MORFOP
Y
PATOLOG
MIN
YANG DI
FAKU
INS
GI USUS
NYAK IKA
TANTAN
MAWA B
ULTAS KE
STITUT P
BROILER
AN DAN V
NG VIRUS
AR SUBAN B04103111
EDOKTE
PERTANIA
BOGOR
2007
R SETELA
VITAMIN
S
Newcastl
GKIT
RAN HEW
AN BOGO
AH PEMB
N E
le Disease
WAN
OR
ABSTRAK
MAWAR SUBANGKIT. Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E Yang Ditantang Virus Newcastle Disease. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO.
Keberadaan minyak ikan yang kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan dapat digunakan sebagai alternatif peningkatan daya tahan tubuh pada ayam. Pada prinsipnya penggunaan minyak ikan menunjang program vaksinasi yang dilakukan. Penggunaan minyak ikan pada ayam akan memberikan efek menurunnya konsentrasi vitamin E yang ada pada tubuh ayam, sehingga penambahan pada ransum juga diikuti penambahan vitamin E. Selanjutnya ransum dengan minyak ikan disebut sebagai ransum terpilih dan sebagai pengganti minyak ikan untuk kontrol negatif digunakan minyak kelapa yang selanjutnya disebut ransum biasa atau ransum basal.
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E
YANG DITANTANG VIRUS
Newcastle Disease
MAWAR SUBANGKIT B04103111
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E Yang Ditantang Virus Newcastle Disease
Nama : Mawar Subangkit NIM : B04103111
Disetujui, Pembimbing Penelitian
Drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D NIP. 131 760 847
Diketahui, Wakil Dekan FKH IPB,
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP. 131 129 090
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmatNya yang telah dilimpahkan sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang penulis pilih pada penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember 2006 hingga Agustus 2007 adalah Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E Yang Ditantang Virus Newcastle Disease.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu baik pikiran maupun tenaga serta memberi arahan, bimbingan, dan saran selama penulis melaksanakan penelitian sampai penyusunan skripsi. Saya ucapkan terimakasih kepada drh. Ekowati Handharyani, MS. Ph.D yang telah bersedia sebagi dosen penilai. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Denny Rusmana, M.Si yang banyak membantu dalam bidang materi selama pelaksanaan penelitian.
Terimakasih dan penuh hormat penulis ucapkan kepada ayah saya yang terhormat Suswanto dan ibu saya tercinta Sutini yang selalu mengasuh, mendidik, dan membimbing dengan penuh kasih sayang serta senantiasa berdo’a dan memberikan dorongan baik moral maupun material sampai saat ini. Adik-adikku Sangsang Frismawati dan Yusa Irarang yang telah memberikan semangat dan kebanggaan kepada kakak. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu penulis baik dalam suka maupun duka selama penulisan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat memberikan masukan bagi dunia peternakan dan kedokteran hewan di Indonesia.
Bogor, September 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 22 Mei 1985 dari Ayah yang bernama Suswanto dan Ibu yang bernama Sutini. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Wonogiri dan pada tahun yang sama juga lulus dalam seleksi penerimaan mahasiswa IPB jalur USMI. Penulis memilih jurusan S1 Kedokteran Hewan, Fakultas Kedoteran Hewan IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Minyak Ikan ... 3
Vitamin E ... 7
Newcastle Disease (ND) ... 9
Broiler ... 12
Usus Halus ... 13
MATERI DAN METODE ... 17
Tempat dan Waktu ... 17
Materi ... 17
Metode Penelitian ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
Pemotongan Pertama ... 23
Pemotongan Kedua ... 25
Pemotongan Ketiga ... 25
Pemotongan Keempat ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kendala dalam dunia peternakan broiler adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus. Ternak unggas paling rentan terhadap penyakit dibanding ternak-ternak lain. Sampai saat ini penyakit yang disebabkan oleh virus belum ada obatnya, namun dapat dicegah melalui, vaksinasi, sanitasi, dan manipulasi makanan untuk meningkatkan imunitas. Daya tahan atau daya imunitas adalah bagian utama dalam tindakan mencegah terjangkitnya penyakit. Imunitas suatu hewan ditunjang oleh sel-sel imun dan antibodi yang dibentuk oleh tubuh.
Kesalahan penyusunan ransum akan memperparah keadaan akibat infeksi virus yang terjadi. Pada dasarnya penyusunan ransum didasarkan atas kebutuhan energi, protein, vitamin, dan mineral. Jarang sekali perhatian atas asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Zat makanan yang ditambahkan dalam ransum untuk meningkatkan kekebalan diantaranya adalah asam lemak tak jenuh ganda. PUFA yang dibutuhkan untuk meningkatkan imunitas broiler salah satunya ω-3. ω-3 dapat diperoleh dari minyak ikan.
Minyak ikan merupakan limbah dari pengolahan ikan yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh juga terdapat pada jagung yang dalam ransum jumlahnya kurang lebih 50% dari total ransum. Asam lemak tak jenuh dalam jagung dan minyak ikan berbeda. Asam lemak dalam jagung yaitu ω-6 mempunyai sifat inflamatoris atau sering memacu timbulnya peradangan, sedangkan asam lemak pada minyak ikan dapat digunakan untuk mengimbangi adanya asam lemak tak jenuh dalam jagung tersebut. Penambahan minyak ikan dapat meningkatkan titer antibodi pada broiler yang divaksinasi.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka perlu dilakukan serangkaian penelitian mengenai pengaruh minyak ikan dan penambahan vitamin E dalam ransum broiler terhadap gambaran histopatologi usus broiler.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus broiler yang ditantang dengan virus Newcastle Disease setelah pemberian minyak ikan dan vitamin E.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Ikan
Barlow dan Stansby (1982) mengklasifikasikan ikan berdasarkan kandungan minyak dan proteinnya menjadi lima kategori. Pertama, ikan dengan kandungan lemak rendah (<5%) dan kandungan protein tinggi (15-20%) atau disebut kelas A. Kedua, ikan dengan kandungan lemak sedang (5-15%) dan kandungan protein tinggi atau kelas B. Ketiga adalah ikan dengan kandungan lemak tinggi (>15%) dan protein tinggi atau kelas C. Keempat adalah ikan dengan kandungan lemak rendah dan kandungan protein sangat tinggi (>20%) atau kelas D, serta kelima adalah ikan dengan kandungan lemak rendah dan kandungan protein rendah (<15%) atau kelas E.
Dalam industri pengalengan ikan dihasilkan beberapa jenis produk sampingan yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu jenis produk sampingan yang dihasilkan adalah precook oil atau drainage oil yang berbentuk limbah cair (minyak) yang dihasilkan pada tahap prapemasakan (precooking). Precook oil yang dihasilkan sekitar 0.1% dari total bahan baku. Kandungan minyak pada daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan dengan daging putih ikan (Roubal 1963).
Precook oil yang dihasilkan ini biasanya hanya dijual dengan harga relatif murah karena pemanfaatnya yang belum optimal. Selama ini baru dimanfaatkan untuk industri cat, pernis, dan campuran pakan ternak atau tidak dimanfaatkan sama sekali. Sedangkan limbah padat seperti ikan rusak, isi perut, kepala, tulang dan daging merah biasanya dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung untuk pakan ternak serta pelet ikan dan udang (Barlow dan Stansby 1982).
MORFOP
Y
PATOLOG
MIN
YANG DI
FAKU
INS
GI USUS
NYAK IKA
TANTAN
MAWA B
ULTAS KE
STITUT P
BROILER
AN DAN V
NG VIRUS
AR SUBAN B04103111
EDOKTE
PERTANIA
BOGOR
2007
R SETELA
VITAMIN
S
Newcastl
GKIT
RAN HEW
AN BOGO
AH PEMB
N E
le Disease
WAN
OR
ABSTRAK
MAWAR SUBANGKIT. Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E Yang Ditantang Virus Newcastle Disease. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO.
Keberadaan minyak ikan yang kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan dapat digunakan sebagai alternatif peningkatan daya tahan tubuh pada ayam. Pada prinsipnya penggunaan minyak ikan menunjang program vaksinasi yang dilakukan. Penggunaan minyak ikan pada ayam akan memberikan efek menurunnya konsentrasi vitamin E yang ada pada tubuh ayam, sehingga penambahan pada ransum juga diikuti penambahan vitamin E. Selanjutnya ransum dengan minyak ikan disebut sebagai ransum terpilih dan sebagai pengganti minyak ikan untuk kontrol negatif digunakan minyak kelapa yang selanjutnya disebut ransum biasa atau ransum basal.
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E
YANG DITANTANG VIRUS
Newcastle Disease
MAWAR SUBANGKIT B04103111
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E Yang Ditantang Virus Newcastle Disease
Nama : Mawar Subangkit NIM : B04103111
Disetujui, Pembimbing Penelitian
Drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D NIP. 131 760 847
Diketahui, Wakil Dekan FKH IPB,
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP. 131 129 090
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmatNya yang telah dilimpahkan sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang penulis pilih pada penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember 2006 hingga Agustus 2007 adalah Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E Yang Ditantang Virus Newcastle Disease.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu baik pikiran maupun tenaga serta memberi arahan, bimbingan, dan saran selama penulis melaksanakan penelitian sampai penyusunan skripsi. Saya ucapkan terimakasih kepada drh. Ekowati Handharyani, MS. Ph.D yang telah bersedia sebagi dosen penilai. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Denny Rusmana, M.Si yang banyak membantu dalam bidang materi selama pelaksanaan penelitian.
Terimakasih dan penuh hormat penulis ucapkan kepada ayah saya yang terhormat Suswanto dan ibu saya tercinta Sutini yang selalu mengasuh, mendidik, dan membimbing dengan penuh kasih sayang serta senantiasa berdo’a dan memberikan dorongan baik moral maupun material sampai saat ini. Adik-adikku Sangsang Frismawati dan Yusa Irarang yang telah memberikan semangat dan kebanggaan kepada kakak. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu penulis baik dalam suka maupun duka selama penulisan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat memberikan masukan bagi dunia peternakan dan kedokteran hewan di Indonesia.
Bogor, September 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 22 Mei 1985 dari Ayah yang bernama Suswanto dan Ibu yang bernama Sutini. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Wonogiri dan pada tahun yang sama juga lulus dalam seleksi penerimaan mahasiswa IPB jalur USMI. Penulis memilih jurusan S1 Kedokteran Hewan, Fakultas Kedoteran Hewan IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Minyak Ikan ... 3
Vitamin E ... 7
Newcastle Disease (ND) ... 9
Broiler ... 12
Usus Halus ... 13
MATERI DAN METODE ... 17
Tempat dan Waktu ... 17
Materi ... 17
Metode Penelitian ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
Pemotongan Pertama ... 23
Pemotongan Kedua ... 25
Pemotongan Ketiga ... 25
Pemotongan Keempat ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kendala dalam dunia peternakan broiler adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus. Ternak unggas paling rentan terhadap penyakit dibanding ternak-ternak lain. Sampai saat ini penyakit yang disebabkan oleh virus belum ada obatnya, namun dapat dicegah melalui, vaksinasi, sanitasi, dan manipulasi makanan untuk meningkatkan imunitas. Daya tahan atau daya imunitas adalah bagian utama dalam tindakan mencegah terjangkitnya penyakit. Imunitas suatu hewan ditunjang oleh sel-sel imun dan antibodi yang dibentuk oleh tubuh.
Kesalahan penyusunan ransum akan memperparah keadaan akibat infeksi virus yang terjadi. Pada dasarnya penyusunan ransum didasarkan atas kebutuhan energi, protein, vitamin, dan mineral. Jarang sekali perhatian atas asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Zat makanan yang ditambahkan dalam ransum untuk meningkatkan kekebalan diantaranya adalah asam lemak tak jenuh ganda. PUFA yang dibutuhkan untuk meningkatkan imunitas broiler salah satunya ω-3. ω-3 dapat diperoleh dari minyak ikan.
Minyak ikan merupakan limbah dari pengolahan ikan yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh juga terdapat pada jagung yang dalam ransum jumlahnya kurang lebih 50% dari total ransum. Asam lemak tak jenuh dalam jagung dan minyak ikan berbeda. Asam lemak dalam jagung yaitu ω-6 mempunyai sifat inflamatoris atau sering memacu timbulnya peradangan, sedangkan asam lemak pada minyak ikan dapat digunakan untuk mengimbangi adanya asam lemak tak jenuh dalam jagung tersebut. Penambahan minyak ikan dapat meningkatkan titer antibodi pada broiler yang divaksinasi.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka perlu dilakukan serangkaian penelitian mengenai pengaruh minyak ikan dan penambahan vitamin E dalam ransum broiler terhadap gambaran histopatologi usus broiler.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus broiler yang ditantang dengan virus Newcastle Disease setelah pemberian minyak ikan dan vitamin E.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Ikan
Barlow dan Stansby (1982) mengklasifikasikan ikan berdasarkan kandungan minyak dan proteinnya menjadi lima kategori. Pertama, ikan dengan kandungan lemak rendah (<5%) dan kandungan protein tinggi (15-20%) atau disebut kelas A. Kedua, ikan dengan kandungan lemak sedang (5-15%) dan kandungan protein tinggi atau kelas B. Ketiga adalah ikan dengan kandungan lemak tinggi (>15%) dan protein tinggi atau kelas C. Keempat adalah ikan dengan kandungan lemak rendah dan kandungan protein sangat tinggi (>20%) atau kelas D, serta kelima adalah ikan dengan kandungan lemak rendah dan kandungan protein rendah (<15%) atau kelas E.
Dalam industri pengalengan ikan dihasilkan beberapa jenis produk sampingan yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu jenis produk sampingan yang dihasilkan adalah precook oil atau drainage oil yang berbentuk limbah cair (minyak) yang dihasilkan pada tahap prapemasakan (precooking). Precook oil yang dihasilkan sekitar 0.1% dari total bahan baku. Kandungan minyak pada daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan dengan daging putih ikan (Roubal 1963).
Precook oil yang dihasilkan ini biasanya hanya dijual dengan harga relatif murah karena pemanfaatnya yang belum optimal. Selama ini baru dimanfaatkan untuk industri cat, pernis, dan campuran pakan ternak atau tidak dimanfaatkan sama sekali. Sedangkan limbah padat seperti ikan rusak, isi perut, kepala, tulang dan daging merah biasanya dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung untuk pakan ternak serta pelet ikan dan udang (Barlow dan Stansby 1982).
lain pada umumnya mengandung asam lemak dengan konfigurasi Omega-6 (ω-6) (Bimbo dalam Handaruwati 2000).
Menurut Tsuchiya disadur dari Handaruwati (2000) perbedaan minyak ikan dengan minyak nabati terletak pada jenis asam lemak yang dimilikinya, terutama adanya asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Pada minyak ikan memiliki komposisi asam lemak panjang rantai dari berkarbon 14 sampai dengan 22. Asam lemak dengan karbon 14 sampai dengan 18 pada umumnya juga terdapat pada minyak nabati maupun pada hewan darat, seperti asam palmitat (C16H32O2), asam stearat (C18H36O2) dan asam oleat (C15H3402).
Sedangkan asam lemak dengan karbon 20 dan 22 meliputi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang banyak terkandung dalam minyak ikan. Asam lemak tak jenuh yang dimiliki minyak ikan antara lain asam Eikosapentaenoat (EPA) dan asam Dokosaheksaenoat (DHA) yang masing-masing terdiri dari 3, 5, dan 6 buah ikatan rangkap (Astawan 2007). DHA merupakan asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang yang juga dikenal masyarakat sebagai omega-3. Tubuh sebenarnya secara alami memproduksi DHA, namun jumlahnya terlalu sedikit dan tidak rutin dihasilkan sehingga perlu tambahan dari luar (Anonimus 2007).
Gambar 1. Struktur Kimia asam Linoleat, EPA, dan DHA
(Sumber : www.anti-aging-systeme.com/html-data/grafiken)
Elisabeth (1997) menyatakan bahwa kandungan asam lemak Omega-3 minyak ikan (Precook oil)cukup tinggi, untuk EPA sebesar 3.64% untuk DHA sebesar 14.64% dan total asam lemak ω-3nya sebesar 18.87%.
Jumlah dari asam lemak C-18, C-20 dan C-22 dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat kematangan atau umur, siklus bertelur, letak geografis, jenis makanan, dan musim. Menurut Baley dalam Handaruwati (2000) secara umum komposisi minyak ikan dapat diuraikan dalam beberapa hal yang merupakan sifat karakteristik yang dimilikinya, yaitu (1) terdiri dari 25% asam lemak tak jenuh dan 75% asam lemak jenuh, (2) memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon bervariasi (dari karbon 8 sampai 22) dengan asam lemak terbanyak dengan panjang rantai karbon 16, 18 dan 22, dan (3) memiliki bahan yang tidak tersabunkan bervariasi untuk minyak hati ikan mengandung kolesterol tinggi, sedangkan minyak tubuh ikan mengandung kolesterol relatif rendah.
Penggunaan minyak ikan dalam formulasi ransum mulai dari 0.5%, 1%, dan 2% dapat meningkatan performa dan dapat menurunkan dampak respon inflamasi, tetapi tidak akan mengubah respon imun pada ayam yang sedang tumbuh (Korver dan Klasing 1997). Ayam yang telah diberi ransum mengandung 7 gram menhaden oil dalam 100 gram ransum akan mempunyai respon antibodi tertinggi terhadap sel darah merah domba dibandingkan dengan ayam yang telah diberi ransum yang mengandung lemak hewan, minyak jagung, atau minyak canola (Fritsche et al. 1991). Menurut Fritsche dan Cassity dalam Rusmana (2000), respon sel imun yang diukur dengan Antibody Dependent Cell Cytotoxicit dari splenosit pada broiler yang diberi pakan 7 gram minyak jagung dalam 100 gram ransum tidak dipengaruhi perlakuan ini, meskipun sitotoksisitas berasal dari Leukosit Perifer.
yang mengandung minyak jagung dengan suplementasi vitamin E yang sama (Fritsche et al. dalam Rusmana 2000). Pemberian 20 gram minyak ikan dalam 100 gram ransum pada tikus akan menunjukkan persentase sel T yang lebih tinggi dari pada ransum dengan minyak bunga matahari dan minyak kelapa. Namun pada tikus yang diinfeksi Listeria, pemberian ransum ini akan menunjukkan persentase sel T yang lebih rendah dari pada penggunaan minyak bunga matahari dan minyak kelapa. Populasi sel B tidak dipengaruhi oleh pemberian lemak pada tikus yang tidak diinfeksi, namun pemberian minyak ikan menghasilkan persentase sel B tertinggi pada tikus yang diinfeksi Listeria (Huang et al. 1992).
Pada tingkat penggunaan minyak ikan yang tinggi akan lebih menurunkan Delayed-type Hypersensitivity daripada tanpa minyak ikan, tetapi tidak akan menunjukkan perubahan pada tingkat penggunaan yang rendah (Meydani et al. 1993). Penambahan minyak ikan dalam makanan akan menunjukkan peningkatan proporsi dari PUFA ω-3 terhadap PUFA ω-6 dalam unggas (Chanmugan et al. 1992). Membran sel imun yang kaya akan PUFA ω-3 akan menekan pelepasan PUFA ω-6 yang merupakan mediator inflamasi sehingga dampak respon peradangan akan menjadi rendah (Billiar et al. dalam Rr. Handaruwati 1988). Mediator ini berkaitan dengan pelepasan dan fungsi sitokin yang menyebabkan peradangan seperti Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) (Schales et al. 1989). Selain itu mediator ini akan berpengaruh sama pada Interleukin-1 (IL-1) (Knudsen et al. 1986) dan Interleukin-6 (IL-6) (Navarra et al. 1992).
Interleukin merupakan penyebab terjadi demam (Dinarello 1988). IL-6 dan TNF-α berfungsi mensintesis protein fase akut seperti hemopexin (Bauman dan Gauldie 1994). Respon peradangan dapat menurunkan konsumsi pakan, pertumbuhan protein otot, serta meningkatkan kecepatan metabolisme dan sintesis protein fase akut (Klasing dan Krover 1997).
Penambahan minyak ikan dalam makanan pada hewan mamalia akan meningkatkan imunitas humoral dan memperbaiki penekanan respon imun sel yang di sebabkan oleh PGE2 (Fritsche et al. dalam Rusmana 2000). Konsumsi
dikarenakan kedua macam asam lemak tersebut menggunakan enzim yang sama untuk metabolismenya (Hwang, Beaudreau, Chanmugan 1988). Kehadiran ω-3 diharapkan mampu mengatasi imunosupresif yang diakibatkan ω-6.
Suplementasi minyak ikan akan memberikan pengaruh negatif seperti meningkatnya peroksidasi lemak (Meydani et al. 1991). Lebih lanjut Meydani (1991) melaporkan bahwa efek dari meningkatnya peroksidasi lemak berdampak buruk terhadap fungsi kekebalan tubuh. Meningkatnya lemak yang teroksidasi akibat asam lemak ω-3 dapat mengakibatkan menurunnya respon DTH (Dellayed-type Hypersensitivity) Skin Test yang dilaporkan oleh Meydani et al. (1993). Meydani yang mempelajari Peripheral Blood Mononuclear Cell Cultures menemukan bahwa produksi imunoglobulin sel B yang merupakan respon dari Pockweed Mitogen secara invitro ditekan oleh penambahan EPA.
Vitamin E
Penggunaan minyak ikan disarankan untuk dikombinasikan dengan vitamin E. Hal itu dikarenakan minyak ikan mudah rusak oleh oksigen, sementara vitamin E berfungsi mencegah kerusakan oksidatif (Anonimus 2007). Vitamin E juga akan bekerja efektif bersama lemak karena sifatnya yang larut dalam lemak.
Gambar 2. Struktur kimia vitamin E
(sumber : www.tee.org/BHSD/ pflanzenbilder/VitaminE.gif)
Sementara itu pengaruh vitamin E terhadap toksisitas nutrien lain dalam tubuh telah diteliti oleh Karyadi (Hanim 1996) dimana vitamin E mampu mencegah terjadinya toksisitas akibat dosis tinggi vitamin A yang biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya kebutaan dikalangan anak balita.
berasal dari sumber vitamin E nabati yang dikonsumsi oleh hewan. Pada sel hewan, vitamin E merupakan bagian dari phospholipida dalam struktur membran seluler dan sub-seluler seperti mitokondria dan retikulum endoplasma (Sudarmo dalam Hanim 1996). Vitamin E diabsorbsi dalam usus halus dengan bantuan asam empedu. α-tokoferoI merupakan bentuk yang paling mudah diabsorbsi. Vitamin E disimpan pada otot, kelenjar adrenal, jantung, dan hati. Secara normal vitamin E diekskresi melalui feses.
Peningkatan metabolit peroksidasi lemak bisa disebabkan oleh menurunnya status vitamin E dalam plasma yang mempunyai peran sebagai antioksidan. Menurunnya status vitamin E akibat pemberian minyak ikan dilaporkan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Alexander (1997). Pada gilirannya defisiensi konsumsi vitamin E akan mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh. Defisiensi konsumsi vitamin E telah menunjukkan penekanan respon imun pada semua spesies (Meydani 1993), konsekuensinya peningkatan konsentrasi α -tokoferol dibutuhkan ketika mengkonsumsi asam lemak ω-3.
Newcastle Disease (ND)
Tetelo atau Newcastle Disease di beberapa negara dikenal juga sebegai Pseudo-fowl Pest, Pseudovogel Pest, Atypische Geflugelpest, Pseudo Poultry
Plague, Avian Pest, Avian Distemper, Ranikhet Disease, Korean Fowl Plague,
dan Avian Pneumoencephalitis (Alexander 1997). Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Kranweld di Indonesia. Namun dalam waktu yang hampir sama, Doyle juga menemukan penyakit ini di Newcastle-Upon-Tyne, Inggris, sehingga penyakit ini lebih dikenal sebagai Newcastle Disease.
aktivitas Hemaglutinase (H) dan aktivitas Neuraminidase (N). Selain itu juga mempunyai protein gabungan (F) (Fenner et al. 1993).
Gambar 3. Gambar model NDV
(Sumber : vvanuxem.free.fr/html/generalites/SWF/virus)
Paramyxovirus tergolong dalam virus RNA yang mempunyai kapsid simetris helix dan tidak bersegmen. Genomnya memiliki utas tunggal dengan polaritas negatif. Dalam genom ini terkandung 15.156 nukleotida terutma pada virus Newcastle Disease (Alexander 1998). Kemampuan dari virus ND dan Paramyxovirus lain dalam mengaglutinasi sel darah merah dikarenakan oleh adanya pengikatan antar protein hemaglutinin dengan reseptornya yang berada di permukaan sel darah merah. Aktivitas dari enzim reseptor memungkinkan jarak yang cukup dekat bagi protein gabungan (F) untuk melakukan penggabungan antara virus dengan membran sel darah merah. Sifat tersebut yang digunakan untuk melakukan diagnosa dari ND, yaitu dengan Haemagultinin Inhibisi Test atau uji HI (Alexander 1997).
Menurut Beard dan Hanson (1984), strain dari virus ND dapat dikelompokkan dalam 5 Patotipe. Pertama, Velogenik Viscerotropik yang merupakan virus dengan infeksi letal akut dengan lesio dalam bentuk hemoragi khas pada usus. Kedua, Velogenik Neurotropik yang dapat menyebabkan angka kematian tinggi dengan menunjukkan kelainan gejala pernafasan dan saraf. Ketiga adalah Mesogenik dimana virus tipe ini mengakibatkan angka kematian yang rendah dengan gejala gangguan pernafasan akut dan gejala saraf pada beberapa unggas. Keempat, Lentogenik yang menyebabkan infeksi pernafasan semu. Terakhir, Enteritis Asimptomatik yang tidak menimbulkan kematian pada unggas.
Pada unggas yang telah sembuh dari penyakit ND, penyebarannya masih dapat berlangsung melalui sekresi dan ekskresi selama 4 minggu. Penyebaran lain juga dapat dilakukan melalui daging mentah, bahan makanan, peralatan kandang, kotoran kandang, dan wadah pengangkut. Penularan dapat melalui kontak secara langsung lewat udara, debu, dan pakan (Fenner et al. 1993). Manusia, peralatan kandang, produk-produk ternak, air, dan vaksin juga berperan dalam penularan penyakit tetelo (Alexander 1997). Infeksi dapat terjadi melalui saluran pernafasan, mukosa, membran okuler, dan saluran pencernaan (Alders dan Spradbrow 2001). Infeksi yang berawal dari saluran pernafasan dapat berlanjut menjadi infeksi umum dan melaui saluran limfe menuju darah yang berakibat viremia primer. Pada infeksi lokal hanya terjadi pada organ tertentu. Replikasi virus ini akan meningkatkan konsentrasi dan bebas yang mengakibatkan viremia skunder dan berlanjut juga menjadi infeksi umum
Broiler
Broiler adalah ayam ras pedaging baik jantan maupun betina yang dapat dipotong umur 5-6 minggu. Karena ayam ini dipotong pada umur yang masih muda maka daging ayam tersebut masih lunak (Rusmana 2000). Broiler didapatkan dari hasil rekayasa genetika dengan menyilangkan sekelompok ayam dari satu kelurga, kemudian dari keturunannya dipilih yang mempunyai angka pertumbuhan paling besar untuk disilangkan kembali dengan sesamanya demikian seterusnya sampai didapatkan brolier tersebut (Yusdja dalam Hanim 1996).
Broiler tergolong sensitif sehingga hewan ini perlu lingkungan yang bersih, air minum yang berkualitas, tidak tercemar dan jumlahnya yang cukup agar mampu produksi secara maksimal. Biasanya pakan dan minum disediakan langsung ke kandang yang berisi ratusan ekor. Broiler tidak mempunyai aktivitas yang tinggi sehingga pertumbuhannya sangat efisien (Yusdja dalam Hanim 1996). Cuaca yang berubah-ubah sangat mudah menyebabkan broiler terserang penyakit sehingga formula pakannya harus ditambah vitamin, antibiotik, dan vaksin (Suharno dalam Hanim 1996).
Usus Halus
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum (Sturkie 1976). Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan makanan. Selaput lendir usus halus memiliki jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Fungsi usus halus selain sebagai penggerak aliran pakan dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan sari makanan (Akoso 1993).
Usus halus pada ayam memiliki struktur yang sama seperti pada mamalia, yaitu terdiri dari 4 lapis. Keempat lapisan tersebut adalah mukosa, sub-mukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Yang membedakan mukosa usus halus mamalia dengan unggas yaitu jumlah dan ukuran vili (Swenson dalam Handaruwati 2000). Mukosa ini diselaputi oleh vili yang berkembang baik dan menyebabkan gambaran mukosa yang menyerupai beludru. Duodenum memilki vili yang luas, berbentuk seperti daun, dan diameternya luas. Vili pada jejunum memiliki bentuk seperti lidah pada bagian jejunum proksimal, dan seperti jari panjang pada bagian jejunum distal. Sedangkan ileum memiliki vili yang berbentuk menyerupai jari.
pembuluh limfe, leukosit, fibroblast, otot polos, sel plasma, dan sel mast (Dellman dan Brown 1992). Muskularis mukosa terdiri dari lapis otot tipis yang halus.
Lapisan submukosa berupa jaringan ikat longgar yang didalamnya terdapat saraf, arteri, pembuluh limfe besar, vena, ganglion dari system saraf parasimpatikus, dan kumpulan badan sel saraf terlokalisasi yang merupakan elemen dari pleksus mukosa. Pada duodenum mamalia terdapat kelenjar sub-mukosa atau yang disebut kelenjar Brunner, namun pada ayam tidak ditemukan (Swenson dalam Handaruwati 2000).
Lapisan tunika muskularis terdiri dari dua lapis, yaitu lapis dalam yang tersusun melingkar dan lapis luar yang tersusun memanjang. Diantara kedua lapis tersebut terdapat jaringan ikat longgar yang mengandung Plexus Mientricus atau Plexus Aurbach. Pleksus ini bersama dengan Plexus Meissner yang terdapat pada sub-mukosa akan menginervasi kontraksi usus yang mencampur makanan dengan enzim, kemudian menggerakkan makanan yang sudah dicerna agar kontak dengan permukaan sel-sel absorbsi lalu mendorongnya ke kaudal.
Pada usus halus terjadi gerakan peristaltik yang berperan mencampur digesta dengan cairan pankreas dan empedu. Usus halus menghasilkan enzim amilase, protase, dan lipase yang berfungsi memecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap tubuh (Moran 1985), selain itu usus halus juga melaksanakan pencernaan kimiawi serta memegang peranan penting dalam transfer material nutrisi dari lumen ke dalam pembuluh darah dan limfe.
M ( t d m u l p k d a d K b p a b
Mikrovili m (Dellmann d Perm terdiri dari s dan membe membran m untuk absor lendir usus pankreas, em Pada komponen n dalam usus ayam yang m dari pada u Keberadaan broiler yan perkembang G Usus asam lemak banyak seka
merupakan p dan Brown 1 mukaan bagi sel epitel ko entuk sel go mukosa yang rpsi zat mak
terlapisi ol mpedu, lendi a usus halu normal dala menyebabk mengandung usus halus mikroflora ng meman gan berbagai
ambar 4. pH
s halus bagi k terbang da ali vitamin B
penjuluran s 992). ian dalam da
lumnar, beb oblet guna p
menyelimut kanan (Fran leh isi usus ir usus dan k us ayam ju
am saluran kan banyak g flora bakte
ayam yang dalam usus ng cenderu
jenis mikro
H organ dan
ian bawah, t an senyawa
B. Akan tet
sitoplasma p
ari usus hal berapa dianta
produksi mu ti usus halus ndson 1996) s yang berc kuman-kum uga ditemuk
pencernaan perubahan eria yang no g bebas dar s ini juga d ung netral,
ba di dalam
saluran penc
terutama usu lain seperti tapi vitamin
pada permuk
lus adalah m aranya akan ukus. Di se
banyak terd ). Dalam ke campur deng
an.
kan mikrofl n ayam. Ad anatomis. rmal lebih p ri flora bak didukung den
sehingga usus halus
cernaan broi
us buntu pa amonia. Us n tersebut tid
kaan bebas
membran mu mengalami ebelah luar p
dapat vili yan eadaan norm gan getah u
lora yang m danya mikro
Umumnya u panjang dan kterian (Wah
ngan kondis sangat m
iler (Gauthie
ada ayam m sus buntu m dak banyak epitel vili ukosa yang modifikasi permukaan ng berguna mal selaput usus, getah merupakan oorganisme usus halus lebih berat hju 1997). si pH usus mendukung
er 2002).
kebutuhan induk semang karena digunakan untuk biosintesis mikroba (Wahju 1997).
MATERI DAN METODE
Penelitian tahap satu telah dilakukan sebelumnya untuk mengetahui kombinasi minyak ikan dan vitamin E yang menghasilkan titer antibodi yang tertinggi. Kombinasi tersebut yang selanjutnya digunakan untuk penelitian tahap kedua. Penelitian pada tahap kedua untuk mengetahui efek hasil perlakuan yang terpilih pada tahap I terhadap respon inflamatoris.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kandang Percobaan Fakultas Peternakan dan Bagian Patologi, Departemen klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2006 sampai Agustus 2007.
Materi
Ternak
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah ayam yang dipelihara dari umur satu hari (Day Old Chick) sebanyak 190 ekor yang terlebih dahulu diseleksi untuk mendapatkan bobot badan yang seragam. Ayam yang digunakan strain CP 707.
Kandang dan Perlengkapan
Gambar 5. Model kandang ayam
Keterangan : A adalah ransum terpilih + divaksin + tidak ditantang NDV; B adalah ransum
terpilih + tidak divaksin + tidak ditantang NDV; C adalah ransum terpilih + tidak
divaksin + dan ditantang NDV; D adalah ransum terpilih + divaksin + dan
ditantang NDV; E adalah ransum biasa + divaksin + dan ditantang NDV
Peralatan yang digunakan adalah alat bedah, kantong plastik transparan, gelas objek, cover glass, kertas tisu, spidol tahan air, spuit, timbangan, mikroskop dan alat bantu lainnya yang dipergunakan sesuai keperluan. Bahan yang digunakan adalah pakan ayam, minyak ikan, vitamin E, air bersih, alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95%, xylol, Buffer netral formalin (BNF) 10%, pewarna HE, vaksin ND, Virus ND, aquades dan desinfektan.
Ransum
Ransum dibagi menjadi ransum dengan penambahan minyak ikan dan Vitamin E (ransum terpilih) dan tanpa minyak ikan dan vitamin E (ransum biasa). Dalam ransum biasa minyak ikan diganti dengan minyak kelapa. Pembuatan ransum dilakukan secara manual dengan cara mencampurkan semua bahan selain minyak ikan dan vitamin E. Minyak ikan dan vitamin E dicampurkan terpisah dari bahan lain. Setelah kedua campuran dirasa homogen, maka kedua campuran tersebut disatukan, dan dihomogenkan.
Tabel 1. Komposisi ransum terpilih dan ransum biasa
Bahan Ransum Terpilih Ransum Biasa
Jagung (%) B. kedelai (%) M. kelapa (%) M. ikan (%) CaCO3 (%)
Dicalsium Phospat (%) Premix (%)
Vitamin E (%)
50 39 - 6 1.155 2.145 1.68 0.02
50 39 6 - 1.155 2.145 1.7
-
Sumber : Rusmana 2000
Virus, Vaksin dan Vitamin
Virus ND yang digunakan adalah virus ND yang didapatkan dari Laboratorium Virologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Kekuatan virus yang digunakan adalah 103 CLD50/ml. Vaksinasi yang dilakukan menggunakan vaksin ND dan IBD yang merupakan vaksin aktif. Kekuatan vaksin yang digunakan sebesar 107 EID50/ml. Vitamin yang digunakan diperoleh dari produk suatu perusahaan dengan komponen utama vitamin B12. Pemberian pakan dan penggantian air minum dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari.
Vitamin diberikan untuk mempertahankan kondisi ayam agar tetap prima karena ayam ini bersifat sensitif. Cuaca yang berubah-ubah sangat mudah menyebabkan broiler terserang penyakit sehingga formula pakannya harus ditambah vitamin, antibiotik, dan vaksin.
Metode Penelitian
divaksin, dan ditantang virus ND, (D) ransum terpilih, divaksin dan ditantang virus ND, dan (E) ransum biasa, divaksin, dan ditantang virus ND.
Pada setiap kelompok perlakuan, DOC dibagi lagi secara acak ke dalam 4 kelompok kecuali pada kelompok E terdiri dari 3 kelompok. Setiap sub-kelompok terdapat 10 ekor ayam. Ransum diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam. Pada kelompok ayam yang divaksin, vaksinasi yang diberi adalah vaksin ND pada umur 4 hari (melalui tetes mata) dan pada umur 19 hari (melalui air minum) sedangkan vaksin IBD dilakukan pada hari ke-11 melalui air minum.
Ayam diambil satu ekor secara acak dari setiap sub-kelompok untuk dinekropsi kemudian organ ususnya dikoleksi. Pengambilan sampel usus melalui nekropsi dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada hari ke-15, 30, 37, dan 44. Sampel usus tersebut selanjutnya dilakukan pemotongan secara transversal dan dibuat dalam bentuk preparat untuk diamati dibawah mikroskop.
Pemeriksaan Histopatologi
Pengamatan preparat untuk mengetahui perubahan histopatologi pada usus dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 4X dan 40X sebanyak 10 lapang pandang selanjutnya dirata-ratakan dan hasil pengamatan dianalisa secara deskriptif kualitatif.
Skoring
HASIL DAN PEMBAHASAN
[image:38.612.151.490.315.614.2]Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan derajat kerusakaan histopatologi usus broiler terlihat setelah ditantang virus ND. Broiler dengan ransum tanpa minyak ikan dan vitamin E menunjukkan kerusakan histopatologi usus yang lebih tinggi daripada broiler dengan ransum minyak ikan dan vitamin E setelah ditantang virus ND. Namun perbedaan yang nyata pada kerusakan histopatologi usus tidak terlihat pada broiler yang divaksin ND dan IBD dengan yang tidak divaksin meskipun sama-sama mengkonsumsi ransum dengan minyak ikan dan vitamin E serta ditantang virus ND. Hasil yang didapatkan disajikan dalam bentuk angka dan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Skoring awal hasil pengamatan
Kelompok
Skor
Perlakuan Nekropsi ke-
A 1 2 3 4 0.87 0.73 0.50 0.57 B 1 2 3 4 0.00 0.00 0.27 0.47 C 1 2 3 4 0.00 0.40 0.47 0.87 D 1 2 3 4 0.83 0.63 0.70 1.33 E 1 2 3 4 0.77 0.73 1.57 2.60
Keterangan : A adalah ransum terpilih + vaksin, B adalah ransum terpilih, C adalah ransum
terpilih + infeksi virus ND, D adalah ransum terpilih + vaksin + infeksi virus
0 0.5
1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
15 30 37 44
Waktu pemotongan hari
ke-A
B
C
D
E
[image:39.612.180.437.208.403.2]Angka-angka diatas merupakan rataan dari metode skoring terhadap histopatologi usus. Skoring dilakukan dengan melihat 10 lapang pandang tiap penampang usus. Skoring dilakukan dengan 3 kali ulangan terhadap penampang usus. Untuk memudahkan melihat perubahan atau membandingkan antara kelompok perlakuan maupun setiap pemotongan (nekropsi) broiler, maka dapat dilihat dalam Grafik 1.
Grafik 1. Tingkat kerusakan usus terhadap waktu pemotongan (nekropsi)
Grafik diatas menunjukan broiler A (ransum terpilih, divaksin ND dan IBD, dan tidak ditantang virus ND) menunjukkan penurunan kerusakan histopatologi usus. Vaksin yang diberikan pada hari ke-11 (vaksin IBD) memberikan pengaruh yang buruk, namun pada pemotongan selanjutnya keadaan histopatologi mengalami perbaikan. Kelompok E (ransum biasa, divaksin ND dan IBD, serta ditantang virus ND) menunjukkan peningkatan kerusakan histopatologi usus yang tajam setelah ditantang virus ND pada hari ke-33.
Hasil yang telah didapatkan dari penentuan skor awal selanjutnya diolah dengan menentukan batas-batas dengan menggunakan metode berikut:
1. Antara skor 0.00 sampai 0.74 termasuk dalam skor Nol (0), dengan kata lain 0.00 ≤ x ≤ 0.74 = 0.
2. Antara skor 0.75 sampai 1.49 termasuk dalam skor Satu (1), dengan kata lain 0.75 ≤ x ≤ 1.49 = 1.
3. Antara skor 1.50 sampai 2.25 termasuk dalam skor Dua (2), dengan kata lain 1.50 ≤ x ≤ 2.24 = 2.
4. Antara skor 2.25 sampai 3.00 termasuk dalam skor Tiga (3), dengan kata lain 2.25 ≤ x ≤ 3.00 = 3.
[image:40.612.180.458.236.530.2]Dengan skoring metode diatas maka hasil pembacaan akhir dari Tabel 2 terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil skoring lanjutan dari penskoran awal
Kelompok Perlakuan Skor Akhir
A 1 2 3 4 1 0 0 0 B 1 2 3 4 0 0 0 0 C 1 2 3 4 0 0 0 1 D 1 2 3 4 1 0 0 1 E 1 2 3 4 1 0 2 3
Hasil yang tertera sebagai hasil skor akhir dapat digunakan untuk membedakan perubahan atau perbandingan antar kelompok perlakuan.
Pemotongan Pertama
m y d v d m m p m t G k d r mendapatka yang menga Keru dipemotonga vaksinasi ND Pemo 15 hari terse dan vaksin I menunjukka mempengaru penambahan memperlihat terjadinya in Gambar 6. Gam kelenjar Lie deskuamasi, radang dalam an perlakuan akibatkan per usakan yang an pertama D dan IBD y otongan pert ebut ayam m IBD pada ha an bahwa pa uhi keadaan n kombina tkan efeknya nflamasi. Histopatolo B (ransum objektif 4X mbaran usus eberkuhn tam , sel goblet m jumlah ya
n vaksinasi d rubahan pato g terlihat p (kelompok yang merupa tama dilakuk mendapatkan ari ke-11 pad akan yang m
n histopato asi minyak a jika terjad
ogi usus aya m terpilih da
X tampak de mpak teratu tidak meng ang banyak. dan tantanga ologi. pada kelom
A, D, dan akan vaksin
kan pada bro n perlakuan da kelompok mengandung ologi usus. k ikan da di infeksi, co
am berumur an tidak div
engan terlih ur, vili langs
alami prolif
an virus, seh
mpok yang n E) merup
aktif. oiler yang be
berupa vaks k A, D, dan E minyak ika
Hal itu t an vitamin
ntohnya viru
15 hari pad vaksin) pewa
at tunika m sing, epitel ferasi, dan ti
hingga tidak
mendapatk akan akibat
erumur 15 ha sin ND pada E. Hasil yang an dan vitam terjadi kare E dalam us yang me
da kelompok arnaan HE
muskularis y normal atau idak ditemu
ada faktor
kan vaksin t dari efek
Pemotongan Kedua
Pemotongan kedua dilakukan pada broiler berumur 30 hari. Sampai hari 30 tersebut broiler telah mendapat perlakuan vaksin ND kembali pada hari ke-19 melalui air minum untuk kelompok perlakuan A (ransum minyak ikan dan vitamin E serta divaksin ND dan IBD), D (ransum dengan minyak ikan, divaksin ND dan IBD, serta ditantang virus ND) dan E (ransum tanpa minyak ikan, divaksin ND dan IBD, serta ditantang virus ND) tetapi tantangan virus ND belum dilakukan. Perbedaan lain dari setiap kelompok perlakuan dibedakan atas pakan. Skor yang diperoleh adalah nol. Nilai ini menunjukkan bahwa pada hari ke-30 tersebut gambaran histopatologi usus tergolong dalam kriteria normal dengan adanya perlakuan atas pakan. Kerusakan akibat vaksin pada pemotongan pertama telah mengalami perbaikan.
Dilihat dari tidak adanya perubahan keadaan dari kondisi usus atas perlakuan pakan, hal ini mengindikasikan bahwa pakan dari ransum minyak ikan dan vitamin E tidak akan menyebabkan perubahan gambaran histopatologi jaringan usus.
Pemotongan Ketiga
Pemotongan ketiga dilakukan pada ayam umur 37 hari, sedangkan perlakuan infeksi dilakukan pada hari ke 33. Pemotongan ketiga ini bertujuan untuk mengetahui efek dari tantangan virus ND. Hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa pada broiler kelompok perlakuan C dan D (kelompok dengan ransum minyak ikan) menunjukan nilai skor nol sedangkan pada broiler kelompok perlakuan E (ransum biasa, dengan vaksinasi ND dan IBD, serta ditantang virus ND) menunjukkan nilai skor dua dengan ditunjukkan adanya kongesti, oedema, dan perdarahan.
Kelompok perlakuan A dan B tidak mengalami perubahan karena kelompok perlakuan ini tidak diberikan perlakuan tantangan virus ND. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan ransum dengan penambahan minyak ikan dan vitamin E tidak mempengaruhi histopatologi usus broiler selama tidak adanya tantangan virus ND.
