• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suatu Tinjauan Tentang Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak (Studi Di Kota Batam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Suatu Tinjauan Tentang Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak (Studi Di Kota Batam)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

SUATU TINJAUAN TENTANG SEWA MENYEWA RUMAH

BERJANGKA PENDEK BAGI PEKERJA KONTRAK

(STUDI DI KOTA BATAM)

TESIS

Oleh:

INDAH MULYANTI 087011142/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SUATU TINJAUAN TENTANG SEWA MENYEWA RUMAH

BERJANGKA PENDEK BAGI PEKERJA KONTRAK

(STUDI DI KOTA BATAM)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

INDAH MULYANTI 087011142 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Suatu Tinjauan Tentang Sewa-Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak

(Studi Di Kota Batam) Nama Mahasiswa : Indah Mulyanti

NIM : 087011142

Program Studi : Magister Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Syahril Sofyan, SH, MKn)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Syafnil Gani, SH, M.Hum)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 4 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn ANGGOTA : Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH.

1. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Adanya pendatang yang mencari pekerjaan di Kota Batam akan berdampak positif bagi masyarakatnya. Karena pada umumnya para pekerja di Kota Batam akan membutuhkan tempat tinggal sementara selama mereka bekerja. Di sisi lain ada masyarakat dari golongan yang mampu memanfaatkan hal tersebut dengan membuat bisnis rumah sewa. Mereka menyewakan rumah tersebut kepada para pekerja kontrak di Kota Batam untuk jangka waktu yang relatif pendek. Dengan adanya keadaan yang demikian menyebabkan timbulnya perjanjian sewa rumah di Kota Batam

Oleh karenanya menarik untuk diadakan penelitian mengenai : Suatu Tinjauan Tentang Sewa-Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak (Studi Di Kota Batam) dengan melihat bagaimana pelaksanaan sewa menyewa rumah di Kota Batam, hak dan kewajiban masing-masing pihak serta penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya.

Metode penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dengan mengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengambilan data adalah studi dokumen dengan menggunakan data sekunder dan pedoman wawancara kepada para informan.

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, didapati bentuk-bentuk pelaksanaan sewa menyewa berjangka pendek di Kota Batam telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan hukum masing-masing telah dilindungi dengan adanya kesadaran dari para pihak untuk menuangkan perjanjian sewa menyewa rumah ke dalam akte notariil. Adapun upaya yang ditempuh oleh para pihak dalam hal terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjiannya adalah menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat antara kedua belah pihak dan sampai kini belum ada perselisihan diselesaikan melalui jalur pengadilan.

(6)

ABSTRACT

With the coming of job seekers to the city of Batam will bring a positive impact to the local community. Generally, the workers in the city of Batam need a temporary place to live in during their assignment in this city. In addition, those belong to the have made use of this condition by building houses for rent. They lease these houses to the workers working under a relatively short contract that this condition eventually results in the making of house leasing agreement in the city of Batam.

Based on this condition, this study entitled A review of Short Term House Leasing for the Workers Under Contract (A Study in the City of Batam) is to look at the implementation of house leasing in the city of Batam and to analyze the right and responsibility of each party and the settlement of dispute that may occur in the implementation of the leasing.

This is a descriptive study with normative juridical and empirical juridical approaches. The data for this study were based on primary and secondary data. The primary data were obtained through interviewing the informants while the secondary data were obtained by collecting primary, secondary and tertiary legal materials through the documentation study.

The result of this study showed that the form of short-term house leasing in the city of Batam has met the existing regulation of legislation. The legal positions of both landlord and tenant have been protected based on the awareness of both parties to materialize the house leasing agreement in a notarial act. In case of dispute in the agreement implementation, both parties settled the dispute deliberately and up to now there is no dispute that is settled in the law court.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW berikut keluarga, para sahabat dan seluruh umat pengikutnya, atas terselesaikannya penulisan Tesis dengan judul “Suatu Tinjauan Tentang Sewa-Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak (Studi Di Kota Batam)”

Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan kemampuan, baik dari segi penyajian teknik penulisan maupun materi.

Penulisan tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah ikut serta baik langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

(8)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Anggota Komisi penguji dalam penelitian ini.

4. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan Tesis ini

5. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan Tesis ini

6. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan Tesis ini.

7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku anggota Komisi Penguji dalam penelitian ini.

(9)

9. Seluruh Staff Pegawai Adiministrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus, penulis menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtuaku Ibunda Hj. Neneng Sulastri dan Almarhum Ayahanda Sutan Farial, serta kedua mertuaku Ibunda Hj. Enny Hasan dan Almarhum Ayahanda Drs. H. Hasan Basri, yang telah memberikan doa restunya dan kepada suami tercinta Erry Chandra, SH., untuk kesabaran serta ketulusannya mendampingi penulis dalam menyelesaikan tesis ini, serta untuk ananda tersayang Chyntia Notarianna De Erry dan Gianvilla Erry Chandra yang selama ini menjadi pemicu semangat penulis sehingga dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Study Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak sengaja. Penulis mendoakan agar semua pihak yang telah membantu selama ini dilipatgandakan pahalanya. Dengan iringan doa semoga Allah SWT berkenan menerima amal ini menjadi sebuah nilai ibadah disisi-Nya dan dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Amiin Yaa Robbal’alamin

Wasalamu’alaikum Wr. Wb. Medan, Desember 2010 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi :

1. N a m a : Indah Mulyanti 2. Tempat/Tanggal lahir : Medan, 6 Juni 1966.

3. Agama : Islam

4. Alamat : Perumahan Kurnia Djaya Alam Cendrawasih 6

No. 3 Batam Centre - Kota Batam.

II. Identitas Keluarga :

1. Nama Suami : Erry Chandra, SH.

Tempat/Tanggal Lahir : Padang, 25 Agustus 1959 2. Nama Anak : Chyntia Notarianna De Erry

Gianvilla Erry Chandra

3. Nama Orang Tua : Hj. Neneng Sulastri

Almarhum Sutan Farial

4. Nama Mertua : Hj. Enny Hasan

Almarhum Drs. H. Hasan Basri

III. Keterangan Pendidikan :

1. Sekolah Dasar : SD Mardisiwi I Padang. 2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 4 Padang. 3. Sekolah Menengah Atas : SMU Negeri 6 Padang.

4. S-1 Fakultas Hukum : Universitas Batam (Uniba) - Batam. 5. S-2 Magister Kenotariatan : Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11

1. Kerangka Teori... 11

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitan... 23

1. Spesifikasi Penelitian ... 23

2. Metode Pendekatan ... 24

3. Sumber Data ... 25

4. Alat Pengumpulan Data... 26

(12)

BAB II PELAKSANAAN KONTRAK SEWA MENYEWA RUMAH BERJANGKA PENDEK BAGI PEKERJA KONTRAK

DI KOTA BATAM... 29

A. Gambaran Umum Kota Batam ... 29

B. Perihal Perjanjian Secara Umum ... 31

1. Pengertian Perjanjian ... 31

2. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian ... 33

3. Syarat Sahnya Perjanjian ... 35

4. Hapusnya Perjanjian ... 38

C. Perjanjian Sewa Menyewa... 40

D. Pengaturan Perjanjian Sewa Menyewa Dalam KUHPerdata ... 47

E. Pengaturan Sewa Menyewa Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994... 57

F. Pelaksanaan Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak di Kota Batam... 61

1. Gambaran Umum Pekerja Kontrak di Kota Batam. ... 61

2. Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek di Kota Batam... 63

BAB III KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM SEWA MENYEWA RUMAH BERJANGKA PENDEK BAGI PEKERJA KONTRAK DI KOTA BATAM... 67

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa 67 1. Hak Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah. ... 68

2. Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah. ... 71

(13)

C. Keseimbangan Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa menyewa. ... 81

D. Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak Di Kota Batam... 85

E. Peran Notaris Dalam Memberikan Kedudukan Hukum Yang Seimbang Kepada Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa .. 87

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA APABILA SALAH SATU PIHAK WANPRESTASI 90 A. Tinjauan Umum Mengenai Wanprestasi. ... 90

1. Pengertian Wanprestasi... 90

2. Macam-Macam Wanprestasi. ... 92

3. Akibat Hukum Wanprestasi. ... 93

B. Ganti Rugi Dalam Sewa Menyewa Akibat Wanprestasi. ... 96

C. Penyelesaian Sengketa Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak di Kota Batam. ... 100

1. Pengertian Sengketa... 100

2. Tata Cara Penyelesaian Sengketa Sewa Menyewa.. ... 101

3. Penyelesaian Sengketa Sewa Menyewa di Kota Batam.. ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

(14)

ABSTRAK

Adanya pendatang yang mencari pekerjaan di Kota Batam akan berdampak positif bagi masyarakatnya. Karena pada umumnya para pekerja di Kota Batam akan membutuhkan tempat tinggal sementara selama mereka bekerja. Di sisi lain ada masyarakat dari golongan yang mampu memanfaatkan hal tersebut dengan membuat bisnis rumah sewa. Mereka menyewakan rumah tersebut kepada para pekerja kontrak di Kota Batam untuk jangka waktu yang relatif pendek. Dengan adanya keadaan yang demikian menyebabkan timbulnya perjanjian sewa rumah di Kota Batam

Oleh karenanya menarik untuk diadakan penelitian mengenai : Suatu Tinjauan Tentang Sewa-Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak (Studi Di Kota Batam) dengan melihat bagaimana pelaksanaan sewa menyewa rumah di Kota Batam, hak dan kewajiban masing-masing pihak serta penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya.

Metode penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dengan mengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengambilan data adalah studi dokumen dengan menggunakan data sekunder dan pedoman wawancara kepada para informan.

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, didapati bentuk-bentuk pelaksanaan sewa menyewa berjangka pendek di Kota Batam telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan hukum masing-masing telah dilindungi dengan adanya kesadaran dari para pihak untuk menuangkan perjanjian sewa menyewa rumah ke dalam akte notariil. Adapun upaya yang ditempuh oleh para pihak dalam hal terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjiannya adalah menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat antara kedua belah pihak dan sampai kini belum ada perselisihan diselesaikan melalui jalur pengadilan.

(15)

ABSTRACT

With the coming of job seekers to the city of Batam will bring a positive impact to the local community. Generally, the workers in the city of Batam need a temporary place to live in during their assignment in this city. In addition, those belong to the have made use of this condition by building houses for rent. They lease these houses to the workers working under a relatively short contract that this condition eventually results in the making of house leasing agreement in the city of Batam.

Based on this condition, this study entitled A review of Short Term House Leasing for the Workers Under Contract (A Study in the City of Batam) is to look at the implementation of house leasing in the city of Batam and to analyze the right and responsibility of each party and the settlement of dispute that may occur in the implementation of the leasing.

This is a descriptive study with normative juridical and empirical juridical approaches. The data for this study were based on primary and secondary data. The primary data were obtained through interviewing the informants while the secondary data were obtained by collecting primary, secondary and tertiary legal materials through the documentation study.

The result of this study showed that the form of short-term house leasing in the city of Batam has met the existing regulation of legislation. The legal positions of both landlord and tenant have been protected based on the awareness of both parties to materialize the house leasing agreement in a notarial act. In case of dispute in the agreement implementation, both parties settled the dispute deliberately and up to now there is no dispute that is settled in the law court.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia untuk kelangsungan hidupnya memerlukan bermacam kebutuhan pokok, diantaranya yaitu kebutuhan sandang, pangan dan papan. Untuk kebutuhan sandang manusia memerlukan pakaian sebagai sarana untuk menutupi auratnya di samping mempunyai fungsi keindahan, untuk kebutuhan pangan diperlukan adanya makanan sebagai sumber energi tubuh, dan untuk kebutuhan papan perlu adanya perumahan sebagai tempat tinggal untuk menetap, berteduh dan berlindung dari guyuran hujan dan sengatan matahari serta tiupan angin, di samping berfungsi untuk mempertahankan status seseorang.

Rumah sebagai tempat tinggal merupakan kebutuhan mendasar yang harus terpenuhi. Tanpa adanya rumah sebagai tempat tinggal, maka manusia tidak akan dapat hidup secara layak. Rumah sebagai pusat kegiatan manusia sehari-hari. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (selanjutnya disebut UUPP), bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, dan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang

dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Kehidupan dan pekerjaan adalah dua sisi dari satu mata uang, yang tak dapat dipisahkan dari diri manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu setiap manusia berupaya untuk mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari.

