• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Bambu Sebagai Agregat Kasar Terhadap Sifat Mekanik Beton Ringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Bambu Sebagai Agregat Kasar Terhadap Sifat Mekanik Beton Ringan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN BAMBU SEBAGAI AGREGAT

KASAR TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian

Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

RU MA NTO

080404153

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Pemakaian bambu sebagai pengganti agregat adalah salah satu usaha untuk mereduksi

berat jenis dari beton terutama pada produksi beton ringan. Bambu adalah jenis material

organik yang terdiri dari glukosa dan serat (sellulosa) seperti layaknya kayu pada umumnya.

Serat dapat memberikan manfaat lebih dalam beton. Namun material bambu memberikan

konsekuensi berupa menurunnya kuat tekan dan kuat tarik pada beton.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh pengunaan substitusi

bambu pada beton terhadap nilai kuat tekan, kuat tarik, elastisitas, absorbsi dan berat jenis

beton. Material bambu yang digunakan berukuran antara 15-20 mm. Jenis bambu yang

digunakan adalah bambu betung (

Dendrocalamus asper

). Adapun variasi penambahan bambu

betung yang digunakan adalah 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dari berat agregat kasar. Sampel

penelitian berupa benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Dari hasil pengujian terjadi penurunan nilai

slump

adukan beton seiring penambahan

persentase substitusi. Beton bersifat menyerap air yang ditunjukkan dengan peningkatan

absorbsi air pada benda uji beton yang mencapai 1,66%. Penurunan juga terjadi pada berat

jenis, kuat tekan, kuat tarik serta elastisitas. Nilai minimum berat jenis beton rata-rata dengan

substitusi bambu untuk berbagai variasi diperoleh sebesar 2086,18 kg/m

3

(80%), dan

maksimum sebesar 2307,46 kg/m

3

(20%). Besarnya nilai kuat tekan maksimum adalah 17,08

MPa untuk substitusi 20% dan minimum 5,81 MPa untuk variasi 80%. Tegangan tarik

maksimum yang terjadi sebesar 1,48 MPa (20%) dan minimum 0,75 MPa (80%). Modulus

elastisitas rata-rata beton normal sebesar 63046 MPa, sedangkan untuk substitusi bambu 80%,

modulus elastisitas rata-ratanya sebesar 9812 MPa. Hal ini sesuai dengan perolehan kuat tekan

beton, dimana kuat tekan beton akan menurun seiring pemakaian substitusi bambu pada beton.

Beton dengan kuat tekan rendah akan menghasilkan regangan longitudinal yang besar sehingga

modulus elastisitas menjadi rendah dan sebaliknya.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil

bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara, dengan judul

PENGARUH PENGGUNAAN BAMBU SEBAGAI

AGREGAT KASAR TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas

dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya

ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa

pihak yang berperan penting yaitu :

1.

Ibu Nursyamsi, ST, MT selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan

dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2.

Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.

Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

4.

Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

(4)

6.

Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada

saya.

7.

Teristimewa dihati buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya,

Ayahanda Paiman dan Ibunda Musinem, yang telah memberikan doa, motivasi,

semangat dan nasehat yang luar biasa kepada saya. Terima kasih atas segala

pengorbanan, cinta, kasih sayang dan do a yang tiada batas untuk saya. Kepada

adik saya Amas Gunarko, yang telah banyak membantu dan mendukung saya

selama ini, terima kasih atas doanya. Kepada semua keluarga yang ikut

membantu saya dalam mengerjakan tugas akhir ini.

8.

Teristimewa untuk teman seperjuangan dalam tugas akhir M.Hafiz dan Berry

Kurniawan yang telah ikut memberikan doa, motivasi, dan semangat.

9.

Kepada teman-teman seperjuangan : Denny Adrian, Ratih Dewanti, Raissa

Muharrisa, Ade Sri Rezeki, Tofandi Yumahira, M. Harry Yusuf, Fachrurrozi,

Ibnu Syifa, Samuel Pakpahan, Muazzi, Aris Munandar, Andy Kurniawan,

Dedial, Alfrendi Indra Prima Siregar, Dewi Lestari Siregar, Futri Fajarni, Baby

Purba serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2008 lainnya. Kepada Rissa,

Ari, Iwan, Eky, Barly, Rendra, Wahyu, Raedian, Hilman, Arif, Dian, Dika,

Phillip, Risky, Yogi, Subar, dan mahasiswa sipil lainnya yang tidak dapat

disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

10. Kepada teman-teman surveyor, Kak Arin, Bg Rachmat, Silvia, Bg Ozi terima

kasih atas motivasi dan semangatnya.

11. Seluruh rekan-rekan yang tidak bisa saya tuliskan satu-persatu, terima kasih

(5)

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari

kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya

pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 12 September 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

... i

KATA PENGANTAR

... ii

DAFTAR ISI

... v

DAFTAR TABEL

... viii

DAFTAR GAMBAR

... x

DAFTAR GRAFIK

... xi

DAFTAR NOTASI

... xiii

DAFTAR LAMPIRAN

... xiv

BAB I PENDAHULUAN

... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Batasan Masalah ... 5

1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Metodologi ... 6

1.6. Tempat Penelitian ... 7

1.7. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

... 9

2.1. Bambu ... 9

2.1.1. Bambu Betung ... 11

2.2. Semen ... 15

2.2.1. Semen Portland ... 16

2.3. Agregat ... 18

2.3.1. Jenis Agregat Berdasarkan Berat ... 19

2.3.2. Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Normal ... 22

2.4. Air ... 26

2.5. Bahan Tambahan (

Admixture

) ... 27

(7)

2.5.2. Bahan Tambahan Mineral (

Additive

) ... 29

2.6. Beton ... 30

2.6.1. Sifat-sifat Beton Segar (

fresh concrete

) ... 31

2.6.1.1. Kemudahan Pengerjaan (

workability

) ... 32

2.6.1.2. Pemisahan Kerikil (

segregation

) ... 33

2.6.1.3. Pemisahan Air (

bleeding

) ... 34

2.6.2. Sifat-sifat Beton Keras ... 34

2.6.2.1. Kuat Tekan Beton ... 35

2.6.2.2. Kuat Tarik Beton ... 36

2.6.2.3. Modulus Elastisitas Beton... 37

2.6.2.4. Penyerapan Air (Absorbsi) ... 39

2.6.3. Beton Ringan (

Lightweight Concrete

) ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

... 43

3.1. Metode ... 43

3.2. Bahan Penyusun Beton ... 44

3.2.1. Semen Portland ... 44

3.2.2. Agregat Halus ... 44

3.2.3. Agregat Kasar ... 48

3.2.4. Bambu Betung (

Dendrocalamus asper

) ... 51

3.2.5. Air ... 54

3.3. Pembuatan Benda Uji ... 54

3.3.1. Perencanaan Campuran Beton ... 55

3.3.2. Persiapan Alat dan Bahan ... 63

3.3.3. Pengecoran Benda Uji ... 64

3.3.4. Pemeriksaan Nilai Slump ... 65

3.3.5. Perawatan Benda Uji (

Curing

) ... 66

3.4. Pengujian Benda Uji ... 66

3.4.1. Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Silinder ... 66

3.4.2. Pengujian Kuat Tarik Belah Benda Uji Silinder ... 68

3.4.3. Pengujian Modulus Elastisitas Beton ... 69

(8)

3.4.5. Pengujian Berat Jenis Beton ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

... 71

4.1. Nilai

Slump

... 71

4.2. Pengujian Benda Uji Silinder ... 72

4.2.1. Absorbsi ... 72

4.2.2. Kuat Tekan ... 74

4.2.3. Kuat Tarik Belah ... 77

4.2.4. Elastisitas ... 79

4.2.5. Berat Jenis ... 82

4.3. Analisis dan Diskusi ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 92

5.1. Kesimpulan ... 92

5.2. Saran ... 93

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1

Variasi penambahan potongan bambu ... 7

Tabel 2.1

Sifat fisik dan mekanik bambu betung (

Dendrocalamus Asper

) ... 14

Tabel 2.2

Persyaratan susunan besar butir agregat ringan untuk beton ringan struktural

... 21

Tabel 2.3

Persyaratan sifat fisis agregat ringan untuk beton ringan struktural ... 22

Tabel 2.4

Batasan gradasi untuk agregat halus ... 23

Tabel 2.5

Susunan besar butiran agregat kasar ... 25

Tabel 2.6

Perkembangan kuat tekan beton berdasarkan umur beton ... 36

Tabel 2.7

Persyaratan kuat tekan dan tarik belah rata-rata untuk beton ringan struktural

... 42

Tabel 3.1

Kesimpulan pemeriksaan agregat halus ... 47

Tabel 3.2

Kesimpulan pemeriksaan agregat kasar ... 50

Tabel 3.3

Kesimpulan pemeriksaan potongan bambu betung... 54

Tabel 3.4

Faktor modifikasi untuk jumlah pengujian kurang dari 30 contoh ... 56

Tabel 3.5

Komposisi agregat campuran yang digunakan untuk beton normal ... 56

Tabel 3.6

Komposisi campuran benda uji silinder beton normal ... 57

Tabel 3.7

Komposisi agregat campuran yang digunakan untuk beton substitusi bambu

20%... 59

Tabel 3.8

Komposisi agregat campuran yang digunakan untuk beton substitusi bambu

40%... 60

(10)

Tabel 3.10

Komposisi agregat campuran yang digunakan untuk beton substitusi bambu

80%... 62

Tabel 3.11

Komposisi campuran benda uji silinder beton substitusi bambu ... 63

Tabel 4.1

Nilai slump dari campuran beton dengan substitusi bambu... 71

Tabel 4.2

Hasil pengujian absorbsi beton dengan atau tanpa substitusi bambu ... 73

Tabel 4.3

Hasil pengujian kuat tekan beton dengan atau tanpa substitusi bambu pada

umur 28 hari ... 75

Tabel 4.4

Kuat tekan rata-rata untuk tiap variasi substitusi bambu dan persentasenya

... 76

Tabel 4.5

Hasil pengujian kuat tarik belah beton dengan atau tanpa substitusi bambu

umur 28 hari ... 78

Tabel 4.6

Hasil perhitungan modulus elastisitas beton dengan atau tanpa substitusi

bambu umur 28 hari ... 80

Tabel 4.7

Hasil perhitungan berat jenis beton dengan atau tanpa substitusi bambu

umur 28 hari ... 82

Tabel 4.8

Berat jenis rata-rata untuk tiap variasi substitusi bambu dan persentasenya

... 84

Tabel 4.9

Estimasi perkembangan kuat tekan beton dengan dan atau tanpa substitusi

potongan bambu betung pada pengujian beton umur 3, 7, 14, 21 dan 28 hari

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Karakteristik batang bambu betung (

Dendrocalamus asper

) ... 11

Gambar 2.2

(a) Rumpun bambu; (b) Bambu betung (

Dendrocalamus asper

) .... 12

Gambar 2.3

Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe semen portland

(Tri Mulyono, 2004) ... 18

Gambar 2.4

Kerucut Abrams ... 33

Gambar 3.1

Diagram alir penelitian ... 43

Gambar 3.2

Potongan bambu betung ... 51

Gambar 3.3

Cetakan silinder ... 64

Gambar 3.4

Mesin molen ... 64

Gambar 3.5

Pemeriksaan Slump dengan kerucut

Abrams-Harder

... 65

Gambar 3.6

Perawatan benda uji (

curing

)... 66

Gambar 3.7

Pembebanan benda uji pada uji kuat tekan... 67

Gambar 3.8

Compressor Machine

... 67

(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1

Hasil pengujian gradasi pasir ... 47

Grafik 3.2

Gradasi agregat campuran beton normal (substitusi 0%) ... 56

Grafik 3.3

Gradasi agregat campuran beton substitusi bambu 20% ... 59

Grafik 3.4

Gradasi agregat campuran beton substitusi bambu 40% ... 60

Grafik 3.5

Gradasi agregat campuran beton substitusi bambu 60% ... 61

Grafik 3.6

Gradasi agregat campuran beton substitusi bambu 80% ... 62

Grafik 4.1

Hubungan antara persentase substitusi bambu dengan nilai slump .... 72

Grafik 4.2

Hubungan persentase substitusi bambu dengan absorbsi silinder beton

... 74

Grafik 4.3

Hubungan persentase substitusi bambu terhadap kuat tekan beton .... 76

Grafik 4.4

Persentase kuat tekan rata-rata beton dengan atau tanpa substitusi bambu

... 77

Grafik 4.5

Hubungan persentase substitusi bambu terhadap kuat tarik belah beton

... 79

Grafik 4.6

Hubungan persentase substitusi bambu terhadap modulus elastisitas

rata-rata beton ... 81

Grafik 4.7

Hubungan persentase substitusi bambu dengan berat jenis beton ... 84

Grafik 4.8

Persentase berat jenis rata-rata beton dengan atau tanpa penambahan

substitusi bambu ... 85

Grafik 4.9

Pengaruh persentase agregat bambu terhadap kuat tekan beton (M.R.

