PENGARUH SUHU ETERIFIKASI TERHADAP KUALITAS
KARBOKSIMETIL KITOSAN (KMK) DARI
KULIT UDANG (
PENAEUS MODONON
)
SKRIPSI
RATRI KARMILANINGTYAS
100822041
DEPARTEMEN KIMIA
PENGARUH SUHU ETERIFIKASI TERHADAP KUALITAS
KARBOKSIMETIL KITOSAN (KMK) DARI
KULIT UDANG (
PENAEUS MODONON
)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
RATRI KARMILANINGTYAS
100822041
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH SUHU ETERIFIKASI TERHADAP
KUALITAS KARBOKSIMETIL KITOSAN (KMK) DARI KULIT UDANG (Penaeus modonon)
Kategori : SKRIPSI
Nama : RATRI KARMILANINGTYAS
Nomor Induk Mahasiswa : 100822041
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2012
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill NIP. 195504051983031002 NIP. 195308171983031002
Diketahui/Disetujui oleh :
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENGARUH SUHU ETERIFIKASI TERHADAP KUALITAS KARBOKSIMETIL KITOSAN (KMK) DARI KULIT UDANG (Penaeus modonon)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2012
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirahim,
Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang dengan segala Rahmat dan RidhaNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Serta salawat dan salam saya panjatkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, semoga kelak mendapat syafaat beliau.
Saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Papa Muhammad Rusli dan Mama Widhy Prihyati atas segala pengorbanan baik materi dan khususnya atas doa yang tulus yang selalu mereka panjatkan untuk kesuksesan saya,i pround of you. juga kepada abangda saya Singgih Rusdhy Susetyo,SE serta adik saya Bagus Imam Rusdhy yang telah mendukung saya, saya ucapkan terima kasih.
Selesainya Skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill selaku pembimbing I dan Prof. Dr. Zul Alfian M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Dr. Rumondang Bulan. MS dan Dr. Darwin Yunus, MS selaku Ketua dan Koordinator Departemen Kimia Ekstensi FMIPA USU.
3. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya dan pengetahuan selama masa studi saya di FMIPA USU.
4. Kepala, staf dan seluruh asisten Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Penelitian FMIPA USU Medan yang telah memberikan segala fasilitas terbaik selama saya melakukan penelitian terutama untuk Bang Man, terima kasih atas masukan, bantuan dan kerjasamanya.
5. Abang Muhammad Ridwan Harahap,S.Si yang masih tetap setia menemani saya,mengajarkan,membimbing, serta memberikan kasih sayangnya kepada saya, terima kasih telah menjadi teman,sahabat, dan pacar yang baik untuk saya.I love you.
6. Teman seperjuangan saya : Indah Lestari Rahman dan teman-teman yang selalu ada memberi dukungan dalam segala aktivitas : Julia Wansiska dan Rianza Rizqi yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada saya.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan saya baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Juli 2012
Ratri Karmilaningtyas
ABSTRAK
EFFECT OF ETHERIFICATION TEMPERATURE ON THE QUALITY OF KARBOKSIMETHIL CHITOSAN PRODUCED FROM SHRIMP SHELL
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii Penghargaan iv Abstrak vi Abstract vii Daftar Isi viii Daftar Tabel x
Daftar Gamar xi Daftar Lampiran xii Bab 1 Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Identifikasi Masalah 2 1.3. Pembatasan Masalah 2 1.4. Tujuan Penelitian 2 1.5. Manfaat Penelitan 2 1.6. Metodologi Penelitian 3 1.7. Lokasi Penelitian 3 Bab 2 Tinjauan Pustaka 4 2.1. Udang (Penaeus Modonon) 4 2.1.1. Pendayagunaan Limbah Udang 5 2.1.2. Susunan Kimia Limbah Udang 6 2.2. Kitin dan Kitosan 7
2.3. Karboksimetil Kitosan (KMK) 11
2.4. Reaksi Alkalisasi dan Eterifikasi 12
Bab 3 Metodologi Penelitian 14
3.3.1. Pembuatan Larutan Asetat 1% 15
3.3.2. Pembuatan Larutan HCl 10% 15
3.3.3. Pembuatan larutan NaOH 5% 15
3.3.4. Pembuatan Larutan Kitosan 1% 15
3.3.5. Pembuatan Karboksimetil Kiotsan 15
3.3.6. Uji 16
3.3.6.1. Analisis Kadar Air 16
3.3.6.2. Analisis Kadar Abu 16
3.4. Bagan Penelitian 17
3.4.1. Pembuatan Larutan Kitosan 1% 17
3.4.2. Pembuatan Karboksimetil Kitosan 18
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 19
4.1. Hasil Penelitian 19
4.1.1. Analisis Kelarutan 19
4.1.2. Analisis Kadar Air 19
4.1.3. Analisis Kadar Abu 21
4.1.4. AnalisisSpektroskopiInframerah (FTIR) 23
4.2. Pembahasan 25
4.3. Mekanisme Reaksi 26
Bab 5 Kesimpulan Dan Saran 27
5.1. Kesimpulan 27
5.2. Saran 27
Daftar Pustaka 28
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Susunan kimia limbah udang 6
Tabel 2.2. Komposisi Kitin dan Protein berdasarkan Berat Kering pada Limbah 7 Tabel 4.1. Nilai Kelarutan Karboksimetil Kitosan dari Suhu Eterifikasi yang 19
Berbeda
Tabel 4.2. Nilai Kadar Air Karboksimetil Kitosan dari Suhu Eterifikasi yang 19 Berbeda
Tabel 4.3. Nilai Kadar Abu Karboksimetil Kitosan dari Suhu Eterifikasi yang 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur kitosan 9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
ABSTRAK
EFFECT OF ETHERIFICATION TEMPERATURE ON THE QUALITY OF KARBOKSIMETHIL CHITOSAN PRODUCED FROM SHRIMP SHELL
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri diantaranya : Bahan
tambahan dan penolong di bidang farmasi, kesehatan dan kosmetik. Kitosan bisa juga
berfungsi sebagai pengawet dan penyerap lemak. Manfaat lain di bidang industri
adalah menyerap logam berat.
Kitin merupakan polimer aktif yang dapat dilakukan modifikasi pelarut dan
suhu sehingga dapat menghasilkan beberapa turunan kitosan. (Muzzarelli, R.A.A.
1977)
David, J. 2001, melaporkan telah melaporkan modifikasi pada kitosan
sehingga menjadi N.asil kitosan yang dapat digunakan sebagai membran pada industri
tekstil.
Pada industri logam telah digunakan turunan kitosan yaitu N-karboksialkil
kitosan sebagai penggumpal ion logam yang terbuang dalam limbahnya, sehingga
dapat dioeroleh kembali. ( Robert,G. 2004)
Turunan kitosan ada yang larut dalam air diantaranya N-karboksimetil kitosan
yang telah dibuat oleh Fujita T, (2008) sebagai pengemulsi pada makanan hingga
dapat bertahan lama.
Karboksilmetil kitosan (KMK) adalah suatu senyawa turunan kitosan yang
banyak potensi untuk diaplikasikan pada pembuatan obat-obatan, kosmetik,
pengawetan makanan, kesehatan, pertanian dan lain sebagainya.
Jamal B,et.al. 2007 telah melakukan penelitian terhadap karboksimetil kitosan
tenpa dipengaruhi suhu sehingga dapat digunakan sebagai pengemulsi yang larut
dalam air.
Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
suhu eterifikasi terhadap kualitas karboksimetil kitosan (KMK) dari kulit udang
(Penaeus modonon).
1.2.Permasalahan
Bagaimanakah pengaruh suhu eterifikasi terhadap kualitas karboksilmetilkitosan yang
dihasilkan dari kulit udang (Penaeus modonon).
1.3.Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi oleh :
1. Sampel yang digunakan adalah kitosan yang berasal dari limbah kulit udang
(Penaeus modonon) yang diperoleh dari pabrik pengolahan udang daerah
pantai Belawan
2. Perbandingan antara kitosan dengan monokloroasetat adalah 1 : 0,9 (b/b)
3. Variasi suhu yang digunakan adalah 60 oC, 75 oC dan 90 oC
4. Proses pemanasan dilakukan selama 4 jam.
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini memberikan suatu informasi
ilmiah bahwa dengan proses eterifikasi terhadap karbosimetilkitosan dapat
menghasilkan kitosan yang mampu larut dalam air.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat percobaan laboratorium yaitu melihat karakterisasi pengaruh
suhu selama proses eterifikasi terhadap kualitas karboksimetilkitosan yang dihasilkan
dari kulit udang (Penaeus modonon). Analisa kuantitatifnya yang dilakukan adalah
penentuan kadar air, kadar abu, kelarutan dan analisis gugus fungsi menggunakan
spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) pada bilangan gelombang 4000
cm-1 sampai 400 cm-1.
1.7. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera
Utara. Analisis spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) dilakukan di
Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Udang (Penaeus modonon)
Udang merupakan jenis biota air,dan struktur tubuh terdiri dari badan beruas
berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka
luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian
besar terdiri dari udang laut dan sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar,
terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada
umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering
menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari
keluarga Penaeidae, yang biasa disebut udang penaeid oleh para ahli (Menristek,
2003).
Udang dapat kita klasifikasikan sebagai berikut:
Kelas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub Kelas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
(Menristek, 2003).
keseluruhan 24-41% dan kulit ekor 17-23% dari seluruh berat badan, tergantung juga
dari jenis udangnya (Suparno dan Nurcahaya, 1984).
2.1.1. Pendayagunaan Limbah Udang
Limbah udang yang mencapai 30-40% dari produksi udang beku belum banyak
dimanfaatkan. Moelyanto (1979) mengatakan bahwa pemanfaatan limbah udang
menjadi produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh yang sangat
baik untuk memperoleh bahan makanan dengan kandungan protein tinggi. Selama ini
jengger udang telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat terasi, keripik udang dan
petis serta pasta udang dan hidrolisat protein yang merupakan produk jenis baru dari
limbah jengger udang. Akan tetapi pemanfaatan limbah ini hanya 3% dari skala
limbah udang (Suparno dan Nurcahaya, 1974).
Menurut Moelyanto (1979), limbah udang selain dimafaatkan sebagai bahan
pangan, dapat juga dipergunakan untuk keperluan industri. Pembuatan kitosan dari
kulit udang dapat dipakai sebagai bahan kimia untuk industri dan kertas. Kepala
udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri udang beku baru
sebagian kecil yang dimafaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang yang dibuat
sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan ternak (Mudjiman,
1982).
Kulit udang mengandung unsur yang bermanfaat yaitu protein kalsium dan
kitin yang mempunyai kegunaan dan prospek yang baik dalam industri. Protein dan
kalsium dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pakan ternak,
sedang kitin dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan, zat pengemulsi, bahan tambahan
2.1.2. Susunan Kimia Limbah Udang
Produk hasil perikanan mengandung dua unsur utama, yaitu air dan protein selain
unsur lain yang terdapat dalam jumlah kecil. Susunan kimia limbah udang dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.1. Susunan kimia limbah udang (%)
Unsur Kepala Udang Jengger Udang
Air 78,51 69,30
Protein 12,28 20,70
Lemak 1,27 8,40
Abu 5,34 1,50
Sumber: Juhairi, 1986.
Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh udang mengandung
protein 34,9%, kalsium 26,7%, khitin 18,1% dan unsur lain seperti zat terlarut, lemak
dan protein tercerna sebesar 19,4% (Casio dkk.,1982).
2.2. Kitin dan Kitosan 2.2.1. Kitin
Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh Henri
Braconnot (Perancis) sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit
serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua
terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk
polimer gabungan. Kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara
memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat
pada tahun 1940-an, terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai
industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti
penghilangan protein menggunakan basa. Ketiga, dekolorisasi atau proses
penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut organik (Rismana, 2006).
Kitin merupakan salah satu biopolimer homopolisakarida yang tersedia sangat
banyak di alam. Kitin terutama terdapat pada invertebrata laut, serangga, kapang dan
beberapa jenis khamir. Kitin biasanya banyak ditemukan dalam keadaan bergabung
dengan protein (Knorr, 1984).
Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah dari kulit luar kepiting,
udang dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini hanya sedikit jumlah
limbah dan cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau sumber bahan
kitin, sehingga pengolahan kerang – kerangan menimbulkan pencemaran lingkungan
(Synowiecky and Al-Khateeb, 2003).
Komposisi kitin dan protein pada limbah Crustaceae dapat dilihat pada
Tabel 2.2 Komposisi (%) kitin dan protein berdasarkan berat kering pada limbah
Crustaceae
Sumber Kitin Protein Kitin
Kepiting : Collnectes sapidus
Chinocetes opilio
21,5 29,2
13,5 26,6 Udang: Pandanus borealis
Crangon crangon
Krill: Euphausia superba 41,0 24,0
Udang biasa 61,6 33,0
Sumber: Synowiecky and Al-Khateeb (2003)
2.2.2. Kitosan
Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah
perikanan, seperti kulit. udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara
65-70 persen. Sumber bahan baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur,
cumi, gurita, serangga, laba - laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin antara 5-45
kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa
natrium bidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase.
Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah
kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali beratnya (Rismana, 2006).
Kitosan adalah senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu
senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya
diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp,
Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur Selain
dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan,
trakea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah
cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang
lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk
memberdayakan limbah udang (Hawab, 2005).
Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer
alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga,
krustasea, dan fungi (Sanford and Hutchings, 1987). Diperkirakan lebih dari
109-1.010 ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia
sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang
rajungan di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20
industri kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan
masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan negara yang memiliki industri
pengolahan kerang menghasilkan sekitar 56.200 ton limbah. Pasar dunia untuk produk
turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer kitosan adalah produk yang termahal,
yaitu senilai $ 60.000/ton.
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar
hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan serangga. Kitosan dan kitin
cara monosakarida – monosakarida berikatan membentuk polisakarida (Rismana,
2006).
2.2.3. Struktur Kitosan
Kitosan adalah jenis polimer rantai yang tidak linier yang mempunyai rumus umum
(C6H11NO4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa, dimana
strukturnya dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.1. Struktur Kitosan
2.2.4. Sifat – Sifat Kimia Kitin dan Kitosan
2.2.4.1. Sifat Kitin
Sifat utama kitin sangat sulit larut dalam air dan beberapa pelarut organik. Rendahnya
reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik, menyebabkan penggunaan kitin relatif kurang
berkembang dibandingkan dengan kitosan dan derivatnya. Reaksi pada kondisi heterogen
menimbulkan beberapa permasalahan termasuk tingkat reaksi yang rendah, kesulitan
dalam substitusi regioselektif, ketidakseragaman struktur produk, dan degradasi parsil
disebabkan kondisi reaksi yang kuat (Kaban, 2009).
Penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya.
Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi
pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik
2.2.4.2. Sifat Kitosan
Menurut Rismana (2006) sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat besar
yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas
antara lain :
• Merupakan polimer poliamin berbentuk linear. • Mempunyai gugus amino aktif.
• Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.
Sifat biologi kitosan antara lain:
• Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah
diuraikan oleh mikroba (biodegradable).
• Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif. • Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.
• Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat
tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk
menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat.
Dalam hal kelarutan kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan
senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut
dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam
klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat (Roberts, 1992).
Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih
dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut dalam asam
asetat dam asam formiat encer. Adanya dua gugus hidroksil pada kitin sedangkan
kitosan dengan 1 gugus amino dan 2 gugus hidroksil merupakan target dalam
modifikasi kimiawi (Hirano, dkk.,1987).
hidroksil yang reaktif. Aplikasi kitosan dalam berbagai bidang tergantung sifat – sifat
kationik, biologi dan kimianya (Sandford dan Hutchings, 1987).
2.2.5. Kelarutan Kitosan
Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan senyawa yang sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 dan tidak larut dalam
H2SO4. Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat
polielektrolitik. Disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan
zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak
digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan. Kitosan tidak
larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam-asam
mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya sejumlah asam, maka dapat larut dalam
air-metanol, air-etanol, air-aseton, dan campuran lainnya. Kitosan larut dalam asam
formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga dapat larut.
Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan, asam-asam anorganik
lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan dan asam sitrat juga dapat
melarutkan kitosan pada sebagian kecil setelah beberapa waktu akan terbentuk
endapan putih yang menyerupai jelly. ( Widodo. A, 2005 )
2.3. Karboksimetil Kitosan (KMK)
Karboksimetil kitosan (KMK) merupakan bahan alam yang berasal dari hewan yaitu
senyawa turunan kitosan. Kitosan merupakan hasil deasetilasi (kehilangan gugus
asetil) kitin. Kitin diisolasi dari kulit Crustacea sp, misalnya udang, ketam dan
kepiting, serangga; jamur serta ragi (Fernandes-Kim, 2004). Karboksimetil kitosan
dapat digunakan sebagai inhibitor korosi dalam media asam dan air (Cheng dkk.,
2007; Erna dkk., 2009). Karboksimetil kitosan merupakan inhibitor yang baik dan
berpotensi karena mengandung gugus fungsi -COOH, -OH dan –NH2 dalam
molekulnya yang kaya akan pasangan elektron bebas dan sumbernya sangat melimpah
belum ada laporan. Oleh karena itu, melalui penelitian penggunaan KMK sebagai
inhibitor diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis produk kitosan secara
umum dan dapat digunakan secara luas.
Gambar 2.2. Struktur karboksimetil kitosan dalam suasana asam dan basa
Secara garis besar pembuatan karboksimetil kitosan meliputi pelarutan
kitosan dengan asam asetat 1% untuk membebaskan kitosan dari bahan-bahan lain
yang tidak larut, selanjutnya larutan kitosan tersebut dipresipitasi menggunakan
larutan NaOH 5% hingga terbentuk gel kitosan yang berwarna putih. Gel kitosan yang
diperoleh kemudian ditambah dengan asam monokloroasetat dengan rasio antara
kitosan : asam monokloroasetat adalah 1 : 0,9(b/b) secara perlahan lahan. Proses
eterifikasi dilakukan pada suhu 60,75, dan 90 C selama 4 jam. Setelah proses
eterifikasi selesai dilakukan pengaturan tingakat keasaman hingga mencapai pH 5
menggunakan larutan NaOH 0,5%, selanjutanya dilakukan proses presipitasi
menggunakan isopropil alkohol dengan rasio filtrat kitosan larut air dengan isopropil
alkohol 1:2. Serat kitosan yang diperoleh kemudian diangin anginkan hingga kering
dan selanjutnya digiling menjadi tepung kitosan larut air (Basmal et al.,2005).
2.4. Reaksi Alkalisasi dan Eterifikasi
Pada pembuatan karboksilmetil kitosan melalui 2 (dua) tahap reaksi, yaitu reaksi
alkalisasi dan kedua reaksi eterifikasi. Pada reaksi pertama, yaitu alkalisasi merupakan
reaksi antara selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali kitosan, sedangkan
tahap kedua yaitu eterifikasi merupakan reaksi antara alkali kitosan dengan senyawa
monokloro asetat menjadi karboksilmetil kitosan (KMK) yang membentuk larutan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan
- NaOH p.a. (E. Merck)
- HCL p.a. (E. Merck)
- Mono kloro asetat p.a. (E. Merck)
- Asam asetat glasial p.a. (E. Merck)
- Isopropil alkohol p.a. (E. Merck)
- Akuades
3.2. Alat
- Beaker Glass Pyrex
- Erlenmeyer Pyrex
- Gelas Ukur Pyrex
- pH meter Walklab
- Spatula
- Corong
- Kertas Saring whatman no 1/41
- Labu takar Pyrex
- Neraca analitik (presisi ± 0,0001 g) Mettler
- pH meter digital Lutron pH-207HA
- Spatula kaca
- Termometer
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Larutan Asetat 1 % (v/v)
Sebanyak 1 mL larutan Asetat glasial dimasukkan kedalam beaker glass.
Ditambahkan dengan 100 mL akuades. Lalu diaduk sampai homogen, sehingga
diperoleh larutan asetat 1%.
3.3.2. Pembuatan larutan HCl 10% (v/v)
Sebanyak 100 mL HCl dimasukkan kedalam labu takar 1000mL. Ditambahkan
aquadest. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan HCl 10%.
3.3.3. Pembuatan larutan NaOH 5% (b/v)
Sebanyak 5 g NaOH pelet dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan 100 mL
akuades. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan NaOH 5%.
3.3.4. Pembuatan larutan kitosan 1% (b/v)
Sebanyak 1 g kitosan kulit udang dilarutkan kedalam 100 mL larutan asetat 1% di
dalam beaker glass, lalu diaduk sampai homogen.sehingga diperoleh larutan kitosan
1%.
3.3.5. Pembuatan Karboksimetilkitosan
secara perlahan-lahan. Kemudian dipanaskan diatas magnetik strirer pada suhu 60 oC
sambil diaduk selama 4 jam. Setelah dipanaskan kemudian diatur tingkat
keasamannya sampai pH 5 dengan menggunakan HCl 10%. Lalu dilakukan kembali
proses presipitasi menggunakan isopropil alkohol dengan rasio kitosan larut air :
isopropil alkohol adalah 1 : 2 untuk membentuk serat – serat kitosan larut air.
Dilakukan hal yang sama untuk suhu 75 oC dan 90 oC.
3.3.6. Uji
3.3.6.1 Analisis Kadar Air (SNI 01-2354.1-2006)
Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 15 menit kemudian
dinginkan dalam dsikator dan ditimbang beratnya.
Kitosan larut air sebanyak kira-kira 2 gram dimasukkan kedalam cawan lalu
ditimbang dan dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 100 oC hingga
105oC. Kemudian sample dikeluarkan dan didinginkan dalam dsikator. Setelah dingin,
ditmbang beratnya sampai konstan.
3.3.6.2. Analisis Kadar Abu (SNI 01-2354.1-2006)
Cawan abu porselin dipijarkan sampai berwarna merah dalam tungku pengabuan
bersuhu 600oC selama 1 jam (kenaikan suhu harus bertahap). Setelah suhu tungku
pengabuan turun menjadi suhu kamar, cawan abu porselin didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan timbang berat cawan abu porselin kosong.
Kedalam cawan abu dimasukkan kira-kira 2 gram karboksimetilkitosan, kemudian
dimasukkan kedalam oven sampai kering, selanjutnya diabukan dalam tungku
pengabuan sampai kira-kira 600 oC dan dibiarkan pada suhu ini selama 1 jam ( cawan
3.3.6.3. Spektroskopi Inframerah (FTIR)
Kitosan larut air yang diperoleh diletakkan pada alat kearah sinar infra merah dengan
panjang gelombang 4000 cm-1 sampai 400 cm-1, hasil akan direkam kedalam kertas
berkala aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas cahaya.
3.4 Bagan penelitian
3.4.1. Pembuatan Larutan Kitosan 1%
Dilarutkan dalam 100 mL asam asetat
1%
Diaduk sampai homogen
1 g Kitosan Kulit Udang
3.4.2. Pembuatan Karboksimetilkitosan
Dipresipitasi dengan larutan NaOH 5%
hingga terbentuk gel kitosan berwarna
putih
ditambah dengan asam
monokloroasetat dengan ratio 1:0,9
(b/b) secara perlahan-lahan
Dilakukan pada suhu 60, 75 dan 90°C
Diatur tingkat keasaman hingga pH 5
menggunakan larutan HCl 10%
Disaring
Dipresipitasi menggunakan isopropil alkohol dengan rasio filtrat
kitosan larut air dengan isopropil alkohol 1:2
Diangin-anginkan hingga kering
Digiling menjadi tepung kitosan larut ai Larutan Kitosan
1%
Hasil
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Penelitian 4.1.1. Analisis Kelarutan
Data hasil pengukuran uji kelarutan karboksimetilkitosan tertera pada tabel 4.1
berikut:
Tabel 4.1 Nilai kelarutan karboksimetilkitosan dari suhu eterifikasi yang berbeda
Suhu eterifikasi keterangan
60o Sukar larut
75o Larut
90o Mudah larut
4.1.2. Analisis Kadar Air
Data hasil pengukuran uji kadar air karboksimetilkitosan tertera pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Nilai kadar air karboksimetilkitosan dari suhu eterifikasi yang berbeda
Suhu eterifikasi Kadar Air
60o 8,525%
75o 8,65%
Untuk suhu 60oC
Berat cawan kosong = 40,8550 gram
Berat sampel = 2 gram
Berat cawan setelah dipanaskan = 42,6845 gram
%
Berat cawan kosong = 42,0850 gram
Berat sampel = 2 gram
Berat cawan setelah dipanaskan = 43,9120 gram
%
Berat cawan kosong = 36,0923 gram
Berat sampel = 2 gram
%
4.1.3. Analisis kadar Abu
Data hasil pengukuran uji kadar abu karboksimetilkitosan tertera pada tabel 4.3
berikut:
Tabel 4.3 Nilai kadar abu karboksimetilkitosan dari suhu eterifikasi yang berbeda
Suhu eterifikasi Kadar Abu
60o 43,34%
W1 = berat cawan+sampel yang telah diabukan
4.1.4. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FTIR)
Adapun grafik analisis spektroskopi infra merah dari karboksimetilkitosan terhadap
variasi suhu eterifikasi adalah sebagai berikut:
4.2.Pembahasan
Dari hasil analisis kelarutan,dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu eterifikasi maka
tingkat kelarutan karboksimetil kitosan semakin tinggi.
Hasil analisis kadar air terhadap karboksimetil kitosan antara 7,585% sampai
8,525%, antara perlakuan suhu eterifikasi 60 dan 75oC tidak terlalu menunjukkan
perbedaan yang nyata. Sedangkan perlakuan suhu eterifikasi 90oC menunjukkan
perbedaab yang nyata yaitu 7,585%. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu,
maka jumlah gugus karboksimetil yang berasal dari asam monokloro asetat yang
bereaksi dengan atom C2 dan C6 semakin banyak, peningkatan gugus karboksimetil
akan menyebabkan karboksimetil kitosan menjadi lebih lembab (higroskopis) pada
saat penyimpanan.
Kadar abu karboksimetil kitosan berada diantara 43,34% sampai 62,63%, dengan
nilai kadar abu terbesar adalah pada suhu eterifikasi 90oC yaitu 62,63%. Peningkatan
kadar abu pada perlakuan suhu eterifikasi 90oC kemungkinan disebabkan adanya
penambahan bobot dari hasil reaksi antara NaOH dengan kitosan pada proses
alkalisasi dan proses penetralan selama proses pembuatan karboksimetil kitosan.
Pengukuran kadar abu ini bertujuan untuk mengetahui bahan organik yang masih
tersisa dalam karboksimetil kitosan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu dalam
karboksimetil kitosan, semakin kecil pula kadar bahan anorganik dalam karboksimetil
kitosan.
Kadar abu karboksimetil kitosan ini tidak hanya dipengaruhi oleh kadar abu awal
kitosan sebelum diolah menjadi karboksimetil kitosan tetpi juga dipengaruhi oleh
banyaknya bahan-bahan anorganik yang bereaksi dengan kitosan selama proses
pembuatannya. Dalam proses pembuatan karboksimetil kitosan digunakan larutan
NaOH 5% untuk mengubah kitosan menjadi aloksida kitosan, sedangkan asam
monokloroasetat digunakan untuk mensubtitusi gugus hidroksil dengan gugus
4.3. Mekanisme Reaksi
CH2OH O O OH CH2OH
O
O + C C O
HO O H O HO O NH2 asid glioksilik
N
H C
COOH
kitosan H
NaNH4
CH2OH O
O
HO O
N
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dalam
pembuatan karboksimetil kitosan dari kulit udang, faktor suhu sangat berpengaruh
teerhadap kualitas karboksimetil kitosan yang dihasilkan. Perlakuan suhu yang terbaik
adalah pada suhu 90oC yang ditinjau dari karboksimetil kitosan yang terlarut serta
kadar air 7,585%.
5.2. Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya agar melakukan uji nilai kekentalan dari
karboksimetil kitosan yang dihasilkan agar dapat diketahui ketahanan cairan untuk
DAFTAR PUSTAKA
Basmal, J., A. Prasetyo dan Y. N. Fawzya, 2007. Pengaruh Konsentrasi Asam
Monokloroasetat dalam Proses Karboksimetilasi Kitosan terhadap
Karboksimetil Kitosan yang Dihasilkan. J. Penel. Perik. Indonesia. 11(B) : 47
– 56
Casio, G. Ignatio, Fischer, Robert, Carrod dan A. Paul. 1982. Biocoversion of Shellfish
Chitin Waste. J. Food Sci. 47 (1);901.
David.J.,2001. A textil digling using N-asilkotosan.
Fujita. T.,2008. Japan Patent.
Ghozali, M., 2010. Penentuan Senyawa Karboksi Metil Selulosa (CMC), Politeknik
Negeri Bandung, Bandung.
Gupta, C. K. and R. Kumar, 2000. An Overview on Chitin and Chitosan Aplications
with an Emphasis on Controlled Drug Release Formulations. India : Polymer
Research Laboratory Departement of Chemitry University of Roorkee.
Marcel Dekker Inc. p. 274 – 98.
Hawab, H.M., 2004. Perlu Berhati-hati Mengkonsumsi Kitosan.
http://www.kompas.com. (16 April 2012).
Hirano, S., 1986. Chitin and Chitosan. In Ullmann’s Encyclopedia of Industrial
Chemistry. Completely revised edition. Weinheim, New York.
Knorr, D., 1984. Recovery and Utilization of Chitin and Chitosan in Food Processing
Waste Management in Food Technology 45, 114-122.
Kumar, M.N.V.R., 2000. Chitin and Chitosan for Versatile Applications.
http://members.tripod.com (16 April 2012).
Menristek. (2003) Budidaya Udang Windu.
2012)
Moelyanto, R. 1979. Udang Sebagai Bahan Makanan. LPTP, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Mudjiman, A., 1982. Budidaya Udang Windu. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Muzzarelli.R.A.A.,1977. Chitin. Pergama Press. USA
Rismana, 2003. Serat Kitosan Pengikat Lemak.
2012).
Sanford, P.T., 2003. World Market of Chitin and Its Derivatives. Di dalam Varum
KM, Domard A and Smidsrod O, editors. Advances in Chitin Science. Vol
VI. Trondheim, Norway.
Soetomo, M., 1990. Teknik Budidaya Udang Windu. Sinar Baru, Bandung.
Suparno dan Nurcahaya, 1984. Pemanfaatan Limbah Udang. Balai Penelitian Limbah
Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Synowiecky, J. And N.A. Al-Khateeb, 2003. Production, Properties and Some New
Aplications of Chitin and Its Derivites. Crit.Rev.Food Sci.Nutr;43(2);
145-171.
Widodo, A. 2005. Potensi Kitosan dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat