• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut dalam Di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut dalam Di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

SUMATERA DAN SELATAN JAWA

Oleh :

Novita Dwi Jayanti

C34103015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

NOVITA DWI JAYANTI. C34103015. Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan PIPIH SUPTIJAH.

Perikanan tangkap di Indonesia umumnya masih terbatas pada perairan pantai atau perairan dangkal yang merupakan daerah paparan benua dengan kedalaman kurang dari 100 m. Meningkatnya penangkapan setiap tahun di beberapa daerah penangkapan dapat menyebabkan overfishing. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut, yaitu dengan memanfaatkan perikanan laut dalam (kedalaman lebih dari 200 m) yang sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu Indonesia bekerja sama dengan Jepang melakukan riset perairan Indonesia di sekitar Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Tim tersebut menduga adanya kandungan senyawa steroid dan taurin pada beberapa spesies ikan laut dalam. Steroid berguna sebagai penambah vitalitas laki-laki (aprodisiaka) dan taurin berfungsi sebagai suplemen yang dapat ditambahkan dalam minuman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan steroid dan taurin dari beberapa spesies ikan laut dalam.

(3)

SUMATERA DAN SELATAN JAWA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Novita Dwi Jayanti

C34103015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

Judul Skripsi : KANDUNGAN STEROID DAN TAURIN DARI BEBERAPA SPESIES IKAN LAUT DALAM DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA

Nama : Novita Dwi Jayanti

NRP : C34103015

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dra. Hj. Pipih Suptijah, MBA

NIP. 132 149 436 NIP. 131 476 638

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc

NIP. 131 578 799

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa, adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2008

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat, hidayah dan segala nikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian yang berjudul Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Penelitian ini didanai melalui proyek penelitian intensif dari Ristek BPPT tahun 2007 yang diketuai oleh Bapak Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dra. Hj. Pipih Suptijah, MBA selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan kesabarannya selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si dan Ibu Ir. Nurjanah, MS selaku penguji

tamu atas segala masukan, arahan, dan bimbingannya dalam perbaikan skripsi ini.

3. Bapak Ali Suman dan Bapak Fayakun dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) atas segala kerjasama dan bantuannya.

4. Bapak Danuwarsa dan Bapak Yudhi dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian di Cimanggu Bogor atas bimbingan dan bantuannya.

5. Mbak Titis dan Kak Jaim dari Biofarmaka atas kerjasamanya.

6. Bapak, Ibu, Mas, dan adik Umam dan adik Tiyan yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, doa, dan kesabarannya yang tulus dan tak ternilai. 7. THP 37, THP 38, dan THP 39 Mbak Hamidah dan Mas Erick atas

bantuannya. Sahabat-sahabatku THP 40, Keluarga di BEM FPIK, Keluarga KARANG 40 dan FKM atas kekeluargaan, kebersamaan, dan doanya. Juga buat Adek-adek THP 41, THP 42 dan THP 43 semoga tetap istiqomah dan semangat.

(7)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2008

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 11 November 1984 sebagai anak kedua dari empat

bersaudara pasangan Bapak H. Makmur Basari dan Ibu Hj. Nurhayati. Penulis memulai pendidikan pra-sekolah di

TK Batik Islam Wonopringgo Pekalongan pada tahun 1990-1991, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Islam II Wonopringgo pada tahun 1991-1997. Pada tahun 1997-2000 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Wonopringgo. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMUN 1 Kedungwuni Pekalongan. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa melalui jalur USMI di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang (IMAPEKA) periode kepengurusan 2003-sekarang, Kesatuan Rohis Angkatan 40 (KARANG 40), Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode kepengurusan 2004-2005 sebagai pengurus di Departemen Kewirausahaan dan periode kepengurusan 2005-2006 sebagai pengurus di Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM). Penulis juga pernah aktif di Fish Processing Club (FPC) periode kepengurusan 2005-2006. Pada tahun 2006-2007 penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FPIK sebagai Bendahara. Pada tahun 2007 mengikuti Program Keaksaraan LPPM-IPB sebagai tutor/fasilitator.

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik dan Zonasi Ikan Laut Dalam ... 3

2.2. Kondisi Fisik dan Kimia Laut Dalam ... 6

2.3. Adaptasi Ikan Laut Dalam ... 9

2.4. Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Laut Dalam ... 11

2.4. Ekstraksi Senyawa Bioaktif ... 18

2.5. Steroid ... 20

2.6. Taurin ... 26

2.7. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ... 32

2.8. Fourier Transform Infrared (FT-IR) ... 34

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat ... 38

3.2. Bahan dan Alat ... 38

3.3. Metode Penelitian ... 39

3.3.1. Preparasi Sampel ... 39

3.3.1.1. Pengukuran panjang total dan lebar ikan laut dalam... 41

3.3.1.2. Perhitungan rendemen daging deserta kulit ikan laut dalam... 41

3.3.2. Uji Steroid ... 41

3.3.2.1. Ekstraksi senyawa bioaktif (Quinn 1988 diacu dalam Fanany 2005) ... 41

3.3.2.2. Analisis kualitatif steroid (Cook 1958)... 42

(10)

viii

3.3.2.4. Analisis steroid dengan FT-IR

(Nur dan Adijuwana 1989)... 45

3.3.3. Uji Taurin (AACC 1994) ... 45

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Preparasi Sampel ... 48

4.1.1. Hasil pengukuran panjang total dan berat ikan laut dalam 48

4.1.2. Hasil perhitungan rendemen daging beserta kulit ikan laut dalam ... 49

4.2. Hasil Uji Steroid ... 51

4.2.1. Rendemen hasil ekstraksi ikan laut dalam ... 51

4.2.2. Hasil analisis kualitatif steroid ... 53

4.2.3. Hasil analisis steroid dengan HPLC ... 56

4.2.4. Hasil analisis steroid dengan FT-IR ... 58

4.3. Hasil Uji Taurin ... 61

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(11)

SUMATERA DAN SELATAN JAWA

Oleh :

Novita Dwi Jayanti

C34103015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(12)

RINGKASAN

NOVITA DWI JAYANTI. C34103015. Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan PIPIH SUPTIJAH.

Perikanan tangkap di Indonesia umumnya masih terbatas pada perairan pantai atau perairan dangkal yang merupakan daerah paparan benua dengan kedalaman kurang dari 100 m. Meningkatnya penangkapan setiap tahun di beberapa daerah penangkapan dapat menyebabkan overfishing. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut, yaitu dengan memanfaatkan perikanan laut dalam (kedalaman lebih dari 200 m) yang sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu Indonesia bekerja sama dengan Jepang melakukan riset perairan Indonesia di sekitar Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Tim tersebut menduga adanya kandungan senyawa steroid dan taurin pada beberapa spesies ikan laut dalam. Steroid berguna sebagai penambah vitalitas laki-laki (aprodisiaka) dan taurin berfungsi sebagai suplemen yang dapat ditambahkan dalam minuman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan steroid dan taurin dari beberapa spesies ikan laut dalam.

(13)

SUMATERA DAN SELATAN JAWA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Novita Dwi Jayanti

C34103015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(14)

Judul Skripsi : KANDUNGAN STEROID DAN TAURIN DARI BEBERAPA SPESIES IKAN LAUT DALAM DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA

Nama : Novita Dwi Jayanti

NRP : C34103015

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dra. Hj. Pipih Suptijah, MBA

NIP. 132 149 436 NIP. 131 476 638

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc

NIP. 131 578 799

(15)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa, adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2008

(16)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat, hidayah dan segala nikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian yang berjudul Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Penelitian ini didanai melalui proyek penelitian intensif dari Ristek BPPT tahun 2007 yang diketuai oleh Bapak Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dra. Hj. Pipih Suptijah, MBA selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan kesabarannya selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si dan Ibu Ir. Nurjanah, MS selaku penguji

tamu atas segala masukan, arahan, dan bimbingannya dalam perbaikan skripsi ini.

3. Bapak Ali Suman dan Bapak Fayakun dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) atas segala kerjasama dan bantuannya.

4. Bapak Danuwarsa dan Bapak Yudhi dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian di Cimanggu Bogor atas bimbingan dan bantuannya.

5. Mbak Titis dan Kak Jaim dari Biofarmaka atas kerjasamanya.

6. Bapak, Ibu, Mas, dan adik Umam dan adik Tiyan yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, doa, dan kesabarannya yang tulus dan tak ternilai. 7. THP 37, THP 38, dan THP 39 Mbak Hamidah dan Mas Erick atas

bantuannya. Sahabat-sahabatku THP 40, Keluarga di BEM FPIK, Keluarga KARANG 40 dan FKM atas kekeluargaan, kebersamaan, dan doanya. Juga buat Adek-adek THP 41, THP 42 dan THP 43 semoga tetap istiqomah dan semangat.

(17)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2008

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 11 November 1984 sebagai anak kedua dari empat

bersaudara pasangan Bapak H. Makmur Basari dan Ibu Hj. Nurhayati. Penulis memulai pendidikan pra-sekolah di

TK Batik Islam Wonopringgo Pekalongan pada tahun 1990-1991, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Islam II Wonopringgo pada tahun 1991-1997. Pada tahun 1997-2000 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Wonopringgo. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMUN 1 Kedungwuni Pekalongan. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa melalui jalur USMI di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang (IMAPEKA) periode kepengurusan 2003-sekarang, Kesatuan Rohis Angkatan 40 (KARANG 40), Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode kepengurusan 2004-2005 sebagai pengurus di Departemen Kewirausahaan dan periode kepengurusan 2005-2006 sebagai pengurus di Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM). Penulis juga pernah aktif di Fish Processing Club (FPC) periode kepengurusan 2005-2006. Pada tahun 2006-2007 penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FPIK sebagai Bendahara. Pada tahun 2007 mengikuti Program Keaksaraan LPPM-IPB sebagai tutor/fasilitator.

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik dan Zonasi Ikan Laut Dalam ... 3

2.2. Kondisi Fisik dan Kimia Laut Dalam ... 6

2.3. Adaptasi Ikan Laut Dalam ... 9

2.4. Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Laut Dalam ... 11

2.4. Ekstraksi Senyawa Bioaktif ... 18

2.5. Steroid ... 20

2.6. Taurin ... 26

2.7. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ... 32

2.8. Fourier Transform Infrared (FT-IR) ... 34

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat ... 38

3.2. Bahan dan Alat ... 38

3.3. Metode Penelitian ... 39

3.3.1. Preparasi Sampel ... 39

3.3.1.1. Pengukuran panjang total dan lebar ikan laut dalam... 41

3.3.1.2. Perhitungan rendemen daging deserta kulit ikan laut dalam... 41

3.3.2. Uji Steroid ... 41

3.3.2.1. Ekstraksi senyawa bioaktif (Quinn 1988 diacu dalam Fanany 2005) ... 41

3.3.2.2. Analisis kualitatif steroid (Cook 1958)... 42

(20)

viii

3.3.2.4. Analisis steroid dengan FT-IR

(Nur dan Adijuwana 1989)... 45

3.3.3. Uji Taurin (AACC 1994) ... 45

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Preparasi Sampel ... 48

4.1.1. Hasil pengukuran panjang total dan berat ikan laut dalam 48

4.1.2. Hasil perhitungan rendemen daging beserta kulit ikan laut dalam ... 49

4.2. Hasil Uji Steroid ... 51

4.2.1. Rendemen hasil ekstraksi ikan laut dalam ... 51

4.2.2. Hasil analisis kualitatif steroid ... 53

4.2.3. Hasil analisis steroid dengan HPLC ... 56

4.2.4. Hasil analisis steroid dengan FT-IR ... 58

4.3. Hasil Uji Taurin ... 61

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik lingkungan laut (beriklim sedang dan tropika) ... 4

2. Zona-zona laut ... 5

3. Beberapa jenis pelarut dan sifat-sifatnya ... 19

4. Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan ... 26

5. Hail pengukuran panjang total dan lebar ikan laut dalam ... 48

6. Hasil Perhitungan bobot total ikan, bobot fillet, dan edible portion ikan laut dalam ... 50

7. Edible portion beberapa ikan pelagik ... 50

8. Hasil uji Liebermann-Burchard ... 53

9. Kadar steroid dari beberapa spesies ikan laut dalam ... 56

(22)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Klasifikasi lingkungan laut menurut Hedgpeth (1957) ... 5 2. Klasifikasi lingkungan laut menurut Marshall (1971) ... 6 3. Rumus bangun steroid (Gorog dan Szasz 1978) ... 20 4. Struktur inti kolestan, stigmastan dan spirostan

(Gorog dan Szasz 1978)... 21 5. Biosintesis pembentukan testosteron dari kolesterol ... 23

6. Struktur taurin ... 27 7. Metabolisme pembentukan taurin dari konversi metionin menjadi

sistein pada mamalia dan manusia ... 30 8. Diagram alir penelitian ... 40 9. Diagram alir proses ekstraksi Metode Quinn (1988) diacu dalam

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

(24)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dimana sekitar 2/3 luas wilayahnya terdiri dari lautan. Sampai saat ini pemanfaatan perikanan masih terbatas pada perairan pantai atau perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 100 meter (Suman et al. 2006). Penangkapan ikan pelagis di beberapa perairan Indonesia terutama Selat Malaka dan Laut Jawa telah mencapai tingkat kelebihan tangkap (over fishing). Data Biro Pusat Statistik (2002) menunjukkan bahwa di Selat Malaka tingkat pemanfaatan lebih dari 100 % (potensi 276.030 ton/tahun dan produksinya 389.280 ton/tahun) dan juga Laut Jawa (potensi 796.640 ton/tahun dan produksinya 1.094.410 ton/tahun) (Anonim 2005). Selain itu berdasarkan kajian stok oleh Ditjen Perikanan Tangkap, jumlah hasil tangkapan ikan dari tahun 2004-2006 mengalami penurunan dari 4.881.810 ton menjadi 4.769.760 ton (Husni 2007). Oleh karena itu perlu adanya daerah tangkapan baru, yaitu laut dalam. Laut dalam adalah bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman yang dapat diterangi sinar matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan benua (>200 m) (Nybakken 1992).

Ikan laut dalam merupakan sumberdaya alam yang baru bagi perikanan Indonesia. Selama ini ikan laut dalam diperoleh dari hasil samping para nelayan tradisional. Salah satu ikan laut dalam jenis Satyrichtys welchii telah dimanfaatkan sebagian masyarakat pesisir Banten sebagai obat kuat sebelum pergi melaut. Pemanfaatan ikan laut dalam di luar negeri sudah dioptimalkan dalam bidang obat-obatan. Salah satunya squalene dari hati ikan hiu (Centrophorus atromarginatus gaman) yang hidup pada kedalaman 500-1000 meter sebagai obat dalam pencegahan terhadap infeksi dan penyakit (Anonim 2006a). Selain itu tulang rawan ikan hiu berfungsi sebagai antikanker (Miller 1913 diacu dalam Damayanti 2005).

(25)

diketahui serta kegelapannya yang sepanjang masa memerlukan penggunaan teknologi modern untuk bisa menelitinya secara optimal (Nybakken 1992).

Badan Riset Perikanan Laut (BRPL) dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Jepang OFCF (Overseas Fishery Cooperation Foundation Japan) melalui ekspedisi kapal riset Baruna Jaya IV tahun 2004-2005 di Samudera Hindia mulai dari selatan Laut Jawa hingga barat Sumatera berhasil menemukan 529 spesies ikan laut dalam, 70 spesies diantaranya baru diidentifikasi dan belum diketahui nama ilmiahnya. Tim tersebut menemukan beberapa spesies ikan laut dalam yang diduga mengandung steroid dan taurin (Suman et al. 2006). Hasil penelitian Ikhsan (2006) menunjukkan bahwa ikan laut dalam Bajacalifornia erimoensis mengandung steroid yang tinggi, yaitu 25,76 mg/100 g. Beberapa spesies lainnya belum diketahui manfaatnya, terutama kandungan steroid dan taurin sehingga perlu dilakukan penelitian. Melalui penelitian ini diharapkan akan dapat menambah informasi awal potensi ikan laut dalam di Indonesia khususnya kandungan senyawa steroid dan taurin.

1.2. Tujuan Penelitian

(26)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik dan Zonasi Ikan Laut Dalam

Laut dalam adalah bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman yang dapat diterangi sinar matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan benua (>200 m). Beberapa pembagian daerah (zonasi) laut dalam telah diajukan oleh banyak ilmuwan, namun sampai saat ini belum ada yang dapat diterima secara universal. Penyebab utamanya adalah kurangnya informasi ekologi tentang laut dalam tersebut. Pembagian daerah laut dalam pada umumnya dilakukan dengan membagi kolom air secara sederhana berdasarkan perubahan kedalaman, perubahan suhu, atau keduanya. Selain itu juga ada yang mencirikan berdasarkan salinitas atau berdasarkan intensitas cahaya. Cara lainnya yang biasa digunakan adalah membagi laut dalam menjadi beberapa zona berdasarkan kelimpahan, penyebaran (distribusi), dan asosiasi spesies. Cara pembagian menurut Hedgpeth (1957) telah dipakai secara luas diantara para biologiawan selama 20 tahun (Nybakken 1992).

Laut dibagi secara vertikal berdasarkan intensitas cahaya menjadi tiga zona, yaitu eufotik, disfotik, dan afotik. Zona eufotik adalah zona yang masih terdapat cahaya yang memungkinkan berlangsungnya fotosintesis pada kedalaman 0-150 m. Zona disfotik terdapat di bawah zona eufotik, disini cahaya sudah terlampau redup untuk berlangsungnya fotosintesis, berkisar pada kedalaman 150-1000 m. Zona afotik adalah zona paling bawah yang merupakan zona gelap gulita sepanjang masa, terdapat pada kedalaman di bawah 1000 m. Tumbuhan hanya terdapat pada zona eufotik, sedangkan hewan ditemukan pada setiap zona (Nontji 1987). Perairan tropik zona afotik dimulai dari kedalaman yang lebih dalam (~600 m) daripada di perairan beriklim sedang (~100 m) (Nybakken 1992).

Berdasarkan asosiasi makhluk hidup terhadap lingkungan, laut dibagi menjadi dua zona, yaitu zona bentik (berasosiasi dengan dasar) dan zona pelagik (berasosiasi dengan kolom air). Pencirian zona juga berdasarkan intensitas cahaya dan dibagi menjadi zona fotik (ada cahaya) dan zona afotik (tidak ada cahaya) (Nybakken 1992). Pembagian zona dapat dilihat pada Tabel 1.

Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold

Deleted:

Deleted: Nybakken 1988

Deleted: zona

Deleted: zona

Deleted: zona

Deleted: Deleted:

Deleted: .

Deleted: Deleted: .

Deleted: Nybakken (1988) menjelaskan bahwa di p

Deleted:

(27)

Tabel 1. Karakteristik lingkungan laut (beriklim sedang dan tropik)

Zona Karakteristik Epipelagik

(0-100 atau

200m)

Mesopelagik

(100 atau

200-1000m)

Batipelagik dan lebih dalam (sekitar 1000

m sampai dasar)

Bentik dangkal

(air di atas dasar)

Bentik dalam

(air sepanjangdasar) Intensitas

cahaya

Cukup untuk

fotosintesis Zona twiligth

Secara esensial tidak ada cahaya

Ada bagian yang dapat cahaya

Secara esensial tidak ada cahaya dari atas

Persediaan makanan Terjadi produktivitas primer Sedikit atau tidak ada produktivitas primer, organisme migrasi ke atas untuk makan atau menunggu makanan jatuh

Sedikit atau tidak ada produktivitas primer, organisme migrasi ke atas untuk makan

atau menunggu makanan jatuh Terjadi produktivitas primer Tidak ada produktivitas primer kecuali kemosintesis; organisme menunggu makanan jatuh dari

atasnya

Suhu

Biasanya sekitar 28-10 oC;

kadang-kadang mendekati

0 oC di

musim dingin

Biasanya sekitar

15-5 oC

Biasanya antara 5 oC

dan 2 oC; biasanya

turun sampai 1 oC

atau kurang di bawah 4000 m

Biasanya sekitar 30-10 oC

Biasanya antara

15 oC dan -2 oC;

biasanya turun sampai 1oC atau

kurang di bawah 4000 m

Salinitas

Biasanya sekitar 37 -32 ‰

Biasanya sekitar 35-34,5 ‰; air tengah dari lintang tinggi memiliki salinitas lebih kecil Biasanya sekitar 35-34,5 ‰ dan sekitar 34,52 ‰ di

bawah 4000 m

Biasanya antara 40-30 ‰ dengan

run off air tawar

Biasanya sekitar

35-34,5 ‰ dan sekitar 34,52 ‰ di

bawah 4000 m

Kandungan oksigen Biasanya sekitar 7-3,5 ‰ Biasanya sekitar 5-4 ‰, dengan nilai lebih kecil dari 1 pada oksigen minimum

Biasanya sekitar

6-5 ‰

Biasanya sekitar 7-3,5 ‰, dengan

beberapa super saturasi dan daerah anoksik

Biasanya sekitar

6-4 ‰, dengan mendekati kondisi anoksik pada daerah

oksigen minimum dan di daerah

terisolasi Kandungan

nutrisi (fosfatdi lingkungan pelagik dan karbon organik di lingkungan bentik) Biasanya sekitar 0-30 mg/m3;

tinggi di daerah

upwelling

Biasanya sekitar 30-90 mg/m3

tinggi di daerah

upwelling

Biasanya sekitar

90mg/m3

Biasanya tinggi di sedimen bentik

dangkal

Biasanya rendah di sedimen bentik dalam, tapi tinggi di

bawah daerah

upwelling

Sumber : Pipkin et al. (1987) diacu dalam Nybakken (1992)

Berdasarkan penelitian yang intensif dan lama dari para ilmuwan terhadap kondisi lingkungan laut dalam, secara umum dapat disimpulkan bahwa pada kedalaman berapapun di laut dalam, faktor-faktor kimia dan fisika lingkungan hidup laut dalam bersifat sangat konstan selama periode waktu yang panjang (Nybakken 1992). Zona-zona laut dan klasifikasi lingkungan laut menurut Hedgpeth (1957) diacu dalam Nybakken (1992) dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1. Formatted Formatted Table Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Deleted:

Deleted: 1

Deleted:

Deleted:

Deleted:

Deleted:

-Deleted:

Deleted:

Deleted: .

Deleted: Salinitas

Deleted:

Deleted: ;… ….

Deleted: ;… ….

Deleted:

Deleted: k…basin

... [ 17] ... [ 5]

... [ 10] ... [ 8] ... [ 4]

... [ 20]

... [ 33]

... [ 35] ... [ 15]

... [ 22] ... [ 7]

... [ 13]

... [ 23] ... [ 14]

... [ 34]

... [ 39] ... [ 19]

... [ 40] ... [ 6]

... [ 12]

... [ 16]

... [ 31]

... [ 38] ... [ 32] ... [ 18]

... [ 44] ... [ 9]

... [ 45] ... [ 21]

... [ 30]

... [ 46] ... [ 11]

... [ 36]

... [ 47] ... [ 37] ... [ 24]

... [ 48] ... [ 25]

... [ 49] ... [ 26]

... [ 50] ... [ 27]

... [ 41]

... [ 42] ... [ 28]

(28)

4

Tabel 2. Zona-zona laut

Cahaya Zona Pelagik Kisaran

Kedalaman (m) Zona Bentik

Kisaran Kedalaman (m)

Ada (fotik) Epipelagik

atau eufotik 0-200

Paparan benua

atau sublitoral 0-200

Tidak ada

(Afotik)

Mesopelagik

Batipelagik (?)

Abisal pelagik (?)

Hadal pelagik 200-1000 1000-4000 4000-6000 6000-10.000 Batial Abisal Hadal 200-4000 4000-6000 6000-10.000

Sumber: Hedgpeth, 1957 diacu dalam Nybakken (1992); Catatan : (?) = Berubah-ubah

Gambar 1. Klasifikasi lingkungan laut menurut Hedgpeth (1957)

Diagram Marshall (1971) menggambarkan hubungan makhluk hidup oseanik dengan kehidupan laut dalam, serta beberapa faktor seperti tingkat migrasi diurnal (Diurnal Vertical Migration/DVM) pada zona mesopelagik, biomassa plankton, cahaya dan suhu pada perairan hangat. Zona mesopelagik diwakili oleh ikan lentera (Myctophidae); zona batipelagik diwakili oleh ikan pemancing, ikan pemancing adalah jenis ikan laut dalam yang memiliki alat penarik perhatian mangsanya sehingga mangsa mendekati ikan pemancing (Davis 1991); zona bentopelagik diwakili oleh ikan ekor tikus (Grenadier, Macrouridae)

Formatted: I ndent: First line: 0 pt

Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold Formatted: Centered, Line spacing: single

Formatted: Font: Not Bold Formatted Table Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold Formatted: Centered Formatted: Left Formatted: Left

Formatted: Centered

Formatted: English (U.K.)

Formatted: English (U.K.) Formatted: English (U.K.)

Formatted: Font: I talic Deleted: .

Deleted: .

Deleted: .

Deleted: .

Deleted: .

Deleted: .

Deleted: .

Deleted: .

Deleted: .

Deleted: Nybakken (1988)

Deleted: Klasifikasi lingkungan laut menurut Hedgpeth (1957) (Nybakken 1988).¶

tersebut disajikan dalam Gambar 1.

Deleted: ¶ ¶ ¶

(29)

dan ikan Holosaurus; dan zona bentik oleh ikan Bathymicrops. Diagram tersebut disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Klasifikasi lingkungan laut menurut Marshall (1971)

2.2. Kondisi Fisik dan Kimia Laut Dalam

Kondisi kimia dan fisik laut dalam yang mempengaruhi sedikit banyak organisme laut dalam antara lain meliputi oksigen, nutrien, suhu, salinitas, cahaya dan tekanan. Kondisi kimia dan fisik lingkungan hidup pada kedalaman berapa pun di laut dalam, akan bersifat konstan selama periode waktu yang panjang (Nybakken 1992).

Kadar oksigen di laut dalam tidak secara drastis menurun karena respirasi organisme laut dalam dan tidak adanya penambahan oksigen dari massa air permukaan. Hal ini disebabkan kepadatan organisme laut dalam sangat rendah. Zona oksigen minimum terletak antara kedalaman 500-1000 m dengan kadar oksigen diperkirakan kurang dari 0,5 ml/l. Hal ini terutama disebabkan tidak adanya penukaran massa air laut dalam dengan massa air kaya oksigen dari massa air permukaan seperti halnya pada kedalaman kurang dari 500 meter dan kepadatan organisme sangat tinggi yang membutuhkan respirasi. Pada kedalaman lebih dari 1000 m kepadatan organisme sangat rendah sehingga kadar oksigen tidak menurun (Nybakken 1992). Penurunan kadar oksigen dari kedalaman

Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Font: Not Bold, Swedish (Sweden)

Formatted: Font: Not Bold, Swedish (Sweden)

Formatted: Space After: 0 pt

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden) Deleted:

Deleted: Nybakken 1988

Deleted: Oksigen akan menurun sekitar 20 meter di atas dasar laut dalam dan di dekat dasar kepadatan organisme laut dalam paling tinggi (Nybakken 1988).

Deleted: eter

Deleted: iter

Deleted: eter

(30)

6

20-50 m sampai demersal terjadi di Samudera Hindia dengan penurunan kadar oksigen dari 4,0 ml/l menjadi 3,6 ml/l. Kandungan oksigen di zona demersal mendekati batas oksigen yang masih mampu ditoleransi oleh hewan (Brunn 1957 diacu dalam Hedgpeth 1957).

Laut dalam yang terletak sangat jauh dari zona fotosintesis dan tidak berlangsung produksi primer, kecuali daerah-daerah tertentu dimana terdapat bakteri kemosintetik. Dengan demikian semua organisme penghuni laut dalam pada akhirnya bergantung pada pakan yang diproduksi di tempat lain yang dapat berlangsungnya fotosintesis. Pakan ini kemudian diangkut atau terangkut ke laut dalam. Bahan-bahan yang secara potensial dapat digunakan sebagai pakan sampai di laut dalam karena tenggelam dari air permukaan. Mengingat populasi organisme di lapisan atas laut dalam sangat padat, sangat kecil kemungkinan bahwa masih ada pakan yang tenggelam hingga mencapai dasar laut dalam sehingga kepadatan organisme penghuni laut dalam sangat rendah (Nybakken 1992).

Beberapa ikan mesopelagik sangat jarang atau tidak pernah mencari makanan di dekat permukaan air karena suhu di permukaan lebih tinggi daripada suhu di mesopelagik. Hewan-hewan mesopelagik bergantung pada makanan dari zona epipelagik. Dengan demikian, semakin dalam suatu organisme hidup, semakin sedikit pakan yang tersedia. Pada kedalaman 100-700 m, jumlah spesies yang hidup menurun drastis (Brunn 1957 diacu dalam Hedgpeth 1957).

Pakan dari sisa-sisa tubuh hewan dan tumbuhan yang tidak tercernakan, seperti kitin, kayu dan selulosa yang sampai di dasar akan diserang oleh bakteri. Bakteri oksida mengubah sekitar 60-70 % karbon organik menjadi karbon dioksida, sementara 30-40 % dari karbon organik dijadikan substansi sel bakteri (protoplasma bakteri) yang utamanya mengandung protein dan lemak yang akan digunakan sebagai sumber makanan hewan laut dalam. Banyak hewan-hewan laut dalam, seperti protozoa, buttom grazers, filter feeders dan pemakan lumpur memakan bakteri. Dengan demikian bakteri dalam sedimen dasar laut melimpah dan merupakan pakan berbagai macam organisme yang lebih besar. Bahkan kelimpahan organisme pemakan bakteri di laut dalam lebih besar daripada organisme pelagik. Sumber pakan lain yang potensial adalah bahan-bahan

Deleted: Deleted: Deleted: eter

Deleted: Nybakken 1988

(31)

organik yang larut atau berbentuk koloid dan bahan-bahan yang berasal dari plankton dan berbentuk gelatin (=”salju bahari”) (Nybakken 1992).

Daerah termoklin merupakan daerah peralihan yang terletak diantara massa air-permukaan dengan massa air-dalam. Di bawah daerah termoklin, massa air lebih dingin dan jauh lebih homogen dibandingkan dengan massa air termoklin dan massa air di atas daerah termoklin. Ditinjau dari sudut ekologi, tidak didapatkan perubahan suhu air dalam jangka waktu panjang baik ketika terjadi perubahan suhu musiman maupun tahunan. Tidak didapatkan perubahan suhu musiman maupun tahunan (Nybakken 1992). Pada zona batipelagik suhu dapat mencapai 10 °C dengan persediaan makanan yang jauh lebih sedikit daripada zona diatasnya. Pada zona abisopelagik suhu dapat mencapai 4 °C (Brunn 1957 diacu dalam Hedgpeth 1957). Pada kedalaman 1000 m, suhu menurun hingga mencapai 4-8 °C, sedangkan pada kedalaman 1000-4000 m suhu dapat mencapai 2-5 °C (Marshall 1971).

Hewan-hewan laut dalam memiliki suhu tubuh mendekati suhu lingkungan sehingga menyebabkan metabolisme hewan-hewan ini juga rendah. Pergerakan dan pertumbuhan mereka juga lambat, sedikit bereproduksi dan berumur lebih panjang daripada hewan pelagik dan hewan air tawar. Rendahnya rata-rata metabolisme disebabkan minimnya ketersediaan makanan. Keuntungan dari rendahnya suhu lingkungan adalah dapat meningkatkan densitas air. Hewan yang hidup di laut dalam memiliki tubuh yang densitasnya mendekati densitas lingkungan laut dalam sehingga mereka tidak perlu menghabiskan banyak energi untuk bertahan hidup (Karleskint 1988).

Tekanan air laut naik 1 atm (105 pascal) setiap kedalaman bertambah 10 m. Tekanan laut dalam bervariasi dari 20 atm pada shelf-slope break sampai lebih dari 1000 atm pada bagian palung. Tekanan hidrostatik memegang peranan penting dalam distribusi (penyebaran organisme). Tekanan sangat berpengaruh terhadap proses-proses fisiologis dan biokimia seperti protein dan lipid pada sel. Hewan-hewan laut dalam mampu mengadaptasikan struktur dan fungsi proteinnya secara khusus sehingga dapat bertahan hidup. Hewan-hewan laut dalam mati pada saat ditangkap disebabkan karena perubahan tekanan atmosfer (Nybakken 1992).

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden) Deleted: Nybakken 1988

Deleted: Nybakken 1988

Deleted: 66

Deleted: eter

Deleted: eter

Deleted: .

Deleted: menunjukkan

Deleted: Tekanan ikan laut dalam dapat mencapai 200-600 atm.

Deleted: suhu

Deleted: .

Deleted: Tidak ada bukti bahwa bentuk tubuh hewan akan berubah ketika tekanan berkurang dan tidak ada peristiwa peledakan (explosive effect)

(32)

8

2.3. Adaptasi Ikan Laut Dalam

Langkanya pakan di laut dalam menyebabkan hewan laut dalam melakukan pergerakan vertikal pada malam hari dan kembali turun pada pagi hari. Predator besar melakukan migrasi vertikal secara rutin untuk memangsa organisme yang lebih kecil. Oleh karena itu hewan laut dalam beradaptasi dengan cara tidak memiliki tubuh yang besar, mulut yang dipenuhi dengan gigi, perut yang lebar, ekor yang kecil dan rahang yang besar sehingga dapat memakan makanan yang berukuran jauh lebih besar dari tubuh mereka sendiri (Karleskint 1988). Kelompok invertebrata tertentu, khususnya Amfipoda, Isopoda, dan beberapa Copepoda berukuran jauh lebih besar daripada kerabat-kerabat mereka dari perairan bahari dangkal. Ukuran membesar dengan meningkatnya kedalaman dikenal dengan istilah gigantisme abisal. Ada dua teori tentang gigantisme abisal, yaitu teori yang pertama adalah tekanan-tekanan hidrostatik yang tinggi mengakibatkan kelainan-kelainan pada metabolisme hewan dan teori kedua, adalah kombinasi suhu rendah dan langkanya pakan akan mengurangi laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan akan memperpanjang tingkat kedewasaan hewan laut dalam sehingga ukurannya menjadi lebih besar (Nybakken 1992). Salah satu contohnya, yaitu cumi-cumi raksasa spesies Architeuthis yang dapat mencapai ukuran 9-16 m dengan tentakel yang dapat mencapai lebih dari 12 m (Karleskint 1988).

Keadaan lingkungan laut dalam dipercaya dapat tetap stabil selama 100 juta tahun sehingga organisme yang hidup di dalamnya hanya mengalami sedikit perubahan. Pada tahun 1864 di Norwegia ditemukan lili laut raksasa pada kedalaman laut 540 m. Spesies sejenis telah diketahui dari fosil berumur 120 juta tahun. Kemudian pada tahun 1870 ditemukan bulu babi merah dari laut Atlantik Utara. Genus ini telah diketahui sebelumnya hanya dari fosil berumur 100 juta tahun yang ditemukan di karang kapur putih di Dover, Inggris. Selanjutnya pada tahun 1903 ditemukan hewan yang disebut vampire squid dari ordo Vampyromorpha. Vampire squid memiliki selaput diantara tentakelnya, berwarna gelap dan merupakan kelompok moluska peralihan antara octopus dengan cumi-cumi. Hewan ini serupa dengan fosil yang tercatat sekitar 100 juta tahun yang lalu (Karleskint 1988).

Formatted: Font: Not Bold, Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Font: Not Bold, Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden) Deleted: a

Deleted: i

Deleted: k

Deleted: yang

Deleted: Nybakken 1988

Deleted: dengan

Deleted: eter

Deleted: eter

Deleted: eter

Deleted:

(33)

Kegiatan reproduksi di laut dalam tidak mengikuti suatu pola berkala tetapi berlangsung sepanjang tahun tanpa adanya puncak musiman. Ada dua pola umum pada proses reproduksi hewan laut dalam, yaitu (1) stadium-stadium awal kehidupan organisme berlangsung dalam bagian perairan yang terang di dekat permukaan air. Kemudian organisme usia muda ini bermigrasi menuju kedalaman yang biasa dihuni oleh organisme dewasa dan disini hewan laut dalam tumbuh dewasa; (2) migrasi tidak berlangsung, tetapi stadium usia muda berlangsung pada tempat yang dihuni para organisme dewasa (Nybakken 1992).

Umumnya ikan dan Decapoda penghuni zona mesopelagik berumur pendek. Ikan-ikan dari famili Myctophidae dan Gonostomatidae menjadi dewasa kelamin pada umur satu sampai tiga tahun dan mereka hidup tidak melebihi dua sampai empat tahun. Crustacea penghuni zona batipelagik dan abisal pelagik hidup antara dua sampai tujuh kali lebih lama daripada Crustacea penghuni zona mesopelagik. Suhu rendah dan langkanya pakan dalam zona batipelagik dan abisal pelagik menurunkan laju pertumbuhan dan menunda permulaan dewasa kelamin. Dengan demikian jangka hidup organisme ini lebih panjang. Daur reproduksi ikan mesopelagik dari famili Myctophidae dan Stomiatoidea bersifat musiman. Ikan-ikan ini memijah pada musim panas dan musim semi. Ikan-ikan muda dari kedua famili ini tidak mengadakan migrasi vertikal tetapi ikan dewasa melakukannya (Nybakken 1992).

Fertilisasi berlangsung secara internal dimana ikan betina akan mengeluarkan telurnya di laut dalam. Telur yang telah dibuahi akan mengapung ke permukaan air dimana tempat ditemukannya makanan berupa Copepoda muda dan plankton kecil. Selama pertumbuhan ikan muda, induk betina akan mencarikan makanan dan induk jantan akan menempel dengan cara menggigit snout dan dagu induk betina. Setelah ikan muda dewasa, mereka akan kembali ke laut dalam (Karleskint 1988).

Hewan laut dalam terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu hewan yang tidak bermigrasi vertikal dan hewan yang bermigrasi vertikal. Hewan yang tidak bermigrasi vertikal antara lain ikan (Cyclothone, Sternoptyx), Crustacea dari ordo Mysidacea, beberapa jenis udang (Sergestidae, Penaeidae dan udang-udang Caridae), beberapa Crustacea dari ordo Euphausiacea dan Amphipoda, beberapa

Formatted: Finnish

Formatted: Finnish

Formatted: Finnish

Formatted: Finnish

Formatted: Finnish

Formatted: Finnish

Formatted: Finnish Formatted: Finnish Formatted: Finnish

Formatted: Finnish Deleted: ,

Deleted: ke

Deleted: Nybakken 1988

Deleted: K

Deleted: s

Deleted: k

Deleted: s

Deleted: .

Deleted: Nybakken 1988

Deleted: c

Deleted: Ikan

Deleted: k

Deleted: se

Deleted: n

Deleted: n

Deleted: K

Deleted: k

(34)

10

cumi-cumi (Cephalopoda) serta Cnidaria dan hewan yang bermigrasi vertikal diurnal antara lain sebagian besar ikan mesopelagik (Myctophidae, Gonostomatidae) serta sebagian besar Euphausiacea dan Decapoda. Hewan-hewan ini terdapat pada kedalaman melebihi 450 m di bawah permukaan laut pada siang hari dan pada malam hari mengadakan migrasi mendekati permukaan laut (Nybakken 1992).

2.4. Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Laut Dalam

Identifikasi beberapa ikan laut dalam yang tertangkap dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Universitas Hokaido, Jepang.

1) Antigonia capros

Klasifikasi Antigonia capros (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Zeiformes Famili : Caproidae

Genus : Antigonia (Lowe 1843)

Spesies : Antigonia capros (Ogilby 1910)

Antigonia capros tersebar mulai dari Samudera Atlantik bagian timur (Perancis sampai Namibia) meliputi Azores dan Madeira, Samudera Atlantik bagian barat (Inggris, USA dan Meksiko sampai Uruguai), Samudera Pasifik meliputi Hawai, dan Jepang. Ikan ini hidup di laut demersal pada kedalaman 50-900 m. Antigonia capros memiliki ciri-ciri morfologis, yaitu memiliki jari-jari keras pada sirip dorsal sebanyak 9 buah dan jari-jari lemahnya 27-30 buah, sedangkan jari-jari keras pada sirip anal sebanyak 3 buah dan jari-jari lemahnya 24-28 buah. Ikan ini juga memiliki gill rakers (selaput insang) pada gill arch pertama pendek dan terpisah dengan baik. Ikan ini memiliki panjang total maksimum tubuhnya adalah 30,5 cm dan berat tubuh maksimum mencapai 170 kg. Antigonia capros dapat mencapai umur 1,4–4,4 tahun. Antigonia capros

diperdagangkan namun dalam jumlah yang sedikit. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam International Union for

Formatted: Font: Not Bold, Swedish (Sweden)

Formatted: Font: Not Bold, Swedish (Sweden)

Formatted: Font: Not Bold, Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Font: Not Bold Formatted: Font: Not Bold

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not I talic, Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not I talic Formatted: Portuguese (Brazil) Deleted: di

Deleted: eter

Deleted: Nybakken 1988

Deleted: Deskripsi dan Identifikasi

Deleted: Identifikasi

Deleted: dan Identifikasi

Deleted: Ikan

Deleted: di

Deleted: H

Deleted:

Ciri-Deleted: nya adalah

Deleted: pada sirip dorsal

Deleted: .

Deleted: J

Deleted: G

Deleted: Ikan ini

Deleted: Antigonia capros

(35)

the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

2) Antigonia rubicunda

Klasifikasi Antigonia rubicunda (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Zeiformes Famili : Caproidae

Genus : Antigonia (Lowe 1843)

Spesies : Antigonia rubicunda (Ogilby 1910)

Antigonia rubicunda mempunyai nama Inggris, yaitu roseate boarfish. Ikan ini hidup di perairan batidemersal daerah suptropik dengan kedalaman 125-340 m dan tersebar mulai dari Okinawa Trough, Indonesia, tropical Australia, dan New Zealand. Ikan jantan Antigonia rubicunda mencapai panjang total maksimum tubuhnya adalah 10,6 cm. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

3) Caelorinchus smithi

Klasifikasi Caelorinchus smithi (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Gadiformes Famili : Macrouridae Sub Famili : Macrourinae Genus : Caelorinchus Spesies : Caelorinchus smithi

Caelorinchus smithi hidup tersebar mulai dari Laut Mediteranian dan

timur Laut Atlantik, sebelah selatan di sekitar Cape Verde dan sebelah timur di sekitar teluk Guinea dan barat laut Atlantik, yaitu Kanada. Ikan ini mencapai

Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted

Deleted: dan Identifikasi

Deleted: Ikan

Deleted:

Deleted: an

Deleted: Hidup.

Deleted: mempunyai

Deleted:

Deleted: (Ikan jantan)

Deleted: dan Identifikasi

Deleted: Ikan ini

Deleted: ,

... [ 55]

... [ 60] ... [ 59]

... [ 73] ... [ 57] ... [ 56]

... [ 58]

... [ 75] ... [ 54]

... [ 76] ... [ 61]

... [ 77] ... [ 74]

... [ 78] ... [ 70]

... [ 72] ... [ 71]

... [ 80] ... [ 62]

... [ 81] ... [ 63]

... [ 82] ... [ 79]

... [ 83] ... [ 65]

... [ 84] ... [ 66]

... [ 85] ... [ 67] ... [ 64]

... [ 86] ... [ 68]

(36)

12

panjang total maksimum sebesar 48 cm (ikan jantan) dan dapat mencapai umur 8 tahun. Ikan ini hidup di daerah bentopelagik pada kedalaman laut 90-1250 m. Ikan ini diperdagangkan namun dalam jumlah yang sedikit. Caelorinchus smithi

memiliki fekunditas rendah atau waktu penggandaan populasi minimum 4,5-14 tahun. Ikan ini memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu tidak memiliki jari-jari keras sirip dorsal dan sirip anal, mata besar, moncong pendek dan cukup tajam, garis samping lateral disokong oleh tulang, punggung kepala kuat Makanan

Caelorinchus smithi bervariasi dari organisme bentik, seperti Polychaeta,

Gastropoda, Cephalopoda, kelompok Crustacea (Copepoda, Gammarian, Isopoda, Cumacean, Natantia) dan ikan. Caelorinchus smithi dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) dan tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi. 4) Coryphaenoides sp.

Klasifikasi Coryphaenoides sp. (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Gadiformes Famili : Macrouridae Genus : Coryphaenoides sp.

Coryphaenoides sp. termasuk famili Macrouridae mempunyai nama

Inggris, yaitu Rattails, Grenadirs (Gloerfelt dan Kailola 1984 diacu dalam Fanany 2005). Ikan ini hidup di daerah batidemersal pada kedalaman antara 150-3700 m serta tidak melakukan migrasi dan tersebar mulai dari Samudera Pasifik bagian utara, Jepang bagian utara sampai Laut Okhotsk, Laut Bering dan utara Oregon.

Coryphaenoides sp. memiliki fekunditas atau waktu penggandaan populasi sedang

antara 1,4-14 tahun. Jenis Coryphaenoides acroleptis memiliki fekunditas sangat rendah, yaitu lebih dari 14 tahun. Ikan ini memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu kepala besar, ekor panjang dan seperti sabuk, meruncing hingga menjadi satu titik.

Coryphaenoides sp. mempunyai dua sirip dorsal, yang pertama pendek dan tinggi,

yang kedua panjang, bersambung hingga ujung ekor, sirip anal serupa dengan sirip dorsal yang kedua, memiliki jari-jari sirip 5-17 sirip ventral, sirip kaudal

Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted

Deleted: M…C…nya adalah ….…

Deleted: nya p

Deleted: g

Deleted: c

Deleted: c

Deleted: c

Deleted: g

Deleted: i

Deleted: c

Deleted: N

Deleted: Ikan ini

Deleted: dan Identifikasi

Deleted: Ikan yang

Deleted: Coryphaenoides sp.

Deleted: …l

Deleted: Ika ini … Untuk j

Deleted: C…inya adalah…Biasanya

Deleted: kaudal

... [ 93] ... [ 91]

... [ 104]

... [ 108] ... [ 90]

... [ 94]

... [ 110] ... [ 97]

... [ 111] ... [ 89]

... [ 112] ... [ 95]

... [ 113] ... [ 105]

... [ 107] ... [ 106] ... [ 92]

... [ 98] ... [ 96]

... [ 116] ... [ 99] ... [ 88]

... [ 117] ... [ 100]

... [ 118] ... [ 101]

... [ 119] ... [ 102]

... [ 109] ... [ 103]

... [ 121] ... [ 114]

... [ 122] ... [ 115]

(37)

biasanya tidak ada. Coryphaenoides acroleptis memiliki moncong berbentuk bundar dan tajam serta kuat. Ikan ini memiliki bentuk mulut terminal sampai inferior, gigi lengkap, biasanya ada sungut di bagian dagu, mata besar, sisiknya biasanya tajam, ditutupi oleh duri-duri kecil. Grenadirs memiliki rasa yang mild (ringan) dan aroma yang harum gurih serta lebih manis dari ikan Cod. Ikan ini memiliki berat berkisar antara 1,75-2,75 kg dengan panjang berkisar antara 61-76 cm (Perkins 1992 diacu dalam Fanany 2005). Daging Grenadirs

berwarna putih, tipis dan berjonjot (berlapis). Makanan utama Coryphaenoides

sp. adalah berupa ikan kecil, udang, Amphipoda dan Cephalopoda. Pembekuan

Grenadirs yang hati-hati dapat memberikan daging yang kualitasnya bagus (Perkins 1992 diacu dalam Fanany 2005). Coryphaenoides sp. dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

5) Diretmoides pauciradiatus

Klasifikasi Diretmoides pauciradiatus(Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Beryciformes Famili : Diretmidae Genus : Diretmoides

Spesies : Diretmoides pauciradiatus

Diretmoides pauciradiatus tersebar mulai dari Samudera Atlantik bagian

timur (Guinea Bissau sampai Angola, Atlantik bagian barat (Florida bagian timur, Teluk Brazil, dan Carribean dan Brazil bagian utara), Samudera Hindia (Mozambik, Madagaskar, dan Australia bagian barat), Samudera Pasifik (Indonesia, Laut Cina Selatan, pegunungan Palau-Kyushu). Ikan ini memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu jari-jari lemah pada sirip dorsal sebanyak 24-26 dan jari-jari lemah pada sirip anal sebanyak 18-21. Ikan jantan dapat mencapai panjang total maksimum sebesar 37 cm. Hidup di lingkungan batipelagik pada kedalaman 0-600 m. Ikan ini ketika muda hidup di daerah mesopelagik dan

Formatted

Formatted

Formatted

Formatted: French (France)

Formatted

Formatted: French (France) Formatted

Formatted: French (France) Formatted: French (France)

Formatted: French (France)

Formatted: French (France)

Formatted: French (France)

Formatted

Formatted: French (France)

Formatted: Font: Not Bold, French (France)

Formatted: French (France)

Formatted

Formatted: French (France)

Formatted

Formatted: Font: Not Bold, French (France)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: French (France) Formatted: French (France) Deleted: B

Deleted: . S

Deleted: ikan ini

Deleted: c…B

Deleted: nya

Deleted: nya

Deleted: nya

Deleted: a

Deleted: c

Deleted:

Deleted: g

Deleted:

Deleted:

Deleted: dan Identifikasi

Deleted: Ikan ini …b…t…C…nya adalah …eter….…

... [ 125]

... [ 128]

... [ 129] ... [ 127] ... [ 126]

... [ 130] ... [ 124]

... [ 132] ... [ 131]

(38)

14

ketika dewasa dapat hidup di daerah bentopelagik yang mencapai kedalaman 1000 m. Makanannya berupa plankton, seperti halnya anggota famili lainnya. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

6) Diretmoides veriginae

Klasifikasi Diretmoides veriginae (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Beryciformes Famili : Diretmidae Genus : Diretmoides

Spesies : Diretmoides veriginae

Diretmoides veriginae tersebar mulai dari Samudera Hindia bagian timur

(Mentawai sampai Andaman), dan Samudera Pasifik bagian barat (Timor dan Laut Cina Selatan). Habitat ikan ini di daerah batipelagik pada kedalaman 340-1300 m. Ikan jantan dapat mencapai panjang maksimum sebesar 23,3 cm. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

7) Lamprogrammus niger

Klasifikasi Lamprogrammus niger (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Ophidiiformes Famili : Ophidiidae Genus : Lamprogrammus

Spesies : Lamprogrammus niger(Alcock 1891)

Lamprogrammus niger tersebar mulai dari daerah beriklim tropik sampai

daerah subtropik. Ikan ini hidup di perairan batipelagik pada kedalaman

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: French (France) Formatted: Font: Not Bold, German (Germany)

Formatted: Font: Not Bold, German (Germany)

Formatted: German (Germany)

Formatted: German (Germany) Field Code Changed Field Code Changed Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Deleted: .

Deleted: eter

Deleted: dan Identifikasi

Deleted: Ikan ini

Deleted: ,

Deleted: eter

Deleted:

Deleted:

Deleted: dan Identifikasi

(39)

741–2000 m. Ikan ini memiliki fekunditas sedang dimana waktu memijah atau penggandaan populasi minimum 1,4-4,4 tahun. Lamprogrammus nigermemiliki ciri-ciri morfologi, yaitu jari-jari lemah sirip dorsal 105–115 buah dan jari-jari lemah sirip anal 84–91 buah. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

8) Neoscopelus microchir

Klasifikasi Neoscopelus microchir (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Myctophiformes Famili : Neoscopelidae

Genus : Neoscopelus (Johnson 1863)

Spesies : Neoscopelus microchir (Matsubara 1943)

Ikan ini tersebar dari Samudera Atlantik bagian timur mulai dari Maroko sampai Sahara bagian barat, Samudera Atlantik bagian barat mulai dari Selat Florida sampai Pulau Virgin, Samudera Hindia bagian barat mulai dari Laut Arab sampai Natal, Afrika Selatan, Pasifik bagian barat mulai dari Jepang bagian selatan sampai timur laut New Zealand. Ikan ini hidup di daerah batipelagik pada kedalaman laut 250-700 m. Ikan ini memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu panjang maksimum total tubuhnya 30,5 cm (ikan jantan), memiliki jari-jari lemah sirip dorsal 12-13 buah dan jari-jari lemah sirip anal 11-13 buah. Ikan ini memiliki fekunditas sedang dimana waktu memijah atau penggandaan populasi minimum 1,4-4,4 tahun. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

9) Setarches guentheri

Klasifikasi Setarches guentheri (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Deleted: C

Deleted: nya

Deleted: memiliki

Deleted: dan Identifikasi

Deleted: o

Deleted: cco

Deleted: f

Deleted: C

Deleted: nya

Deleted: nya adalah

(40)

16

Ordo : Scorpaeniformes Famili : Setarchidae Genus : Setarches

Spesies : Setarches guentheri

Setarches guentheri hidup di dasar laut pada kedalaman150-732 m dan tersebar mulai dari Samudera Atlantik bagian timur (Maroko, Madeira, dan Cape Verde sampai Afrika Selatan), Samudera Atlantik bagian barat (USA sampai Brazil), Samudera Indo-Pasifik Barat (Tanzania sampai Afrika bagian selatan, India, Sri Lanka sampai Teluk Bengal, Laut Andaman, Jepang bagian utara, Fuji, dan Hawaii, Filipina bagian selatan, Indonesia, dan Australia bagian barat), dan Samudera Pasifik bagian timur (Chili). Habitat ikan ini di daerah bersuhu 5,5-13 °C. Setarches guentheri melakukan migrasi vertikal pada malam hari untuk mencari makan di daerah pelagik. Lambung ikan ini berisi Crustacea dari Famili Oplophoridae, Genus Oplophorus sp., dan Amphipoda. Ikan ini memiliki fekunditas rendah atau waktu penggandaan populasi minimum 4,5-14 tahun.

Ikan ini memiliki ciri-ciri morfologis antara lain memiliki jari-jari keras sirip dorsal 11-13 buah dan jari-jari lemah sirip dorsal 9-11 buah, sedangkan jari-jari keras sirip anal sebanyak 3 buah dan jari-jari lemah sirip anal 4-6 buah. Linea lateralis terputus tertutup oleh sisik membran yang tipis, biasanya hilang pada saat penangkapan. Ikan ini memiliki duri preopercular yang kedua berkembang baik, sub equal atau lebih panjang daripada duri preopercular yang pertama dan ketiga. Setarches guentheri memiliki sisik pada bagian pektoral sebanyak 20-25 buah dan jumlahnya berbeda-beda pada masing-masing ikan bergantung pada daerah hidupnya. Contohnya untuk ikan Setarches guentheri yang ditemukan di Hawaii memiliki 21 sisik pektoral, 22 sisik, dan 23 sisik pada ikan yang ditemukan di Samudera Atlantik bagian timur dan Samudera Atlantik bagian barat. Ikan ini diperdagangkan namun dalam jumlah yang sedikit. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

Formatted: German (Germany) Formatted: German (Germany) Formatted: German (Germany) Formatted: German (Germany) Formatted: German (Germany) Formatted: German (Germany) Formatted: German (Germany)

Formatted: German (Germany) Formatted: German (Germany)

Formatted: German (Germany)

Formatted: German (Germany) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Font: I talic, Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Deleted: ¶

Deleted: Ikan

Deleted: yang lunak

Deleted: Deleted:

Deleted: i

Deleted: k

Deleted: s

Deleted: a

Deleted: .

Deleted: S

Deleted: M

Deleted: pectoral

Deleted: c

(41)

10) Zenopsis conchifer

Klasifikasi Zenopsis conchifer (Eschmeyer 2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Zeiformes Famili : Zeidae (Dories) Genus : Zenopsis

Spesies : Zenopsis conchifer (Lowe 1852)

Zenopsis conchifer hidup di daerah mesopelagik pada kedalaman 50-600 m dan tersebar mulai dari Samudera Hindia bagian barat seperti Somalia dan India sampai dengan Afrika Selatan kecuali di Laut Merah, Samudera Atlantik bagian timur seperti Teluk Biscay sampai Afrika Selatan, Samudera Atlantik bagian barat seperti Pulau Sable, Kanada sampai Carolina Selatan, Amerika Serikat sampai Argentina, juga Indonesia tetapi tidak di Samudera Pasifik. Ikan ini sering ditemukan di perairan dasar atau daerah pertengahan dengan substrat berlumpur. Zenopsis conchifer memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu jari-jari keras sirip dorsal berjumlah 9-10 buah, jari-jari lemah sirip dorsal berjumlah 24-26 buah, jari-jari keras sirip anal berjumlah 3 buah dan jari-jari lemah sirip anal berjumlah 24-26 buah. Ikan ini memiliki panjang total maksimum tubunya adalah 80 cm (ikan jantan). Tubuh berwarna perak dengan bintik agak kehitaman dari bagian lateral, di bawah tubuh dan sedikit di bagian atas serta berakhir di bagian sirip dada. Makanannya berupa ikan dan cumi-cumi. Ikan ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi (harmless) serta tidak terdaftar dalam IUCN red list yang menunjukkan bahwa ikan ini tidak termasuk dalam hewan yang dilindungi atau dikonservasi.

2.5. Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Ekstraksi adalah pemisahan suatu komponen dengan menggunakan pelarut (Austin 1986 diacu dalam Kustiariyah 2006). Pelarut yang digunakan pada ekstraksi bergantung dari sifat komponen yang akan diisolasi. Salah satu sifat penting dalam pemilihan pelarut adalah sifat polaritas bahan. Polaritas bahan harus sama dengan polaritas pelarut agar bahan dapat larut pada pelarut yang

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Space Before: 0 pt

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Font: Not Bold, Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil)

Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Swedish (Sweden) Deleted: dan Identifikasi

Deleted: meter

Deleted: barat

(42)

18

[image:42.595.88.580.21.740.2]

digunakan. Metode ekstraksi yang digunakan bergantung pada beberapa faktor, antara lain tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang akan diekstraksi, dan sifat-sifat pelarut yang akan digunakan (Hougton dan Raman 1998). Prinsip metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pemisahan bahan yang telah diekstrak. Semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin polar pelarut tersebut. Beberapa pelarut dan sifat-sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Beberapa jenis pelarut dan sifat-sifat fisiknya

Pelarut Titik Didih (°C)

Titik Beku

(°C) Konstanta Dielektrik

Heksana 68 -94 1,8

Siklo heksana 81 6,5 2,0

Toluen 1,1 -95 2,4

Dietil eter 35 -116 4,3

Kloroform 61 -64 4,8

Etil asetat 77 -84 6,0

Aseton 56 -95 20,7

Etanol 78 -117 24,3

Metanol 65 -98 32,6

Air 100 0 80,2

Sumber : Nur dan Adijuwana (1989)

Metode ekstraksi menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus (Harborne 1987). Ekstraksi sederhana terdiri atas :

1) maserasi yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dengan pelarut dengan atau tanpa pengadukan;

2) perkolasi yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;

3) reperkolasi yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkolator sampai senyawa kimianya terlarutkan;

4) evakolasi yaitu perkolasi dengan pengurangan tekanan udara; 5) diakolasi yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara. Ekstraksi khusus terdiri atas:

1) sokletasi yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut yang bervariasi;

Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Deleted: nya

Deleted: A

... [ 162] ... [ 15

Gambar

Tabel 1. Karakteristik lingkungan laut  (beriklim sedang dan tropik)
Tabel 2. Zona-zona laut
Tabel 3. Beberapa jenis pelarut dan sifat-sifat fisiknya
Gambar 3.  Rumus bangun steroid (Gorog dan Szasz 1978)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Review dilakukan dengan cara minta beberapa orang untuk membaca draft modul yang telah dibuat serta mengkritisi dan memberikan komentar terhadap draft modul

(Paragraf 42B) Perubahan kepemilikan atas entitas anak yang tidak mengakibatkan kehilangan pengendalian, misalnya akibat pembelian atau penjualan kemudian

Munandar, (1983: 314) Liquidating Dividen adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham, dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai

Sifat hubungan tersebut: (a) yang berhubungan dengan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan, (b) latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial

Berdasarkan arsitektur jaringan tersebut dilakukan proses pelatihan dengan menggunakan data pelatihan yang tersedia, jika disain JST menunjukkan akurasi yang tinggi atau

Angka infeksi terkait pelayanan kesehatan dibandingkan dengan angka- angka di rumah sakit lain melalui komparasi data dasar (lihat juga PMKP.4.2, EP 2 dan

Sementara 74,7% variabel lain yang mempengaruhi minat berwirausaha diluar dukungan sosial (orang tua).Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada

Permasalahan yang dihadapi oleh keluarga Bapak I Nengah Suama dan Ibu Ni Nyoman Kuesi ini yang penulis tanyakan atau yang penulis survey yakni masalah ekonomi, masalah