• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG

(

Mystus nemurus

Cuvier Vallenciennes)

DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

VINDY RILANI MANURUNG 090302003

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG

(

Mystus nemurus

Cuvier Vallenciennes)

DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

VINDY RILANI MANURUNG 090302003

Skripsi Sebagai Satu diantara beberapa Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus

Cuvier Vallenciennes) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara.

Nama : Vindy Rilani Manurung

Nim : 090302003

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Desrita, S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(4)

ABSTRAK

VINDY RILANI MANURUNG: Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI dan DESRITA.

Penelitian ini dilakukan di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara yang telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013 di tiga titik lokasi yang berbeda dan menggunakan metode sensus. Jumlah ikan Baung (Mystus nemurus CV) yang didapatkan adalah 29 ekor terdiri dari 26 ekor ikan betina dan 3 ekor ikan jantan dengan nisbah kelamin tidak seimbang. Hasil persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan baung dengan nilai panjang asimtotik (L∞) sebesar 383.25 mm, koefesien pertumbuhan ikan Baung betina dan gabungan bernilai sama yaitu 1.5, sedangkan koefisien pertumbuhan ikan Baung jantan yaitu 0.01. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan baung yaitu Lt= 383.25 (1-e -01.5(t -0.13) untuk ikan betina dan gabungan, Lt= 383.25 (1-e-1.5(t -2.39)) untuk ikan jantan. Nilai faktor kondisi ikan baung betina dan jantan berkisar 0,0654-0,7994. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan baung ditemukan I-IV sedangkan pada ikan baung fisika kimia perairan Sungai Bingai masih dapat mendukung kehidupan ikan baung. Memberikan rekomendasi pengelolaan perikanan ikan untuk keberlangsungan hidup ikan Baung (Mystus nemurus CV).

(5)

ABSTRACT

VINDY RILANI MANURUNG: The Studied of Fish Reproduction Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) in Bigai’s River Binjai City North Sumatera Province. Under direction of YUNASFI and DESRITA.

The researcher was conducted in the Bingai’s river at Binjai North Sumatera

which was held in March to May 2013 at the three different locations points and

using sensus metode. The total of baung’s fish (Mystus nemurus C.V) obtained was 29 tails consist of 26 females and 3 males with unbalanced sex ratio. The result of

growth equation von Bertalanffy baung’s fish with asymptotic length’s value (L∞) of

383.25 mm, the growth of coefficient female baung’s fish and community with same

value that is 1.5, while the growth of coefficient male baung’s fish is 0.01. Equation

relationship length and weight of baung’s fish is Lt = 383.25 (1-e-01.5(t -0.13) for female fish and community, Lt = 383.25 (1-e-1.5(t -2.39)) for male fish. Factor value of female and male baung’s fish condition ranged from 0.0654 to 0.7994. Gonad maturity level of baung’s fish found I – IV, while male baung’s fish only I – III. TKG IV female fish only found with 3 tails in total of 325 – 400 mm. Female fish gonad maturation index 0.01 – 7.33 % and 0.01- 0.26 % in male fish. The first dimensions of female

fish gonad mature is 268 mm. Fecundity of female baung’s fish 18229 to 44392 points. Distribution of baung’s fish eggs diameter distribute 0.38 to 2.05 mm in

female. The influence of physical parameters water chemistry in Bingai’s river still

support baung’s fish life. Recomandation provide of fish management is the protection of fish habitat for baung’s fish survival (Mystus nemurus C.V).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Studi Aspek

Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus CV) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara.” Skripsi ini disusun sebagai satu dari beberapa syarat memulai penelitian untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Desrita, S.Pi., M.Si., sebagai anggota komisi pembimbing,

(7)

Penulis berharap semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat di masa yang akan datang bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2013

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 31 Desember 1990. Anak dari pasangan Bapak Drs. Hotman manurung M.Si dan Ibu Hj. Siti Zariah Simanungkalit sebagai anak ke 2 dari 3 bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SD Budi Satrya Medan, tahun 2005 lulus dari SMP Wiyata Dharma Medan dan tahun 2008 lulus dari SMA Harapan 3 Medan. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(9)
(10)
(11)

Perlindungan Habitat ... 53

Menetapkan Peraturan Pengelolaan Perikanan ... 54

KESIMPULAN ... 55

Kesimpulan ... 55

Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 4

2. Ikan Baung (Mystus nemurus) ... 6

3. Tahapan Penelitian ... 16

4. Lokasi Penelitian ... 18

5. Jumlah Ikan Yang Tertangkap Berdasarkan Lokasi Pengamatan ... 28

6. Kurva Pertumbuhan ... 29

7. Nisbah Kelamin ... 30

8. Indeks Kematangan Gonad Ikan Baung betina (Mystus nemurus) . 33

9. Indeks Kematangan Gonad Ikan Baung jantan (Mystus nemurus) . 34

10. Sebaran Diameter Telur Ikan Baung (Mystus nemurus) ... 35

(13)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Tahapan Kematangan Gonad Ikan ... 24 2. Kisaran Nilai Rata-Rata Parameter Kualitas Air di lokasi penelitian

... 27 3. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Baung (Mystus nemurus)... 28 4. Parameter Pertumbuhan K, L∞, dan t0 ikan Baung (Mystus nemurus) . 29 5. Nilai Faktor Kondisi Ikan Baung (Mystus nemurus) jantan dan

betina ... 30 6. Tahapan Kematangan Gonad Ikan (Mystus nemurus) di Sungai

Bingai ... 32 7. Jumlah Ikan Baung (Mystus nemurus) Dengan Tingkat Kematangan

Gonad... 33 8. Fekunditas Telur Ikan Baung (Mystus nemurus) Berdasarkan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Data Fisika K imia Perairan ... 60

2. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Baung (Mystus nemurus) ... 60

3. Nisbah Kelamin Ikan Baung (Mystus nemurus) Betina dan Jantan TKG III Dan IV ... 61

4. Jumlah ikan berdasarkan TKG dan Lokasi Pengamatan ... 61

5. Data ikan baung (Mystus nemurus) berdasarkan stasiun pengamatan ... 62

6. Perhitungan Pertama Kali Ikan (Mystus nemurus) Baung Matang Gonad ... 63

7. Sebaran Frekwensi Diameter Telur Ikan Baung (Mystus nemurus) TKG III dan IV ... 63

8. Foto Lokasi ... 64

9. Foto Sampel ... 65

10. Foto Alat ... 68

11. Foto Kegiatan Penelitian ... 69

(15)

ABSTRAK

VINDY RILANI MANURUNG: Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI dan DESRITA.

Penelitian ini dilakukan di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara yang telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013 di tiga titik lokasi yang berbeda dan menggunakan metode sensus. Jumlah ikan Baung (Mystus nemurus CV) yang didapatkan adalah 29 ekor terdiri dari 26 ekor ikan betina dan 3 ekor ikan jantan dengan nisbah kelamin tidak seimbang. Hasil persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan baung dengan nilai panjang asimtotik (L∞) sebesar 383.25 mm, koefesien pertumbuhan ikan Baung betina dan gabungan bernilai sama yaitu 1.5, sedangkan koefisien pertumbuhan ikan Baung jantan yaitu 0.01. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan baung yaitu Lt= 383.25 (1-e -01.5(t -0.13) untuk ikan betina dan gabungan, Lt= 383.25 (1-e-1.5(t -2.39)) untuk ikan jantan. Nilai faktor kondisi ikan baung betina dan jantan berkisar 0,0654-0,7994. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan baung ditemukan I-IV sedangkan pada ikan baung fisika kimia perairan Sungai Bingai masih dapat mendukung kehidupan ikan baung. Memberikan rekomendasi pengelolaan perikanan ikan untuk keberlangsungan hidup ikan Baung (Mystus nemurus CV).

(16)

ABSTRACT

VINDY RILANI MANURUNG: The Studied of Fish Reproduction Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) in Bigai’s River Binjai City North Sumatera Province. Under direction of YUNASFI and DESRITA.

The researcher was conducted in the Bingai’s river at Binjai North Sumatera

which was held in March to May 2013 at the three different locations points and

using sensus metode. The total of baung’s fish (Mystus nemurus C.V) obtained was 29 tails consist of 26 females and 3 males with unbalanced sex ratio. The result of

growth equation von Bertalanffy baung’s fish with asymptotic length’s value (L∞) of

383.25 mm, the growth of coefficient female baung’s fish and community with same

value that is 1.5, while the growth of coefficient male baung’s fish is 0.01. Equation

relationship length and weight of baung’s fish is Lt = 383.25 (1-e-01.5(t -0.13) for female fish and community, Lt = 383.25 (1-e-1.5(t -2.39)) for male fish. Factor value of female and male baung’s fish condition ranged from 0.0654 to 0.7994. Gonad maturity level of baung’s fish found I – IV, while male baung’s fish only I – III. TKG IV female fish only found with 3 tails in total of 325 – 400 mm. Female fish gonad maturation index 0.01 – 7.33 % and 0.01- 0.26 % in male fish. The first dimensions of female

fish gonad mature is 268 mm. Fecundity of female baung’s fish 18229 to 44392 points. Distribution of baung’s fish eggs diameter distribute 0.38 to 2.05 mm in

female. The influence of physical parameters water chemistry in Bingai’s river still

support baung’s fish life. Recomandation provide of fish management is the protection of fish habitat for baung’s fish survival (Mystus nemurus C.V).

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kota Binjai (2008) Kota Binjai merupakan salah satu Kota dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara. Letaknya 22 km di sebelah barat ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan. Secara geografis, Kota Binjai terletak pada titik koordinat 030 03’40’’ - 030 40’02’’ LU dan 980 27’03’’ - 980 39’32’’ BT, dengan ketinggian rata-rata 28 meter di atas permukaan laut. Luasnya 90,23 km2, dengan topografinya cenderung datar serta kemiringan lahan 0-15%.

Kota Binjai dilintasi 3 sungai besar yaitu Sungai Bingai, Sungai Mencirim dan Sungai Bangkatan. Berdasarkan kontur peta aliran sungai, Sungai Bingai mengalir dengan kemiringan 8 % tetapi menurun dari selatan ke utara. Sehingga Sungai Bingai memiliki panjang 15 km, luas 150 km2 di area Binjai Utara.

(18)

Namun seiring berjalannya waktu, beberapa ikan tersebut semakin menurun populasinya. Salah satu spesies ikan yang khas di Sungai Bingai yaitu ikan baung (Mystus nemurus CV) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Menurut Hendri (2010) dalam beberapa tahun terakhir, ikan Baung menjadi perhatian para peneliti dan dimasa mendatang diharapkan menjadi salah satu komoditi yang berkontribusi untuk meningkatkan produksi akuakultur. Namun aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat secara terus-menerus dan mulai terganggunya habitat hidup menyebabkan ikan ini sudah jarang ditemui dipasaran dan hasil tangkapan cenderung menurun.

Tingginya tingkat pemanfaatan ikan dari perairan umum dikhawatirkan akan menyebabkan kepunahan populasi. Beberapa ikan genus Mystus di India terancam keberadaannya sebagai akibat eksploitasi berlebih, polusi pestisida di perairan, penyakit, pemasukan ikan eksotik yang tidak terkontrol, industrialisasi yang mengganggu habitat dan pemanfaatan air secara berlebihan (Pramono dan Marnani, 2009).

(19)

mematikan ikan dan biota air lainnya yang merupakan populasi utama (Kottelat dan Anthony, 1993).

Upaya pelestarian keberadaan ikan ini merupakan hal penting, dimana keberadaan populasi ikan yang semakin menurun perlu dilakukan pengelolaan untuk melestarikan ikan. Dengan adanya informasi tentang aspek reproduksi ikan Baung (Mystus nemurus) diharapkan pengendalian dalam penangkapan dapat dilakukan agar terhindar dari kepunahan serta masyarakat dapat memanfaatkan ikan tersebut secara berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Ikan baung (Mystus nemurus CV) salah satu ikan khas yang ada di Sungai Bingai merupakan ikan yang bernilai ekonomis yang semakin menurun populasinya. Penurunan produksi ikan ini telah dirasakan oleh masyarakat terutama masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dari penangkapan ikan di sungai. Beberapa sumber dari masyarakat Kota Binjai, di peroleh informasi bahwa terjadi penurunan tangkapan ikan baung setiap tahunnya. Dugaan menurunnya populasi ikan-ikan ini dikarenakan tingginya permintaan ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga meningkatnya upaya penangkapan. Selain itu, penurunan populasi ikan dapat juga disebabkan oleh perubahan beberapa parameter kualitas air di kawasan aliran Sungai Bingai oleh limbah yang memenuhi badan sungai sehingga menyebabkan terganggunya habitat ikan.

(20)

1. Bagaimana aspek reproduksi (Koefisien pertumbuhan, Hubungan panjang bobot, Faktor kondisi, Ukuran pertama kali matang gonad, Nisbah kelamin, IKG, TKG, Fekunditas dan Diameter telur) ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai ?

2. Bagaimana pengaruh parameter fisika kimia perairan terhadap habitat ikan baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai ?

3. Bagaimana aspek pengelolaan ikan baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai ?

Kerangka Pemikiran

(21)

Gambar 1. Kerangka pemikiran

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aspek reproduksi (Koefisien pertumbuhan, Hubungan panjang bobot, Faktor kondisi, Ukuran pertama kali matang gonad, Nisbah kelamin, IKG, TKG, Fekunditas dan Diameter telur) ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai

2. Mengetahui pengaruh parameter fisika kimia perairan terhadap habitat ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai

3. Mengetahui pengelolaan ikan baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, khususnya ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai mengenai aspek biologi reproduksi ikan sehingga dapat dijadikan dasar pengelolaan ikan tanpa merusak kelestariannya di alam.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologis Ikan Baung

Menurut Kottelat dan Whitten (1993) Ikan Baung termasuk Filum Chordata, Kelas Pisces Sub kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub ordo Siluridea, Family Bagridae, Genus Mystus, Spesies Mystus nemurus C.V. Ikan baung mempunyai bentuk badan memanjang, dengan perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan 4 : 1. Baung juga berbadan bulat dengan perbandingan tinggi badan dan lebar badan 1 : 1. Keadaan itu bisa dibilang badan baung itu bulat. Punggungnya tinggi pada awal, kemudian merendah sampai di bagian ekor (Rukmini, 2012).

Gambar 2. Ikan Baung (Mystus nemurus)

(23)

mulutnya tidak dapat disembulkan, biasanya tulang rahang atas bergerigi, 1-4 pasang sungut dan umumnya berupa sirip tambahan (Sukendi, 2010) dapat dilihat pada (Gambar 2).

Bagridae merupakan ikan berkumis yang terdapat di Eropa dan Asia. Ciri khusus dari ikan famili ini tidak mempunyai sirip lemak, tidak mempunyai duri pada sirip punggung dan sirip duburnya sangat panjang. Hidup di lapisan bawah sungai-sungai dan danau-danau dan memakan ikan-ikan yang lebih kecil (Fithra dan Siregar, 2010).

Ikan baung mempunyai empat pasang sungut peraba yang terletak disudut rahang atas. Sepasang dari sungut peraba sangat panjang sekali dan mencapai sirip dubur. Sirip punggung mempunyai dua buah jari-jari keras, satu diantaranya keras dan meruncing menjadi patil. Kepala besar dengan warna tubuh abu-abu kehitaman, dengan punggung gelap, tapi perut lebih cerah. Badan ikan baung tidak bersisik, bewarna coklat kehijauan dengan pita tipis memanjang jelas di tutup insang hingga pangkal ekor, panjang totalnya lima kali tingginya, sekitar 3-3,5 panjang kepala, serta mempunyai panjang maksimal 350 mm (Rukmini, 2012).

Distribusi habitat

(24)

ekonomis penting, yang banyak dijumpai di perairan Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Ikan baung banyak hidup di perairan tawar, daerah yang paling disukai adalah perairan yang tenang, bukan air yang deras. Karena itu, ikan baung banyak ditemukan di rawa-rawa, danau-danau, waduk dan perairan yang tenang lainya. Di Sumatera, ikan baung banyak ditemukan di Danau Toba, tetapi populasinya terus berkurang, karena adanya penangkapan yang tidak selektif. Selain itu ikan baung juga sering ditemukan di sungai-sungai, tentu saja sungai yang berarusnya lambat (Rukmini, 2012).

Pertumbuhan

Lebar badan ikan baung lima kali lebih pendek dari panjang standar. Karena pertumbuhan ikan baung adalah allometrik, yakni pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola isometrik dimana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan (Kordi, 2009).

(25)

memegang peranan yang sangat penting, semakin banyak mendapat makanan, maka pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu, ikan baung yang berukuran besar cenderung lebih agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya berpola allometrik. Pada waktu musim memijah, pola pertumbuhan ikan betina biasanya berbeda dengan ikan baung jantan (Effendie, 1997).

Hubungan panjang dan bobot ini mempunyai beberapa manfaat, yaitu menduga bobot ikan dari panjang untuk individu ikan atau untuk kelas panjang ikan, menduga biomassa ikan jika sebaran frekuensi panjang diketahui, dan mengubah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dalan panjang menjadi pertumbuhan dalam bobot. Indeks membandingkan bobot ikan teramati dengan bobot ikan terhitung dari hubungan panjang bobot, oleh karena itu disebut faktor kondisi relative (Kn). Kn = W/W* atau Kn = W/(aLb), dimana W merupakan bobot tubuh tertimbang, dan W* bobot tubuh terhitung dari persamaan hubungan panjang bobot (Raharjo dkk, 2011).

Seksualitas ikan

(26)

1997). Menurut Haryono (2006) ciri kelamin sekunder berguna untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa harus melakukan pembedahan terhadap organ reproduksinya.

Reproduksi

Selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terdapatnya perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertambahan dalam gonad ikan betina 10-25% dan pada ikan jantan 5-10% dari bobot tubuh. Pengetahuan tentang perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan reproduksi. Pengetahuan tentang kematangan gonad juga didapatkan keterangan bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya masak, ada hubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Tang dan Affandi, 2001).

Ikan baung, sebagaimana ikan-ikan yang hidup di perairan umum air tawar memijah pada awal musim hujan. Hal ini merupakan fenomena umum karena saat musim hujan, kawasan (daerah) yang kering pada musim kemarau akan ditumbuhi rerumputan dan tergenang air. Di kawasan demikian, banyak terdapat makanan dan cukup terlindungi bagi ikan untuk melakukan pemijahan. Alawi dkk (1992) dalam

(27)

Perkembangan Gonad

Indeks kematangan gonad merupakan suatu indeks kuantitatif yang menunjukkan suatu kondisi kematangan seksual ikan. Pada umumnya semakin panjang tubuh ikan, maka semakin besar pula nilai indeks kematangan gonad yang diperoleh sehingga ovarium yang lebih matang memiliki bobot dan ukuran lebih besar termasuk penambahan dari ukuran telur (Zamroni dkk, 2008).

Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak dibandingkan dari pada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari pada sperma yang terdapat di testis (Effendie, 1997). Semakin berat tubuh ikan akan linear dengan tingkat kematangan gonad (TKG) dan nilai indeks gonad somatik (Azrita dkk, 2010).

Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar di bagi atas 2 tahap perkembangan utama, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap pematangan produk seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi ikan berjalan normal (Ediwarman 2010).

(28)

Kenali mulai matang gonad pada ukuran panjang 205 mm dengan berat 675 g. Informasi lain disebutkan pada ikan baung betina dan ikan baung jantan mulai matang gonad pada ukuran panjang 215 mm dengan bobot 5 g (Kordi, 2009).

Ikan baung di Waduk Juanda dengan tingkat kematangan gonad IV ditemukan pada bulan Oktober – Maret sehingga anaknya baru didapatkan pada bulan Januari hingga Maret dengan ukuran panjang total 3,5 – 9,5 cm dan bobot 0,33

– 6,46 g. Apabila pengamatan gonad dilakukan dengan cara pembedahan, gonad ikan baung terdapat di perut bagian dorsal intestine. Namun, pemerikasaan gonad ikan baung dengan cara ini harus dilakukan pada ikan yang telah mencapai ukuran berat 90 g dan panjang sekitar 20 cm (Tang 2000).

Fekunditas dan Diameter Telur

Suryanti (2008) menyatakan fekunditas terbesar 38220 butir dijumpai pada ikan Baceman (Mystus nigriceps ) dengan berat 786 g panjang 415 mm, fekunditas ikan Baceman (Mystus nigriceps ) berkisar antara 7850-38220 butir, pada fekunditas diameter telur antara 170-2052 µm. Semakin besar ukuran tubuh ikan maka semakin besar fekunditas dan diameter telurnya. Ukuran diameter bervariasi menunjukkan bahwa ikan baceman melakukan pemijahan secara bertahap, tipe pemijahannya

partial spawner dimana telur yang terkandung di dalam ovarium tidak masak secara bersamaan dan dikeluarkan secara bertahap.

(29)

bertambahnya setiap gram bobot total ikan. Hal ini juga didukung oleh kondisi habitat yaitu kualitas air dan ketersediaan pakan serta intensitas penangkapan.

Kualitas Air

Perubahan keadaan lingkungan suatu daerah akan sangat berpengaruh terhadap organisme yang hidup disana. Bila karena sesuatu dan lain hal, keadaan lingkungan suatu daerah berubah menjadi ekstrim bagi kehidupan suatu spesies yang hidup di sana, maka organisme tersebut terpaksa bermigrasi ke daerah lain atau mati. Sebaliknya, bila perubahan faktor lingkungan suatu daerah berubah dan sangat optimal bagi suatu jenis organisme yang dulunya disana kepadatannya rendah maka akan menyebabkan kepadatannya meningkat. Faktor abiotik yang merupakan faktor pembatas dapat hidupnya suatu organisme di suatu habitat adalah faktor fisika dan kimia antara lain: suhu, cahaya, pH, oksigen, nutrien didalamnya dan kecepatan arus. Segala faktor fisika dan kimia dari habitat bersama-sama menentukan dapat atau tidaknya hidup dan berkembang biaknya suatu jenis organisme di habitat itu. Bila ada satu faktor saja yang tidak cocok bagi kehidupan organisme disuatu habitat, maka organisme itu tidak akan dapat hidup di habitat itu (Suin, 2003).

(30)

yang hidup di suatu sistem perairan. Dengan kata lain keanekaragaman jenis mungkin akan berkurang (Kottelat dan Anthony, 1993).

(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013 di Sungai Bingai Kecamatan Binjai Kota Provinsi Sumatera Utara. Analisis sampel ikan dan parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL PP) Kelas 1 Medan

Alat dan Bahan

Pemakaian alat dilakukan untuk pengambilan sampel ikan dan pengukuran parameter fisika kimia perairan di lokasi penelitian dan laboratorium. Proses pengambilan sampel ikan, pengukuran suhu, DO, kecerahan, kecepatan arus dan pH dilakukan langsung di lokasi penelitian, sedangkan pengamatan ikan dikerjakan di laboratorium.

