EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI FITRIA AKILAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
FITRIA AKILAH. 2008. Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto Pembimbing Anggota : Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr
Penelitian untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat telah dilakukan di Cilumber anggota Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Metode yang digunakan adalah metode survei, dengan ukuran sampel atau jumlah peternak responden sebanyak 40 peternak. Data primer didapat melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu, dan pakan yang diberikan peternak). Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan dan KPSBU Lembang. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square (X2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian penerapan aspek teknis pemeliharaan sapi perah peternak Cilumber lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapan berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Rata-rata penerapan aspek teknis baru mencapai 80 %. Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi.
Aspek kesehatan hewan menempati peringkat penerapan paling tinggi (85,5 %). Pencegahan penyakit yang dilakukan peternak dan pengobatan yang dilakukan oleh tenaga keswan sudah cukup baik. Namun, perlu peningkatan pengetahuan peternak pada sub aspek pendeteksian gejala penyakit yang biasa menyerang sapi perah.
Aspek breeding dan reproduksi sudah diterapkan sebesar 72,35 %. Bangsa sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah bangsa sapi FH murni. Cara seleksi yang dilakukan peternak pada umumnya lebih memperhatikan bentuk luar. Metode kawin semuanya menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Pengetahuan berahi masih kurang sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB. Pada umumnya umur beranak pertama 2 ½ tahun. Perkawinan kembali setelah beranak yaitu lebih dari 90 hari dan calving interval 1-1 ½ tahun.
Aspek makanan ternak sudah diterapkan sebesar 84,38 %. Jenis pakan yang diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput campuran (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun pisang dan bunga kol). Konsentrat yang diberikan umumnya konsentrat dari KPSBU Lembang. Peternak menambahkan komposisi konsentrat dengan dedak padi, onggok dan ampas bir. Peternak pada umumnya memberikan air minum dua kali sehari, sebagian kebutuhan air sudah didapat dari pemberian konsentrat yang dicampur dengan air.
Aspek pengelolaan sudah diterapkan sebesar 78,16 %. Semua peternak membersihkan sapi dua kali setiap hari sebelum dilakukan pemerahan. Cara pemerahan yang dilakukan umumnya menggunakan tangan. Penanganan pasca panen
yang dilakukan hanya menyaring susu dari ember ke milk can dengan saringan. Pemeliharaan anak sapi dan dara kurang benar. Pengeringan sapi laktasi di peternak rata-rata satu bulan. Pada umumnya peternak tidak memperhatikan catatan usaha.
Aspek kandang dan peralatan sudah diterapkan sebesar 76,13 %. Letak kandang sapi perah terpisah dari tempat tinggal, namun tidak terlalu jauh. Kontruksi kandang kurang memenuhi persyaratan. Sistem drainase kandang baik. Tempat kotoran pada umumnya tidak ada. Peralatan kandang yang dimiliki peternak lengkap. Peralatan susu yang ada di peternak kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan.
Kata-kata kunci: breeding dan reproduksi, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, makanan ternak, pengelolaan, sapi perah
ABSTRACT
Technical Evaluation of Dairy Management in Small Holder Dairy Farm at Cilumber KPSBU Lembang Bandung
Akilah, F., B. P. Purwanto, Despal
This research was conducted to evaluate dairy management of small holder dairy farm (breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health) in Cilumber KPSBU Lembang Bandung. The research started on July until August 2007, using survey method. Primary data from 40 respondent were collected by interview, observated, and direct measurement methods. Secondary data were collected from local subdistrict and KPSBU Lembang. Chi-square test were used to observe the differences between observation and expectation value. The result showed that the knowledge and skills of farmers in breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health at Cilumber KPSBU Lembang Bandung were lower than expectation value. Therefore, improvement of Cilumber dairy farmer knowledge and skills are necessary.
Keywords: animal health, breeding and reproduction, farm management, feeding, housing and equipment
EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
FITRIA AKILAH D14104022
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
EVALUASI TTEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
Oleh Fitria Akilah
D14104022
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 April 2008
Pembimbing Utama
Dr. Bagus P. Purwanto NIP. 131 471 379
Pembimbing Anggota
Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr NIP. 131 146 238
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Februari 1986 di Garut, Jawa Barat. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ishak, BA dan Ibu
Juariah, S.Pd.
Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Hikmah Garut
pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SDN
Tarogong 4 Garut dan lulus tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan
di SLTPN 2 Tarogong Garut dan lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan
di SMAN 1 Tarogong Garut dan lulus tahun 2004. Penulis diterima sebagai
mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu
Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai anggota Klub
Ruminansia (2005-2006) dan Bendahara I (2006-2007) Himpunan Mahasiswa Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) Fakultas Peternakan, anggota
KOPMA IPB 2006), Wasekum HMI Komisariat Fakultas Peternakan
(2005-2006), staf Departemen PSDM Famm Al-An’am Fakultas Peternakan (2005-2006)
dan Ketua Departemen Pendidikan Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA)
(2006-2007). Di samping itu, penulis aktif mengikuti kegiatan sebagai panitia maupun
peserta seminar dan pelatihan yang diselenggarakan di kampus IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia, nikmat, dan keridhoan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul ”Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung”. Tidak lupa shalawat dan salam
penulis sampaikan kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir zaman
Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan umatnya hingga
akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah
memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional.
Daerah Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk
pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang
telah ada saat ini. Sebagian besar sapi dipelihara secara tradisional oleh peternak
rakyat sehingga produktivitasnya belum optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak,
pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah
rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah ilmu bagi semua pihak. Amin.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... x
PENDAHULUAN
Karakteristik Peternak Responden... 23
Faktor Penentu Ternak Sapi Perah... 27
Breeding dan Reproduksi ... 28
Makanan Ternak ... 32
Pengelolaan... 38
Kandang dan Peralatan ... 42
Kesehatan Hewan ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
UCAPAN TERIMA KASIH ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN... 53
EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI FITRIA AKILAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
FITRIA AKILAH. 2008. Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto Pembimbing Anggota : Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr
Penelitian untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat telah dilakukan di Cilumber anggota Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Metode yang digunakan adalah metode survei, dengan ukuran sampel atau jumlah peternak responden sebanyak 40 peternak. Data primer didapat melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu, dan pakan yang diberikan peternak). Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan dan KPSBU Lembang. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square (X2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian penerapan aspek teknis pemeliharaan sapi perah peternak Cilumber lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapan berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Rata-rata penerapan aspek teknis baru mencapai 80 %. Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi.
Aspek kesehatan hewan menempati peringkat penerapan paling tinggi (85,5 %). Pencegahan penyakit yang dilakukan peternak dan pengobatan yang dilakukan oleh tenaga keswan sudah cukup baik. Namun, perlu peningkatan pengetahuan peternak pada sub aspek pendeteksian gejala penyakit yang biasa menyerang sapi perah.