Pemotongan Keempat
Pemotongan keempat dilakukan pada ayam berumur 44 hari. Pemotongan ini adalah pemotongan terakhir karena ayam pada umur ini telah siap dan biasa dipanen oleh para peternak. Pada hari ke 44 ini telah dilakukan secara lengkap semua perlakuan seperti pada metode, yaitu perlakuan pakan, vaksin, dan tantangan virus ND sebagaimana pada pemotongan ketiga.
Hasil yang telah didapatkan dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan A dan B menunjukan nilai skor nol karena kelompok perlakuan ini tidak mendapatkan perlakuan berupa infeksi virus ND. Pada kelompok perlakuan C (ransum dengan minyak ikan, tanpa vaksinasi ND dan IBD, serta ditantang virus ND) menunjukkan nilai skor satu (1). Ini berarti bahwa pemberian perlakuan tantangan virus ND menyebabkan perubahan atau kerusakan pada histopatologi usus boiler yaitu berupa oedema dan kongesti.
Oedema juga tampak terlihat sebagai kerusakan yang terjadi pada gambaran hitopatologi usus ayam yang mendapat perlakuan E (ransum tanpa minyak ikan, dengan vaksinasi ND dan IBD, serta ditantang virus ND). Oedema tampak sebagai rekahan yang terjadi pada lapisan otot (tunika muskularis usus). Kongesti yang terjadi akan tampak pada histopatologi usus sebagai pembuluh darah vena yang mengalami pelebaran dan dipenuhi dengan sel-sel darah merah.
G p k b d d d b d N p d y Gambar 7. Kelo serta ditanta pemberian p kerusakan y broiler. Seda dan diinfeks dengan ditu deskuamasi Ting biasa, denga dengan kepe ND sebagai perlakuan C serta ditanta dan IBD, se yang ringan
Histopatolo (ransum de virus ND) d
ompok perla ang virus N perlakuan tan
yang ringan angkan pada si virus ND) unjukkannya
vili usus. gkat kerusak
an vaksinasi ekaan yang t imana ditun C (ransum m ang virus ND erta ditantang
yaitu berupa
ogi usus bro engan minya
dengan pew
kuan D (ran D) menunju ntangan viru n berupa oe a kelompok ) menunjukk a nilai skor
kan yang pa i ND dan IB tinggi dari k njukkan pad minyak ikan D) dan D (ran g virus ND) a oedema da
oiler umur 44 ak ikan, diva arnaan HE d
nsum terpilih ukkan nilai us ND meny edema dan perlakuan E kan tingkat k tiga (3) y
aling tinggi BD, serta dit elompok per da pemotong dan vitamin nsum minya ) yang juga an kongesti.
4 hari pada k aksin ND da dan perbesar
h, dengan v skor satu (1 yebabkan ker kongesti pa E (ransum bi kerusakan ya yang terlihat
adalah pada tantang viru rlakuan E te gan ketiga.
n E, tidak d ak ikan dan v ditantang vi
kelompok pe an IBD, serta ran objektif 4
aksinasi ND 1), yang ber
rusakan deng ada histopat
iasa, dengan ang paling t t adanya ne
a kelompok us ND). Hal erhadap tanta Sedangkan divaksin ND vitamin E, di irus menunju
erlakuan D a ditantang 4X
D dan IBD, rarti bahwa gan tingkat tologi usus n vaksinasi, tinggi yaitu ekrosa dan k E(ransum ini selaras angan virus kelompok D dan IBD,
G m k p t k k d d m p D r H d k e Gambar 8. Hasi membedaka kerusakan y perlakuan E tantangan v kelompok i kelompok p dan IBD, da divaksin ND menunjukka Terli pada gamba D (ransum rendah dari Histopatolog ditantang vi kerusakan, epitel vili. Histopatolo (ransum ta dengan pew
l yang telah an perubahan yang paling t E (ransum bi virus ND seb
ini menunj perlakuan C
an ditantang D dan IBD, an efek yang
ihat perbeda ran histopato
dengan mi pada broile gi usus den irus ND mes yaitu oedem Deskuamasi
ogi usus bro npa minyak warnaan HE
h tertera seb n atau perba tinggi selara iasa, dengan bagaimana d
ukkan peru (ransum mi g virus ND)
dan ditanta g ringan yaitu aan antara pe
ologi usus b nyak ikan) r kelompok ngan perlaku
skipun telah ma, kongest i epitel adal
oiler umur 44 k ikan, tidak dan perbesa
bagai hasil s andingan an as dengan ke n vaksinasi, ditunjukkan ubahan sete inyak ikan d dan D (ran ang virus N u berupa oed enggunaan m broiler. Pada menunjukk k perlakuan
uan ransum h divaksin N ti, perdaraha lah terjadiny
4 hari pada divaksin, da aran objektif
skor akhir d ntar kelomp epekaan yang dan ditantan pada pemo elah ditanta dan vitamin nsum minya ND) meskipu
dema dan ko minyak ikan broiler kelo kan tingkat E (ransum m biasa (tan ND dan IBD an, nekrosa ya pengelup kelompok p an diinfeksi f 4X dapat diguna ok perlakua g tinggi dari ng virus ND otongan keti ang virus, E, tidak div ak ikan dan
un ditantang ongesti.
dan tanpa m ompok perlak kerusakan y m tanpa min
npa minyak masih terli
vili, dan d pasan epitel perlakuan E virus ND) akan untuk an. Tingkat i kelompok D) terhadap iga dimana sedangkan vaksin ND vitamin E, g virus ND
usus sehingga ujung-ujung vili usus tampak tumpul. Kejadian ini berlanjut dengan menyatunya beberapa vilus menjadi satu sehingga bentuk dari susunan vili menjadi tidak teratur. Kerusakan yang lebih parah adalah terjadinya nekrosa. Nekrosa ini adalah kerusakan yang merupakan kelanjutan dari dekuamasi epitel vili. Deskuamasi yang terus menerus akan merusak bagian bawah epitel vili bahkan sampai kelenjar Lieberkuhn. Kerusakan lain yang tampak adalah datangnya sel-sel radang. Sel-sel radang merupakan respon imunologi akibat kehadiran suatu antigen. Keberadaan sel radang dalam jumlah banyak merupakan kejadian patologis yang berarti bahwa respon imun tubuh telah bekerja secara maksimal. Terjadinya perdarahan dan kongesti yang tergolong dalam kerusakan juga tampak pada gambaran histopatologi usus dengan perlakuan ini.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Histopatologi usus broiler yang mengkonsumsi ransum dengan penambahan minyak ikan dan vitamin E baik yang divaksin maupun tidak divaksin ND dan IBD setelah ditantang virus ND menunjukkan kerusakan yang ringan yaitu berupa oedema dan kongesti. Sedangkan broiler yang mengkonsumsi ransum tanpa penambahan minyak ikan dan vitamin E setelah ditantang virus ND menunjukkan kerusakan berupa oedema, kongesti, perdarahan, deskuamasi dan nekrosa vili, serta banyak ditemukan sel radang.
2. Histopatologi usus broiler baik yang ditambah minyak ikan dan vitamin E dalam ransum maupun yang tidak ditambah minyak ikan dan vitamin E tidak menunjukkan kerusakan selama tidak ditantang virus ND.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Akoso BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Alders R. and P Spardbrow. 2001. Controlling Newcastle Disease in Village Chicken ACIAR Monograph No. 82. Australia
Alexander DJ. 1997. Newcastle Disease and Other Avian Paramyxoviridae Infection. In: B. W. Calnek, H. John Barnes, Charles W. Beard, Larry R., Mc Clorald, and Y. M. Saif (ED). Disease of Poultry. 10th edition. Iowa State University Press. Iowa
Alexander DJ. 1998. Newcastle Disease and Other Avian Paramyxoviridae Infection. In: David E. Swayne, John R. Glisson, Mark W. Jack Wood, James E. Pearson, Willie M. Reed, A Laboratory Manual for The Isolation and Identification of Avian Pathogen. 4th edition. American Association of Avian Pathologists, Inc. Pennsylvania
Anonimus. 2007. ikan cegah penyakit jantung koroner. html http://budiboga.blogspot.com/2007/04
Anonimus. 2007. Omega-3. www.beritaiptek.com/images/.alim1
Anonimus. 2007. Vitamin E. http://www.dinkesjatim.go.id/berita-detail.html
Astawan, Made. 2007. Berita gizi. http://www.gizi.net
Barlow SM. and Stansby ME. 1982. Nutritonal Evaluation of Long Chain Fatty Acid in Eskimos. Lancet. Vol 2: page 1498-1503
Bauman H, Gauldie J. 1994. The Acute Phase Responss. Imunnol. Today 15: 74-80
Beard CW and Hanson HD 1984. Newcastle Disease. In: M. S. Hopstad, H. J. Bones, B. W. Calnek, W. M. Reed, H. W. Yoder (ED). Disease of Poultry. 8th edition. Iowa State University Press. Iowa
Billiar TR, Bankey PE, Svingen BA, Curran RD, West MA, Holman RT, Simmons RL, Cerra FB. 1988. Fatty Acid Intake and Kupfer Cell Function: Fish Oil Alters Eicosapentanoid and Monokine Production to Endotoxin Stimulation. Surgery 104: 343-349
Dellmann HD, Esther M Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi ketiga. Terjemahan. R. Hartono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Dinarello CA. 1988. Biology of Interleukin-1. FASEB J. 2: 108-115
Elisabeth J. 1997. Studi Inkorporasi Enzimatik Eicosapentanoic Acid (EPA) dan Docosahexanoic Acid (DHA) pada Trigliserida Minyak Ikan Tuna dan Crude Palm Oil (CPO). Bogor:[Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor
Enders S, Ghorbani R, Kelley V. E, Georgills K, Lonneman G, Van der Mer JWM, Cannon JG, Rogers TS, Klempner MS, Weber PC, Scaeffer EJ, Wolff SM, Dinarello CA. 1989. The Effect of Diatery Supplementation With n-3 Polyunsaturated Fatty Acids on Sinthesys of Interleukin-1 and Tumor Necrosis Factor by Mononuclear Cells. N Engl J Med 320:265-271
Fenner FJ, Paul J Gibbs, Fredrick A Murphy, Rudolf Rott, Michael J Studdent, David O White. 1993. Virologi Veteriner. 2nd edition. Penerjemah: Ir. D. K. Harya Putra, M.Sc. Phd. IKIP Semarang Press.
Frandson RI. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Fristche KL, Cassity NA, Huang SC. 1991a. Effect of Diatery Fat Source on Antibody Production and Lymphocyte Proliferation in Chickens. Poult. Sci. 70: 611-617
Gauthier R. 2002. Intestinal Health, The Key to Productivity (The Case of Organik Acid). XXVII Convention ANECA-WPDC; Puerto Vallarata. Canada: Jefo Nutrition Inc.
German JB, Lokhes B, Kinsella JE. 1987 Modulation of Zimosan Stimulated Leukotriene Release by Dietary Unaturated Fatty Acids. Prostaglandins Leukotrienes Med. 30: 69-76
Handaruwati, Rr. 2000. Produksi Fraksi Minyak Ikan Tuna Kaya Asam Lemak Omega-3 Melalui Reaksi Alkoholisis Enzimatis Menggunakan Lipase Rhizomucor miehei. Bogor:[Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor
Hanim, Diffah. 1996. Pengaruh Vitamin E Terhadap Organ Hati dan Uterus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina Yang Diberi Perlakuan Natrium Sakarin dan Natrium Siklamat. Bogor:[Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor
Hwang DH, Beaudreau M, and Chanmugan P. 1988. Dietary Linolenic Acids and Longer Chain ω-3 Fatty Acids: Camparation of Effect on Arachnoic Acid Metabolism in Rat. J Nutr 118: 427-437
Knudsen PJ, Strom TB. 1986. Prostaglandin Posttranscriptionally Inhibit Monocyte Expresion of Interleukin-1 Activity by Increasing Intracellular Cyclic Adenosine Monophosphate. J Immunol 137: 3189-3194
Korver DR. and Klasing KC. 1997. Dietary Fish Oil Alters Specific and Inflamatory Immune Response in Chicks. J Nutr 127: 2039-2049
Linder MC. 1991. Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Aplication 2nd. Elsevier. New York-USA
Meydani M. 1991. Effect of Longterm Fish Oil Supplementation on Vitamin E status and Lipid Peroxidation in Women. J Nutr 121: 484-491
Meydani M. 1993. Immunologic Effect of National Cholesterol Education Panel Step-2 Diets With and Without Fish Derived n-3 Fetty Acids Enrichment. J Clin Invest 92: 105-113
Moran ET. 1985. Digestive physiology of duck. Di dalam: Farrel, D.J., P. Stapleton, editor. Duck Production and World Practice. University of England, Armidale.
Muchtadi D, NS Palupi, M Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Jilid II. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Navarra P. 1992. Interleukin-1β and Interleukin-6 Speciffically Increase the Release of Prostaglandin E2 from Rat Hypothalamic Explant in Vitro.
Neuroendocrinal. 56: 61-68
Roubal WT. 1963. Tuna Fatty Acid: Investigation of the Composition of Raw and Procesed Domestic Tuna. J Am Oil Chem Soc.
Rusmana, Denny. 2000. Pengaruh Suplementasi Minyak Ikan, Minyak Jagung, dan ZnCO3 dalam Ransum Terhadap Kandungan Omega-3, Omega-6
PUFA dan Kolesterol Telur dan Karkas Ayam Kampung. Bogor:[Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor
Schales WE. 1989. Regulation of Monokikine Expresion: Prostaglandin E2
Supresses Tumor Necrosis Factor but not Interleukin-1α or β-mRNA and Cell-Associated Bioactiyity. J Leukocyte Biol 45:416-421
Simon BC. 1984. Cancer and Nutrition. John Willey and Sons Publication. Toronto. Canada
Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Pembuatan Preparat Histopatologi
1. Dehidrasi
Sediaan usus dalam tissue-cassete dimasukkan kedalam keranjang carrier yang kemudian dipasang pada tissue processor yang berturut-turut dicelupkan pada alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95%. Kemudian dimasukkan kedalam alkohol absolute I dan II, lalu dilakukan proses penjernihan (clearing), yaitu dengan cara memasukkan sediaan yang dibersihkan kedalam xylol I dan xylol II .
2. Perendaman (embedding dan pencetakan/bloking)
Proses perendaman sebaiknya dilakukan dekat sumber panas. Sediaan dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah berisi parafin cair dari tinggi dinding cetakan dan kemudiaan setelah bagian dasar mulai membeku lalu ditambahkan lagi dengan parafin cair sampai penuh, dan diatur letaknya. 3. Pemotongan
Pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom putar dengan ketebalan 5 μm. Hasil irisan berbentuk pita diapungkan di atas permukaan air hangat (400C), baru kemudian dipilih irisan yang paling baik dan diletakkan di atas gelas objek yang telah diolesi dengan Ewit (campuran albumin dan gliserin). Kemudian gelas objek disimpan dalam inkubator selama 2 jam dengan temperatur suhu 560C dan preparat siap diwarnai.
4. Pewarnaan HE