintai dapat dijadikan alasan untuk memilih apakah ia akan tetap
melangsungkan perkawinanya atau bercerai.37
35
Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1974), cet. Ke-1, h. 195.
36
Kamal muhtar, Asas-Asas..., h. 6.
37
Selanjutnya, dalam memeriksa perkara permohonan perceraian alasan
- alasan cacat badan atau penyakit, sedang pengadilan memerlukan alat bukti,
apakah benar salah satu pihak suami / istri mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya masing masing,
bisa dibuktikan lewat pemeriksaan Dokter.38
Namun, bukan fakta-fakta cacat atau penyakit, yang harus dibuktikan.
Hal ini ditekankan agar hakim tidak gampang mengabulkan perceraian atas
alasan cacat atau sakit. Akan tetapi tidak dianjurkan agar bersikap kaku.
Barangkali, secara kasuistik dapat dipegang pendapat yang dikemukakan oleh
Dr. Musthafa al - syiba'iy yang dirangkumnya dari pendapat Ibnu Syikah
Al-Zuhri, Syuraih dan Abu Tsur yang antara lain dapat disadur:
"kalau penyakit itu sudah parah sehingga telah menghancurkan sendi sendi
kesejahterahan dan kehidupan rumah tangga, maka dapat dibenarkan
terjadinya perceraian."39
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan ini menurut bahasa Al- Qur'an disebut Syiqoq. Menurut definisi
, Syiqoq adalah perceraian yang terjadi karena percekcokan terus menerus
antara suami dan istri, sehingga memerlukan tangan 2 orang Hakam ( juru
damai) dari pihak suami maupun istri.40dalam penjelasan pasal 76 ayat 1
38
Undang- Undang Peradilan Agama ( UU No. 7 tahun 1998) (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) cet. Ke - 1, h. 31.
39
Musthafa As Syibay, Wanita Diantara Hukum Dan Undang-Undang ( jakarta: bulan bintang), h. 204.
40
undang - undang No.7 tahun 1989, dikatakan: 'syiqoq adalah perselisihan yang
tajam dan terus menerus antara suami dan istri."41 Untuk mendapatkan
keputusan perceraian karena alasan syiqoq harus ada saksi saksi dari kerabat
dekat suami maupun istri, yang nantinya akan diangkat di pengadilan sebagai
hakam.42Dalam penjelasan pasal 76 ayat 2 Undang Undang No.7 tahun 1989,
dikatakan bahwa Hakam adalah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak
keluarga suami atau pihak istri untuk mencapai upaya penyelesaian
perselisihan terhadap syiqoq."
Selain itu peran hakam amat dibutuhkan untuk bisa mendamaikan
perselisihan suami istri, sehingga sedini mungkin perceraian bisa dihindarkan.
Mengenai masalah syiqoq, Al Qur;an telah menjelaskan dalam surat An
-Nissa ayat (4): 35.
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Pada umumnya perselisihan dan percekcokan yang sering terjadi
dalam kehidupan suami istri disebabkan oleh beberapa faktor berikut.:
a. Perselisihan yang menyangkut keuangan.
b. Faktor hubungan seksual.
41
UUPA ( UU No.7 tahun 1989) h. 31.
42
c. Faktor berlainan Agama atau ketidak patuhan dalam menjalankan ajaran
Agama maupun ibadah.
d. Faktor cara mendidik anak-anak.43 7. Melanggar ta'lik talak
Menurut bahasa ta'lik talak adalah penggantungan talak. Sedang
menurut definisi Hukum Indonesia itu semacam ikrar, yang dengan ikrar itu,
suami menggantungkan terjadinya talak atas istrinya bila ternyata dikemudian
hari melanggar salah satu atau semua yang diikrarkannya itu.
Menurut KHI pasal l point e, menjelaskan bahwa ta'lik talak ialah
perjanjian yang diucapkan mempelai pria setelah akad nikah yang
dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada
suatu keadaaan tertentu yanng mungkin terjadi dimasa yang akan datang.44 Ta'lik talak dalam KHI termasuk kategori "perjanjian perkawinan"
namun, perjanjian ini juga sifatnya tidak wajib dalam setiap perkawinan.
Meski begitu, bila sekali ta'lik talak sudah diperjanjikan, maka tidak dapat
dicabut kembali. Menurut pasal 46 ayat 2 KHI, bila keadaan yang diisyaratkan
dalam ta;lik talak benar benar terjadi, kemudian dengan tidak sendirinya talak
jatuh. Namun agar talak benar - benar jatuh,, istri harus mengajukan
perkaranya ke sidang Pengadilan Agama.
Pengucapan ikrar dan shigat ta'lik talak biasanya dilakukan ketika akad
nikah berlangsung. Setelah akad nikah biasanya pihak istri meminta pegawai
pencatat nikah menganjurkan agar suami mengucapkan shigat ta'lik talak .45
43
M. Yahya Harahap, hukum perkawinan Nasional..., h.145- 146.
44
H. Abdurrahman, kompilasi hukum Islam..., h.17.
45
Shighat ta‟lik talak berisi, bila sewaktu - waktu suami:
a. Meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut.
b. Atau tidak memberi nafkah wajib kepada istrinya 3 bulan lamanya.
c. Atau menyakiti badan / jasmani istrinya.
d. Atau membiarkan (tidak memperdulikan) istrinya 6 bulan lamanya
kemudian istrinya tidak ridha dan mengajukan haknya kepada pengadilan
Agama, dan membayar uang sebesar RP. 1000,- ( seribu rupiah ) sebagai
iwad ( pengganti), maka jatuhlah talak satu suami kepada istrinya.
8. Peralihan Agama atau Murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan
dalam rumah tangga.
Dalam ajaran Islam murtad bisa berdampak Hukum, yakni perubahan
kedudukan suami istri dalam perkawinan, 46dalam bahasa lain, peralihan
agama atau murtad dikategorikan perkara "fasakh" yang berarti batal atau
rusak.47
Maksudnya fasakh ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya
hal-hal yang dianggap berat oleh suami atau istri atau keduanya, sehingga
mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami istri dalam
mencapai tujuanya.48
Tentang murtad yang menyebabkan fasakh, Mahdiah SH menyatakan
sering kita jumpai di dalam masyarakat dimana seorang laki-laki beragama
Islam sebelum akad nikah atau sebaliknya. Rumah tangga senula berjalan
46
Kamal Mukhtar, Asas - asas..., h. 202.
47
Mahmud Yunus, Kamus..., h. 194.
48
dengan baik tapi mungkin kurang menghayati ajaran agama Islam atau karena
pembinaanya yang kurang mantab, maka kemudian keluar dari agama Islam
atau disebut murtad. Dengan keluarnya dari Agama Islam perkawinan tersebut
fasakh.49
C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat 1. Cerai Talak
Cerai talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan Agama yang
menjadi salah satu penyebab putusnya perkawinan atau perceraian yang dilakukan
atas kehendak suami. Sebagaimana terdapat dalam Undang – Undang Peradilan
Agama No. 7 tahun 1989 pada pasal 66 ayat (1) seorang suami yang beragama
Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada
pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
Sidang Kompilasi Hukum Islam pada pasal 117 yaitu Thalak ikrar suami
dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan. Dengan car sebagaiman dimaksud dalam pasal (129), (130) dan
(131). Cerai thalak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang
berhak untuk menthalak istrinya sedangkan istri tidak berhak menthalak
suaminya. Bagi suami yang mengajukan thalak maka suami harus melengkapi
persyaratan administrasi sebagai berikut:
a. Kartu Tanda Penduduk.
b. Surat keterangan thalak dari kepala Desa / Lurah.
c. Kutipan Akta Nikah (model NA).
49
d. Membayar uang muka perkara.
e. Surat Izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negri sipil atau
anggota TNI / POLRI.50
2. Cerai Gugat
Sedangkan cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan atas kehendak istri
hal ini diatur dalam Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas
undang-undang No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama pasal 73 ayat (1)
gugatan perceraian diajukan oleh istri atas kuasanya kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila
penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin
tergugat. Dalam kompilasi hukum islam cerai gugat juga diatur pada pasal 132
ayat (1) yaitu: gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada
pengadilan Agama yang di daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal
penggugat kecuali istri meninggalkan kediaman bersama tanpa izin suami.
Perkara cerai gugat, seorang istri diberikan suatu hak gugat untuk bercerai
dari suaminya, karena dalam cerai talak haknya hanya dimiliki oleh suami. Akan
tetapi , bukan berarti cerai talak haknya mutlak millik suami karena apabila suami
melanggar alasan – alasan perceraian yang tercantum dalam pasal 116 Kompilasi
hukum Islam dan pasal 19 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan perkawinan . maka istri berhak mengajukan Gugat cerai. Dengan
demikian masing masing pihak telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya
menentukan perceraian . 51
50
A. Sutarmadi dan Mesraini , Administrasi Pernikahan dan Managemen Keluarga, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 66.