Aspek breeding dan reproduksi sudah diterapkan sebesar 72,35 %. Bangsa sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah bangsa sapi FH murni. Cara seleksi yang dilakukan peternak pada umumnya lebih memperhatikan bentuk luar. Metode kawin semuanya menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Pengetahuan berahi masih kurang sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB. Pada umumnya umur beranak pertama 2 ½ tahun. Perkawinan kembali setelah beranak yaitu lebih dari 90 hari dan calving interval 1-1 ½ tahun.
Aspek makanan ternak sudah diterapkan sebesar 84,38 %. Jenis pakan yang diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput campuran (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun pisang dan bunga kol). Konsentrat yang diberikan umumnya konsentrat dari KPSBU Lembang. Peternak menambahkan komposisi konsentrat dengan dedak padi, onggok dan ampas bir. Peternak pada umumnya memberikan air minum dua kali sehari, sebagian kebutuhan air sudah didapat dari pemberian konsentrat yang dicampur dengan air.
Aspek pengelolaan sudah diterapkan sebesar 78,16 %. Semua peternak membersihkan sapi dua kali setiap hari sebelum dilakukan pemerahan. Cara pemerahan yang dilakukan umumnya menggunakan tangan. Penanganan pasca panen
yang dilakukan hanya menyaring susu dari ember ke milk can dengan saringan. Pemeliharaan anak sapi dan dara kurang benar. Pengeringan sapi laktasi di peternak rata-rata satu bulan. Pada umumnya peternak tidak memperhatikan catatan usaha.
Aspek kandang dan peralatan sudah diterapkan sebesar 76,13 %. Letak kandang sapi perah terpisah dari tempat tinggal, namun tidak terlalu jauh. Kontruksi kandang kurang memenuhi persyaratan. Sistem drainase kandang baik. Tempat kotoran pada umumnya tidak ada. Peralatan kandang yang dimiliki peternak lengkap. Peralatan susu yang ada di peternak kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan.
Kata-kata kunci: breeding dan reproduksi, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, makanan ternak, pengelolaan, sapi perah
ABSTRACT
Technical Evaluation of Dairy Management in Small Holder Dairy Farm at Cilumber KPSBU Lembang Bandung
Akilah, F., B. P. Purwanto, Despal
This research was conducted to evaluate dairy management of small holder dairy farm (breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health) in Cilumber KPSBU Lembang Bandung. The research started on July until August 2007, using survey method. Primary data from 40 respondent were collected by interview, observated, and direct measurement methods. Secondary data were collected from local subdistrict and KPSBU Lembang. Chi-square test were used to observe the differences between observation and expectation value. The result showed that the knowledge and skills of farmers in breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health at Cilumber KPSBU Lembang Bandung were lower than expectation value. Therefore, improvement of Cilumber dairy farmer knowledge and skills are necessary.
Keywords: animal health, breeding and reproduction, farm management, feeding, housing and equipment
EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
FITRIA AKILAH D14104022
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
EVALUASI TTEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
Oleh Fitria Akilah
D14104022
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 April 2008
Pembimbing Utama
Dr. Bagus P. Purwanto NIP. 131 471 379
Pembimbing Anggota
Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr NIP. 131 146 238
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Februari 1986 di Garut, Jawa Barat. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ishak, BA dan Ibu
Juariah, S.Pd.
Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Hikmah Garut
pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SDN
Tarogong 4 Garut dan lulus tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan
di SLTPN 2 Tarogong Garut dan lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan
di SMAN 1 Tarogong Garut dan lulus tahun 2004. Penulis diterima sebagai
mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu
Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai anggota Klub
Ruminansia (2005-2006) dan Bendahara I (2006-2007) Himpunan Mahasiswa Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) Fakultas Peternakan, anggota
KOPMA IPB 2006), Wasekum HMI Komisariat Fakultas Peternakan
(2005-2006), staf Departemen PSDM Famm Al-An’am Fakultas Peternakan (2005-2006)
dan Ketua Departemen Pendidikan Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA)
(2006-2007). Di samping itu, penulis aktif mengikuti kegiatan sebagai panitia maupun
peserta seminar dan pelatihan yang diselenggarakan di kampus IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia, nikmat, dan keridhoan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul ”Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung”. Tidak lupa shalawat dan salam
penulis sampaikan kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir zaman
Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan umatnya hingga
akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah
memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional.
Daerah Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk
pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang
telah ada saat ini. Sebagian besar sapi dipelihara secara tradisional oleh peternak
rakyat sehingga produktivitasnya belum optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak,
pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah
rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah ilmu bagi semua pihak. Amin.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... x
PENDAHULUAN
Karakteristik Peternak Responden... 23
Faktor Penentu Ternak Sapi Perah... 27
Breeding dan Reproduksi ... 28
Makanan Ternak ... 32
Pengelolaan... 38
Kandang dan Peralatan ... 42
Kesehatan Hewan ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
UCAPAN TERIMA KASIH ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN... 53
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penyebaran Sampel Penelitian di Cilumber KPSBU Lembang... 14
2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Berdasarkan Dirjen Peternakan
(1983) ... 15
3. Daerah TPK, Jumlah Kelompok TPS, dan Populasi Sapi Perah
di KPSBU Lembang ... 23
4. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di Cilumber . 24
5. Rataan Komposisi Sapi Perah yang Dipelihara Peternak di Cilumber .... 26
6. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis
Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang ... 27
7. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Breeding
dan Reproduksi (40 Responden)... 28
8. Penerapan Aspek Breeding dan Reproduksi Sapi Perah di Cilumber
KPSBU Lembang ... 29
9. Tanda-tanda Berahi yang Diketahui Peternak ... 31
10.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Makanan
Ternak (40 Responden)... 32
11.Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Cilumber KPSBU
Lembang ... 34
12.Kandungan Nutrisi Hijauan di Cilumber KPSBU Lembang ... 35
13.Penggunaan Konsentrat dan Pakan Tambahan ... 35
14.Kandungan Nutrisi Konsentrat dan Pakan Tambahan di Cilumber
KPSBU Lembang ... 36
15.Rataan Pemberian Pakan dan Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah di
Cilumber KPSBU Lembang ... 37
16.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pengelolaan
(40 Responden) ... 39
17.Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di Cilumber KPSBU
Lembang ... 40
18.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kandang dan
Peralatan (40 Responden) ... 42
19.Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di Cilumber
KPSBU Lembang ... 43
20.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan
Hewan (40 Responden)... 45
21.Penerapan Aspek Kesehatan Hewan Sapi Perah di Cilumber
KPSBU Lembang ... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah
Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung ... 53
2. Hasil Penilaian Aspek Breeding dan Reproduksi di Cilumber... 57
3. Hasil Penilaian Aspek Makanan Ternak di Cilumber ... 59
4. Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan di Cilumber ... 61
5. Hasil Penilaian Aspek Kandang dan Peralatan di Cilumber... 63
6. Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Hewan di Cilumber... 65
7. Peta Lokasi Penelitian... 67
PENDAHULUAN Latar Belakang
Salah satu usaha budidaya peternakan yang banyak dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi adalah sapi perah. Sapi perah adalah ternak yang paling
efisien dalam mengubah makanan ternak menjadi protein hewani dan kalori. Produk peternakan sapi perah terutama susu merupakan bahan pangan mengandung sumber
protein berkualitas baik yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kecerdasan
sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas tinggi guna memenangkan
persaingan yang ketat dalam era globalisasi sekarang ini.
Kemampuan produksi susu dalam negeri dalam memenuhi permintaan susu
secara nasional masih rendah. Pada tahun 2007, total produksi susu 577 juta liter per
tahun, sedangkan kebutuhan domestik mencapai 1,5-2 miliar liter per tahun.
Sebanyak 70 persen kebutuhan susu dari total kebutuhan 1,5 miliar liter per tahun
masih harus dibantu oleh susu impor (Lita, 2007). Hal tersebut menunjukkan perlu
adanya peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah.
Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah
memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional.
KPSBU (2006) melaporkan bahwa populasi sapi perah di wilayah kerja KPSBU
sekitar 16.385 ekor, dengan rata-rata produksi susu 103.384 kg/hari. Daerah
Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk
pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang
telah ada saat ini. Sebagian besar sapi tersebut dipelihara secara tradisional oleh
peternak sehingga produktivitasnya masih kurang.
Menurut Tawaf (2003) dalam Sugandi (2005), hingga saat ini peternakan
sapi perah rakyat di Indonesia masih bercirikan memiliki skala usaha kecil, sistem
pemelihara back yard farming, diberi pakan campuran rumput lapangan, sisa
pertanian seperti jerami dan jagung, dan rumput kultur serta diberi pakan penguat
berupa campuran ampas tahu atau dedak dan konsentrat yang digunakan berasal dari
koperasi/KUD. Cara pemeliharaan seperti itu menjadi salah satu penyebab produksi
susu yang dihasilkan belum optimal. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut
lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan peternak
penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Oleh
karena itu, perlu adanya evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah sehingga dapat
meningkatkan produktivitas ternak.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan
(breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta
kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Cilumber KPSBU Lembang
Kabupaten Bandung serta memberikan masukan terhadap usaha perbaikan yang
mungkin dilakukan.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi atau gambaran
mengenai aspek teknis pemeliharaan peternakan sapi perah di Cilumber dan menjadi
bahan pertimbangan dalam perbaikan manajemen pemeliharaan sapi perah sehingga
mampu meningkatkan produksi susu di peternakan rakyat KPSBU Lembang
Kabupaten Bandung.
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan
skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah
rakyat (Sudono, 1999). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik
Indonesia No. 36/KPTS/TN.120/5/1990, peternakan rakyat merupakan usaha yang
dilakukan oleh rakyat di samping usaha taninya sehingga sifat pemeliharaannya
masih tradisional. Perusahaan peternakan merupakan peternakan yang
diselenggarakan oleh suatu perusahaan komersial dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan mempunyai izin usaha serta
dalam proses produksinya telah menggunakan teknologi baru. Selain itu, pada
perusahaan peternakan biasanya telah menerapkan hasil penelitian. Usaha
peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi
perah di bawah 20 ekor dan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha
peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah (Pulungan dan Pambudy,
1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian usaha sapi perah di
Indonesia tergolong usaha peternakan rakyat dengan pemilikan sebanyak 2-3 ekor
sapi betina dan rataan produksi susu sebanyak 5,6 liter/ekor/hari (Puslitbangnak,
1992).
Keuntungan usaha peternakan sapi perah yaitu peternakan sapi perah
termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan
menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja
yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat
dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa
dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003). Sudono
(1999) mengatakan bahwa faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses
dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan
kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang
baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan
yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan
Sapi FH
Sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi
Friesian Holstein (FH). Bangsa sapi ini berasal dari negeri Belanda yaitu di
Provinsi North Holland dan West Friesian, kedua daerah yang memiliki padang
rumput yang bagus (Blakely dan Bade, 1985). Sapi FH menduduki populasi
terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara-negara sub-tropis
maupun tropis. Bangsa sapi ini mudah beradaptasi di tempat baru (AAK, 1995).
Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan
sapi perah lainnya. Di samping itu, kadar lemak susunya rendah. Warna bulu
bangsa sapi FH murni pada umumnya berwarna hitam dan putih, kadang-kadang
merah dan putih dengan batas-batas warna jelas (Sudono et al., 2003). Di negara
yang peternakan sapi perahnya telah maju rata-rata produksi susu FH mencapai
6000-7000 liter per laktasi (Ginting dan Sitepu, 1989), sedangkan di Indonesia
produksi susu FH berkisar 2400-3000 liter per laktasi (Diwyanto et al., 2001).
Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang, memerlukan suhu
yang optimum (sekitar 18 oC) dan kelembaban 55 % untuk mencapai produksi
maksimalnya. Pada suhu yang lebih tinggi, ternak akan melakukan penyesuaian
secara fisiologis dan secara tingkah laku (behaviour). Usaha peternakan sapi FH
di Indonesia yang pada umumnya terdapat pada daerah dengan ketinggian lebih
dari 800 m dpl ditujukan untuk penyesuaian lingkungan yang dibutuhkan sapi FH
(Yani dan Purwanto, 2006).
Faktor Penentu Ternak Sapi Perah
Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk
melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor
penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian
dari Ditjen Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan
Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan dan 5). Kesehatan Hewan.
Breeding dan Reproduksi
Menurut Sudono et al. (2003), bibit sapi perah yang akan dipelihara sangat
menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu :
a. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang
produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat
unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya
b. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar
otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat
c. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah
harus proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, kaki berdiri tegak dan
jarak kaki kanan dengan kiri cukup lebar (baik kaki depan maupun belakang)
serta bulu mengilat. Besar tubuh tidak menjamin atau tidak menentukan
kuantitas atau jumlah susu yang dihasilkan dan ketahananya terhadap penyakit
d. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan
bobot badan sekitar 300 kg. Sementara itu, umur pejantan 2 tahun dengan
bobot badan sekitar 350 kg
Reproduksi sangat penting diperhatikan dalam rangka meningkatkan
produksi air susu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reproduksi adalah
dewasa kelamin dan perkawinan pertama, masa dan tanda-tanda berahi serta
siklus berahi, saat perkawinan yang tepat diwaktu berahi, lama bunting,
perkawinan kembali setelah beranak, cara perkawinan dan kegagalan reproduksi
dan penanggulangannya (Ginting dan Sitepu, 1989). Sapi dara dapat dikawinkan
pertama pada umur 18 bulan, sehingga dapat beranak pada umur sekitar 2,5 tahun
(AAK, 1995). Lama birahi tergantung umur, sapi dara pada umumnya mempunyai masa berahi lebih pendek dibandingkan sapi dewasa. Siklus berahi berkisar antara
18-24 hari (± 21 hari). Tanda-tanda berahi yang paling penting menurut Ginting
dan Sitepu (1989) adalah :
1. Sapi kelihatan tidak tenang, gelisah dan nafsu makan biasanya turun.
2. Vulva tampak bengkak, merah, hangat dan keluar cairan seperti lendir mirip
putih telur dari vagina.
3. Bulu dipangkal ekor rontok.
4. Sering menguak seolah-olah memanggil pejantan.
5. Produksi air susu turun.
6. Sapi lebih sering berbaring dibandingkan dengan berdiri.
7. Bermesraan dengan sapi betina lainnya.
8. Apabila di kandang, selalu ingin memisahkan diri dan jika berada dipadang
penggembalaan dinaiki pejantan akan diam dan pasrah dan kadang-kadang
menaiki sapi lain.
9. Bila pemilik memegang seekor sapi, maka sapi segera mengangkat ekornya.
10. Sapi yang digembalakan sering berhenti merumput.
Peternak telah mengetahui, bahwa sapi yang telah dikawinkan dan bunting
akan menghasilkan susu yang lebih sedikit daripada sapi yang tidak bunting.
Lama bunting sapi perah adalah 9 bulan (Sudono et al., 2003). Ginting dan Sitepu
(1989) menambahkan bahwa lama bunting berbagai sapi perah berbeda namun
pada garis besarnya antara 279-290 hari (± 285 hari).
Perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa
bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar
antara 60-90 hari. Waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua
jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi
air susu (Ginting dan Sitepu, 1989). Penundaan perkawinan kembali pada sapi
perah yang terlalu lama akan berakibat jarak kelahiran (calving interval)
berikutnya terlalu panjang (AAK, 1995).
Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kawin alam
dan kawin suntik (inseminasi buatan atau IB). Kawin alam biasa dilakukan oleh
peternak besar dengan biaya yang relatif mahal karena harus memelihara
pejantan. Sementara itu, kawin suntik biasa dilakukan oleh peternak kecil dengan
biaya lebih murah, karena tidak harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003).
Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984), inseminasi buatan merupakan suatu
cara beternak modern dalam usaha meningkatkan mutu ternak secara efisien.
Interval beranak (calving interval) yang optimal adalah 12 dan 13 bulan.
Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9 % pada
laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila calving interval
diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang
akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5 % tetapi bila ditinjau dari segi
ekonomi akan rugi karena tidak sesuai susu yang dihasilkan dengan makanan
yang diberikan kepada sapi (Sudono, 1999). Menurut Suharno dan Nazarudin
(1994), jarak beranak 1 tahun baik untuk usaha sapi perah karena dengan
demikian produksi susu dapat berlangsung lancar.
Pakan Sapi Perah
Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan
berproduksi susu sapi-sapi perah (Siregar, 2007). Sapi perah yang produksinya
tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya
tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Cara
pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan
kesehatan bahkan dapat juga menyebabkan kematian. Untuk mencegah timbulnya
kerugian, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat dan harus
dilakukan secara efisien (Sudono, 1999). Pemberian pakan harus sesuai dengan
bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susunya, terutama bagi sapi-sapi
yang telah berproduksi (Sudono et al., 2003) karena pada umumnya variasi dalam
kadar lemak dan produksi susu disebabkan adanya perbedaan pakan dan tata
laksana pemeliharaan sapi perah (Sudono, 1999).
Pakan sapi perah yang sedang berproduksi susu terdiri dari sejumlah
hijauan dan konsentrat (Siregar, 2007). Peranan hijauan pakan menjadi lebih
penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan (Aryogi et
al., 1994). Menurut Akoso (1996), konsentrat adalah pakan yang mengandung
nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Pakan konsentrat meliputi
susunan bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian dan beberapa limbah hasil proses
industri bahan pangan bijian seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak,
bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk
meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan
untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. Sutardi (1980) menyatakan bahwa
pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat akan menyebabkan
menurunnya produksi asam asetat dalam rumen. Penurunan ini akan
mengakibatkan kadar lemak susu rendah karena asam asetat merupakan bahan
baku utama bagi pembentukan lemak air susu. Sudono et al. (2003) menyarankan
bahwa pemberian konsentrat adalah 50 % dari jumlah susu yang dihasilkan.
Jumlah pemberian ransum (hijauan dan konsentrat) dapat diperkirakan
dari kebutuhan akan bahan kering (BK) (Sutardi, 1981). Jumlah bahan kering
yang diberikan perlu dibatasi karena kapasitas rumen terbatas. Jumlah bahan
kering yang disarankan ialah 2-3 % dari bobot tubuh, artinya dengan jumlah
bahan kering tertentu harus dapat terpenuhi kebutuhan energi dan protein (Sigit,
1985). Sapi yang berproduksi tinggi dapat mengkonsumsi bahan kering pakan
3,6-4 % bobot hidupnya (Despal et al., 2008). Besarnya konsumsi BK dipengaruhi
antara lain oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis
kelamin, kandungan energi bahan pakan dan tingkat stress ternak (Chuzaemi dan
Hartutik, 1988).
Energi merupakan sumber tenaga bagi semua proses hidup dan produksi.
Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan
pencapaian dewasa kelamin. Pada sapi laktasi, kekurangan energi akan
menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi energi yang parah dapat
mengganggu reproduksi (Sutardi, 1981). Kebutuhan energi untuk sapi perah
adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak
susu dan kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al., 1988). Apabila
mengkonsumsi energi yang berlebihan akan menyebabkan kegemukan, kesulitan
melahirkan, meningkatkan gangguan metabolis dan infeksi penyakit pada masa
yang akan datang (Etgen et al., 1987). Disamping energi, protein
merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh (Sudono,
1999). Protein penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu
dan perkembangan fetus sapi perah. Selain itu, protein dibutuhkan juga untuk
formulasi enzim dan hormon yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh.
Kebutuhan protein sapi merupakan kebutuhan untuk asam amino. Sintesis protein
oleh mikroba rumen tergantung pada konsumsi pakan, bahan organik yang dapat
dicerna, jenis pakan, level protein dan sistem pemberian pakan (Tyler and
Ensminger, 1993). Jumlah protein yang dibutuhkan sapi laktasi tergantung pada
berat badan, jumlah susu yang dihasilkan dan kadar lemak susu yang dihasilkan
(Siregar, 1972). Despal et al. (2008) menyarankan kadar protein ransum sekitar
17-18 %. Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat
produksi susu.
Pengelolaan
Kandang yang kotor sangat merugikan karena berakibat buruk terhadap
kesehatan masyarakat, berakibat buruk terhadap kesehatan sapi itu sendiri dan
dapat menurunkan kualitas susu. Berdasarkan hal tersebut, maka kebersihan
kandang harus selalu dijaga yaitu dengan cara membersihkan tempat pakan dan
minum, membersihkan lantai kandang dan memiliki tempat khusus untuk
menyimpan atau membuang kotoran kandang (Hidayat et al., 2002). Sudono
(1999) menyarankan bahwa sebelum sapi diperah, kandang dimana tempat sapi
itu diperah harus dibersihkan atau dicuci dulu dan dihilangkan dari bau-bauan,
baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang
berbau (silage) karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat
mempengaruhi kualitas air susu.
Sebaiknya sapi dimandikan sebelum pemerahan. Jika sapi hendak diperah
dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat hanya
membersihkan bagian tubuh yang kotor yang disiram dengan air, menyikat bagian
tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas
(Hidayat et al., 2002). Sudono (1999) menyarankan sebelum sapi diperah
hendaknya bagian badan sapi sekitar lipat paha dan bagian belakang dicuci atau
dibersihkan untuk mencegah kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian
tersebut jatuh dalam susu pada waktu sapi itu diperah.
Pemerahan sapi-sapi perah laktasi di Indonesia pada umumnya masih
dilakukan secara manual, yakni dengan tangan dan jari tangan. Pemerahan
dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang
antara jempol dengan empat jari tangan lainnya,lalu kelima jari tangan
meremas-remas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara
memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari
tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir keluar. Pemerahan
cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu
panjang. Namun sebaiknya hindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting
susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan
menjadi panjang ke bawah (Siregar et al., 1996). Sudono (1999) menyarankan
selesai diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan
chloor atau iodophor dengan kepekatan 0,01%.
Penanganan produksi susu harus memperhatikan masalah hygiene dengan
cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan
sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan
dan pengangkutan (AAK, 1995). Penyaringan dilakukan untuk mencegah agar
kotoran tidak ikut masuk ke dalam susu (Syarief dan Sumoprastowo, 1984).
Menyaring susu dilaksanakan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke
milk can. Selesai pemerahan, susu harus segera dibawa ke Tempat Pengumpulan
Susu (TPS) atau langsung ke tangki pendingin di KUD/Koperasi. Menunda
pekerjaan ini berarti memberi peluang kepada mikroba untuk berkembang biak
dan susu menjadicepat rusak. Susu dan hasil olahannya harus disimpan pada suhu
rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Hidayat et al., 2002).
Usaha peternakan sapi perah tergantung pada keberhasilan program
pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat
mempertahankan ataupun dapat meningkatkan produksi susu (Sudono, 1999).
Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur 8 bulan. Pedet yang
baru lahir masih perlu mendapat perhatian khusus, sebab pedet mungkin
mengalami mati lemas, infeksi dan lain sebagainya jika kurang diperhatikan.
Dalam membesarkan pedet harus memperhatikan pemberian pakan, penyediaan
kandang, pencegahan penyakit, pemotongan tanduk, kastrasi, pemasangan kaling,
pemberian tanda pengenal dan menghilangkan tanduk (AAK, 1995).
Sapi dara (heifer) ialah sapi-sapi betina umur sembilan bulan sampai
beranak yang pertama (AAK, 1995). Pertumbuhan dari sapi dara ini tergantung
dari cara pemeliharaan dan pemberian makanannya. Bila pemberian makan dan
minum baik, sapi betina akan tumbuh baik sampai umur 4-5 tahun. Dewasa tubuh
pada sapi dara dapat dicapai pada umur 15-18 bulan, sehingga pada umur tersebut
sapi mulai dapat dikawinkan, hal ini sangat penting supaya sapi dapat cepat
beranak pada umur 2,5 tahun (Muljana, 1982).
Pada sapi-sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan
harus dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Cara mengeringkan sapi adalah
dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara mendadak
(Sudono, 1999). Tujuan pengeringan yaitu untuk mengembalikan kondisi tubuh
atau memberi istirahat sapi supaya produksi yang akan datang bisa baik, mengisi
kembali kebutuhan-kebutuhan vitamin dan mineral setelah mengalami laktasi
berat sehingga kondisi sapi tetap sehat dan menjamin pertumbuhan fetus di dalam
kandungan (Muljana, 1982).
Kandang dan Peralatan
Kandang ternak mempunyai fungsi utama untuk menjaga ternak agar tetap
berada dalam lingkungan yang nyaman sesuai dengan kebutuhan ternak agar
dapat berproduksi secara maksimal (Ginting dan Sitepu, 1989). Kandang dibuat
berjauhan dengan rumah tinggal dan diusahakan menghadap ke arah matahari
terbit. Di dalam kandang dibuat sistem drainase atau pengaliran air agar kotoran
mudah dibersihkan dan air buangan mengalir lancar (Suharno dan Nazarudin,
1994). Menurut Sudono et al. (2003), kandang sapi perah yang baik adalah
kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi
perah. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup
dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab (kelembaban yang
ideal yang dibutuhkan sapi perah adalah 60-70 %), lantai kandang selalu kering,
tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang
hari.
Menurut konstruksi lantai kandang dapat dibagi atas kandang tunggal
yaitu terdiri satu baris saja dan kandang ganda yang terdiri dari 2 baris kandang.
Kandang ganda ada dua yaitu berhadapan artinya sapi berhadapan hanya dibatasi
oleh sekat atau dinding yang rendah, dan berlawanan artinya sapi saling bertolak
belakang (Ginting dan Sitepu, 1989).
Peralatan kandang yang selalu dipakai adalah sekop, sapu, ember, sikat,
kereta dorong, tali dan bangku kecil (Syarief dan Sumoprastowo, 1984).
Peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan menyimpan susu segar
berupa ember perah dan milk can (Sudono et al., 2003).