Endarto, dkk. 2010) ... 87

(13)

Grafik 4.11

Perbandingan kuat tekan beton umur 14 hari

... 89

(14)

DAFTAR NOTASI

A

: luas penampang benda uji silinder beton (mm

2

)

E

c

: modulus elastisitas (MPa)

F

ct

: kuat tarik belah (MPa)

FM

: modulus kehalusan

f

c

,

: tegangan/kuat tekan (MPa)

k

: faktor pembacaan dial regangan (=0,01)

l,L

: panjang benda uji silinder beton (mm)

P

: beban uji tekan (N)

S

2

: tegangan sebesar 0,4

f

c

(MPa)

S

1

: tegangan yang bersesuaian dengan regangan arah longitudinal sebesar 0,00005

(MPa)

V

: volume silinder beton (m

3

)

W

: berat beton kering (kg)

: perubahan panjang silinder (mm)

: regangan

1

: regangan longitudinal sebesar 0,00005

2

: regangan longitudinal akibat tegangan

S

2

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

Concrete Mix Design

Lampiran II

Pemeriksaan Bahan

Lampiran III

Data Pengujian

(16)

Pemakaian bambu sebagai pengganti agregat adalah salah satu usaha untuk mereduksi

berat jenis dari beton terutama pada produksi beton ringan. Bambu adalah jenis material

organik yang terdiri dari glukosa dan serat (sellulosa) seperti layaknya kayu pada umumnya.

Serat dapat memberikan manfaat lebih dalam beton. Namun material bambu memberikan

konsekuensi berupa menurunnya kuat tekan dan kuat tarik pada beton.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh pengunaan substitusi

bambu pada beton terhadap nilai kuat tekan, kuat tarik, elastisitas, absorbsi dan berat jenis

beton. Material bambu yang digunakan berukuran antara 15-20 mm. Jenis bambu yang

digunakan adalah bambu betung (

). Adapun variasi penambahan bambu

betung yang digunakan adalah 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dari berat agregat kasar. Sampel

penelitian berupa benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Dari hasil pengujian terjadi penurunan nilai

adukan beton seiring penambahan

persentase substitusi. Beton bersifat menyerap air yang ditunjukkan dengan peningkatan

absorbsi air pada benda uji beton yang mencapai 1,66%. Penurunan juga terjadi pada berat

jenis, kuat tekan, kuat tarik serta elastisitas. Nilai minimum berat jenis beton rata-rata dengan

substitusi bambu untuk berbagai variasi diperoleh sebesar 2086,18 kg/m

3

(80%), dan

maksimum sebesar 2307,46 kg/m

3

(20%). Besarnya nilai kuat tekan maksimum adalah 17,08

MPa untuk substitusi 20% dan minimum 5,81 MPa untuk variasi 80%. Tegangan tarik

maksimum yang terjadi sebesar 1,48 MPa (20%) dan minimum 0,75 MPa (80%). Modulus

elastisitas rata-rata beton normal sebesar 63046 MPa, sedangkan untuk substitusi bambu 80%,

modulus elastisitas rata-ratanya sebesar 9812 MPa. Hal ini sesuai dengan perolehan kuat tekan

beton, dimana kuat tekan beton akan menurun seiring pemakaian substitusi bambu pada beton.

Beton dengan kuat tekan rendah akan menghasilkan regangan longitudinal yang besar sehingga

modulus elastisitas menjadi rendah dan sebaliknya.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Beton merupakan bahan dasar utama dalam perencanaan dan perancangan

struktur bangunan dan dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Beton dikenal

sebagai material dengan kuat tekan beton yang cukup tinggi, perawatan yang

mudah, mudah diproduksi, ekonomis dan material penyusunnya banyak tersedia

dialam. Beton merupakan massa padat yang mampu menahan kekuatan tertentu.

Kekuatan, keawetan dan sifat beton tergantung pada sifat bahan-bahan dasar

penyusunnya yaitu semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air, kadang

kala untuk mendapatkan mutu yang baik dalam pengerjaannya ditambahkan

bahan tambah (admixture), serat ataupun bahan bangunan non kimia dengan nilai

perbandingan tertentu. Selain itu cara pengadukan maupun pengerjaannya juga

mempengaruhi kekuatan, keawetan serta sifat beton tersebut.

Pemakaian beton semakin besar penggunaannya, namun bahan penyusun

yang digunakan semakin mahal dan terbatas. Para peneliti telah banyak

melakukan inovasi-inovasi bahan pencampuran beton untuk diuji coba agar bahan

penyusunnya menjadi lebih ringan dan ekonomis. Seiring dengan perkembangan

teknologi material, khususnya teknologi beton,

muncul

gagasan

untuk

memanfaatkan material organik sebagai bahan penyusun maupun bahan tambah.

(18)

usaha meminimalisir beban statis adalah dengan mengganti agregat beton dengan

agregat alternatif yang lebih ringan, sehingga berat jenis beton dapat direduksi

dengan adanya pemakaian agregat alternatif tersebut. Produk dari pemakaian

agregat tersebut selanjutnya disebut dengan beton ringan.

Pemakaian bambu sebagai pengganti agregat adalah salah satu usaha

untuk mereduksi berat jenis dari beton. Bambu telah banyak digunakan dalam

bidang konstruksi, baik sebagai material atau sebagai perancah. Bambu juga dapat

diperoleh dengan mudah di Indonesia. Bambu adalah jenis material organik yang

terdiri dari glukosa dan serat (sellulosa) seperti layaknya kayu pada umumnya.

Serat dapat memberikan manfaat lebih dalam beton. Bambu memiliki kelemahan

dalam usia pakai atau masa kelayanan yang relatif singkat akibat ekspose

perubahan lingkungan, sehingga penggunaan bambu sebagai elemen struktur

harus terlindung.

Penggunaan agregat bambu memberikan konsekuensi penurunan pada

nilai kuat tekan, karena bambu memiliki angka keausan dan kemampuan

mengembang-menyusut yang tinggi, dan kekuatan struktur yang lebih rendah

daripada agregat konvensional. Untuk mengantisipasi penurunan kekuatan lebih

jauh akibat adanya keterbatasan kekuatan bambu tersebut, maka ukuran agregat

bambu dibuat dengan bentuk butiran yang lebih kecil agar memiliki volume yang

lebih padat. Penggunaan bambu sebagai agregat akan menghasilkan beton yang

lebih ringan dari beton yang menggunakan agregat konvensional, yang pada

akhirnya akan membuat konstruksi menjadi lebih ringan.

(19)

1.

Kajian Eksperimen Kuat Tekan Beton Ringan Menggunakan

Agregat Bambu dan Bahan Tambah Beton oleh M. Riang Endarto

dan M. Heri Zulfiar, tahun 2010. Penelitian ini bertujuan pada

pengaruh pengurangan berat jenis beton terhadap kuat tekannya

dengan menggunakan bambu sebagai agregat pengganti serta

menggunakan additive tipe C (

superplastisizer viscocrete-10

)

dalam campuran beton. Benda uji yang digunakan berbentuk

silinder (diameter 15 cm dan tinggi 30 cm) dengan variasi agregat

bambu 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% dari berat agregat

kasar. Pengujian dilakukan pada umur beton 14 hari dan

memperoleh hasil beton ringan untuk proporsi 80%, dimana

diperoleh kuat tekan rata-rata 10,16 Mpa.

2.

Production of Light Weight Concrete by Bio-Materials oleh

H.M.A. Mahzuz dan Mushtaq Ahmed tahun 2012. Penelitian ini

bertujuan untuk membandingkan beton normal dengan beton

ringan dengan memakai agregat rotan, kayu dan bambu, dilihat dari

segi kuat tekan, elatisitas, spesifik heat, dan besar absorpsi air.

Selain itu, bambu dan rotan digunakan sebagai perkuatan pada

sampel. Adapun ukuran butir bio-agregat yang dipakai berkisar

12,5 mm

25 mm. Campuran memakai Original Portland Cement

(ASTM Type-1 OPC), pasir dengan modulus kehalusan (fineness

(20)

Penambahan nilai kuat tekan ditunjukkan pada agregat bambu dan

juga pada rotan sebagai perkuatan.

3.

Kajian Kuat Tarik Beton Serat Bambu oleh Rusyanto, Titik

Penta Artiningsih, dan Ike Pontiawaty tahun 2012. Penelitiannya

bertujuan untuk mengkaji peningkatan kuat tarik beton akibat

penambahan serat bambu. Penelitian berupa studi eksperimental

dengan membuat benda uji silinder berdiameter 150 mm dan tinggi

300 mm. Kadar serat yang digunakan adalah 1,5% dari berat semen

dengan variasi panjang 15 mm (BS1), 20 mm (BS2), dan 25 mm

(BS3). Jumlah masing-masing benda uji per variasi adalah 9 buah

untuk uji kuat tekan dan 3 buah untuk kuat tarik. Beton tanpa serat

(BN) juga dibuat sebagai pembanding. Pengujian kuat tekan

dilakukan untuk umur beton 7, 14 dan 28 hari, sedangkan untuk

pengujian kuat tarik belah dilakukan pada umur 28 hari. Hasil

penelitian menunjukkan kuat tekan BN adalah 25,44 MPa, BS1

26,50 MPa (naik 4,1%), BS2 27,81 MPa (naik 9,3%), dan BS3

27,95 MPa (naik 9,9%). Kuat tarik BN adalah 1,88 MPa, BS1 2,27

MPa (naik 20,7%), BS2 2,46 MPa (naik 30,5%), dan BS3 2,43

MPa (naik 28,9%).

1.2

Rumusan Masalah

(21)

campuran beton terhadap berat jenis, kuat tekan, kuat tarik belah, modulus

elastisitas, serta absorbsi air.

1.3

Batasan Masalah

1. Mutu beton yang digunakan adalah f c 17 MPa untuk beton ringan

struktural. Adapun batasan nilai kuat tekan minimum untuk beton

ringan struktural adalah 17 MPa dengan berat jenis (28 hari)

maksimum adalah 1680 kg/m

3

(SNI 03-2461-2002).

2. Pengujian :

Kuat tekan

Tarik belah

Elastisitas

3. Benda uji yang digunakan untuk tiap pengujian adalah silinder dengan

diameter (d) 15 cm dan tinggi 30 cm.

4. Variasi potongan bambu yang digunakan pada masing-masing benda

uji adalah 0%, 20%, 40%, 60%, & 80% dari berat agregat kasar yang

digunakan.

5. Pengujian kuat tekan dilakukan pada benda uji umur 28 hari

6. Pengujian tarik belah dilakukan pada benda uji umur 28 hari

1.4

Maksud dan Tujuan Penelitian

(22)

1. Berat Jenis

2. Kuat Tekan

3. Tarik Belah

4. Modulus Elastisitas

5. Absorbsi

1.5

Metodologi

Metode yang akan digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah uji

eksperimental di laboratorium.

Adapun karakterisitik material yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Bambu

Bambu yang digunakan adalah jenis bambu betung (

Dendrocalamus

asper

) untuk kondisi kering permukaan. Bambu tersebut di cacah

hingga berukuran 15 mm

20 mm. Untuk proses pencacahan

dilakukan secara manual.

b. Benda uji

Dalam penelitian ini yang akan diuji adalah benda uji berbentuk

silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Pengujian

dilakukan setelah umur beton mencapai 28 hari. Variasi penambahan

(23)

Tabel 1.1 : Variasi penambahan potongan bambu

fas

Variasi

Penambahan

Potongan Bambu

Banyaknya Benda Uji

Jumlah

Tekan dan

Elastisitas

Tarik belah

D15 x 30 cm

D15 x 30 cm

0,5

0%

6

6

12

0,5

20%

6

6

12

0,5

40%

6

6

12

0,5

60%

6

6

12

0,5

80%

6

6

12

=

60

Jadi banyak benda uji:

1. Untuk uji tekan dan elastisitas 30 buah

2. Untuk uji tarik belah 30 buah

Maka total semua benda uji adalah 60 buah.

1.6

Tempat Penelitian

Pembuatan benda uji dan pengujian kuat tekan dan tarik belah beton

dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Beton dan Bahan Rekayasa Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

1.7

Sistematika Penulisan

BAB. I PENDAHULUAN

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan

(24)

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang berkaitan tentang

penelitian

BAB. III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan tentang prosedur percobaan yang meliputi

pendahuluan, sistematika penelitian, peralatan, pembuatan benda uji dan

pengujian.

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil dari percobaan kuat tekan dan tarik

belah serta menganalisis data yang diperoleh.

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Bambu

!"# "$% "$& !$ #

' " ! %"$& ! ! " ( # ' ) * # $$ $ $+

& "$! & !$ !! $ $ #( " ( # ' )

% $ !$ ! & "$% "$& ( $$#",' #(

!"$! $ & +$" ! # ! "$ & )

$ "$& & # + % ! $

!$ ! '$ # ")- # $ !& &" ! .&" !

% + ! ! ) / $ $ " # ( #$ # % ! "

$ $ # !) !. ! ( "$& .& $ # !

! % "$ 0 ) ! . ! ! " & "

' !!+ & $ $ " % ! " !$ " . ) -

! " ! ! $ "$ !& " ! &) 1" $ $ &

( ( ! ! . " "$ "$ !& ' & ( !)

1" &.& ! $ " # + " $ &$ %! # " ( !.

( !" $# ! )

(26)

parenkim dan konduksi, serta berfungsi untuk reproduksi vegetatif bagi tanaman

menjadi tunas baru atau batang bambu pada node mereka.

Stem, atau disebut batang , adalah bagian di atas tanah dari bambu yang berisi

sebagian besar bahan kayu . Batang ini melingkupi sistem percabangan, kelopak, daun,

bunga, buah dan bibit. Bentuk batang lurus, berongga dan silinder

yang terdiri dari

node dan ruas (internode) yang merupakan bagian antara node. Ada partisi kayu antara

dua ruas tetangga , yang memperkuat batang tersebut. Panjang antar - node , jumlah

dan bentuk node, diameter batang dan ketebalan batang - dinding sangat bervariasi

sesuai dengan jenis bambu yang berbeda .

Ruas adalah bagian yang berlubang didalamnya, yang membentuk rongga

bambu. Panjang internode meningkat dari dasar ke bagian tengah dan menurun ke arah

bagian atas. Diameter batang bambu mengecil dari bawah ke atas dengan pengurangan

ketebalan dinding batang, dimana jaringan luar yang akan tetap karena kehilangan

jaringan lebih parenkim. Kadang-kadang ada batang bambu yang padat. Penampang

batang bambu berbentuk lingkaran. Kedua sisi dinding ditutupi oleh jaringan khusus.

Bagian luarnya, korteks, berfungsi menjaga kelembaban batang hidup. Bagian luar

memiliki kulit luar yang halus sulit karena adanya silika. Pada bagian dalam

kebanyakan ditemukan sel-sel parenkim.

(27)

2.1.1

Bambu Betung

Bambu betung (

Dendrocalamus asper

.

Sp

) memiliki sifat yang keras dan baik

untuk bahan bangunan. Perbanyakan bambu betung dilakukan dengan potongan

batang atau cabangnya. Jenis bambu ini dapat ditemukan di dataran rendah sampai

ketinggian 2000 mdpl. Bambu ini akan tumbuh baik bila tanahnya cukup subur,

terutama di daerah yang beriklim tidak terlalu kering (Nur Berlian V.A. dan Estu

Rahayu, 1995).

Sumber : Pannipa Malanit, The Suitability of Dendrocalamus asper Backer for Oriented Strand

Lumber , 2009, Hamburg

(28)

(a)

(b)

Sumber : http://www.bambooweb.info/images/bamboo/Dendro-asper-HITAM-2.jpg

Gambar 2.2 (a) Rumpun bambu, dan (b) Bambu betung

(Dendrocalamus asper)

Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) dan Rao dkk. (1998),

Dendrocalamus

Asper

adalah bambu sympodial berumbai yang padat. Warna batang hijau gelap.

Mereka menggambarkan bahwa

Dendrocalamus Asper

memiliki tinggi hingga sekitar

20-30 m; node yang lebih rendah ditutupi dengan lingkaran

rootlets

; panjang ruas

20-45 cm dari dengan diameter 8-20 cm dan dengan ketebalan relatif dinding (11-20 mm),

terkadang padat dibagian bawah, sedangkan bagian yang masih muda ditutupi dengan,

rambut halus cokelat keemasan, yang memberikan penampilan keseluruhan beludru.

(Pannipa Malanit, 2009)

Berikut data-data bambu betung (Nur Berlian V.A. dan Estu Rahayu, 1995):

Nama : Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex Heyne

Nama lokal: bambu petung/betung, buluh betung, bulu jawa, betho.

Tinggi, diameter dan warna batang :

Tinggi mencapai 20-30 m (batang berbulu tebal dan ebal dinding batang 11-36

mm); 8-20 cm (jarak buku 10-20 cm di bagian bawah dan 30-50 cm di bagian

atas); coklat tua.

(29)

Mulai dataran rendah hingga ketinggian 1500 m, tumbuh terbaik pada

ketinggian antara 400-500 m dengan curah hujan tahunan sekitar 2400 mm.

Tumbuh di semua jenis tanah tetapi paling baik di tanah yang berdrainase baik.

Budidaya:

Jarak tanam 8m x 4m (312 rumpun/ha). Pemberian pupuk sangat dianjurkan

untuk meningkatkan hasil. Dosis pupuk setiap tahun adalah 100-300 kg/ha

NPK (15:15:15). Untuk memperbanyak rebung baru sangat dianjurkan untuk

memberi seresah di sekitar rumpun.

Pemanenan dan Hasil:

Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun, puncak produksi

mulai umur 5-6 tahun, untuk pemanenan rebung dilakukan satu minggu setelah

rebung muncul ke permukaan. Satu rumpun dewasa dapat menghasilkan 10-12

batang baru per tahun (dengan 400 rumpun menghasilkan sekitar 4500-4800

batang/ha). Produktivitas tahunan rebung dapat menghasilkan 10-11 to

rebung/ha dan untuk 400 rumpun per ha dapat mencapai 20 ton rebung.

Manfaat:

Rebung dari jenis ini adalah rebung yang terbaik dengan rasanya yang manis

dibuat untuk sayuran. Batangnya digunakan untuk bahan bangunan

(perumahan dan jembatan), peralatan memasak, bahkan juga untuk penampung

air. Banyak digunakan untuk konstruksi rumah, atap dengan disusun

tumpang-tindih, dan dinding dengan cara dipecah dibuat plupu.

(30)

dalam batang, node atau ruas dan bio-degradasi (Lee et al., 1994). Menurut hasil dari

beberapa penelitian sebelumnya, berikut ditabelkan sifat fisik dan mekanik dari

[image:30.595.116.525.205.457.2]

Dendrocalamus Asper

.

Tabel 2.1 Sifat fisik dan mekanik bambu betung

(Dendrocalamus Asper)

Properties

Unit

Source

1

2

3

Physical properties :

Moisture content green state

%

55

66.5

46

Specific gravity

0.70

0.67

0.77

Shrinkage

- Radial

- Tangential

- Longitudinal

%

%

%

5

4.5

-6.5

8.5

-1.3

2.5

0.2

Mechanical properties :

Modulus of rupture (MOR)

MPa

92.5

85.65

135

Modulus of elasticity (MOE)

MPa

-

63,000

13,115

Tension parallel to grain

MPa

-

-

314

Compression parallel to grain

MPa

27.1

31.45

72

Shear parallel to grain

MPa

7.15

5.35

14

Sumber : Pannipa Malanit, The Suitability of Dendrocalamus asper Backer for Oriented Strand

Lumber , 2009, Hamburg

(31)

2.2

Semen

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam

pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi

pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar,

sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar

yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (

hardened concrete

).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk

suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.

Adapun sifat-sifat fisik semen yaitu :

a. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara

umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan

dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen

bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah

kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah

terjadinya retak susut.

b. Waktu ikatan

(32)

Waktu ikat awal > 60 menit

Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton,

yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

c. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media

perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi

membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

d. Pengembangan volume

(lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beton,

karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville,

1994). Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak

dan akan timbul retak

retak.

2.2.1

Semen Portland

(33)

struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi

secara efektif

.

Jenis semen portland yang digunakan ada 5 jenis yaitu (A.M. Neville, 1994) :

a. Tipe I (

Ordinary Portland Cement

)

Semen Portland Tipe I merupakan semen yang umum digunakan untuk berbagai

pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada

dibawah air.

b. Tipe II (

Modified Cement

)

Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di

bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok

digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta

pada struktur drainase.

c. Tipe III (

Rapid-Hardening Portland Cement

)

Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan Tipe

III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan

yang diperlukan untuk konstruksi lebih lanjut. Semen Tipe III ini hendaknya tidak

digunakan untuk konstruksi beton massal atau dalam skala besar karena tingginya

panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

d. Tipe IV (

Low-Heat Portland Cement

)

Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan dari

reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama

dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir.