51
Hukum Islam juga tidak mengenal istilah cerai gugat karena cerai gugat
hanyalah istilah hukum yang digunakan dalam Hukum Acara di Indonesia, akan
tetapi dalam hukum Islam mengenal khulu, yang mempunyai persamaan dangan
cerai gugat dan tetap ada perbedaanya yaitu juga dalam khulu itu ada iwad harus
dibayar oleh istri, dan yang mengucapkan kalimat perceraian ( talak ) adalah
suami setelah adanya pembayaran iwadl tesebut.sedangkan cerai gugat tidak ada
pembayaran awadl serta yang memutuskan perceraian adalah Hakim.52
Cerai gugat yaitu istri harus minta cerai dulu kepada suami, karena dalam
Islam Istri tidak punya hak untuk menceraikan suami serta mengembalikan iwadl
kepada suami. Hal inilah yang menjadi perbedaan antara cerai talak dan cerai
gugat. Perkara cerai gugat, juga ada persyaratan administrasi yang harus
dilengkapi dalam mengajukan gugatan cerai sebagai berikut:
1.Kartu Tanda Penduduk.
2.Surat Keterangan untuk talak dari kepala Desa/ Lurah.
3.Kutipan Akta Nikah (Model NA).
4.Membayar uang muka biaya perkara.
5.Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi Pegawai Negri Sipil atau
TNI/ POLRI.53
52
M. Yasir Arafat, Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Skripsi S1) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 16.
53
D. Pengertian dan Jenis-jenis Narkoba 1. Pengertian Narkoba
Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa indonesia, dan
juga bangsa-bangsa lainya di dunia saat ini adalah seputar maraknya
penyalahgunaan narkotika dan pbat - obatan berbahaya (narkoba), yang semakin
mengkhawatirkan.saat ini, jutaan orang yang telah terjerumus dalam lembah
hitam narkoba. Dan ribuan nyawa telah melayang karena jeratan 'lingkaran syetan'
bernama narkoba. Telah banyak keluarga yang hancur karenanya. Tidak sedikit
pula generasi muda yang kehilangan masa depan karena perangkap narkoba.
Secara etimologi narkoba berasal dari bahasa inggris narcose atau narcosis
yang berarti menidurkan dan pembiusan.54 narkotika berasal dari bahasa yunani
yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.55
Secara terminologi, dalam kamus besar bahasa Indonesia, narkoba atu
narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,
menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang.56
Narkoba sendiri adalah sebuah singkatan yaitu narkotika adalah zat atau
obat berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintentis maupun emi sintentis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
54
Poerwidinata, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta : Vers Luys, 1952), h. 112.
55
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam (Bandung: Alumni, 1986), Cet.Ii, h. 36.
56
ketergantungan.57Sedangkan yang dimaksud dengan psikotropika ialah zat atau
obat baik alamiah maupun sintentis bukan narkotika, yang berkhasiat psikotif
melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas netral dan prilaku.58
Zat adiktif adalah hal-hal yang yang menyebabkan ketergantungan. Kata
adiktif sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu addicted yang berarti ketagihan,
ketergantungan dan kecanduan.59
Dari ketiga definisi di atas, bisa sedikit disimpulkan bahwa narkoba akan
membawa pada prilaku adiktif terhadap zat atau obat obatan atau tanaman yang
bisa menurunkan atau bahan menghilangkan kesadaran, apabila seseorang sudah
mulai ketagihan atau kecanduan narkoba maka akan melakukan apa saja untuk
mendapatkan barang tersebut. Perilaku adiktif ini yang bisa membawa
kesengsaraan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kepribadian adiksi,
dengan cara menyembunyikan tindakan, berpura pura, berbohong menipu dan
ingkar janji adalah salah satu dampak yang berpengaruh pada perilaku seorang
pemakai narkoba.60
2. Jenis-jenis Narkoba
Berdasarkan Undang - undang No. 22 tahun 1997, jenis narkotika di bagi ke
dalam 3 kelompok, yatu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
57
Zulkarnain Nasution Dkk, Kompilasi Perundang -Undangan Tentang Narkoba, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, h. 223.
58
Zulkarnain Nasution, Ibid., h. 162.
59
Sunarno, Narkoba, Bahaya dan Upaya Pencegahanya, Pt. Bengawan Ilmu, Semarang, 2007, h. 40.
60
Narkotika golongan I ialah narkotika yang paling berbahaya. Dan daya
aktifnya sangat berbahaya. Dan daya aktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak
boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu
pengetahuan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan III adalah narkotika
yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Berikut ini beberapa jenis narkoba yang cukup popular:
a. Opium, adalah getah yang berwarna puth seperti susu yang keluar dari
kotak biji tanaman papaaver samni vervum yang belum masak. Jika buah
candu yang bulat telur itu kena torehan, getah tersebut jika ditampung dan
kemudian dijemur akan menjadi opium mentah. Car modern untuk
memprosesnya sekarang adalah dengan jalan mengolah jeraminya secara
besar - besaran, kemudian dari jeramin candu yang matang setelah
diproses akan menghasilkan alkolida dalam bentuk cairan, padat dan
bubuk.
b. Morpin, adalah jenis narkotika yang bahan bakunya berasal dari candu
atau opium. Sekit