(17)

kerja Indonesia maupun dari negara tetangga lainnya di kawasan Asia Tenggara pada khususnya dan Asia pada umumnya.1

Sejarah pembangunan Kota Batam bermula dengan kegiatan dari Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PT. Pertamina) pada tahun 1969 untuk menjadikan Kota Batam sebagai pangkalan logisitik dan operasional yang berhubungan dengan eksploitasi dan eksplorasi minyak lepas pantai.

Status hukum Otorita Batam diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 mengenai Pembentukan Badan Otorita Batam untuk mengelola Kota Batam sebagai Kota industri. Sedangkan Pemerintah Kota Batam mendapatkan status hukum yang jelas berdasarkan Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam dan Kedudukan Badan Otorita Batam dalam Pembangunan Batam.

Laju pertumbuhan ekonomi Batam setiap tahunnya selalu mengungguli rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Apabila tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Batam lebih dari 7 persen, tahun ini diperkirakan meningkat menjadi 8 sampai 9 persen. Laju pertumbuhan ekonomi yang demikian pesat itu didorong oleh sektor industri.2

Keberadaan industri di Kota Batam diletakan pada suatu kawasan industri yang dibagi kepada tingkat industri itu sendiri. Adapun macam industri di Batam khususnya Industri ringan yang meliputi industri manufacturing, industri elektronika,

1

Libertus Jelani, Hak-hak Karyawan Kontrak, Jakarta, Forum Sahabat, 2008, hal. 8.

2

(18)

industri garment, industri plastik dan lainnya. Dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai, maka jalur mobilitas menjadi semakin mudah dan cepat. Selain penyusunan menjadi rapi, keberadaan perusahan pada satu kawasan menjadi kemudahan kepada perusahaan untuk proses berikutnya.

Kondisi aktual yang terjadi di Kota Batam saat ini adalah sumber daya manusia tenaga kerja lokal yang ada dirasakan belum mampu mendukung pengembangan Kota Batam sebagai daerah industri. Permasalahan tenaga kerja di Batam semakin lama semakin kompleks, yang bukan sebatas permasalahan keterbatasan tenaga kerja secara kualitas, tapi juga secara kuantitas. Secara umum, kualitas tenaga kerja Batam dianggap masih belum memenuhi standar, ini terlihat dari masih banyaknya tenaga kerja asing (ekspatriat) yang menempati posisi-posisi yang strategis di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di berbagai kawasan industri yang ada.3

Untuk memenuhi kebutuhan terhadap tenaga kerja yang berkualitas, maka banyak perusahaan-perusahaan di Kota Batam merekrut tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang-bidang tertentu dari luar Kota Batam dan biasanya tenaga kerja tersebut dikontrak untuk jangka waktu yang pendek atau sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan yang mengontrak mereka.

Penggunaan tenaga kerja ahli baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang yang di kontrak oleh perusahaan-perusahaan di Kota Batam, selain dibutuhkan

3

(19)

tenaganya oleh perusahaan juga bermanfaat bagi tenaga kerja di Kota Batam sendiri. Hal ini akan sangat mendukung terhadap perkembangan Batam sebagai daerah industri karena dengan hadirnya tenaga kerja asing diharapkan tenaga kerja lokal akan menerima dan mengembangkan transfer teknologi yang baru.4

Menurut Pasal 45 Huruf a Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pemberi tenaga kerja asing wajib menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping untuk alih teknologi dan alih keahlian. Sementara Pasal 45 Huruf b menyebutkan, pemberi tenaga kerja asing wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki tenaga kerja asing tersebut.

Kehadiran tenaga kerja kontrak di Kota Batam, akan menjadi pendapatan baru baik bagi kas pemerintah Kota Batam maupun bagi masyarakat sekitar. Banyak tenaga kontrak yang memerlukan tempat tinggal selama mereka bekerja di Kota Batam. Pada umumnya tenaga kerja kontrak menyewa rumah yang berada di dalam perumahan atau komplek, hal ini dikarenakan para pekerja kontrak adalah termasuk pekerja dengan penghasilan yang diatas rata-rata.

Pada umumnya perjanjian sewa-menyewa rumah yang dilakukan oleh pekerja kontrak dengan pemilik rumah dilaksanakan dalam jangka waktu sesuai dengan jangka waktu kontrak kerja yang telah ditandatangani oleh pekerja kontrak

tersebut dengan perusahaan yang mengontraknya tersebut. Dalam perjanjian sewa-menyewa rumah tersebut dilakukan berdasarkan jangka waktu sewa sewa-menyewa

4

(20)

yang paling banyak adalah jangka 1 (satu) tahun. Selain sewa bulanan, pekerja kontrak juga ada menyewa rumah untuk tempat tinggal secara tahunan.5

Sebagaimana perjanjian sewa menyewa pada umumnya yang diatur dalam Buku III Bab VII KUHPerdata, peraturan hukum atas klausula-klausula lainnya yang mengatur tentang sewa menyewa dapat dijumpai dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik

(selanjutnya disebut PP No.44 Tahun 1994) yang merupakan aturan pelaksana dari Pasal 12 dan 13 UUPP, aturan pokok bagi perjanjian sewa menyewa rumah. Namun demikian apabila dikehendaki, para pihak dapat mengatur sendiri tentang bentuk perjanjian sewa menyewa yang akan dibuatnya.

Perjanjian sewa menyewa dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan lisan. Akan tetapi, yang paling dominan dalam menentukan substansi kontrak adalah dari pihak yang menyewakan, sehingga pihak penyewa berada pada pihak yang lemah. Dengan demikian, semua persyaratan yang diajukan oleh pihak yang menyewakan tinggal disetujui atau tidak oleh pihak penyewa.6

Hubungan hukum yang ada di antara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan telah timbul sejak adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang disebut dengan Perjanjian Sewa Menyewa. Kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak penyewa, sedangkan kewajiban-kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga sewa. Barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian

5

Wawancara dengan Rahmayani, Pemilik Rumah Sewa di Kota Batam, pada tanggal 11 Agustus 2010.

6

(21)

maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.

Bezit adalah penguasaan atas suatu benda, suatu penguasaan yang oleh

masyarakat diakui sebagai sesuatu yang memberi hak kepadanya untuk dengan mengesampingkan orang lain memindah tangankan dan memakai benda itu. Teori ini tidak berpegang pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 529 KUHPerdata tetapi pada ketentuan undang-undang positif yang termuat dalam Pasal 556 dan Pasal 1959 ayat 2 KUHPerdata7. Dengan demikian pengertian bezit adalah bukan siapa yang memiliki hak atas benda tersebut, tetapi siapa yang secara nyata menguasainya. Pasal 530 KUHPerdata mengatakan bahwa bezit dapat dibagi menjadi, bezit dengan iktikad baik dan bezit dengan iktikad buruk.

Bezit dengan iktikad baik berarti bezitter menguasai suatu benda berdasarkan

suatu cara memperoleh hak eigendom yang cacatnya tidak diketahui (Pasal 531 KUHPerdata). Bezit dengan iktikad buruk berlaku jika bezitter mengetahui bahwa benda yang ia kuasai tidak dimiliki (Pasal 532 ayat 1 KUHPerdata). Seorang pencuri mempunyai hak bezit atas benda yang dicurinya. Ia mempunyai hak bezit atas benda tersebut dan karenanya ia lebih berhak atas benda yang dicuri daripada orang lain yang tidak menguasainya, tetapi ia kalah dari pemilik benda tersebut.8 Karena kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang untuk dinikmati dan bukan menyerahkan hak milik atas barang itu, maka ia tidak perlu

7

Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku II, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, hal. 11.

8

(22)

memiliki barang tersebut. Dengan demikian maka seorang yang mempunyai hak nikmat hasil dapat secara sah menyewakan barang yang dikuasainya dengan hak tersebut.

Perjanjian sewa menyewa pekerja kontrak di Kota Batam pada umumnya dibuat dalam bentuk notariil. Dibutuhkannya jasa Notaris dalam pembuatan akte perjanjian sewa menyewa dikarenakan Notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta notariil sehingga dengan demikian akan memberi kepastian hukum kepada para pihak, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, yang menyebutkan:

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutip an akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Akta sewa menyewa yang dibuat dihadapan Notaris adalah kehendak para pihak yang dituangkan dalam akta. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan: “Perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus diiaksanakan dengan itikad baik.”

(23)

orang lain meskipun perjanjian sewa menyewa atas obyek tersebut jangka waktunya belum berakhir dan ada juga penyewa mengalihkan objek yang disewanya kepada pihak lain tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemilik rumah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan kontrak sewa menyewa rumah berjangka pendek bagi pekerja kontrak di Kota Batam?

2. Bagaimanakah kedudukan hukum para pihak dalam sewa menyewa rumah berjangka pendek bagi pekerja kontrak di Kota Batam?

3. Bagaimanakah penyelesaian hukum dalam perjanjian sewa menyewa apabila salah satu pihak wanprestasi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

(24)

2. Untuk mengetahui kedudukan hukum para pihak dalam sewa menyewa rumah berjangka pendek bagi pekerja kontrak di Kota Batam.

3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum dalam perjanjian sewa menyewa apabila salah satu pihak wanprestasi?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan untuk penambahan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang hukum, yang dapat digunakan oleh pihak yang membutuhkan sebagai bahan kajian ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu hukum perdata bidang perjanjian pada khususnya yaitu mengenai perjanjian sewa menyewa rumah yang berkaitan dengan perjanjian kerja dalam jangka pendek bagi pekerja kontrak di Kota Batam.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat, aparat pemerintah yang terkait dengan praktek pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa rumah dan juga praktek pelaksanaan perjanjian kerja berjangka pendek antara perusahaan dan pekerja kontrak di Kota Batam.

E. Keaslian Penelitian

(25)

peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah sewa menyewa rumah, namun secara judul dan substansi pokok permasalahan yang dibahas sangat jauh berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa rumah yang pernah dilakukan adalah: 1. Mahmud Khaiyath, NIM: 037011048, mahasiswa Magister Kenotariatan

Program Pascasarjana USU, Tahun 2005, dengan judul “Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Secara Sepihak Menurut Hukum Perjanjian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1 A Medan).”

2. Linda, NIM: 057011046, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun 2007, dengan judul “Kajian Yuridis Terhadap Sengketa Sewa Menyewa Rumah Secara Lisan di Kota Binjai (Studi Kasus Atas Putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 14/Pdt.G/2001/PNBJ/tanggal 17 April 2002).”

Jika diperhadapan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

(26)

dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.”9 Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. “Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.”10

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.11

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”12

Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.13

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal. 80.

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal. 6.

13

(27)

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keseimbangan dan keadilan hukum keseimbangan dan keadilan hukum sebagai landasan yuridis pelaksanaan perjanjian sewa menyewa rumah berjangka pendek yang berhubungan dengan pekerja kontrak di Kota Batam. Perjanjian sewa menyewa rumah berjangka pendek antara pekerja kontrak dengan pemilik rumah sewa dilaksanakan secara tertulis dengan memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak selama perjanjian sewa menyewa tersebut berlangsung.

Pada umumnya perjanjian tertulis sewa-menyewa tersebut dibuat dalam bentuk notariil antara pemilik rumah sewa dan pekerja kontak selaku penyewa, dimana jangka waktu sewa rumah tersebut disesuaikan dengan jangka waktu pekerja kontrak tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya di perusahaan tempatnya bekerja. Dalam hal perjanjian sewa-menyewa menggunakan akta Notaris, maka pembayaran uang sewa dilakukan oleh penyewa kepada yang menyewakan pada saat dilaksanakan penandatanganan akta sewa-menyewa dihadapan Notaris. Akta sewa-menyewa tersebut sekaligus juga merupakan bukti pembayaran yang sah dari penyewa kepada yang menyewakan.

