HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KEGEMUKAN PADA PEDAGANG SAYUR DI LINGKUNGAN
XIII KELURAHAN KWALA BEKALA MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
NIM.061000018 DESI KRISTINA T
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KEGEMUKAN PADA PEDAGANG SAYUR DI LINGKUNGAN
XIII KELURAHAN KWALA BEKALA MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM.061000018 DESI KRISTINA T
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul
HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KEGEMUKAN PADA PEDAGANG SAYUR DI LINGKUNGAN
XIII KELURAHAN KWALA BEKALA MEDAN TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM. 061000018 DESI KRISTINA T
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 31 Agustus 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Dr.Ir. Evawany.Y. Aritonang
NIP. 196806161993032003 NIP. 196706131993031004
Dr.Ir. Albiner Siagian, Msi
Penguji II Penguji III
Ernawati Nasution, SKM, Mkes
NIP. 197002121995012001 NIP. 195803151988112001
Dra. Jumirah, Apt, Mkes
Medan, 31 Agustus 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Dekan,
ABSTRAK
Secara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi yang berlebihan tersebut disimpan di dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat. Selain itu, berkurangnya aktivitas fisik juga berkontribusi terhadap peningkatan berat badan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dan aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Populasi penelitian adalah pedagang sayur di Lingkungan XIII yang berjumlah 232 orang. Sampel diambil sebanyak 70 orang dengan teknik acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan formulir food recall 24 jam, food frequency, dan formulir aktivitas fisik 24 jam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan pedagang sayur dalam hal susunan makanan termasuk dalam kategori lengkap (60,0%). Frekuensi makan rata-rata pedagang sayur berdasarkan jenis makanan pokok ialah ≤ 3 x sehari (61,9%); berdasarkan jenis lauk-pauk termasuk 3 x seminggu (72,7%); berdasarkan jenis sayuran termasuk 3 x seminggu (79,9%); berdasarkan jenis buah-buahan termasuk 3 x seminggu (55,8%); dan berdasarkan jenis minuman termasuk 3 x seminggu (51,4%). Jumlah konsumsi energi pedagang sayur termasuk dalam kategori sangat tinggi (44,3%) dan jumlah konsumsi proteinnya termasuk dalam kategori cukup/sesuai standar (37,1%). Aktivitas fisik pedagang sayur termasuk dalam kategori sedang (80,0%) dan sebagian besar pedagang sayur mengalami kegemukan (62,9%).
Dari analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara susunan makanan dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,088) > 0,05}; ada hubungan yang signifikan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,036) < 0,05}; tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah protein yang dikonsumsi dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,425) > 0,05}; ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,031) < 0,05}.
Saran yang diajukan adalah perlunya perhatian dari pihak Puskesmas dengan melakukan penyuluhan dan mengsosialisasikan makanan seimbang kepada pedagang sayur.
ABSTRACT
The obesity can be said as the effect of exceeding energy consumed. The exceeded energy is stored in the body as the fat leading in to the adding of body weight from time to time. In addition, the less of physical activity has the contribution to the adding of body weight.
The objective of this research is to know the relationship among eating habit and physical activity and the obesity rate of those vegetables sellers respectively in XIII area of Medan Kwala Bekala District. Type of the research is analytical descriptive. The population of this research is the vegetable sellers in XIII area for 232 person. The samples were taken for 70 persons using simple random technique. Data collection is conducted with the interview by filling the form of food recall for 24 hours, food frequency, and the form physical activity for 24 hours.
The result of research show that the eating habit of the vegetable sellers in the case of arrangement of the food is categorized complete (60,0%). Average eating frequency of the vegetable sellers based on the basic food is ≤ 3 x a day (61,9%). Based on the type of curries including 3 x a week (72,7%); based on the type of vegetable including 3 x a week (79,9%); based on the type of fruits including 3 x a week (55,8%) and based on the type of beverage including 3 x a week (51,4%). The amount of energy consumption is categorized very high (44,3%) and the amount of protein consumption is categorized enough or standard (37,1%). The physical activity of vegetables sellers is categorized medium (80,0 %) and some of them are fat (62,9%).
From the statistics analysis with chi-square, it is obtained that there is no significant relationship between the arrangement of food and the obesity rate for vegetables sellers {p (0,088) > 0,05}; there is a significant relationship between the amount of energy consumed and the obesity rate for the vegetables seller {p (0,036) < 0,05}; there is no significant relationship between the amount of protein consumed and the obesity rate for the vegetables sellers {p (0,425) > 0,05}; there is a significant relationship between physical activity and obesity rate for the vegetables sellers {p (0,031) < 0,05}.
It is suggested for Public Health Center to do the illumination and socialize of food balance for vegetables sellers.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : DESI KRISTINA T
Tempat/ Tanggal Lahir : Pergendangen, 15 Januari 1987
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Saudara Kandung : 2 orang
Alamat Rumah : Jln. Parangras Ujung, No.09, P.Bulan, Medan
Riwayat Pendidikan : 1. TK Katolik Sint Yosep Tigabinanga (1993 - 1994)
2. SD Katolik Sint Yosep Tigabinanga (1994 - 2000)
3. SLTP Swasta Santo Thomas 3 Medan (2000 - 2003)
4. SMU Swasta Santo Thomas 3 Medan (2003 - 2006)
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :
HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN
TINGKAT KEGEMUKAN PADA PEDAGANG SAYUR DI LINGKUNGAN XIII
KELURAHAN KWALA BEKALA MEDAN TAHUN 2010.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa hingga selesainya skripsi tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada ibu Dr.Ir.Evawany Y Aritonang, Msi selaku dosen pembimbing skripsi I
dan bapak Dr.Ir.Albiner Siagian, Msi selaku dosen pembimbing skripsi II sekaligus
dosen pembimbing akademik selama perkuliahan yang telah banyak meluangkan
waktunya serta memberikan pengarahan, bimbingan, serta perhatiannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Drs.Surya Utama, M.S selaku dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Jumirah,Apt,Mkes selaku Kepala Bagian Peminatan Gizi Kesehatan
3. Seluruh dosen/staf dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
4. Bapak Enoh P. Tavip. S.Sos selaku Kepala Kelurahan Kwala Bekala
Kecamatan Medan Johor beserta staf yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian dan pengumpulan data.
Secara khusus, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan dalam
kepada:
- Yang tersayang abang-abangku Rusli Tarigan dan Basta Tarigan untuk
semangat dan cinta yang diberikan kepada saya.
- Yang tersayang seluruh keluarga besar saya, khususnya pak uda beserta istri,
dan pak tengah beserta istri untuk semua perhatian dan bantuan yang
diberikan kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini.
- Teman-temanku yang baik; Hotmauli, Lestari, Evadyna, Yenny, Vera, Desmi,
serta teman-teman kelompok kecil Evergreen (Maya, Faeri, dan Ayu) yang
selalu memberikan semangat dan motivasi bagi saya.
- Sir. Tenang Ukur Barus dan Pak Roy Barus yang telah membantu saya dalam
penyelesaian skripsi ini.
- Teman-teman di Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan masukan selama penyusunan skripsi ini.
Dengan penuh kasih dan hormat atas jasa dan pengorbanannya, saya
persembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua saya yang terkasih : Bapak (S.
Tarigan) dan Ibu (D. Ginting). Terima kasih buat motivasi, kasih sayang, dan doa
Di dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih
banyak terdapat kelemahan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk skripsi ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua
yang memerlukannya.
Medan, Agustus 2010
DAFTAR ISI
3.4.2. Cara Pengumpulan Data ... 28
4.6.1. Hubungan Susunan Makanan Dengan Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur ... 45
4.6.2. Hubungan Jumlah Energi Yang Dikonsumsi Dengan Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur ... 46
4.6.3. Hubungan Jumlah Protein Yang Dikonsumsi Dengan Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur ... 47
4.7. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kegemukan .. 48
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pedagang Sayur ... 49
5.2. Kebiasaan Makan Pedagang Sayur ... 50
5.2.1. Kebiasaan Makan Berdasarkan Susunan Makanan Pedagang Sayur... 50
5.2.2. Kebiasaan Makan Berdasarkan Frekuensi Makan Pedagang Sayur Menurut Jenis Bahan Makanan Pokok ... 51
5.2.3. Kebiasaan Makan Berdasarkan Frekuensi Makan Pedagang Sayur Menurut Jenis Lauk Pauk ... 53
5.2.4. Kebiasaan Makan Berdasarkan Frekuensi Makan Pedagang Sayur Menurut Jenis Sayuran ... 55
5.2.6. Kebiasaan Makan Berdasarkan Frekuensi Makan
Pedagang Sayur Menurut Jenis Minuman ... 59 5.2.7. Kebiasaan Makan Berdasarkan Jumlah Energi
dan Protein Yang Dikonsumsi Pedagang Sayur ... 60 5.3. Aktivitas Fisik Pedagang Sayur ... 63 5.4. Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur ... 65 5.5. Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Tingkat
Kegemukan ... 66 5.5.1. Hubungan Susunan Makanan Dengan Tingkat
Kegemukan Pedagang Sayur ... 66 5.5.2. Hubungan Jumlah Energi dan Protein Yang
Dikonsumsi Dengan Tingkat Kegemukan
Pedagang Sayur ... 67 5.6. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kegemukan
Pedagang Sayur ... 69 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 71 6.2. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA ... xiii
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Formulir Food Recall 24 Jam LAMPIRAN 2. Formulir Food Frequency
LAMPIRAN 3. Formulir Aktivitas Fisik Selama 24 Jam
LAMPIRAN 4. Cara Menghitung Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pedagang Sayur
LAMPIRAN 5. Cara Menghitung Tingkat Aktivitas Fisik
LAMPIRAN 6. Master tabel hasil pengumpulan data pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun 2010
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kebutuhan kalori bagi orang dewasa (≥ 20) berdasarkan
tingkat aktivitas menurut jenis kelamin (cara rinci) ... 12
Tabel 2.2. Kebutuhan kalori bagi orang dewasa (≥ 20) berdasarkan tingkat aktivitas menurut jenis kelamin (cara sederhana) ... 13
Tabel 2.3. Batas Ambang IMT di Indonesia ... 24
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun 2010 ... 35
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun 2010 ... 35
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Suku di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun 2010 ... 36
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 37
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 37
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 38
Tabel 4.8. Distribusi Pedagang Sayur Berdasarkan Susunan Makanan... 38
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Makan Pedagang Sayur Berdasarkan Bahan Makanan Pokok ... 39
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Makan Pedagang Sayur Berdasarkan Jenis Lauk Pauk ... 40
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Makan Pedagang Sayur Berdasarkan Jenis Sayuran ... 41
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Makan Pedagang Sayur Berdasarkan Jenis Buah-Buahan ... 41
Tabel 4.14. Distribusi Pedagang Sayur Berdasarkan Jumlah Energi
Yang Dikonsumsi ... 42
Tabel 4.15. Distribusi Pedagang Sayur Berdasarkan Jumlah Protein
Yang Dikonsumsi ... 43
Tabel 4.16. Distribusi Pedagang Sayur Berdasarkan Aktivitas Fisik ... 44
Tabel 4.17. Distribusi Pedagang Sayur Berdasarkan Tingkat Kegemukan 44
Tabel 4.18. Distribusi Hubungan Susunan Makanan Dengan Tingkat
Kegemukan Pedagang Sayur... 45
Tabel 4.19. Distribusi Hubungan Jumlah Energi Yang Dikonsumsi
Dengan Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur ... 46
Tabel 4.20. Distribusi Hubungan Jumlah Protein Yang Dikonsumsi
Dengan Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur ... 47
Tabel 4.21. Distribusi Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat
ABSTRAK
Secara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi yang berlebihan tersebut disimpan di dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat. Selain itu, berkurangnya aktivitas fisik juga berkontribusi terhadap peningkatan berat badan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dan aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Populasi penelitian adalah pedagang sayur di Lingkungan XIII yang berjumlah 232 orang. Sampel diambil sebanyak 70 orang dengan teknik acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan formulir food recall 24 jam, food frequency, dan formulir aktivitas fisik 24 jam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan pedagang sayur dalam hal susunan makanan termasuk dalam kategori lengkap (60,0%). Frekuensi makan rata-rata pedagang sayur berdasarkan jenis makanan pokok ialah ≤ 3 x sehari (61,9%); berdasarkan jenis lauk-pauk termasuk 3 x seminggu (72,7%); berdasarkan jenis sayuran termasuk 3 x seminggu (79,9%); berdasarkan jenis buah-buahan termasuk 3 x seminggu (55,8%); dan berdasarkan jenis minuman termasuk 3 x seminggu (51,4%). Jumlah konsumsi energi pedagang sayur termasuk dalam kategori sangat tinggi (44,3%) dan jumlah konsumsi proteinnya termasuk dalam kategori cukup/sesuai standar (37,1%). Aktivitas fisik pedagang sayur termasuk dalam kategori sedang (80,0%) dan sebagian besar pedagang sayur mengalami kegemukan (62,9%).
Dari analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara susunan makanan dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,088) > 0,05}; ada hubungan yang signifikan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,036) < 0,05}; tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah protein yang dikonsumsi dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,425) > 0,05}; ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur {p(0,031) < 0,05}.
Saran yang diajukan adalah perlunya perhatian dari pihak Puskesmas dengan melakukan penyuluhan dan mengsosialisasikan makanan seimbang kepada pedagang sayur.
ABSTRACT
The obesity can be said as the effect of exceeding energy consumed. The exceeded energy is stored in the body as the fat leading in to the adding of body weight from time to time. In addition, the less of physical activity has the contribution to the adding of body weight.
The objective of this research is to know the relationship among eating habit and physical activity and the obesity rate of those vegetables sellers respectively in XIII area of Medan Kwala Bekala District. Type of the research is analytical descriptive. The population of this research is the vegetable sellers in XIII area for 232 person. The samples were taken for 70 persons using simple random technique. Data collection is conducted with the interview by filling the form of food recall for 24 hours, food frequency, and the form physical activity for 24 hours.
The result of research show that the eating habit of the vegetable sellers in the case of arrangement of the food is categorized complete (60,0%). Average eating frequency of the vegetable sellers based on the basic food is ≤ 3 x a day (61,9%). Based on the type of curries including 3 x a week (72,7%); based on the type of vegetable including 3 x a week (79,9%); based on the type of fruits including 3 x a week (55,8%) and based on the type of beverage including 3 x a week (51,4%). The amount of energy consumption is categorized very high (44,3%) and the amount of protein consumption is categorized enough or standard (37,1%). The physical activity of vegetables sellers is categorized medium (80,0 %) and some of them are fat (62,9%).
From the statistics analysis with chi-square, it is obtained that there is no significant relationship between the arrangement of food and the obesity rate for vegetables sellers {p (0,088) > 0,05}; there is a significant relationship between the amount of energy consumed and the obesity rate for the vegetables seller {p (0,036) < 0,05}; there is no significant relationship between the amount of protein consumed and the obesity rate for the vegetables sellers {p (0,425) > 0,05}; there is a significant relationship between physical activity and obesity rate for the vegetables sellers {p (0,031) < 0,05}.
It is suggested for Public Health Center to do the illumination and socialize of food balance for vegetables sellers.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara
miskin, negara berkembang, dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan
masalah gizi kurang dan penyakit infeksi sedangkan negara maju dan kaya cenderung
dengan masalah gizi lebih atau kegemukan dan penyakit non infeksi. Negara
berkembang seperti Indonesia, mempunyai masalah gizi ganda yakni perpaduan
masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Di satu sisi, bangsa Indonesia masih
harus menanggulangi masalah gizi kurang, seperti Kekurangan Energi dan Protein
(KEP). Di sisi lain, bangsa Indonesia harus waspada terhadap munculnya masalah
gizi lebih dalam bentuk penyakit kegemukan (Soekirman,2000). Secara umum dapat
dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan,
dimana energi yang berlebihan tersebut disimpan di dalam tubuh sebagai lemak,
sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat (Muchtadi,
2001). Jaringan lemak ini merupakan jaringan yang relatif inaktif, tidak langsung
berperan serta dalam kegiatan kerja tubuh. Orang yang kelebihan berat badan ,
biasanya karena kelebihan lemak yang tidak aktif tersebut (Sediaoetama, 2008).
Selain itu, semakin berkurangnya aktivitas fisik juga berkontribusi terhadap
peningkatan jumlah penderita kegemukan (Anonim, 2007).
Menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, terdapat
15 tahun. Kini jumlah penderita obesitas penduduk dunia mencapai sekitar 100 juta
jiwa. Angka itu diprediksi akan terus meningkat tiap tahun. Di Indonesia, masalah
kesehatan yang diakibatkan oleh gizi lebih ini mulai muncul pada awal tahun
1990-an. Peningkatan pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi tertentu,
terutama di perkotaan, menyebabkan adanya perubahan pola makan dan pola aktivitas
yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah penderita kegemukan dan obesitas
(Almatsier, 2004).
Pola makan di kota-kota besar telah berubah dari pola tradisional yang banyak
mengandung karbohidrat dan serat menjadi pola modern dengan kandungan protein,
lemak, gula, dan garam yang tinggi tetapi miskin serat (Muchtadi, 2001). Perubahan
selera makan ini cenderung menjauhi konsep makanan seimbang sehingga berdampak
negatif terhadap kesehatan dan gizi. Pola makan tinggi lemak jenuh dan gula, rendah
serat akan menyebabkan masalah kegemukan, gizi lebih, serta meningkatkan radikal
bebas yang dapat memicu munculnya penyakit degeneratif (Khomsan, dkk, 2004).
Perubahan pola kebiasaan hidup sebagai dampak perbaikan tingkat hidup dan
kemajuan teknologi juga mendorong terjadinya perubahan pola makan dan kebiasaan
makan. Berbagai penelitian menunjukkan kenaikan penghasilan secara bertahap dapat
mempengaruhi pola makan dan kebiasaan makan. Kemampuan daya beli yang lebih
mendorong untuk dapat mengkonsumsi berbagai jenis makanan yang diinginkan.
Perubahan pola kebiasaan makan ini juga mendorong bertambahnya masukan zat
gizi, terutama energi. Begitu juga dengan kemajuan teknologi telah memacu
perubahan kebiasaan hidup. Alat transport yang mudah dan murah, alat-alat
menekan tombol saja menyebabkan aktivitas fisik menjadi sangat menurun. Berarti
setiap hari terjadi kelebihan energi yang oleh tubuh disimpan sebagai lemak yang
merupakan pangkal terjadinya obesitas, serta penyakit-penyakit lain.
Status gizi lebih dalam bentuk gemuk dan obesitas berisiko lebih besar
terhadap penyakit hipertensi, jantung, diabetes, dan kanker selanjutnya berdampak
pada makin meningkatnya angka kematian akibat penyakit-penyakit tersebut. Oleh
karena itu, upaya pencegahan segera perlu dilancarkan agar masa transmisi pola
hidup dan pola makan di masa depan tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang membebani kehidupan bangsa dan negara (Soekirman, 2000).
Demikian pula halnya dengan pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan
Kwala Bekala kota Medan dengan kelompok sosial ekonomi menengah ke atas yang
menyebabkan adanya perubahan kebiasaan makan dan pola aktivitas yang
mendukung terjadinya peningkatan jumlah penderita kegemukan. Pedagang sayur di
Lingkungan XIII sering mengonsumsi makanan yang tinggi kalori setiap hari baik
pada saat di rumah maupun pada saat di pasar. Di samping itu, sebagian besar
pedagang sayur juga selalu mengonsumsi minuman yang mengandung gula, seperti:
teh manis, susu, kopi, dan sebagainya setiap hari dalam jumlah yang berlebihan.
Selama berjualan pedagang sayur sering mengemil makanan ringan yang tinggi
kalori. Hal ini dilakukan untuk meghilangkan rasa bosan atau jenuh pada saat mereka
menunggu pembeli datang. Selain itu, pedagang sayur tidak jarang menggunakan jasa
transport untuk mengangkut barang jualan mereka ke tempat mereka berjualan.
Begitu juga pada saat di rumah, mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan
semakin tinggi. Kegemukan ini dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif
serta mempengaruhi penampilan fisik seseorang. Oleh karena itu, perhatian terhadap
kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan masalah kegemukan adalah hal yang penting.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan kebiasaan makan dan aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan
pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun
2010.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah : “apakah ada hubungan kebiasaan makan dan
aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII
Kelurahan Kwala Bekala Medan tahun 2010”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dan aktivitas fisik dengan
tingkat kegemukan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala
Bekala Medan tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui susunan makanan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII
Kelurahan Kwala Bekala Medan.
2. Untuk mengetahui frekuensi makan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII
3. Untuk mengetahui kuantitas energi dan protein yang dikonsumsi pedagang sayur
di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan.
4. Untuk mengetahui aktivitas fisik pada pedagang sayur di Lingkungan XIII
Kelurahan Kwala Bekala Medan.
5. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makanan dengan tingkat
kegemukan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala
Medan.
6. Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan
pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi instansi kesehatan dalam upaya menanggulangi masalah
gizi ganda terutama masalah gizi lebih dalam bentuk penyakit kegemukan.
2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat serta menambah wawasan ilmu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan
yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu
dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain (Khomsan dkk, 2004).
Menurut Hadi (2003) ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) yang
melebihi energi yang digunakan (energy expenditure) dapat menyebabkan obesitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, antara lain (Lisdiana, 1998) :
1. Pengaruh Sosial Budaya
Di dalam budaya masyarakat terdapat istilah makanan pantangan, misalnya
anak gadis dilarang makan pisang ambon. Anak kecil dilarang makan ikan karena
akan menyebabkan cacingan. Kedua kepercayaan tersebut akan berpengaruh terhadap
keputusan seseorang dalam memilih makanan.
Dipandang dari sudut nilai gizi, kedua contoh kepercayaan tersebut
berlawanan dengan konsep-konsep nilai gizi. Dari segi kesehatan, pisang ambon dan
ikan termasuk makanan yang bergizi tinggi. Nilai sosial budaya merupakan nilai yang
dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Antara kelompok masyarakat yang satu
dengan kelompok masyarakat lainnya bisa berbeda-beda, bahkan mungkin
bertentangan. Oleh karena itu, nilainya tidak mutlak. Bisa jadi nilai budaya yang
tadinya dipegang erat, akhirnya sedikit demi sedikit luntur oleh kemajuan zaman dan
Pada zaman globalisasi ini, berbagai macam menu makanan dari seluruh
dunia semakin mudah dijumpai, seperti fast food yang makin marak ditawarkan
kepada masyarakat. Sebagian orang, terutama yang muda-muda menjadi ketagihan
fast food yang kebanyakan memiliki susunan yang tidak seimbang, yakni berkalori
tinggi namun miskin serat.
2. Pengaruh Agama
Masalah makanan termasuk salah satu hal yang termuat dalam ajaran agama
Hindu melarang umatnya makan daging sapi. Ajaran agama Islam melarang umatnya
makan daging babi, darah, dan minum khamr (minuman yang memabukkan). Oleh
karena itu, nilai gizi tidak dapat dijadikan pertimbangan seandainya makanan tersebut
dilarang dikonsumsi berdasarkan aturan agama.
3. Pengaruh Psikologis
Sikap seseorang terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman dan
respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan, sejak ia masih
anak-anak. Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Hal ini menyebabkan setiap individu dapat mempunyai sikap suka
dan tidak suka terhadap makanan. Sebagai contoh, seorang anak yang pada waktu
kecilnya sering dipaksa makan telur, mungkin saja ketika besar tidak suka
mengonsumsi telur. Pengalaman emosional pada masa kecilnya membuat dia
2.2. Zat Gizi
Zat gizi dapat didefinisikan sebagai zat/substansi yang diperoleh dari makanan
dan digunakan oleh tubuh untuk memacu pertumbuhan, pertahanan, dan atau
perbaikan (Arisman, 2007). Dalam melaksanakan fungsinya di dalam tubuh, zat-zat
gizi saling berhubungan erat, sehingga terdapat saling ketergantungan. Gangguan atau
hambatan pada metabolisme suatu zat gizi akan memberikan pula gangguan atau
hambatan pada metabolisme zat gizi lainnya. Sebagai contoh, zat-zat gizi yang
merupakan penghasil utama energi, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Dalam
proses metabolisme ternyata diperlukan kerja sama zat-zat gizi vitamin dan mineral
(Sediaoetama, 2008).
Seseorang yang tidak mendapat zat gizi akan mengalami gangguan kesehatan
seperti masalah gizi kurang. Sebaliknya seseorang yang mendapat zat gizi yang lebih
tinggi akan memperoleh kalori yang lebih tinggi juga. Dengan kata lain, konsumsi
yang melebihi kebutuhan akan menyebabkan gizi lebih sehingga dapat menimbulkan
kegemukan.
2.2.1. Energi
Menurut Rosdahl (1983) yang dikutip dari Nurachmah (2001), energi
diartikan sebagai suatu kapasitas untuk melakukan pekerjaan. Jumlah energi yang
dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan, dan bentuk
tubuh.
Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari zat-zat gizi yang merupakan
sumber utama yaitu Karbohidrat, Lemak, dan Protein. Sumber energi berkonsentrasi
kacang-kacangan, dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan seperti padi-padian,
umbi-umbian, dan gula murni merupakan sumber energi (Almatsier, 2004).
Konsumsi energi yang tidak seimbang akan menyebabkan keseimbangan
positif atau negatif. Kelebihan energi dari energi yang dikeluarkan akan diubah
menjadi lemak tubuh sehingga berat badan berlebih atau kegemukan. Sebaliknya, bila
asupan energi kurang dari yang dikeluarkan, terjadi keseimbangan negatif.
Akibatnya, berat badan lebih rendah dari normal atau ideal (Apriadji, 1986 yang
dikutip dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007 ).
Kalori nutrisi digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan ketika
tubuh istirahat atau melakukan aktivitas fisik. Kebutuhan manusia terhadap energi
sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Energi yang dibutuhkan
seseorang ketika beristirahat disebut nilai metabolisme basal atau basal metabolic
rate (BMR). Menurut Potter & Perry (1992) yang dikutip dari Nurachmah (2001),
BMR adalah jumlah energi yang dibutuhkan seseorang pada tingkat terendah untuk
memenuhi fungsi sel. Dengan kata lain, jumlah minimal energi yang diperlukan
ketika tubuh dalam keadaan istirahat untuk menjaga dan memelihara berbagai fungsi
vital tubuh, seperti : kerja jantung, aktivitas, pernafasan, aktivitas hormon, aktivitas
otot, dan sistim saraf (Hui, 1985 yang dikutip dari Nurachmah, 2001).
Banyak rumus telah dipublikasi untuk memprediksi besaran BMR. Rumus
yang paling akurat, yaitu rumus yang hasil perhitungannya paling mendekati nilai
sebenarnya, jelas harus mencantumkan usia, jenis kelamin, tinggi dan berat badan ke
Rumus yang paling cocok untuk memenuhi kriteria tersebut adalah rumus
Harris-Bennedict ( Arisman, 2007 ).
Rumus Harris-Bennedict :
Laki-laki : BMR = 66,42 + (13,75 BB) + (5,0 TB) – (6,78 U) Perempuan : BMR = 655,1 + (9,65 BB) + (1,85 TB) – (4,68 U)
Keterangan :
BMR = Basal Metabolic Rate (kkal) BB = Berat badan (dalam kilogram) TB = Tinggi badan (dalam meter) U = Usia (dalam tahun)
2.2.2. Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan (Sediaoetama, 2008). Tersedianya
protein dalam tubuh, mencukupi atau tidaknya bagi keperluan-keperluan yang harus
dipenuhinya, adalah sangat tergantung dari susunan (komposisi) bahan makanan yang
dikonsumsi seseorang setiap harinya.
Secara garis besarnya fungsi protein dalam tubuh adalah sebagai berikut
(Kartasapoetra & Marsetyo, 2008):
1. Sebagai zat pembangun bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh.
2. Sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh.
3. Sebagai pemberi tenaga dalam keadaan energi kurang tercukupi oleh
karbohidrat dan lemak.
Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang relatif sama dengan
karbohidrat dan lemak yaitu sama-sama terdiri dari unsur- unsur karbon, hidrogen,
(nitrogen) dan ditemukan pula unsur mineral (fosfor, belerang, besi). Protein
merupakan zat pembentuk tubuh yang penting di samping air, lemak, mineral,
karbohidrat, dan berbagai vitamin dan terdapat/ditemukan di sekujur tubuh pada otot,
kulit, rambut, jantung, paru, otak, dan organ tubuh lainnya (Kartasapoetra &
Marsetyo, 2008).
2.3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah sesuatu yang
menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti :
berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain (Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, 2007). Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan
untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan
bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat
pekerjaan yang dilakukan. Seorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi
untuk melakukan suatu pekerjaan daripada seorang yang kurus, karena orang gemuk
membutuhkan usaha lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan
(Almatsier, 2004). Aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas ringan, sedang, dan berat.
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa rendahnya dan menurunnya
aktivitas fisik merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terjadinya obesitas.
Dalam penelitian Hadi (2003) menunjukkan bahwa penurunan aktivitas fisik dan atau
peningkatan perilaku hidup sedentarian (kurang gerak) mempunyai peranan penting
Untuk menghitung kebutuhan kalori seseorang dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu cara rinci dan cara sederhana (Hardinsyah, 1989).
1. Cara Rinci
Informasi yang penting diketahui untuk menghitung angka kecukupan energi
bagi orang dewasa dengan cara rinci adalah umur (tahun), jenis kelamin, berat badan
(kg), EMB (Energi Metabolisme Basal), jenis kegiatan dan alokasi waktunya (jam).
Pengeluaran energi dikelompokkan menurut jenis kegiatan, yaitu: tidur,
pekerjaan (ringan, sedang, berat), santai dan kegiatan lainnya (kegiatan rumah tangga,
sosial, dan olah raga atau kesegaran jasmani).
Tabel 2.1. Kebutuhan kalori bagi orang dewasa (≥20) berdasarkan tingkat aktivitas menurut janis kelamin (cara rinci)
Jenis kegiatan Waktu (jam) Sumber : FAO/WHO/UNU (1985) dengan penyesuaian berdasarkan Widya Karya
2. Cara Sederhana
Menghitung angka kecukupan energi bagi orang dewasa dengan cara ini
dilakukan bila tidak tersedia informasi tentang jenis-jenis kegiatan dan rincian alokasi
waktunya. Tingkat kegiatannya didekati dengan analogi atau asumsi.
Tabel 2.2. Kebutuhan kalori bagi orang dewasa (≥ 20) berdasarkan tingkat aktivitas menurut jenis kelamin (cara sederhana)
Tingkat kegiatan Pria Wanita
Ringan
Sumber : FAO/WHO/UNU (1985) dengan penyesuaian berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 1988).
2.4. Kegemukan
Kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal
(Rimbawan & Albiner, 2004 ). Kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
konsumsi kalori dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu berlebih
dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi (energy expenditure).
Kelebihan energi di dalam tubuh disimpan dalam bentuk jaringan lemak
(Sediaoetama, 2008).
Dalam penelitian Mardiani (2000) tentang hubungan beberapa komponen
gaya hidup dengan kejadian obesitas menyatakan bahwa gaya hidup dihubungkan
dengan kejadian obesitas, dimana gaya hidup dibagi menjadi beberapa variabel yaitu
aktivitas fisik, kegiatan rumah tangga, serta kebiasaan makan sehari-hari dan fast
food. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel aktivitas fisik, kegiatan
rumah tangga, serta kebiasaan makan berhubungan dengan kejadian obesitas. Dimana
makin bertambah. Dalam penelitian Meiningtias (2003) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pola makan karbohidrat dengan kegemukan, pola makan lemak
dengan kegemukan, dan ada hubungan aktivitas fisik dengan kegemukan. Hal ini
disebabkan karena ketidakseimbangan antara konsumsi dan pengeluaran energi, serta
aktivitas fisik yang kurang sehingga terjadi penumpukan lemak dan akhirnya
mengakibatkan kegemukan.
Dalam penelitian Hadi (2003), menyatakan bahwa asupan energi bagi obesitas
lebih tinggi dibandingkan dengan yang non obesitas. Yang menarik ialah bahwa yang
obesitas 2-3 kali lebih sering mengkonsumsi fastfood. Seseorang yang asupan
energinya tinggi (≥ 2200 kkal/hari) dan mempunyai waktu menonton TV ≥ 3 jam/hari
mempunyai risiko menderita obesitas 12,3 kali lebih tinggi dibandingkan seseorang
yang asupan energi < 2200 kkal/hari dan waktu menonton TV < 3 jam/hari. Studi ini
menunjukkan adanya interaksi antara gaya hidup sedentarian (perilaku hidup kurang
gerak) dan diet tinggi kalori.
Berdasarkan penelitian Hudha (2006) tentang hubungan antara pola makan
dan aktivitas fisik terhadap obesitas, menunjukkan bahwa obesitas disebabkan karena
pola makan yang tergolong kategori baik dan aktivitas fisik yang tergolong aktivitas
fisik ringan sehingga energi yang dikeluarkan tidak sesuai dengan asupan pangan.
Jika hal ini terjadi dalam kurun waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya
penumpukan lemak di bawah kulit yang akhirnya terjadi obesitas.
Faktor-faktor diet dan pola aktivitas fisik mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap keseimbangan energi dan dapat dikatakan sebagai faktor-faktor utama yang
dan pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyles) adalah dua karakteristik yang
sangat berkaitan dengan peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia (WHO,
2000 yang dikutip dari Hadi, 2003).
Kegemukan (Obesity) lebih banyak terkait dengan jenis atau apa yang
dimakan daripada jumlah atau berapa banyak yang dimakan. Sebagai contoh,
rata-rata konsumsi energi penduduk Cina lebih tinggi daripada rata-rata-rata-rata konsumsi energi
penduduk Amerika. Namun, yang mengalami obese 25% lebih banyak di Amerika.
Perbedaannya ternyata pada sumber energi. Sumber energi orang Cina lebih banyak
dari Karbohidrat (dua kali lipat) dan lebih sedikit dari Lemak (hanya sepertiga) dari
pola makan orang Amerika (Khomsan, dkk, 2004). Orang yang kegemukan lebih
banyak mengonsumsi makanan yang berlemak tinggi dibandingkan orang yang berat
tubuhnya normal. Hal ini membuktikan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi, bukan
pangan yang kaya karbohidrat, erat kaitannya dengan kegemukan dan obesitas.
Bertambahnya berat tubuh seseorang akibat mengkonsumsi makanan tertentu
sebenarnya tergantung pada banyaknya pangan tersebut menyumbang asupan energi
total dan banyaknya yang terbakar (Rimbawan & Albiner, 2004).
2.5. Tipe Kegemukan
Kegemukan dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu (Purwati, dkk, 2007) :
1. Kegemukan menurut timbunan lemak
Berdasarkan timbunan lemak dalam tubuh, kegemukan dapat dibedakan
a) Tipe android (tipe buah apel)
Tubuh gemuk tipe android ditandai dengan penumpukan lemak yang
berlebihan di bagian tubuh sebelah atas, yaitu di sekitar dada, pundak, leher, dan
muka. Akibatnya, tubuh bagian atas terkesan lebih besar bila dibandingkan dengan
tubuh bagian bawah sehingga menyerupai buah apel. Kegemukan tipe ini lebih
banyak terjadi pada pria dan wanita yang sudah mengalami menopause. Tipe android
potensial berisiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit yang berhubungan dengan
metabolisme lemak dan glukosa seperti penyakit gula (diabetes mellitus), penyakit
jantung koroner, stroke, pendarahan otak, dan tekanan darah tinggi. Selain itu,
kemungkinan untuk terserang kanker payudara enam kali lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang mempunyai berat tubuh normal. Namun, penderita kegemukan
tipe ini lebih mudah menurunkan berat tubuh dibanding tipe ginoid. Proses penurunan
tersebut dapat terlihat nyata bila diikuti dengan diet dan olahraga yang tepat.
b) Tipe ginoid (tipe buah pir)
Gemuk tipe ginoid ditandai dengan penimbunan lemak di bagian tubuh
sebelah bawah, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan bokong. Kegemukan tipe ini
banyak terjadi pada wanita. Dari segi kesehatan tipe ini lebih aman bila dibandingkan
dengan tipe android karena risiko kemungkinan terkena penyakit degeneratif lebih
2. Kegemukan menurut kondisi sel
Berdasarkan kondisi sel, kegemukan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
a) Tipe Hiperlastik
Tipe hiperlastik merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel
lemak lebih banyak dibandingkan dengan kondisi normal. Akan tetapi, ukuran sel
lemak tersebut masih sesuai dengan ukuran sel yang normal. Kegemukan tipe
hiperlastik biasanya terjadi sejak masa anak-anak dan sulit untuk diturunkan ke berat
badan normal. Bila terjadi penurunan berat tubuh, sifatnya hanya sementara dan
kondisi tubuh akan mudah kembali ke keadaan semula.
b) Tipe hipertropik
Kegemukan yang termasuk dalam tipe hipertropik mempunyai jumlah sel
yang normal, tetapi ukuran sel lebih besar dari ukuran normal. Kegemukan ini biasa
terjadi pada dewasa dan relatif lebih mudah menurunkan berat tubuh dibanding tipe
hiperlastik. Namun, kegemukan tipe ini mempunyai risiko lebih mudah terserang
penyakit gula dan atau tekanan darah tinggi.
c) Tipe hiperlastik-hipertropik
Pada kegemukan tipe ini jumlah maupun ukuran sel yang terdapat pada tubuh
seseorang melebihi ukuran normal. Proses kegemukan dimulai sejak masa anak-anak
dan berlangsung terus hingga dewasa. Mereka yang mengalami kegemukan tipe ini
paling sukar menurunkan berat tubuh. Dengan demikian, seseorang dengan tipe
kegemukan seperti ini paling mudah terserang berbagai penyakit degeneratif seperti
3. Kegemukan menurut umur
Kondisi gemuk tidak memandang umur seseorang, mulai dari bayi hingga tua
dapat mengalami kegemukan. Berdasarkan hal tersebut, penggolongan kegemukan
dapat dilakukan berdasarkan umur seseorang.
a) Kegemukan saat bayi
Kegemukan pada masa bayi disebabkan kurangnya pengetahuan orang tua,
terutama tentang kebutuhan konsumsi makanan. Pihak orang tua harus paham benar
akan waktu dan menu yang tepat untuk memberi makan terhadap bayinya. Seorang
bayi yang menangis belum tentu merasa lapar, mungkin merasa sakit pada bagian
tubuh tertentu atau pakaiannya basah. Oleh karena itu, kurang tepat bila setiap bayi
menangis selalu diberi makan. Kegemukan pada masa bayi perlu dihindari karena
jumlah bayi yang menderita kegemukan pada umur enam bulan pertama ternyata
lebih dari sepertiganya menjadi gemuk pada saat dewasa. Bayi gemuk belum tentu
sehat, bahkan dapat berakibat negatif dan membawa berbagai kesulitan seperti
tingginya risiko kejang.
b) Kegemukan saat anak - anak.
Kegemukan pada masa anak-anak disebabkan oleh pola makan yang salah
disertai aktivitas fisik yang rendah. Aktivitas fisik sangat diperlukan dalam proses
pembakaran kelebihan lemak dalam tubuh. Namun, dengan adanya acara televisi
yang memukau, kemudahan-kemudahan transportasi, dan perkembangan teknologi
membuat anak-anak enggan melakukan kegiatan yang banyak mengeluarkan energi.
Selain itu, siaran televisi dan media massa umumnya memberikan informasi dalam
kalori dan lemak tinggi. Iklan-iklan tersebut sangat menarik sehingga banyak
mempengaruhi perilaku maupun pola makan anak-anak.
c) Kegemukan saat dewasa
Kegemukan sering terjadi pada masa dewasa karena lemak tubuh mulai
menumpuk. Umur 30 tahun merupakan umur saat seseorang mulai mantap dalam
kariernya, ditandai dengan tanggung jawab makin besar, ambisi tinggi, dan pekerjaan
menumpuk. Pada kondisi seperti itu, seseorang menjadi sering terlibat dalam
pertemuan-pertemuan seperti makan siang, makan malam bersama, pesta, dan
rapat-rapat yang tidak luput dari soal makanan lezat. Kesibukan-kesibukan tersebut menjadi
penyebab kekurangan waktu untuk berolahraga. Oleh karena itu, bila kurang hati-hati
dalam menjaga tubuh, perlahan-lahan kegemukan mulai mengintai. Bila dibiarkan,
pada umur 45 - 60 tahun dapat terserang beberapa penyakit-penyakit seperti jantung
koroner, diabetes, dan penyakit lainnya, terutama pada orang-orang yang kegemukan.
2.6. Faktor-Faktor Penyebab Kegemukan
Sebagian besar penyebab kegemukan adalah tingginya konsumsi kalori tanpa
dibarengi oleh aktifitas fisik yang memadai (Anonim, 2009). Beberapa faktor utama
penyebab kegemukan adalah genetik, psikologis, makanan, dan perilaku/ gaya hidup
(Rimbawan & Albiner, 2004).
2.6.1. Faktor Konsumsi
Penyebab utama terjadinya kegemukan adalah konsumsi energi yang
berlebihan. Contoh makanan yang mengandung energi tinggi adalah makanan pokok
food juga memiliki komposisi gizi yang tidak seimbang, yakni tinggi lemak, rendah
serat (Lisdiana, 1998).
Konsumsi makanan yang berlebihan terutama yang mengandung karbohidrat
dan lemak akan menyebabkan jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh tidak
seimbang dengan kebutuhan energi. Kelebihan energi ini di dalam tubuh akan
disimpan dalam bentuk jaringan lemak yang lama kelamaan akan mengakibatkan
obesitas. Ditambah kebiasaan yang tidak benar sehingga memacu seseorang dapat
menjadi gemuk. Kebiasaan ini antara lain sering mengkonsumsi makanan kecil yang
tinggi kalori atau sering diberi istilah “ngemil”.
2.6.2. Faktor Genetik
Selain faktor konsumsi, kegemukan dapat disebabkan oleh faktor keturunan.
Faktor genetik (faktor keturunan) adalah faktor bawaan yang berasal dari orang tua.
Faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan. Bila bapak dan ibu tidak
gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 9%. Bila bapak atau ibu gemuk
(salah satu orang tua gemuk), kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 41 – 50%,
sedangkan bila bapak dan ibu gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 66 –
80% (Lisdiana, 1998).
Menurut William Bennet dan Joel Gurin (1982) yang dikutip dari Katahn
(1995), orang yang mempunyai bawaan gemuk, secara alami ia akan menjadi gemuk.
Sedangkan orang yang mempunyai bawaan kurus maka secara alami ia akan menjadi
kurus. Dan keadaan ini tidak akan berubah bila tidak ada upaya-upaya kontinu untuk
mengubah keadaan tersebut. Bennet dan Gurin menyarankan bahwa satu-satunya cara
2.6.3. Faktor Psikologis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.
Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini
merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas,
dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa
tidak nyaman dalam pergaulan sosial.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu
makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma
makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan
kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam
jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan
kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat
banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di
pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada
malam hari (Anonim, 2009).
2.6.4. Faktor Perilaku / Gaya Hidup
Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan
pangan, jasa, dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi
masyarakat, terutama di perkotaan. Melalui rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi
maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi
Beberapa perilaku / gaya hidup yang kurang tepat dapat menimbulkan
kegemukan, seperti (Purwati, dkk, 2007):
1. Makan Berlebihan
Mempunyai nafsu makan yang berlebihan merupakan kebiasaan yang buruk,
baik dilakukan di rumah, restoran, pertemuan-pertemuan, maupun pesta. Apabila
sudah kenyang, jangan sekali-kali menambah porsi makanan meskipun makanan
yang tersedia sangat lezat dan merupakan makanan favorit.
2. Makan terburu-buru
Kebiasaan makan secara terburu-buru (tergesa-gesa) akan menyebabkan efek
kurang menguntungkan bagi pencernaan dan dapat mengakibatkan cepat merasa
lapar kembali. Padahal jika makan dikunyah lebih lama selain kelezatan makanan
dapat dinikmati, juga dapat membuat lama waktu makan. Dengan demikian tanpa
disadari makanan yang masuk ke mulut relatif lebih sedikit, tetapi rasa kenyang dapat
terpenuhi.
3. Menghindari Makan Pagi
Banyak orang yang menggantikan makan pagi dengan makan siang yang
berlebih atau memakan makanan kecil yang tinggi lemak dan kalori dalam jumlah
yang relatif banyak. Dengan kondisi ini, jika dihitung jumlah kalori yang masuk ke
dalam tubuh lebih banyak jika dibandingkan kalau makan pagi.
4. Waktu Makan Tidak Teratur
Jika jarak antara dua waktu makan terlalu panjang, ada kecenderungan untuk
mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Jika keadaan tersebut berlangsung relatif
5. Salah Memilih dan Mengolah Makanan
Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan dimana seseorang salah
memilih makanan. Sementara itu banyak juga orang memilih makanan hanya karena
prestise atau gengsi semata. Makanan cepat saji yang banyak ditawarkan sekarang
banyak mengandung lemak, kalori, dan gula berlebih.
6. Kebiasaan Mengemil Makanan Ringan
Mengemil merupakan kegiatan makan diluar waktu makan. Biasanya
makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil (makanan ringan) yang rasanya
gurih, manis, dan digoreng. Bila tidak dikontrol, hal ini akan mengakibatkan
kegemukan karena jenis makanan tersebut adalah makanan tinggi kalori.
2.6.5. Faktor Lain Yang Berhubungan Dengan Kegemukan
Selain faktor diatas, masih ada faktor lain yang berhubungan dengan
kegemukan, yaitu: a. Ras
b. Berat badan saat anak-anak
c. Hormon
2.7. Cara Penentuan Kegemukan
Kegemukan dan obesitas terjadi apabila total asupan kalori yang terkandung
dalam makanan melebihi jumlah total kalori yang dibakar dalam proses metabolisme.
Kriteria kegemukan dapat ditentukan berdasarkan berat badan ideal (BBI) dan Indeks
Penentuan Berat Badan Ideal (BBI) menggunakan standart Brocca :
BBI (kg) = {TB (cm) – 100} – 10% (TB - 100)
Keterangan :BBI = Berat Badan Ideal TB = Tinggi Badan
Berat badan ideal tersebut tergantung dari besar kerangka dan komposisi
tubuh yang ditentukan otot dan lemak. Seseorang dengan kerangka besar atau
memiliki komposisi otot relatif lebih besar akan mempunyai berat ideal yang lebih
besar. Oleh karena itu, perhitungan Berat Badan Ideal (BBI) diberi kelonggaran
kurang lebih 10 – 20% (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
2007).
IMT ditentukan berdasarkan rumus berikut:
IMT= Berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (meter)
Tabel 2.3. Batas Ambang IMT di Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan
< 17 17,0 – 18,5
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
>25,0 – 27,0 >27,0
2.8. Kerangka Konsep
Keterangan : kerangka konsep diatas menjelaskan apakah ada hubungan kebiasaan
makan yang terdiri dari susunan makanan, frekuensi makan, serta
jumlah energi dan protein dan juga aktivitas fisik dengan kegemukan
pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala.
2.9. Hipotesa Penelitian
1. Ho : Tidak ada hubungan kebiasaan makan dengan tingkat kegemukan pada
pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala.
Ha : Ada hubungan kebiasaan makan dengan tingkat kegemukan pada
pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala.
2. Ho : Tidak ada hubungan aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan pada
pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala.
Ha : Ada hubungan aktivitas fisik dengan tingkat kegemukan pada pedagang
sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Kebiasaan Makan :
- Susunan Makanan - Frekuensi Makan
- Jumlah Energi dan Protein
Aktivitas fisik
Kegemukan pada Pedagang Sayur di Lingkungan XIII
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional
untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dan aktivitas fisik dengan tingkat
kegemukan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala
Medan tahun 2010.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala kota
Medan. Alasan pemilihan lokasi ini di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala
karena mayoritas penduduknya ialah pedagang dan dibandingkan dengan lingkungan
lain sekitarnya, Lingkungan XIII ini lebih dikenal dengan lokasi para pedagang. Di
samping itu, belum pernah ada dilakukan penelitian di Lingkungan XIII ini
khususnya mengenai masalah kegemukan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2010 sampai dengan Juli
tahun 2010.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah seluruh pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala
Bekala dengan jumlah 232 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pedagang sayur di
simple random sampling dengan teknik undian (lottery technique), dimana setiap
pedagang sayur mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel.
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005):
N n =
1 + N (d2)
Keterangan : N : Besar populasi (232 orang)
n : Besar sampel
d : Tingkat penyimpangan yang bisa ditolerir 10% (0,1)
232
n = = 69,8 70 1 + 232 (0,12)
Dari hasil perhitungan diperoleh sampel sebanyak 70 orang. Syarat menjadi sampel
tidak dalam keadaan khusus (seperti : hamil, menyusui, dan melakukan program
diet).
3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer meliputi data tentang karakteristik responden (jenis kelamin, umur,
berat badan, dan tinggi badan), susunan makanan, frekuensi makan, jumlah energi
dan protein, serta aktivitas fisik. Data primer diperoleh dari wawancara langsung
dengan bantuan kuesioner terhadap pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kantor Lurah atau Kepala Lingkungan XIII yaitu
mengenai gambaran umum Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala dan data lain
yang dianggap mendukung.
3.4.2. Cara Pengumpulan Data
a. Karakteristik responden (nama, jenis kelamin, umur) diperoleh dengan
menggunakan formulir.
b. Susunan makanan diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan daftar
susunan makanan berdasarkan waktu dan jenis bahan makanan yang dimakan 24
jam yang lalu (food recall) sebanyak dua kali. Dan dikategorikan menjadi: sangat
lengkap, lengkap, kurang lengkap, dan tidak lengkap.
c. Frekuensi makan diperoleh dari hasil wawancara dengan memakai daftar
frekuensi jenis bahan makanan yang dimakan (food frequency). Frekuensi yang
dimaksud yaitu : ≤ 3 x sehari, > 3 x sehari, 3 x seminggu, dan > 3 x seminggu.
d. Jumlah Energi dan Protein diukur dengan menggunakan teknik recall 24 jam
sebanyak dua kali tanpa berturut-urut, dan hasilnya dibandingkan dengan DKGA.
Tingkat kecukupan energi dan protein tersebut dikategorikan atas : sangat tinggi,
tinggi, cukup/sesuai standar, rendah, dan sangat rendah.
e. Aktivitas Fisik dapat diperoleh dengan menggunakan formulir aktivitas fisik
selama 24 jam. Dikategorikan atas: ringan, sedang, dan berat.
Dikatakan ringan jika 75% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri, 25%
waktu untuk aktivitas pekerjaan tertentu. Dikatakan sedang jika 40% waktu untuk
jika 25% waktu untuk duduk atau berdiri, 75% waktu untuk aktivitas pekerjaan
tertentu (FAO/WHO/UNU, 1985 dikutip dari Rosmayani, 2007).
f. Tingkat kegemukan dapat dilihat dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
responden yaitu diperoleh dari hasil perbandingan berat badan (kg) dan kuadrat
tinggi badan (m) dan disesuaikan dengan batas ambang IMT. Berdasarkan Depkes
(2002) yang dikutip dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
(2007), batas ambang IMT dikategorikan atas :
- Jika nilai IMTnya < 17,0 : Kurus tingkat berat.
- Jika nilai IMTnya 17,0 – 18,5 : Kurus tingkat ringan.
- Jika nilai IMTnya 18,5 – 25,0 : Normal.
- Jika nilai IMTnya > 25,0 – 27,0 : Gemuk tingkat ringan.
- Jika nilai IMTnya > 27,0 : Gemuk tingkat berat.
3.5. Instrumen Penelitian 1. Formulir food recall
2. Formulir food frequency
3. Formulir aktivitas fisik 24 jam
4. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
5. Alat ukur tinggi badan (microtoice)
6. Alat timbang berat badan (weight scale).
3.6. Defenisi Operasional
1. Pedagang sayur adalah setiap wanita/pria dewasa di Lingkungan XIII yang
berjualan sayur.
2. Kebiasaan makan adalah cara responden memilih bahan makanan dan
mengonsumsinya, yang meliputi: susunan makanan, frekuensi makan, jumlah
energi dan protein.
3. Susunan makanan adalah berbagai jenis makanan yang dimakan berdasarkan
waktu makan yang dibagi (Domo, 2004):
- Sangat Lengkap : jika susunan makanan terdiri dari:
Makanan Pokok + Lauk Pauk + Sayuran + Buah + Susu
- Lengkap : jika susunan makanan terdiri dari :
Makanan Pokok + Lauk Pauk + Sayuran + Buah
- Kurang Lengkap : jika susunan makanan terdiri dari :
Makanan Pokok + Lauk Pauk + Sayuran
- Tidak Lengkap : jika susunan makanan terdiri dari :
Makanan Pokok + Lauk Pauk atau Makanan Pokok + Sayuran
4. Frekuensi makan adalah berapa kali setiap jenis bahan makanan yang dikonsumsi.
Misalnya : ≤ 3 x sehari, > 3 x sehari, 3 x seminggu, dan > 3 x seminggu.
5. Jumlah energi dan protein adalah banyaknya nilai energi (kalori) dan nilai protein
(gr) yang terkandung dalam bahan makanan pada makanan yang dikonsumsi
Berdasarkan Depkes (2002) yang dikutip dari Domo (2004), dikategorikan
menjadi :
- Bila Tingkat Kecukupan > 115% : Sangat Tinggi
- Bila Tingkat Kecukupan 106 – 115% : Tinggi
- Bila Tingkat Kecukupan 95 – 105% : Cukup/sesuai dengan Standar
- Bila Tingkat Kecukupan 85 – 94% : Rendah
- Bila Tingkat Kecukupan < 85% : Sangat Rendah
6. Aktivitas Fisik adalah seluruh kegiatan / aktivitas yang dilakukan pedagang sayur
selama 24 jam dan waktu yang dihabiskan untuk setiap aktivitas secara kasar.
Dikategorikan atas; ringan, sedang, dan berat.
Dikatakan ringan jika 75% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri, 25%
waktu untuk aktivitas pekerjaan tertentu. Dikatakan sedang jika 40% waktu untuk
duduk atau berdiri, 60% waktu untuk aktivitas pekerjaan tertentu. Dikatakan berat
jika 25% waktu untuk duduk atau berdiri, 75% waktu untuk aktivitas pekerjaan
tertentu (FAO/WHO/UNU, 1985 dikutip dari Rosmayani, 2007).
7. Tingkat kegemukan adalah kelebihan berat tubuh, ditentukan bila Indeks Massa
Tubuh (IMT) > 25,0. Berdasarkan Depkes (2002) yang dikutip dari Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (2007), dikategorikan atas :
- Jika nilai IMTnya < 17 : Kurus tingkat berat.
- Jika nilai IMTnya 17,0 – 18,5 : Kurus tingkat ringan.
- Jika nilai IMTnya 18,5 – 25,0 : Normal.
- Jika nilai IMTnya > 25,0 – 27,0 : Gemuk tingkat ringan.
3.7. Aspek Pengukuran
1. Susunan makan berbagai jenis bahan makanan yang dimakan berdasarkan waktu
makan yang dibagi atas : Sangat Lengkap, Lengkap, Kurang Lengkap, Tidak
Lengkap.
2. Frekuensi makan dibagi atas ≤ 3x sehari, > 3x sehari, 3x seminggu, > 3x
seminggu.
3. Recall 24 jam sebanyak dua kali tanpa berturut-urut dikonversikan menjadi zat
gizi (energi dan protein) dan dihitung zat gizi yang dikonsumsi, hasilnya
dibandingkan dengan DKGA, dengan rumus :
K
TK = x 100%
KC
Keterangan : TK : Tingkat Kecukupan
K : Konsumsi
KC : Kecukupan yang dianjurkan (AKG individu/
perorangan)
Dan untuk menentukan AKG individu dapat dilakukan dengan melakukan
koreksi terhadap berat badan nyata individu/ perorangan tersebut dengan berat
badan yang ada pada tabel AKG.
Setelah Tingkat Konsumsi diperoleh dalam bentuk persen, selanjutnya hasil
persen tersebut dikategorikan atas : Sangat Tinggi, Tinggi, Cukup/sesuai
Standar, Rendah, Sangat Rendah.
4. Aktivitas fisik diperoleh dengan bertanya kepada sampel mengenai kegiatan yang
5. Kegemukan dapat diperoleh dengan cara mengukur IMT responden,
dikategorikan atas : kurus tingkat berat, kurus tingkat ringan, normal, gemuk
tingkat ringan, gemuk tingkat berat (Depkes, 2002 dikutip dari Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007).
3.8. Analisa Data
Data yang telah dikumpul, diolah dan disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi kemudian dianalisa secara deskriptif. Untuk mengetahui hubungan
kebiasaan makan dengan tingkat kegemukan dan hubungan aktivitas fisik dengan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis
Lingkungan XIII merupakan salah satu lingkungan dari 20 lingkungan yang
berada di Kelurahan Kwala Bekala. Lingkungan XIII merupakan daerah yang
mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai pedagang. Lingkungan XIII
adalah perbatasan antar Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor dengan
Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan.
Adapun batas-batas Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala sebagai
berikut :
- Sebelah Utara : Lingkungan VII
- Sebelah Selatan : Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan
- Sebelah Barat : Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan
- Sebelah Timur : Sungai Babura
Luas lingkungan XIII ialah ± 6,3 Ha.
4.1.2. Demografi
Jumlah penduduk Lingkungan XIII berdasarkan data dari kantor lurah Kwala
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun 2010
No Umur (tahun) n %
1 0 – 9 94 5,2
2 10 -19 216 11,8
3 20 – 29 184 10,1
4 30 – 39 669 36,7
5 40- 49 537 29,4
6 ≥ 50 124 6,8
Jumlah 1824 100,0
Sumber : Kantor Lurah Kwala Bekala Medan Tahun 2010
Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di
Lingkungan XIII adalah pada kelompok umur 30 – 39 tahun, yaitu sebesar 669 orang
atau 36,7% dan yang terkecil adalah pada kelompok umur 0 – 9 tahun, yaitu sebesar
94 orang atau 5,2%.
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun 2010
No Jenis Agama n %
1 Islam 412 22,6
2 Kristen Protestan 1158 63,5
3 Kristen Katolik 254 13,9
Jumlah 1824 100,0
Sumber : Kantor Lurah Kwala Bekala Medan Tahun 2010
Dari tabel 4.2 di atas terlihat bahwa sebagian besar penduduk di Lingkungan
XIII Kelurahan Kwala Bekala adalah beragama Kristen Protestan yaitu sebanyak
1158 orang atau 63,5% dan yang paling sedikit adalah penduduk beragama Kristen
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Suku di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan Tahun 2010
No Suku n %
1 Karo 1392 76,3
2 Jawa 253 13,9
3 Toba 147 8,0
4 Lain-Lain 32 1,8
Jumlah 1824 100,0
Sumber : Kantor Lurah Kwala Bekala Medan Tahun 2010
Dari tabel 4.3 di atas terlihat bahwa sebagian besar penduduk di Lingkungan
XIII Kelurahan Kwala Bekala adalah suku Karo yaitu sebanyak 1392 orang atau
76,3%, dan yang paling sedikit adalah lain-lain seperti suku Mandailing, Pakpak, dan
Nias yaitu sebanyak 32 orang atau 1,8%.
4.2. Karakteristik Responden 4.2.1. Jenis Kelamin Responden
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Responden n %
1 Laki-laki 20 28,6
2 Perempuan 50 71,4
Jumlah 70 100,0
Dari tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden di Lingkungan
XIII Kelurahan Kwala Bekala sebanyak 70 orang yang terdiri dari 20 orang (28,6%)