• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup Di PT Garudafood

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup Di PT Garudafood"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

Oleh :

MAYA PUSPITA SARI F24103128

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAYA PUSPITA SARI F24103128

2007

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAYA PUSPITA SARI F24103128

Dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1984 di Jakarta. Tanggal Lulus : September 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

Dr. Ir. M. Arpah, MSi. Betty E. Silalahi, STP. Rahadi Kusuma, STP. Dosen Pembimbing Pembimbing Lapang I Pembimbing Lapang II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(4)

Maya Puspita Sari. F24103128. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup di PT Garudafood. Dibawah bimbingan: M. Arpah, Betty E. Silalahi, dan Rahadi Kusuma. 2007.

RINGKASAN

Kopi merupakan salah satu jenis produk lama yang selalu memperbarui dirinya. Kopi juga merupakan komoditas yang paling banyak diperdagangkan dunia setelah minyak. Produksi kopi global adalah sebesar 7 juta ton per tahun. Produksi ini meliputi pasokan 400 juta cangkir kopi yang diminum oleh para konsumen di dunia setiap tahunnya. Oleh karenanya pengembangan produk kopi baik dari aspek budidaya, pengolahan maupun cara penyajiannya memiliki potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan oleh industri pangan.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan cup. Pengujian mutu meliputi uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya gambaran mengenai mutu mikrobiologi dan organoleptik dari minuman kopi dalam kemasan cup.

Penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi verifikasi bahan pengawet, verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas, dan verifikasi mikrobiologi bahan baku. Penelitian utama terdiri dari produksi minuman kopi dengan kombinasi perlakuan nilai Fo (20 menit, 30 menit, dan 40 menit) dan konsentrasi bahan pengawet, pengukuran pH, pengukuran oBrix, uji total mikroba, dan uji organoleptik. Hasil verifikasi pengawet adalah kalium sorbat dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Hasil verifikasi kemasan cup diperoleh bahwa kemasan cup yaitu polypropylene cukup kuat untuk digunakan sebagai bahan pengemas minuman kopi pada suhu 95oC selama 45 menit. Hasil verifikasi bahan baku adalah: pemanis <2.5 x 101 koloni/ml, creamer 6.5 x 102 koloni/ml, gula 8.1 x 102 koloni/ml, dan kopi <2.5 x 101 koloni/ml.

Berdasarkan hasil uji total mikroba diperoleh bahwa kombinasi perlakuan nilai Fo 40 dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm mampu menghasilkan minuman kopi dalam kemasan cup yang sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1995 yaitu angka lempeng total <102 koloni/ml.

(5)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta, 1 Agustus 1984 dan merupakan anak pertama dari pasangan Syofyan Melayu dan Siti Maryam. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 010 Pagi Jakarta Timur, MTs Husnul Khotimah Kuningan, SMU Islam Terpadu Nurul Fikri Depok, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan. Penulis adalah staf divisi Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB (BEM TPB) (2003-2004), Sekretaris Departemen Administrasi dan Keuangan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB (BEM FATETA IPB) (2004-2005), Ketua Departemen Keuangan BEM FATETA IPB (2005-2006), anggota IPB Debating Community (IDC) (2004-2005), dan anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA).

Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara ketiga dalam IPB Debating Competition yang diselenggarakan oleh International Association of Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) (2005), juara ketiga dalam National Debating Competition on Food Issues yang diselenggarakan oleh fgW Student Forum (2005) dan finalis dalam Innovative Entrepreneurship Challenge yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (2006).

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT karena sesungguhnya penyelesaian skripsi ini terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan yang diberikanNya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang pada akhirnya menempa keuletan dan kegigihan penulis. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, sang inspirator dan suri tauladan umat manusia. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis sampai pada akhirnya pelaksanaan tugas akhir ini rampung juga. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Ayah, Ibu dan Adik-adik tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dukungan, dan kepercayaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk jadi pribadi yang lebih baik.

2. Dr. Ir. M. Arpah Msi. sebagai dosen pembimbing akademik atas kritik, saran, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Betty E. Silalahi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang di PT Garudafood.

4. Mas Rahadi Kusuma sebagai pembimbing lapang atas ilmu dan masukan-masukannya yang berharga, dan atas dukungan serta kemudahan-kemudahan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. Mba Shirley V. Permana atas perhatian dan bantuan yang diberikan selama kegiatan magang berlangsung. 5. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. dan Dr. Ir. Sukarno, MSc. sebagai dosen penguji

atas saran-saran yang sangat berharga bagi perbaikan skripsi ini.

6. Wati, Adie M. Rahman, dan Reza Febriansyah yang telah memberikan dukungan, perhatian, bantuan, serta semangat. Terima kasih atas hari-hari yang luar biasa selama magang ^_^ ;

(7)

Mba Susan, Dhenay, Ranto, Kristin, Kiki, Mba Marlyna, Mba Reni, Mas No, Mba Sundari, Putri, Mba Sesil, Mba Teti, Mba Maya, Haris, Dani dan seluruh keluarga besar RnD PT Garudafood yang tidak bisa dituliskan satu-persatu, terima kasih atas bantuan yang diberikan serta penerimaan yang hangat. 8. Keluarga kecilku: Mba, Cupang, Conan, Kulniya_sally, V3, dan Bossy atas

pengertian dan pengingatan yang tidak pernah lelah diberikan. Semoga ukhuwah kita tetap terjaga.

9. Keluarga besarku di Fateta mohon maaf atas amanah yang tersiakan.

10.Lasty, Istiana, Mae, dan Gading atas keberadaannya sehingga penulis dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah kehidupan penulis.

11.Teman-teman ROKET 40 dan KOLAK-ers, it is amazing to meet great people likeyou guys, may Allah bless you..

12.Seluruh teman-teman ITP 40 atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya. Demikian pula kepada teman-teman di Wisma Windy: Vina, Nooy, Eneng, Tilo, Lilin, Jeng Ye, Ekus, Primus, Jeng Lina, semuanya.. plus Angel! Thank you for everything..

13.Seluruh teman-teman seperjuangan di BEM FATETA (2004-2006) atas kerja sama, semangat, kritik, dan saran yang diberikan sehingga memperkaya kepribadian penulis.

14.Sahabat-sahabat penulis di ex SMUIT NF: Astrid, Qoqom, Ayu, Pima, Urfi, Lulu, Icha, Gita, Sommy, and all!! Memiliki sahabat seperti kalian adalah sebuah anugerah.

15.Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kesediaannya membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, September 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 2

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

A. SEJARAH PT GARUDAFOOD ... 3

B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ... 4

C. PRODUK YANG DIHASILKAN ... 5

D. SISTEM PEMASARAN ... 6

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. KOPI ... 7

B. HURDLE TECHNOLOGY ... 10

C. BAHAN PENGAWET ... 11

D. KALIUM SORBAT ... 13

1. Sifat Fisik Kimia ... 13

2. Aktivitas Antimikroba ... 15

3. Keamanan untuk Digunakan ... 17

E. PROSES PEMANASAN ... 18

IV. METODOLOGI ... 24

A. BAHAN DAN ALAT ... 24

B. METODE PENELITIAN ... 24

1. Penelitian Pendahuluan ... 24

(9)

2. Penelitian Utama ... 26

a. Pengukuran pH ... 27

b. Pengukuran oBrix ... 28

c. Uji Total Mikroba ... 29

d. Uji Organoleptik ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET ... 31

B. VERIFIKASI KEMASAN CUP TERHADAP PERLAKUAN PANAS ... 35

C. VERIFIKASI MIKROBIOLOGI BAHAN BAKU ... 37

D. UJI KECUKUPAN PANAS ... 37

E. PENGUKURAN pH DAN oBRIX ... 42

F. ANALISIS MIKROBIOLOGI MINUMAN KOPI DALAM KEMASAN CUP ... 44

G. UJI ORGANOLEPTIK ... 50

1. Aroma ... 52

2. Rasa Keseluruhan ... 54

3. Aftertaste ... 55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. KESIMPULAN ... 58

B. SARAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia

kopi instan ... 8

Tabel 2. Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan ... 9

Tabel 3. Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat ... 17

Tabel 4. Hasil focus group discussion pengawet nisin ... 32

Tabel 5. Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat ... 32

Tabel 6. Hasil focus group discussion pengawet metil paraben ... 33

Tabel 7. Hasil focus group discussion pengawet propil paraben ... 34

Tabel 8. Hasil verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas ... 36

Tabel 9. Hasil analisis mikrobiologi bahan baku ... 37

Tabel 10. Hasil pengukuran pH dan oBrix untuk penyimpanan H-0 dan H-56 ... 43

Tabel 11. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 0 hari ... 45

Tabel 12. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 14 hari ... 45

Tabel 13. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 28 hari ... 45

Tabel 14. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 42 hari ... 45

(11)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

Oleh :

MAYA PUSPITA SARI F24103128

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAYA PUSPITA SARI F24103128

2007

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAYA PUSPITA SARI F24103128

Dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1984 di Jakarta. Tanggal Lulus : September 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

Dr. Ir. M. Arpah, MSi. Betty E. Silalahi, STP. Rahadi Kusuma, STP. Dosen Pembimbing Pembimbing Lapang I Pembimbing Lapang II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(14)

Maya Puspita Sari. F24103128. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup di PT Garudafood. Dibawah bimbingan: M. Arpah, Betty E. Silalahi, dan Rahadi Kusuma. 2007.

RINGKASAN

Kopi merupakan salah satu jenis produk lama yang selalu memperbarui dirinya. Kopi juga merupakan komoditas yang paling banyak diperdagangkan dunia setelah minyak. Produksi kopi global adalah sebesar 7 juta ton per tahun. Produksi ini meliputi pasokan 400 juta cangkir kopi yang diminum oleh para konsumen di dunia setiap tahunnya. Oleh karenanya pengembangan produk kopi baik dari aspek budidaya, pengolahan maupun cara penyajiannya memiliki potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan oleh industri pangan.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan cup. Pengujian mutu meliputi uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya gambaran mengenai mutu mikrobiologi dan organoleptik dari minuman kopi dalam kemasan cup.

Penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi verifikasi bahan pengawet, verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas, dan verifikasi mikrobiologi bahan baku. Penelitian utama terdiri dari produksi minuman kopi dengan kombinasi perlakuan nilai Fo (20 menit, 30 menit, dan 40 menit) dan konsentrasi bahan pengawet, pengukuran pH, pengukuran oBrix, uji total mikroba, dan uji organoleptik. Hasil verifikasi pengawet adalah kalium sorbat dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Hasil verifikasi kemasan cup diperoleh bahwa kemasan cup yaitu polypropylene cukup kuat untuk digunakan sebagai bahan pengemas minuman kopi pada suhu 95oC selama 45 menit. Hasil verifikasi bahan baku adalah: pemanis <2.5 x 101 koloni/ml, creamer 6.5 x 102 koloni/ml, gula 8.1 x 102 koloni/ml, dan kopi <2.5 x 101 koloni/ml.

Berdasarkan hasil uji total mikroba diperoleh bahwa kombinasi perlakuan nilai Fo 40 dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm mampu menghasilkan minuman kopi dalam kemasan cup yang sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1995 yaitu angka lempeng total <102 koloni/ml.

(15)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta, 1 Agustus 1984 dan merupakan anak pertama dari pasangan Syofyan Melayu dan Siti Maryam. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 010 Pagi Jakarta Timur, MTs Husnul Khotimah Kuningan, SMU Islam Terpadu Nurul Fikri Depok, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan. Penulis adalah staf divisi Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB (BEM TPB) (2003-2004), Sekretaris Departemen Administrasi dan Keuangan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB (BEM FATETA IPB) (2004-2005), Ketua Departemen Keuangan BEM FATETA IPB (2005-2006), anggota IPB Debating Community (IDC) (2004-2005), dan anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA).

Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara ketiga dalam IPB Debating Competition yang diselenggarakan oleh International Association of Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) (2005), juara ketiga dalam National Debating Competition on Food Issues yang diselenggarakan oleh fgW Student Forum (2005) dan finalis dalam Innovative Entrepreneurship Challenge yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (2006).

(16)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT karena sesungguhnya penyelesaian skripsi ini terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan yang diberikanNya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang pada akhirnya menempa keuletan dan kegigihan penulis. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, sang inspirator dan suri tauladan umat manusia. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis sampai pada akhirnya pelaksanaan tugas akhir ini rampung juga. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Ayah, Ibu dan Adik-adik tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dukungan, dan kepercayaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk jadi pribadi yang lebih baik.

2. Dr. Ir. M. Arpah Msi. sebagai dosen pembimbing akademik atas kritik, saran, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Betty E. Silalahi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang di PT Garudafood.

4. Mas Rahadi Kusuma sebagai pembimbing lapang atas ilmu dan masukan-masukannya yang berharga, dan atas dukungan serta kemudahan-kemudahan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. Mba Shirley V. Permana atas perhatian dan bantuan yang diberikan selama kegiatan magang berlangsung. 5. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. dan Dr. Ir. Sukarno, MSc. sebagai dosen penguji

atas saran-saran yang sangat berharga bagi perbaikan skripsi ini.

6. Wati, Adie M. Rahman, dan Reza Febriansyah yang telah memberikan dukungan, perhatian, bantuan, serta semangat. Terima kasih atas hari-hari yang luar biasa selama magang ^_^ ;

(17)

Mba Susan, Dhenay, Ranto, Kristin, Kiki, Mba Marlyna, Mba Reni, Mas No, Mba Sundari, Putri, Mba Sesil, Mba Teti, Mba Maya, Haris, Dani dan seluruh keluarga besar RnD PT Garudafood yang tidak bisa dituliskan satu-persatu, terima kasih atas bantuan yang diberikan serta penerimaan yang hangat. 8. Keluarga kecilku: Mba, Cupang, Conan, Kulniya_sally, V3, dan Bossy atas

pengertian dan pengingatan yang tidak pernah lelah diberikan. Semoga ukhuwah kita tetap terjaga.

9. Keluarga besarku di Fateta mohon maaf atas amanah yang tersiakan.

10.Lasty, Istiana, Mae, dan Gading atas keberadaannya sehingga penulis dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah kehidupan penulis.

11.Teman-teman ROKET 40 dan KOLAK-ers, it is amazing to meet great people likeyou guys, may Allah bless you..

12.Seluruh teman-teman ITP 40 atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya. Demikian pula kepada teman-teman di Wisma Windy: Vina, Nooy, Eneng, Tilo, Lilin, Jeng Ye, Ekus, Primus, Jeng Lina, semuanya.. plus Angel! Thank you for everything..

13.Seluruh teman-teman seperjuangan di BEM FATETA (2004-2006) atas kerja sama, semangat, kritik, dan saran yang diberikan sehingga memperkaya kepribadian penulis.

14.Sahabat-sahabat penulis di ex SMUIT NF: Astrid, Qoqom, Ayu, Pima, Urfi, Lulu, Icha, Gita, Sommy, and all!! Memiliki sahabat seperti kalian adalah sebuah anugerah.

15.Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kesediaannya membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, September 2007

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 2

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

A. SEJARAH PT GARUDAFOOD ... 3

B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ... 4

C. PRODUK YANG DIHASILKAN ... 5

D. SISTEM PEMASARAN ... 6

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. KOPI ... 7

B. HURDLE TECHNOLOGY ... 10

C. BAHAN PENGAWET ... 11

D. KALIUM SORBAT ... 13

1. Sifat Fisik Kimia ... 13

2. Aktivitas Antimikroba ... 15

3. Keamanan untuk Digunakan ... 17

E. PROSES PEMANASAN ... 18

IV. METODOLOGI ... 24

A. BAHAN DAN ALAT ... 24

B. METODE PENELITIAN ... 24

1. Penelitian Pendahuluan ... 24

(19)

2. Penelitian Utama ... 26

a. Pengukuran pH ... 27

b. Pengukuran oBrix ... 28

c. Uji Total Mikroba ... 29

d. Uji Organoleptik ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET ... 31

B. VERIFIKASI KEMASAN CUP TERHADAP PERLAKUAN PANAS ... 35

C. VERIFIKASI MIKROBIOLOGI BAHAN BAKU ... 37

D. UJI KECUKUPAN PANAS ... 37

E. PENGUKURAN pH DAN oBRIX ... 42

F. ANALISIS MIKROBIOLOGI MINUMAN KOPI DALAM KEMASAN CUP ... 44

G. UJI ORGANOLEPTIK ... 50

1. Aroma ... 52

2. Rasa Keseluruhan ... 54

3. Aftertaste ... 55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. KESIMPULAN ... 58

B. SARAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia

kopi instan ... 8

Tabel 2. Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan ... 9

Tabel 3. Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat ... 17

Tabel 4. Hasil focus group discussion pengawet nisin ... 32

Tabel 5. Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat ... 32

Tabel 6. Hasil focus group discussion pengawet metil paraben ... 33

Tabel 7. Hasil focus group discussion pengawet propil paraben ... 34

Tabel 8. Hasil verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas ... 36

Tabel 9. Hasil analisis mikrobiologi bahan baku ... 37

Tabel 10. Hasil pengukuran pH dan oBrix untuk penyimpanan H-0 dan H-56 ... 43

Tabel 11. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 0 hari ... 45

Tabel 12. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 14 hari ... 45

Tabel 13. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 28 hari ... 45

Tabel 14. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 42 hari ... 45

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur verifikasi bahan pengawet ... 25

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan minutan kopi dalam kemasan cup ... 26

Gambar 3. Diagram alir standardisasi pH meter ... 27

Gambar 4. Diagram alir pengukuran pH ... 28

Gambar 5. Diagram alir pengukuran oBrix ... 28

Gambar 6. Diagram alir uji total mikroba ... 29

Gambar 7. Posisi sensor pada penentuan distribusi panas ... 39

Gambar 8. Grafik pengukuran distribusi panas ... 39

Gambar 9. Penempatan sensor dalam cup ... 40

Gambar 10. Kurva penentrasi panas minuman kopi dalam cup ... 41

Gambar 11. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 28 hari ... 47

Gambar 12. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 42 hari ... 48

Gambar 13. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 56 hari ... 49

Gambar 14. Hasil uji hedonik atribut aroma masa simpan 0 hari ... 50

Gambar 15. Hasil uji hedonik atribut rasa keseluruhan masa simpan 0 hari ... 50

Gambar 16. Hasil uji hedonik atribut aftertaste masa simpan 0 hari ... 51

Gambar 17. Hasil uji hedonik atribut aroma masa simpan 56 hari ... 51

Gambar 18. Hasil uji hedonik atribut rasa keseluruhan masa simpan 56 hari ... 52

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil pengukuran distribusi panas pasteurizer ... 63 Lampiran 2. Hasilpengukuranpenetrasi panas ... 64 Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil uji hedonik pada minuman kopi

dalam kemasan cup penyimpanan 0 hari ... 65 Lampiran 4. Rekapitulasi data hasil uji hedonik pada minuman kopi

dalam kemasan cup penyimpanan 56 hari ... 66 Lampiran 5. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma

untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat

pada penyimpanan 0 hari ... ..67 Lampiran 6. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan

kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari ... ..68 Lampiran 7. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan

kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari ... ..69 Lampiran 8. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma

untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat

pada penyimpanan 56 hari ... ..70 Lampiran 9. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan

kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari ... ..71 Lampiran 10. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan

kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari ... ..72 Lampiran 11. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan

pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

(23)

Lampiran 12. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

400 ppm ... 74 Lampiran 13. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan

pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

500 ppm ... 75 Lampiran 14. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk

perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan

kalium sorbat 300 ppm ... 76 Lampiran 15. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk

perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan

kalium sorbat 400 ppm ... 77 Lampiran 16. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan

untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 500 ppm ... 78 Lampiran 17. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan

pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

300 ppm ... 79 Lampiran 18. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan

pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 400 ppm ... 80 Lampiran 19. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kopi diperoleh dari buah tanaman kopi (Coffea sp.) yang termasuk familia Rubiceae. Kata kopi berasal dari bahasa Arab qohwah yang berarti istilah puitis untuk minuman anggur. Kopi memiliki banyak varietas, namun yang umumnya dipasarkan adalah jenis kopi Arabica dan Robusta (Clifford dan Wilson, 1985).

Pada akhir abad ke-16 minuman kopi mulai dikenal di daratan Eropa setelah disebarkan oleh para pedagang Timur Tengah. Biji-biji kopi pertama kali tiba di daratan Eropa adalah di Venice (Italia) dari Mekah pada awal-awal tahun 1600-an. Bermula dari sinilah, kemudian komoditi kopi mengalami perkembangan yang fantastis, baik dari aspek budidaya maupun pengolahannya. Perkembangan kuliner yang pesat inilah yang akhirnya menjadi faktor penarik bagi pemanfaatan kopi secara masif, khususnya bagi industri pangan (Clifford dan Wilson, 1985).

Tantangan bagi industri pangan saat ini adalah bagaimana memproduksi dan melakukan inovasi-inovasi terhadap produk pangan yang ada sehingga mampu menghasilkan produk pangan yang murah dengan kualitas yang baik. Selain itu, industri pangan juga dituntut untuk memproduksi makanan atau minuman yang ready to eat atau memiliki tingkat kepraktisan yang tinggi.

(25)

penurunan pH makanan, penurunan aw, pengolahan dengan panas, iradiasi atau menggunakan satu jenis pengawet kimiawi tidak dapat diterapkan pada pangan pada umumnya karena adanya efek merugikan baik dari segi organoleptik ataupun karakteristik teksturalnya. Oleh karenanya, saat ini dikenal istilah hurdle technology yang merupakan kombinasi metode pengawetan dalam rangka pengurangan pada tingkat proses dan pengurangan dalam penggunaan bahan pengawet. Pendekatan dalam hurdle technology ini pada umumnya adalah menemukan interaksi antara penggunaan senyawa pengawet kimiawi dan proses fisik yang paling disukai, atau diantara beberapa bahan pengawet, yang dapat mengurangi resiko pada proses tanpa mengorbankan keamanan atau stabilitas dari pangan itu sendiri (Tilbury, 1982).

B. TUJUAN

(26)

II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH PT GARUDAFOOD

Grup Garudafood berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT Tudung Putrajaya. Perusahaan ini didirikan di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan mulai serius berkonsentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan merek Kacang Garing Garuda, yang belakangan sangat popular di masyarakat dengan sebutan ringkas: Kacang Garuda.

Untuk menjamin Kacang Garuda dapat dinikmati oleh konsumen di seluruh pelosok negeri dan tersedia dalam jumlah yang cukup, jaringan distribusi Garudafood terus diperkokoh dengan mendirikan PT Sinar Niaga Sejahtera pada tahun 1994. Sejalan dengan berkembangnya waktu, perusahaan yang tadinya berfungsi sebagai perusahaan pendukung ini akhirnya dapat menjadi profit center tersendiri bagi kelompok usahanya.

Seiring kemajuan demi kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995, melalui PT Garuda Putra Putri Jaya (PT GPPJ), perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi : kacang atom, kacang telur dan kacang madu. Ekspansi ke beragam produk kacang ini ternyata mendapat sambutan hangat dari pasar. Buktinya, meskipun masih baru, daya serap pasar atas produk kacang lapis ini ternyata mampu melampaui prestasi yang dicapai oleh produk kacang garing.

(27)

kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sejumlah industri makanan ringan kini mulai bernaung di bawah payung Garudafood. Sesuai visi dan misinya, kelompok usaha ini tentu saja tidak cepat berpuas diri dengan prestasi yang telah dicapai selama ini. Berbagai inovasi terus dilakukan untuk terus membuat produk-produk baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Semua itu dilakukan, tidak lain demi kepuasan yang sebesar-besarnya bagi para konsumen yang merupakan penentu hidup matinya sebuah perusahaan.

Kini di atas areal lebih dari 35 hektar yang tersebar di berbagai lokasi, telah berdiri pabrik-pabrik industri Garudafood yang didukung oleh mesin dan peralatan berteknologi modern. Mesin oven yang mencakup drying machine dan roasting machine, misalnya, khusus didatangkan dari Belgia dan Jerman. Selain itu, kini Garudafood juga mulai memesan mesin-mesin yang didisain secara khusus sesuai dengan kebutuhan spesifik dari produk-produk yang dikembangkan. Hal ini tercapai berkat kerjasama yang simultan dan terencana antara Divisi Pemasaran, Divisi Riset, dan Pengembangan serta Divisi Produksi yang pada akhirnya, mampu menyuguhkan beraneka macam produk makanan dan minuman yang inovatif dan berstandar internasional, dengan tetap mengacu kepada selera dan kepuasan pelanggan

Sampai saat ini PT Garudafood telah memiliki beberapa divisi, antara lain:

- Divisi Peanuts, Snack di PT GPPJ Pati dan Lampung - Divisi Biskuit di PT GPPJ Gresik

- Divisi Jelly di PT Tri Teguh Manunggal Sejati Tangerang

B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN

(28)

konsumen melalui karya yang kreatif dan inovatif dari seluruh karyawan yang kompeten.

Misi dari PT. Garudafood Putra Putri Jaya ialah: 1. Memuaskan konsumen dengan menyediakan:

• Produk-produk makanan dan minuman berkualitas

• Produk-produk konsumsi dan layanan berkualitas yang bukan berasal dari bahan-bahan yang merupakan hasil pengorbanan hewan atas kehendak langsung perusahaan

2. Membentuk komunitas karyawan untuk tumbuh bersama dan mengembangkan kualitas kehidupan, lingkungan kerja dan pekerjaan para karyawan

3. Menciptakan kemanfaatan jangka panjang yang berkesinambungan dalam hubungan antara perusahaan dengan seluruh mitra usaha

4. Meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham dengan menjalankan etika bisnis dan pengelolaan perusahaan yang baik

C. PRODUK YANG DIHASILKAN

(29)

D. SISTEM PEMASARAN

Produk-produk Garudafood didistribusikan oleh PT Sinar Niaga Sejahtera (SNS) yang merupakan Divisi Distribusi dari holding company. Didirikan 1994, peran PT SNS sangat menentukan bagi perkembangan Garudafood. Karena perannya, berbagai macam produk Garudafood bisa diperoleh konsumen di wilayah-wilayah pelosok seluruh Indonesia.

Hingga tahun 2006 ini, PT SNS telah memiliki 96 depo, yang melayani hampir 150.000 outlet pelanggan di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, untuk lebih memperluas jaringan, PT SNS juga bermitra dengan subdistributor besar yang tersebar dari Aceh sampai Papua.

(30)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. KOPI

Kopi adalah sejenis minuman, biasanya dihidangkan panas, dan dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang dipanggang. Saat ini kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. Menurut FAO, diperkirakan pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun. Kopi merupakan sumber utama kafein (Anonim, 2007).

Jenis kopi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kopi instan. Kopi instan adalah minuman yang merupakan hasil turunan dari biji kopi yang telah mengalami proses pemasakan. Kopi jenis ini diproses melalui proses roasting, grinding, extraction, dan drying sehingga dihasilkan bentuk kopi berupa bubuk atau granula. Kopi ini direhidrasi dengan menggunakan air panas untuk mendapatkan minuman kopi yang serupa dengan kopi masak (Anonim, 2007). Menurut Varnam dan Sutherland (1994), keuntungan kopi instan adalah proses penyajiannya yang mudah dan praktis, umur simpan yang panjang, dan pengurangan dari segi berat dan volume. Walaupun kopi instan memiliki umur simpan yang panjang, akan tetapi dapat dengan mudah rusak bila tidak disimpan dalam kondisi kering. Umumnya, kopi instan memiliki jumlah kafein yang lebih sedikit dan komponen flavor pahit yang tidak disukai lebih terasa dibandingkan dengan kopi jenis lain.

(31)
[image:31.612.132.567.104.540.2]

Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia kopi instan

Komponen

Arabica Robusta

Kopi instan Kopi hijau Kopi sangrai Kopi hijau Kopi sangrai

Mineral 3.0 - 4.2 3.5 - 4.5 4.0 - 4.5 4.6 - 5.0 9.0 - 10.0

Kafein 0.9 – 1.2 ~ 1.0 1.6 – 2.4 ~ 2.0 4.5 - 5.1

Trigonelline 1.0 – 1.2 0.5 – 1.0 0.6 – 0.75 0.3 – 0.6 ---

Lemak 12.0 – 18.0 14.5 – 20.0 9.0 – 13.0 11.0 – 16.0 1.5 – 1.6 Asam

klorogenat 5.5 – 8.0 1.2 – 2.3 7.0 – 10.0 3.9 – 4.6 5.2 – 7.4 Asam alifatik 1.5 – 2.0 1.0 – 1.5 1.5 – 2.0 1.0 – 1.5 ---

Oligosakarida 6.0 – 8.0 0 – 3.5 5.0 – 7.0 0 – 3.5 0.7 – 5.2 Total

polisakarida 50.0 – 55.0 a

24.0 – 39.0 37.0 – 47.0a --- ~ 6.5

Asam amino 2.0 0 2.0 0 0

Protein 11.0 – 13.0 13.0 – 15.0 11.0 – 13.0 13.0 – 15.0 16.0 – 21.0

Humic acids --- 16.0 – 17.0 --- 16.0 – 17.0 15.0 Keterangan: a) Polisakarida kasar

(32)
[image:32.612.148.509.180.697.2]

Pada penelitian ini, minuman kopi dikemas dalam kemasan cup 65 ml berbahan Polypropylene (PP) dan penutupnya berbahan Polyethylene Tereptalat (PET). Menurut SII (1995), syarat mutu minuman kopi dalam kemasan adalah seperti yang tertera pada Tabel 2

Tabel 2. Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan: a. Bau b. Rasa c. Warna - - - khas normal khas normal khas normal

2 Kafein mg/kg minimum 200

3 Bahan tambahan makanan a. Pemanis buatan:

- Sakarin - Siklamat b. Pewarna tambahan

- - -

tidak boleh ada tidak boleh ada sesuai SNI 01-0222-95 4 Cemaran logam:

a. Timbal (Pb) b. Tembaga (Cu) c. Seng (Zn) d. Timah (Sn)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maksimum 0.2 maksimum 2.0 maksimum 5.0 maks. 40/250 (dalam kemasan kaleng) 5 Cemaran Arsen (As) mg/kg maksimum 0.1 6 Cemaran mikroba:

a. Angka Lempeng Total (ALT)

b. Koliform

koloni/ml MPN/ml

per ml

maksimum 102 <3

(33)

Ekstrak kopi diketahui memiliki aktivitas bakterisidal terhadap beberapa mikroorganisme patogen, seperti Staphylococcus aureus, Vibrio spp, dan Aeromonas spp (Varnam dan Sutherland, 1994). Beberapa komponen kimia pada kopi yang diduga dapat bersifat sebagai antimikroba antara lain: kafein yang bersifat fungistatik alamiah, asam klorogenat yang dapat menghambat bakteri gram positif dan gram negatif, komponen fenol yang juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri seperti Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Sreptococcus enteridis, dan Eschericia coli (Haryanto, 1986).