(34)

Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung

dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat

yangcukup tinggi.

Jenis- jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda

sebagai mana tampak pada Gambar 2.3

[image:34.595.169.465.234.414.2]

Sumber : T. Mulyono, Teknologi Beton", 2004.

Gambar 2.3 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe semen

portland

2.3

Agregat

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi

dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat

tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai

pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat

agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

(35)

halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (

British Standard

) atau 4.75 mm (Standar

ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm

(4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm).

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari

40 mm.

2.3.1

Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan beratnya, yaitu :

1.

Agregat Normal

Agregat normal dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau

langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata- rata

2.5-2.7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi

2200-2500 kg/m3. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki

kuat tekan sekitar 15-40 MPa (SK.SNI.T-15-1990:1).

2.

Agregat Ringan

(36)

normal, sehingga jika digunakan untuk struktur atas akan lebih ringan yang pada

akhirnya beban konstruksi menjadi lebih kecil.

Menurut SNI 03-2461-2002, agregat ringan diklasifikasikan menjadi 2 bagian

yaitu :

1. Agregat ringan buatan, adalah agregat yang dibuat dengan membekahkan

(

expanding

) atau memanaskan bahan-bahan, seperti terak dan peleburan besi,

tanah liat diatome, abu terbang (

fly ash

), tanah serpih, batu tulis dan lempung

(

slate

).

2. Agregat ringan alami, adalah agregat yang diperoleh dan bahan-bahan alami

seperti batu apung (

pumice

), batu letusan gunung atau batuan lahar.

Agregat ringan alami atau

Natural Agregate

, umumnya berupa material

vulkanik atau bersumber dari lava yang membeku. Secara garis besar, agregat

alami dikelompokkan ke dalam 2 bagian, antara lain :

Agregat yang berasal dari vulkanik, terbentuk ketika lava dari gunung

berapi. Lava merupakan lelehan didih yang mungkin berisi udara dan gas,

dan ketika itu mendingin, ia membeku menjadi massa berpori. Dengan

kata lain, menghasilkan bahan ringan yang berpori dan reaktif. Jenis bahan

ini dikenal sebagai agregat vulkanik, atau batu apung atau agregat scoria.

Agregat diperoleh dengan pengolahan mekanik, seperti menghancurkan,

menyaring, dan menggiling.

Agregat Organik, merupakan bentuk pemanfaatan limbah pertanian

(37)

Sifatnya sangat keras dan diperoleh berupa potongan-potongan hancur

sebagai hasil dari proses yang digunakan untuk melepaskan minyak.

Untuk kebutuhan gradasi agregat pada campuran beton ringan serta sifat

fisik agregat ringan untuk beton ringan struktural, SNI 03-2461-2002 menetapkan

dalam tabel 2.4 dan tabel 2.5.

3.

Agregat Berat

Agregat berat memiliki berat jeni lebih besar dari 2800 kg/m3. Agregat ini

biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi

nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).

Tabel 2.2 Persyaratan susunan besar butir agregat ringan untuk beton ringan

struktural

Ukuran

Persentase yang lulus angka (% berat)

25,0

19,0

12,5

9,5

4,75

2,36

1,18

0,60

0,3

Agregat halus :

(4,75

0) mm

-

-

-

100

85-100

-

45-80

10-35

5-25

Agregat Kasar :

(25,0

4,75) mm

95-100

-

25-60

-

0-10

-

-

-

-(19,0

4,75) mm

100

95-100

-

10-50

0-15

-

-

-

-(12,5

4,75) mm

-

100

90-100

40-80

0-20

-

-

-

-(9,5

2,36) mm

-

-

100

80-100

5-40

0-20

0-10

-

-Kombinasi agregat

halus & kasar :

(12,5

8,0) mm

-

100

95-100

-

50-80

-

-

5-20

2-15

(9,5

8) mm

-

-

100

90-100

65-90

35-65

-

10-25

5-15

(38)
[image:38.595.112.525.108.359.2]

Tabel 2.3 Persyaratan sifat fisis agregat ringan untuk beton ringan struktural

No

Sifat fisis

Persyaratan

1

Berat jenis

1,0 - 1,8

2

Penyerapan air maksimum (%) setelah direndam 24 jam

20

3

Berat isi maksimum :

-

gembur kering

-

agregat halus

-

agregat kasar

-

campuran agregat kasar dan halus

1120

880

1040

60

4

Nilai presentase volume padat (%)

9

14

5

Nilai 10 % kehalusan (ton)

6

Kadar bagian yang terapung setelah direndam dalam air 10 menit

maksimum (%)

5

7

Kadar bahan yang mentah (clay dump) (%)

<1

8

Nilai keawetan, jika dalam larutan magnesium sulfat selama 16

-18 jam bagian yang larut maksimum (%)

12`

CATATAN

Nilai keremukan ditentukan sebagai hasil bagi banyaknya fraksi yang lolos pada ayakan 2,4 mm

dengan banyaknya bahan agregat kering oven semula dikalikan 100 %

Sumber

: SNI 03-2461-2002, Spesifikasi agregat ringan untuk beton ringan struktural , BSN

2.3.2

Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat

kasar dan agregat halus.

1.

Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan

pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau

lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal

dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari

alat pemecah batu (

stone crusher

).

(39)

a. Susunan Butiran ( Gradasi )

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena

akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain

sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi

penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus

tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka

Fine Modulus

.

Melalui

Fine Modulus

ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

Pasir Kasar

: 2.9 < FM < 3.2

Pasir Sedang

: 2.6 < FM < 2.9

Pasir Halus

: 2.2 < FM < 2.6

[image:39.595.150.528.449.697.2]

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM

C 33

74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.4 Batasan gradasi untuk agregat halus

Ukuran Saringan ASTM

Persentase berat yang lolos pada tiap

saringan

9.5 mm (3/8 in)

100

4.76 mm (No. 4)

95

100

2.36 mm ( No.8)

80

100

1.19 mm (No.16)

50

85

0.595 mm ( No.30 )

25

60

0.300 mm (No.50)

10

30

0.150 mm (No.100)

2

10

(40)

b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ),

tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur

melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan

beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna

yang lebih tua dari standar percobaan Abrams

Harder dengan batas

standarnya pada acuan

c.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami

basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah,

tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam

semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan

di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari

0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

f.

Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

Jika dipakai Natrium

Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.

Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.

2.

Agregat Kasar

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran

yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang

besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang

minimal.

(41)

a. Susunan butiran (gradasi)

[image:41.595.157.481.191.368.2]

Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti

yang terlihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5 Susunan besar butiran agregat kasar

Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif

(%)

38,10

95

100

19,10

35

70

9,52

10

30

4,75

0

5

Sumber : ASTM C3-03, Standard Specifications for Concrete Agregates

b. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami

basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah

basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam

semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan

di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai

untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari

0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya

pemuaian.

(42)

d. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200),

tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur

melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

e. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban

penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24%

berat.

Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22%

berat.

f.

Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles

dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

2.4

Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk

bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar

mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton

sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan

kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous.

Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung

minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai

berikut :

(43)

b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik,

dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan,

tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna

permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama

pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat

di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

2.5

Bahan Tambahan (

Admixture

)

Bahan tambah adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran

beton pada saat atau selama pencampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah

untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan

tertentu, atau untuk menghemat biaya.

(44)

2.5.1

Bahan Tambah Kimia (

Chemical Admixture

)

a) Tipe A (

Water-Reducing Admixtures

)

Water-Reducing Admixture

adalah bahan tambah yang mengurangi air

pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi

tertentu.

b) Tipe B (

Retarding Admixtures

)

Retarding Admixtures

adalah bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat

waktu pengikatan beton.

c) Tipe C (

Accelerating Admixtures

)

Accelerating Admixtures

adalah bahan tambah yang berfungsi untuk

mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.

d) Tipe D (

Water Reducing and Retarding Admixtures

)

Water Reducing and Retarding Admixtures

adalah bahan tambah yang

berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan

untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat

pengikatan awal.

e) Tipe E (

Water Reducing and Accelerating Admixtures

)

Water Reducing and Accelerating Admixtures

adalah bahan tambah yang

berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk

menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan

awal.

(45)

Water Reducing, High Range Admixtures

adalah bahan tambah yang berfungsi

untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan

beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih.

g) Tipe G (

Water Reducing, High Range Retarding Admixtures

)

Water Reducing, High Range Retarding Admixtures

adalah bahan tambah yang

berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk

menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan

juga untuk menghambat pengikatan beton.

2.5.2

Bahan Tambah Mineral (

Additive

)

Bahan tambah mineral merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk

memperbaiki kinerja beton, terutama kuat tekan sehingga bahan tambah mineral ini

cenderung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah

pozzollan,

fly ash, dan silica fume

.

Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral antara lain :

Memperbaiki kinerja

workability

Mengurangi panas hidrasi

Mengurangi biaya pekerjaan beton

Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat

Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika

Mempertinggi usia beton

(46)

Mengurangi porositas dan daya serap air

2.6

Beton

Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton ini di dapatkan dengan

cara mencampur agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), atau jenis agregat lain

dan air, dengan semen portland atau semen hidraulik yang lain, dapat juga dengan

menggunakan bahan tambahan (

additive

) yang bersifat kimiawi ataupun fisikal pada

perbandingan tertentu, sampai menjadi satu kesatuan yang homogen. Campuran

tersebut akan mengeras seperti batuan. Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi

kimia antara semen dengan air.

Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan,

dengan rongga

rongga antara butiran yang besar (agregat kasar atau batu pecah), dan

diisi oleh batuan kecil (agregat halus atau pasir), dan pori-pori antara agregat halus

diisi oleh semen dan air (pasta semen). Pasta semen juga berfungsi sebagai perekat

atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran

butiran agregat saling

terekat dengan kuat sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan tahan lama.

Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari

kombinasi aggregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton

semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen

dan air.

(47)

tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara

cara memperoleh adukan

beton segar (

fresh concrete

) yang baik dan menghasilkan beton keras (

hardened

concrete

) yang baik pula.

Kelebihan beton :

1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi,

2. Mampu memikul beban yang berat,

3. Tahan terhadap temperatur yang tinggi, dan

4. Biaya pemeliharaan yang kecil.

Kekurangan beton :

1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah,

2. Pelaksanaan pekerja membutuhkan ketelitianyang tinggi,

3. Berat

4. Daya pantul suara yang besar.

2.6.1

Sifat-sifat Beton Segar (

Fresh Concrete

)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang,

dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari

adukan) maupun

bleeding

(pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena

segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.

(48)

2.6.1.1 Kemudahan Pengerjaan (

Workability

)

Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan

untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan. Kemudahan pengerjaan dapat dilihat

dari nilai

slump

yang identik dengan tingkat keplastisan beton.

Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :

a) Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan

(namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi)

b) Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan

adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk

memperoleh nilai

f a s

(faktor air semen) tetap.

c) Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan

oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah

distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos

pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

d) Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.

e) Cara pemadatan dan alat pemadat.

(49)

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian

slump

[image:49.595.217.417.229.385.2]

yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang

berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams.

Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm

(disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Kerucut Abrams

2.6.1.2 Pemisahan Kerikil (

Segregation

)

Segregasi adalah kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran

beton. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan

menyebabkan keropos pada beton. Faktor

faktor yang menyebabkan segregasi

adalah :

a. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm,

b. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus,

c. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran,

(50)

Pemisahan kerikil ini dapat dicegah dengan mengurangi tinggi jatuh adukan

beton, menggunakan air sesuai dengan persyaratan, menyediakan cukup ruang antara

batang tulangan dengan adukan, penggunaan ukuran agregat yang sesuai dengan

persyaratan dan pemadatan yang baik.

2.6.1.3 Pemisahan Air (

Bleeding

)

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan

dinamakan

bleeding

. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus,

yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (

laitence

).

Bleeding

dapat dikurangi dengan cara :

1. Memberi lebih banyak semen.

2. Menggunakan air sesedikit mungkin.

3. Menggunakan agregat halus lebih banyak.

4. Memasukkan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.

2.6.2

Sifat-sifat Beton Keras

(51)

2.6.2.1 Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan

persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur.

Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu

beton yang dihasilkan. Kuat tekan beton normal antara 20

40 MPa. Kuat tekan beton

dipengaruhi oleh : faktor air semen (

water cement ratio = w/c

), sifat dan jenis agregat,

jenis campuran, kelecakan (

workability

), perawatan (

curing

) beton dan umur beton.

1.

Faktor Air Semen

Faktor air semen (

water cement ratio = w/c

) sangat mempengaruhi kuat tekan

beton. Semakin kecil nilai

w/c

nya maka jumlah airnya sedikit yang akan

menghasilkan kuat tekan beton yang besar.

2.

Sifat dan Jenis Agregat

Sifat dan jenis agregat yang digunakan juga berpengaruh terhadap kuat tekan

beton. Semakin tinggi tingkat kekerasan agregat yang digunakan akan dihasilkan

kuat tekan beton yang tinggi. Selain itu susunan besar butiran agregat yang baik

dan tidak seragam dapat memungkinkan terjadinya interaksi antar butir sehingga

rongga antar agregat dalam kondisi optimum yang menghasilkan beton padat

dan kuat tekan yang tinggi.

3.

Jenis Campuran

Jenis campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton. Jumlah pasta semen

harus cukup untuk melumasi seluruh permukaan butiran agregat dan mengisi

rongga-rongga diantara agregat sehingga dihasilkan beton dengan kuat tekan

yang diinginkan.

(52)

Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan, maka beton

yang masih muda perlu dilakukan perawatan dengan tujuan agar proses hidrasi

pada semen berjalan dengan sempurna. Pada proses hidrasi semen dibutuhkan

kondisi dengan kelembaban tertentu. Apabila beton terlalu cepat mengering,

akan timbul retak-retak pada permukaannya. Retak-retak ini akan menyebabkan

kekuatan beton turun, juga akibat kegagalan mencapai reaksi hidrasi kimiawi

penuh.

5.

Umur Beton

Kuat tekan beton mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur

beton. Kuat tekan beton dianggap mencapai 100 % setelah beton berumur 28

hari. Menurut SNI T-15-1991, perkembangan kekuatan beton dengan bahan

pengikat PC type 1 berdasarkan umur beton disajikan pada Tabel 2.1 sebagai

berikut:

Tabel 2.6 Perkembangan kuat tekan beton berdasarkan umur beton

Umur beton

(hari)

3

7

14

21

28

90

365

PC Type 1

0.44

0.65

0.88

0.95

1.0

-

-Sumber : SNI T-15-1991

2.6.2.2 Kuat Tarik Beton

Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang sangat kecil

dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10% 15% f c. Kuat tarik beton berpengaruh

terhadap kemampuan beton didalam mengatasi retak awal sebelum dibebani.

Pengujian terhadap Kekuatan tarik beton dapat dilakukan dengan cara:

(53)

dengan lem

epoxy

. Tepi benda uji harus digergaji dengan gerinda intan untuk

menghilangkan pengaruh pengecoran atau vibrasi. Beban kecepatan 0,005

MPa/detik sampai runtuh.

2.

Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan menggunakan

Split cylinder test

. Dengan membelah silinder beton terjadi pengalihan

tegangan tarik melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder

beton tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebaninya.

2.6.2.3 Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas beton didefinisikan sebagai kemiringan (

slope

) dari

diagram tegangan-regangan yang masih dalam kondisi elastis, atau pada garis linier

yang ditunjukkan pada diagram. Modulus elastisitas yang besar menunjukkan

kemampuan menahan tegangan yang cukup besar dalam kondisi regangan yang masih

kecil, artinya beton mampu menahan tegangan (desak utama) yang cukup besar akibat

beban-beban yang terjadi pada suatu regangan (sebagai kemampuan terjadi retak) kecil

(Paul Nugraha dan Antoni, 2007).

Kajian tentang hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui untuk

menurunkan persamaan analisis dan perencanaan suatu bagian struktur. Kemampuan

bahan untuk menahan beban yang didukungnya dan perubahan bentuk yang terjadi

pada bahan itu sangat tergantung pada sifat tegangan dan regangan tersebut.

(54)

Modulus elastisitas ditentukan berdasarkan rekomendasi ASTM C-469, yaitu modulus

chord. Adapun perhitungan modulus elastisitas chord (

chord modul

)

Ec

adalah :

=

0,00005

(2.4)

Dimana :

E

c

= Modulus Elastisitas (MPa)

S

2

= Tegangan sebesar 0,4

f

c

(MPa)

S

1

= Tegangan yang bersesuaian dengan regangan arah longitudinal

sebesar 0,00005 (MPa)

= Regangan longitudinal akibat tegangan

S

2

=

= penurunan arah longitudinal (mm) x 25,4 . 10

-3

L

= tinggi beton (jarak antara dua

strain gauge

) (mm)

Modulus elastisitas pada beton bervariasi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi

modulus elastisitas beton antara lain sebagai berikut ini:

1. Kelembaban

Beton dengan kandungan air yang lebih tinggi merniliki modulus elastisitas yang

juga lebih tinggi daripada beton dengan spesifikasi yang sama.

2. Agregat

(55)

3. Umur Beton

Modulus elastisitas beton meningkat seiring pertambahan umur beton seperti

halnya kuat tekannya, namun modulus elastisitas meningkat lebih cepat daripada

kekuatannya.

4. Mix Design Beton

Jenis beton memberikan nilai

E

(modulus elastisitas) yang berbeda-beda pada umur

dan kekuatan yang sama.

2.6.2.4 Penyerapan Air (Absorbsi)

Absorbsi merupakan banyaknya air yang diserap sampel beton. Besar kecilnya

penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada

beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin

besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang.

Berdasarkan SNI 03-6433-2000, perhitungan besarnya penyerapan air

menggunakan persamaan:

100

(%)

Absorbsi

A

A

B

... ... ....(2.3)

Dimana :

A

= Berat beton dalam kondisi kering (gr)

B

= Berat beton setelah direndam (gr)

2.6.3

Beton Ringan (

Lightweight Concrete

)

(56)

Concrete, Porous Concrete

, di Inggris disebut

Aircrete and Thermalite

. Beton ringan

adalah beton yang memiliki berat jenis (

density

) lebih ringan daripada beton pada

umumnya. Tujuan penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri

dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasinya akan

menjadi lebih hemat.

Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923

sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton

ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun

1943. Hasilnya, beton rin

Gambar

Tabel 1.1 : Variasi penambahan potongan bambu
Gambar 2.1 Karakteristik batang bambu betung (Dendrocalamus asper)
Gambar 2.2 (a) Rumpun bambu, dan (b) Bambu betung (Dendrocalamus asper)
Tabel 2.1 Sifat fisik dan mekanik bambu betung (Dendrocalamus Asper)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan menerapkan algoritma Learning Vector Quantization untuk klasifikasi status gizi balita ke dalam gizi buruk, gizi kurang, gizi baik

Akhir-akhir ini banyak perusahaan yang memakai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk menekan biaya pekerja demi meningkatkan keuntungan perusahaan. Kasus ini terjadi

Dari hasil pengamatan bunga Sagittaria sagittifolia benang sari 6, dengan putik ∞ , kelopak dengan 3 daun kelopak yang bebas, mahkota terdiri dari 3 daun

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana tingkat efektivitas pemungutan, laju pertumbuhan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pajak dan retribusi daerah,

Tesis Model pengembangan kompetensi ..... ADLN -

Alternatif Desain Interior Kantor Dinas Pendidikan Di Kabupaten Gresik. Mewujudkan alternatif desain interior Kantor Dinas Pendidikan Kab. Gresik yang nyaman,aman dan

Setiap sekolah melakukan evaluasi terhadap kurikulum yang digunakan saat ini, dengan selalu melakukan pembenahan terhadap strategi pembelajaran, pengelolaan kelas

Dari analisis rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa Matahari Putra Prima memiliki tingkat likuiditas, aktivitas, profitabilitas dan solvabilitas yang cukup