Kesehatan Hewan
Produktivitas dan reproduktivitas sapi perah sering terganggu karena
adanya penyakit baik yang tidak menular maupun yang menular (Ginting dan
Sitepu, 1989). Dalam hal ini, para peternak tidak dituntut mengetahui
masalah-masalah kedokteran hewan, tetapi yang perlu bagi mereka adalah mengenal
berbagai jenis penyakit, terutama penyebabnya, akibat serangan atau gejala yang
muncul dari serangan tersebut, penyebarannya, pencegahan dan
pemberantasannya (AAK, 1995). Serangan penyakit pada sapi perah sedapat
mungkin dicegah. Itulah sebabnya penting bagi peternak untuk selalu menjaga
kebersihan kandang dan ternak serta memberikan pakan yang cukup. Ternak yang
sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga sembuh (Suharno dan Nazarudin,
1994) .
Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah antara lain TBC,
brucellosis atau keluron, mastitis atau radang kelenjar susu, radang limpa dan
penyakit kulit dan kuku (Suharno dan Nazarudin, 1994). Program kesehatan pada
peternakan sapi perah harus dijalankan secara teratur, terutama di wilayah yang
sering terjadi penyakit menular seperti TBC, brucellosis, penyakit mulut dan kuku
dan radang limpa, dengan cara vaksinasi secara teratur (Sudono et al., 2003).
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat Cilumber anggota
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung
pada bulan Juli sampai Agustus 2007. Penentuan daerah Lembang sebagai tempat
penelitian karena Lembang merupakan daerah dataran tinggi (ketinggian tempat
1.200-1.257 m di atas permukaan laut) yang memiliki potensi besar untuk peternakan
sapi perah dan juga termasuk salah satu kantong produksi susu di Jawa Barat.
Materi Ternak
Ternak yang digunakan adalah sapi Friesian Holstein sebanyak 203 ekor,
yang terdiri atas 49 ekor pedet, 33 ekor dara, 102 ekor sapi laktasi, dan 9 ekor sapi
kering.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, timbangan,
gelas ukur, alat tulis, peternak sebagai responden dan kuesioner yang digunakan
untuk mengetahui keterampilan peternak.
Rancangan
Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode
informasi (data) dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun
dan Effendi, 1995). Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan ukuran
sampel atau jumlah peternak responden sapi perah yang diambil dalam penelitian
sebanyak 40 peternak dari 263 populasi peternak yang ada. Penyebaran sampel
Tabel 1. Penyebaran Sampel Penelitian di Cilumber KPSBU Lembang
Kelompok Peternak
TPS Jumlah Populasi
(Peternak)
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner
atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu ternak sapi
perah yang ditampilkan pada Tabel 2, teknik observasi yaitu pengumpulan data
dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui
fenomena atau gejala yang ada pada objek-objek penelitian dan pengukuran langsung
di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu dan pakan yang diberikan
peternak). Data sekunder diperoleh dari kecamatan dan KPSBU Lembang.
Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Lembang,
karakteristik peternak responden, jumlah dan komposisi sapi perah, aspek breeding
dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan
hewan.
Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)
NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI I. BREEDING DAN REPRODUKSI (240)
Tabel 2 (Lanjutan)
NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI II. MAKANAN TERNAK (260)
HMT (Hijauan Makanan Ternak)
3. Kualitas konsentrat dan mineral a. Baik dan Lengkap 35
Tabel 2 (Lanjutan)
NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI III. PENGELOLAAN (200)
1. Membersihkan sapi a. Tiap hari 20
b. Kadang-kadang 10
c. Jarang 5
2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari 20
b. Satu kali perhari 10
c. Jarang 5
3. Cara pemerahan a. Benar dan baik 40
b. Kurang benar 30
c. Salah 10
4. Penanganan pasca panen a. Benar dan baik 35
b. Kurang benar 25
c. Salah 10
5. Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik 35
b. Kurang baik 25
c. Salah 10
6. Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebelum beranak 30
b. 1 ½ bulan sebelum 20
beranak
c. Kurang dari 1 bulan 10
sebelum beranak
7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik 20
b. Ada dan tidak baik 10
c. Tidak ada 5
Tabel 2 (Lanjutan)
NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI IV. KANDANG DAN PERALATAN (100)
Kandang
1. Pengetahuan penyakit a. Baik 40
b. Cukup 30
c. Kurang 10
2. Pencegahan penyakit a. Teratur 100
Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak
responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati
meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan
keterampilan teknis peternak.
2. Analisis Statistik
Keterampilan teknis peternak diuji dengan menggunakan uji chi-square untuk
membandingkan nilai hasil pengamatan dengan nilai harapan faktor penentu ternak
sapi perah menurut Dirjen Peternakan (1983). Bentuk persamaan menurut Nazir
(2003) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
oi = frekuensi yang diamati, kategori ke-i
ei = frekuensi yang diharapkan dari kategori ke-i
n = jumlah kategori
Peubah
1. Struktur Kepemilikan Ternak
Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak. Komposisi ternak yang
diamati adalah :
1.Anak sapi yaitu sapi jantan atau betina yang berumur kurang dari 1 tahun,
dihitung sama dengan 0,25 satuan ternak
2.Sapi dara yaitu sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah
beranak, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak
3.Sapi laktasi yaitu sapi betina yang sedang dalam masa menghasilkan susu,
dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak
4.Sapi kering kandang yaitu sapi betina dewasa yang tidak dalam masa
menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak
5.Sapi jantan muda yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang
6.Sapi jantan dewasa yaitu sapi jantan yang telah berumur 2 tahun, dihitung sama
dengan 1,00 satuan ternak.
2. Breeding dan Reproduksi
Peubah yang diamati meliputi bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, cara
kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak
dan calving interval.
3. Makanan Ternak
Peubah yang diamati meliputi cara pemberian, jumlah pemberian, frekuensi
pemberian, kualitas HMT dan konsentrat dan pemberian air minum.
4. Pengelolaan
Peubah yang diamati meliputi kebersihan ternak, kebersihan kandang, cara
pemerahan oleh peternak, penanganan pasca panen, pemeliharaan pedet dan dara,
pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha.
5. Kandang dan Peralatan
Peubah yang diamati meliputi tata letak, konstruksi, drainase, tempat kotoran,
peralatan kandang dan peralatan susu.
6. Kesehatan Hewan
Peubah yang diamati meliputi pengetahuan peternak tentang penyakit, cara
pencegahan dan pengobatan penyakit.
Prosedur Persiapan Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk
mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola
usaha beternak sapi perah. Aspek teknis tersebut meliputi 1). Breeding dan
Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan serta
5). Kesehatan Hewan. Setiap aspek terdiri dari sub aspek sebagaimana yang
ditampilkan pada Tabel 2.
Survei dan Wawancara
Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu survei pendahuluan untuk
menginventarisasi peternak/usaha peternakan rakyat yang ada di KPSBU lembang.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan, diperoleh satu Tempat Pelayanan Koperasi
(TPK) yaitu TPK Cilumber. Pemilihan TPK Cilumber sebagai tempat responden
karena populasinya yang tinggi. Pemilihan sampel dipilih secara acak oleh KPSBU
Lembang. Sampel yang diambil mewakili setiap Tempat Penampungan Susu (TPS).
Setelah pemilihan sampel sebagai responden, dilakukan wawancara kepada
setiap responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau daftar
pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu ternak sapi perah
sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2.
Pengamatan
Pengamatan langsung pada objek penelitian dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas
mengenai keterampilan teknis peternak. Selain itu dilakukan pengukuran langsung di
lapangan yaitu :
1. Produksi susu, diukur dengan cara mengukur susu yang dihasilkan oleh seekor
sapi setelah pemerahan pagi hari pada pukul 04.00-05.30 WIB dan pemerahan
sore hari pada pukul 15.00-16.30 WIB. Pengukuran susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milk can dengan menggunakan gelas
ukur 1000 ml.
2. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan sekeliling rongga dada di
belakang sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur (cm). Lingkar
dada digunakan untuk mengestimasi bobot badan.
3. Pakan, pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan
pada saat peternak akan memberikannya pada ternak. Timbangan yang
digunakan adalahtimbangan gantung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi
Wilayah kerja Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) berada di
kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari kecamatan
yang terdapat di kabupaten Bandung yang terletak di sebelah utaranya dan
merupakan salah satu kawasan yang sangat cocok dalam pengembangan usaha
peternakan sapi perah. Lembang berbatasan, sebelah utara dengan kabupaten
Subang, sebelah selatan dengan kotamadya Bandung, sebelah barat dengan
kecamatan Parongpong kabupaten Bandung dan sebelah timur dengan kecamatan
Cimenyan kabupaten Bandung dan kabupaten Sumedang.
Lembang termasuk daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian
1.200-1.257 m di atas permukaan laut. Curah hujan sekitar 1.800-2.500 mm/tahun dengan
temperatur antara 8-24 oC. Luas wilayah Kecamatan Lembang 10.620 Ha yang
terdiri atas 16 Desa dan 43 Dusun. Keadaan lingkungan tersebut sangat mendukung
usaha peternakan sapi perah di daerah Lembang.
Peternakan sapi perah rakyat di Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU), dibentuk berdasarkan
kekuasaan hukum No. 4891/BH/DK-10/20 pada tanggal 8 Agustus 1971. KPSBU
didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak melalui pembinaan peternak,
menyediakan kebutuhan pokok untuk peternak dan ternaknya, melakukan
penampungan produksi susu dan memasarkannya, memberikan penyuluhan untuk
meningkatkan produksi dan menyediakan tenaga ahli untuk pelayanan kesehatan
hewan
KPSBU Lembang saat ini memiliki 22 wilayah kerja yang terdiri atas 8
Komisaris Daerah (RISDA), 23 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dan 580 Tempat
Penampungan Susu (TPS) yang dibuat untuk memudahkan dalam pengambilan susu
segar dari peternak. Tiap-tiap TPK memiliki beberapa kelompok TPS, adapun
syarat-syarat pembentukan TPS adalah anggota peternak yang memiliki sapi perah dan
menghasilkan susu segar sebanyak 200 liter per hari. Rata-rata tiap TPK memiliki 26
TPS. Untuk lebih jelasnya mengenai TPK, jumlah kelompok TPS dan populasi sapi
Tabel 3. Daerah TPK, Jumlah Kelompok TPS dan Populasi Sapi Perah di
Keterangan: * = Lokasi Penelitian
Karakteristik Peternak Responden dan Komposisi Sapi Perah
Hasil pengukuran karakteristik peternak responden meliputi umur,
pendidikan, dan pengalaman beternak diperlihatkan pada Tabel 4. Umur peternak
dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak muda (20-35 tahun), sedang (36-51 tahun)
dan tua (>52 tahun). Sedangkan pengalaman beternak dikelompokkan menjadi 3
yaitu peternak baru (<8 tahun), berpengalaman (9-15 tahun) dan peternak sangat
berpengalaman (>16 tahun).
Tabel 4. Umur, Pendidikan dan Pengalaman Beternak Responden di Cilumber
No. Uraian Jumlah Peternak
Orang %
3. Pengalaman Beternak (tahun)
2-8 (baru) 19 47,5
9-15 (berpengalaman) 10 25
16-22 (sangat berpengalaman) 11 27,5
Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2007)
Umur Responden
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa peternak responden yang
melakukan usaha sapi perah mempunyai umur terendah 20 tahun dan tertinggi 67
tahun. Sebagian besar peternak (87,5 %) berada pada usia kerja produktif (20-51
tahun). Hal tersebut merupakan potensi tenaga kerja yang sangat besar. Menurut
Rasyaf (1995) dalam Nuraeni dan Purwanta (2006) bahwa umur 25-55 tahun
merupakan umur produktif, sedangkan di bawah 20 tahun merupakan umur yang
belum produktif dan dapat dikategorikan sebagai usia sekolah sedangkan umur di
atas 55 tahun tingkat produksinya telah melewati titik optimal dan akan menurun
sejalan dengan pertambahan umur.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung sangat
mempengaruhi pola pikir peternak dan kinerja peternak dalam mengelola usaha sapi
perah. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa 85 % peternak berpendidikan
Sekolah Dasar, 12,5 % berpendidikan sekolah menengah dan ada sebanyak 2,5 %
yang sudah mengenyam pendidikan di universitas. Komposisi pendidikan yang
demikian cukup ideal untuk pelaksanaan suatu peternakan dimana terdapat peternak
yang memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi yang dapat dijadikan early
adopter technology dan memberikan contoh kepada peternak lainnya yang memiliki
latar belakang pendidikan lebih rendah namun berpengalaman dalam beternak.
Peningkatan pendidikan peternak yang menghasilkan lebih banyak peternak dengan
latar belakang pendidikan menengah diharapkan dapat mempercepat proses transfer
teknologi kepada peternak.
Pengalaman Beternak
Pengalaman beternak adalah lamanya seseorang menggeluti usaha peternakan
perah yang dinyatakan dalam tahun. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa
sebagian besar (52,5 %) peternak sudah memiliki pengalaman lebih dari 9 tahun dan
47,5 % peternak berpengalaman 2-8 tahun. Tidak ditemukan peternak yang memiliki
pengalaman < 2 tahun di Cilumber.
Pengalaman beternak sapi perah yang demikian dapat menjadi modal yang
sangat penting dalam keberhasilan usaha sapi perah. Pengalaman beternak yang lebih
lama akan memberikan performa yang lebih baik dari peternak yang baru karena
lebih terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini
merupakan indikasi bahwa usaha peternakan sapi perah di Cilumber memiliki daya
tarik tersendiri bagi masyarakat disana sebagai bidang usaha yang dianggap
menguntungkan sehingga peternak dapat bertahan dalam usaha sejenis untuk jangka
waktu yang lama.
Komposisi Sapi Perah
Rataan komposisi sapi perah yang dipelihara peternak di Cilumber
ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Komposisi Sapi Perah yang Dipelihara Peternak Di Cilumber
Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2007)
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa para peternak tidak hanya
memelihara sapi-sapi perah yang sedang berproduksi (yang sedang laktasi), tetapi
juga memelihara sapi-sapi perah non produktif yaitu sapi yang sedang kering
kandang, dara, pedet jantan, dan pedet betina. Biaya pemeliharaan sapi-sapi non
produktif ini menjadi tanggungan dari sapi-sapi perah yang sedang berproduksi. Rataan kepemilikan sapi di Cilumber sebesar 5,08 ekor atau setara dengan
3,72 satuan ternak. Rataan kepemilikan sapi peternak di Cilumber lebih tinggi
dibandingkan dengan rataan kepemilikan sapi anggota KPSBU (2,77 ST/peternak).
Namun, jumlah kepemilikan tersebut masih dibawah skala ekonomis. Berdasarkan
pengamatan Siregar (1996) dalam Diwyanto et al. (2001) di sekitar Bogor, skala
usaha sapi perah akan efisien dan ekonomis apabila memiliki sapi induk minimal 8
ekor.
Persentase sapi laktasi yang ada di Cilumber sudah cukup baik (75,30 %).
Menurut Sudono (1999) bahwa persentase sapi laktasi merupakan faktor yang
penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana yang baik dalam suatu
peternakan untuk menjamin pendapatan peternak. Peternakan sapi perah yang
mempunyai sapi yang laktasi sebanyak > 60% adalah yang paling menguntungkan.
Sedangkan menurut Siregar (2007), persentase sapi laktasi yang ekonomis harus
sekitar 70-80 %. Pendapat tersebut menguatkan hasil penelitian Siregar (1996) dalam
Diwyanto et al. (2001) sebelumnya yang mengatakan bahwa persentase sapi laktasi
yang ekonomis di daerah Bogor adalah sekitar 75%.
Replacement stock juga dilakukan oleh peternak sapi perah di Cilumber
sebagai calon pengganti sapi-sapi betina dewasa yang akan dikeluarkan dari
peternakan. Persentase pedet betina dan dara di Cilumber yaitu sebesar 55,37 %.
Persentase tersebut sudah melebihi persentase yang direkomendasikan oleh Nadjib
(1985) bahwa banyaknya anak sapi betina calon pengganti sebaik-baiknya berjumlah
20-25 % dari sapi betina dewasa.
Faktor Penentu Ternak Sapi Perah
Faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat
pengetahuan dan keterampilan teknis beternak sapi perah dari para peternak.
Pengetahuan terhadap aspek teknis beternak meliputi lima aspek sesuai dengan
standar penilaian Dirjen Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2).
Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan serta 5). Kesehatan
Hewan. Hasil pengamatan terhadap pengetahuan dan keterampilan peternak untuk
kelimaaspek ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang
Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01)
No. Aspek Nilai
Pada Tabel 6 terlihat bahwa capaian aspek teknis peternakan sapi perah
rakyat di Cilumber sangat nyata lebih rendah dari nilai harapan (P<0,01). Peternak
sapi perah di Cilumber baru menerapkan sekitar 80 % aspek teknis yang
direkomendasikan. Persentase tersebut masih lebih baik dibandingkan di daerah
Parakan Salak Sukabumi yang mencapai 75,40 % (Suryopratomo, 1986) tetapi masih
rendah jika dibandingkan di kecamatan Pangalengan yang telah mencapai 88,01 %
(Andri, 1992). Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah
berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek
pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi.
Capaian aspek kesehatan hewan yang lebih tinggi dibandingkan dengan aspek lain
mungkin disebabkan besarnya peran tenaga keswan dari KPSBU disamping upaya
yang dilakukan oleh peternak. Untuk lebih jelasnya pada masing-masing aspek
dijelaskan di bawah ini.
Breedingdan Reproduksi
Pengamatan aspek breeding dan reproduksi meliputi 1). Bangsa sapi yang
dipelihara, 2). Cara seleksi, 3). Cara kawin, 4). Pengetahuan berahi, 5). Umur
beranak pertama, 6). Saat dikawinkan setelah beranak dan 7). Calving interval. Tabel
6 memperlihatkan bahwa hasil pengamatan aspek breeding dan reproduksi yang
dilakukan peternak Cilumber masih dibawah nilai harapannya setelah dilakukan uji
chi-square (P<0,01). Capaian penerapan masing-masing sub aspek breeding dan
reproduksi diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Breeding dan Reproduksi (40 Responden)
Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01)
Tabel 7 memperlihatkan bahwa bangsa sapi yang dipelihara, cara kawin, dan
umur beranak pertama sapi yang dipelihara peternak di Cilumber sudah sesuai
dengan nilai harapan, namun beberapa aspek lain masih di bawah nilai harapan
(P<0,01). Sub aspek yang masih kurang penerapannya adalah saat dikawinkan
setelah beranak, pengetahuan berahi, dan cara seleksi. Kemampuan deteksi berahi
peternak yang masih rendah (51,25 % dari nilai harapan) menyebabkan
keterlambatan sapi dikawinkan setelah beranak (65 % dari nilai harapan). Hal ini
dapat memperpanjang calving interval dan menurunkan efisiensi reproduksi. Aspek
breeding dan reproduksi yang sangat sedikit diketahui peternak adalah cara seleksi.
Peningkatan pada sub aspek ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas bibit dan
sapi yang dipelihara oleh peternak. Kesalahan dalam pemilihan bibit akan berdampak
pada kerugian jangka panjang karena sifat usaha peternakan sapi perah yang
memelihara sapi dalam jangka waktu yang panjang (dapat mencapai 7 kali laktasi
atau 10 tahun). Persentase peternak yang menerapkan aspek breeding dan reproduksi
sapi perah di Cilumber dirinci pada Tabel 8.
Tabel 8. Penerapan Aspek Breeding dan Reproduksi Sapi Perah di Cilumber
KPSBU Lembang
Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak
Orang % Orang %
Berdasarkan Tabel 8, semua sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah
bangsa sapi FH murni. Ciri-ciri sapi FH menurut Sudono et al. (2003) yaitu warna
bulu bangsa sapi FH pada umumnya berwarna hitam dan putih, kadang-kadang