(28)

menggunakan rumah yang disewanya tersebut untuk melakukan perbuatan yang melawan hukum. Klausul ini untuk melindungi pihak yang menyewakan dari perbuatan penyewa yang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.14

Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara pemilik rumah dengan pekerja kontrak tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara pemilik rumah dengan pekerja kontrak adalah suatu perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini mempunyai hak dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian sewa menyewa tidak bisa lepas dari ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Buku III Bab VII yang terdiri dari Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Tukar Menukar, Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian untuk Melakukan Pekerjaan, Perjanjian Persekutuan, Perjanjian Perkumpulan. Perjanjian Penitipan Barang, Perjanjian Pinjam Pakai dan Perjanjian Pinjam Meminjam.

Menurut Herlien, janji antara para pihak hanya akan dianggap mengikat sepanjang dilandasi pada asas adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan

14

(29)

antara kepentingan kedua belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya.15

Asas keseimbangan, dikaitkan dengan asas dalam perjanjian, dikatakan lahir sebagai suatu penolakan terhadap asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak pada kenyataannya dikatakan telah membawa ketidakadilan, karena didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar

(bargaining position) yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak

selalu dalam posisi memiliki posisi tawar yang seimbang.16

Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, menentukan bentuk kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan. Jika asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak.

Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika bargaining power tidak seimbang maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi unconscionable.17

Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum. Berdasarkan teori sistem ini, dapat dirumuskan bahwa sistem hukum perjanjian sewa-menyewa adalah kumpulan asas-asas hukum yang merupakan landasan tempat berpijak di atas nama tertib hukum

15

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2006, hal.305.

16

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebasan Berkontrak, Jakarta, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal. 1-2.

17

(30)

perjanjian sewa menyewa dibangun. Dengan adanya ikatan asas-asas hukum tersebut berarti hukum perjanjian sewa menyewa merupakan suatu sistem hukum.18

Pengaturan hukum perjanjian sewa-menyewa diatur dalam KUHPerdata diantaranya adalah:

Pasal 1548 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya”.

Pasal 1570 KUHPerdata menyatakan bahwa “jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang telah ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu.”

Pasal 1571 KUHPerdata menyatakan bahwa “jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.”

Pasal 1578 KUHPerdata menyatakan bahwa:

Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam perjanjian sewa, untuk jika barangnya dijual, memaksa si penyewa, mengosongkan barang yang disewa. Diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai pemberhentian-pemberhentian sewa.

18

(31)

Pasal 1579 KUHPerdata menyatakan bahwa, “Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya”.

Berdasarkan dari ketentuan kedua Pasal tersebut di atas yakni Pasal 1578 dan Pasal 1579 KUHPerdata tersebut, jelas bahwa dalam perjanjian sewa menyewa yang telah diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dibenarkan untuk memaksa si penyewa untuk mengosongkan barang yang disewa dengan alasan barang tersebut akan dijual atau akan dipergunakan sendiri oleh pemilik barang yang disewa tersebut.

Dalam hal barang yang disewa oleh si penyewa tersebut, akan dijual, maka pemilik barang yang disewa harus terlebih dahulu memberikan pemberitahuan kepada si penyewa. Jauh hari sebelum waktu penjualan barang tersebut tiba. Dalam praktek pelaksanaan perjanjian sewa menyewa, pada umumnya, klausul bila barang yang disewa tersebut akan dijual oleh pemilik barang yang disewa tersebut dicantumkan secara tegas dalam perjanjian tertulis tersebut dengan mencantumkan pula syarat-syarat yang harus disepakati kedua belah pihak yaitu pemilik sewa dan penyewa, untuk dapat terlaksananya penjualan barang yang disewa tersebut.19

Perjanjian sewa-menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan

19

(32)

merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat.20

Jikalau ditinjau perjanjian sewa menyewa ini adalah merupakan suatu jenis perjanjian yang bebas bentuknya, artinya perjanjian tersebut dapat diperbuat baik secara lisan maupun tertulis tergantung kesepakatan antara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan, akan tetapi segala bentuk perjanjian sewa menyewa, khususnya perjanjian sewa menyewa rumah, sebaiknya diperbuat secara tertulis dengan tujuan untuk lebih dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Demikian pula halnya dengan yang terjadi dalam perjanjian sewa-menyewa ini meliputi segala jenis benda, benda bergerak, benda tidak bergerak asal tidak dilarang oleh undang-undang dan ketertiban umum. Terhadap syarat esensial dalam perjanjian sewa-menyewa ini, yakni mengenai harga sewa atau sewa haruslah tertentu atau segala sesuatu yang dapat ditentukan dan biasanya harus ditentukan secara tegas perjanjian yaitu dengan penetapan besarnya uang sewa-menyewa harus dibayar kepada pihak yang sewa-menyewakan. Jangka waktu atau lamanya sewa dapat saja ditentukan secara jelas dalam perjanjian, atau dengan kata lain tidak perlu disebutkan untuk berapa lamakah barang tersebut akan disewa oleh pihak penyewa, tetap telah disetujui oleh kedua belah pihak baik penyewa maupun yang disewakan dalam setiap bulan atau tahunnya.

Penegasan perjanjian sewa-menyewa rumah ini adalah sejak berlakunya PP No.44 Tahun 1994, disebutkan segala bentuk perjanjian sewa menyewa rumah haruslah diperbuat dengan suatu batas waktu tertentu dan segala bentuk perjanjian sewa menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa batas waktu adalah batal demi hukum.

20

(33)

Jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa-menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan.21

Karenanya selama berlangsung masa persewaan, pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang disusunnya dengan bebas, selama jangka waktu secara berlangsung.

Pertanggung jawaban atas terjadinya suatu peristiwa terhadap objek atau barang yang disewa disebut resiko. Dalam ilmu hukum, resiko ini merupakan tolak ukur. Untuk menetapkan kepada siapakah dibebankan untuk menanggung kerugian dalam hal suatu kejadian yang menimpa atau barang yang disewa dan terjadi diluar kesalahan suatu pihak.22 Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang

disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan satu pihak. Dalam perjanjian sewa menyewa, pengaturan masalah resiko adalah apabila terjadi suatu peristiwa atas barang yang disewa, bisa saja terjadi karena disebabkan kelalaiannya atau karena keadaan yang memaksa di luar kesanggupan dan pengakuan salah satu pihak.

Apabila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan rusaknya atau tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dikarenakan kesengajaan dari salah satu pihak, maka dalam hal ini resiko atas terjadinya peristiwa tersebut ditanggung oleh pihak yang bersangkutan, misalnya jika terjadi peristiwa itu dikarenakan kesalahan pihak yang menyewa, maka pihak yang menyewakanlah yang harus bertanggung jawab atas resiko yang terjadi dan jika pihak penyewa yang melakukan kesalahan tersebut, maka pihak penyewalah yang harus menanggung resiko. Tetapi apabila terjadinya suatu peristiwa telah menimpa barang yang disewa, disebabkan oleh suatu keadaan yang memaksa (force majeure), misalnya karena bencana alam, maka dalam hal ini pihak penyewa terhindari dari tanggung jawab dan pihak yang menyewakan tidak dapat

meminta tanggung jawab resiko kepada pihak penyewa.23

Ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu :

21

Qirom S, Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangan, Yogyakarta, Liberty, 1985, hal 78.

22

Djojodirdjo Moegeni, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1979, hal. 49.

23

(34)

1. Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya 2. Terjadinya secara kebetulan

3. Keadaan memaksa24

Basrah Lubis mengemukakan bahwa, jika benda yang disewa itu musnah sewaktu terjadinya sewa menyewa karena overmacht maka perikatan sewa menyewa batal demi hukum, dan pihak penyewa tidak berhak atas ganti rugi, baik benda tersebut secara keseluruhan maupun sebahagian. Apapun pernyataannya, batalnya

perjanjian itu tidak perlu dimintakan pernyataan dan resiko atas musnahnya objek sewa-menyewa secara keseluruhan adalah pihak yang menyewakan (pemilik hak atas benda) serta tidak dapat meminta atau menuntut pembayaran uang sewa kepada pihak penyewa atau dengan tegasnya uang sewa dengan sendirinya gugur, dan sebaliknya pihak penyewa tidak dapat menuntut penggantian barang ataupun ganti rugi dari pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUHPerdata).25

Tetapi apabila musnahnya barang yang disewa tersebut hanya sebahagian, maka dalam hal ini pihak penyewa dapat memilih 2 (dua) kemungkinan yaitu :

a. Meminta pengurangan harga sewa yang sebanding dengan bahagian barang yang telah musnah.

b. Menuntut pembatalan perjanjian sewa menyewa tersebut kepada pihak yang menyewakan atas musnahnya sebahagian dari objek atau barang yang disewa dalam perjanjian sewa menyewa ini.

(35)

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori, konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut dengan operational definition.27 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua, dubius dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut :

Sewa menyewa rumah adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (pemilik rumah sewa) mengikatkan diri kepada pihak yang lain (penyewa rumah) memberi suatu kenikmatan untuk menempati rumah yang dimilikinya untuk sementara waktu sesuai jangka waktu sewa, dengan pembayaran sejumlah uang tertentu sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak.28

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mempu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.29

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.30

Pekerja kontrak adalah tenaga kerja yang dikontrak oleh suatu perusahaan baik secara pribadi maupun melalui jasa perusahaan penyalur tenaga kerja untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan yang berlaku.31

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, artinya dalam penelitian akan menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisa hukum baik dalam bentuk teori, maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian lapangan, dalam hal

27

M. Solly Lubis, Op.cit., hal 85.

28

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung, Sumur, 1961, hal 44.

29

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 Angka 2.

30

Republik Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 1 Angka 3.

31

(36)

ini perjanjian sewa menyewa rumah berjangka pendek yang dilakukan para pekerja kontrak di Kota Batam dengan pemilik rumah sewa dan sekaligus menganalisa akibat hukumnya bagi para pihak yang menandatangani klausul perjanjian sewa menyewa tersebut.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-

undangan yang berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimasudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis).

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis normatif. Pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji

berbagai aspek hukum. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan dengan melihat peraturan perundang-perundangan yang mengatur pelaksanaan perjanjian sewa menyewa, sehingga akan diketahui secara hukum tentang pelaksanaan perjanjian sewa menyewa yang dilakukan oleh pekerja kontrak di Kota Batam.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder.

(37)

1. Pemilik rumah sewa di Kota Batam, sebanyak 3 orang. 2. Pekerja Kontrak di Kota Batam, sebanyak 3 orang. 3. Notaris/PPAT di Kota Batam, sebanyak 3 orang. 4. Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Batam.

5. Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Batam.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari:

1. Bahan Hukum Primer

yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu: Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik.

2. Bahan Hukum Sekunder

yaitu “semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah.”32

3. Bahan Hukum Tertier

yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum,

32

(38)

jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet yang masih relevan dengan penelitian ini.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan wawancara.

Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. “Langkah-langkah ditempuh untuk melakukan studi dokumen di maksud di mulai dari studi dokumen terhadap bahan hukum primer, baru kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.”33

Sedangkan penelitian lapangan (field research) dimaksudkan untuk mengadakan wawancara dengan informan yang berhubungan dengan materi penelitian. Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan metode wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (dept interview) secara langsung.

5. Analisis Data

Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.

33

(39)

Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.34 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui

validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan

sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.35 Analisis data yang dipakai adalah analisis data deskripstif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan langkah-langkah data diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian, hasilnya disistematisasikan kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan dasar dalam melihat kebenaran dari masalah yang ditetapkan.

34

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op.Cit, hal.251.

35

(40)

BAB II

PELAKSANAAN KONTRAK SEWA MENYEWA RUMAH

BERJANGKA PENDEK BAGI PEKERJA KONTRAK DI KOTA BATAM

A. Gambaran Umum Kota Batam

Kota Batam adalah salah satu kotamadya di Provinsi Kepulauan Riau. Pusat kotanya terkenal dengan istilah Batam Center. Kota ini terdiri atas 12 kecamatan. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk, namun kini telah berpenduduk 713.960 jiwa. Kota Batam merupakan sebuah pulau yang terletak sangat strategis di sebelah utara Indonesia dan terletak di jalur pelayaran internasional.36

Batam mulai dikembangkan sejak awal tahun 1970-an sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina. Kemudian berdasarkan Kepres No. 41 tahun 1973, pembangunan Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah yang bernama Otorita Pengembangan Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Otorita Batam.

36

(41)

Pengembangan Pulau Batam terbagi dalam beberapa periode. Periode pertama yaitu tahun 1971-1976 dikenal dengan nama Periode Persiapan yang dipimpin oleh Ibnu Sutowo. Periode kedua adalah Periode Konsolidasi (1976-1978) dipimpin oleh JB.Sumarlin. Setelah itu adalah Periode Pembangunan Sarana Prasarana dan Penanaman Modal yang berlangsung selama 20 tahun, yaitu tahun 1978-1998, yang diketuai B.J. Habibie. Kepemimpinan berikutnya dipegang oleh J.E Habibie yaitu bulan maret s/d Juli 1998, periode ini dikenal dengan nama Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan. Kemudian sejak tahun 1998 sampai sekarang, dibawah kepemimpinan Ismeth Abdullah dinamakan Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan dengan perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi. 37

Kota Batam memiliki banyak nilai tambah, dengan modal jalur pelayaran internasional serta jarak dengan negara Singapura hanya 12.5 mil laut atau sekitar 20 Km, maka untuk memacu perkembangan di wilayah nusantara dari semua aspek kehidupan, khususnya dibidang ekonomi, maka Pemerintah Indonesia mengembangkan Pulau Batam menjadi Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB).38

Berbagai kemajuan pun telah banyak dicapai, seperti tersedianya berbagai lapangan usaha yang mampu menampung angkatan kerja yang berasal hampir

37

http://www.batam.go.id/home/sejarah_ob.php, diakses tanggal 2 September 2010.

38

(42)

dari seluruh daerah di tanah air. Begitu juga dengan jumlah penerimaan daerah maupun pusat dari waktu kewaktu terus meningkat. Hal ini tidak lain karena disebabkan oleh maraknya kegiatan industri, perdagangan dan pariwisata di daerah Batam.39

B. Perihal Perjanjian Secara Umum 1. Pengertian Perjanjian

Pengaturan umum mengenai perjanjian di Indonesia terdapat di dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang Perikatan. Buku III KUHPerdata tersebut menganut sistem terbuka (open system), artinya setiap orang bebas mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, baik perjanjian bernama

(nominaat) maupun perjanjian tidak bernama (innominaat), asalkan tidak melanggar

ketertiban umum dan kesusilaan. Sedangkan pasal-pasal dari Hukum Perjanjian yang terdapat dalam Buku III tersebut merupakan apa yang dinamakan aanvulendrecht atau hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal dalam Buku III KUHPerdata boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian.40

Kemudian, sistem terbuka dalam KUHPerdata tersebut mengandung suatu asas yang disebut asas kebebasan berkontrak, yang lazimnya disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, dan dengan melihat pada Pasal 1319 KUHPerdata

39

Wawancara dengan Rudi Sakyakirti, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, pada tanggal 29 Juli 2010.

40

(43)

maka diakui 2 (dua) macam perjanjian dalam Hukum Perjanjian yaitu Perjanjian

Nominaat dan Perjanjian Innominaat.41

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa perjanjian apa saja, baik yang diatur dalam KUHPerdata (nominaat) dan yang diatur di luar KUHPerdata

(innominaat) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dari Buku III KUHPerdata

yang ada dalam Bab I dan Bab II.42

Perjanjian nominaat atau perjanjian bernama yaitu perjanjian-perjanjian yang diatur di dalam Buku III KUHPerdata dari Bab V sampai dengan Bab XVIII, seperti Perjanjian Jual-Beli, Perjanjian Sewa-Menyewa, Perjanjian Tukar-Menukar, dan sebagainya. Sedangkan, perjanjian innominaat atau perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian yang terdapat di luar Buku III KUHPerdata, yang timbul, tumbuh, berkembang dalam praktik dan masyarakat, dengan kata lain perjanjian tersebut belum dikenal saat KUHPerdata diundangkan. Timbulnya perjanjian ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.43

Subekti memberikan definisi perjanjian adalah sebagai berikut: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. Ia juga menyebutkan bahwa perjanjian juga dinamakan persetujuan karena kedua pihak

41

Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, cet. 3, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hal. 6.

42

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Cet. 1, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 73.

43

(44)

tersebut itu setuju untuk melakukan sesuatu.44

2. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian

Setiap ketentuan hukum mempunyai sistem tersendiri yang berlaku sebagai asas dalam hukum tersebut. Demikian pula halnya dalam hukum perjanjian, yang memiliki asas-asas sebagai berikut:

a. Asas Personalia

Asas personalia atau asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian adalah hanya untuk kepentingan perseorangan saja.45 Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata, Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri.” b. Asas Konsensualitas

Asas konsesualitas atau asas sepakat adalah asas yang menyatakan bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan itu timbul atau dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat atau kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.

Asas ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan salah

44

Subekti, Op.cit., hal. 1

45

(45)

satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan tanpa menyebutkan harus adanya formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah tercapai itu. c. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak (Freedom of Contract) diatur di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Artinya para pihak diberi kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan,46 memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang oleh Undang-undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan sepanjang perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.47

d. Asas Kepercayaan.48

Suatu perjanjian tidak akan terwujud apabila tidak ada kepercayaan antara para pihak yang mengikatkan diri di dalamnya, karena suatu perjanjian menimbulkan suatu akibat hukum bagi para pihak yaitu pemenuhan prestasi dikemudian hari.

e. Asas Kekuatan Mengikat.49

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa dipenuhinya syarat

46

Ibid.

47

Munir Fuady, Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Cet. 2., Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 30.

48

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan,Op.cit., hal. 87.

49

(46)

sahnya perjanjian maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Mengikat sebagai Undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat tersebut berakibat hukum melanggar Undang-undang. f. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

g. Asas Keseimbangan.50

Asas ini menghendaki kedua belah pihak dalam perjanjian memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Salah satu pihak yang memiliki hak untuk menuntut prestasi berhak menuntut pelunasan atas prestasi dari pihak lainnya. h. Asas Kepatutan dan Kebiasaan.51

Asas ini dituangkan di dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa: “Perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur di dalamnya tetapi juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang”

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Persyaratan suatu perjanjian merupakan hal mendasar yang harus diketahui dan dipahami dengan baik. Suatu perjanjian akan mengikat dan berlaku apabila

50

Ibid

51

(47)

perjanjian tersebut dibuat dengan sah. Berikut ini akan dibahas mengenai persyaratan yang dituntut oleh Undang-undang bagi perjanjian agar dapat dikatakan sah. Terdapat 4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

Dalam tercapainya kata sepakat atau kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Artinya, para pihak dalam perjanjian untuk mencapai kata sepakat tersebut tidak dalam keadaan menghadapi tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.52

Tidak dalam keadaan menghadapi tekanan tersebut dimaksudkan bahwa para pihak dalam mencapai kata sepakat harus terbebas dari kekhilafan (kesesatan), paksaan dan penipuan seperti yang tercantum dalam Pasal 1321 KUHPerdata, yang berbunyi: “Tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang adalah cakap menurut hukum, kecuali jika oleh Undang-undang tidak cakap.

Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu orang-orang yang belum dewasa,

52

(48)

mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, dan perempuan yang bersuami. Tetapi pada subjek yang terakhir, yaitu perempuan bersuami telah dihapuskan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, sehingga sekarang kedudukan perempuan yang bersuami diangkat ke derajat yang sama dengan pria dan cakap untuk mengadakan perbuatan hukum.

3. Suatu hal tertentu;

Mengenai suatu hal tertentu diatur di dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, apa yang diperjanjikan atau barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya dan tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barangnya tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.53

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata adalah mengenai suatu sebab yang halal. Terkait dengan hal ini, Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tidak mungkin ada suatu persetujuan yang tidak memiliki sebab atau causa, oleh karena causa sebetulnya adalah isi dari persetujuan dan tiap-tiap persetujuan

53

(49)

tentu mempunyai isi.54

Terhadap dua syarat sahnya perjanjian yang pertama, yaitu syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan syarat kecakapan untuk membuat perikatan disebut sebagai syarat subyektif. Sebab mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir, yaitu syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal disebut sebagai syarat obyektif karena mengenai obyek dari perjanjian atau perbuatan hukum yang dilakukan itu.55

Keempat syarat di atas mutlak harus ada atau mutlak harus dipenuhi dalam suatu perjanjian, oleh karenanya tanpa salah satu syarat tersebut perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Apabila salah satu dari syarat subyektif tidak terpenuhi, maka suatu perjanjian dapat dimintakan oleh salah satu pihak untuk dibatalkan. Sedangkan apabila salah satu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka suatu perjanjian adalah batal demi hukum, artinya dari semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.56

4. Hapusnya Perjanjian

Setiap pihak yang membuat perjanjian pastilah menginginkan pelaksanaan isi perjanjian dengan sempurna dan secara sukarela. Namun adakalanya salah satu pihak dalam perjanjian mengingkari terhadap isi dari perjanjian yang telah disepakati bersama tersebut. Terhadap keingkaran dari salah satu pihak memberi hak pada pihak

54

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 37.

55

Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 17.

56

(50)

lain untuk memaksakan pelaksanaan prestasi kepada debitur. Tentunya tidak dengan cara main hakim sendiri (eagen richting). Umumnya pemaksaan prestasi harus melalui kekuatan putusan vonis pengadilan.

Setelah perjanjian dilaksanakan maka kemudian akan diakhiri. Berakhirnya suatu perjanjian dapat disebabkan karena:57

a. Ditentukan oleh para pihak yang bersangkutan dalam perjanjian. b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.

c. Karena adanya suatu peristiwa tertentu, misalnya salah satu pihak meninggal dunia.

d. Karena putusan hakim.

e. Karena tujuan perjanjian telah tercapai. f. Dengan persetujuan para pihak.

Selanjutnya Subekti menyatakan, bahwa suatu perjanjian akan berakhir apabila:58

a. Berakhir dengan sendirinya, apabila jangka waktu perjanjian ini habis. b. Berakhir sebelum jangka waktu berakhir, apabila:

1. Masing-masing pihak telah memenuhi segala hak dan kewajiban masing-masing sebelum jangka waktu perjanjian berakhir.

2. Salah satu pihak melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal ini dan atau menyebabkan kerugian terhadap pihak lain tanpa alasan yang sah. Terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan tersebut pihak yang dirugikan berhak untuk memutuskan perjanjian secara sepihak.

3. Berlakunya suatu syarat batal. Hapusnya perikatan akibat berlakunya suatu sarat batal dapat terjadi pada perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya didasarkan pada suatu peristiwa yang belum atau tentu terjadi.

4. Lewat waktu (daluwarsa). Lewat waktu atau daluwarsa menurut Pasal 1946 KUHPerdata adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan. Lewat waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa acquisitive, sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari perikatan disebut daluwarsa extinctif.

57

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1977, hal, 107

58

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan supervisor terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran yaitu: (1) rendahnya penguasaan siswa

Tumbuhan yang diperoleh dari lapangan yang digunakan untuk upacara ritual adat oleh masyarakat suku Saluan akan dibawa ke Laboratorium Biodiversity Fakultas

Mereka memberitahu Maria dan Yusuf dan semua orang apa yang dikatakan oleh malaikat.. Mereka pulang dengan

Jika dibandingkan dengan nilai t tabel, maka t hitung (4,760) > t tabel (1,661) sehingga Ho ditolak.Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh

Apa yang tidak bisa dilakukan oleh perempuan sekarang? Segala sesuatunya telah terbuka untuk mereka jalani. Dari urusan rumah tangga hingga berada dipentas terbuka, mulai

Hal yang sama juga diungkapkan oleh pengurus Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Lembaga Adat Desa Pangkalan Indarung bahwa untuk menanamkan rasa percaya

Setelah dilakukan perbandingan hasil yang didapat oleh fuzzy mamdani menggunakan metode centroid dengan hanya menggunakan rata-rata nilai raport yang digunakan oleh SMAN 1

Dengan metode pengikatan ke muka untuk survey hidrografi dapat dilakukan penentuan posisi kapal yang memanfaatkan pengukuran jarak dan sudut dari dua buah titik yang telah