(32)
(33)

Metode Kerja

Pengambilan sampel

Sampel ikan diambil di Sungai Bingai yang akan dibagi menjadi 3 stasiun pengambilan sampel ikan menggunakan metode sensus yaitu ikan yang tertangkapa akan diambil semuanya dan pengukuran fisika kimia perairan. Pengambilan sampel Ikan dilakukan 2 kali dalam sebulan selama 3 bulan, ikan diambil pada masing-masing stasiun dengan menggunakan alat tangkap jala ukuran (mesh size 2 inchi diameter tebar 4 meter) semua ikan yang tertangkap akan diambil, lalu sampel ikan diletakkan pada cool box yang berisi es kemudian diawetkan menggunakan alkohol 90 %.

Sama halnya dengan sampel ikan pengukuran fisika kimia perairan akan dilakukan selama 3 bulan, parameter fisika kimia perairan yang akan diukur berupa pengukuran suhu yang menggunakan termometer digital, kecerahan diukur dengan menggunakan secchi disk, kecepatan arus diukur dengan botol duga kemudian dihitung menggunakan Stopwatch , kedalaman diukur menggunakan bambu kemudian meteran, pH diukur langsung menggunakan pH meter dan DO (Dissolved Oxygen) menggunakan DO meter. Selanjutnya Tahapan Penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Daerah pengambilan sampel dibagi menjadi beberapa stasiun meliputi:

(34)

Stasiun II : Perairan Sungai Bingai terletak pada koordinat 30 37’ 01,7” E 0980 29’ 29,9”. Daerah aliran sungai ini berdekatan dengan kebun sawit, aktivitas

pengerukan pasir dan pertemuan sungai Bingai dengan sungai Mencirim, jarak Stasiun II dan III sekitar 38 Km.

Stasiun III : Perairan Sungai Bingai terletak pada koordinat 30 37’ 13 . 4” E 0980 29’ 29,9”. Daerah aliran sungai ini lebih dekat dengan ladang, didekat

reruntuhan jembatan. Gambar Lokasi pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Pengukuran sampel ikan di Laboratorium

(35)

dan nomor urut pengambilan sampel. Kemudian ikan dibedah dengan menggunakan alat set bedah untuk mengambil gonadnya dan menentukan jenis kelamin serta tingkat kematangan gonadnya. Gonad yang telah diambil kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik (0,0001 g) dan dibandingkan dengan berat ikan awal untuk ditentukan IKG (Indeks Kematangan Gonad).

Untuk menghitung fekunditas dan diameter telur, gonad ikan yang memiliki TKG III dan IV diawetkan menggunakan alkohol 90%, kemudian gonad tersebut diambil telur contoh dari beberapa bagian yaitu posterior, anterior dan tengah gonad, lalu timbang telur contoh tersebut. Setelah itu telur contoh diencerkan kedalam 10 ml air, sebanyak 1 ml pengenceran diambil menggunakan pipet tetes lalu hitung jumlah telurnya. Untuk mengukur diameter telur, telur di susun di objek glass satu per satu lalu menggunakan mikroskop merek DP2-BSW Olympus perbesaran 4x/0.10 kemudian dihitung diameter telurnya.

Analisis Data

Sebaran Frekuensi Panjang

Sebaran frekuensi panjang total dan diameter telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sturges (Walpole 1992), yaitu sebagai berikut :

(1) Menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari seluruh data panjang total ikan baung.

(2) Menghitung jumlah kelas ukuran dengan rumus :

(36)

Wilayah = Data terbesar – data terkecil (4) Menghitung lebar kelas :

Lebar kelas =

e s

(5) Menentukan limit bawah kelas yang pertama dan limit atas kelasnya. Limit atas kelas diperoleh dengan menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas. (6) Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas

(7) Menentuakan nilai tengah bagi masing- masing selang merataratakan limit kelas (8) Menentukan frekuensi bagi masing- masing kelas

(9) Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyak total pengamatan.

Hubungan Panjang dan Bobot Ikan

Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk panjang ikan yang berbeda-beda, dengan rumus sebagai berikut (Effendi, 1997) :

W = aLb, Keterangan: W = berat (gram)

L = panjang (mm), a dan b = konstanta.

Hubungan parameter panjang total dengan bobot ikan dapat dilihat dari nilai b yang dihasilkan. Nilai b sebagai penduga kedekatan hubungan kedua parameter, yaitu:

(37)

Nilai b ≠ 3, menunjukan pola pertumbuhan allometrik

Jika b > 3, maka allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan) Jika b < 3, maka allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan).

Untuk lebih menguatkan pengujian dalam menentukan keeratan hubungan kedua parameter (nilai b), dilakukan uji t dengan rumus berikut (Walpole 1992) :

T hit = – o

s

Keterangan : Sb1 = Simpangan baku b1

b0 = Intercept (3)

b1 = Slope (hubungan dari panjang berat) sehingga diperoleh hipotesis :

H0 : b = 3 (isometrik) H1 : b ≠ 3 (allometrik)

Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

thitung > ttabel , maka Tolak H0 thitung < ttabel , maka Gagal Tolak H0

Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan dengan hipotesis sebagai berikut :

Allometrik positif H0 : b ≤ 3 (isometrik) H1 : b > 3 (allometrik)

(38)

H0 : b ≥ 3 (isometrik) H1 : b < 3 (allometrik)

Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefesien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus√R2 : dimana R adalah koefesien determinasi. Nilai mendekati 1 (r > 0.7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan nilai menjauhi 1 (r < 0.7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole 1992).

Menurut Raharjo dkk (2011) faktor kondisi relatif dihitung dengan rumus: K = W/(aLb)

Keterangan:

K = Faktor Kondisi W = Berat tubuh (gram)

L = Panjang total (mm), a dan b = konstanta regresi

Pendugaan Parameter Pertumbuhan

Plot-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama King (1995) dalam Desrita (2011). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy.

Lt = L

(1-e

[-K(t-to)]

)

Keterangan :

(39)

L

∞= Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik)

K

= Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)

t

0

= Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol

Selanjutnya hasil perhitungan menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analisis) yang terdapat dalam program FISAT II.

Nisbah kelamin

Dalam menentukan nisbah kelamin dihitung melalui perbandingkan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina, dengan rumus

Nisbah kelamin = M Keterangan:

M = Jumlah ikan jantan F = Jumlah ikan betina

Selanjutnya untuk menguji keseimbangan nisbah kelamin digunakan rumus (Walpole, 1990) sebagai berikut :

X

2

=

n

i=1 (oie-ei)²

Keterangan :

X2 = Chi-square (Nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contoh mendekati sebaran Chi-kuadrat).

(40)

ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina yang frekuensi ikan jantan ditambah frekuensi ikan betina dibagi dua.

Tingkat kematangan gonad (TKG)

Dalam menganalisis daur tingkat kematangan gonad satu spesies ikan, penting mempunyai satu sistem yang menerangkan tahap-tahap kematangan gonad tersebut agar dapat menilai dengan cepat terhadap ikan dalam jumlah besar (Effendi, 1997).

Pengukuran tingkat kematangan gonad dengan membandingkan berdasarkan pernyataan dari Effendie dan Sjafei (1976) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan kematangan gonad ikan No Tingkat Kematangan

Gonad (TKG)

Betina Jantan

I Belum berkembang Ovari seperti benang,

panjang sampai ke depan

II Perkembangan awal Ukuran ovary besar,

pewarnaan lebh gelap

III Sedang berkembang Ovari bewarna kuning.

Secara morfologi telur

V Pasca pemijahan Ovari berkerut, butir telur

sisa terdapat dibagian

(41)

Indeks kematangan gonad (IKG)

Indek kematangan gonad diukur dengan membandingkat berat tubuh dengan berat gonad pada ikan (Effendi, 1997).