Sensasi rasa pahit pada kopi disebabkan oleh adanya komponen nitrogen seperti kafein. Kandungan kafein pada biji kopi bervariasi tergantung spesiesnya. Kopi Robusta sangrai mengandung kafein 2.0% bk (basis kering) dan Arabica 1.0% bk. Kandungan gula alami pada biji kopi berkontribusi terhadap pembentukan flavor dan pigmentasi warna selama proses penyangraian. Sedangkan asam volatil seperti asam klorogenat dan asam fosfat berkontribusi terhadap sensasi asam. Selain itu asam klorogenat juga dapat menimbulkan rasa seperti logam yang melekat, sehingga kopi jenis Arabica yang memiliki kandungan asam klorogenat yang lebih rendah diklaim memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan kopi Robusta (Varnam dan Sutherland, 1994).

B. HURDLE TECHNOLOGY

Hurdle technology atau teknologi kombinasi adalah metode yang mengkombinasikan dua atau lebih metode pengawetan pada level yang lebih rendah dibandingkan bila pengawetan tersebut dilakukan dengan metode pengawetan tunggal. Tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab untuk membuat produk stabil, melainkan hasil stabilitas produk diperoleh dengan mengsinergikan beberapa metode pengawetan (Tilbury, 1982).

(34)

digunakan adalah pemanasan, penurunan aw, dan pH rendah. Faktor-faktor pengawetan ini juga dapat mempengaruhi karakteristik sensori produk dan memberikan kontribusi terhadap flavor, tekstur atau warna pada produk (Fellows, 2000).

Konsep mengkombinasikan beberapa faktor untuk mengawetkan produk pangan telah dikembangkan menjadi efek hurdle, yaitu bahwa masing-masing faktor adalah rintangan (hurdle) yang harus diatasi oleh mikroorganisme. Berawal dari sinilah istilah hurdle technology menjadi populer dalam pengolahan pangan. Teknologi kombinasi juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk pangan dan juga dapat bertujuan memperoleh teknik pengawetan pangan yang ekonomis (Fellows, 2000).

Efek hurdle menggambarkan keberhasilan dalam mengkombinasikan beberapa faktor seperti nilai F (proses pemanasan), t (chilling), aw, pH, bahan pengawet, dan flora pada produk pangan yang bersifat kompetitif (contohnya bakteri asam laktat). Saat ini industri pangan telah menyadari akan berhasilnya aplikasi teknologi kombinasi daam hal menghasilkan produk pangan yang stabil selama penyimpanan dan aman (Leistnerdan Russel, 1991).

Menurut Tilbury (1982), pendekatan dalam hurdle technology ini pada umumnya adalah menemukan interaksi antara penggunaan senyawa pengawet kimiawi dan proses fisik yang paling disukai, atau diantara beberapa bahan pengawet, yang dapat mengurangi resiko pada proses tanpa mengorbankan keamanan atau stabilitas dari pangan itu sendiri. Teknologi pengawetan untuk produk minuman kopi dalam kemasan dapat dilakukan dengan kombinasi penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas dengan suhu di bawah 100oC.

C. BAHAN PENGAWET

(35)

penambahan bahan pengawet, dan pengawetan dengan pendinginan dengan tujuan untuk mencegah, menghilangkan atau menghambat aktivitas mikroorganisme atau enzim yang tidak diinginkan.

Bahan pengawet termasuk ke dalam bahan aditif, yaitu bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Selain pengawet, yang termasuk bahan aditif antara lain pewarna, pemanis, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 1994). Menurut Desrosier (1983), bahan aditif adalah substansi bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja dan dalam jumlah yang kecil dengan maksud tertentu.

Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba didefinisikan sebagai bahan tambahan makanan untuk mencegah kebusukan dan keracunan oleh mikroorganisme pada bahan pangan. Antimikroba merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Wijaya, 2006).

Berdasarkan batasan konsentrasi penggunaannya, terdapat dua jenis zat pengawet yaitu GRAS (Generally Recognize as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka. Sedangkan jenis lainnya yaitu zat pengawet yang dibatasi oleh ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen (Wijaya, 2006). Bahan pengawet antimikroba yang ideal memiliki persyaratan sebagai berikut:

ƒ Memiliki spektrum yang luas (mampu membunuh bakteri/kapang/khamir)

ƒ Tidak beracun terhadap manusia dan hewan

ƒ Ekonomis

ƒ Tidak menyebabkan perubahan aroma dan rasa

ƒ Tidak mendorong pertumbuhan strain baru yang lebih resisten

(36)

Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan suatu produk pangan, dalam hal ini bekerja menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering pula disebut sebagai senyawa antimikroba (Wijaya, 2006). Bahan pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalium sorbat.

D. KALIUM SORBAT

Menurut Branen dan Davidson (1993), sorbat efektif dalam melawan kapang, khamir dan banyak jenis bakteri. Penggunaan sorbat tidak berpengaruh terhadap flavor dan aroma produk. Selain itu sorbat juga tidak bereaksi dengan bahan pangan membentuk senyawa kompleks sehingga tidak mempengaruhi bioavalibility dari mineral. Tidak seperti pengawet organik lainnya, bentuk terdisosiasi dari sorbat juga memiliki aktivitas antimikroba meskipun jauh lebih kecil.

1. Sifat Fisik Kimia

Asam sorbat berupa asam dan garamnya (natrium, kalsium, dan kalium), asam ini berbentuk bubuk, dapat larut dalam asam dan garam, memiliki sifat antimikroba yang kuat. Asam ini biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium dan kaliumnya. Kalium sorbat memiliki kelarutan yang lebih besar daripada bentuk asamnya, sehingga bentuk garamnya lebih sering digunakan (Branen dan Davidson, 1993).

(37)

Kelarutan asam sorbat pada suhu ruang adalah 0.15 g/100 ml air. Kelarutan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu atau pH larutan, atau keduanya. Garam dari asam sorbat, seperti kalium sorbat, lebih banyak ditemukan aplikasinya pada produk pangan karena tingkat kelarutannya yang lebih tinggi dibandingkan bentuk asamnya. Berat molekul kalium sorbat adalah 150.22, dan merupakan bentuk yang paling bagus kelarutannya dibandingkan garam sorbat yang lain (Branen dan Davidson, 1993).

Sorbat yang terdapat dalam larutan lebih bersifat tidak stabil dan dapat terdegradasi karena reaksi oksidasi dibandingkan dengan sorbat dalam bentuk bubuk keringnya. Reaksi oksidasi asam sorbat dapat menghasilkan komponen-komponen karbonil seperti crotonaldehyde, malonaldehyde, acetaldehyde, dan ß-carboxylactolein (Branen dan Davidson, 1993).

Laju oksidasi sorbat dalam larutan meningkat dengan semakin rendahnya pH dan adanya cahaya dan asam atau dengan meningkatnya suhu. Oksidasi dan hilangnya asam sorbat dapat dihambat dengan penambahan antioksidan dan penggunaan bahan pengemas yang sesuai, serta kondisi yang kedap udara. Hilangnya sorbat yang telah ditambahkan ke dalam bahan pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh jumlah sorbat yang ditambahkan, pH dan karakteristik produk pangan, kondisi proses, keberadaan bahan pengawet lain, bahan pengemas, suhu dan waktu penyimpanan (Branen dan Davidson, 1993).

(38)

2. Aktivitas Antimikroba

Aktivitas antimikroba kalium sorbat hanya 74% dari asam sorbat, sehingga untuk memperoleh hasil yang sama dibutuhkan kalium sorbat dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Namun demikian, penggunaan kalium sorbat dalam produk pangan lebih luas dibandingkan asam sorbat karena kelarutannya yang lebih baik. Asam sorbat sangat efektif menekan pertumbuhan kapang dan tidak mempengaruhi citarasa makanan pada tingkat penambahan yang diperbolehkan. Diperkirakan asam sorbat menganggu aktivitas enzim dehidrogenase asam lemak mikroba pada awal aktivitasnya (Branen dan Davidson, 1993).

Menurut Branen dan Davidson (1993), kalium sorbat aktif menghambat pertumbuhan kapang dan khamir tetapi efektif juga menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat dapat dilihat pada Tabel 3. Secara keseluruhan sorbat dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, gram negatif, katalase positif, katalase negatif, aerob, anaerob, mesofil, psikrofil, mikroba pembusuk dan mikroba patogen. Efek yang ditimbulkan sorbat terhadap bakteri pembentuk spora adalah dapat menekan germinasi spora, pertumbuhan spora dan atau pembelahan sel-sel vegetatif. Kalium sorbat efektif digunakan hingga pH 6.5 dan semakin efektif dengan semakin rendahnya pH media. Asam sorbat dan garamnya meningkat aktifitasnya sebagai senyawa antimikroba dengan menurunnya pH, dalam keadaan tidak terdisosiasi memiliki keaktifan yang paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

(39)

dalam sel mikroba atau merusak sel membran, (2) mengganggu aktivitas enzim-enzim yang ada, (3) mengganggu sistem genetika dari mikroba. Adapun mekanisme dari asam sorbat adalah jika asam sorbat disebut HA akan terionisasi menjadi H+ A- di luar sel, namun tidak semua HA terdisosiasi, bahkan sebagian besar HA tersebut memasuki isi sel melalui membran sel dalam keadaan tidak terionisasi sehingga di dalam sel akan terurai menjadi H+ A- dengan keseimbangan yang tidak sama. Terjadinya penumpukan dan peningkatan H+ dan A- sangat mengganggu keseimbangan elektrolit mikroba sehingga diusahakan agar H+ A- keluar dari isi sel. Pengeluaran H+ dan A- tersebut ”menguras” energi mikroba (ATP) dan merusak sistem metabolisme sehingga pertumbuhan terhenti, bahkan mikroba tersebut dapat mati.

(40)
[image:40.612.159.510.104.490.2]

Tabel 3. Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat (

(

Sumber: Sofos dan Busta, 1993

3. Keamanan untuk Digunakan

Berbagai percobaan menunjukkan bahwa sorbat merupakan salah satu pengawet antimikroba yang paling aman bahkan pada level yang melebihi penggunaan normal pada bahan pangan. Bila dibandingkan dengan asam benzoat, asam sorbat memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada asam benzoat. Kalium sorbat banyak digunakan untuk menjaga kesegaran didalam cairan suplemen dan dinyatakan sebagai GRAS

Kapang Khamir Bakteri

Alternaria Brettanomyces Acetobacter

Aschochyta Candida Achromobacter

Aspergillus Cryptococcus Acinetobacter

Botrytis Debaryomyces Enterobacter

Cephalosporium Endomycopsis Aeromonas

Chaetomium Hansenula Alcaligenes

Cladosporium Kloeckera Alteromonas

Colletotrichum Picia Arthrobacter

Cunninghamella Rhodotorula Bacillus

Curvularia Saccharomyces Campylobacter

Fusarium Sporobolomyces Clostridium

Geotrichum Torulaspora Eschericia

Gliocladium Torulopsis Klebsiella

Helminthosporium Zygosaccharomyces Lactobacillus

Heterosporium Listeria monocytogenes

Humicola Micrococcus

Monilia Moraxella

Mucor Mycobacterium

Penicillium Pediococcus

Phoma Proteus

Pepularia Pseudomonas

Pestalotiopsis Salmonella

Pullularia Serratia

Rhizoctonia Staphylococcus

Rhizopus Vibrio

Resellinia Yersinia

Sporotrichum

Trichoderma

(41)

Amerika Serikat bahan pengawet ini telah digunakan pada lebih dari 70 jenis produk pangan (Branen dan Davidson, 1993).

Di Indonesia, pemakaian sorbat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/menkes/Per/IX/88 tahun 1992. Berdasarkan peraturan tersebut, batas maksimum penggunaan kalium sorbat pada minuman non karbonasi adalah 1000 ppm.

Berbagai penelitian mengenai asam sorbat telah banyak dilakukan, dan salah satunya menunjukkan bahwa asam sorbat memiliki tingkat toksisitas yang sangat kecil. Percobaan lainnya menunjukkan bahwa konsumsi asam sorbat sampai 10% masih dapat ditoleransi dengan hanya sedikit efek yang ditimbulkan (Tilbury, 1982).

E. PROSES PEMANASAN

Proses termal yang paling sederhana telah diterapkan sejak zaman purbakala, yaitu pada saat api mulai digunakan orang untuk membakar hasil buruan mereka. Tanpa dapat dijelaskan secara ilmiah pada saat itu, hewan yang telah dibakar menjadi lebih mudah dikunyah dan lebih lezat dimakan. Dengan bantuan panas dari api ini pula daging yang telah terbakar menjadi lebih awet dan dapat disimpan untuk beberapa saat.

Sejarah aplikasi proses termal untuk pengawetan pangan sesungguhnya baru dimulai pada saat Nicholas Appert dari Perancis memasukan bahan pangan kedalam botol gelas, kemudian menutup dan memanaskannya didalam air mendidih. Ternyata bahan pangan yang diperlakukan seperti ini tidak busuk, dan Appert kemudian mengumumkan penemuannya ini pada tahun 1810. Meskipun dia percaya bahwa kombinasi panas dengan pembuangan udara telah mencegah bahan pangan menjadi rusak, Appert tetap tidak dapat menjelaskan mengapa metodenya ini berhasil. Baru 50 tahun kemudian, Louis Pasteur menunjukkan bahwa mikroba tertentu bertanggung jawab terhadap proses fermentasi dan kebusukan. Dengan penemuan Pasteur ini kemudian keberhasilan metode Appert dapat dijelaskan (Kusnandar et al., 2006).

(42)

tidak dapat dipecahkan. Penemuan yang dianggap sangat berharga untuk memecahkan masalah ini adalah hasil riset yang dilakukan di Massachusetts Institute of Technology tahun 1895 yang menyimpulkan bahwa ketidak cukupan panas untuk memusnahkan mikroba adalah penyebabnya (Fardiaz, 1996). Kecukupan panas selanjutnya diartikan sebagai kombinasi penggunaan suhu (T) dan waktu (t) yang sesuai untuk memusnahkan mikroba (Kusnandar et al., 2006).

Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Sejak saat itu dan selanjutnya percobaan dan perhitungan kecukupan panas dijadikan dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan (schedule process) (Kusnandar et al., 2006).

(43)

Cara pemusnahan mikroba yang dapat dilakukan antara lain: proses termal, irradiasi, tekanan osmotik tinggi (Knorr, 1995), listrik bertegangan tinggi (Sitzmann, 1995), dan kombinasi ultra sonik, panas, dan tekanan (Sala et al., 1995) dari berbagai cara pemusnahan mikroba ini, proses termal merupakan cara yang paling umum digunakan. Karena sifatnya memusnahkan mikroba, maka dengan menggunakan proses ini ada jaminan bahwa mikroba yang telah mati tidak akan pernah aktif kembali. Walaupun ada mikroba yang ditemukan pada produk pangan yang diproses dengan cara ini, maka kemungkinan besar hal ini terjadi karena adanya kontaminasi.

Keberhasilan penuh dari processing yang melibatkan panas pada produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdworth, 1997).

Ketahanan panas mikroorganisme biasanya dinyatakan dengan istilah waktu reduksi termal (decimal reduction time) atau waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk menurunkan jumlah sel atau spora sebesar satu siklus log, atau waktu yang diperlukan pada suhu tertentu untuk membinasakan organisme atau sporanya yang disebut dengan nilai D. Sedangkan nilai z suatu organisme atau spora adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan baik untuk menurunkan sampai 90% atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh, 2001).

Menurut Supardi dan Sukamto (1999), ketahanan panas mikroba dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain adalah : (a) umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan, (b) komposisi medium bagi suatu organisme atau spora itu tumbuh terutama adanya garam, zat pengawet, lemak dan minyak, dan bahan penghambat lainnya serta adanya spora yang masih terdapat setelah pemanasan, (c) pH dan aw medium waktu pemanasan, dan (d) suhu pemanasan.

(44)

pada buah dan sayur dengan aw tinggi, bakteri umumnya mengambil peran pertama merusak dalam fermentasi, kemudian diikuti kapang dan khamir (Gilliland, 1986). Khamir bersama sporanya dapat dieliminasi dengan mudah pada proses pasteurisasi tetapi kapang yang berspora perlu pemanasan lebih lama jika produk berupa konsentrat (Frazier dan Westhoff, 1978).

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal adalah penggunaan panas untuk membunuh atau menginaktifkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan produk pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pengolahan dengan suhu tinggi melibatkan proses pemanasan pada berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri dapat dilakukan dalam sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem kontinyu (aseptic processing). Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu (Kusnandar et al., 2006).

Pengolahan dengan suhu tinggi juga dapat mempengaruhi mutu produk, seperti memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk sehingga mudah dikonsumsi, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan (seperti komponen tripsin inhibitor dalam biji-bijian). Namun demikian, bila proses pemanasan dilakukan secara berlebihan, maka dapat menyebabkan kerusakan komponen gizi (seperti vitamin dan protein) dan penurunan mutu sensori (rasa, warna, dan tekstur) (Kusnandar et al., 2006).

(45)

pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai beberapa bulan. Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika:

1. Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu.

2. Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme patogen (penyebab penyakit), atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu.

3. Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas.

4. Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan lain seperti: pendinginan, pengemasan yang tertutup rapat, penggunaan bahan pengawet antimikroba, dan lain-lain.

Secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi adalah bakteri penyebab penyakit, seperti Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Di samping itu, pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora, seperti Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir (Doyle et al., 1997).

(46)

khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan, terutama nilai pH. Kondisi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari pH produk.

Pada prinsipnya, bahan pangan dapat dipasteurisasi pada saat sesudah dikemas maupun sebelum dikemas. Jika bahan pangan dikemas dalam kemasan cup atau gelas, maka air panas sering digunakan sebagai medium pemanas untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pecah (thermal shock), yaitu pecah karena adanya perubahan suhu secara mendadak. Perbedaan suhu maksimum antara bahan kemasan gelas dan air biasanya berkisar 20oC pada proses pemanasan dan 10oC untuk proses pendinginan (Kusnandar et al., 2006).

(47)

IV. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi bubuk, gula, lygomme KCT 56, creamer, pemanis buatan, pewarna karamel, flavor, kalium sorbat, nisin, metil paraben, propil paraben. Bahan baku untuk keperluan analisis mikrobiologi adalah media BPW Merck (Buffered Peptone Water), PCA Merck (Plate Count Agar), dan air akuades. Seluruh bahan baku disediakan oleh PT Garudafood.

Alat-alat yang digunakan selama melakukan magang penelitian ini antara lain hot plate, gelas piala 2000 ml, stirrer, spatula, wadah untuk menimbang, timbangan analitik, kemasan cup, waterbath, thermocouple, keranjang, autoclave, laminar flow, erlenmeyer, tabung untuk larutan pengencer, cawan petri, pipet steril dan bunsen. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disediakan oleh PT Garudafood.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian pendahuluan

a. Verifikasi bahan pengawet

(48)

keamanan pangan terhadap bahan pengawet yang lolos dalam seleksi FGD.

Studi literatur Hasil

FGD (Focus Group Discussion) dengan 5 orang panelis

[image:48.612.239.389.140.248.2]

Barrier isu keamanan yang sedang berkembang Hasil

Gambar 1. Alur verifikasi bahan pengawet

b. Verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas

Verifikasi dilakukan dengan mensimulasikan produksi minuman kopi dalam kemasan cup, kemudian dimasukkan seluruh produk yang dihasilkan yaitu sebanyak 33 cup (1 batch produksi) ke dalam waterbath suhu 95ºC. Selanjutnya setiap 5 menit diambil 3 cup minuman kopi untuk dilihat penampakan kemasannya sampai menit ke 45. Selain itu, dilakuan perlakuan shock cooling untuk mengetahui kekuatan bahan pengemas.

c. Verifikasi mikrobiologi bahan baku

Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba awal pada bahan baku pembuatan minuman kopi. Uji mikrobiologi

(49)

2. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan mengetahui efek perlakuan penambahan pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan cup dari aspek mikrobiologis dan aspek sensorinya. Proses pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup dapat dilihat pada Gambar 2.

Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku Air

Ditimbang Dimasak hingga suhu 90-95oC

Dicampur

Dimasak (suhu 95oC)

Filling

Sealing

Penyusunan dalam keranjang

Pasteurisasi 95 oC (tergantung nilai Fo 20, 30, 40 menit)

Pendinginan hingga suhu di bawah 45oC (5 menit)

Penyusunan cup dalam kardus

(50)

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup

Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah: 1) Bahan pengawet :

Konsentrasi a = a.1 Konsentrasi b = b.1 Konsentrasi c = c.1 2) Perlakuan panas

Nilai Fo : a menit, b menit, c menit

Pengamatan yang dilakukan meliputi pH, oBrix, Total Plate Count (TPC), dan uji organoleptik berupa uji hedonik. Deskripsi pengamatan yang akan dilakukan:

a. Pengukuran pH (Apriyantono, 1989)

Pengukuran pH minuman kopi dilakukan dengan menggunakan alat pH meter, dimana sebelum pengukuran dilakukan kalibrasi (Gambar 3) dengan menggunakan buffer pH 4 dan pH 7.

Dinyalakan pH meter

Dibilas elektroda dengan aquades, dikeringkan dengan kertas tissue

Dicelupkan elektroda dalam larutan buffer, set pengukuran pH

Dibiarkan elektroda beberapa saat sampai setimbang dengan larutan buffer sehingga diperoleh pembacaan yang stabil.

(51)

Kemudian dilakukan pengukuran pH seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai pH larutan medium dilakukan dengan mengukur langsung sampel minuman kopi.

Distandardisasi pH meter

Dibilas elektroda dengan aquades, keringkan elektroda dengan tissue

Dicelupkan elektroda pada sampel

Dibiarkan elektroda beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil

[image:51.612.200.456.538.640.2]

Dicatat pH sampel

Gambar 4. Diagram alirpengukuran pH

b. Pengukuran oBrix

Pengukuran oBrix larutan contoh dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer (Gambar 5). Pengukuran oBrix sampel ini juga dilakukan untuk mengetahui kadar gula larutan contoh secara kasar.

Dibilas refraktometer dengan aquades

Dibersihkan dengan tissue

Diteteskan sampel sebanyak 1-2 tetes pada refraktometer

Diamati dan dicatat nilai oBrix yang diamati

(52)

c. Uji Total Mikroba (Fardiaz, 1993)

Contoh dengan beberapa pengenceran tertentu dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ke dalam cawan tersebut dituang media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50oC sebanyak 15-20 ml. Inkubasi dilakukan pada suhu 35oC selama 24-48 jam. Total mikroba ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Pengujian dilakukan pada sampel minuman kopi untuk semua perlakuan pada penyimpanan 0 hari, 14 hari, 28 hari, 42 hari, dan 56 hari. Diagram alir uji total mikroba disajikan pada Gambar 6.

Diambil sampel

Diencerkan sampai tingkat pengenceran tertentu atau yang dikehendaki

Dari tingkat pengenceran yang diinginkan dilakukan pemupukan pada cawan steril, kemudian ke dalam cawan tersebut ditambahkan

media PCA cair (suhu 45oC) yang sudah disterilkan sekitar 15 ml

Dilakukan pencampuran dengan cara cawan diputar membuat angka delapan secara perlahan-lahan dan dibiarkan

sampai agar membeku

Diinkubasikan cawan (setelah agar membeku ) terbalik pada suhu 30-35oC selama 24-48 jam

(53)

Total mikroba kemudian ditentukan dengan menggunakan rumus: jumlah koloni

Jumlah mikroba (CFU / ml) = --- ((n1 x 0,1) + (n2 x 0,01)) x d

Keterangan : n1 : jumlah ulangan pada tingkat pengenceran pertama n2 : jumlah ualangan pada tingkat pengenceran kedua

d : Tingkat pengenceran terendah dari mikroba yang dihitung

d. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik terhadap produk minuman kopi yang memiliki nilai SPC memenuhi standar SII tahun 1995 mengenai syarat mutu angka lempeng total untuk minuman kopi dalam kemasan, yaitu maksimum 102 koloni/ml.

Tujuan uji ini untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste dari minuman kopi dalam kemasan cup pada penyimpanan 0 hari dan 56 hari. Panelis diminta menyatakan kesukaannya dalam 5 skala penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat suka (5). Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan Univariate Analysis of Variance dan Paired-Samples T Test. Univariate Analysis of Variance dilakukan untuk mengetahui perbedaan nyata terhadap atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste pada masing-masing perlakuan penambahan kalium sorbat. Paired-Samples T Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan 0 hari dan 56 hari terhadap kesukaan panelis pada masing-masing atribut minuman kopi dalam kemasan cup.

(54)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET

Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau memperlambat kerusakan kimia dan biologi dari suatu produk pangan. Saat ini ada sekitar 30 komponen antimikroba yang diizinkan untuk digunakan dalam produk pangan (Branen dan Davidson, 1993). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan pengawet diantaranya adalah: karakteristik fisik dan kimia bahan pengawet, spektrum antimikroba dan aktivitas penghambatannya, karakteristik produk pangan, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada dalam produk pangan, pengaruh penggunaan metode pengawetan lain, kondisi penyimpanan produk pangan, legalitas dan keamanan bahan pengawet, serta nilai ekonomis bahan pengawet yang akan digunakan (Branen dan Davidson, 1993).

Berdasarkan hasil studi literatur dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut maka dipilih beberapa bahan pengawet, yaitu: nisin, kalium sorbat, metil paraben, dan propil paraben. Selanjutnya pengawet-pengawet tersebut diaplikasikan dalam minuman kopi dalam kemasan cup dan diujikan secara organoleptik dengan metode focus group discussion (FGD). Hasil uji FGD untuk pengawet nisin disajikan pada Tabel 4, kalium sorbat disajikan pada Tabel 5, metal paraben disajikan pada Tabel 6, sedangkan propil paraben disajikan pada Tabel 7.

(55)
[image:55.612.150.538.137.318.2]

Tabel 4. Hasil focus group discussion pengawet nisin

Konsentrasi Rasa Aroma Aftertaste Lainnya 1.25 ppm Dominan asam Lebih rendah

dari standar

Pahit

6.25 ppm Lebih enak dari standar

Baik Chemical/bau obat

Standar jadi terasa lebih asam 12.5 ppm Lebih enak dari

standar

Baik Chemical/bau obat lebih kuat

Standar jadi terasa lebih asam

Pada penggunaan nisin 6.25 ppm dan 12.5 ppm diperoleh bahwa penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar (minuman kopi tanpa penambahan pengawet). Akan tetapi, pada konsentrasi nisin 12.5 ppm tingkat aftertaste chemical dan bau obat yang ditimbulkan lebih kuat dibandingkan konsentrasi nisin 6.25 ppm. Sehingga, secara keseluruhan hasil uji organoleptik pada ketiga level konsentrasi, didapatkan konsentrasi optimal yang diterima oleh panelis adalah pada konsentrasi nisin 6.25 ppm.

Tabel 5. Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat

Konsentrasi Rasa Aroma Aftertaste Lainnya 100 ppm Dominan asam Asam (tidak ada

aroma kopinya)

Sedikit pahit

500 ppm Rasa lebih enak dibandingkan standar

Baik Sedikit pahit

[image:55.612.150.536.509.692.2]
(56)
[image:56.612.149.535.292.552.2]

Penggunaan kalium sorbat pada konsentrasi 500 ppm dan 1000 ppm diperoleh bahwa penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar. Akan tetapi, pada konsentrasi kalium sorbat 1000 ppm aftertaste pahit dirasakan bertahan lama dan dirasakan pula adanya sensasi coating di lidah yang tidak disukai. Sehingga disimpulkan bahwa secara keseluruhan orgenoleptik, konsentrasi kalium sorbat optimal yang diterima oleh panelis adalah pada konsentrasi 500 ppm.

Tabel 6. Hasil focus group discussion pengawet metil paraben

Konsentrasi Rasa Aroma Aftertaste Lainnya 45 ppm Rasa lebih

asam dari standar

Aroma

berkurang/menurun dibandingkan standar

Asam

225 ppm Rasa di awal seperti standar

Aroma

berkurang/menurun dibandingkan standar

Sedikit pahit Di awal ada rasa manis, di akhir pahit 450 ppm Rasa pahit

yang kentara di akhir

Aroma

berkurang/menurun dibandingkan standar

Pahit dominan

(57)
[image:57.612.149.535.135.397.2]

Tabel 7. Hasil focus group discussion pengawet propil paraben

Rasa Aroma Aftertaste Lainnya

45 ppm Rasa kopi kurang & ada sensasi rasa lebih berat dbanding standar (standar lebih mild)

Tidak muncul Berat di tenggorokan

225 ppm Rasa pahit dominan di awal dan akhir, rasa pahit seperti obat

Tidak muncul Pahit Sensasi coating pada lidah

450 ppm Rasa pahi

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia kopi instan
Tabel 2. Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan
Tabel 3. Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat
Gambar 1. Alur verifikasi bahan pengawet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan hasil pengolahan data antar pekerja dalam satu aktivitas yang sama yaitu menyiapkan mesin dan kain, Pekerja 1 dan Pekerja 2 pada sikap punggung

1. Pendidikan multikultural menurut M.Ainul Yaqin merupakan strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara

“(2) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat

Sedangkan sungai yang memiliki aliran air tegak lurus dengan arah sungai-sungai yang mengalir di wilayah lembah yang merupakan sinklinal disebut sungai A... Sementara itu, sungai

expert judgement, sedangkan uji skala reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach dan diperoleh koefisien 0,908. Analisis data menggunakan analisis deskriptif

Penawaran Tender Wajib : berarti penawaran tender yang akan dilakukan oleh Pihak Yang Melakukan Penawaran Tender Wajib untuk membeli sebanyak- banyaknya 1.659.000.000 (satu

menjadi 83% di siklus II. Hal ini berarti terjadi peningkatan hasil belajar psikomotor dari siklus I ke siklus II sebesar 16%. Persentase Ketuntasan Klasikal Hasil

Namun dilain pihak KPU dianggap belum cukup baik dalam memberikan pelayanan yang adil dan setara dalam proses verifikasi partai politik calon peserta pemilu termasuk dalam