UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH”
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh :
HILDA NAILU ZAKA
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh :
Hilda Nailu Zaka
NIM. 1060 4610 1630
Pembimbing
Dr. Hasanudin, M.Ag
NIP. 196103041955031001KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Ramadhan 1431 H 30 Agustus 2010 M
ِﻢـﻴِﺣﱠﺮ ا
ِﻦـَﻤْﺣﱠﺮ ا
ِﻪـﱠ ا
ِﻢـْﺴِﺑ
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah serta pertolongan-Nya
akhirnya dengan penuh kesabaran penulisan skripsi ini dapat diselesaikan oleh
penulis. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sehubungan
dengan itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, M.A, M.M., sebagai Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang selalu memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa di
Fakultas Syariah dan Hukum, baik semasa perkuliahan berlangsung, ataupun
pada saat penyelesaian tugas akhir.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag., sebagai Ketua Jurusan Muamalat (Ekonomi
Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan dorongan kepada mahasiswa
untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan.
3. Bapak Dr. Hasanudin, M.Ag., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan perhatiannya kepada penulis dalam
memberikan pengarahan dan petunjuk tata cara penulisan skripsi.
4. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH sebagai Pembimbing Akademik
yang juga senantiasa mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa
mengikuti perkuliahan hingga akhirnya menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Segenap pihak Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) khususnya kepada Dewan Pengawas Syariah yang telah banyak
meluangkan waktu dan kesibukannya bagi penulis dalam pelaksanaan
kegiatan wawancara untuk proses pengambilan data, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
6. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan ilmu yang tidak
ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap Staf akademik dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Orang Tuaku Tercinta dan Tersayang Papa H. Abdillah, SH, M.H., & Mama
Entin Hartini, Adikku satu-satunya Lia Amalia, Aunty Rostika, dan seluruh
keluarga besar Engkong H. Solehuddin di Bekasi dan keluarga besar Mah
Ageung di Ciamis yang telah memberikan kasih sayang serta doa restunya
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Untuk teman-temanku yang setia menemani hari-hariku di saat senang dan
sedih (Yulita, Nurul, Boze, Arie, Giska, Ade, Diyanti, Heryani, Fadli,
Handrianur, Anya). Untuk anak-anak penghuni Usnan Camp yang lucu-lucu
viii
10.Untuk Ukhti Termanis Syaputri Febrina Sari, terimakasih banyak atas
informasi, bantuan, dukungan dan masukan yang telah diberikan.
11.Untuk semua teman-teman tercinta di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya
Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006.
12.Untuk yang Tersayang Hosein Averroes, terimakasih atas perhatian dan kasih
sayangnya yang selalu setia diberikan kepada penulis, terutama pada masa
penulisan skripsi ini hingga selesai.
Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh
Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan berbagai keterbatasan
kemampuan penulis, baik kemampuan akademik maupun dalam kemampuan teknik
penulisan. Sehubungan dengan itu, penulis sangat berharap kritik membangun, saran
dan masukan dari pembaca.
Jakarta, 20 Ramadhan 1431 H
30 Agustus 2010 M
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Studi Review Terdahulu ... 8
E. Kerangka Teori ... 10
F. Metode Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI A. Respon ... 17
B. Dewan Pengawas Syariah (DPS) ... 19
C. Good Corporate Governance (GCG) ... 26
D. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ... 39
BAB III ANALISIS PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009 A. Landasan Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 ... 41
x
B. PBI No. 11/33/PBI/2009 Terkait Dewan Pengawas Syariah .... 41
C. Ringkasan PBI No. 11/33/PBI/2009 ... 46
BAB VI RESPON DEWAN PENGAWAS SYARIAH TERHADAP APLIKASI PBI NO. 11/33/PBI/2009 A. Tanggapan Dewan Pengawas Syariah Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance ... 54
B. Analisis Penulis... 66
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
A. Latar Belakang Masalah
Dunia perbankan di Indonesia sudah tidak asing untuk diperbincangkan, sebelum tahun 1990 banyak bank konvensional yang telah berdiri baik bank lokal maupun bank asing yang membuka perusahaan atau cabang di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa bank yang dikelola di Indonesia dapat diserap dengan baik oleh masyarakat. Pada tanggal 01 Mei 1992 didirikanlah sebuah bank pertama yang berbasis syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) atas perjuangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendirikan sebuah bank yang ketentuannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Hingga saat ini industri syariah merambat ke dunia asuransi syariah dan unit usaha syariah.
Industri perbankan syariah sejatinya dijalankan berdasarkan prinsip dan sistem syariah. Karena itu, kesesuaian operasi dan praktek bank syariah dengan syariah merupakan piranti mendasar dalam perbankan syariah. Untuk tujuan itulah semua perbankan yang beroperasi dengan sistem syariah wajib memiliki institusi internal yang independen, yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut berjalan sesuai syariah Islam, sebagaimana yang diamanatkan dalam
UU Perbankan No. 10/1998 yang menyebutkan bahwa bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah.1
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan lembaga independen atau hakim khusus dalam fikih muamalat dan bidang lembaga keuangan Islam. Dewan Pengawas Syariah suatu lembaga keuangan berkewajiban mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah.2
Perbankan syariah sudah sepatutnya menjadi cikal bakal penggerak perekonomian yang dijalankan dengan berlandaskan al-Qur’an dan Hadits. Kegiatan yang dilakukan dalam operasionalisasi perbankan syariah akan mencerminkan nilai-nilai keislaman sehingga nasabah benar-benar akan merasakan kenyamanan dalam bertransaksi karena sudah merasa aman dari sisi normatif dan juga dari sisi batinnya.3 Seluruh kegiatan atau transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah harus selalu diawasi oleh beberapa anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN) guna meluruskan kegiatan atau transaksi yang telah dilakukan. Dengan terbentuknya pengawasan yang baik, maka akan tercipta bentuk
1
Agustianto, “Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah Perbankan Syariah”, artikel diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www.pesantrenvirtual.com.
2
Sofyan S Harahap, Auditing Dalam Perspektif Islam, cet.II, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2008), h.207-208.
3
pengaplikasian produk-produk syariah yang sesuai dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Ketentuan mengenai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Syariah menjadi lebih fleksibel. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 11/33/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, anggota Dewan Pengawas Syariah dapat merangkap jabatan di empat lembaga keuangan syariah. Sebelumnya berdasar PBI Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, anggota Dewan Pengawas Syariah ditetapkan merangkap jabatan di dua Bank Syariah dan dua lembaga keuangan bukan bank. Namun dengan ketentuan baru anggota Dewan Pengawas Syariah dapat menjabat di lembaga keuangan lainnya, tak hanya terpatok pada dua bank.4
Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai penerapan
Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah,
maka harus ada lembaga yang turut serta mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah. Lembaga yang dimaksud adalah Dewan Pengawas Syariah yang menjadi perpanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional.
Penerapan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah merupakan suatu hal yang baru karena pelaksanaan Peraturan Bank
4
Indonesia No. 11/33/PBI/2009 berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Ketentuan itu mencakup: pertama, pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah (BUS) paling kurang diwujudkan dalam tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. Kedua, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite serta satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern Bank Umum Syariah. Ketiga, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah. Keempat, penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern. Kelima, batas maksimum penyaluran dana dan transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank Umum Syariah. Adapun pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Unit Usaha Syariah (UUS) paling kurang diwujudkan dalam:
pertama, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direktur Unit Usaha Syariah. Kedua, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah. Ketiga, penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti dan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan Unit Usaha Syariah. Dalam ketentuan itu juga mengatur mengenai efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi bank umum syariah serta unit usaha syariah.5
Peraturan baru ini sebenarnya melengkapi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Peraturan Bank Indonesia ini juga telah memenuhi standar Good Corporate Governance yang diterbitkan oleh The
5
Islamic Financial Services Board (IFSB). IFSB merupakan organisasi dunia yang menerbitkan standar perbankan syariah. Peraturan Bank Indonesia baru ini mewajibkan Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) untuk menyesuaikan diri dengan fatwa-fatwa syariah. Karena itu, di Peraturan Bank Indonesia ini dicantumkan pengaturan mengenai peran Dewan Pengawas Syariah (DPS), PBI ini juga memberikan kepastian hukum sekaligus manfaat bagi perbankan syariah.6
Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, memberikan gambaran mengenai analisis peraturan bank indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah serta bagaimana respon anggota Dewan Pengawas Syariah terhadap pelaksanaan peraturan tersebut sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul “RESPON ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) TERHADAP PENERAPAN PBI NO. 11/33/PBI/2009 TENTANG GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
6
Pada akhir tahun 2009, tepatnya pada tanggal 7 Desember 2009 Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good
Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah, peraturan tersebut berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Dengan melihat hal itu penulis tertarik untuk membahas keterkaitan antara pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia mengenai Good Corporate
Governance terhadap respon anggota Dewan Pengawas Syariah.
2. Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian skripsi ini tidak meluas dan dapat menjaga kemungkinan penyimpangan yang terjadi, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini dalam ruang lingkup PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good
Corporate Governance (GCG) bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah yang isinya berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS).
3. Perumusan Masalah
Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka permasalahan ini akan dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan, di antara lain:
a. Apa saja tugas dan tanggung jawab anggota Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance?
c. Bagaimana implikasi dari penerapan Good Corporate Governance
terhadap Bank Syariah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dengan adanya perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, diharapkan adanya suatu tujuan bagi penulis dalam skripsi ini. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui apa saja tugas dan tanggung jawab anggota Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance. b. Untuk mengetahui bagaimana respon anggota Dewan Pengawas Syariah
terhadap penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good Corporate Governance.
c. Untuk mengetahui Bagaimana implikasi dari penerapan Good Corporate Governance terhadap Bank Syariah.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang terkait dengan penelitian di atas adalah sebagai berikut:
b. Praktisi; dapat menjadi sumber referensi pemikiran bagi kalangan praktisi untuk menunjang penelitian selanjutnya yang akan diteliti.
c. Peneliti; penelitian ini merupakan studi awal dari penulisan skripsi serta dapat menambah wawasan/pengetahuan mengenai penerapan Peraturan Bank Indonesia tentang konsep Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah terhadap profesi Dewan Pengawas Syariah.
D. Review Studi Terdahulu
Adapun studi review terdahulu dalam menunjang penelitian ini dengan melihat beberapa penelitian skripsi sebelumnya, antara lain:
tahapan yaitu tahap
“Pengaruh Audit Intern dan Pengendalian Intern Terhadap
Penerapan Good Corporate
Governance (GCG) (Studi Kasus
pada Salah Satu BUMN di
Jakarta)”. Skripsi ini membahas mengenai seberapa besar
2007)”. Penelitian ini membahas hasil self assessment yang telah
Hidayatullah
Secara khusus, hingga saat ini belum ada skripsi yang membahas mengenai ” Respon Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance
(GCG) Bagi Bank Umum Syariah dan unit Usaha Syariah”, sehingga peneliti
tertarik untuk meneliti hal ini.
E. Kerangka Teori
Bank Sentral telah menerbitkan peraturan yang mengakomodasi diterapkannya praktik Good Corporate Governance pada sektor perbankan sejak tahun 1999 dengan mengeluarkan PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan.7 Istilah Good Corporate Governance menjadi suatu hal yang baru bagi tata kelola perusahaan dengan mengedepankan pola manajemen yang bersih, transparansi dan profesional.
Good Corporate Governance didefinisikan sebagai kumpulan hukum,
peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja
7
sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efesien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.8
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good Corporate Governance antara lain: akuntabilitas, transparansi, kewajaran/kesamaan, kemandirian dan tanggung jawab. Prinsip yang telah disebutkan diatas merupakan prinsip umum yang dipakai. Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah ada lembaga yang berwenang untuk mengatur agar peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Salah satu lembaga tesebut adalah Dewan Pengawas Syariah yang didefinisikan sebagai lembaga independen yang mengatur, mereview dan mengawasi kegiatan operasional lembaga keuangan syariah agar tidak keluar dari aturan dan prinsip syariah yang telah ditetapkan. Maka dari itu lembaga Dewan Pengawas Syariah memiliki peranan yang penting bagi tercapainya pelaksanaan Good Corporate Governance dengan baik dan benar.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis, yakni penelitian yang menggambarkan data dan
8
informasi yang berlandaskan fakta-fakta yang diperoleh dilapangan yaitu dengan cara wawancara. Pengertian deskriptif antara lain:
Penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (penulisan : gambaran) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam pengertian ini penelitian deskriptif menggunakan data dasar deskriptif semata, tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi.9
Pendapat lainnya mengatakan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.10
2. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa survei ke lembaga Dewan Pengawas Syariah dengan melakukan wawancara langsung kepada para narasumber yang berkompeten di bidangnya guna mendapatkan informasi-informasi penting seputar penelitian.
3. Jenis Data dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang diperoleh yaitu dengan menggunakan dua pendekatan:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.11 Jadi dapat
9
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, ( Rajawali Press: Jakarta, 2004), h. 76.
10
diperoleh secara langsung dari hasil wawancara dengan orang yang ahli dan berkompeten dalam bidangnya dalam hal pengawasan pada lembaga-lembaga keuangan syariah seperti dari hasil wawancara anggota Dewan Pengawas Syariah.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, majalah serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka harus ditunjang dengan teknik pengumpulan data, diantaranya adalah:
a. Studi Dokumen
Merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengumpulkan dan mempelajari data-data dan sumber-sumber dari berbagai dokumen yang ada. Dokumen tersebut meliputi buku-buku, jurnal, skripsi terdahulu, majalah, artikel, buletin, ensiklopedia, surat kabar, media internet dan lainnya.
b. Wawancara
Penelitian ini merupakan peninjauan langsung ke lokasi, dalam hal ini penulis melakukan wawancara atau interview langsung dengan narasumber yang cakap dan berkompeten dalam bidangnya untuk
11
memberikan keterangan yang jelas mengenai masalah yang sedang diteliti.
5. Teknik Pengolahan Data
a. Seleksi Data: setelah memperoleh data dan bahan-bahan baik melalui studi dokumen maupun wawancara, lalu data tersebut diperiksa kembali satu persatu agar tidak terjadi kekeliruan.
b. Klasifikasi Data: setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan ke dalam bentuk dan jenis tertentu, kemudian membuat suatu kesimpulan.
6. Teknik Analisa Data
Menganalisis data merupakan suatu hal yang kritis. Peneliti harus menentukan pola analisis mana yang akan digunakan, dalam hal ini penulis menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu dengan menganalisis isi dari PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah terhadap Profesi Dewan Pengawas Syariah.
7. Teknik Penulisan
G. Sistematika Penulisan
Agar dapat memudahkan pembahasan skripsi secara keseluruhan, maka sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, kerangka teori, metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, bab ini membahas pertama, tentang pengertian respon, pembagian dan faktor-faktor yang mempengaruhi respon. Kedua, pengertian Dewan Pengawas Syariah, sejarah, tugas dan fungsi, struktur, keanggotaan dan syarat anggota serta peraturan perundang-undangan terkait Dewan Pegawas Syariah. Kemudian yang ketiga, tentang pengertian Good Corporate Governance, dasar hukum, konsep dasar, prinsip-prinsip Good Corporate Governance, dan pedoman pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance. Keempat, pembahasan tentang Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. BAB III Analisis Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009, bab ini
BAB IV Respon Dewan Pengawas Syariah Terhadap Aplikasi PBI No. 11/33/PBI/2009, merupakan pembahasan mengenai tanggapan Dewan Pengawas Syariah terhadap penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Good Corporate Governance serta analisis penulis.
BAB V Penutup
A. Respon
1. Pengertian Respon
Dalam Kamus Ilmiah Serapan, respons dapat diartikan sebagai reaksi terhadap suatu rangsangan; tanggapan; jawaban.1 Merespon adalah meladeni, melayani, membalas (surat), membidas, menanggapi, menangkis (kecaman), mengindahkan, menimpali, menjawab, menyambut; memenuhi (panggilan), menemui.2
Arti kata tanggapan dalam Tesaurus Bahasa Indonesia adalah balasan, jawaban, reaksi, respons, sahutan, sambutan, sanggahan, tangkisan; komentar.3
2. Pembagian Respon
Respon dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:4 a. Kognitif
1
AKA Kamarulzaman dan M. Dahlan Y. Al-Barry, Kamus Ilmiah Serapan Disertai Entri Tambahan Dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Yogyakarta: ABSOLUT, 2005), h. 606.
2
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 526.
3
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 638.
4
Ida Marniati, “Respon Nasabah Terhadap Berdirinya BPRS Al Salaam (Studi Pada Nasabah BPRS Al Salaam Cinere Depok)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 16-17.
Respons kognitif berkaitan erat dengan pengetahuan, keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan pada apa yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak.
b. Afektif
Respon afektif berhubungan dengan emosi, sikap dan nilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul bila ada perubahan pada apa yang disenangi khalayak terhadap sesuatu.
c. Konatif
Respon konatif berhubungan dengan prilaku nyata, meliputi tindakan, kegiatan atau kebiasaan berprilaku. Dengan kata lain respon ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu kecenderungan bertindak atau berprilaku seseorang terhadap obyek sikap.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Respon
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi respon, antara lain:5
a. Faktor yang diyakini dapat mempengaruhi arah sikap (positif atau negatif) dan intensitas sikap, yaitu:
1) Faktor pengalaman langsung terhadap objek 2) Faktor kerangka acuan
3) Faktor komunikasi sosial
5
b. Faktor yang mempegaruhi sikap yang terbentuk pada diri sang individu, yaitu:
1) Faktor internal (faktor fisiologis dan Psikologis)
2) Faktor eksternal, faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh sang individu, norma-norma dalam masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. B. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
1. Pengertian Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah adalah lembaga independen atau hakim khusus dalam fikih muamalat. Namun anggota Dewan Pengawas Syariah juga bisa dari ahli dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fikih muamalat. Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang berkewajiban mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakinikan bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah.6
Anggota Dewan Pengawas Syariah adalah mereka yang memiliki akhlaqul karimah dan memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum. Di samping itu, mereka juga harus memiliki komitmen untuk mengembangkan
6
keuangan berdasarkan syariah serta memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat sertifikat dari Dewan Syariah Nasional.7
Seluruh transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah harus selalu diawasi oleh beberapa Anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan perpanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) guna meluruskan transaksi-transaksi yang telah dilakukan. Dengan terbentuknya pengawasan yang baik, maka akan tercipta pengaplikasian produk-produk syariah yang sesuai dengan keputusan Dewan Syariah Nasional.
2. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah
Tugas utama Dewan Pengawas Syariah antara lain:8
a. Mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syari'ah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari'ah yang telah difatwakan oleh DSN.
b. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
c. Sebagai mediator antara Lembaga Keuangan Syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran dalam pengembangan produk dan jasa dari Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
7
Muhammad Firdaus, dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, cet.II, (Jakarta: Renaisan, 2005), h.17.
8
d. menyampaikan masukan tentang berbagai aspek kesyari’ahan pada direksi atau pihak yang berwenang untuk ditunjuk pada direksi serta memberi atau mengadakan garis-garis besar panduan.
e. Meneliti, mengembangkan, menimbang, meluluskan, dan menolak produk polis yang hendak dipasarkan.
f. Mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diharapkan kepada DSN sehingga dapat ditetapkan kesesuaian dan tidak kesesuaian dengan syariat islam.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:9
1) DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2) DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3) DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4) DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:10
9
a) Mengawasi usaha LKS (asuransi syariah) agar tidak menyimpang dari ketentuan prinsip syariah dan yang telah difatwakan oleh DSN.
b) Memberikan laporan kepada DSN terhadap kegiatan usaha dan perkembangan lembaga yang diawasinya secara rutin sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun.
c) Memberi rekomendasi; keputusan atau garis-garis besar syariah baik untuk pengerahan atau penyaluran dana serta kegiatan asuransi lainnya. d) Memberikan keputusan terhadap produk-produk yang akan diluncurkan
kepada masyarakat.
e) Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah.
f) Memberi jawaban dalam bentuk keputusan terhadap permasalahan yang diajukan atau yang dihadapi pihak manajemen.
3. Struktur Dewan Pengawas Syariah
Adapun struktur Dewan Pengawas Syariah antara lain:11
a. Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.
b. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada menejemen dalam
10
Yani Haryani, “Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Mekanisme Operasional Asuransi Syariah (Studi Kasus PT.MAA Life Assurance)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 26.
11
kaitan dengan implementsi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
c. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. d. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan
tersebut.
e. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.
4. Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah
a. Setiap lembaga keuangan syariah harus memiliki setidaknya tiga orang anggota DPS.
b. Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua.
c. Masa tugas keanggotaan DPS adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN.12
12
6. Syarat Anggota Dewan Pengawas Syariah
Menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini, antara lain:13
a. Memiliki akhlaq karimah
b. Memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum.
c. Memiliki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan syariah.
d. Memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat/sertifikat dari DSN.
7. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah tentu tak lepas dari peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun instansi yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan peraturan tersebut.
Peraturan yang terkait dengan Dewan Pengawas Syariah antara lain sebagai berikut:
a. UU Republik Indonesia No.7 tahun 1992 tentang Perbankan.
b. UU Republik Indonesia No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
13
c. UU Republik Indonesia No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. d. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Np. 32/34/Kep-DIR tentang
fungsi dan kewajiban Dewan Pengawas Syariah.
e. PBI No. 33/11/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
f. Keputusan DSN MUI No:3 Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah.
masing-masing harus bahu-membahu menjalankan fungsi pengawasan syariah.14
C. Good Corporate Governance (GCG)
1. Pengertian Good Corporate Governance
Istilah Governance konon berasal dari bahasa Latin : gubernare dan
gubernator yang bermakna steering a ship and the steerer atau captain of a ship. Juga berasal dari bahasa Yunani : kubernain yang artinya steer. Sedangkan kata governance itu sendiri berasal dari bahasa Prancis kuno :
gouvernance yang berarti control dan the state of being governed. Sir Adrian Cadbury yang mengetuai Cadburry Committe di Inggris mengawali pemahaman mengenai corporate governance dalam konteks yang sederhana sebagai ”the system by which companies are directed and controlled”. Namun demikian, dalam konteks yang lebih luas corporate governance
adalah sebagaimana dipromosikan oleh The World Bank, sebagai institusi internasional yang menjadi pionir dalam mempromosikan dan menyebarluaskan praktik good corporate governance.15
Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan Good Corporate Governance
(GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib
14
Muhammad Firdaus, dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, cet.II, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 35.
15
dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efesien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.16
Dari hasil pertemuan tingkat menteri negara-negara OECD pada tanggal 27-28 April 1988 telah menyatakan pengertian Good Corporate Governance
adalah:17
”Good corporate governance is an increasingly important factor for
investment decision. Of particular relevance is the relation between corporate
governance practice and the increasingly international character of
investment. International flows of capital enable companies to access
financing from much larger full of investor. If countries are too reap the full
benefits of the global capital market, and if they are to attract long-term
”patient” capital, corporate governance arrangement must be creadible and
well understood accross borders.”
Dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa Good Corporate Governance
adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki tujuan
16
Muh. Arief Effendi, The Power Of Good Corporate Governance; Teori dan
implementasi, (Jakarta: Salemba Empat), 2009, h.1-2.
17
untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut.18
Manfaat Good Corporate Governance adalah sebagai berikut: a. Sebagai upaya untuk mengurangi praktek KKN
b. Dapat mendorong terciptanya biaya-biaya investasi yang lebih rendah c. Sebagai intangible assets
d. Penggunaan sumber daya manusia dan alam secara efesien e. Sebagai competitive advantage
f. Meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan g. Menciptakan kinerja perusahaan yang lebih baik.
2. Dasar Hukum Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan Good Corporate Governance ini didasarkan pada beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun Bank Indonesia. Secara umum, UU Perbankan No.7 Tahun 1992 dan UU No.10 Tahun 1998 (sebagai perubahan dari UU No.7 tentang Perbankan) telah menetapkan beberapa rambu yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Good Corporate Governance.
Kemudian Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah peraturan tentang praktik Good Corporate Governance pada sektor perbankan, antara lain PBI
18
No. 3/22/PBI/2001 tentang transparansi kondisi bank dan PBI No. 2/25/PBI/2001 tentang penetapan status bank dan penyerahan bank ke BPPN. PBI No. 2/23/PBI/2000 tentang fit dan proper test bagi calon pemilik, dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif bank. PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang penugasan direktur kepatuhan.19
Selain itu, terdapat pula Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum, yang mana di dalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota Direksi dan Komisaris Bank Umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan oleh pengurus bank. Penguatan dewan direksi dan komisaris ini juga didukung oleh Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), di mana calon direksi dan komisaris bank harus memenuhi kompetisi tertentu untuk menjadi pengurus bank. Adanya persyaratan yang terperinci untuk calon direksi dan komisaris ini dapat menjadikan terpilihnya pengurus bank yang independen serta memiliki kemampuan di bidangnya. Dengan demikian, peraturan ini dapat mencegah penyalahgunaan wewenang pemegang saham (mayoritas) untuk menunjuk direksi dan komisaris yang tidak independen. Peraturan lainnya yang dikeluarkan berkaitan dengan kebutuhan peningkatan Good Corporate
Governance adalah PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
19
Risiko bagi Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia tersebut mewajibkan bank untuk menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko.20
Beberapa dasar hukum lain dari penerapan Good Corporate Governance
dalam sektor perbankan yaitu berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum yang kembali disempurnakan melalui PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Kemudian PBI No. 9/12/PBI/2007 tentang insentive dalam rangka konsolidasi perbankan yang sebelumnya telah diatur dalam PBI No. 8/17/PBI/2006. Peraturan terbaru tentang Good Corporate Governance yaitu PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).
3. Konsep Dasar Good Corporate Governance
Konsep Good Corporate Governance mencerminkan pentingnya sikap berbagi (sharing), peduli (caring), dan melestarikan. Semua hal itu menyangkut kejiwaan dari Good Corporate Governance. Dengan demikian, jelaslah bahwa perubahan menuju praktik Good Corporate Governance yang lebih baik haruslah mencakup perubahan pada dimensi teknis (sistem dan
20
struktur) dan aspek psikososial (paradigma, visi, dan nilai-nilai) organisasi. Dalam perubahan dimensi psikososial perusahaan, peran kepemimpinan sangatlah penting. Kepemimpinan dalam hal ini berperan besar dalam menumbuhkan aspirasi, menanamkan nilai, serta menumbuhkan idealisme dan kesadaran akan tujuan (sense of purpose) pada anggota perusahaan.21
Banyak jalan untuk memahami corporate governance, namun jalan yang paling dekat adalah dengan memahami teori agensi (agency theory) terlebih dahulu. Teori agensi merupakan salah satu pilar dalam theory of finance. Pilar lainnya adalah: effecient market theory, portofolio theory, capital asset pricing theory, option pricing theory, dan micro structure theory. Teori agensi memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan agen dengan prinsipal atau prinsipal dengan prinsipal. Pengertian prinsipal dalam agency theory adalah pihak-pihak yang menyerahkan sebagian atau seluruh wealth-nya untuk dikembangkan oleh pihak lain. Teori ini muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan terdapat dimana-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yang modern, sehingga teori perusahaan yang klasik tidak bisa lagi dijadikan basis analisis perusahaan seperti itu.22
21
Muh. Arief Effendi, The Power Of Good Corporate Governance; Teori dan
implementasi, (Jakarta: Salemba Empat), 2009, h. 1-2.
22
Asumsi yang digunakan dalam teori agensi antara lain:23
a. Dalam mengambil keputusan seluruh individu bisa mengambil keputusan yang menguntungkan dirinya sendiri. Karena itu agen yang mendapat kewenangan dari prinsipal akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kepentingannya sendiri.
b. Individu memiliki jalan pikiran yang rasional sehingga mampu membangun ekspektasi yang tidak bias atau suatu dampak dari masalah agensi serta nilai harapan kesejahteraanya di masa depan. Karena itu, dampak dari perilaku menyimpang dari kepentingan pihak lainnya yang terkait langsung, dapat dimasukkan ke dalam perhitungan pihak lainnya dalam memasok kebutuhan.
Pada konsep di atas diperlukan dua aspek untuk mengukur tingkat keberhasilan dari badan usaha tersebut, yaitu performa dan akuntabilitas. Aspek performa itu sendiri terdiri atas objektif, kebijakan, strategi, rencana, prosedur, pelatihan dan pengembangan. Sedangkan aspek akuntabilitas itu terdiri atas laporan dewan komisaris, pengujian ulang performa dan kebijakan akuntansi perusahaan. Di samping itu, untuk memastikan Good Corporate
Governance di atas dapat berjalan dengan lancar maka diperlukan
23
aspek pendukung lainnya seperti hukum peraturan, publikasi, laporan tahunan beserta informasi lainnya yang relevan dan kode etik yang kuat.24
4. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Setelah beberapa aspek tentang Good Corporate Governance telah dipaparkan di atas, maka pembahasan berikutnya adalah mengenai prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena ada informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan
24
terjadinya efesiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.25
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.(At taubah: 119)
b. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme checks and balances kewenangan dan peran dalam mengelola perusahaan.
Bila perusahaan accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara
25
pemegang saham, Dewan Komisaris, serta Direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).26
c. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Responsibility diwujudkan dalam tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab, yang memperhatikan berbagai kepentingan yang terkait bagi terselenggaranya suatu perusahaan (do the right thing). Ha ini diwujudkan dengan menciptakan kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip-prinsip bisnis yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.27
Sebuah perusahaan harus memenuhi dan mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku. Termasuk di dalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Dalam konteks responsibility, sebuah perusahaan tidak tegak secara terisolasi dari berbagai kepentingan sosial-budaya dan politik kelompok-kelompok lain (stakeholders). Melainkan terintegrasi di dalamnya. Di sini, sebuah perusahaan tidak hanya harus bertanggung
26
Mas Ahmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep Dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia), 2005, h. 10.
27
jawab terhadap mereka yang berhubungan langsung dengan perusahaan, tetapi mereka juga yang tak berhubungan secara langsung denganya.28
d. Independency (Kemandirian)
Independensi merupakan prinsip penting dalam penerapan Good
Corporate Governance di Indonesia. Independensi atau kemandirian
adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Independensi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan, keberpihakan karena adanya utang budi yang berlaku dalam budaya dan tata nilai masyarakat Indonesia dapat menghilangkan independensi seseorang.
Untuk meningkatkan independensi dalam pengambilan keputusan bisnis, perusahaan hendaknya mengembangkan beberapa aturan, pedoman, dan praktik di tingkat corporate board, terutama di tingkat Dewan Komisaris dan Direksi yang oleh Undang-undang didaulat untuk mengurus perusahaan dengan sebaik-baiknya.29
e. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
28
Aburizal Bakrie, “Good Corporate Governance : Sudut Pandang Pengusaha, Jurnal Reformasi Ekonomi”, no.2 (Oktober-Desember 2000): h. 24.
29
Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, manajemen dan karyawan bank, nasabah serta stakeholder lainnya.30 Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain. Pendek kata,
fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.31
5. Pedoman Pelaksanaan Prinsip Good Corporate Governance
Pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance disusun oleh Komite Nasional Corporate Governance yang mana pedoman ini bertujuan sebagai acuan pelaksanaan Good Corporate Governance oleh para pelaku usaha di Indonesia. Pedoman ini dibuat dimaksudkan bagi semua jenis perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
30
Yudistira Hasbullah, “Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Kredit di Perbankan Dalam Rangka Good Corporate Governance”, Manajemen dan Usahawan, no.12 (Desember 2004): h. 29.
31
Pedoman ini disusun dengan metode yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar Good Corporate Governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan Indonesia, bukan dengan pendekatan yang prespektif melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Komite menyadari bahwa terdapat aspek Good Corporate
Governance yang perlu diberlakukan dengan peraturan perundang-undangan
namun terdapat pula aspek lain yang sebaiknya diterapkan sesuai dengan perkembangan pasar dan dengan memperhatikan sifat perseroan (self
regulation). Maksud pedoman Good Corporate Governance sebagaimana
yang diharapkan adalah sebagai berikut:32
a. Memaksimalkan nilai perseroan bagi pemegang saham dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, serta dengan demikian menciptakan iklim yang mendukung investasi.
b. Mendorong pengelolaan perseroan setara profesional, transparan, dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat Umum Pemegang Saham.
c. Mendorong agar pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan Anggota Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
32
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun kelestarian lingkungan di sekitar perseroan.
Pedoman tersebut dapat menjadi acuan terhadap pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi seluruh perusahaan di Indonesia termasuk
perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah. Perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, serta perusahaan yang bergerak di bidang pelestaian lingkungan yang telah tercatat dalam bursa efek Indonesia harus selalu mematuhi pedoman ini.
D. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.33
Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
No Bank Umum Syariah Unit Usaha Syariah 1 Bank Muamalat Indonesia Bank Tabungan Negara Syariah 2 Bank Syariah Mandiri Bank Permata Syariah
3 Bank Syariah Bukopin Bank CIMB Niaga Syariah 4 Bank Mega Syariah Bank Danamon Syariah 5 Bank Rakyat Indonesia Syariah Bank BII Syariah
6 Bank Panin Syariah Bank HSBC Amanah Syariah 7 Bank Central Asia Syariah Bank BTPN Syariah
8 Bank Victoria Syariah Bank OCBC NISP Syariah 9 PT. Maybank Indocorp Bank Sinar Mas Syariah 10 Bank Negara Indonesia Syariah
33
A. Landasan Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009
PBI No. 11/33/PBI/2009 merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam rangka membangun industri perbankan syariah yang sehat dan tangguh, maka dari itu diperlukan pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah yang efektif. Kemudian Pelaksanaan
Good Corporate Governance di dalam industri perbankan syariah harus
memenuhi prinsip syariah (sharia compliance). Selain itu, Pelaksanaan Good
Corporate Governance juga merupakan salah satu upaya untuk melindungi
kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah. Semua hal yang terkait dalam tata kelola perusahaan yang baik, maka perlu ditetapkan Peraturan Bank Indonesia ke dalam pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
B. PBI No. 11/33/PBI/2009 Terkait Dewan Pengawas Syariah 1. Persyaratan Dewan Pengawas Syariah
a. Jumlah, kriteria, rangkap jabatan dan persyaratan lain bagi Dewan Pengawas Syariah tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia terkait.
b. Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan Pengawas Syariah (BUS) kepada Rapat Umum Pemegang Saham dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.
c. Pengangkatan Dewan Pengawas Syariah pada UUS yang dimiliki oleh kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri, ditetapkan oleh pimpinan tertinggi di Indonesia dari kantor cabang tersebut.
d. Masa jabatan anggota Dewan Pengawas Syariah paling lama sama dengan masa jabatan anggota Direksi atau Dewan Komisaris.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah
a. Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.
b. Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah sebagaimna dijelaskan di atas antara lain meliputi:
1) Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;
3) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya;
4) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; dan
5) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
d. Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran.
e. Laporan sebagaimana dimaksud di atas wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester dimaksud berakhir.
f. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dan tata cara penyampaian laporan akan diatur lebih rinci dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
g. Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal.
3. Rapat Dewan Pengawas Syariah
a. Rapat Dewan Pengawas Syariah wajib diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
c. Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan dalam risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah.
d. Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik.
4. Aspek Transparansi Dewan Pengawas Syariah
a. Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib mengungkapkan rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah lain dalam laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
b. Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang memanfaatkan BUS untuk kepentingan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan BUS.
c. Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari BUS selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham.
d. Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas pada laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
5. Sanksi Bagi Dewan Pengawas Syariah
a. Dalam hal terdapat 3 (tiga) kali teguran tertulis dari Bank Indonesia terkait pelanggaran terhadap ketentuan dalam Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah, Rapat Dewan Pengawas Syariah (huruf a dan d), dan Aspek Transparansi Dewan Pengawas Syariah, maka BUS atau UUS terkait harus mengganti anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut.
b. Dalam hal Dewan Pengawas Syariah tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana dimaksud dalam Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah (huruf b, c, d, e, dan f) sampai dengan izin usaha Bank dicabut, maka anggota Dewan Pengawas Syariah dimaksud dapat dikenakan sanksi berupa pelarangan menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah di perbankan syariah paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan izin usaha Bank oleh Bank Indonesia.
C. Ringkasan PBI No. 11/33/PBI/2009
1. Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah (BUS) paling kurang diwujudkan dalam:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi; b. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang
menjalankan fungsi pengendalian intern BUS;
e. batas maksimum penyaluran dana; dan
f. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS.
2. Pelaksanaan GCG bagi Unit Usaha Syariah (UUS) paling kurang diwujudkan dalam:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direktur UUS; b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS;
c. penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti; dan
d. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan UUS.
3. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang:
a. Komite Pemantau Risiko;
b. Komite Remunerasi dan Nominasi; dan c. Komite Audit.
4. Anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari: a. seorang Komisaris Independen;
b. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah; dan
5. Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari: a. 2 (dua) orang Komisaris Independen; dan
b. seorang pejabat eksekutif yang membawahi sumber daya manusia.
6. Anggota Komite Audit paling kurang terdiri dari: a. seorang Komisaris Independen;
b. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang akuntansi keuangan; dan
c. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah.
7. Aspek transparansi pengungkapan kepemilikan saham 5% (lima persen); bagi Dewan Komisaris hanya berlaku pada BUS yang bersangkutan, sementara bagi Direksi berlaku baik pada BUS yang bersangkutan maupun pada bank dan perusahaan lain di dalam negeri maupun luar negeri.
8. Dalam rangka melaksanakan GCG, Direksi wajib memiliki fungsi paling kurang:
a. Audit Intern;
b. Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko; dan c. Kepatuhan.
9. Dalam rangka penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam RUPS bagi BUS, rencana penunjukan dimaksud terlebih dahulu dikonsultasikan dengan DPbS.
10. Hal-hal yang diatur dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas DPS adalah:
a. Di BUS:
1) Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti rekomendasi DPS
2) Direksi wajib menindaklanjuti rekomendasi DPS
3) Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah disampaikan kepada DPS
4) BUS wajib memastikan ketersediaan dan kecukupan pelaporan internal yang didukung oleh sistem informasi manajemen yang memadai, dalam rangka meningkatkan kualitas proses pengawasan DPS.
b. Di UUS :
1) Direktur UUS wajib menindaklanjuti rekomendasi dari hasil pengawasan DPS
3) UUS wajib memastikan ketersediaan dan kecukupan data/informasi bagi DPS.
11. Hal-hal yang diatur terkait pelaksanaan GCG bagi DPS, antara lain:
a. Anggota DPS wajib menyediakan waktu yang cukup agar pelaksanaan tugasnya berjalan optimal, dan DPS wajib menyelenggarakan rapat paling kurang 1(satu) kali dalam 1(satu) bulan.
b. Anggota DPS wajib mengungkapkan rangkap jabatan sebagai anggota DPS, dan remunerasi serta fasilitas yang diterima dalam laporan pelaksanaan GCG.
c. Anggota DPS dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan diseluruh BUS dan/atau UUS, dengan masa transisi pemberlakuan 1(satu) tahun setelah berlakunya PBI ini.
12. Ketua Komite sebagaimana dimaksud dalam angka 3, hanya dapat merangkap jabatan sebagai ketua Komite paling banyak pada 1 (satu) Komite lainnya pada BUS yang sama.
13. Laporan pelaksanaan GCG bagi BUS disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir, dan paling kurang meliputi:
a. kesimpulan umum dari hasil penilaian self assesment atas pelaksanaan GCG BUS;
Komisaris lain, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham pengendali BUS serta jabatan rangkap pada perusahaan atau lembaga lain;
c. kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi lain, dan/atau pemegang saham pengendali BUS;
d. rangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lembaga keuangan syariah lainnya;
e. daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan itu yang digunakan oleh BUS;
f. kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration packages) bagi Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS;
g. rasio gaji tertinggi dan gaji terendah; h. frekuensi rapat Dewan Komisaris; i. frekuensi rapat DPS;
j. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian oleh BUS;
k. jumlah permasalahan hukum perdata maupun pidana dan upaya penyelesaian oleh BUS;
l. transaksi yang mengandung benturan kepentingan; m. buy back shares dan/atau buy back obligasi BUS;
o. pendapatan non halal dan penggunaannya.
14. Laporan pelaksanaan GCG bagi UUS, paling kurang meliputi:
a. kesimpulan umum dari hasil self assesment atas pelaksanaan GCG UUS; b. rangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lembaga keuangan syariah
lainnya;
c. daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan itu yang digunakan oleh UUS;
d. kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration packages) bagi DPS;
e. frekuensi rapat DPS;
f. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaiannya oleh UUS;
g. jumlah permasalahan hukum perdata atau pidana dan upaya penyelesaiannya oleh UUS;
h. penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik nominal maupun penerima dana; dan
i. pendapatan non halal dan penggunaannya.
Konvensional (BUK) disampaikan dalam bab (chapter) tersendiri pada periode waktu sebagaimana ketentuan GCG yang berlaku bagi bank umum dan selanjutnya disampaikan kepada DPbS dan/atau KBI setempat yang melakukan pengawasan terhadap BUK dimaksud paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir.
16. Adanya ketentuan peralihan atas laporan pelaksanaan GCG BUS untuk posisi laporan akhir Desember 2009 yang tetap mengacu pada PBI No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan PBI
No.8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan atas PBI No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.
17. Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini maka PBI No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum beserta ketentuan perubahannya
dinyatakan tidak berlaku bagi BUS.1
1
BAB IV
RESPON DEWAN PENGAWAS SYARIAH TERHADAP APLIKASI PBI NO. 11/33/PBI/2009
A. Pandangan Dewan Pengawas Syariah Terhadap Penerapan PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Good Corporate Governance
1. Pendapat Anggota Dewan Pengawas Syariah Mengenai Good Corporate
Governance Dan Mekanismenya Pada Bank Syariah
Good Corporate Governance adalah suatu peraturan Bank Indonesia yang
ditujukan untuk meningkatkan atau melahirkan perusahaan yang baik, yang
disiplin dan patuh pada peraturan. Sesuai dengan namanya sendiri, GCG
(Good Corporate Governance) yaitu menciptakan korporasi yang baik dan
bersih.1 Good Corporate Governance ini hanya ditujukan kepada Dewan
Pengawas Syariah, Dewan Komisaris dan Direksi saja. Peraturan ini dibuat
agar masing-masing tahu hak dan kewajibannya, sehingga nanti tidak terjadi
apa yang disebut dengan benturan kepentingan dan kekacauan dalam sebuah
bank.2 Di Dewan Pengawas Syariah, Good Corporate Governance merupakan
sebuah arahan atau aturan yang baku yang menjadi tugas utama Dewan
1
Aminudin Yakub, DPS Bank Panin Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 31 Mei 2010. 2
Fathurrahman Djamil, DPS Bank CIMB Niaga Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Juni 2010.
Pengawas Syariah di bank syariah, baik itu berbentuk bank umum syariah
ataupun unit usaha syariah yang menjadi tanggung jawabnya.3
Good Corporate Governance memang menjadi solusi terbaik bagi tata
kelola perusahaan, karena sudah diterima secara internasional dan fungsinya
sudah cukup memadai.4
Ini semua adalah bagian dari tanggung jawab Bank Indonesia untuk
mengatur, karena jika tidak diatur demikian maka akan menimbulkan
problem. Pada tahun-tahun yang lalu banyak bank yang collapse, salah
satunya karena tidak transparan dan akuntabil. Jika semua peraturan Good
Corporate Governance dilakukan secara konsisten maka akan baik.5
Dengan adanya Good Corporate Governance, maka dilakukan istilahnya
pre supervisory action, on going supervisory action, dan post supervisy
action. Jadi ada pengawasan yang berkesinambungan.6
Sedangkan mekanisme pelaksanaan Good Corporate Governance pada
Bank Syariah yang mereka awasi adalah:
a. Mengadakan meeting wajib minimal sebulan sekali. Tetapi jika ada
masalah, maka setiap minggu bisa diadakan rapat. Jadi tergantung
seberapa banyak masalah yang dihadapi.7
3
M. Gunawan Yasni, DPS BRI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 26 Mei 2010. 4
Ikhwan A. Basri, DPS Bank Bukopin Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 1 Juni 2010. 5
Fathurrahman Djamil, DPS Bank CIMB Niaga Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Juni 2010.
6
M. Gunawan Yasni, DPS BRI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 26 Mei 2010. 7
b. Melakukan pengawasan dan memberikan opini syariah atas produk dan
aktivitas perbankan.8
c. Untuk mengeluarkan produk, anytime dilakukan karena produk itu tidak
akan pernah terjual apalagi dijual kepada masyarakat jika belum
mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah.9
d. Antara Satuan Pengawas Internal dan compliance harus mempunyai garis
pelaporan dan juga garis tanggung jawab, sehingga dapat menyampaikan
apa-apa yang sudah diatur dan ditemukan. Jadi Satuan Pengawas Internal
dan Kepatuhan harus selalu berkoordinasi dengan Dewan Pengawas
Syariah.10
e. Standard Operating Procedur (SOP) yaitu tata kerja yang akan dilakukan
ketika suatu lembaga akan berjalan. Dewan Pengawas Syariah turut
mengembangkan dan mengawasi apakah ketentuan-ketentuan yang ada di
dalam Standard Operating Procedur ini bertentangan dengan syariah atau
tidak. Kemudian sifat pengawasan yang digunakan adalah semacam
random sampling.11
2. Tugas Dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Dalam Praktek Good
Corporate Governance
Adapun tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah antara lain:
8
Aminudin Yakub, DPS Bank Panin Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 31 Mei 2010. 9
M. Amin Suma, DPS Bank Permata Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Juni 2010. 10
M. Gunawan Yasni, DPS BRI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 26 Mei 2010. 11