IKG

=

B

B

x 100 %

Keterangan :

IKG = Indeks Kematangan Gonad (%) Bg = Berat gonad (gram)

Bi = Berat ikan (gram

Ukuran pertama kali matang gonad

Penentuan ukuran pertama kali matang gonad menggunakan metode Sperman Karber (Heltonika, 2009). Kriteria matang gonad pada TKG III, IV dan V, dengan menggunakan rumus

Log M = X

k

+

-

(x∑Pi)

Keterangan:

Xk = Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100% Xn = Selisih logaritma nilai tengah kelas

Xi = Logaritma nilai tengah kelas Pi = ri / ni

ri = Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i ni = Jumlah ikan pada kelas ke i

(42)

Fekunditas dan diameter telur

Penghitungan fekunditas telur ikan dilakukan dengan menggunakan metode gabungan yaitu gravimetrik dan volumetrik (Effendi,1997) rumus :

F = X V Q

Keterangan: F = Fekunditas (butir) G = Berat gonad (gram) Q = Berat telur contoh (gram) V = Volume pengenceran (mm) X = Jumlah telur yang ada dalam 1 cc

Mengukur diameter telur menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 4x/0.10. Kemudian jumlah sampel telur contoh diukur 100 butir untuk setiap gonad yang diamati. Jumlah rata-rata diameter dan simpangan bakunya dihitung dan dicatat. Melalui rumus perhitungan diameter telur sebagi berikut:

DT = X 0,01

Keterangan:

DT = Diamater telur (mm)

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Perairan Sungai Bingai

Hasil pengamatan kondisi perairan di Sungai Bingai berdasarkan parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 2. Kondisi perairan selama penelitian berlangsung terjadi peningkatan muka air sungai yang dikarenakan musim hujan sehingga bertambahnya masukan air ke badan sungai.

Tabel 2. Kisaran nilai rata-rata parameter kualitas air di lokasi penelitian

Parameter Air Satuan Stasiun I

Lokasi

Stasiun II Stasiun III

Fisika

S uhu °C 26,3-27,8 26,4-29,3 26,5-29,1

Kecerahan Cm 19-30 18-60 18-51

Kedalaman M 1,50-2,35 1,20-1,54 0,50-0,86

Kecepatan Arus m/det 0,45-0,94 0,42-0,87 0,49-1,28

Kimia

DO mg/l 3,78-5,09 4,18-5,01 2,89-4,57

pH - 6,5-7,4 6,5-7.4 6,6-7.4

Hasil Tangkapan Ikan Baung (Mystus nemurus)

(44)

Gambar 5. Jumlah ikan yang tertangkap berdasarkan lokasi pengamatan.

Pertumbuhan

Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Baung (Mystus nemurus)

Dari hasil pengamatan hubungan panjang dan bobot ikan bernilai determinasi (R2) 0.97 pada ikan betina, 0.99 ikan jantan dan 0.95 ikan gabungan betina jantan.

(45)

Koefisien Pertumbuhan Ikan Baung (Mystus nemurus)

Hasil persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy didapat dengan metode ELEFAN 1 yang terdapat dalam program FISAT II (Utomo, 2002). Menunjukkan

Parameter Betina Jantan Gabungan

K 1.5 0.01 1.5

Berdasarkan kurva pertumbuhan ikan gabungan antara ikan betina dan jantan dengan memplotkan umur (tahun) dan panjang total (mm) yaitu panjang asimtotik

(L∞) 383.25 mm diperkiraan pada umur 10 tahun dapat dilihat pada (Gambar 6).

Gambar 6. Kurva Pertumbuhan Gabungan

(46)

Faktor Kondisi Ikan Baung (Mystus nemurus)

Nilai faktor kondisi ikan baung (Mystus nemurus) setiap bulan selama penelitian berkisar 0,0654-0,7994 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai faktor kondisi ikan baung (Mystus nemurus) jantan dan betina

Nisbah Kelamin Ikan Baung (Mystus nemurus)

(47)

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Baung (Mystus nemurus)

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada tingkat kematangan gonad ikan Baung (Mystus nemurus) TKG I, II, III dan IV dilihat secara makroskopis tersaji pada Tabel 6.

(48)

Tabel 6. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Baung (Mystus nemurus) di Sungai Bingai.

No Gambar Gonad Betina Betina Jantan

(49)

Tabel 7. Jumlah Ikan Baung (Mystus nemurus) dengan Tingkat Kematangan Gonad.

Indeks Kematangan Gonad (IKG) Ikan Baung (Mystus nemurus)

Indeks kematangan gonad dapat mengetahui perubahan yang terjadi dalam gonad. IKG pada ikan baung betina yang didapatkan selama penelitian tertinggi pada bulan april dengan nilai IKG 7.33 dapat dilihat pada (Gambar 8). Sama halnya pada ikan baung jantan IKG ikan jantan meningkat pada bulan mei dengan tingkat kematangan gonad III dengan nilai IKG 0.26 dapat dilihat pada (Gambar 9).

Gambar 8. Indeks Kematangan Gonad Ikan Baung betina (Mystus nemurus)

(50)

Gambar 9. Indeks Kematangan Gonad Ikan Baung jantan (Mystus nemurus)

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Baung (Mystus nemurus)

Hasil ukuran pertama kali matang gonad dengan melihat hubungan antara hubungan panjang total dengan tingkat kematangan gonad ikan pada TKG III dan IV yaitu keseluruhan ikan betina didapat sebesar 268 mm untuk ukuran pertama kali matang gonad dapat dilihat pada Lampiran 7.

Fekunditas Ikan Baung (Mystus nemurus)

Hasil yang didapatkan dari perhitungan fekunditas telur ikan baung TKG IV dapat dilihat pada Tabel 8. Fekunditas yang didapatkan berkisar antara 18229 butir sampai 44392 butir. Rahardjo dkk (2011) menyatakan bahwa fekunditas jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina bervariasi dengan banyak faktor penentu antara lain spesies ikan, umur dan ukuran ikan, serta kondisi lingkungan.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Maret April Mei

IK

G

(

(51)

Tabel 8. Fekunditas telur ikan Baung (mystus nemurus) berdasarkan ukuruan tubuh

Diameter Telur Ikan Baung (Mystus nemurus)

(52)

0,38-Pembahasan

Kondisi Perairan Sungai Bingai

Suhu

Dari hasil parameter kualitas air yang didapatkan secara umum masih dapat mendukung kehidupan ikan baung (Mystus nemurus) ini dapat dilihat dari beberapa parameter kualitas air di masing-masing stasiun. Pengukuran suhu dilakukan pada siang hari menggunakan termometer digital, suhu yang didapatkan selama penelitian berkisar 26,3-29,3°C selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Kondisi suhu perairan sungai bingai mendekati suhu optimum yang dinyatakan oleh Tang dkk

(1999) suhu untuk perkembangan ikan baung (Hemibragus nemurus) di sungai sebesar 28-290C. Menurut (Heltonika, 2009) ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan suhu perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan. Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan, organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi, 2003). Menurut Suin (2003) faktor suhu dapat berpengaruh terhadap reproduksi yaitu reproduksi suatu spesies dapat ditingkatkan atau terhambat cuaca.

Kecerahan

(53)

Rendahnya nilai kecerahan diduga karena masuknya limbah aktivitas pasar, aktivitas penduduk, pemeliharaan keramba dan pengerukan pasir di kawasan sungai. Namun dengan kondisi perairan ini ikan baung masih dapat ditemukan, karena habitat ikan baung hidup diperairan agak berlumpur, suka bersembunyi di batang-batang pohon yang telah membusuk di sungai, hal ini disampaikan oleh nelayan yang melakukan penangkapan ikan baung. Ikan yang mampu menyesuaikan diri terhadap air yang keruh dan gelap adalah sejenis ikan catfish dan carp (Odum, 1998).

Sesuai dengan Utomo dkk (1993) dalam Sukendi (2001) ikan baung tidak suka dengan perairan yang terlalu jernih atau yang terlalu berlumpur, hidup bergerombolan didasar perairan, ikan baung banyak tertangkap dan hidup di sela-sela ranting atau kayu. Menurut Kordi (2004) nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 45 cm, karena bila nilai kecerahan kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan akan berkurang. Boyd (1988) mengemukakan perairan yang memiliki kecerahan 0,60 m – 0,90 m dianggap cukup baik untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme lainnya. Akan tetapi jika kecerahan < 0,30 m, maka dapat menimbulkan masalah bagi ketersediaan oksigen terlarut diperairan.

Kedalaman

(54)

Ediwarman (2011) menyatakan perairan yang baik untuk pemeliharaan ikan berkisar

pada kedalaman perairan 75 – 125 cm, karena air pada kedalaman tersebut masih

dipengaruhi oleh sinar matahari sehingga merupakan lapisan yang produktif. Pada lokasi stasiun 3 kedalaman rendah dikarenakan lokasi ini banyak terdapat bongkahan batuan yang berasal dari reruntuhan jembatan. Menurut Gonawi (2009) kedalaman sungai dapat berubah-ubah sesuai keadaan lingkungan sekitarnya yang biasanya sangat dipengaruhi oleh curah hujan.

Kecepatan Arus

(55)

Oksigen Terlarut

Dari hasil penelitian kandungan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 2,89-5,09 dapat dilihat pada Lampiran 1 . Nilai DO yang didapat berbeda pada masing-masing stasiun dikarena pengaruh faktor kondisi sungai yang berbeda pada setiap stasiunnya. Toleransi suatu spesies ikan terhadap perubahan kualitas air dapat ditentukan dengan daya adaptasi ikan terhadap lingkungannya yang baru (Effendi, 2009). Sesuai dengan Rukmini (2012) ikan baung hidup pada kandungan oksigen minimal 4 dan air yang tidak terlalu keruh. Menurut Boyd (1990) kadar oksigen terlarut (DO) yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/l. Menurut Kordi (

2004) beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi

oksigen terlarut sebesar 3 mg/l, namun konsentrasi minimum masih dapat diterima

sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Sebagian makhluk

hidup air telah beradaptasi terhadap kepekatan oksigen terlarut yang terus-menerus

rendah ( Connel dan Gregory, 1983). Ikan baung mempunyai alat pernapasan tambahan

berupa Labyrinth sehingga mampu hidup diperairan yang kadar oksigennya rendah dan

asam (Utomo dan Krismono, 2006).

pH

(56)

penelitian masih dinyatakan layak yaitu berkisar antara 6,5-7,4 sebagaimana menurut Rukmini (2012) ikan baung hidup baik pada pH antara 6.5-8.

Hasil Pengamatan selama penelitian Sungai Bingai tergolong berlumpur beberapa dasar perairannya berlumpur keras seperti karak, ditemukan beberapa tumbuhan air, banyak ditemukan ikan-ikan air tawar lainnya serta hewan-hewan air lain seperti ular, labi-labi dan biawak. Sesuai dengan Sukendi (2001) adanya substrat dan tumbuhan air pada sungai merupakan substrat bagi ikan baung untuk menempatkan telurnya. Lokasi stasiun 1 berdekatan dengan pasar tradisional, terdapat banyak sampah, aktivitas penduduk dan menjadi tempat pembuangan limbah dari pasar itu sendiri maupun dari masyarakat. Lokasi stasiun 2 yang merupakan pertemuan Sungai Mencirim dengan Sungai Bingai, pada Sungai Mencirim air sungai lebih pekat dan hangat, sedangkan Sungai Bingai airnya lebih dingin serta warna yang keruh. Distasiun ini banyak terdapat aktivitas penangkapan ikan, pengerukan pasir dan jauh dari akitivitas penduduk, di lokasi inilah banyak terdapat ikan baung. Sedangkan lokasi stasiun 3 berada jauh dari pemukiman, kedalaman dilokasi ini lebih rendah dari stasiun lainnya dan jauh dari pemukiman.

(57)

secara kasat mata maupun dari uji kualitas yang telah dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Binjai.

Hasil Tangkapan

Selama penelitian berlangsung jumlah ikan tertangkap terbesar terdapat pada lokasi stasiun 2. Lokasi ini pertemuan antara 2 sungai yaitu Sungai Mencirim dan Sungai Bingai, dari pengamatan di lapangan, lokasi ini banyak terdapat aktivitas penangkapan ikan, jauh dari aktivitas penduduk, terdapat aktivitas pengerukan pasir di lokasi ini . Tingginya hasil tangkapan di stasiun 2 diduga karena pertemuan dua sungai, jauh dari pemukiman dan pengaruh langsung limbah penduduk, serta kondisi lokasi sungai yang dilihat dari segi parameter kualitas air mendukung pertumbuhan ikan baung. Sesuai dengan Barus (2004) semakin jauh aliran air dari titik pembuangan limbah umumnya konsentrasi zat pencemar organik yang dikandungnya akan menurun. Hasil penelitian Sukendi (2001) pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri merupakan daerah yang paling banyak ditemukan ikan baung.

(58)

berpengaruh terhadap habitat ikan baung itu sendiri. Sesuai dengan Alawi dkk (1992) ikan baung suka berenang di permukaan dan menyelam kedasar perairan terutama yang banyak kayu dan rerumputan untuk bersembunyi dan mencari makanan.

Gambar 11. Distribusi ukuran ikan Baung Mystus nemurus berdasarkan periode pengamatan.

Berdasarkan pengamatan bulanan nilai hasil sampel ikan Baung yang didapatkan mencapai 8 ekor pada bulan Maret 7 ekor diantaranya bekelamin betina dan 1 ekor diantaranya berkelamin jantan dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil sampel ikan yang didapatkan terbesar pada bulan April berjumlah 14 ekor, dimana 13 ekor diantaranya berkelamin betina dan 1 ekor diantaranya berkelamin jantan. Sedangkan pada bulan Mei sampel ikan yang didapat terendah berjumlah 7 ekor diantaranya 6 ekor berkelamin betina dan 1 ekor berkelamin jantan.

(59)

Berdasarkan distribusi kelas ukuran panjang dari seluruh sampel yang didapat selama penelitian, ikan jantan berkisar antara 145 – 320 mm sedangkan ikan betina 145 – 400 mm. Secara keseluruhan hasil distribusi selang ukuran panjang ikan jantan dan betina terlihat tidak seimbang. Sebaran berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh dari masing-masing lokasi penelitian setiap bulan, terjadi ketidakseimbangan antara kelas ukuran ikan jantan dan betina. Pada bulan Maret kelas ukuran yang dominan pada ikan betina yaitu 145 – 320 mm sedangkan ikan jantan berkisar antara 189-232 mm. Pada bulan April kelas ukuran yang dominan pada ikan betina yaitu 145-408 mm sedangkan ikan jantan berkisar 145-188. Pada bulan Mei kelas ukuran yang dominan pada ikan betina yaitu 145-276 mm sedangkan kelas ukuran ikan jantan berkisar 277-320 mm dapat dilihat pada Gambar 6. Pola sebaran 189-232 mm paling banyak ditemukan pada bulan Maret, April dan Mei. Terjadinya perbedaan hasil tangkapan setiap bulannya diduga karena pengaruh musim, perbedaan habitat pada setiap stasiun dan tingkah laku ikan.

(60)

Pertumbuhan

Hubungan Panjang dan Bobot Ikan

Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa ikan Baung bahwa nilai b ikan betina 2.7434-3.0425 sedangkan nilai b ikan jantan 1.9748-2.2011 hasil menunjukkan nilai b lebih kecil dari 3, setelah uji t dan α=0.05 hasilnya adalah allometrik negatif, dimana pertambahan panjang ikan tidak seimbang dengan pertambahan bobotnya. Hasil penelitian Heltonika (2009) hubungan panjang total dengan bobot tubuh ikan baung allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan dari beratnya, diduga ikan ini mengalami pengurangan komposisi material tubuh yang digunakan untuk proses reproduksi sehingga mempengaruhi nilai kegemukan (b). Sesuai dengan Effendi (1979) nilai kisaran b adalah 1.2 sampai 5.1 dan umumnya berkisar pada 3, bila harga b yang berada di luar kisaran 2.5 – 3.5 ikan itu mempunyai bentuk tubuh yang di luar batas kebiasaan bentuk ikan yang umum.

(61)

Koefisien Pertumbuhan

Pendugaan pertumbuhan ikan dapat diduga dengan menganalisis data frekuensi panjang atau bobot, dimana pertumbuhan ikan pada setiap umur berbeda. Ikan muda memiliki pertumbuhan yang cepat, sedangkan akan terhenti pada saat mencapai panjang asimptotnya (Nikolsky, 1963). Hasil pengukuran didapat persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ikan Baung Mystus nemurus betina dan gabungan sama yaitu Lt= 383.25 (1-e-01.5(t -0.13) dan jantan Lt= 383.25 (1-e-1.5(t -2.39)). Pada kurva pertumbuhan dapat mencapai panjang asimtotik 383.25 mm diperkiraan pada umur 10 tahun, hasil ini diketahui dengan menghitung hasil pertumbuhan menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length Frecuencys Analisis) yang terdapat pada program FISAT II hasil kurva dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil penelitian Siswanto (2000) ikan Lundu (Macrones gulio) parameter pertumbuhan panjang dan umur ikan jantan sebesar 190.00 mm pada umur 5 tahun, sedangkan pada ikan betina diperkirakan sebesar 200.00 mm pada umur 7.5 tahun. Sedangkan pada penelitian Stewart dkk (2009) ikan blue catfish (Ictalurus furcatus)

(62)

Faktor Kondisi

Nilai faktor kondisi ikan baung (Mystus nemurus) setiap bulan menunjukkan bahwa nilai rata-rata faktor kondisi berkisar 0,0654-0,7994. Sedangkan penelitian Heltonika (2009) ikan senggaringan (Mystus nigriceps) rata-rata nilai faktor kondisinya tidak jauh berbeda berkisar antara 0,6925-0,8264.

Hasil penelitian nilai faktor kondisi ikan baung tertinggi mencapai 0,7994 pada bulan April dikarena jumlah ikan lebih banyak pada bulan April dan tingkat kematangan gonad IV terbanyak pada bulan ini. Bahwa nilai rata-rata faktor kondisi cenderung meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (Sukendi, 2001). Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi fisiologis ikan yang menerima pengaruh faktor intrinsik (perkembangan gonad dan cadangan lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan sumberdaya makanan dan tekanan lingkungan (Rahardjo dkk, 2011).

Reproduksi

Nisbah Kelamin

Setelah melakukan Uji Khi Kuadrat pada taraf 95% (Xhit < Xtab (db-1)) nisbah kelamin jantan dan betina dinyatakan tidak seimbang. Pada hasil menunjukkan ikan betina lebih dominan dibandingkan ikan jantan dapat dilihat pada Lampiran 3. Ketidakseimbangan ini diduga perbedaan tingkah laku ikan baung jantan dan betina yang bergerombol dan terjadinya kelangkaan ikan yang dapat menyebabkan penurunan jumlah populasi ikan itu sendiri. Sesuai dengan Utomo dkk

(63)

Menurut Ball dan Rao (1984) dalam Saputra dkk (2008), diperairan yang normal perbandingan jantan dan betina adalah 1:1, namun perbedaam jumlah ikan jantan dan betina dapat disebabkan oleh adanya tingkah laku bergerombol diantara ikan jantan dan betina. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pembuahan sel telur oleh spermatozoa, sehingga nantinya dapat diramalkan kemampuan untuk mempertahankan populasinya (Effendi,2002).

Selain itu Febianto (2007) dalam Hayana dkk (2013) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi adalah distribusi ikan, aktivitas dan gerakan ikan, lama hidup, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan. Setelah mengetahui jenis kelamin pada masing-masing ikan maka dapat dilihat nisbah kelaminnya yang merupakan perbandingan ikan jantan dan betina yang ada di suatu perairan. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses pemijahan karena pemijahan akan berlangsung baik pada saat proporsi ikan betina sama dengan ikan jantan (Bakhris, 2008).

Tingkat Kematangan Gonad

(64)

masuk ke genital ikan betina saat pemijahan, sedangkan pada ikan betina lubang genitalnya bulat dan akan berwarna kemerah-merahan bila telah mengandung telur (Lesmana, 2006).

TKG I pada ikan baung betina bentuk ovarinya masih halus seperti benang, warnanya bening dan terletak memanjang disebelah kanan dan kiri rongga perut. Bobot ikan betina pada TKG I mencapai 30-80 gram dan TKG I ditemukan di 3 lokasi penelitian. Ikan baung jantan hanya ditemukan 1 ekor pada TKG I dengan ciri testis seperti benang namun lebih halus dan kecil dibandingkan ovari betina, warna bening dan licin sedangkan bobot ikan mencapai 110 gram. TKG II ikan baung betina bentuk ovari lebih besar dari TKG I dan warnanya lebih tampak kekuningan. Bobot ikan betina pada TKG II mencapai 70-120 gram dan ditemukan di 3 lokasi penelitian. Ikan baung jantan ditemukan 1 ekor pada TKG II, bentuk testis yang ukurannya lebih besar dari TKG I dan lebih bewarna putih dan mulai tampak bergerigi, ikan ini dijumpai dengan bobot 110 gram selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

(65)

darah. Ikan TKG IV betina hanya ditemukan pada Stasiun 2 dengan jumlah 3 ekor yang ukuran panjang totalnya 325 – 400 mm dengan bobot 275-600 gram.

Sedangkan pada ikan Baung jantan TKG IV tidak ada ditemukan, diduga ikan Baung TKG IV semakin sedikit populasinya dibuktikan dengan sulitnya melakukan pengumpulan sampel ikan yang semakin langka keberadaannya selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Selanjutnya jumlah ikan berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) dan lokasi pengamatan. Sedangkan menurut Heltonika (2009) tingkat kematangan gonad dilihat dari bentuk anatomis, ikan yang mengalami matang gonad (TKG III dan IV) akan terlihat perutnya gendut, dan dari pada TKG I dan II, jika ikan baung yang matang gonad ketika perutnya disentuh permukaan perutnya akan terasa lembut, sedangkan pada papilla genitalnya akan terlihat kemerahan. Pada TKG V perut terasa lembek serta permukaan kulit terlihat kerutan, dikarenakan adanya pengeluaran sel telur saat pemijahan, selain itu pada papilla genitalnya terlihat sedikit membesar seperti telah terjadinya proses pengeluaran telur.

(66)

tidak menguntungkan sehingga pertumbuhan dan kelangsungan hidup rendah reproduksi cenderung mengambil tempat di usia muda (Moyle dan Cech, 1982).

Reproduksi ikan sangat ditentukan oleh tingkat kematangan gonadnya. Gonad yang telah mencapai tingkat kematangan yang sempurnalah yang dapat menjadi individu baru melalui pembuahan eksternal. Kedewasaan pada ikan diawali dengan berkembangnya gonad. Saat mulai berkembang, gonad betina (telur) mulai terlihat dan akan memenuhi rongga tubuh saat memasuki tahap matang dan gonad jantan (testis) akan berwarna pucat saat mulai matang (Bakhris, 2008). Hasil penelitian Sukendi (2001) menyatakan bahwa ikan Baung TKG IV jantan dan betina banyak ditemukan pada bulan September, Oktober, November dan Desember, karena pada bulan tersebut musim penghujan, sehingga makanan berlimpah di perairan yang dapat menstimulasi pematangan gonad. Di Danau Sipin dan Kenali, ikan baung betina dengan tingkat kematangan gonad IV (matang), didapatkan pada bulan Oktober higga Maret, sedangkan untuk ikan baung jantan dengan tingkat kematangan gonad IV hanya didapatkan pada bulan Oktober hingga Desember (Tang, 2000). Sedangkan Muflikah (1993) dalam Lesmana (2006) mengatakan bahwa induk ikan baung mempunyai berat 200-750 gram dan memijah pada musim penghujan, yaitu antara bulan September sampai bulan Desember.

IKG (Indeks Kematangan Gonad)

(67)

betina IKG mencapai 6.68 % pada ukuran panjang total 255 mm sedangkan tingkat kematangan gonad III ikan jantan mencapai 0.26 % dengan ukuran panjang total 284 mm. Ikan baung betina memiliki pertambahan bobot gonad yang lebih besar dari gonad ikan baung jantan. Dapat dikatakan bahwa semakin terjadi tingkat kematangan gonad, maka berat gonad semakin bertambah. Sesuai dengan Sukendi (2001) bahwa meningkatnya tingkat kematangan gonad maka diikuti meningkatnya berat gonad akan meningkatkan berat tubuh ikan, peningkatan bobot ovarium berhubungan dengan proses vitelogenesis dalam perkembangan gonad, sedangkan peningkatan bobot testis berhubungan dengan proses spermatogenesis dan peningkatan volume semen dalam tubulus seminari.

Pada saat ikan betina matang ovarium akan bewarna kekuningan dan tampak butiran telur, bobot ovarium dapat mencapai puluhan persen dari bobot tubuh ikan. Secara umum indeks kematangan gonad ikan jantan lebih kecil daripada indeks kematangan gonad ikan betina (Rahardjo dkk, 2011) selanjutnya dapat dilihat pada lampiran 5.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

(68)

yang berbeda dalam satu spesies dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Menurut Selengkapnya hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Ukuran pertama kali matang gonad dipengaruhi kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode (photoperiode), cahaya dan faktor lingkungan pada perairan yang berbeda-beda (Heltonika, 2009). Sehingga kondisi lingkungan yang berbeda memberikan dampak yang berbeda pada ukuran pertama kali ikan mulai matang gonad.

Fekunditas

Dari hasil fekunditas yang didapatkan berkisar antara 18229-44392 butir, fekunditas ikan baung menunjukkan semakin besar ukuran tubuhnya fekunditas semakin besar. Nilai fekunditas terbesar 44392 butir dengan panjang total 400 mm

Sesuai dengan Kordi (2009) dimana jumlah telur (fekunditas) ikan baung antara 1.365 – 160.235 butir bergantung dari ukuran dan umur induk betina, jumlah telur terbanyak terdapat pada ikan baung yang memiliki berat tubuh 3.725 g dan berat gonad 224 g. Sumantadinata (1983) dalam Suryanti (2008) menyatakan bahwa fekunditas ikan dipengaruhi oleh diameter telur dan kematangan gonad. Fekunditas akan semakin tinggi jika kematangan gonadnya juga semakin tinggi, sehingga kisaran diameter telur juga semakin besar.

Diameter Telur

(69)

terbesar yaitu sebaran mencapai 0,38-2,05 mm dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil penelitian Sukendi (2001) sebaran ukuran diameter telur ikan baung di Sungai Kampar Riau mulai dari 0.57-1.55. Berdasarkan grafik distribusi diameter telur ikan baung (Mystus nemurus) diketahui pola penyebaran diameter telur ikan baung bersifat heterogen. Yustina (2002) menyatakan bahwa heterogennya pola sebaran diameter telur dapat merupakan indikasi bahwa ikan yang memijah tidak sekaligus (partial spawning). Hal ini menunjukkan bahwa proses kematangan telur di dalam ovari ikan baung tidak sama atau berlangsung secara tidak serentak.

Menurut Listianto (2007) dalam Suryanti (2008) bahwa sebaran telur yang bervariasi pada ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) menunjukkan tipe pemijahan partial spawner. Ikan yang melakukan pemijahan secara partial spawner tingkat kegagalan reproduksi kecil, disebabkan waktu pemijahan yang tidak hanya sekali tetapi beberapa kali dan panjang sehingga apabila ada faktor lingkungan yang tidak mendukung diharapkan keberhasilan pemijahan dapat berlangsung lama.

Rekomendasi Pengelolaan Perikanan Ikan Baung (Mystus nemurus) di Sungai Bingai

Keberadaan populasi ikan Baung (Mystus nemurus) yang mengalami kelangkaan diperlukan pengelolaan yang berkelanjutan untuk pelestariannya. Berikut adalah rekomendasi yang dipaparkan dibawah ini :

Perlindungan Habitat

(70)

waktu sungai bingai mengalami penurunan kualitas lingkungan dengan adanya limbah aktivitas penduduk, perkebunan, ladang dan pengerukan pasir di sungai. Pada stasiun 1 terdapat banyak limbah sampah pasar yang dibuang ke sungai, bau yang menyengat dan sampah-sampah yang sulit terdegrasi. Pada stasiun 2 lokasi pertemuan sungai Wampu dan Bingai terdapat kebun sawit, aktivitas penangkapan ikan terbanyak dari stasiun lain dan pengerukan pasir yang dilakukan masyarakat setiap harinya, di stasiun 2 inilah banyak ikan yang didapatkan selama penelitian terutama pada ikan baung TKG IV. Untuk lokasi satasiun 2 perlu dilakukan zona perlindungan kawasan dan larangan untuk membuang limbah yang sulit terdegradasi disepanjang sungai bingai. Mengelola limbah organik maupun non organik untuk mengurangi masuknya limbah kedalam badan sungai, yang nantinya akan mengubah polusi menjadi sumberdaya.

Menetapkan Peraturan Pengelolaan Perikanan

(71)

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Jumlah ikan yang didapatkan selama penelitian sebanyak 29 ekor. Selama penelitian sampel ikan yang terbanyak ditemukan pada stasiun 2.

2. Distribusi kelas ukuran panjang dari seluruh sampel yang didapat yaitu ikan jantan berkisar antara 135 – 277 mm sedangkan ikan betina 145 – 400 mm. 3. Sebaran kelas ukuran panjang tidak seimbang dikarenakan ikan betina lebih

mendominasi dari ikan jantan.

4. Pola pertumbuhan allometrik negatif dengan menggunakan persamaan pertumbuhan von Bertalanffy secara keseluruhan Lt= 383.25 (1-e-01.5(t -0.13). 5. Ikan baung jantan ditemukan hanya TKG I, II dan III, sedangkan ikan baung betina di temukan TKG I, II, III dan IV, ikan betina TKG IV ditemukan di stasiun 2 sedangkan ikan jantan TKG IV tidak ditemukan.

6. Ikan baung (Mystus nemurus) memijah secara partial spawner yaitu pemijahan yang tidak hanya sekali tetapi beberapa kali.

Saran

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran
Gambar 2. Ikan Baung (Mystus nemurus)
Gambar 3. Tahapan Penelitian
Gambar 4. Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi akibat Tuberkulosis. Intervensi yang digunakan NOC: keefektifan pola nafas, tidak adanya

Sebelum peneliti menguraikan hasil pengelolaan dari analisis data, maka peneliti perlu mengemukakan kembali mengenai permasalahan yang ingin dicari jawabannya dengan analisis data

Seperti halnya pada harian Jawa Pos dan Kompas, dimana kedua harian ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi suatu isu dan menulis berita mengenai Muktamar

 Membaca informasi dari teks bacaan tentang keanekaragaman ekonomi dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika di lingkungan masyarakat Menanya:  Mengidentifikasi pertanyaan tentang

In order for the sensor platform to be tracked, the position of the targets within the constellation on its upper surface had to be The International Archives of

Penataan Letak bangunan-bangunan yang ada di komplek pesantren Miftahul Huda mencerminkan suatu upaya Kyai dalam menata lingkungan fisik yang sangat memungkinkan terjadinya

PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN